Lencana Facebook

banner image

Wednesday 4 December 2013

“Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab Ushul Tsalatsah Karya Muhammad bin Abdul Wahab”



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Agama adalah rahasia sejarah yang terbesar. Sepanjang sejarah manusia, tidak ada faktor yang mampu menggerakkan bahkan mengarahkan jarum sejarah seperti yang dilakukan agama. Sayangnya, secara sadar ataupun tidak, pendidikan kita selama ini lebih kerap mengabaikan faktor agama. Agama atau sisi spiritual kehidupan manusia cenderung dilupakan kalau tidak malah diupayakan untuk disingkirkan. Padalah, pada sisi inilah tersimpan potensi dahsyat manusia. Karena ia merupakan puncak kesadaran tertinggi kehidupannya.
Lebih jauh, praktik pendidikan kemudian hanya memandang manusia sebagai instrumen material. Baik itu instrumen bagi kekokohan suatu negara atau bahkan ideologi tertentu. Dalam banyak kasus, paradigma pertumbuhan (atau dalam bahasa populer: pengembangan sumber daya manusia) yang merupakan representasi ideologi kapitalistik kerap menjadi acuan.
Islam menawarkan paradigma ”langit.” Pendidikan dan belajar adalah bagian dari iman. Tujuannnya menyempurnakan ubudiyah kepada Allah subhanahu wata’ala (ibadah). Azasnya juga jelas  kemaslahatan bagi umat dan kemanusiaan (khilafah atau ’imaratul ardh). Islam mengajarkan kepada umat manusia bahwa manusia itu adalah hasil ciptaan Alloh bukan dari rekayasa alam sesuai dengan revolusi dari teori Darwin. Bahwa sesungguhnya manusia itu ada yang menciptakan dan seluruh alam semesta ini juga ada yang menciptakan yaitu Alloh SWT.
Allah telah menyempurnakan agama Islam dengan menjaga kitab-Nya sampai hari kiamat. Sebagai bukti penjagaan kitab dan agama ini adalah Allah akan menciptakan ulama pada setiap masa sesuai kehendak-Nya. Hal ini dalam rangka menjaga agama, menghidupkan sunnah dan membimbing manusia kepada jalan yang lurus. Rasulullah SAW bersabda, "sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini dalam setiap abadnya ada kalangan yang memperbaharuai agama-Nya.
Dalam hadits lain ia juga bersabda, "Akan senantiasa ada dari ummatku sekelompok orang yang tampil dalam membela kebenaran. Mereka tidak membahayakan orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang urusan Allah sementara mereka tetap dalam pendirian mereka".  Sejarah mencatat, di setiap masa yang dilalui ummat Islam, banyak tokoh-tokoh Islam yang muncul dan hadir memberikan kontribusinya pada perkembangan Islam di masanya, dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
Salah satunya adalah Muhammad bin Abdul Wahab, seorang ulama abad ke-18 yang berda’wah mengembalikan Islam kepada citranya yang asli, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Meskipun Muhammad bin Abdul Wahab telah wafat sekitar tiga abad yang lalu, namun kisah dan ajarannya masih menjadi kontroversi hingga kini. Tapi satu hal yang pasti, kontroversi yang menyelimuti seseorang bukanlah tolak ukur yang ilmiah untuk menyimpulkan keburukan atau kebaikan seseorang tokoh. Untuk itu, melihat sosok Muhamad bin Abdul Wahab harus dengan paradigma ilmiah, bukan dengan paradigma kontroversi yang berujung kepada relativisme.
Pergerakan kaum Wahabiyah, atau lebih tepat dikenal dengan kaum Muwahhidun yang digerakan di ‘padang pasir Nejd’ pada abad ke-12H/18M, merupakan suatu pergerakan reformis Islam, dimana bobotnya tidak kalah dari pergerakan yang dicetuskan oleh para reformer besar sebelumnya, seperti Umar bin Abdul Aziz, Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Malik, Imam Tirmidzi, Imam Al-Asy'ari, Imam Al-Ghazali, dan Syaikh Ibnu Taimiyyah.
Semenjak layar Islam berkembang, para mujaddid ini telah mampu mengembalikan Islam kepada citranya yang asli (al-Qur'an dan Sunnah), dan telah menempati posisi yang cukup tenar baik dilihat dari sisi perjuangan dan keberhasilan, maupun dari sisi pengaruh serta dampak yang ditimbulkan oleh pergerakan mereka masing-masing.
Risalah “ Tsalatsatul Usul Wa Adillatuha” karya Syeikh Al Mujaddid Muhammad Bin Abdul Wahab adalah risalah singkat yang mencakup semua permasalahan tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma’wa shifat, masalah wara’dan bara’ serta permasalahan lainnya yang berkaitan dengan ilmu tauhid yang merupakan ilmu ilmu paling mulia dan utama.
Tsalatsatul Ushul atau yang lebih dikenal dengan tiga landasan utama memuat tiga landaan pokok yang mesti diketahui oleh setiap muslim. Landasan pertama mengenal Alloh, landasan kedua mengenal Rasul-Nya, dan landasan ketiga adalah mengenal dienul Islam dengan dalil-dalilnya berkembangnya praktek-praktek syirik di tengah masyarakat kita banyak disebabkan ketidaktahuan atau ketidak pahaman mereka tentang ilmu ini. Wajar saja bila semua itu terjadi, karena masyarakat tidak pernah mendapatkan pendidikan dan pengetahuan tentang masalah tauhid. Sehingga wajar saja bila mereka terjebak dalam praktek dan keyakinan syirik, takhayul dan bi’dah.
Dari latar belakang tersebut penulis mencoba untuk mengangkat permasalahan yang sebenarnya sudah bukan hal yang asing bagi umat Islam yaitu mengenai ketauhidan, “Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab Ushul Tsalatsah Karya Muhammad bin Abdul Wahab”

B.     Definisi Operasional
Untuk Menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian diatas maka perlu kiranya penulis memperjelas istilah-istilah yang ada pada judul yaitu sebagai berikut :
1.      Nilai
Nilai adalah suatu makna yang terkandung dari setiap perilaku. Menurut nilai juga dapat diartikan sebagai suatu penetapan atau suatu kualitas suatu objek yang menyangkut suatu jenis minat (Muhammad Noor,1986: 133).
2.      Pendidikan Tauhid
Terdapat dua suku kata yaitu pendidikan dan tauhid. Pendidikan itu sendiri adalah suatu usaha yang diwujudkan secara sadar dan terencana untuk mendewasakan orang lain agar memiliki potensi yang berkualitas dan bermanfaat bagi diri, masyarakat bangsa dan negara serta memberikan arah hidup yang lebih baik. Tauhid, secara bahasa berasal dari kata "wahhada - yuwahhidu" yang artinya menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu esa) ( Arifin, 2009 : 13).  Sehingga pendidikan tauhid dapat diartikan sebagai sebuah upaya terencana dalam membentuk kepribadian manusia muslim untuk mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik tentang perubahan dalam ke-Esaan Alloh.
3.      Kitab Ushul Tsalatsah
Adalah karya dari Muhammad Bin Abdul Wahab yang berisikan tentang ketauhidan dan pengembalian Islam sesuai dengan AL-quran.
4.      Karya  Muhammad Bin Abdul Wahab
Adalah suatu hasil pemikiran sesuai dengan kaedah bahasa berarti proses, perbuatan, cara memikir, problem yang memerlukan pemecahan. (Alfandi : 415). Muhammad Bin Abdul Wahab adalah seorang ulama abad ke-18 yang berda’wah mengembalikan Islam kepada citranya yang asli, yaitu al-Qur'an dan Sunnah.
Jadi yang dimaksud dengan judul skripsi di atas : Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kitab Ushul Tsalatsah Karya Muhammad Bin Abdul Wahab adalah suatu makna  sebagai sebuah upaya terencana dalam membentuk kepribadian manusia muslim untuk mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik tentang perubahan dalam ke-Esaan Alloh  dalam hasil pemikiran Muhammad Abdul Wahab.


C.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas penulis merumuskan beberapa permasalahan yang ingin diteliti adalah :
1.      Bagaimana nilai-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kitab  Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab ?
2.      Bagaimana pandangan Islam terhadap nilai-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kitab  Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab ?

D.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan penelitian ini adalah :
a.       Menggambarkan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab.
b.    Untuk memberikan gambaran dan penjelasan yang jelas, bagaimana pandangan Islam terhadap ketauhidan.
2.      Manfaat penelitian
a.    Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kajian hukum Islam khususnya mengenai ketauhidan.
b.      Kajian ini akan bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik dengan kajian ketauhidan, khususnya dalam pandangan Islam.



E.     Telaah Pustaka
Dalam penelitian ini sebagai acuan utama penulis adalah kitab Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab dalam terjemahan oleh Eko Haryono dengan penerbit Media Hidayah Yogyakarta. Kitab ini menjadi acuan pokok penulisan.
Selain itu beberapa buku pendukung adalah karya Abdullah Bin Shalih Al Fauzan mengenai Syarah dari kitab Ushul Tsalatsah. Sebuah risalah singkat yang mencakup semua permasalahan tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma’ wa shifat, masalah wala’ dan bara’ serta permasalahan lainnya yang berkaitan dengan ilmu tauhid.
Buku karya Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi mengupas tentang sejarah pejuang ahli tauhid Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab ketika beliau berdakwah dan sekaligus membantah orang yang membenci dakwahannya.
Karya Labib. Mz mengupas tentang hidup sukes dunia dan akherat, pelatihan sifat terpuji dalam tuntunan Al-Quran. Mengetahui tatanan hidup yang diridhoi oleh Alloh.
Karya Allamah Syaikh Dalhar mengupas tentang perjuangan Syadzii ra dalam berjuang menegakan agama Alloh, tentang ketauhidan mengenal Islam secara lebih mendalam.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis terbilang masih langka sehingga penulis belum pernah menemukan karya skripsi dengan tujuan yang sama sehingga penulis tidak memakai acuan skripsi lain dalam penulisan.


F.     Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi tersusun dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan bagian akhir. Pada bagian awal berisi halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
Bagian  utama dari penulisan skripsi berisi lima bab pokok yang terdiri dari :
BAB I       : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, telaah pustaka dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II      : Tinjauan Umum tentang ketauhidan terdiri dari pengertian dan hal-hal yang berhubungan dengan ketauhidan.
BAB III    : Metode Penelitian, berisikan metode-metode dan jenis penelitian yang dipakai dalam skripsi.
BAB IV    : Biografi dan Pembahasan. Pada bab ini menjabarkan biografi tentang Muhammad Bin Abdul Wahab dan pembahasan tentang nilai-nilai pendidikan ketauhidan dalam kitab Ushul Tsalatsah.
BAB V      : Merupakan bagian akhir dari bagian utama yang berisi penutup. Pada bab ini diuraikan kesimpulan, saran dan kata penutup.
Bagian akhir penulisan skripsi ini adalah daftar pustaka dan lampiran.

Untuk mendapatkan file silahkan klik : Download 

ETIKA POLITIK KEPEMIMPINAN MENURUT AL-GHAZALI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Konsep kepemimpinan dalam Islam memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kokoh. Ia dibangun tidak saja oleh nilai-nilai agama, namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para Shahabat dan Al-Khulafa' Al-Rosyidin. Pijakannya sangat kuat yaitu bersumber dari Al-qur'an dan As-sunnah, namun dalam perkembangannya mengalami dinamika yang dipengaruhi oleh kondisi social, politik dan budaya.
Sewaktu di Madinah Muhammad SAW mempunyai peran ganda, sebagai kepala pemerintahan sebuah negara sekaligus sebagai hakim yang merupakan manifestasi beliau sebagai Rasul utusan Allah SWT. Syari’at Islam menjadi dasar tata pemerintahan negara pada waktu itu, yang selanjutnya sistem khilafah Islam dipegang oleh sekian khālifah, termasuk di dalamnya yang dikenal sebagai al-Khulafa al-Rasyidin.
Masa khilafah Islam ini berakhir bersamaan dengan runtuhnya system kekhalifahan yang dihapus oleh Majelis Nasional Turki (1924 M) yang pada waktu itu dipegang oleh Kemal at-Taturk.[1] Sebelumnya dia juga telah menghapus sistem Kesultanan Turki (1922 M). Hal ini ternyata menimbulkan dampak yang begitu besar pada sistem pemerintahan negara yang secara struktural dan konstitusional berubah secara radikal. Puncaknya adalah pernyataan Konstitusi Negara bahwa Republik Turki adalah Negara Sekuler.[2] Sekulerisasi Turki yang ditandai dengan jatuhnya Imperium Abāssiyah pada awal abad ke-20, ternyata memberikan wacana baru dalam khasanah pemikiran Islam Kontemporer.[3]
Setidaknya hal inilah yang melatarbelakangi perdebatan kontroversial seputar relasi Islam dan negara sampai saat ini. Salah satu persoalan yang cukup serius seputar relasi Islam dan Negara adalah mengenai etika politik dalam konteks kehidupan bernegara.
Etika dalam politik sebenarnya menjadi keharusan adanya. Namun dalam fakta sejarah tidak sedikit orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Dunia politik penuh dengan intrik-intrik kotor guna memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Bertemunya berbagai kepentingan antar golongan, kelompok dan parpol dalam kalangan elit politik adalah sebuah keniscayaan akan terjadinya konflik bila tidak adanya kesefahaman bersama, dan tidak jarang berujung pada penyelesaian dengan jalan kekerasan. Rambu-rambu moral memang sering disebut-sebut sebagai acuan dalam berpolitik secara manusiawi dan beradab. Tetapi hal itu hanya menjadi bagian dari retorika politik.
Berbicara moralitas politik saat ini seolah berteriak di padang pasir yang tandus dan kering. Sedangkan realitas politik hanya merupakan pertarungan kekuatan dan kepentingan saja. Melalui kecenderungan umum dari tujuan politik yang dibangun bukan dari yang ideal dan tidak tunduk kepada apa yang seharusnya, tetapi menghalalkan segala cara.[4] Oleh karena itu, diperlukan telaah mendalam dan bertanggung jawab tentang etika politik. Etika politik sebenarnya lebih mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam norma-norma moral yang berlaku, serta dalam hubungan kemasyarakatan secara keseluruhan.[5] Etika politik didalamnya mengandung dua dimensi politis manusia yakni; pertama, hukum sebagai lembaga normatif penataan masyarakat dan kedua, kekuasaan politis atau negara sebagai lembaga penataan masyarakat efektif, dalam arti mengambil tindakan.[6]
Berkaitan dengan studi politik, kita tidak bisa memisahkan kriteria pemegang kontrol politik tertinggi dalam hal ini, kita meletakkan kontrol politik tertinggi di bawah kontrol moral dengan meletakkannya sebagai subyek pada perangkat yang berkaitan dengan sumber-sumber, pembatasan-pembatasan, tujuan-tujuan, dan berbagai penyelesaian. Dalam sistem politik, proses utama adalah suatu upaya mengubah tuntutan-tuntutan, yang mewakili kepentingan, tujuan, dan keinginan individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menjadi keputusan, kemudian dipaksakan dan diterapkan melalui struktur-struktur pemerintahan.
Untuk itu, politik tidak hanya membahas mengenai hakekat, fungsi dan tujuan dari sebuah negara sebagaimana diketahui bersama[7], melainkan menjadi solusi bagi kompleksnya persoalan-persoalan manusia dengan lingkungan sosialnya. Meskipun, filsafat politik dalam tradisi klasik selalu bermuara pada persoalan etika, dalam hal ini, kita melihat bagaimana filsafat politik mengajukan pertanyaan kepada manusia tentang permasalahan moral dan segala usaha manusia dalam memahami dan memaknai kehidupan sosialnya dengan segala daya upayanya.[8]
Al-Ghazali merupakan salah satu di antara ulama/pemikir abad pertengahan yang memiliki perhatian dalam permasalahan politik atau kekuasaan. Pemikiran Al-Ghazali telah banyak mewarnai perkembangan pengetahuan dalam dunia Islam mau pun barat dalam masalah politik atau kekuasaan. Ini terlihat dari dari sekian tokoh pemikir Muslim pada generasi setelahnya terinspirasi atas pemikirannya. Beberapa karyanya yang menjadi rujukan teori tentang politiknya adalah kitab Ihya Ulum al-Din, al-Iqtibad wa al-I’tiqad dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Mulk. Al-Ghazali menjelaskan teori politiknya dalam beberapa kitab tersebut tidak sepenuhnya membahas tentang politik kenegaraan, melainkan juga membahas masalah Teologi, tasawuf, fiqih, etika dan interaksi sosial.
Dalam hal etika politik, Al-Ghazali berpendapat bahwa manusia itu mahluk sosial. Untuk itu, ia tidak dapat hidup sendirian. Lebih jauh ia melihat ada dua faktor yang menyebabkan kenapa manusia itu menjadi makhluk sosial; pertama, kebutuhan akan keturunan demi keberlangsungan hidup umat manusia. Dan hal ini bisa di lakukan melalui pergaulan antara laki-laki dan perempuan dan keluarga. Kedua, saling membantu dalam menyediakan makanan, pakaian dan pendidikan anak (diperlukan kerja sama dan saling membantu antar manusia).[9]
Kerjasama dan saling membantu menjadi suatu keharusan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menurut Al-Ghazali, untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan manusia, diperlukan pembagian tugas antara para anggota masyarakat dan penguasa (hubungan antar pemuka, baik agama dan pemerintah dengan dasar saling tolong menolong).
Bila apa yang dikemukakan Al-Ghazali mampu diterapkan, maka interaksi antar manusia akan terbentuk. Tak terkecuali dalam pembentukan sebuah negara, dalam hal ini, interaksi merupakan syarat mutlak untuk dilakukan. Pembentukan sebuah negara dimulai dari adanya daerah (wilayah) dan rakyat kemudian dibentuklah pemerintahan. Dengan kata lain, negara bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi diadakan oleh manusia dan untuk manusia. Dalam pandangan Al-Ghazali, negara merupakan suatu lembaga yang sedemikian penting, untuk menjamin pergaulan hidup manusia. Bahkan, keberadaan negara adalah dalam rangka menjaga dan merealisasikan syariat agama yang kokoh, yaitu mengantarkan manusia menuju kebahagiaan hakiki. Secara tegas ia menyatakan: “Agama merupakan pokok (pondasi) sebuah bangunan, sedangkan negara adalah penjaganya”.[10]
Untuk menopang kuatnya sinergi agama dan negara, Al-Ghazali menganjurkan pentingnya pengembangan Ilmu Pengetahuan, Profesionalisme dan Industrialisasi. Dan pra syarat yang dikemukakan Al-Ghazali di atas merupakan pra syarat yang juga di adopsi negara modern.
Berkaitan dengan ini, penulis ingin membahas dalam bentuk penulisan skripsi tentang Etika Politik Kepemimpinan Menurut Al-Ghazali. Penulis memiliki ketertarikan untuk menjadikan sosok Al-Ghazali menjadi tokoh kajian dalam penulisan skripsi mengingat Al-Ghazali telah diakui berbagai kalangan sebagai pemikir besar yang multi talenta.[11] Menyajikan beberapa pemikiran al-Ghazali tentang suatu pemerintahan pada jamannya sebagai suatu perbandingan, menurut penulis bisa dijadikan alternatif bagi pemecahan masalah yang dihadapi pemerintah di jaman sekarang. Selain itu menurut penulis saat ini kita butuh konstruksi terhadap etika kekuasaan yang bisa menjadi pijakan di tengah carut-marut percaturan politik sekarang.

B.     Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul tersebut, penulis sampaikan definisi-definisi pada judul tersebut :
Etika
:
Berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu "ethikos", yang berarti "timbul dari kebiasaan". Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.[12] Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[13] Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Yang dimaksud dengan Etika dalam hal ini adalah : hal-hal (berkaitan dengan prilaku dan kebijakan) seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin.
Politik
:
Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Yaitu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.[14]
Dalam praktik keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, daripada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski bertentangan dengan pandangan umum.[15]
Yang dimaksud dengan politik dalam judul ini adalah bagaimana cara seorang pemimpin atau pejabat dalam mengatur atau menjalankan kekuasaannya.
Kepemimpinan
:
Dalam bahasa arab berasal dari kata Imam yang berarti pemimpin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah khilafah, imamah dan al-mulk, ketiganya atau dalam bentuk derivatifnya dijumpai dalam Al-qur’an. Perkataan khilafah pada umumnya dipandang sinonim dengan perkataan al-imamah dalam makna institusi kepemimpinan politik. Secara etimologis, khīlafah berasal dari akar kata yang berarti “datang sesudah seseorang.” Secara tehnis, khilafah menjadi kepala institusi pemilihan pengganti Nabi sebagai kepala komunitas Islam di Madinah. Dalam literatur klasik, gagasan suksesi mengandung empat unsur pokok, yaitu: Pendahulu (yang digantikan), Pengganti, sasaran suksesi; serta hak dan kewajiban yang timbul dari suksesi.[16]
Sedangkan yang dimaksud dengan kepemimpinan dalam judul ini adalah kepemimpinan Negara.
Jadi yang dimaksud dalam judul skripsi : ETIKA POLITIK KEPEMIMPINAN MENURUT AL-GHAZALI adalah : pandangan Imam Ghozali tentang bagaimana idealnya pemimpin memegang kekuasaan politik, terutama mengenai bagaimana seharusnya seseorang penguasa atau pemimpin ketika berkuasa .

C.    Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu:
1.      Bagaimanakah Pandangan al-Ghazali Tentang Etika Politik?
2.      Bagaimanakah Pandangan al-Ghazali tentang Kekuasaan?
3.      Bagaimana kriteria seorang pemimpin ideal menurut Al-Ghazali?

D.    Tujuan Penulisan Skripsi
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1.      Untuk mengetahui Pandangan al-Ghazali Tentang Etika Politik?
2.      Untuk mengetahui Pandangan al-Ghazali tentang Kekuasaan?
3.      Untuk mengetahui kriteria seorang pemimpin ideal menurut Al-Ghazali?

E.     Manfaat dan Kegunaan
Sedangkan mengenai manfaat dan kegunaan penulisan ini adalah :
1. Sebagai salah satu sumbangan pengetahuan, mengingat kajian khusus terhadap pokok pemikiran Al-Ghazali masih jarang dikaji oleh banyak kalangan secara spesifik.
2. Dalam rangka mengkaji dan menelaah pemikiran Al-Ghozali, sebagai icon keilmuan bagi Institut Agama Islam Imam Ghozali Cilacap, sehingga penulisan skripsi ini diharapkan berguna pula bagi penelitian kedepan.

F.     Tinjauan Pustaka
Tulisan yang berkenaan dengan filsafat politik cukup banyak dijumpai, namun dari beberapa tulisan yang penulis temui, baik yang berupa artikel, buku, maupun yang lainnya belum penulis temukan yang spesifik dalam membahas persoalan filsafat politik dalam pandangan Al-Ghazali.
Hingga kini, studi filsafat politik telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa spesifikasi permasalahan yang coba di angkat oleh para peneliti, namun beberapa pandangan maupun gagasan dari para penulis banyak memiliki perspektif, sehingga perlu mengkatagorikannya.
Buku-buku yang memiliki keterkaitan dengan tema penulisan skripsi ini salah satunya adalah tulisan Z.A Ahmad yang berjudul Konsepsi Negara Bermoral menurut Al-Ghazali dan Riwayat Hidup Al-Ghazali. Dalam buku tersebut Z.A Ahmad banyak mengupas konsepsi filsafat politik Al-Gazali, serta keterkaitan Al-Ghazali dengan pemerintahan pada waktu itu. Lebih jauh, kedua buku di atas menjelaskan moral politik menurut Al-Ghazali dan beberapa karya yang di bakar habis oleh bangsa Mongol. Kedua buku ini sudah cukup lama diterbitkan yaitu pada tahun 1975, yang menurut penulis banyak memiliki corak pemahaman yang cukup lama dan penulis rasakan kurang aktual.
Jeje Abdur Rozak, dalam bukunya Politik Kenegaraan Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, yang banyak membicarakan corak pemikiran perbandingan pemikiran politik kenegaraan dalam tradisi Islam antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah dalam kerangka maslahah yang bersifat komparasi.
Muhamad Azhar, dalam bukunya Filsafat Politik; Perbandingan antara Islam dan Barat, yang banyak mengupas tentang pemikiran dan pandangan para tokoh barat dalam bidang filsafat politik dengan para pemikir Islam. Namun tulisan ini lebih pada komparasi isu besar tentang filsafat dalam tradisi Islam dan Barat.
Buku lain yang membahas persoalan filsafat politik secara umum banyak pula penulis temukan, seperti salah satunya adalah Filsafat Politik; Kajian historis dari Zaman Yunani Kuno Sampai Modern, yang menjelaskan pandangan para filsuf Yunani dan Barat dalam hal filsafat politik sejak masa Yunani kuno hingga kontemporer. Tetapi di dalam buku itu tidak dibahas pemikiran dari kaum muslim.
Oleh karena itu, masih ada peluang untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul : ETIKA POLITIK KEPEMIMPINAN MENURUT          
                                AL-GHOZALI
G.    Metode Penelitian
1.  Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yakni dengan mengumpulkan data-data penelitian dari buku-buku, ensiklopedi, kamus, majalah, maupun jurnal yang dipandang memiliki relevansi dengan tema penulisan skripsi ini. Kemudian data-data tersebut disebut literatur.[17]
2.  Obyek Penelitian
Obyek formal dalam penelitian ini adalah pemikiran Al-Ghazali,
                                                                                            sedangkan obyek material yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah etika politik.
3.  Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder
a.       Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah karya Al-Ghazali sendiri yaitu :
1) Kitab al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Muluk.
2) Ihya’ Ulum al-Din.
3) Al-Iqtibad wa al-I’tiqad
b.      Data Skunder
Ada pun sumber data sekunder terdiri kamus, buku-buku yang di antaranya adalah :
1) Konsepsi Negara Bermoral Menurut Al-Gazali karya Z.A Ahmad.
2) Politik Kenegaraan: Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah karya Jeje Abdul Rojak.
3) Filsafat Politik karya Henry J. Schimandt.
4) Karya tulis lainnya yang terkait dengan tema tulisan.
5) Data-data dari internet
4.  Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian di olah dengan menggunakan beberapa metode seperti:
a.       Deskripsi, yakni menguraikan suatu bahasan[18]. Hal ini dimaksudkan agar penelitian terhadap konsepsi etika politik Al-Ghazali terlihat dengan jelas, tepat dan sistematis.
b.      Induksi dan Deduksi. Induksi merupakan upaya mengumpulkan data dalam jumlah tertentu untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih umum. Deduksi merupakan upaya mengeksplisitasi pengertian yang umum.[19]
c.       Interpretasi. Melakukan pemahaman yang benar mengenai ekspresi manusia yang di pelajari. Dalam hal fakta itu di baca sebagai suatu naskah. Dengan memilih dengan cermat, menangkap arti yang disajikan dalam masing-masing buku untuk menemukan pemikiran serta maksud dari keinginan Al-Ghazali.

H.    Sistematika Penulisan
Bab I
:
merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan 
Bab II
:
Memaparkan tinjauan umum tentang kepemimpinan negara dan etika politik yang meliputi : bentuk kepemimpinan negara dalam pandangan islam, etika politik, pandangan beberapa filsuf tentang etika politik, lima prinsip dasar etika politik kontemporer.
Bab III
:
memaparkan biografi Al-Ghazali yang meliputi : riwayat hidup al-Ghazali, kondisi sosial politik pada masa hidup al-Ghazali, kondisi sosial keagamaan dan karya-karya Al-Gazali.
Bab IV
:
merupakan analisa yang akan menguraikan : konsep etika politik kepemimpinan menurut al-ghazali yang meliputi : pandangan al-ghazali tentang etika politik, pandangan al-ghazali tentang kekuasaan, kriteria pemimpin ideal menurut al-ghazali
Bab V
:
merupakan bab Penutup yang akan menyajikan Kesimpulan dan Saran-Saran.






[1] Faisal Ismail, Islam Idealitas Ilahiyyah dan Realitas Insaniyyah, Cet. ke-1 (Yogyakarta: Tiara Wacana Group, 1999), hlm. 157.
[2] Ibid., hlm.123-124
[3] Ibid.
[4]  Franz Magnis Suseno, Mencari Makna Kebangsaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 181-183.
[5]  Ibid.
[6]  Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 23.
[7]  Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 75.
[8]  Ibid., hlm. 76.
[9]  J. Abdul Rojak. Politik Kenegaraan: Pemikiran Politik Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah. (Surabaya: Bina Ilmu, 1999), hlm. 95.
[10]  Ibid. hlm. 96.
[11]  W. Montgomery Watt, Al-Ghazali, dalam Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam (Jakarta: P3M, 1979). hlm. 32.
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
[13] K. Bertens, Etika. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),  hal. 25.
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
[15] Srisultan Hamengkubuwono, Etika Politik dan Penerapannya, Pidato Dies yang disampaikan dalam Temu Akbar Alumni Dies Natalis Ke-40 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Semarang, 3 Agustus 2008.
[16] Salim Peter, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, cet. 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 147.
[17]  Sutrisno Hadi, Metode Research, (Yogyakarta: Fakultas, Psikologi UGM, 1987), hlm. 67.
[18] Anton Baker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), cet. I, hlm. 54.
[19] Ibid., hlm. 34-44.

Untuk mendapatkan file silahkan klik : Download