Lencana Facebook

banner image

Wednesday 18 February 2015

KARYA TULIS UJIAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH (UKKPI)



PENINGKATAN PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH

KARYA TULIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mengikuti Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah
Periode ………………….

















Oleh :

..................................
NIP ……………………………………





GURU PAI SDN CEKAL
UPT DINAS PENDIDIKAN KECAMATAN TIMANG GAJAH
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BENER MERIAH
2015


URAIAN
JABATAN/TUGAS POKOK DAN FUNGSI


1.    Nama                          :    …………………………………………..
2.    NIP                             :    …………………………………………..
3.    Pangkat/Golongan      :    …………………………………………..
4.    Jabatan                        :    …………………………………………..
5.    Unit Kerja                   :    …………………………………………..
6.    Uraian Tugas              :    a.  …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
b.  …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
c.  …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
d. …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….



              Mengetahui                                             …………………………………
           Kepala Sekolah                                                                Guru




     ………………………..                                          ………………………..
    Nip. ……………………                                        Nip. ……………………






ABSTRAK

Firdaus.  NIP………………. PENINGKATAN PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH Karya Tulis : Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah. ……………2015.

Sekarang ini masih dijumpai guru mengabaikan hal-hal kecil sepertinya
kurangnya memberi suatu reward kepada siswa yang berprestasi atau jarangnya
memberi pujian kepada siswa dikarenakan guru lebih fokus pada materi yang
akan disampaikan. Reward adalah alat pendidikan yang menyenangkan. Reward
bukan hanya hadiah melainkan dengan pujian, penambahan angka serta acungan
jempol bisa diberikan kepada siswa. Dengan adanya perhatian guru kepada siswa,
siswa akan menjadi senang dan juga bisa memotivasi belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan reward dan menganalisis penerapan reward untuk meningkatkan motivasi belajar siswa .
Penghargaan (reward) dalam berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat. pelaksanaan pemberian reward diharapkan mampu memberikan reinforcement pada anak untuk lebih dihargai atas perilaku atau prestasi yang telah diraihnya. Tujuannya adalah untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar, memberi apresiasi atas usaha mereka, dan menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan prestasi. Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sesuai kesempatan yang ada dan seyogyanya penghargaan ini dapat menjadi kebanggaan siswa akan eksistensi dirinya, yang nantinya meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi diri
Dengan adanya reward tersebut siswa menjadi senang dalam pembelajaran, semangat menjawab pentanyaan dari guru, aktif mengikuti pelajaran dan aktif dalam diskusi. Mempersiapkan pelajaran atau belajar dirumah. Hal ini mencerminkan bahwa siswa sudah mulai termotivasi.

Kata kunci : Reward, Motivasi Belajar,



 
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan karya tulis ini dapat berjalan lancar. Hanya dengan anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “PENINGKATAN PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH”.  
Dengan selesainya karya tulis ini, tak lupa penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang memberikan arahan,
bimbingan, dan petunjuk dalam penyusunan, dengan segala kerendahan
hati, penulis menyampikan terima kasih kepada ;
 1.                Bupati Bener Meriah lewat Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bener Meriah yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengikuti Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijasah periode ………. 2015.
2.    Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah lewat Kepala Bagian Tata Usaha yang telah memberikan informasi dan kesempatan tentang Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijasah periode ……….2015.
3.    Kepala UPT Dinas Pendidikan Timang Gajah beserta staf yang telah memberikan kelengkapan administrasi.
4.    Kepala SDN Cekal dan semua dewan guru yang telah memberikan semangat dan motivasi.
5.    Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan karya tulis ini.
Semoga semua pihak yang telah membantu selesainya pembuatan karya tulis ini senantiasa mendapatkan limpahan rahmat dan barokah dari Allah SWT dan penulisan karya tulis ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan Guru PAI  pada umumnya.

                                                                          ………………, ……..2015.

                                                                          Penulis


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL..........................................................................................      i
URAIAN JABATAN/TUPOKSI.......................................................................     ii
ABSTRAK..........................................................................................................    iii
KATA PENGANTAR........................................................................................    iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................     v

BAB    I     PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ..........................................................................     1
B.       Identifikasi Masalah .................................................................     6
C.       Batasan Masalah .......................................................................     7
D.      Rumusan Masalah .....................................................................     7
E.       Tujuan Penulisan .......................................................................     8
F.        Manfaat Penulisan ....................................................................     8
BAB    II   TINJAUAN PUSTAKA
A.      Perhatian Orang Tua .................................................................   10
B.       Motivasi Belajar ........................................................................   18
C.       Reward .....................................................................................   22
D.      Pendidikan Sekolah Dasar ........................................................   32
E.       Hubungan Pemberian Reward, Perhatian Orang Tua terhadap Motivasi Belajar                 42
BAB    III PEMBAHASAN
A.  Gambaran Permasalahan..............................................................   36
B.  Upaya Penyelesaian Masalah Yang Diharapkan..........................   39           
BAB    IV  PENUTUP
A.  Kesimpulan..................................................................................   54
B.  Saran............................................................................................   55

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, merupakan program Pemerintah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman. Berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional No. 20/2003. Pemerintah berupaya meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan mewajibkan semua warga negara Indonesia yang berusia 7-12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan pendidikan dasar dengan program 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP secara merata. Tidak relevan bila di zaman modern ini masih ada anak-anak Indonesia yang tidak bersekolah dan ada pula yang masih buta huruf. Oleh karena itu pemerintah berusaha meningkatkan kualitas manusia melalui jenjang pendidikan dasar.
Namun diawal tahun 2013 lahirlah istilah Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya disingkat dengan PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan menengah Universal 12 tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA. Oleh karena itu, pemerintah mengamandemen  Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Sementara menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:16) pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Proses belajar disini adalah belajar dalam rangka pendidikan formal di sekolah, sejak sekolah rendah sampai ke tingkat yang tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut, maka banyak orang beranggapan bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah berarti ia telah selesai proses belajarnya. Bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada hasil belajar yang dicapainya sehingga belajar menentukan corak kehidupan seseorang di dalam masyarakat. Bahkan mereka menerima kenyataan ini dengan sepenuhnya, seperti terjadi pada masyarakat pedesaan yang terdiri dari keluarga tani dan buruh yang mempunyai taraf hidup yang masih rendah (Soelaiman Joesoef, 1979:16).
Namun pendidikan masih merupakan konsep yang belum jelas, bahkan masih terus diperdebatkan di kalangan para orang tua yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian besar dari mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan di sekolah belum atau tidak mampu menjamin kehidupan yang akan datang. Pendidikan tidak akan pernah memiliki kemampuan untuk mempertahankan tradisi bertani yang mereka jalani. Serta   selalu beranggapan bahwa informasi tentang pendidikan sangat mahal harganya, sehingga masyarakat yang kehidupan sehari-harinya bertani sulit untuk mencapainya.
Mengutip pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NAD dalam keterangan pers di Media Center PDMD, Banda Aceh yang menyebutkan bahwa anak usia sekolah dasar di Provinsi NAD dilaporkan berhenti sekolah karena berbagai sebab, satu diantaranya adalah faktor ketidakmampuan ekonomi orang tuanya.
Nana Syaodih Sukmadinata (2004:6) keluarga sering disebut sebagai lingkungan pertama, sebab dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan, dan latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat anak dipelihara dan dibesarkan, tetapi juga tempat anak hidup dan dididik pertama kali. Tetapi pada kenyataan gejala meningkatnya kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka, belum disertai dengan meningkatnya kesadaran orang tua atas peranannya sebagai pendidik bagi anak-anak di dalam keluarga. Hal ini terbukti hasil pendidikan anak kebanyakan diserahkan pada pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan keluarga merupakan hal yang sifatnya rutin berlangsung setiap hari, bahkan setiap saat, karena dalam kenyataannya tidak mengenal istirahat, apalagi libur panjang. Materi yang diberikan orang tua pada anak, antara orang tua satu dengan orang tua lainnya tidak jauh berbeda yakni berkaitan aspek-aspek kerohanian, budi pekerti, keterampilan dan pengetahuan dasar yang dapat dikembangkan lebih lanjut di sekolah maupun dalam masyarakat, serta tempat dimana mereka bekerja kelak dikemudian hari.
Orang tua siswa di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD sebagian besar adalah petani, karena kondisi geografis dari daerah yang memang mendukung untuk lahan pertanian. Kondisi perekonomian masyarakat tersebut menyebabkan adanya keengganan untuk menyekolahkan anaknya hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan bukan prioritas utama lagi bagi mereka. Mereka akan lebih memilih untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka terlebih dahulu. Mereka tidak sadar bahwa pendidikan itu sangat penting bagi masa depan dan pembangunan wilayah mereka sendiri.
Persoalan pendidikan merupakan permasalahan semua orang, karena setiap orang sejak dulu hingga sekarang selalu berusaha mendidik anak anaknya atau anak-anak yang diserahkan kepada guru untuk dididik. Pada era globalisasi sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Untuk itu dalam menciptakan sumber daya manusia tersebut salah satunya adalah melalui pendidikan. Tidak hanya itu saja, yang terpenting adalah dalam proses belajarnya harus adanya motivasi bagi siswa karena motivasi merupakan dorongan atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan belajar agar tercipta tujuan yang diharapkan sehingga fungsi motivasi adalah sebagai pendorong, penggerak, dan pengarahan kegiatan siswa dalam belajar.
Di dalam kegiatan belajar mengajar peran motivasi baik instrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi siswa dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Sekarang ini masih dijumpai guru mengabaikan hal-hal kecil seperti kurangnya memberi suatu penghargaan kepada siswa, atau memberikan reward kepada siswa yang berprestasi, seperti cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan reward terhadap kebaikan ketika murid bisa melakukan sesuatu dengan hasil ketekunannya.
Reward merupakan hal yang menggembirakan bagi anak dan dapat menjadi pendorong atau motivasi belajar bagi anak. Reward yaitu segala yang diberikan guru berupa penghormatan yang menyenangkan siswa atas dasar hasil baik yang telah dicapai dalam proses pendidikan tujuannya memberikan motivasi kepada siswa agar dapat melakukan hal yang terpuji dan berusaha untuk meningkatkan prestasi. Dalam agama Islam reward terbukti dengan adanya pahala Allah SWT akan melipat gandakan pahala bagi siapa saja yang berbuat kebaikan termasuk dalam hal memberi reward, ini dikarenakan kita telah berbuat baik pada orang lain (siswa) yaitu memberi hadiah yang dapat menyenangkan hati orang lain. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa reward merupakan alat pendidikan represif yang menyenangkan, reward juga dapat menjadi pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar yang lebih baik lagi (Indrakusuma, 1993:159).
Pada akhirnya, pemberian reward memberikan dampak yang positif bagi pembentukan kepribadian anak, yaitu sebagai pemicu timbulnya motivasi untuk berbuat baik yang tidak bisa muncul begitu saja dari seseorang di usia dini. Namun dalam prakteknya, hal ini harus senantiasa diawasi dan diarahkan, baik oleh orang tua maupun pendidik, sehingga anak tidak menjadi salah paham dan orientasinya tetap terkontrol pada motivasinya untuk bertingkah laku sesuai yang diharapkan, bukan pada keinginan mencapai reward.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kurang maksimalnya motivasi dan prestasi belajar yang dicapai sebagian peserta didik di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD dipengaruhi oleh kurangnya motivasi belajar siswa dan perhatian orang tua, terutama ketika belajar di rumah. Untuk itu hal ini harus segera ditindaklanjuti dan dicari solusi yang terbaik yang dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa dan kesadaran orang tua akan pentingnya perhatian orang tua dan terhadap motivasi dan prestasi belajar anak.
Berdasarkan permasalahan tersebut, kami selaku salah seorang guru di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD merasa tertarik untuk menulis permasalahan tersebut secara lebih mendalam yang dituangkan dalam bentuk karya tulis dengan judul: “PENINGKATAN PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH”.
B.  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan pada bagian terdahulu, sesuai dengan dengan judul skripsi yang penulis kemukakan, maka masalah-masalah yang dapat penulis identifikasi adalah sebagai berikut :
1.    Sebagian siswa prestasi belajar  khususnya pembelajaran PAI yang dicapainya masih rendah,
2.    Kurangnya perhatian orang tua terhadap kegiatan belajar siswa disebabkan sebagian besar orang tua siswa bekerja sebagai buruh dan petani sehingga sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk bekerja membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,
3.    Rendahnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan menyebabkan mereka tidak menyadari pentingnya perhatian orang tua dan motivasi belajar yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar anak-anak mereka,
C.  Batasan Masalah
Banyak faktor yang dapat dikaji untuk ditindaklanjuti dalam penulisan ini terkait rendahnya prestasi belajar. Mengingat adanya keterbatasan baik dari segi waktu, dana, tenaga dan pengalaman penulis, sehingga dalam penulisan ini dibatasi masalah upaya peningkatan motivasi belajar dan upaya peningkatan perhatian orang tua siswa dengan menerapkan sistem reward pada siswa di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD.
D.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah serta pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah penulisan adalah :
1.    Bagaimana upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menerapkan sistem reward?
2.    Bagaimana upaya meningkatkan perhatian orang tua terhadap motivasi belajar siswa dengan menerapkan sistem reward?

E.  Tujuan Penulisan
Suatu kegiatan tertentu pasti memiliki yang ingin dicapai, demikian pula dengan penulisan ini. Adapun tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah:
1.    Untuk mengetahui penerapan reward dalam pembelajaran PAI di di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
2.    Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa dengan diterapkan reward dalam pembelajaran PAI  di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD.
F.   Manfaat Penulisan
Hasil penulisan karya tulis akan memberi manfaat yang bagi penulis maupun instansi pendidikan khususnya di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD sebagai berikut :
1.    Bagi Siswa
Hasil penulisan tindakan kelas ini sangat menguntungkan siswa karena siswa merupakan obyek langsung, yang dikenai tindakan semestinya ada perubahan-perubahan dalam diri siswa dapat termotivasi untuk tetap belajar.
2.    Bagi Sekolah
Memberi sumbangan pemikiran sebagai penentu kebijakan dalam upaya membangkitkan motivasi belajar siswa.
3.    Bagi guru
Dengan melaksanakannya penulis tindakan kelas ini guru dapat mengetahui secara cepat dan bertambah wawasan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dengan menggunakan reward /   dalam pembelajaran bagi siswa.
4.    Bagi penulis
Penulis dapat mengetahui cara meningkatkan motivasi belajar siswa dengan pemberian reward /  hadiah. 


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A.      Perhatian Orang Tua
1.    Pengertian Perhatian
Kata “perhatian”, sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun kata “perhatian” menurut Sumadi Suryabrata (2006:14) sendiri tidaklah selalu digunakan dalam arti yang sama. Beberapa contoh dapat menjelaskannya, sebagai berikut.
a. Dia sedang memperhatikan contoh yang diberikan oleh gurunya.
b. Dengan penuh perhatian dia mengikuti pembelajaran  yang diberikan oleh guru yang baru itu.
Kedua contoh di atas menggunakan kata perhatian, arti kata tersebut baik di masyarakat sehari-hari maupun dalam bidang psikologi mempunyai makna yang kira-kira sama.  Dalam hal tersebut jika diambil intinya, para psikolog mendefinisikan mengenai perhatian menjadi dua macam, sebagai berikut.
a. Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu objek.
b. Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktifitas yang dilakukan (Sumadi Suryabrata, 2006: 14).
Untuk dapat menangkap maksudnya hendaklah pengertian tersebut tidak dilepaskan dari konteksnya (kalimatnya). Perhatian sebagai salah satu aktivitas psikis, dapat dimengerti sebagai keaktifan jiwa yang dipertinggi.
Perhatian menurut Abu Ahmadi (2003: 145) yaitu keaktifan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu objek, baik di dalam maupun di luar dirinya. Perhatian berhubungan erat dengan kesadaran jiwa terhadap sesuatu objek yang direaksi pada sesuatu waktu. Terang tidaknya kesadaran seseorang terhadap sesuatu obyek tertentu tidak tetap, ada kalanya kesadaran seseorang meningkat (menjadi terang), dan ada kalanya menurun (menjadi samar-samar). Taraf kesadaran seseorang akan meningkat kalau jiwa orang tersebut dalam mereaksi sesuatu meningkat juga. Apabila taraf kekuatan kesadaran seseorang naik atau menjadi giat karena suatu sebab, maka orang tersebut berada pada permulaan perhatian. Perhatian timbul dengan adanya pemusatan kesadaran seseorang terhadap sesuatu.
Berdasarkan pengertian-pengertian perhatian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perhatian merupakan suatu kesadaran jiwa seseorang yang ditujukan pada suatu objek atau kumpulan objek tertentu yang berada dalam diri maupun di luar diri. Ketika seseorang sedang memperhatikan suatu benda misalnya, ini berarti seluruh aktivitas individu dicurahkan atau dikonsentrasikan pada benda tersebut. Namun dalam waktu yang sama individu juga dapat memperhatikan objek yang banyak sekaligus. Hal ini, tentunya tidak semua objek diperhatikan secara sama. Dalam proses memperhatikan itu, terdapat aktivitas penyeleksian terhadap stimulus yang diterima oleh individu. Dalam proses memperhatikan juga terdapat korelasi yang positif antara perhatian dengan kesadaran. Perhatian itu sangat dipengaruhi oleh perasaan dan suasana hati, serta ditentukan oleh kemauan. Sesuatu yang dianggap luhur, mulia, dan indah akan sangat mengikat perhatian. Demikian pula sesuatu hal yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan ketakutan, akan mencekam perhatian. Sebaliknya, segala sesuatu yang membosankan, sepele, dan terus-menerus berlangsung tidak akan bisa mengikat perhatian.
2.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perhatian
Sebuah perhatian tidak timbul begitu saja pada diri seseorang. Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perhatian menurut Abu Ahmadi (2003: 150) sebagai berikut.
a.    Pembawaan
Adanya pembawaan tertentu yang berhubungan dengan objek yang direaksi, maka sedikit atau banyak akan timbul perhatian terhadap objek tertentu.
b.    Latihan dan Kebiasaan
Meskipun dirasa tidak ada bakat pembawaan tentang suatu bidang, tetapi karena hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan, dapat menyebabkan timbulnya perhatian terhadap bidang tersebut.
c.    Kebutuhan
Adanya kebutuhan tentang sesuatu memungkinkan timbulnya perhatian terhadap objek tersebut. Kebutuhan merupakan dorongan, sedangkan dorongan itu mempunyai tujuan yang harus dicurahkan kepadanya.
d.   Kewajiban
Kewajiban mengandung tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh orang yang bersangkutan. Bagi orang yang bersangkutan dan menyadari atas kewajibannya, maka orang tersebut tidak akan bersikap masa bodoh dalam melaksanakan tugasnya, oleh karena itu orang tersebut akan melaksanakan kewajibannya dengan penuh perhatian.
e.    Keadaan Jasmani
Keadaan tubuh yang sehat atau tidak, segar atau tidak, sangat mempengaruhi perhatian seseorang terhadap sesuatu objek.
f.     Suasana Jiwa
Keadaan batin, perasaan, fantasi, pikiran dan sebagainya sangat mempengaruhi perhatian seseorang, mungkin dapat membantu, dan sebaliknya dapat juga menghambat.
g.    Suasana di Sekitar
Adanya bermacam-macam perangsang di lingkungan sekitar, seperti kegaduhan, keributan, kekacauan, temperatur, sosial ekonomi, keindahan, dan sebagainya dapat mempengaruhi perhatian individu.
h.     Kuat tidaknya Perangsang
Seberapa kuat perangsang yang bersangkutan dengan objek itu sangat mempengaruhi perhatian individu. Kalau objek itu memberikan perangsang yang kuat, maka perhatian yang akan individu tunjukan terhadap objek tersebut kemungkinan besar juga. Sebaliknya kalau objek itu memberikan perangsang yang lemah, perhatian juga tidak begitu besar. Jadi banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi perhatian seseorang terhadap orang lain, meliputi pembawaan, latihan, kebiasaan, kebutuhan, kewajiban, keadaan jasmani, suasana jiwa, suasana lingkungan sekitar, kuat atau tidaknya rangsangan yang dapat menimbulkan perhatian.
3.    Pengertian Perhatian Orang Tua
Manusia hidup di lingkungan rumah yaitu keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Ayah dan ibu itulah yang disebut orang tua yang akan bertanggung jawab untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak-anaknya hingga mereka mampu hidup mandiri. UU RI No. 1 tahun 1974 Bab X (E. Oswari, 1982: 139) mengungkapkan tentang “Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak” pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Serta ayat (2) yang berbunyi “Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) dalam pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus”.
Orang tua adalah pendidik sejati, pendidik karena kodratnya. Oleh karena itu, kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya hendaklah kasih sayang yang sejati pula. Para teoritis yang menganut paham “environmentalisme” berpendapat, “Tidak ada anak yang sukar, yang ada ialah orang tua yang sukar (problem children are the product of problem parents” (Alex Sobur, 2003: 150).
Bagus Santoso (2010: 23) mengemukakan pendapatnya tentang perhatian orang tua, yaitu pemusatan kesadaran jiwa berupa tenaga, pikiran dan perasaan, dari orang tua kepada anaknya, ditransformasikan dalam berbagai cara untuk memberikan motivasi atau dorongan positif terhadap anaknya dalam usaha mencapai prestasi belajar yang optimal. Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan pengertian perhatian orang tua, adalah suatu kesadaran orang tua dalam mendidik, membimbing, dan merawat anak-anaknya (baik berbentuk tindakan maupun ucapan) dengan penuh rasa kasih sayang agar anak-anak dapat meraih cita-cita dan hidup mandiri. Orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu ini masing-masing mempunyai peranan dalam keluarganya. Akan tetapi meskipun ayah dan ibu mempunyai peranan masing-masing, tujuan mereka tidaklah lepas dari kewajiban untuk mendidik, membimbing, dan merawat anak-anaknya.
Ngalim Purwanto (2007: 78) mengemukakan beberapa peranan seorang ibu dan ayah di rumah, sebagai berikut.
a. Peranan ibu dalam pendidikan anaknya adalah:
1) sumber dan pemberi rasa kasih sayang,
2) pengasuh dan pemelihara,
3) tempat mencurahkan isi hati,
4) pengatur kehidupan dalam rumah tangga,
5) pembimbing hubungan pribadi.
b. Peranan ayah dalam pendidikan anaknya adalah:
1) sumber kekuasaan dalam keluarganya,
2) penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar,
3) pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga,
4) pelindung terhadap ancaman luar,
5) hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan,
6) pendidik dalam segi-segi rasional.
4.    Bentuk-bentuk Perhatian Orang Tua
Orang tua dalam memberikan perhatian tidaklah harus dengan suatu hal yang mahal, atau yang berlebihan. Perhatian dapat ditunjukkan dengan hal-hal yang kecil yang dimulai dengan kebiasaan dalam keluarga. Bentuk perhatian orang tua tidaklah terbatas pada satu perilaku atau tindakan.
Berikut ini beberapa contoh bentuk perhatian orang tua kepada anak-anaknya menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 85-88).
a.    Orang tua dapat memberikan dorongan anak dalam belajar (motivasi belajar).
b.    Orang tua memberikan penghargaan atau pujian atas apa yang dilakukan si anak, karena penghargaan kepada anak-anak dapat menimbulkan mental yang sehat bagi anak.
c.    Orang tua hendaknya meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak anak, sehingga tercipta hubungan yang nyaman, tenang, dan harmonis diantara keluarga.
d.   Orang tua hendaknya membicarakan tentang kebutuhan anak-anak yang diinginkan.
e.    Orang tua menyediakan tempat belajar yang nyaman dan kondusif untuk anak dalam belajar. Selain itu juga menyediakan sumber-sumber belajar dan peralatan yang dapat mendukung aktivitas belajar.
f.     Orang tua dapat mendampingi anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Selain pendapat di atas, GenioFam (2009: 22) menyatakan bahwa kebutuhan anggota keluarga dari bangun tidur sampai tidur lagi berbeda-beda, oleh karena itu orang tua hendaknya memperhatikan kebutuhan anak baik secara fisik maupun psikis. Kebutuhan yang bersifat fisik sebagai berikut.
a.    Makanan, jika menu masakan yang sama setiap hari, akan menimbulkan rasa bosan bagi anak. Anak akan malas makan, dengan kondisi tersebut anak menjadi lemas, tidak bersemangat, dan dapat mengganggu konsentrasi belajar anak.
b.    Sandang, merupakan kebutuhan anak dalam berpakaian. Jika anak berpakaian dengan nyaman, maka anak dalam melakukan aktivitas juga akan merasa nyaman (tidak terganggu).
c.    Tempat tinggal anak, jika tempat tinggal anak tidak kondusif atau tidak nyaman, secara otomatis anak tidak akan betah berada di rumah maka anak akan keluar rumah. Tinggal di rumah saja tidak betah apalagi untuk belajar di rumah.
d.   Teknologi, perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak selalu memberikan dampak positif bagi penggunanya, misalnya internet, handphone, game, dan lain sebagainya. Maka perlu ditanamkan pada anak bahwa teknologi yang digunakan adalah yang bisa dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pendidikan.
e.    Fasilitas yang dapat mendukung pendidikan anak, misalnya sumber belajar, peralatan sekolah anak.
B.       Motivasi Belajar
1.    Pengertian Motivasi Belajar
Pengertian belajar menurut Morgan, mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Wisnubrata, 1993:3). Sedangkan menurut Moh. Surya (1981 : 32) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang. Pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun luar siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Ada tiga komponen dalam motivasi, yaitu : 1. Kebutuhan 2. Dorongan 3. Tujuan (Koesworo 1989 ; Siagian 1989 ; Shein 1991 ; Biggs dan Tlefe, 1987)
2.    Jenis-jenis Motivasi
Makmun (2005 : 37) membagi motivasi kedalam beberapa kelompok sebagai berikut :
a.    Motif Primer atau dasar
Motif Primer merupakan motif yang tidak dipelajari yang untuk ini digunakan istilah Dorongan (Drive) Motif ini dibedakan dalam : Dorongan fisiologis yang bersumber pada kebutuhan organis antara lain rasa lapar, haus, istirahat. Dorongan psikologis/ dorongan kejiwaan dalam diri seseorang, seperti rasa takut, kasih sayang dan lainnya.
b.    Motif sekunder, merupakan motif yang berkembang akibat adanya pengalaman, atu dipelajari. Termasuk dalam motif sekunder ini adalah motif berprestasi, motif- motif social sepeti ingin diterima, status, dan sebagainya.
3.    Pentingnya Motivasi Dalam Proses Pembelajaran
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan. Dua anak memiliki kemampuan yang sama dan diberikan peluang serta kondisi yang sama untuk mencapai tujuan kinerja dan hasil-hasil yang dicapai oleh anak yang termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Hal ini dapat diketahui dari pengalaman dan pengamatan sehari-hari. Peran motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin motivasi belajar yang memadai akan medorong siswa berperilaku aktif untuk prestasi didalam kelas.
Fungsi motivasi dalam pembelajaran diantaranya :
a.    Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan, misalnya belajar.
b.    Motivasi berfungsi sebagai pengarah mengarahkan perbuatan mencapai tujuan yang diinginkan.
c.    Motivasi berfungsi sebagai penggerak yang artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
4.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Pembelajaran
Hukum dari motivasi mengatakan bahwa partisipan/ peserta harus punya keinginan untuk belajar, dia harus siap untuk belajar dan harus punya alasan untuk belajar.Pelatih menemukan bahwa jika peserta mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar atau rasa keinginan untuk berhasil. Jika kita gagal menggunakan hukum kesesuaian (appropriateneness) tersebut dan mengabaikan untuk membuat material relevan, kita akan secara pasti akan kehilangan motivasi peserta.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mengenai motivasi adalah sebagai berikut :
a. Kematangan fisik, sosial dan psikis
Kematangan fisik, sosial dan psikis haruslah diperhatikan, karena hal ini dapat mempengaruhi motivasi, seandainya dalam pemberian motivasi itu tidak memperhatikan kematangan, maka akan mengakibatkan frustasi dan mengakibatkan hasil belajar tidak optimal.
b. Usaha yang bertujuan
Setiap usaha yang dilakukan mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, akan semakin kuat dorongan untuk belajar.
c. Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi.
Dengan mengetahui hasil belajar, siswa terdorong untuk lebih giat belajar. Apabila hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa akan berusaha untuk mempertahankan atau meningkat intensitas belajarnya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik dikemudian hari. Prestasi yang rendah menjadikan siswa giat belajar guna memperbaikinya.
d.  Partisipasi
Dalam kegiatan mengajar perlu diberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam seluruh kegiatan belajar. Dengan demikian kebutuhan siswa akan kasih sayang dan kebersamaan dapat diketahui, karena siswa merasa dibutuhkan dalam kegiatan belajar itu.
e.  Penghargaan dengan hukuman
Pemberian penghargaan itu dapat membangkitkan siswa untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu. Tujuan pemberian penghargaan berperan untuk membuat pendahuluan saja. Penghargaan adalah alat bukan tujuan. Hendaknya diperhatikan agar penghargaan ini menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan dalam belajar adalah bahwa setelah seseorang menerima penghargaan karena telah melakukan kegiatan belajar yang baik, ia akan melanjutkan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas.
C.      Reward
1.    Pengertian Reward
 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa reward adalah hadiah (sebagai pembalasan jasa), hukuman (balasan). Dari definisi ini dapat dipahami bahwa reward dalam Bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik maupun yang buruk. Sementara itu dalam Bahasa Arab “reward” diistilahkan dengan tsawab. Kata tsawab juga berarti pahala, upah, dan balasan. Dalam Al Qur’an, khususnya ketika kitab suci ini berbicara tentang apa yang akan diterima oleh seorang baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya (Armai, 2002:127).  Dalam pembahasan yang lebih luas, pengertian istilah “reward” dapat dilihat sebagai berikut:
a.    Reward adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi siswa.
b.    Reward adalah hadiah terhadap perilaku baik dati anak didik dalam proses pendidikan.
Reward adalah alat pendidikan represif yang menyenangkan. Reward diberikan kepada anak yang telah menunjukkan hasil-hasil baik dalam pendidikannya. Baik, baik dalam hal kerajinannya, kelakuannya, tingkah lakunya, dengan singkat hal-hal yang menyangkut kepribadiannya, maupun baik dalam hal-hal berprestasi belajarnya. Atau dapat dikatakan reward adalah penilaian yang bersifat positif terhadap belajarnya murid (Indrakusuma, 1993:46). 
Selanjutnya pendidik bermaksud juga supaya dengan reward itu anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dapat dicapainya. dengan kata lain, Reward adalah salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud reward itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Umumnya anak mengetahui bahwa pekerjaan atau perbuataanya yang menyebabkan ia mendapat reward itu baik.
Selanjutnya pendidik bermaksud juga supaya dengan reward itu anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dapat dicapainya. dengan kata lain, anak menjadi lebih keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih giat lagi. Jadi maksud reward itu yang terpenting bukanlah hasilnya yang dicapai seorang anak, melainkan dengan hasil yang telah dicapai anak itu. Pendidikan bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak itu.
Jika reward itu adalah alat mendidik, reward tidak boleh menjadi bersifat sebagai “upah”. “Upah” ialah sesuatu yang mempunyai nilai sebagai “ganti rugi” dari suatu pekerjaan atau suatu jasa. Upah adalah sebagai pembayar suatu tenaga kerja, pikiran atau pekerjaan yang telah dilakukan oleh seseorang. Besar kecilnya upah memiliki perbandingan yang tertentu dengan berat ringannya pekerjaan atau banyak sedikitnya hasil yang telah dicapai seorang anak yang pada suatu ketika menunjukkan hasil yang lebih dari pada biasanya, mungkin sangat baik diberi reward. Dalam hal ini guru hendaknya bijaksana jangan sampai reward itu menimbulkan iri hati pada anak yang lain yang merasa dirinya lebih baik atau lebih pandai, tetapi tidak mendapat reward. Adakalanya seorang guru perlu pula memberi reward kepada seluruh kelas (Purwanto, 1985:182).
Jadi dapat disimpulkan bahwa reward adalah suatu cara yang digunakan oleh seseorang untuk memberikan suatu penghargaan kepada seseorang karena sudah mengerjakan suatu hal yang benar, sehingga seseorang itu bisa semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut. Contohnya seorang guru telah memberikan penghargaan atau pujian kepada siswanya yang telah menjawab pertanyaan dengan baik, maka siswa itu semangat lagi dalam mengerjakan tugas. Reward merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembali perilaku tersebut. Reward dapat dilakukan secara verbal ataupun non verbal dengan prinsip kehangatan, keantusiasan dan kebermakanaan (Mulyasa, 2011:77).
Reward ialah respon positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali (Alma, 2008:30). Dalam kegiatan belajar mengajar, reward (penguatan positif) mempeunyai arti penting. Tingkah laku dan penampilan siswa yang baik, diberi penghargaan dalam bentuk senyuman ataupun kata-kata pujian. Pemberian reward dalam kelas akan mendorong siswa meningktkan usahanya dalam kegiatan belajar mengajar dan mengembangkan hasil belajar.
2.    Tujuan
Menurut Buchari Alma (2008:30) tujuan dari adanya reward yaitu
a.    meningkatkan perhatian siswa,
b.    Memperlancar atau memudahkan proses belajar,
c.    Membangkitkan dan mempertahankan motivasi,
d.   Mengontrol dan mengubah sikap suka mengganggu dan menimbulkan tingkah laku belajar yang produktif,
e.    Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar,
f.     Mengarahkan kepada cara berfikir yang baik/ divergen dan inisiatifpribadi.
Menurut Mulyasa (2011:78) tujuan penggunaan reward yaitu
a.    meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran,
b.    merangsang dan meningktkan motivasi belajar,
c.    meningkatkan kegiatan belajar dan membina perilaku yang produktif.
3.    Komponen- Komponen Reward
Menurut Mulyadi (2009:37) adapun komponen-komponen yang perlu dipahami dan dikuasai penggunaannya oleh guru agar ia dapat memberikan penguatan secara bijaksana adalah:
a.    penguatan verbal yaitu penguatan berupa kata-kata, pujian, pengakuan, dorongan yang dipergunakan untuk menguatkan tingkah laku dan penampilan siswa.
b.    penguatan non verbal yaitu penguatan berupa mimik dan gerakan badangerakan badan, pengutan dengan cara mendekati, penguat dengan bentukan, penguat dengan kegiatan yang menyenangkan dan penguat berupa simbol atau benda.
Menurut Buchari Alma (2008:31) komponen reward terdiri dari:
a.    Verbal Reinforcement meliputi komentar ungkapan pujian seperti baik, bagus, hebat, benar sekali.
b.    Gestural Reinforcement meliputi senyum, mengangkat alis, tepuk tangan, menunjuk, anggukan.
c.    Proximity Reinforcemen meliputi berjalan mendekati, berdiri didekat, duduk dekat kelompok, berdiri diantara siswa.
4.    Macam-Macam Reward
Menurut Amier Daien Indrakusuma (2002:159) reward yang kita berikan kepada murid dapat berupa macam-macam. Namun pada garis besarnya, kita dapat membedakan reward itu kedalam empat macam  yaitu:
a.    Pujian
Pujian adalah satu bentuk reward yang paling mudah dilaksanakan. Pujian dapat berupa kata-kata seperti: baik, bagus, bagus sekali dan sebagainya, tetapi dapat juga berupa kata-kata yang bersifat sugestif, misalnya: nah, lain kali akan lebih baik lagi, kiranya kau sekarang telah lebih rajin belajar dan sebagainya. Disamping yang berupa kata-kata, pujian dapt pula berupa isyarat-isyarat atau pertanda-pertanda. Misalnya dengan menunjukkan ibu jari atau jempol, dengan menepuk bahu anak, dengan tepuk tangan dan sebagainya.
b.    Penghormatan
Reward yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk dua macam pula. Pertama berbentuk semacam penobatan. Yaitu anak yang mendapat penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan teman-temanya. Dapat juga dihadapan teman-teman sekelas maupun teman-teman sekolah. Kedua, penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Misalnya, kepada anak yang berhasil menyelasaikan satu soal yang sulit, disuruh mengerjakannya dipapan tulis untuk dicontoh teman-temannya. Anak yang rajin diserahi wewenang atau tugas mengurus perpustakaan sekolah.
c.    Hadiah
Yang dimaksud dengan hadiah disini adalah reward yang berbentuk pemberian yang berupa barang. Reward yang berupa pemberian barang ini disebut juga reward materiil. Reward materiil, yaitu hadiah yang berupa barang-barang ini dapat terdiri dari alat-alat keperluan sekolah, seperti pensil, penggaris, buku tulis, buku pelajaran, dan lain sebagainya. Pemberian reward yang berupa barang ini sering mendatangkan pengaruh yang negatif pada belajar siswa. Yaitu bahwa hadiah itu lalu menjadi tujuan dari belajar anak. Anak belajar bukan karena ingin manambah pengetahuan, tetapi belajar dengan tujuan ingin mendapatkan hadiah. Jadi berikan hadiah berupa barang ini jika dianggap perlu, dan pilihlah pada saat yang tepat. Misalnya kepada anak yang kurang mampu, menjelang waktu Hari Raya Tahun Baru.
d.   Tanda Penghargaan
Jika hadiah adalah reward yang berupa barang, maka tanda penghargaan adalah kebalikannya. Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan kegunaan barang-barang tersebut, seperti halnya pada hadiah. Melainkan, tanda penghargaan dinilai dari segi kesan atau nilai-kenagnya. Oleh karena itu reward atau tanda penghargaan ini disebut juga reward symbolis. Reward symbolis ini dapat berupa surat-surat tanda penghargaan, surat surat tanda jasa, sertifikat-sertifikat, piala-piala dan sebagainya.
Menurut M. Ngalim Purwanto (1985:183)untuk menentukan reward macam apakah yang baik diberikan kepada anak merupakan suatu hal yang sulit. Reward sebagai alat pendidikan banyak sekali macamnya. Sebagai contoh beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan reward bagi anak didiknya:
a.    Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan sesuatu jawaban yang diberikan oleh seorang anak.
b.    Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti “rupanya sudah baik pula tulisanmu, Min. Kalau kamu terus berlatih, tertentu akan lebih baik lagi.
c.    Pekerjaan dapat juga menjadi suatu reward. Contoh “engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit, ali, karena yang nomor 3 ini rupa-rupanya agak terlalu baik engkau mengerjakannya”.
d.   Reward yang ditujukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu. Misalnya,” karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik dan lekas selesai, sekarang saya akan mengisahkan sebuah cerita yang bagus sekali”. Reward untuk seluruh kelas dapat juga berupa beryanyi atau pergi berdarmawisata.
e.    Reward dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Misalnya, pensil, buku tulis, gula gula, atau makanan yang lain. Tetapi dalam hal ini guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda itu mudah benar reward berubah menjadi upah bagi siswa.
5.    Prinsip-prinsip Penggunaan Reward
Menurut Buchari Alma (2008:32) prinsip penggunaan reward yaitu:
a.    penuh hangat, antusias dan jujur.
b.    hindari kritikan dan hukuman,
c.    bervariasi,
d.   penuh arti bagi siswa,
e.    bersifat pribadi
f.     langsung atau segera.
Menurut Mulyadi (2009:39)beberapa prinsip yang melandasi penggunaan reward yaitu
a.    kehangatan,
b.    kebermaknaan,
c.    menghindari penggunaan respon yang negatif.
6.    Cara Mengaplikasikan Reward
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberi reward, antara lain:
a.    Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar.
b.    Imbalan materi atau hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah.
c.    Doa, misalnya: “Semoga Allah SWT menambah kebaikan padamu”
d.   Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadikan kenang kenangan bagi murid atas prestasiyang diperolehnya.
e.    Wasiat kepada orang tua. Maksudnya melaporkan segala sesuatu yang berkenaan dengan kebaikan murid di sekolah, kepada orang tuanya di rumah. (Armai, 2002:127)
7.    Kelebihan dan kekurangan
Armai (2002:128) menjelaskan bahwa sebagaimana pendekatan-pendekatan pendidikan lainnya, pendekatan reward juga tidak bias terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Untuk lebih jelasnya, akan dikemukakan sebagai berikut:
a.    Kelebihan
Diakui bahwa pendekatan reward memiliki banyak kelebihan, namun secara umum dapat disebutkan sebagai berikut:
1)   Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersifat progresif
2)   Dapat menjadi pendorong bagi anak-anak didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah memperoleh pujian dan gurunya; baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik lagi. Proses ini sangat besar kontribusinya dalam memperlancar pencapaian tujuan pendidikan.
b.    Kelemahan
Di samping mempunyai kelebihan pendekatan reward juga memiliki kelemahan antara lain:
1)   Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara berlebihan, sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid menjadi merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari teman-temannya.
2)   Umumnya reward membutuhkan alat tertentu serta membutuhkan biaya dan lain-lainnya.

D.      Pendidikan Sekolah Dasar
1.    Konsep Pendididikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan
kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai kemakmuran.
Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani
paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “pais” yang
berarti “anak” dan kata “ago” yang berarti “aku membimbing”. Jadi
paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan
membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam
bahasa Yunani disebut ”paedagogos” (Soedomo A. Hadi, 2008: 17).
Jadi pendidikan adalah usaha untuk membimbing anak. Pendidikan seperti yang diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Definisi pendidikan lainnya yang dikemukakan oleh M. J. Langeveld (Revrisond Baswir dkk, 2003: 108) bahwa:
a.    Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing
manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
b.    Pendidikan ialah usaha untuk menolong anak untuk melaksanakan
tugas-tugas hidupnya agar dia bisa mandiri, akil-baliq dan
bertanggung jawab.
c.    Pendidikan adalah usaha agar tercapai penentuan diri secara etis
sesuai dengan hati nurani.
Pengertian tersebut bermakna bahwa, pendidikan merupakan kegiatan untuk membimbing anak manusia menuju kedewasaan dan kemandirian. Hal ini dilakukan guna membekali anak untuk menapaki kehidupannya di masa yang akan datang. Jadi dapat dikatakan bahwa, penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari perspektif manusia dan kemanusiaan.
Tilaar (2002: 435) menyatakan bahwa “hakikat pendidikan adalah
memanusiakan manusia, yaitu suatu proses yang melihat manusia sebagai
suatu keseluruhan di dalam eksistensinya”. Mencermati pernyataan dari
Tilaar tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa dalam proses pendidikan,
ada proses belajar dan pembelajaran, sehingga dalam pendidikan jelas terjadi proses pembentukan manusia yang lebih manusia. Proses mendidik dan dididik merupakan perbuatan yang bersifat mendasar (fundamental), karena di dalamnya terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan jalan hidup manusia.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengertian pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut menjelaskan bahwa pendidikan sebagai proses yang di dalamnya seseorang belajar untuk mengetahui, mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya untuk menyesuaikan dengan lingkungan di mana dia hidup. Hal ini juga sebagaimana yang dinyatakan oleh Muhammad Saroni (2011: 10) bahwa, “pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam kehidupan sebagai upaya untuk menyeimbangkan kondisi dalam diri dengan kondisi luar diri. Proses penyeimbangan ini merupakan bentuk survive yang dilakukan agar diri dapat mengikuti setiap kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan.”
Beberapa konsep pendidikan yang telah dipaparkan tersebut meskipun terlihat berbeda, namun sebenarnya memiliki kesamaan dimana di dalamnya terdapat kesatuan unsur-unsur yaitu: pendidikan merupakan suatu proses, ada hubungan antara pendidik dan peserta didik, serta memiliki tujuan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan kembali) pengalaman yang bertujuan menambah efisiensi individu dalam interaksinya dengan lingkungan.
2.    Tujuan Pendidikan
Dalam tujuan pembangunan, pendidikan merupakan sesuatu yang
mendasar terutama pada pembentukan kualitas sumber daya manusia. Menurut Herbison dan Myers (Panpan Achmad Fadjri, 2000: 36)
“pembangunan sumber daya manusia berarti perlunya peningkatan
pengetahuan, keterampilan dari kemampuan semua orang dalam suatu
masyarakat”. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Melalui pendidikan selain dapat diberikan bekal berbagai pengetahuan, kemampuan dan sikap juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan yang dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Tujuan pokok pendidikan adalah membentuk anggota masyarakat menjadi orang-orang yang berpribadi, berperikemanusiaan maupun menjadi anggota masyarakat yang dapat mendidik dirinya sesuai dengan watak masyarakat itu sendiri, mengurangi beberapa kesulitan atau hambatan perkembangan hidupnya dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun mengatasi problematikanya (Nazili Shaleh Ahmad, 2011: 3).
Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945, yang
mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini kemudian dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang menyebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mencermati tujuan pendidikan yang disebutkan dalam Undang
Undang Sisdiknas tersebut dapat dikemukakan bahwa pendidikan merupakan wahana terbentuknya masyarakat madani yang dapat membangun dan meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan juga merupakan salah satu bentuk investasi manusia yang dapat meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Kyridis, et al. (2011: 3) mengungkapkan bahwa “for many years the belief that education can increase social equality and promote social justice, has been predominant”.
Hal senada dikemukakan oleh Herera (Muhadjir Darwin, 2010:
271) bahwa “melalui pendidikan, transformasi kehidupan sosial dan ekonomi akan membaik, dengan asumsi bahwa melalui pendidikan, maka pekerjaan yang layak lebih mudah didapatkan”. Dari apa yang dikemukaka oleh Kyridis dkk dan Herera tersebut dapat memberi gambaran bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting dalam mencapai kesejahteraan hidup.
Todaro & Smith (2003: 404) menyatakan bahwa “pendidikan
memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan manusia untuk
menyerap teknologi modern, dan untuk mengembangkan kapasitas agar
tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.” Jadi,
pendidikan dapat digunakan untuk menggapai kehidupan yang memuaskan
dan berharga. Dengan pendidikan akan terbentuk kapabilitas manusia yang
lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bruns, dkk (2003: 1) bahwa:
Education is fundamental for the construction of globally competitive
economies and democratic societies. Education is key to creating,
applying, and spreading new ideas and technologies which in turn are
critical for sustained growth; it augments cognitive and other skills,
which in turn increase labor productivity.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Barbara dkk tersebut tampak bahwa, pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan ekonomi dan masyarakat. Pendidikan merupakan kunci untuk menciptakan ide-ide baru dan teknologi yang sangat penting dalam keberlanjutan pembangunan, bahkan dengan pendidikan pula akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Dari berbagai tujuan pendidikan yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya manusia yang handal dan memiliki kemampuan mengembangkan diri untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Hal ini berarti, dengan pendidikan anak akan memiliki bekal kemampuan dasar untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara ataupun sebagai bagian dari anggota masyarakat dunia. Dengan pendidikan pula, memungkinkan sesorang memiliki kesempatan untuk dapat meningkatkan taraf hidupannya menjadi lebih baik dan sejahtera.
3.    Konsep Sekolah Dasar
Pendidikan dapat berlangsung di sekolah sebagai institusi pendidikan
formal, yang diselenggarakan melalui proses belajar mengajar. Suparlan
Suhartono (2008: 46) menyatakan bahwa “menurut pendekatan dari sudut
pandang sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah”. Suharjo (2006: 1) menyatakan bahwa “sekolah dasar pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun.” Hal senada juga diungkapkan
Fuad Ihsan (2008: 26) bahwa “sekolah dasar sebagai satu kesatuan
dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun.” Mencermati
kedua pernyataan Suharjo dan Fuad Ihsan dapat dijelaskan bahwa sekolah
dasar merupakan jenjang pendidikan yang berlangsung selama enam tahun.
Pernyataan tentang sekolah dasar lainnya yang dikemukakan oleh
Harmon & Jones (2005: 1) bahwa: “Elementary schools usually serve children between the ages of five and eleven years, or kindergarten through sixth grade. Some elementary schools comprise kindergarten through fourth grade and are called primary schools. These schools are usually followed by a middle school, which includes fifth through eighth grades. Elementary schools can also range from kindergarten to eighth grade”.
Pernyataan oleh Harmon & Jones agak berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Suharjo yaitu terletak pada usia. Jika Suharjo menyatakan sekolah dasar lebih ditujukaan pada anak yang berusia 6-12 tahun, maka Harmon dan Jones menyatakan sekolah dasar biasanya terdiri atas anak-anak antara usia 5-11 tahun, atau TK sampai kelas enam. Kemungkinan perbedaan ini terletak pada fisik antara anak yang ada di Indonesia dan anak yang ada di negara Eropa dan sekitarnya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa “jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai 18 tahun dan merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi”. Jika usia anak pada saat masuk sekolah dasar, merujuk pada definisi pendidikan dasar dalam Undang-Undang tersebut, berarti pengertian sekolah dasar dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar selama masa enam tahun yang ditujukan bagi anak usia 7-12 tahun.
4.    Tujuan Sekolah Dasar
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian integral dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek sekaligus objek pembangunan. Dengan demikian, pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan tidak menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber kekuatan atau sumber pengerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan dan kehidupan masyarakat. Sekolah memainkan peran yang sangat penting sebagai dasar pembentukan sumber daya manusia yang bermutu. Melalui sekolah, anak belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta membangun karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan.“ The school function as a socializing agent by providing the intellectual and social experiences from which children develop the skill, knowledge, interest, and attitudes that characterize them as individuals and that shape their abilities to perform adult roles” (Berns, 2004: 212-213).
Bagi anak, ketika masuk ke sekolah dasar menandai suatu perubahan
dimana peran-peran dan kewajiban baru akan dialami. “For most children, entering the first grade signal a change a from being a “homechild” to being a “schoolchild” a situation in which new roles and obligations are
experiences Santrock (2004: 355). Melalui sekolah dasar, pertama kalinya
anak belajar untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih luas
dengan orang lain yang baru dikenalinya.
Suharjo (2006: 8) mengemukakan tujuan pendidikan sekolah dasar
sebagai berikut:
a.    Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat dan minat siswa.
b.    Meberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang
bermanfaat bagi siswa.
c.    Membentuk warga negara yang baik
d.   Melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan di SLTP
e.    Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar bekerja di masyarakat.
f.     Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
Tujuan pendidikan sekolah dasar lainnya dikemukakan oleh Eka
Ihsanudin (2010) yaitu: (1) memberikan bekal kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung, (2) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, (3) mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Jika dicermati, tujuan pendidikan SD yang dikemukakan oleh Suharjo dan Eka Ihsanidin memiliki kesamaan yaitu bahwa sekolah dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar bagi anak yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Selain itu, pendidikan sekolah dasar bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tingkat menengah.
E.       Hubungan Pemberian Reward, Perhatian Orang Tua terhadap Motivasi Belajar
Dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar. Memahami dan mempraktikan metode mengajar adalah suatu keniscayaan, karena dari sini guru akan tahu metode mana yang bisa membuat pelajaran menjadi aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dalam proses pembelajaran tentu ada kegagalan dan keberhasilannya. Ada dua indikator yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan belajar mengajar. Pertama, daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan agar mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. Kedua, perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran yang telah dicapai siswa, baik secara individual maupun kelompok (Ma’mur, 2001: 27).
Kegagalan belajar siswa tidak sepenuhnya berasal dari diri siswa tersebut tetapi bisa juga dari guru yang tidak berhasil dalam membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Keberhasilan belajar siswa tidak lepas dari motivasi siswa yang bersangkutan, oleh karena itu pada dasarnya motivasi berprestasi merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan siswa. Motivasi sudah diyakini mempunyai peranan yang penting dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seseorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi dalam belajar selalu yakin dapat menyelesaikan setiap pekerjaan yang dilakukan. Setiap tugas yang diberikan oleh guru tidak dihadapi dengan gelisah, tetapi dihadapi dengan tenang dan percaya diri. Oleh karena itu pemberian reward akan sangat membantu siswa terutama membantu dalam hal peningkatan hasil belajar, sebab dengan menggunakan metode reward siswa menjadi semangat dan memiliki minat yang besar terhadap motivasi belajar. Siswa juga akan lebih termotivasi jika dari hasil belajarnya tersebut mendapatkan penghargaan (reward) yang memuaskan dari guru atau pihak pengajar sebagai tanda penghargaan atas hasil belajarnya tersebut.
Peran orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar siswa sangatlah penting. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan memberikan perhatian pada anakny, supaya prestasinya dapat tercapai secara maksimal. McClelland (Alex Sobur, 2003: 285) menyatakan bahwa perbedaan seseorang untuk berprestasi sudah tampak sejak anak berusia lima tahun. Hal tersebut erat hubungannya dengan kehidupan keluarga, terutama besar pengaruhnya ketika anak berusia delapan sampai sepuluh tahun. Dorongan atau kebutuhan seseorang untuk berprestasi adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, namun di pihak lain kebutuhan berprestasi ini ditumbuhkan, dikembangkan, dan merupakan hasil dari mempelajari interaksi dengan lingkungan. Lingkungan hidup anak yang pertama dan terutama adalah lingkungan keluarga. Orang tua yang dapat mendidik anak-anaknya dengan cara memberikan pendidikan yang baik tentu akan sukses dalam belajarnya, sebaliknya orang tua yang tidak mengindahkan pendidikan anak-anaknya, acuh tak acuh, bahkan tidak memperhatikan sama sekali tentu tidak akan berhasil dalam belajarnya (Abu Ahmadi, 2002: 288). Jika anak sudah sulit untuk belajar, maka hal tersebut akan berakibat pada prestasi belajarnya. Anak akan malas-malasan, akan nakal, anak menjadi suka membolos, dan sebagainya.
Selain uraian di atas, Abu Ahmadi (2002: 289) menyatakan bahwa hubungan orang tua dan anaknya yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian yang disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman, dengan tujuan untuk memajukan belajar anak. Dari uraian yang telah diungkapkan dapat disimpulkan betapa pentingnya perhatian orang tua dalam menumbuhkan, mengembangkan, membimbing, serta memberikan dorongan bagi anak dalam mencapai prestasi belajar yang lebih baik. Prestasi belajar anak tidak timbul begitu saja, namun ada pihak yang sangat berperan dalam pendidikan anak yaitu salah satunya orang tua. Akan tetapi pada kenyataannya, orang tua sekarang kurang memperhatikan kebutuhan anak, baik yang bersifat fisik maupun psikis.

 
BAB III
PEMBAHASAN
A.  Gambaran Permasalahan
1.    Gambaran Kondisi Awal Pembelajaran
Penelitian ini dilakukan di SDN Cekal. Letak Sekolah Dasar Negeri 03 Pingit berada di Wilayah Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD. Dilihat dari letak geografisnya SD ini terletak jauh dari Kabupaten Timang dan terletak di lingkungan pedesaan yang strategis untuk pembelajaran di lingkungan desa Cekal, karena letaknya di tepi jalan utama desa yang mudah di jangkau dari beberapa dusun yang menjadi wilayah desa Cekal. Karena letaknya termasuk di desa, jauh dari kebisingan kendaraan maka sangat mendukung untuk kegiatan pembelajaran, disamping itu hal ini menjadikan anak lebih aman dalam perjalanan berangkat, istirahat, maupun pulang sekolah.
Sebagian besar pekerjaan orang tua siswa adalah petani, karena kondisi geografis dari daerah yang memang mendukung untuk lahan pertanian. Kondisi perekonomian masyarakat tersebut menyebabkan adanya keengganan untuk menyekolahkan anaknya hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan bukan prioritas utama lagi bagi mereka. Mereka akan lebih memilih untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka terlebih dahulu. Mereka tidak sadar bahwa pendidikan itu sangat penting bagi masa depan dan pembangunan wilayah mereka sendiri.
Kurangnya motivasi belajar siswa menjadi salah satu penyebab ketidakaktifan siswa bisa terlihat dari sikap yang ditunjukan selama proses belajar dan mengajar, seperti lebih banyak diam bahkan melamun atau takut untuk berbicara menyampaikan ide gagasan yang terlintas dalam benaknya. Hal itu jelas tidak baik karena dapat membuat siswa kurang memahami terhadap apa yang disampaikan oleh guru jika mereka tidak berani bertanya atas apa yang kurang jelas atau tidak bisa menjawab pertanyaan dan menyampaikan pendapat di dalam kelas. Pada akhirnya hasil belajar siswa akan kurang memuaskan, karena siswa yang pasif tingkat penguasaannya rendah. Memunculkan keberanian bertanya dan memotivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai bentuk keterlibatan aktif mereka dalam pembelajaran memerlukan adanya rangsangan dan kondisi yang mendukung. Dalam mengatasi beberapa persoalan tersebut dibutuhkan sebuah strategi atau metode untuk melatih siswa agar mau terlibat  aktif selama proses pembelajaran. Strategi yang dilaksanakan adalah dengan meningkatkan perhatian orang tua kepada proses pembelajaran mengajaar anak-anaknya dengan menerapkan salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu metode pemberian reward. Diharapkan penerapan strategi tersebut dapat meningkatkan perhatian orang tua siswa serta motivasi belajar siswa.
2.    Gambaran Subyek Penelitian
Penelitian dilakukan di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD, yaitu siswa kelas I sampai dengan kelas VI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Tahun Pelajaran 2014/2015.
3.    Gambaran Awal Motivasi Belajar Siswa
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD pada pembelajaran PAI, terlihat bahwa kompetensi siswa masih rendah. Hal ini bisa terlihat dari nilai hasil evaluasi peserta didik pada mata pelajaran PAI yang telah dilakukan dimana sebagian besar peserta didik memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=75).
Penjelasan mengenai nilai rata-rata kelas pada pembelajaran PAI sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel  3.1  Perbandingan Nilai Rata-Rata Kelas dengan Nilai Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM) Semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015

No
Kelas
KKM
Nilai Rata-2 Kelas
Ket
1
I



2
II



3
III



4
IV



5
V



6
VI



Sumber : Buku Hasil Penilaian Siswa
Rendahnya prestasi belajar peserta didik dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan keinginan untuk belajar dari peserta didik terhadap materi yang disajikan dikarenakan beberapa faktor, diantaranya faktor dari guru dan peserta didik sendiri. Faktor dari guru dikarenakan, guru kurang memiliki keterampilan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif saat pembelajaran atau selalu menggunakan pembelajaran yang monoton, sedangkan faktor dari peserta didik dikarenakan pemahaman materi dan motivasi untuk belajar masih kurang. Kedua faktor tersebut menimbulkan perbedaan pendapat antara kedua belah pihak sehingga terjadi hambatan dalam transformasi ilmu pengetahuan yang menimbulkan pembelajaran berjalan kurang efektif. Selain itu,  peranan dan perhatian orang tua serta yang guru juga kurang memberikan motivasi belajar pada siswa saat kegiatan pembelajaran berlangsung, sehingga mengakibatkan siswa merasa kurang diperhatikan oleh guru dan keaktifan siswa berkurang.
B.  Upaya Penyelesaian Yang Diharapkan
1.    Peningkatan Perhatian Orang Tua
Perhatian orang tua dalam kegiatan belajar siswa penting artinya bagi keberhasilan belajar siswa tersebut. Untuk itu, perlu dilaksanakan upaya untuk meningkatkan perhatian tersebut. Upaya tersebut di antaranya ialah meningkatkan kesadaran orang tua siswa tentang pentingnya perhatian orang tua melalui dialog dan mengadakan pelatihan bagi orang tua siswa tentang bagaimana mendampingi anaknya agar dapat membantu mereka belajar dengan kualitas yang optimal. Upaya ini penting dilakukan karena orang tua merupakan salah satu faktor instrumental dan faktor lingkungan (Suryabrata, 1990; Parkay,1992).
Setelah diadakan kegiatan dialog pentingnya perhatian orang tua dalam kegiatan belajar siswa dan pelatihan peningkatan keterampilan pendampingan belajar siswa, perhatian orang tua dalam kegiatan belajar siswa meningkat baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Perubahan positif tersebut karena tepatnya tindakan yang dilakukan bagi peningkatan perhatian orang tua dalam kegiatan belajar siswa dan kesungguhan orang tua siswa dalam peningkatan dirinya bagi pendampingan terhadap kegiatan belajar anak. Kesungguhan orang tua siswa tersebut merupakan perwujudan dari hakikat manusia yang memiliki kecenderungan aktualisasi diri (Glasser, 1969). Salah satu karakteristik siswa sekolah dasar khususnya siswa-siswa di kelas tinggi ialah membutuhkan guru, orang tua atau orang dewasa lainnya untuk membantu mereka menyelesaikan tugas dan pemenuhan kebutuhannya (Nasution, 1993).
Demikian pula anak-anak usia SD bila didorong dan diperkuat tingkah lakunya maka akan meningkat aktivitas produktifnya (Erikson, 1963). Dorongan dan penguatan ini bisa berupa perhatian, pujian, dan penyediaan sarana dan prasaran belajar anak. Sebaliknya, jika orang tua dan orang dewasa lainnya kurang memberikan perhatian dan dorongan pada anak maka mereka cenderung melemah semangatnya sehingga rendah aktivitas produktifnya. Tepatnya tindakan yang dilakukan penelitian ini karena perlakuan yang diberikan menangani ketiga aspek perilaku orang tua siswa secara simultan dan komprehensif.
Ketiga aspek tersebut adalah aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif dan afektif orang tua siswa ditingkatkan melalui dialog, sedangkan aspek psikomotorik dikembangkan melalui pelatihan. Jadi, secara kognitif, mereka memahami pentingnya partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa, secara afektif sadar bahwa peran serta orang tua sangat penting bagi keberhasilan belajar siswa, sedangkan secara psikomotorik orang tua terampil mendampingi anaknya dalam kegiatan belajar. Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan Gainesville (dalam Parkay, 1992) dan Scheck (dalam Paolucci, 1977).
Menurut Afia Rosdiana : 2005 dalam rangka mengoptimalkan peran orang tua terhadap pendidikan anak setidaknya meliputi tiga aspek, yaitu : Interaksi orang tua- anak, komunikasi orang tua-guru, dan penyediaan sarana dan lingkungan edukasi. Dan ketiga aspek tersebut merupakan kesatuan yang saling melengkapi. Sebagaimana dikatakan oleh Hasbullah (1999), keluarga merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial), dan keluarga hendaknya menyediakan situasi belajar bagi seluruh anggotanya. Pola asuh atau interaksi edukasi dalam keluarga merupakan bagian totalitas proses pendidikan yang memiliki muatan multidimensional dan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak kelak.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa tingkat interaksi orang tua –anak sangat penting, yaitu: Pertama, keluarga memberikan pengalaman pertama dalam kehidupan seorang anak, dimana pengalaman pertama selalu memberikan dampak yang istimewa dan berarti dalam suatu rentang kehidupannya. Kedua, bahwa pengalaman dalam keluarga akan selalu terjadi secara berulang-ulang.Sedang yang ketiga, sejak awal interaksi keluarga selalu memberikan warna emosional yang menempatkannya sebagai suatu yang unik bagi masing masing keluarga.Selain interaksi dengan anak, keperdulian orang tua terhadap aktifitas anak di ”sekolah” juga merupakan perannya dalam pendidikan anak. Adanya kesepahaman antar orang tua dengan guru di sekolah tentang proses pembelajaran yang sedang dilalui anak. Wall (1975) dalam bukunya Contructive Education for children, menegaskan bahwa aspek dasar pendidikan adalah adanya pengetahuan dan pemahaman timbal balik antara rumah dan sekolah. Dan yang ketiga adalah penyediaan lingkungan dan sarana edukatif. Tidaklah sulit untuk memahami bahwa orang tua adalah pemikul tanggung jawab pendidikan anak yang utama dan pertama. Sedangkan Sekolah berperan sebagai patner yang mengoptimalkan perkembangan anak. Dengan demikian tugas pendidikan anak akan sangat terbantu jika rumah mampu menciptakan sebagai tempat tinggal yang nyaman sekaligus wahana dan sumber pendidikan. Dalam hal ini, penyedia lingkungan dan sarana edukatif bagi anak.
Dari permasalahan-permasalahan di atas maka kita mencoba mencari solusi agar perhatian orang tua dan kualitas guru menjadi tinggi di Indonesia antara lain dapat di tempuh dengan cara :
2.    Upaya Meningkatkan Perhatian Orang Tua
a.    Penyebaran Leaflet/ Artikel.
Tulisan artikel atau leaflet yang berkaitan dengan pendidikan serta program-program sekolah yang mendukung terciptanya pelaksanaan pembelajaran yang baik secara rutin (sebulan sekali/ dua mingguan) untuk menambah pemahaman orang tua tentang pentingnya pendidikan bagi anak.
b.    Pengadaan Pertemuan Rutin.
setiap bulan diadakan pertemuan rutin dengan orang tua, guru, dan komite sekolah dalam membahas dan mengevaluasi hasil-hasil pelaksanana pembelajaran anak minimal dilaksanakan setiap 2 bulan sekali. Pertemuan ini dapat dimanfaatkan untuk menginformasikan tentang perkembangan anak secara spesifik dan diskusi tanya jawab tentang kondisi anak. Hal yang penting agar orang tua dapat hadir perlu diberi angket tentang waktu yang rata-rata orang tua dapat menghadiri pertemuan tersebut.
c.    Home Visit
Kunjungan ini menjadi penting sekali karena mengeratkan hubungan antara sekolah khususnya guru PAI dengan orang tua. Dengan demikian akan terjadi komuniasi yang efektif antar orang tua dengan guru tentang perkembangan anaknya lebih terbuka dan spesifik.
d.   Buku Penghubung.
Buku ini merupakan sarana secara tertulis antara guru khususnya guru PAI dengan orang tua yang dapat diakses setiap hari. Namun biasanya laporan aktifitas anak di sekolah terkesan rutinitas dan formalitas. Kedepannya harus di ubah, sehingga buku penghubung benar-benar dapat dijadikan jembatan informasi, baik kegiatan rutin maupun permasalahan-permasalahan anak di sekolah atau di rumah.
e.    Majalah Dinding.
Papan pengumuman yang ada kiranya dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai upaya membuka wawasan orang tua tentang perkembangan anak. Bukan sekedar menempel kebijakan sekolah namun juga artikel-artikel singkat dan praktis dalam perkembangan anak, yang tentunya secara rutin ”di update”.
f.     Pelatihan Menjadi Orang Tua yang Baik.
Ketika anak masuk lembaga pertama kali jika memungkinkan orang tua dikumpulkan satu hari Full untuk di beri arahan diskusi tanya jawab tentang program sekolah, dan penyamaan persepsi tentang pentingnya pendidikan bagi anak. Sekolah menginformasikan program-program, kurikulum, dan pengunaan metode di sekolah. sehingga ketimpangan perlakuan antara di rumah dengan di sekolah dapat diminimalisir sejak awal.
Perhatian orang tua dalam bentuk keterlibatannya terhadap kegiatan pendidikan anaknya di sekolah salah satunya bisa dilihat dari karakteristik keluarga. Keluarga pekerja dan keluarga yang melibatkan seorang ibu bekerja penuh waktu, cenderung kurang memiliki perhatian semestinya terhadap pendidikan anak-anak mereka. Termasuk juga, orang tua siswa sekolah dasar cenderung lebih terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka daripada orang tua pada siswa yang lebih tua. Bentuk perhatian orang tua terhadap pendidikan anak dan pencapaian prestasi anak di sekolah adalah sangat besar, dimana perhatian yang dimaksud tidak hanya terbatas pada penyediaan sarana dan fasilitas pendidikan yang diperlukan anak semata, melainkan keterlibatan langsung orang tua di dalam prosesnya. Semoga bermanfaat dan menjadikan anda orang tua yang lebih peduli lagi terhadap proses pendidikan putra-putrinya di sekolah.
3.    Peningkatan Motivasi Belajar dengan Sistem Reward pada Pembelajaran PAI di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
a.    Syarat-Syarat Pemberian Reward
Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui siapa yang berhak mendapat reward, seorang guru harus selalu ingat akan maksud dari pemberian reward itu. Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukkan hasil lebih baik dari biasanya, mungkin sangat baik diberikan reward. Dalam hal ini seorang guru hendaknya bijaksana, jangan sampai reward menimbulkan iri hati pada siswa yang lain yang merasa diriya lebih pandai, tetapi tidak mendapat reward. Kalau kita perhatikan apa yang diuraikan tentang maksud ganjaran, bilamana dan siapa yang perlu mendapat reward, serta reward apakah yang baik untuk diberikan kepada seseorang.
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh pendidik:
1)    Untuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Reward yang tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan;
2)    Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak janganlah menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapat reward;
3)    Memberikan reward hendaknya hemat, terlalu kerap atau terus menerus memberikan reward akan menjadi hilang arti reward tersebut sebagai alat pendidikan;
4)    Janganlah memberikan reward dengan menjanjikan dahulu sebelum anak anak menunjukkan prestasi kerjanya, reward yang telah dijanjikan dahulu akan membawa kesukaran-kesukaran bagi beberapa anak yang kurang pandai;
5)    Pendidik harus berhati-hati memberikan reward, jangan sampai reward yang diberikan kepada anak-anak diterimanya bagi upah dari pada jerih payah yang telah dilakukannya.
Ada beberapa pendapat para ahli pendidikan terhadap reward sebagai alat pendidikan yang berbeda-beda. Sebagian menyetujui dan menganggap penting dipakai sebagai alat untuk membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para ahli-ahli pendidikan yang tidak suka sama sekali.
Mereka berpendapat bahwa reward itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut pendapat mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan dan berbuat yang baik dengan tidak mengharapakan imbalan, pujian, tetapi semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang kewajibannya. Sedangkan pendapat yang terakhir terletak diantara keduanya, sebagai seorang pendidik hendaklah menginsafi bahwa yang dididik adalah siswa yang masih lemah kemauannya dan belum mempunyai kata hati seperti orang dewasa. Dari mereka belumlah dapat dituntut supaya mereka mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan dan keinsafannya sendiri. Perasaan kewajiban mereka masih belum sempurna, bahkan pada siswa yang masih kecil boleh dikatakan belum ada. Untuk itu, maka reward sangat diperlukan pula bagi siswa dan berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan.
Mengenai masalah reward, perlu penulis bahas tentang tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward. Hal ini dimaksudkan, agar dalam berbuat sesuatu bukan karena perbuatan semata-mata, namun ada sesuatu yang harus dicapai dengan perbuatannya, karena dengan adanya tujuan akan memberi arah dalam melangkah. Tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward adalah untuk lebih mengembangkan motivasi yang bersifat instrinsik dari motivasi ekstrinsik, dalam artian siswa melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan itu timbul dari kesadaran siswa itu sendiri. Dan dengan reward itu, juga diharapakan dapat membangun suatu hubungan yang positif antara guru dan siswa, karena reward itu adalah bagian dari pada penjelmaan dari rasa cinta kasih sayang seorang guru kepada siswa. Jadi, maksud dari reward itu yang paling terpenting bukanlah hasil yang dicapai seorang siswa, tetapi dengan hasil yang dicapai siswa, guru bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik da lebih keras kepada siswa. Seperti halnya telah disinggung diatas, bahwa reward disamping merupakan alat pemdidikan reprensif yang menyenangkan, reward juga dapat menjadi pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik.
b.    Prinsip Penerapan Pemberian Reward pada Pembelajaran PAI di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
1)        Penilaian didasarkan pada ’perilaku’ bukan ’pelaku’. Untuk membedakan antara ’pelaku’ dan ’perilaku’ memang masih sulit. Apalagi kebiasaan dan presepsi yang tertanam kuat dalam pola pikir kita yang sering menyamakan kedua hal tersebut. Istilah atau panggilan semacam ’anak shaleh’, anak pintar’ yang menunjukkan sifat ’pelaku’ tidak dijadikan alasan peberian penghargaan karena akan menimbulkan persepsi bahwa predikat ’anak shaleh’ bisa ada dan bisa hilang. Tetapi harus menyebutkan secara langsung perilaku anak yang membuatnya memperoleh hadiah.
2)        Pemberian penghargaan atau hadiah harus ada batasnya. Pemberian hadiah tidak bisa menjadi metode yang dipergunakan selamanya. Proses ini cukup difungsikan hingga tahapan penumbuhan kebiasaan saja. Manakala proses pembiasaan dirasa telah cukup, maka pemberian hadiah harus diakhiri. Maka hal terpenting yang harus dilakukan adalah memberikan pengertian sedini mungkin kepada anak tentang pembatasan ini.
3)        Penghargaan berupa perhatian. Alternatif bentuk hadiah yang terbaik bukanlah berupa materi, tetapi berupa perhatian, baik verbal maupun fisik. Perhatian verbal bisa berupa komentar-komentar pujian, seperti, ’Subhanallah’, Alhamdulillah’, indah sekali gambarmu’. Sementara hadiah perhatian fisik bisa berupa pelukan, atau acungan jempol.
4)        Dimusyawarahkan kesepakatannya. Setiap anak yang ditanya tentang hadiah yang dinginkan, sudah barang tentu akan menyebutkan barang-barang yang ia sukai. Maka disinilah dituntut kepandaian dan kesabaran seorang guru atau orang tua untuk mendialogkan dan memberi pengertian secara detail sesuai tahapan kemampuan berpikir anak, bahwa tidak semua keinginan kita dapat terpenuhi.
5)        Distandarkan pada proses, bukan hasil. Banyak orang lupa, bahwa proses jauh lebih penting daripada hasil. Proses pembelajaran, yaitu usaha yang dilakukan anak, adalah merupakan lahan perjuangan yang sebenarnya. Sedangkan hasil yang akan diperoleh nanti tidak bisa dijadikan patokan keberhasilannya
c.    Pelaksanaan Penerapan Pemberian Reward pada Pembelajaran PAI di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
Peranan Reward dalam proses pengajaran cukup penting terutama sebagai factor aksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini derdasarkan atas berbagai pertimbangan logis, diantaranya Reward ini dapat menimbulkan motivasi belajar siswa dan dapat mempengaruhi perilaku positif dalam kehidupan siswa.
Manusia selalu mempunyai cita-cita, harapan, dan keinginan. Inilah yang dimanfaatkan oleh metode Reward. Maka dengan metode ini seseorang mengerjakan perbuatan baik atau mencapai suatu prestasi yang tertentu diberikan suatu Reward yang menarik sebagai imbalan.
Reward merupakan alat pendidikan yang mudah dilaksanakan dan sangat menyenangkan bagi para siswa. Untuk itu, Reward dalam suatu proses pendidikan sangat dibutuhkan kebenarannya demi meningkatkan motivasi belajar siswa. Maksud dari pendidik memberikan Reward kepada siswa adalah supaya siswa menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi lebih keras kemauannya untuk belajar lebih baik.
Sebagai sebuah metode dalam pendidikan, reward mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah bisa menjadi motivasi untuk melakukan perbuatan yang sama atau bahkan perbuatan yang lebih baik lagi, karena di dalam reward ada arah (tujuan) yang dapat dijadikan pola perilaku berikutnya. Kelemahannya, jika metode ini diberikan secara berlebihan dan kurang tepat, maka anak akan timbul sikap sombong karena menganggap dirinya selalu hebat.
 Berdasarkan pangalaman di lapangan, anak sekolah dasar  amat senang apabila usaha belajarnya dihargai dan mendapat pengakuan dari guru, walaupun amat sederhana. Oleh karena itu, para guru nampaknya jangan terlalu pelit untuk menberikan penghargaan, selama dilakukan dengan memperhatikan waktu dan cara yang tepat. Penghargaan itu sendiri dapat dimaknai sebagai alat pengajaran dalam rangka pengkondisian siswa menjadi senang belajar. Tujuannya adalah untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar, memberi apresiasi atas usaha mereka, dan menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan prestasi.
Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sesuai kesempatan yang ada. Penulis membaginya dalam beberapa macam, yakni dalam bentuk ucapan, tulisan, barang/benda dan penghargaan khusus. Seyogyanya penghargaan ini dapat menjadi kebanggaan siswa akan eksistensi dirinya, yang nantinya meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi diri.
1)   Penghargaan berupa ucapan.
Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan direncanakan terlebih daluhu atau bersifat spontan saja. Yang terpenting bahwa setiap siswa yang menunjukkan suatu usaha, maka layak dihargai. Pemberian pujian bagi siswa yang berpatisipasi aktif dalam proses pembelajaran, seperti kata-kata YESS ! (sambil mengancungkan jempol tangan), Excelent (dua jari membentuk huruf V), Thankyou Very Much (kedua tangan diacungkan ke atas) dll.
2)   Penghargaan berupa tulisan.
Hal ini dapat dilakukan setiap hari, ketika siswa mengerjakan tugas atau PR. Penghargaan ini diberikan dengan cara guru menuliskan di buku catatan atau tugas siswa, berupa kata pujian, terutama bagi siswa yang berhasil mendapat nilai bagus (80-100). Kalimat pujian tersebut diantaranya “ selamat, you are the best student “ , “ Alhamdulillah, kamu anak pintar “ , “ pacu terus prestasimu “ ,
3)   Penghargaan berupa barang/benda
Berbagai benda sebenarnya dapat dijadikan alat penghargaan, baik benda yang sudah ada maupun yang telah dimodifikasi/disiapkan. Penulis misalnya memberikan penghargaan berupa bintang, terbuat dari kertas karton/asturo berukuran kecil bagi siswa yang mendapat nilai tinggi (80-100) baik latihan soal, tugas maupun PR. Kalung medali pelajaran, terbuat dari gabus yang menyerupai sebuah medali dengan menggunakan tali warna. Medali dibuat khusus untuk setiap mata pelajaran, dan diberikan kepada siswa setiap selesai ulangan harian. Siswa yang mendapat nilai tertinggi dalam ulangan harian berhak menerima medali. Sewaktu-waktu tidak ada salahnya apabila guru memberikan penghargaan berupa uang jajan, walaupun dengan nilai nominal yang relatif kecil. Bagi siswa terkadang bukan besar kecilnya uang tetapi kebanggaan mendapatkannya dari guru yang dicintainya.

4)   Penghargaan khusus
Penghargaan ini sifatnya spontan dan insidental, di mana siswa yang berhasil menjawab dengan tepat pertanyaan dari guru dimungkinkan untuk istirahat atau pulang terlebih dahulu.
Dari penjelasan mengenai  pelaksanaan pemberian reward diharapkan mampu memberikan reinforcement pada anak untuk lebih dihargai atas perilaku atau prestasi yang telah diraihnya. Islam mengajarkan bahwa barang siapa yang beramal baik, maka Allah swt akan membalas dengan setimpal. Tetapi bagi yang tidak melakukan perintah-Nya akan diberikan peringatan dan siksaan. Dalam mencapai tujuan pendidikan, setiap lembaga pendidikan memiliki peraturan-peraturan untuk ditaati bersama, baik bagi pendidik maupun anak didik sehingga tercipta proses pembelajaran yang baik yang akan berujung pada peningkatan prestasi siswa khususnya pada pembelajaran PAI di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD.


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada penulisan karya tulis ini maka  dapat disimpulkan hasil-hasilnya sebagai berikut:
1.    Bentuk perhatian orang tua terhadap pendidikan anak dan pencapaian prestasi anak di sekolah adalah sangat besar, diharapkan perhatian yang dimaksud tidak hanya terbatas pada penyediaan sarana dan fasilitas pendidikan yang diperlukan anak semata, melainkan keterlibatan langsung orang tua di dalam prosesnya. Semoga bermanfaat dan menjadikan anda orang tua yang lebih peduli lagi terhadap proses pendidikan putra-putrinya di sekolah. Pentingnya partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa. Dialog antara pihak orang tua, guru dan sekolah  dapat meningkatkan kualitas partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa.
2.    Diharapkan penghargaan (reward) dalam berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat. pelaksanaan pemberian reward diharapkan mampu memberikan reinforcement pada anak untuk lebih dihargai atas perilaku atau prestasi yang telah diraihnya. Tujuannya adalah untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar, memberi apresiasi atas usaha mereka, dan menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan prestasi. Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sesuai kesempatan yang ada dan seyogyanya penghargaan ini dapat menjadi kebanggaan siswa akan eksistensi dirinya, yang nantinya meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi diri
3.    Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri siswa untuk melakukan kegiatannya sendiri yang berhubungan dengan proses belajar mengajar guna meraih keberhasilan setinggi-tingginya dalam prestasi akademiknya
B.        Saran-saran
1. Bagi Guru
a. Bagi para guru, pahlawan tanpa tanda jasa, hendaknya lebih intensif memberikan reward dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab, berdasarkan penelitian ini terbukti bahwa pemberian reward sangat mempengaruhi keaktifan belajar siswa. Semakin intensif dalam memberikan reward dalam proses pembelajaran, maka siswa-siswa semakin aktif dalam belajar.
b. Di dalam melakukan kegiatan belajar mengajar guru hendaknya berusaha untuk meningkatkan kemampuan keterampilan mengajar, terutama keterampilan variasi dalam mengajar, sehingga dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam belajar khususnya pada pembelajaran PAI.
c.  Penerapan reward hendaknya bisa diterapkan kembali oleh guru dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa
d.  Hendaknya guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa selama pembelajaran
e. Pada saat guru menerapkan reward, guru seharusnya memberi pengarahan kepada siswa terlebih dahulu agar belajar tidak hanya untuk mendapatkan reward.
2. Bagi Siswa
a. Keaktifan merupakan salah satu faktor penting dalam belajar. Untuk itu para siswa hendaknya berusaha untuk meningkatkan keaktifan belajarnya, sehingga dapat mendapatkan prestasi belajar yang baik.
b. Siswa hendaknya selalu bersungguh-sungguh dalam belajar sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang maksimal.
a. Siswa hendaknya lebih semangat dalam belajar agar mendapat nilai yang baik.
b. Siswa jangan belajar hanya karena semata-mata untuk mendapatkan reward tetapi jadikan reward itu sebagai motivasi.
3. Bagi Orang Tua
Orang tua hendaknya selalu memberikan perhatian, bimbingan serta motivasi kepada siswa untuk meningkatkan semangatnya dalam belajar dan mencapai prestasi yang maksimal. Perhatian sedikit apapun dari orang tua terhadap kegiatan belajar misalnya mengawasi waktu belajar anak, pasti akan menumbuhkan semangat belajar yang lebih untuk mencapai prestasi belajar optimal.





DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun, 2005. Psikologi Pendidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, Bandung : Rosda.

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ahmadi, Abu, 2003, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Jakarta

Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1993)

Amir Hamzah Nasution. (1993). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta:PT Intermasa, 2002)

Bagus Santoso. (2010). Korelasi Antara Perhatian Orang Tua dengan Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Kelas V SDN Gembongan Sentolo Kulon Progo tahun 2010. Skripsi tidak diterbitkan. PGSD: UNY

Baswir, Revrisond, dkk, 2003, Pembangunan Tanpa Perasaan Evaluasi
Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, ELSAM – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.

Berns, R.M. (2004). Child, family, school, community, socialization and support. Australia: Thomson.

Bruns, B., Mingat, A., & Rakotomalala, R. (2003). Achieving Universal Primary Education by 2015: A Chance for Every Child. Washington, DC: The World Bank

Buchari Alma, 2008, Guru Profesional Menguassai Metode Dan Terampil Belajar (Bandung: Alfabeta)

Eka Ihsanudin. (2010). Tujuan pendidikan sekolah dasar. Diambil dari: "http://sdnkampungsawah06.blogspot.com/2010/07/tujuan-pendidikan sekolah dasar.html).  Diunduh pada  2  Februari  2015

Erikson, EH. 1963. CHILDHOOD & SOCIETY edisi kedua. New York : Norton.

Fuad Ihsan. (2008). Dasar-dasar kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
GenioFam. (2009). Tips Menjaga Keharmonisan Keluarga. Yogyakarta: Leutika.

Glaser, B.G., & Strauss, A.L. (1969). The Discovery of Grounded Theory. Chicago: Aldine

Harmon, A. D & Jones, T. S (2005). Elementary education: A reference
handbook. California: ABC-CLIO, inc.

Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Jamal Ma’mur Asmani. (2001). Sekolah Life Skills, Lulus Siap Kerja. Yogyakarta: Diva Press.

Kyridis, A., Tsakiridou, E., Zagkos, C., Koutouzis, M. & Tziamtzi, C. (2011). “Educational inequalities and school dropout in greece”. International Journal of Education, Vol 3, No. 2: 1-15

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2007)

Muhammad Saroni. (2011). Orang miskin bukan orang bodoh. Yogyakarta: Bahtera Buku.

Mulyadi, 2009, Classroom Managemant Mewujudkan Susasana Kelas Yang Menyenangkan Bagi Siswa (Malang: UIN Malang PRESS)

Mulyasa, 2011, Menjadi Guru Profesioanal Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Nazili Shaleh Ahmad. (2011). Pendidikan dan masyarakat: Kajian peran pendidikan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya. perkembangan pendidikan di negara maju, berkembang dan terbelakang. Yogyakarta: Sabda Media.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Panpan Achmad Fadjri. (2000). Analisis kualitas sumber daya manusia menurut kota di Indonesi a”, Warta Demografi, 30 No.3: 34-39

Paolucci, B., Hall, O.A. & Axinn, N.W. 1977. Family Decision Making an Ecosystem Approach. New York: John Wiley & Sons.

Parkay, F.W. dan Stanford, B.H.  1992. Becoming a Teacher: Accepting the Challenge of a Profession. Second Edition. USA. Allyn and Bacon.
Rosdiana. Afia,(2006). Partisipasi Orang Tua Terhadap Pendidikan. Dalam Jurnal Visi PTK-PNF. Direktorat PTK-PNF Depdiknas. Jakarta.

Santrock, J.W. (2004). Life span development. Boston: McGraw-Hill Hogher Education.

Soedomo, A. Hadi. (2008). Pendidikan: Suatu pengantar. Surakarta: UNS Press

Soelaiman, Joesoef. (1979), Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Suharjo. (2006). Mengenal pendidikan sekolah dasar: Teori dan praktek. Jakarta:
Depdiknas.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja. Rosda Karya.

Sumadi Suryabrata. (1990). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: PT Rajagrafindo Persada.;

Sumadi Suryabrata. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suparlan Suhartono. (2008). Wawasan pendidikan: Sebuah pengantar pendidikan.
Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia.

Surya, Moh. 1981. Pengantar Psikologi Pendidikan. Bandung: FIP IKIP Bandung

Tilaar H.A.R. (2002). Perubahan sosial dan pendidikan: Pengantar pedagogik transformatif untuk Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Todaro, P. M & Smith, SC. (2003). Pembangunan ekonomi di dunia ketiga.
 erjemahan: Haris Munandar. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Wall, W.D. (1975). Constructive Education For Children. Paris: The Unesco Press.

Wisnubrata Hendrojuwono. ( 1993) Pengaruh Experiential Learning terhadap peningkatan ketahanan ego dan control Ego. Disertasi Bandung: Program Pascasarjana  UNPAD