Lencana Facebook

banner image

Wednesday 2 April 2014

PENERAPAN METODE KERJA KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III PADA PEMBELAJARAN IPA MATERI CUACA DI SEKOLAH DASAR



BAB I 

PENDAHULUAN


A.       Latar Belakang Masalah
Salah  satu  cara  untuk  meningkatkan  pendidikan  di  Indonesia  adalah dengan  cara  melakukan  perubahan  dan  peningkatan  dalam  proses pembelajaran,  maka  perlu  diadakan  upaya  dalam  perbaikan  pembelajaran. Tujuan  utama  pembelajaran  adalah  siswa  dapat  menguasai  materi  pelajaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang pendidik  sudah  berupaya  dari  penyusunan  rencana  pembelajaran,  pemilihan metode pembelajaran sampai  pelaksanaan  evaluasi.  Namun  dalam kenyataannya setelah kegiatan belajar mengajar selesai, masih ada siswa yang tidak menguasai pembelajaran.
Guru  dituntut  untuk  menggunakan metode pembelajaran  yang bervariasi  tidak  hanya  secara  monoton  dengan  menggunakan  ceramah  saja. Dengan  menggunakan metode pembelajaran  yang  bervariasi  membuat  peserta didik  lebih  tertarik  dalam  pelajaran  yang  diajarkan  sehingga metode mempunyai  andil  yang  cukup  besar  dalam  kegiatan  belajar  mengajar. “Ada banyak metode pembelajaran  yang diterapkan dalam proses belajar mengajar”
Jadi  pemilihan metode menjadi  sangat  penting  untuk diperhatikan  karena metode adalah  salah  satu  alat  untuk  mencapai  tujuan dengan  memanfaatkan metode pembelajaran  secara  akurat  guru  akan  terbantu dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil  belajar  yang  baik  salah  satunya  didukung  dalam  penggunaan metode yang sesuai. Metode yang baik adalah yang disesuaikan dengan materi yang  akan  disampaikan.  Oleh  karena  itu  perlu  meningkatkan  partisipasi  siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa mampu untuk bekerja sama.
Dari penjelasan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas, dan dikaitkan dengan hasil belajar siswa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) materi cuaca. Dari hasil tes pada studi pendahuluan menunjukan 2 orang siswa (11,11%) yang memperoleh nilai 80 ke atas dan 16 orang siswa (88,89%) yang memperoleh nilai di bawah nilai 80, dengan penjelasan mengenai nilai rata-rata hasil belajar 68,89 dan partisipasi siswa sebear 33,33% atau 6 orang siswa dari 18 siswa.
1.    Indentifikasi Masalah
Berdasarkan data di atas peneliti melakukan konsultasi kepada supervisor dan teman sejawat, untuk mengidentifikasi kelemahan dan atau kekurangan yang telah menyebabkan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan kurang memenuhi tuntutan yang diharapkan. Sehingga, dampaknya pada hasil belajar siswa tidak memenuhi target pembelajaran. Melalui hasil diskusi, diperoleh identifikasi masalah sebagai berikut.
a.    Rendahnya minat siswa terhadap materi pembelajaran
b.    Siswa menyepelekan materi pembelajaran yang dianggap terlalu mudah.
c.    Suasana pembelajaran yang terkesan monoton dan kurang menarik siswa.
d.   Siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran.
e.    Kondisi lingkungan di kelas yang tidak mendukung proses pembelajaran secara aktif.
f.     Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran yang disampaikan.
2.    Analisis Masalah
Untuk mengetahui masalah yang sedang terjadi, peneliti melakukan anlisis masalah dan menempuh refleksi terhadap kinerja yang telah dilakukan, mengkaji literatur, serta diskusi dengan supervisor dan teman sejawat. Hasil analisis masalah yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kemungkinan yang menjadi faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa dan aktivitas pembelajaran kurang kondusif adalah sebagai berikut.

a.    Partisipasi belajar siswa pada pembelajaran IPA rendah
b.    Metode pembelajaran  yang digunakan oleh guru dalam penyampaian materi kurang tepat
c.    Guru kurang mampu meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
d.   Guru kurang mampu  membuat kondisi lingkungan kelas yang lebih kondusif dalam pelaksanaan pembelajaran
e.    Metode penyajian materi yang digunakan guru tidak sesuai dengan karakteristik dan tahap perkembangan siswa sekolah dasar
Metode yang  digunakan  dalam  pembelajaran  ini  ialah metode kerja kelompok. Kedua ialah metode kerja kelompok merupakan metode pembelajaran  kooperatif  yang  diharapkan  mampu  untuk  meningkatkan  hasil belajar siswa dengan  metode kerja kelompok yang diharapkan peserta didik mampu untuk mandiri. Metode kerja kelompok merupakan metode pembelajaran  kooperatif  yang  paling sederhana  yang  diharapkan  juga  mampu  untuk  meningkatkan  hasil  belajar siswa dibanding dengan metode pembelajaran yang konvensional dimana siswa mempunyai  aktivitas  dalam  pembelajaran  kelompok  tetapi  juga  tidak  lupakan kemandirian  siswa.  Dengan  kedua metode tersebut    diharapkan hasil  belajar siswa  meningkat  dari  sebelumya.
Upaya perbaikan yang peneliti lakukan dengan mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di Kelas III SD Negeri ............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. Tahun Pelajaran 2011/2012 pada pembelajaran IPA materi cuaca dengan merapkan  metode kerja kelompok.

B.       Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan masalah untuk menjadi fokus perbaikan pembelajaran adalah :
1.    Bagaimana upaya meningkatkan  partisipasi aktif siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri ...................................... dengan penerapan metode kerja kelompok dalam pembelajaran IPA materi cuaca?
2.    Bagaimana upaya meningkatkan  hasil siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri ...................................... dengan penerapan metode kerja kelompok dalam pembelajaran IPA materi cuaca?

C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah sebagai berikut
1.    Untuk meningkatkan partisipasi siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri ...................................... melalui metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPA materi cuaca.
2.    Untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri ...................................... melalui metode diskusi kelompok pada pembelajaran IPA materi cuaca.

D.      Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
1.         Bagi Guru
Guru dapat memperbaiki kinerjanya untuk berkembang lebih profesional, dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, dan untuk ikut aktif mengembangkan inovasi pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA.
2.         Bagi siswa
Siswa dapat memperbaiki partisipasi dan hasil belajar menjadi lebih baik dan menumbuhkan sikap kritis terhadap hasil belajarnya.
3.         Bagi Sekolah
Sekolah dapat berkembang karena adanya peningkatan kemampuan profesioanal guru dan kemampuan siswa, yang mana hal ini akan membawa citra positif bagi sekolah yang bersangkutan.



BAB II

KAJIAN PUSTAKA


A.    Kerangka Teori
1.    Hakikat Pembelajaran IPA
a.       Pengertian Pembelajaran IPA
IPA  merupakan  singkatan  dari  Ilmu  Pengetahuan  Alam  (Natural  Science atau  Science).  Dalam  bahasa  Indonesia  istilah  Science  sering  digunakan  namun penulisannya telah disesuaikan dengan bahasa Indonesia yaitu Sains. Sebelum  membuat  batasan  tentang  hakikat  IPA  terlebih  dahulu dikemukakan  beberapa  pendapat  tentang  IPA  yang  telah  diekspresikan oleh  para ilmuwan. Nash (Rusmiati, Esih 2009:16)  menyatakan bahwa ‘sains itu suatu cara atau  metode  untuk  mengamati  alam  (science  is  away  of  looking  at  the  world).’ Selanjutnya  Kemeny  (Rusmiati,  Esih  2009:17)  mendefinisikan  sains  sebagai semua pengetahuan yang dikumpulkan melalui metode ilmiah. 
Beberapa ilmuwan memberikan definisi IPA sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden order, yaitu “ Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.”
IPA mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas,2002a: 1).
Belajar IPA tidak sekedar belajar informasi IPA tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’, akan tetapi belajar IPA juga belajar tentang cara memperoleh informasi IPA, cara IPA dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Pernyataan di atas selaras dengan pendapat Carin yang menyatakan bahwa IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum dan teori IPA. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris di dalam IPA dan konsep, prinsip, hukum-hukum, teori merupakan kegiatan-kegiatan analisis di dalam IPA. Sebagai proses IPA dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau metode ilmiah, melalui keterampilan menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan keterampilan spesial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data, mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap IPA dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi skeptis, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif.
b.       Tujuan Pendidikan IPA
Tujuan pendidikan IPA di SD berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP) adalah agar peserta didik mampu memiliki kemampuan sebagai berikut :
1)      Memproses  keyakinan  terhadap  kebesaran  Tuhan  YME  berdasarkan  keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.
2)      Mengembangkan  pegetahuan  dan  pemahaman  konsep  IPA  yang  bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3)      Mengembangkan  rasa  ingin  tahu,  sikap  positif  dan  kesadaran  tentang  adanya  hubungan  yang  saling  mempengaruhi  antara  IPA,  lingkungan,  teknologi, masyarakat.
4)      Mengembangkan  keterampilan  proses  untuk  menyelidiki  alam  sekitar,  memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5)      Meningkatkan  kesadaran  untuk  berperan  serta  memelihara,  menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6)      Meningkatkan  kesadaran  untuk  menghargai  alam  dan  segala  keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7)      Memperoleh  proses  bekal  pengetahuan,  konsep  dan  keterampilan  IPA  sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP atau MTs.
Tujuan di atas mengisyaratkan bahwa pembelajaran  IPA di SD hendaknya  tidak  menitikberatkan  pada  upaya  penuangan  materi  atau  konsep  secara  informatif.  
c.       Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Berdasarkan  kurikulum  2006  (KTSP),  ruang  lingkup  bahan  kajian  IPA meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu :
1)        Makhluk  hidup  dan  proses  kehidupan,  yaitu  manusia,  hewan, tumbuhan  dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
2)        Benda  atau  materi,  sifat-sifat  dan  kegunaannya.  Meliputi  :  benda  cair, padat, gas.
3)        Energi dan perubahannya. Meliputi : magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4)        Bumi  dan  alam  semesta.  Meliputi  :  tanah,  bumi,  tata  surya,  dan benda-benda langit lainnya.
d.      Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Dalam melaksanakan pembelajaran IPA disekolah dasar hendaknya guru memahami  karakteristik  siswa,  tujuan  dan  karakteristik  mata  pelajaran  IPA  itu sendiri.  Menurut  teori  perkembangan  kognitif  yang  dikemukakan  oleh  Jean Piaget  (Iskandar,  S  1997  :  27-28)  bahwa  siswa  SD  berada  pada  tahap operasional konkrit (6-11 atau 6-12 tahun). Pada tahap ini anak :
1)   Mulai  memandang  dunia  secara  obyektif  bergeser  dari  satu  aspek situasi  ke  aspek  lain  secara  reflektif  dan  memandang  unsure-unsur kesatuan secara serempak.
2)   Mulai  berpikir  secara  operasional,  misalnya  kelompok  elemen menjadi  satu  kesatuan  yang  utuh  dan  dapat  melihat  hubungan elemen dengan kesatuan / keseluruhan secara bolak-balik.
3)   Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
4)   Membentuk  dan  mempergunakan  keterhubungan  aturan-aturan, prinsip  ilmiah  sederhana,  dan  mempergunakan  hubungan  sebab akibat.
5)   Memahami  konsep  substansi,  volume  zat  cair,  panjang,  lebar,  luas dan berat.
Dari  pernyataan  di  atas  untuk  lebih  menarik  rasa  ingin  tahu  siswa yang  kuat,  penggunaan  benda-benda  konkrit  sangat  diperlukan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Hal ini disebabkan anak-anak  yang  berada  pada  tahap  berpkir  konkrik  harus  bekerja  dengan benda-benda  konkrik  dulu  sebelum  mereka  dapat  menangkap  dan memahami hal-hal yang bersifat abstrk (Iskandar, s. 1996 :29).
Mengenai definisi IPA menurut Paolo dan Marten (Iskandar, S. 1996 : 15) IPA untuk anak-anak yaitu :
1)  Mengamati apa yang terjadi,
2)  Mencoba memahami apa yang diamati,
3)  Mempergunakan  pengetahuan  baru  untuk  meramalkan  apa  yang terjadi,
4)  Menguji  ramalan-ramalan  dibawah    kondisis-kondisi  untuk melihat apakah ramalan tersebut benar.”
 Sedangkan menurut KTSP SD (2006 : 484) bahwa : “IPA  berhubungan  dengan  cara  mencari  tahu  tentang  alam  secara  sistematis,  sehingga  IPA  bukan  hanya  penguasaan  kumpulan pengetahuan  yang  berupa  fakta-fakta,  konsep-konsep,  atau  prinsip-prinsip  saja  tetapi  juga  merupakan  suatu  proses  penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk  memperlajari  diri  sendiri  dan  alam  sekitar,  serta  prospekpengembangan  lebih  lanjut  dalam  menerapkannya  di  dalam kehidupan sehari-hari.”  Karakteristik  IPA  adalah  adanya  sifat  coba-coba  dan  melakukan kesalahan,  gagal  dan  coba  lagi.  IPA  tidak  menyediakan  semua  jawaban  unuk masalah  yang  kita  ajukan.  Dalam  IPA  anak-anak  harus  bersikap  skeptic sehingga  kita  selalu  siap  memodifikasi  model-model  yang  kita  punyai  tentang alam  ini.  Sejalan  dengan  penemuan-penemuan  yang  kita  dapatkan.  Selain  itu materi  IPA  harus  kita  modifikasi  dan  keterampilan-keterampilan  proses  IPA yang akan dilatihkan juga harus disesuaikan dengan perkembangan anak
2.    Belajar
Belajar  merupakan  proses  perubahan  yang  terjadi  pada  diri  seseorang melalui  penguatan  (reinforcement),  sehingga  terjadi  perubahan  yang bersifat permanen  dan  persisten  pada  dirinya  sebagai  hasil  pengalaman  (learning  is  a change  of  behavior  as  a  result  experience)  demikian  pendapat  John  Dewey, salah seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran behavioral approach.
Belajar  adalah  suatu  proses  dimana  suatu organisme dalam tubuh berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman (Gagne dalam  Sagala,  23010:132).  Sedangkan  menurut  Skinner  (dalam  Sagala, 2010:14)“  belajar  adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif”.
Oleh karena itu proses pembelajaran di kelas harus merupakan sebuah proses yang  berkesinambungan  antara  guru  dan  siswa  yang  disinergikan  dalam  sebuah metode  pembelajaran  yang  terpadu.Pengetahuan  dibangun  anak  sedikit  demi  sedikit yang  hasilnya  diperluas  melalui  konteks  yang  tak  terbatas  dan  tidak  sekonyong-konyong  hasilnya.  Sebuah  metode  pembelajaran  menjadi  komponen  yang  sangat penting  untuk  membangun  sebuah  pembelajaran  yang  bermakna  bagi  siwa,  karena pengetahuan  bukanlah  seperangkat  fakta,  konsep,  atau  kaidah  yang  siap  untuk  diambil  dan  di ingat  anak  tetapi  harus  mengkonstruksi  pengetahuan itu dan member makna melalui pengalaman yang nyata.
Teori Piaget ( Thomas L. Good dan jere E. Brophy,1990:51-52 ) mengangkat konsep kesiapan dalam arti kognitif.Piaget memandang bahwa pikiran anak merupakan suatu struktur yang secara terus menerus berkembang kearah tingkat organisasi dan integrasi lebih tinggi. konsep kesiapan ini lebih luas, tidak hanya mencakup aspek fisik, tetapi juga mencakup aspek kognitif, dan minat.
Suprayekti, (2003 : 18) mengemukakan pendapatnya bahwa belajar  merupakan  salah  satu  bentuk  perilaku  yang  amat  penting  bagi kelangsungan  hidup manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan  diri  (adaptasi) dengan  lingkungannya.  Dengan  adanya  proses  belajar  inilah  manusia  bertahan  hidup (survived).  Belajar  secara  sederhana  dikatakan  sebagai  proses  perubahan  dari  belum mampu  menjadi  sudah mampu,  tejadi  dalam  jangka  waktu  waktu  tertentu.  Perubahan yang  itu harus secara relatif bersifat menetap (permanent) dan  tidak hanya  terjadi pada perilaku  yang  saat  ini  nampak  (immediate  behavior)  tetapi  juga  pada  perilaku  yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan  tersebut  terjadi karena pengalamanSkinner  berpandangan  bahwa  belajar  adalah  suatu  perilaku.  Pada  saat orang  belajar  maka  responnya  menjadi  lebih  baik  dan  sebaliknya  bila tidak belajar responnya menjadi menurun. Sedangkan  menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan  informasi,  menjadi  kapasitas  baru  (Dimyati,  200210).  Sedangkan menurut  kamus  umum  bahasa  Indonesia,  belajar  diartikan berusaha  (berlatih, dsb) supaya mendapat suatu kepandaian (Purwadarminta : 109).
Belajar  dalam  penelitian  ini  diartikan  segala  usaha  yang  diberikan  oleh guru  agar  peserta  didik  dapat  menguasai  dan  mampu  memahami  materi  dalam pelajaran IPA.  Menurut  Gagne  (Dahar,  1989:11)  ‘belajar  dapat  didefinisikan  sebagai suatu  proses  di  mana  suatu  organisme  berubah  perilakunya  sebagai  akibat.
Menurut  pengertian  di  atas,  dikatakan  bahwa  seorang  yang  belajar perilakunya  akan  berubah  dari  sebelumnya.  Belajar  tidak  hanya  berkaitan dengan aspek intelektual, tetapi meliputi seluruh aspek. Menurut Bruner (Dahar, 1989:101) bahwa : Belajar  melibatkan  tiga  proses  yang  berlangsung  hamper bersamaan.  Ketiga  prose  situ  adalah  memperoleh  informasi  baru merupakan  penghalusan  dari  informasi  sebelumnya,  transformasi informasi  menyangkut  cara  memperlakukana  pengetahuan  dengan menilai cara memperlakukan pengetahuan itu dengan tugas yang ada.
Dalam proses pendidikan, tidak terlepas dari kata belajar mengajar. Keduanya merupakan komponen utama dalam pendidikan. Belajar merupakan suatu proses yang menghasilkan perubahan. Menurut Ngalim Purwanto (1995: 85) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang buruk.
Suatu proses pembelajaran tidak luput dari kata mengajar, guru sebagai tenaga pendidik memfasilitasi serta memberi pengetahuan terhadap peserta didik. Menurut Abu Ahmad (1997: 39) pembelajaran adalah suatu proses penanaman pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam peserta didik. Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik, maka hendaknya guru memberikan materi pelajaran secara bervarasi, dapat menggunakan media/alat peraga sebagai alat bantu dalam mengajar serta menggunakan metode yang tepat. Menurut Abu Ahmadi dkk, (1997: 52) metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh seorang guru atau instruktur.
Kata ‘media’ berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk dari kata ‘medium’ yang secara harfiah berarti ‘perantara atau pengantar’. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Djamarah (1997: 136). Sedangkan menurut Hamalik (1989: 124) media pendidikan adalah cara atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan.
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
 Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman. Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkahlaku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran.
Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan. (Arief Sukadi 1984:8)
Tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku. Peran guru di sini adalah sebagai pengelola proses belajar mengajar tersebut. Dalam sistem pendidikan kita (UU. No. 20 Tahun 2003), seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik. Davies mengatakan untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai prinsip-prinsip belajar, khususnyai prinsip berikut:
1.         Apapun yang dipelajari siswa, maka siswalah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif;
2.         Setiap mahasiswa akan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya;
3.         Seorang siswa akan belajar lebih baik apabila mempengoleh penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajarnya terjadi
4.         Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan mahasiswa akan membuat proses belajar lebih berarti; dan
5.         Seorang siswa akan lebih meningkat lagi motivasinya untuk belajar apabula ia diberi tangungjawab serta kepercayaan penuh atas belajarnya (Davies dalam Tahalele, 1988 : 46-48).

3.    Keaktifan
Keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif (Sanjaya (2007:101-106).
Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Raka Joni, 1992: 19-20) dan Martinis Yamin, 2007: 80- 81)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan (Poerwodarminto, 1992 : 17).
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
Keaktifan belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut harus terkait, sehingga akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal (Sardiman: 2001: 99).
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktivan siswa dalam proses pembelajaran. Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu :
a.   Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
b.   Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa).
c.   Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
d. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
e.   Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
f.    Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
g.   Memberi umpan balik (feed back)
h.   Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.
i.    Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.
(Martinis, 2007: 84)
Kata keaktifan adalah berasal dari kata aktif yang artinya giat atau
sibuk dan mendapat awalan ke dan akhiran –an. Kata keaktifan sama
artinya dengan kegiatan dan kesibukan. Maksud dari keaktifan disini adalah segala aktifitas atau kegiatan yang dilakukan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.
Sedangkan definisi belajar sangat banyak dan banyak juga perbedaan pendapat dikalangan para ahli, diantaranya:
a.    Belajar menurut pendapat Skinner
Belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka responnya
menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila tidak belajar maka responnya
menurun.
b.    Belajar menurut pendapat Gagne
Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah belajar orang
memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap nilai.
c.    Belajar menurut pandangan Plaget
Belajar adalah pengetahuan yang dibentuk oleh individu, sebab
individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan dan lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi
dengan lingkungan, maka fungsi intelek semakin berkembang.
d.   Belajar menurut pandangan Slameto
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan dan
pengalaman dalam interaksi dengan lingkungannya. Seseorang dikatakan
telah mengalami peristiwa belajar apabila ia mengalami perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak berkompeten menjadi berkompeten
serta cara memandang suatu masalah mengalami peningkatan kualitas.
Jadi, dari kedua pengertian tersebut yaitu keaktifan dan belajar
dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian keaktifan belajar siswa adalah
keaktifan yang menghasilkan pada diri individu baik mengenai tingkat
kemajuan dalam proses perkembangan psikis, sikap, pengertian,
kecakapan, minat, dan penyesuaian diri dalam hal cara belajar aktif.
4.    Prestasi Hasil Belajar 
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok” Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut (Syaiful Bahri Djamarah, 1989 : 61).
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok. Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut. (Syaiful Bahri Djamarah, 2002 : 56)
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa belajar adalah menyerap oengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan.
Prestasi belajar dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu : 1) keterampilan intelektual, 2) informasi verbal, 3)  strategi kognitif, 4) keterampilan motorik, dan 5) sikap”.  Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat  dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik”.  (Poerwanto, 1986:28)
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan. Sehubungan dengan prestasi belajar, memberikan pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.” Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. (Winkel, 1996:162).
Prestasi belajar adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.” (S. Nasution, 1996:17)
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil belajar atau yang sering disebut prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi seseorang dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari  atau kegiatan yang dilakukan.
5.    Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara dan tindakan yang ditempuh seorang guru dalam pembelajaran agar berhasil dalam mencapai tujuan  pembelajaran/kompetensi yang diharapkan.  cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Menurut  Witherington (dalam Martinis Yamin, 2006 : 18), belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang  dimanifestasikan sebagai pola-pola  respons yang baru yang berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.
Metode merupakan sesuatu yang penting dalam proses belajar pembelajaran. Karena metode termasuk unsur pengajaran dan salah satu faktor yang ikut dalam menentukan tercapainya tujuan yang diinginkan. Agar proses belajar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan tercapainya tujuan yang dikehendaki, guru harus memiliki metode yang tepat dalam menyampaikan materi kepada siswa sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Prof. Mahmud Yunus (Aththoriqu ahammu minal maddah) metode lebih penting dari substansi (materi itu sendiri).

6.    Metode Kerja Kelompok
Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar di mana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran tertentu. Sebagai metode mengajar, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai barmacam macam tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa fäktor misalnya tujuan khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan siswa, serta fasilitas pengajaran di dalam keIas. (Martinis Yamin, 2006 : 152-154).
Penggunaan metode kerja kelompok :
a.    Pengelompokan untuk mengatasi kekurangan alat-alat pelajaran : Dalam sebuah kelas, guru akan mengajarkan Sejarah Mesir kuno; Ia tidak mempunyai bahan bacaan yang cukup untuk tiap siswa. Maka untuk memberi kesempatan yang sebesar-besamya kepada siswa, kelas dibagi atas beberapa kelompok. Tiap kelompok diberi sebuah buku untuk dibaca dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan guru.
b.    Pengelompokan atas dasar perbedaan kemampuan belajar : Di suatu kelas, guru dihadapkan pada persoalan bagai mana melaksanakan tugas sebaik-baiknya terhadap kelas yang sifatnya heterogen, yakin berbeda-beda dalam kemampuan belajar. Pada waktu pelajaran matematika, Ia menemukan bahwa ada lima orang siswa tidak sanggup memecahkan soal seperti teman-teman lainnya. Guru menyadari bahwa ia tidak mungkin rnengajar kelas dengan menyamaratakan seluruh siswa, karena ada perbedaan dalam kesanggupan belajar. Maka ia membagi para siswa dalam beberapa kelompok dengan anggota yang mempunyai kemampuan setaraf kemudian diberi tugas sesuai dengan kemampuan mereka. Sekali-kali ia meninjau secara bergilir untuk melihat kelompok mana yang membutuhkan pertolongan atau perhatian sepenuhnya.
c.    Pengelompokan atas dasar perbedaan minat belajar : Pada suatu saat para siswa perlu mendapat kesempatan untuk memilih suatu materi pokok yang sesuai dengan minatnya. Untuk keperluan ini guru memberikan suatu materi pokok yang terdiri dari beberapa sub-materi pokok. Siswa yang berminat sama dapat berkumpul pada suatu kelompok untuk mempelajari sub-materi pokok yang dimaksud.
d.   Pengelompokan untuk memperbesar partisipasi tiap siswa :
Di suatu kelas, guru sedang mengajarkan kesusastraan. Ia memilih suatu masalah tentang lahirnya sastra baru. Dikemukakanlah masalah-masalah khusus, satu diantaranya ialah mengapa ada pendapat yang mengatakan bahwa kesadaran kebangsaanlah yang menjadi perbedaan hakiki antara kesusastraan Melayu dengan kesusastraan Indonesia. Guru tidak mempunyai waktu yang berlebihan, akan tetapi ia mengingjnkan setiap siswa berpartisipasi secara penuh. Untuk setiap masalah diperlukan pendapat atau diskusi. Maka dipecahkan kesatuan kelas itu menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil dengan tugas membahas permasalahan tersebut dalam waktu yang sangat terbatas. Selesai pembahasan kelompok, setiap kelompok rnengemukakan pendapat yang dianggap pendapat kelompok tersebut..
e.    Pengelompokan untuk pembagian pekerjaan : Pengelompokkan ini didasarkan pada luasnya masalah, serta membutuhkan waktu untuk mem peroleh berbagal informasi yang dapat menunjang pemecahan persoalan. Untuk keperluan ini pokok persoalan harus diuraikan dahulu menjadi beberapa aspek yang akan dibagikan kepada tiap kelompok (tiap kelompok menyelesaikan satu aspek persoalan). Siswa harus mengumpulkan data, baik dari lingkungan sekitar maupun melalui bahan kepustakaan. Oleh karena itu proyek ini tidak mungkin diselesaikan dalam waktu dekat seperti halnya rapat kilat, melainkan kemungkinan membutuhkan waktu beberapa minggu. Jadi pengelompokkan disini bertujuan membagi pekerjaan yang mempunyai cakupan agak luas. Kerja kelonipok ini membutuhkan waktu yang panjang.
f.     Pengelompokan untuk belajar bekerja sama secara efisien menuju ke suatu tujuan : Langkah pertama adalah menjelaskan tujuan dari tugas yang harus dikerjakan siswa, kemudian membagi siswa menurut jenis dan sifat tugas, mengawasi jalannya kerja kelompok, dan menyimpulkan kemajuan kelompok. Di sini jelas walaupun siswa bekerja dalam kelompok masing-masing dan melaksanakan bagiannya sendiri-sendiri, namun mereka harus memusatkan perhatian pada tujuan yang akan dicapai, dan menjaga agar jangan sampai keluar dan persoalan pokok. Lain halnya dengan pengelompokkan untuk pembagian pekerjaan seperti tersebut di atas, tugas kelompok di sini tidak penlu diselesaikan dalam jangka waktu panjang, guru dapat memilih persoalan yang dapat didlskusikan di kelas.
Kelebihan metode kerja kelompok pada pelaksanaan pembelajaran antara lain :
a.    Menumbuhkan rasa kebersamaan dan toleransi dalam sikap dan perbuatan
b.    Menumbuhkan rasa ingin maju dan mendorong anggota kelompok untuk tampil sebagai kelompok yang terbaik sehingga dengan demikian terjadilah persaingan yang sehat, untuk berlomba-lomba mencari kemajuan dan prestasi dalam kelompoknya
c.    Kemungkinan terjadi adanya transfer pengetahuan antar sesama dalam kelompok yang masing-masing dapat saling isi mengisi dan melengkapi kekurangan dan kelebihan antar mereka
d.   Timbul rasa kesetiakawanan sosial antar kelompok/group yangb dilandasi motivasi kerja sama untuk kepentingan dan kebaikan bersama
e.    Dapat meringankan tugas guru atau pemimpin sekolah
Kekurangan metode kerja kelompok pada pelaksanaan pembelajaran antara lain :
a.       Melalui metode kerja kelompok, memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang
b.      Persaingan yang tidak sehat akan terjadi manakala guru tidak dapat memberikan pengertian kepada siswa. Bahkan pembagian tugas yang dilakukan bukanlah dimaksudkan membeda-bedakan satu dengan yang lainnya dalam arti yang luas
c.       Bagi siswa yang tidak memiliki disiplin diri dan pemalas terbuka kemungkinan untuk pasif dalam kelompoknya, dan hal ini berpengaruh kepada aktivitas kelompok secara kolektif
d.      Sifat dan kemampuan individualitas kadang-kadang terasa diabaikan
e.       Jika tugas yang diberikan kepada kelompok masing-masing kemudian tidak diberikan batas-batas waktu tertentu, maka cenderung tugas tersebut diabaikan /terlupakan
f.       Tugas juga dapat terbengkalai manakala tidak mempertimbangkan segi psikologis dan didaktis anak didik


B.     Hasil Penelitian yang Relevan
1.    Sutrisna, Donna. 2010. Penggunaan Metode Kerja Kelompok untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Siswa Kelas V SDN Tegalweru Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Skripsi, Jurusan KSDP Prodi SI-PGSD FIP Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Drs. Suharjo, M.S, M.A, (2) Dra. Sri Sugiharti, M.Pd. Salah satu disiplin ilmu yang diajarkan di sekolah dasar dan erat kaitannya dengan masalah kehidupan Alam dan lingkungan masyarakat di sekitar siswa adalah mata pelajaran  Ilmu Pengetahuan Alam. Di SDN Tegalweru Kecamatan Dau Kabupaten Malang, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih saja cenderung pada metode pembelajaran klasik, yaitu  metode ceramah yang kegiatan pembelajarannya hanya didominasi oleh guru, pembelajaran yang kurang berorientasi pada siswa, siswa hanya mendengarkan, mencatat dan melakukan kegiatan sesuai perintah guru yang menyebabkan siswa pasif dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kecakapan berpikir. Frekuensi penggunaan metode ceramah, pemberian tugas dan tanya jawab terlalu mendominasi. Dari hasil PreTest (tindakan awal/tes awal) yang telah diberikan kepada 29 anak (tes diberikan  secara individu),  maka dapat diketahui data siswa yang mengalami kesulitan belajar, sebesar  72,4% (21 anak) mendapat nilai di bawah 70, sisanya 27,6% (8 anak) memperoleh nilai diatas 70 dengan nilai rata-rata kelas 56,72. Untuk mengarah pada perubahan yang lebih baik dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SDN Tegalweru Kecamatan Dau Kabupaten Malang, maka peneliti mencoba dengan menerapkan metode kerja kelompok, dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis PTK, model Kemmis & Taggart. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, dengan instrumen penelitian wawancara, tes dan dokumentasi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Tegalweru Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Data yang dianalisis adalah data tentang kemampuan guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kerja kelompok, tingkat pemahaman siswa terhadap materi cuaca yang diukur dari aspek kognitif yang berupa soal pre-test dan post-tes, aktivitas siswa serta tingkat keberhasilan siswa yang diukur dari pengamatan keseharian siswa di lingkungan sekolah selama siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode kerja kelompok  dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas V SDN Tegalweru. Hal ini terbukti dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas sebelum menggunakan metode kerja kelompok adalah 56.72. Setelah peneliti menerapkan metode kerja kelompok, pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa di kelas mengalami peningkatan, yaitu menjadi 71.20, atau mengalami peningkatan 44.83%.  Pada penerapan metode kerja kelompok siklus II, rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 84.13, atau mengalami peningkatan 24.19%. Siswa yang mengalami ketuntasan belajar individu adalah sebanyak 28 siswa (96.6%) dan siswa yang belum mengalami tuntas belajar sebanyak 1 siswa (3.4%). Ketuntasan belajar kelas sudah tercapai karena ketuntasan belajar individu telah mencapai 80% dari jumlah siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode kerja kelompok dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa SDN Tegalweru Kecamatan Dau Kabupaten Malang. yang ditandai dengan meningkatnya hasil belajar siswa (aspek kognitif), metode kerja kelompok juga mampu  meningkatkan aspek afektif dan aspek psikomotor siswa. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kerjasama, keberanian dan kedisiplinan siswa dalam pembelajaran.
2.    Asri, Mahatma (2011) Studi Komparasi Antara Metode Kerja Kelompok Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Pucangan 04 Kartasura Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Pucangan 04 Kartasura yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran kerja kelompok dan metode pembelajaran demonstrasi pada pokok bahasan Rangka Tubuh Manusia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yang berlokasi di SDN Pucangan 04 Kartasura. Populasinya adalah seluruh siswa kelas IV SDN Pucangan 04 Kartasura tahun ajaran 2011/2012. Sebelum dilakukan penelitian, dilakukan uji homogenitas dengan metode Barlett pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji homogenitas untuk data hasil belajar IPA siswa diperoleh harga statistik uji χ2 hitung < χ2 tabel, yaitu 0,280 < 3,841 Dengan demikian diperoleh keputusan uji bahwa H0 diterima, hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki variansi yang homogen. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes dan metode dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan uji t-test. Sebelum analisis dilakukan uji normalitas data dengan metode Liliefors pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji normalitas data dengan SPSS 15.0 menunjukkan bahwa hasil belajar kedua kelompok berdistribusi normal (Lhitung kerja kelompok= 0,0815 dan Lhitung demonstrasi= 0,0713). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada α = 5% di peroleh thitung > ttabel, (2,096 > 1,998) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar Mata Pelajaran IPA antara menggunakan metode kerja kelompok dan metode demonstrasi pada pokok bahasan Rangka Tubuh Manusia.
3.    Agus Purmantoro. 2010. Universitas Sebelas Maret. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Penjumlahan Pecahan Melalui Metode Kerja Kelompok pada Siswa Kelas V SD Negeri 04 Beluk Pemalang Tahun 2010.
 Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan pecahan dengan menggunakan metode kerja kelompok pada siswa kelas V SD Negeri 04 Beluk tahun 2010. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model siklus. Tiap siklus terdiri 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaa tindakan, observasi dan refleksi. Sebagai subjek adalah siswa kelas V SD Negeri 04 Beluk, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang yang berjumlah 54 siswa. Subjek diambil dengan alasan peneliti dalam mengambil subjek secara klasikal.Teknik pengumpulan data digunakan observasi, wawancara, tes dan dokumentasi. Uji validasi data yang digunakan dengan trianggulasi sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis diskriptif dan analisis interaktif. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : penggunaan metode kerja kelompok dapat meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan pecahan siswa. Penggunaan metode kerja kelompok pada siswa untuk memahami konsep penjumlahan pecahan secara kontinu dan berkesinambungan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Hal ini terbukti nilai yang diperoleh siswa yaitu nilai rata-rata pra siklus 56,48, nilai rata-rata tes akhir siklus I 69,41, dan nilai rata-rata tes akhir siklus II adalah 81,07 sedang nilai rata-rata pengamatan kerja kelompok setelah siklus II adalah 3,42 (baik sekali).
4.    Setyorini, Ani (2012) Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Fungsi Dan Bagian-Bagian Tumbuhan Melalui Metode Kerja KelompokPada Siswa Kelas IV SD Negeri Malanggaten 3 Kebakkramat Karanganyar Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini adalah pembelajaran yang menggunakan metode konvensional, dimana proses pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam proses pembelajaran. Hal tersebut merupakan masalah sehingga perlu adanya model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran khususnya pada pembelajaran IPA. Salah satu model pembelajaran yang diterapkan adalah metode kerja kelompok. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA materi fungsi dan bagian-bagian tumbuhan dengan menerapkan metode kerja kelompok pada siswa kelas IV Sd Negeri Malanggaten 3 Kebakkramat Karanganyar tahun ajaran 2011/2012. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dilakukan dalam dua siklus. Data mengenai keaktifan siswa diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara menganalisis data perkembangan siswa dari siklus I sampai siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Malanggaten 3 Kebakkramat Karanganyar dalam pembelajaran IPA materi fungsi dan bagaian-bagian tumbuhan melalui metode kerja kelompok. Sebelum tindakan diperoleh 26,31% dari 19 siswa mendapatkan nilai ≥ 66 (KKM). Pada siklus I hasil belajar siswa meningkat dengan diperoleh 52,63% dari 19 siswa mendapatkan nilai ≥ 66 (KKM). Pada siklus II diperoleh mencapai 84,21% dari 19 siswa mendapatkan nilai ≥ 66 (KKM).

C.    Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir berbeda dengan sekumpulan informasi atau hanya sekedar sebuah pemahaman. Lebih dari itu kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran selanjutnya.
 































Gambar 2.1  Kerangka Berpikir  Penelitian Tindakan Kelas
D.    Hipotesis Tindakan
Dengan mempertimbangakan dan merujuk kepada beberapa pendapat para pakar di atas, disusunlah hipotesis sebagai berikut :
1.    Penggunaan metode kerja kelompok  pada pembelajaran mata pelajaran IPA pada materi cuaca dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa Kelas III SD Negeri Palugon 02 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2011/2012.
2.    Penggunaan metode kerja kelompok  pada pembelajaran mata pelajaran IPA pada materi cuaca dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III SD Negeri Palugon 02 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2011/2012.