Lencana Facebook

banner image

Thursday 27 June 2013

BINGUNG

PROPOSAL SKRIPSI DIMENSI PENDIDIKAN DALAM RITUAL SESAJI DI BUDAYA JAWA



A.          Latar Belakang
Hasil pemikiran, cipta dan karya manusia merupakan kebudayaan yang berkembang pada masyarakat, pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi. Tradisi merupakan proses situasi kemasyarakatan yang di dalamnya unsur-unsur dari warisan kebudayaan dan dipindahkan dari generasi ke generasi. Dalam sejarahnya, perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh karena itu corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang bermacam-macam. Setiap masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang berbeda.
Hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan yang lain berbeda. Kebudayaan sebagai cara merasa dan cara berpikir yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. Salah satu unsur budaya Jawa yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen. Simbol yang juga merupakan salah satu ciri masyarakat Jawa, dalam wujud kebudayaannya ternyata digunakan dengan penuh kesadaran, pemahaman, penghayatan tertinggi, dan dianut secara tradisional dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini disebabkan orang Jawa pada masa itu belum terbiasa berfikir abstrak, maka segala ide diungkapkan dalam bentuk simbol yang konkrit.
Dengan demikian segalanya menjadi teka-teki. Simbol dapat ditafsirkan secara berganda. Juga berkaitan dengan ajaran mistik yang memang sangat sulit untuk diterangkan secara lugas, maka diungkapkan secara simbolis atau ungkapan yang miring (bermakna ganda).
Sejarah Islam di Jawa berjalan cukup lama. Selama perjalanan tersebut, banyak hal yang menarik dicermati, dan terjadi dialog budaya antara budaya asli Jawa dengan berbagai nilai yang datang dan merasuk kedalam budaya Jawa. Proses tersebut memunculkan berbagai varian dialektika, sekaligus membuktikan elastisitas budaya Jawa. Pada saat agama Hindu-Budha datang, memunculkan satu varian dialektika bercorak Hindu-Budha dengan corak khusus pengaruh budaya India. Demikian juga saat islam datang dan berinteraksi dengan budaya jawa, melebur menjadi satu. Dalam hal ini ada dua corak yang tampak dipermukaan, yakni Islam mempengaruhi nilai-nilai budaya Jawa dan Islam dipengaruhi oleh budaya Jawa.
Setiap agama dalam arti seluas-luasnya tentu memiiki aspek fundamental, yakni aspek kepercayaan atau keyakinan, terutama kepercayaan terhadap sesuatu yang sakral, yang suci atau yang ghaib. Dalam agama Islam aspek fundamental itu terumuskan dalam istilah aqidah atau keimanan, sehingga terdapatlah rukun iman yang didalamnya terangkum hal-hal yang harus dipercayai/di imani oleh muslim.
Namun, penghayatan tentang prinsip tauhid itu akan berbeda tatkala pemahaman tentang ketuhanan itu masuk dalam dimensi mistik bercorak pantheistic. Terdapatlah sebutan hidup (urip), sukma, sehingga Tuhan Allah disebut sebagai Hyang Maha Hidup, sukma kawekas yang mengandalkan bahwa Tuhan sebagai dzat yang maha hidup, yang menghidupi segala alam. Berkaitan dengan sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme, kepercayaan mengesakan Allah itu sering menjadi tidak murni oleh karena tercampur dengan penuhanan terhadap benda-benda yang dianggap keramat, baik benda mati/ hidup.
Kepercayaan-kepercayaan dari agama Hindu, Budha maupun kepercayaan animisme dan dinamisme dalam proses perkembangan Islam itulah yang berinterrelasi dengan kepercayaan-kepercayaan dalam islam. Ritual-ritual yang dibuat atau dipakai orang – orang Jawa Islam yang masih disesuaikan dengan kebiasaan Hindu-Budha nya, yaitu seperti adat mitoni (memperingati 7 bulan kehamilan) memperingati orang mati dengan ritual doa seminggu, 40 hari, nyatos, nyewu dan mendak, ada adat selamatan, gerebek suro nyandran, kliwonan sedekah bumi, nyekar (ziarah kubur) dan masih banyak adat-adat kebiasaan Islam lain yang dihubungkan dengan budaya Hindu-Budha.
Slametan merupakan salah satu dari banyaknya ritual sebagai manifestasi kultur Jawa asli. Di dalamnya lengkap menggunakan simbol-simbol sesaji, menggunakan mantra-mantra tertentu. Oleh karenanya boleh dikatakan slametan merupakan wujud ritual dari teks-teks religi terdahulu. Teks Hindhu, Budha, Islam, dan bahkan pada saat masyarakat Jawa masih menganut animisme dan dinamisme, slametan menjadi sentral mistik kejawen. Ritual slametan dan mistik sulit dilepaskan. Keduanya saling menunjang dan jalin-menjalin merujuk pada budaya spiritual yang hakiki (Endraswara, 2003).
Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk lebih mendalami tentang ritual budaya Jawa sehingga mengambil judul Dimensi Pendidikan Dalam Ritual Slametan  Dalam  Budaya Jawa.

B.           Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman arti dan penafsiran terhadap judul , maka kiranya perlu diuraikan peristilahan-peristilahan yang ada dalam judul tersebut, sehingga diperoleh suatu pemahaman yang sesuai dengan apa yang dimaksudkan secara tepat dan benar. Adapun peristilahan (pharafrase) yang perlu untuk ditegaskan dalam judul di atas, adalah sebagai berikut :
1.            Dimensi Pendidikan
Dimensi pendidikan terdiri dari dua kata yaitu dimensi dan pendidikan. Dimensi mengandung pengertian pengukuran yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sifat-sifat suatu objek (Poerwadarminta : 15). Sedangkan pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Subagja : 22). Dapat diambil pengertian bahwa dimensi pendidikan dalam skripsi ini adalah  pengukuran   sifat atau objek  dalam upaya memajukan budi pekerti, pikiran, jasmani agar dapat memajukan kesempurnaan hidup.
2.            Ritual Slametan
Ritual sesaji terdiri dari dua kata yaitu ritual dan sesaji. Ritual adalah tata cara dalam hal keagamaan (Poerwadarminta : 470). Slametan  adalah bentuk ritual persembahan kepada roh halus ( Darori : 35). Ritual slametan dapat diambil pengertian bentuk ritual persembahan dalam tata cara keagamaan terhadap roh halus.
3.            Budaya Jawa
Budaya Jawa terdiri dari dua kata yaitu budaya dan Jawa. Budaya  adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan budi dan akal serta segala sesuatu yang dihasilkan oleh budi dan akal tersebut (Koentjaraningrat : 20). Sedangkan Jawa adalah salah satu pulau yang ada di Indonesia. Dapat diambil pengertian budaya Jawa adalah segala sesuatu yang berhubungan dan dihasilkan akal dan budi oleh masyarakat Jawa.
Dari judul skripsi yang diambil Dimensi Pendidikan Dalam Ritual Slametan Dalam Budaya Jawa dapat diambil suatu pengertian pengukuran   sifat atau objek  dalam upaya memajukan budi pekerti, pikiran, jasmani agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dalam bentuk ritual persembahan pada tata cara keagamaan terhadap roh halus dimana terwujud dengan segala sesuatu yang berhubungan dan dihasilkan akal dan budi oleh masyarakat Jawa.
C.          Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas penulis merumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu bagaimana dimensi pendidikan dalam ritual slametan dalam budaya Jawa ?
D.          Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dimensi pendidikan yang terdapat dalam ritual slametan dalam budaya Jawa.

E.           Manfaat Penelitian
1.      Sebagai acuan pengetahuan terutama dalam bidang kebudayaan khususnya budaya Jawa.
2.      Menambah wawasan penulis dalam memperdalam pengetahuan keagamaan dan kebudayaan.
F.           Telaah Pustaka
Sebelum menganalisa lebih lanjut, penulis akan menelaah karya-karya yang ada kaitannya dengan permasalahan ini, baik dari permasalahan dalam pandangan Islam maupun secara umum . Di antara buku-buku dan literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dikaji dalam penyusunan skripsi ini adalah  :
Buku dengan judul Benturan Budaya Islam : Puritan dan Sinkretis karya Sutiyono yang berisikan ketika Islam tersebar ke seluruh budaya Jawa maka mau tidak mau harus berhadapan dengan agama lokal seperti ketika masuk ke Jawa Islam harus berhadapan dengan keperayaan sinkretis lokal Jawa.
Buku dengan judul Islam dan Kebudayaan Jawa karya Amin M Darori dengan penerbit Gama Media Yogyakarta berisikan tentang perjalanan Islam dan kebudayaan serta berbagai macam ritual budaya yang ada dan berkembang di Jawa.
Buku dengan judul Akhlak Tasawuf (Manusia, Etika dan Makna Hidup) karangan DR. M Solihin berisikan tentang pengertian dan hubungan akhlak, etika dan susila, akhlak atau etika dalam persepektif Islam, ruang lingkup bahasan akhlak dan hubungan ilmu akhlak dan ilmu lainnya.
Buku dengan judul Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran karya Abdurrahman Saleh Abdullah, buku ini memperkenalkan teori-teori pendidikan yang didasarkan pada sumber-sumber Islam yang otentik. Buku ini menguraikan masalah poko yang berkaitan dengan sifat dasar manusia, hakikat ilmu pengetahuan, tugas intelek dalam memperoleh ilmu pengetahuan, kualitas pendidikan yang baik dan petunjuk-petunjuk tentang organisasi materi dan metode pengajaran.
Buku Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At-Tamimi penerbit Daril Haq Jakarta tahun 1999, berisikan tentang ketauhidan yaitu pemurnian ibadah kepada Alloh secara murni dan konsekuen dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya.
Buku berjudul Studi Islam karya Dr. Khoirudin Nasution, M.A penerbit Academia Yogyakarta tahun 2004 berisikan tentang dimensi ideologis berkenaan dengan seperangkat kepercayaan yang memberikan premis eksistensial untuk menjelaskan Tuhan, alam, manusia dan hubungan diantara mereka. Kepercayaan ini dapat berupa makna yang menjelaskan tujuan Tuhan dan peranan manusia dalam mencapai peranan itu . kepercayaan terakhir dapat berupa pengetahuan tentang perangkat tingkah laku yang baik yang dikehendaki agama. Kepercayaan jenis inilah yang didasari struktur etis agama.
G.          Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara terarah dan sistematis, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini lebih ditekankan pada penelitian kualitatif, karena penelitian ini lebih mengandalkan kekuatan pengamatan pancaindera untuk merefleksi fenomena budaya. Menurut Suwardi Endraswara dikatakan bahwa (2003:16): “Penelitian kualitatif adalah lebih kepada pertimbangan pancaindera secara akurat untuk melihat kebudayaan yang cenderung berubah-ubah seiring perubahan jaman. Bahwa tradisi kualitatif cenderung peneliti sebagai pengumpul data, mengikuti asumsi kultural, dan mengikuti data, dengan kata lain penelitian kualitatif budaya lebih fleksibel, tidak memberi harga mati, reflektif, dan imajinatif “.
Penelitian ini bersifat kualitatif dan termasuk ke dalam jenis penelitian kepustakaan ( library research), yaitu penelitian dengan mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis seperti buku dan dokumen lain yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan materi pembahasan, sehingga dapat diperoleh data-data yang benar.
2.      Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu dengan menguraikan secara sistematis materi tentang dimensi pendidikan dalam ritual budaya Jawa yang berasal dari berbagai sumber, kemudian dianalisis secara cermat guna memperoleh hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.
3.      Sumber Data
Data primer diperoleh melalui buku karangan Sutiyono yang berjudul Benturan Budaya Islam ; Puritan dan Sinkretis kemudian data sekunder diperoleh dari buku karangan Geertz yang berjudul Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa dan buku-buku lain sebagai pendukung.
4.      Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Oktober sampai dengan selesai.
5.      Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka teknik yang digunakan adalah pengumpulan data literer, yaitu penggalian bahan-bahan kepustakaan yang sejalan dengan obyek kajian.
6.      Analisis Data
Setelah pengumpulan bahan terkumpul, kemudian dilakukan peninjauan data dan diklasifikasikan untuk mempermudah langkah analisis dengan menempatkan masing-masing data sesuai sistematika yang telah direncanakan dalam penelitian ini, analisis yang digunakan analisis yang bersifat induktif yaitu proses berpikir yang berangkat dari pengetahuan atau fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian menuju pada pengetahuan yang bersifat umum (Sutrisno Hadi : 36-40). Teknik analisa penelitian yang digunakan oleh penulis adalah kualitatif deskriptif  adalah pemusatan pada masalah-masalah pokok kemudian data yang terkumpul disusun dan dijelaskan selanjutnya dianalisis (Moleong : 33).
H.          Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi tersusun dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan bagian akhir. Pada bagian awal berisi halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
Bagian  utama dari penulisan skripsi berisi lima bab pokok yang terdiri dari :
BAB I    :  Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,  telaah pustaka, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II   : Kajian Teori tentang dimensi pendidikan dan ritual budaya Jawa, pengertian dan beberapa jenis ritual budaya Jawa.
BAB III    :        Metode Penelitian
BAB IV    :        Hasil penelitian dan analisis
BAB V   : Merupakan bagian akhir dari bagian utama yang berisi penutup.
Bagian akhir penulisan skripsi ini adalah daftar pustaka dan lampiran.




SKRIPSI BAB 1-5 
MINAT HUB 081327121707





PROPOSAL SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB USHUL TSALATSAH KARYA MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB



A.    Latar Belakang Masalah
Agama adalah rahasia sejarah yang terbesar. Sepanjang sejarah manusia, tidak ada faktor yang mampu menggerakkan bahkan mengarahkan jarum sejarah seperti yang dilakukan agama. Sayangnya, secara sadar ataupun tidak, pendidikan kita selama ini lebih kerap mengabaikan faktor agama. Agama atau sisi spiritual kehidupan manusia cenderung dilupakan kalau tidak malah diupayakan untuk disingkirkan. Padalah, pada sisi inilah tersimpan potensi dahsyat manusia. Karena ia merupakan puncak kesadaran tertinggi kehidupannya.
Lebih jauh, praktik pendidikan kemudian hanya memandang manusia sebagai instrumen material. Baik itu instrumen bagi kekokohan suatu negara atau bahkan ideologi tertentu. Dalam banyak kasus, paradigma pertumbuhan (atau dalam bahasa populer: pengembangan sumber daya manusia) yang merupakan representasi ideologi kapitalistik kerap menjadi acuan.
Islam menawarkan paradigma ”langit.” Pendidikan dan belajar adalah bagian dari iman. Tujuannnya menyempurnakan ubudiyah kepada Allah subhanahu wata’ala (ibadah). Azasnya juga jelas  kemaslahatan bagi umat dan kemanusiaan (khilafah atau ’imaratul ardh). Islam mengajarkan kepada umat manusia bahwa manusia itu adalah hasil ciptaan Alloh bukan dari rekayasa alam sesuai dengan revolusi dari teori Darwin. Bahwa sesungguhnya manusia itu ada yang menciptakan dan seluruh alam semesta ini juga ada yang menciptakan yaitu Alloh SWT.
Allah telah menyempurnakan agama Islam dengan menjaga kitab-Nya sampai hari kiamat. Sebagai bukti penjagaan kitab dan agama ini adalah Allah akan menciptakan ulama pada setiap masa sesuai kehendak-Nya. Hal ini dalam rangka menjaga agama, menghidupkan sunnah dan membimbing manusia kepada jalan yang lurus. Rasulullah SAW bersabda, "sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini dalam setiap abadnya ada kalangan yang memperbaharuai agama-Nya.
Dalam hadits lain ia juga bersabda, "Akan senantiasa ada dari ummatku sekelompok orang yang tampil dalam membela kebenaran. Mereka tidak membahayakan orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang urusan Allah sementara mereka tetap dalam pendirian mereka".  Sejarah mencatat, di setiap masa yang dilalui ummat Islam, banyak tokoh-tokoh Islam yang muncul dan hadir memberikan kontribusinya pada perkembangan Islam di masanya, dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
Salah satunya adalah Muhammad bin Abdul Wahab, seorang ulama abad ke-18 yang berda’wah mengembalikan Islam kepada citranya yang asli, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Meskipun Muhammad bin Abdul Wahab telah wafat sekitar tiga abad yang lalu, namun kisah dan ajarannya masih menjadi kontroversi hingga kini. Tapi satu hal yang pasti, kontroversi yang menyelimuti seseorang bukanlah tolak ukur yang ilmiah untuk menyimpulkan keburukan atau kebaikan seseorang tokoh. Untuk itu, melihat sosok Muhamad bin Abdul Wahab harus dengan paradigma ilmiah, bukan dengan paradigma kontroversi yang berujung kepada relativisme.
Pergerakan kaum Wahabiyah, atau lebih tepat dikenal dengan kaum Muwahhidun yang digerakan di ‘padang pasir Nejd’ pada abad ke-12H/18M, merupakan suatu pergerakan reformis Islam, dimana bobotnya tidak kalah dari pergerakan yang dicetuskan oleh para reformer besar sebelumnya, seperti Umar bin Abdul Aziz, Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Malik, Imam Tirmidzi, Imam Al-Asy'ari, Imam Al-Ghazali, dan Syaikh Ibnu Taimiyyah.
Semenjak layar Islam berkembang, para mujaddid ini telah mampu mengembalikan Islam kepada citranya yang asli (al-Qur'an dan Sunnah), dan telah menempati posisi yang cukup tenar baik dilihat dari sisi perjuangan dan keberhasilan, maupun dari sisi pengaruh serta dampak yang ditimbulkan oleh pergerakan mereka masing-masing.
Risalah “ Tsalatsatul Usul Wa Adillatuha” karya Syeikh Al Mujaddid Muhammad Bin Abdul Wahab adalah risalah singkat yang mencakup semua permasalahan tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma’wa shifat, masalah wara’dan bara’ serta permasalahan lainnya yang berkaitan dengan ilmu tauhid yang merupakan ilmu ilmu paling mulia dan utama.
Tsalatsatul Ushul atau yang lebih dikenal dengan tiga landasan utama memuat tiga landaan pokok yang mesti diketahui oleh setiap muslim. Landasan pertama mengenal Alloh, landasan kedua mengenal Rasul-Nya, dan landasan ketiga adalah mengenal dienul Islam dengan dalil-dalilnya berkembangnya praktek-praktek syirik di tengah masyarakat kita banyak disebabkan ketidaktahuan atau ketidak pahaman mereka tentang ilmu ini. Wajar saja bila semua itu terjadi, karena masyarakat tidak pernah mendapatkan pendidikan dan pengetahuan tentang masalah tauhid. Sehingga wajar saja bila mereka terjebak dalam praktek dan keyakinan syirik, takhayul dan bi’dah.
Dari latar belakang tersebut penulis mencoba untuk mengangkat permasalahan yang sebenarnya sudah bukan hal yang asing bagi umat Islam yaitu mengenai ketauhidan, “Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kitab Ushul Tsalatsah Karya Muhammad Bin Abdul Wahab”

B.     Definisi Operasional
Untuk Menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian diatas maka perlu kiranya penulis memperjelas istilah-istilah yang ada pada judul yaitu sebagai berikut :
1.      Nilai
Nilai adalah suatu makna yang terkandung dari setiap perilaku. Menurut nilai juga dapat diartikan sebagai suatu penetapan atau suatu kualitas suatu objek yang menyangkut suatu jenis minat (Muhammad Noor,1986: 133).
2.      Pendidikan Tauhid
Terdapat dua suku kata yaitu pendidikan dan tauhid. Pendidikan itu sendiri adalah suatu usaha yang diwujudkan secara sadar dan terencana untuk mendewasakan orang lain agar memiliki potensi yang berkualitas dan bermanfaat bagi diri, masyarakat bangsa dan negara serta memberikan arah hidup yang lebih baik. Tauhid, secara bahasa berasal dari kata "wahhada - yuwahhidu" yang artinya menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu esa) ( Arifin, 2009 : 13).  Sehingga pendidikan tauhid dapat diartikan sebagai sebuah upaya terencana dalam membentuk kepribadian manusia muslim untuk mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik tentang perubahan dalam ke-Esaan Alloh.
3.      Kitab Ushul Tsalatsah
Adalah karya dari Muhammad Bin Abdul Wahab yang berisikan tentang ketauhidan dan pengembalian Islam sesuai dengan AL-quran.
4.      Karya  Muhammad Bin Abdul Wahab
Adalah suatu hasil pemikiran sesuai dengan kaedah bahasa berarti proses, perbuatan, cara memikir, problem yang memerlukan pemecahan. (Alfandi : 415). Muhammad Bin Abdul Wahab adalah seorang ulama abad ke-18 yang berda’wah mengembalikan Islam kepada citranya yang asli, yaitu al-Qur'an dan Sunnah.
Jadi yang dimaksud dengan judul skripsi di atas : Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kitab Ushul Tsalatsah Karya Muhammad Bin Abdul Wahab adalah suatu makna  sebagai sebuah upaya terencana dalam membentuk kepribadian manusia muslim untuk mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik tentang perubahan dalam ke-Esaan Alloh  dalam hasil pemikiran Muhammad Abdul Wahab.


C.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas penulis merumuskan beberapa permasalahan yang ingin diteliti adalah :
1.      Bagaimana nilai-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kitab  Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab ?
2.      Bagaimana pandangan Islam terhadap nilai-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kitab  Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab ?

D.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan penelitian ini adalah :
a.       Menggambarkan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab.
b.    Untuk memberikan gambaran dan penjelasan yang jelas, bagaimana pandangan Islam terhadap ketauhidan.
2.      Manfaat penelitian
a.    Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kajian hukum Islam khususnya mengenai ketauhidan.
b.      Kajian ini akan bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik dengan kajian ketauhidan, khususnya dalam pandangan Islam.



E.     Metode Penelitian
Metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitianya. Adapun cara/tehnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) artinya sumber penelitian yang utama adalah telaah buku pustaka, sebagaimana acuannya yang berkaitan dengan konsep keluarga sakinah. dan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau sesuatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi  (Satori : 219).
2.      Sumber Data
Adapun sumber data yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini adalah :
a.       Sumber primer, yaitu sumber informasi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan dan pengembangan data. Yang menjadi sumber primer adalah kitab Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab
b.      Sumber data sekunder, dalam hal ini adalah karya-karya penulis lain yang membahas dan mendukung pemahaman tentang aqidah Islamiyah antara lain buku karya Abdullah Bin Shalih Al-Fauzan dan karya Dr. Muhammad Al-Areifi.
3.      Obyek dan Subyek Penelitian
a.       Obyek utama dalam penelitian ini adalah berupa kandungan isi dari kitab Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab
b.      Subyek penelitian atau disebut juga sumber informasi  untuk keperluan pengumpulan data dalam skripsi ini Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab
4.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif biasanya dilakukan dengan mencari beberapa tema pokok yang berkaitan dengan perumusan masalah. Data yang dihasilkan dari penemuan tersebut kemudian dikumpulkan serta dikategorisasikan dalam bentuk uraian yang terperinci, kemudian direduksi, dirangkum, dan diunitkan oleh peneliti (Moleong : 22). Dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dari melalui benda-benda seperti buku, majalah, artikel, koran atau media cetak, internet dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan metode ini peneliti menyelidiki dokumen-dokumen yang berkaitan dengan konsep aqidah Islamiyah dan metode ini untuk memperoleh data sekunder sedangkan data primernya adalah dari kitab Ushul Tsalatsah.

5.      Teknik Analisa Data
Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, selanjutnya penulis mengolah kesesuaian dengan pokok-pokok bahasan dalam skripsi ini. Langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisa data adalah:
a.       membaca buku terlebih dahulu, usaha ini dimaksudkan dapat memahami isi kitab karya Muhammad Bin Abdul Wahab.
b.      Setelah membaca buku kemudian melakukan content analisis,  yaitu menganalisi isi kitab  sesuai dengan pandangan penulisan.
c.       Setelah content analisis kemudian langkah yanng dilakukan adalah menafsirkan makna isi kitab yang sudah dianalisa, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan tentang Pemikiran dari Muhammad Bin Abdul Wahab mengenai aqidah Islamiyah (Muhajir : 76)
Jadi, teknik analisis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini (skripsi) adalah diskriptif analisis, yaitu pemusatan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada, kemudian data yang sudah terkumpul disusun, dijelaskan dan dianalisis (Moleong : 32).

F.     Telaah Pustaka
Dalam penelitian ini sebagai acuan utama penulis adalah kitab Ushul Tsalatsah karya Muhammad Bin Abdul Wahab dalam terjemahan oleh Eko Haryono dengan penerbit Media Hidayah Yogyakarta. Kitab ini menjadi acuan pokok penulisan.
Selain itu beberapa buku pendukung adalah karya Abdullah Bin Shalih Al Fauzan mengenai Syarah dari kitab Ushul Tsalatsah. Sebuah risalah singkat yang mencakup semua permasalahan tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma’ wa shifat, masalah wala’ dan bara’ serta permasalahan lainnya yang berkaitan dengan ilmu tauhid.
Buku karya Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi mengupas tentang sejarah pejuang ahli tauhid Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab ketika beliau berdakwah dan sekaligus membantah orang yang membenci dakwahannya.
Karya Labib. Mz mengupas tentang hidup sukes dunia dan akherat, pelatihan sifat terpuji dalam tuntunan Al-Quran. Mengetahui tatanan hidup yang diridhoi oleh Alloh.
Karya Allamah Syaikh Dalhar mengupas tentang perjuangan Syadzii ra dalam berjuang menegakan agama Alloh, tentang ketauhidan mengenal Islam secara lebih mendalam.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis terbilang masih langka sehingga penulis belum pernah menemukan karya skripsi dengan tujuan yang sama sehingga penulis tidak memakai acuan skripsi lain dalam penulisan.

G.    Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi tersusun dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan bagian akhir. Pada bagian awal berisi halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
Bagian  utama dari penulisan skripsi berisi lima bab pokok yang terdiri dari :
BAB I       : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, telaah pustaka dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II      : Tinjauan Umum tentang ketauhidan terdiri dari pengertian dan hal-hal yang berhubungan dengan ketauhidan.
BAB III    : Metode Penelitian, berisikan metode-metode dan jenis penelitian yang dipakai dalam skripsi.
BAB IV    : Biografi dan Pembahasan. Pada bab ini menjabarkan biografi tentang Muhammad Bin Abdul Wahab dan pembahasan tentang nilai-nilai pendidikan ketauhidan dalam kitab Ushul Tsalatsah.
BAB V      : Merupakan bagian akhir dari bagian utama yang berisi penutup. Pada bab ini diuraikan kesimpulan, saran dan kata penutup.
Bagian akhir penulisan skripsi ini adalah daftar pustaka dan lampiran.


SKRIPSI BAB 1-5 
MINAT HUB 081327121707
 

Proposal Skripsi Home Schooling



PROPOSAL SKRIPSI
KONSEP HOME SCHOOLING DALAM PERSEPEKTIF ISLAM

A.    Latar Belakang Masalah
Di Indonesia homeschooling sudah ada sejak lama. Sedangkan pengertian Homeschooling (HS) sendiri adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Tak ada sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling. Selain homeschooling, ada istilah “home education”, atau “home-based learning” yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama.
Dalam bahasa Indonesia, ada yang menggunakan istilah “sekolah rumah”. Ada juga orang tua yang secara pribadi lebih suka mengartikan homeschooling dengan istilah “sekolah mandiri”. Tapi nama bukanlah sebuah isu. Disebut apapun, yang terpenting adalah esensinya.
Salah satu pengertian umum home schooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada home schooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah.
Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama homeschooling, tetapi pendidikan home schooling tidak hanya dan tidak harus dilakukan oleh orang tua. Selain mengajar sendiri, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya.
Sesuai namanya, proses home schooling memang berpusat di rumah. Tetapi, proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan home schooling anaknya.
Keberadaan home schooling Indonesia telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (10) yang berbunyi : “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”.
Dalam praktek homeschooling tidak harus memenuhi penyetaraan pendidikan. Pendidikan kesetaraan adalah hak dan bersifat opsional. Jika praktisi homeschooling menginginkannya, mereka dapat menempuhnya. Jika tidak, mereka tetap dapat memilih dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tetapi Penyetaraan ini digunakan untuk dapat dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal, tentu setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Penyetaraan dalam praktek home schooling yaitu penyetaraan ujian, penilaian, penyelenggaraan, dan tujuan pendidikan. Pendidikan kesetaraan dalam ujian nasional meliputi program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Substansi dari bersekolah (schooling) sebenarnya adalah belajar (learning). Belajar dapat dilakukan di manapun. Bersekolah hanyalah salah satu cara untuk belajar. Jadi, para orangtua tak perlu merasa bersalah atau rendah diri dengan menjalankan home schooling. Juga, mereka yang menyekolahkan anaknya ke sekolah massal pun jangan dulu berbangga hati.
Sebab, kalau kita mau lebih menukik pada kedalaman realitas, kita patut mempertanyakan : Apakah benar bersekolah itu otomatis sama dengan belajar ? Jawabannya : Belum tentu ! Mari kita pelajari faktanya ! Saat ini, berapa puluh juta lulusan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi ? Di sisi lain, berapa puluh juta pula yang berstatus pengangguran ? Padahal, betapa besar karunia Allah berupa kekayaan alam di negeri ini. Apa yang mereka pelajari di sekolah ? Inilah salah satu fakta bahwa belajar di sekolah belum tentu efektif. Dengan kata lain bersekolah belum tentu berarti belajar.
Dalam banyak kasus, bersekolah bahkan menjadi penyebab kegagalan hidup seorang anak. Tidak sedikit anak yang terjerumus kepada hal-hal negatif yang menghancurkan hidup mereka, justeru mereka dapatkan lewat pergaulan di sekolah, baik dari (oknum) guru-guru mereka atau dari (oknum) kawan-kawan mereka. Tanpa perlu penelitian mendalam, banyak yang menilai bahwa metode pembelajaran dan sistem evaluasi yang sekarang berjalan pun cenderung menciptakan mental-block (hambatan mental) yang menghambat laju kreatifitas anak, padahal justeru hal itu amat dibutuhkan di era informasi global saat ini.
Sekiranya otak anak terus menerus hanya dijadikan keranjang informasi IPTEK (itupun hanya sebatas untuk keperluan menyelesaikan soal-soal ujian). Maka dapat dibayangkan, betapa akan kesusahannya dia mengejar laju pertambahan informasi IPTEK yang terus berkembang dalam hitungan jam, atau bahkan menit. Mengapa tidak terpikirkan oleh kita para orang tua untuk melatih dan mengasah otak mereka yang ajaib itu agar mampu memola ulang informasi tersebut, sehingga akhirnya mereka mampu menciptakan informasi baru ? Merangsang anak untuk bertanya apa ? , mengapa  ? dan bagaimana ? adalah hal yang penting sekali. Keingintahuan adalah tabiat dasar mereka. Namun di samping itu, kita pun perlu merangsang anak untuk bertanya : mengapa tidak ? dan bagaimana jika ?. Agar mereka menjadi insan-insan kreatif. Jangan keliru, kreatifitas pun sebenarnya adalah bakat alamiah setiap anak, jika saja para orangtua tidak malas mengasahnya. Atau, malah menyia-siakannya.
Sayang sekali, keingintahuan (curiosity) dan kreatifitas (creativity) – dua mutiara terpendam dalam jiwa anak – saat ini justeru banyak ditelantarkan di sekolah massal (formal). Ada alasan lain : “Keunikan”. Anak itu unik! Cara belajar mereka juga unik, seunik sidik jari mereka; yakni masing-masing anak secara individual memiliki pembawaan dan cara yang khas dalam menyerap serta menggali pengetahuan. Jadi, bagaimana mungkin anak-anak dapat menemukan cara belajar mereka yang unik, jika mereka dituntut harus “berseragam” di sekolah ?
Berdasarkan penelitian bahwa seseorang menjadi jenius adalah pada saat dia mampu menemukan sendiri cara belajarnya yang unik dan orisinil. Seperti dikatakan Enstein : “Saya tidak memiliki bakat-bakat khusus, tetapi hanya memiliki rasa keingintahuan yang besar sekali.”Keingintahuan yang sangat besar dilandasi keikhlasan jugalah nampaknya yang membuat Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah mampu bersabar duduk berjam-jam lamanya di sudut sepi perpustakaan. Beliau lakukan itu berpuluh-puluh tahun lamanya hingga akhirnya menjadi jenius di bidang hadits dan ilmu-ilmu syar’i lainnya. Menjadi mujaddid abad ini sebagaimana diakui ulama besar yang sezaman dengan beliau, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah. Namun, agar tidak memunculkan kontroversi yang sia-sia, perlu ditegaskan di sini bahwa : (1) menyelenggarakan home-schooling tidak berarti hendak mengingkari atau menggugat profesi keguruan, dan (2) menyelenggarakan home-schooling tidak berarti hendak mengingkari atau menggugat peran sekolah formal yang sudah ada dan banyak memberikan kontribusi kepada masyarakat.
Dalam Islam pun terdapat wadah atau perkumpulan home scholling yang bercirikan Islami yaitu berdirinya Islamic Home Scholling( HIS). Adalah  Home-Schooling yang diselenggarakan bertitik tolak dari pertimbangan syar’i, yakni kewajiban orangtua untuk mengasuh dan mendidik anak, serta dijalankan dengan mengikuti tuntunan Al-Quran dan As Sunnah sebagaimana dipahami dan diamalkan para pendahulu ummat ini yang shalih (As Salafush Sholih).
Permasalahan home scholling masih terbilang baru dan sedang banyak dibicarakan untuk diteliti kegunaannya untuk itulah peneliti mencoba untuk mengangkat permasalahan tersebut berdasarkan pandangan secara Islami dengan judul skripsi “KONSEP HOME SCHOLLING DALAM PERSEPEKTIF ISLAM”.
B.     Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman arti dan penafsiran terhadap judul , maka kiranya perlu diuraikan peristilahan-peristilahan yang ada dalam judul tersebut, sehingga diperoleh suatu pemahaman yang sesuai dengan apa yang dimaksudkan secara tepat dan benar. Adapun peristilahan (pharafrase) yang perlu untuk ditegaskan dalam judul di atas, adalah sebagai berikut:
1.      Konsep home scholling
Konsep berarti rancangan, sedangkan kata dasar berarti pokok atau pangkal suatu pendapat (ajaran atau aturan). Home schooling secara tata bahasa adalah bersekolah dirumah, berasal dari kata home ; rumah dan scholling adalah pendidikan atau pengajaran (Setyo Lukito : 340). Konsep home scholling disini dengan maksud suatu rancangan pendapat mengenai pendidikan dan pengajaran dirumah.
2.      Persepektif  Islam.
Berasal dari kata persepektif dan Islam, dimana persepektif menurut pengertian secara bahasa adalah cara melukiskan atau menggambarkan sesuatu hal (Safuan Alfandi : 411). Dan Islam adalah suatu ajaran atau keyakinan yang hanya percaya kepada satu Tuhan Yaitu Alloh SWT yang mengajarkan kepada umatnya segala kebajikan dan kebaikan berdasarkan Al-Quran dan Hadist. Persepektif Islam disini adalah bagaimana suatu ajaran atau keyakinan dalam menggambarkan dan melukiskan sesuatu hal.
Jadi yang dimaksud dengan judul skripsi di atas Konsep Home schooling Menurut Persepektif Islam adalah  suatu rancangan pendapat mengenai pendidikan dan pengajaran dirumah berdasarkan gambaran atau lukisan secara Islami.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka pokok permasalahan yang akan dibahas adalah ” bagaimana pandangan Islam terhadap konsep home scholling serta apa kelebihan serta kekurangan pendidikan home scholling?

D.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
a.       Tujuan Penelitian
Adalah untuk menjelaskan pandangan Islam terhadap konsep home scholling.
b.      Manfaat Penelitian
1.      Diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang konsep home scholling sehingga dikemudian hari dapat menjadi alternatif yang baik dalam pemilihan pendidikan untuk putra-putrinya.
2.      Diharapkan dapat memberi gambaran secara rinci mengenai konsep home schooling dalam perspektif Hukum Islam.
3.      Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi khazanah ilmu pengetahuan Islam khususnya bidang ilmu pendidikan tentang konsep home schooling serta memberikan sumbangan bagi bangsa dan negara.
E.     Telaah Pustaka
Sebelum menganalisa lebih lanjut, penyusun akan menelaah karya-karya yang ada kaitannya dengan permasalahan ini, baik dari permasalahan pendidikan dan konsep home schooling dalam pandangan Islam . Di antara buku-buku dan literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dikaji dalam penyusunan skripsi ini adalah  :
Buku dengan judul Sekolah Alternatif Mengapa Tidak? Karya Satmoko Budi Santoso dengan penerbit Diva Press berisikan tentang jenis-jenis sekolah alternatif yang dapat dipilih oleh para orang tua, pengertian home scholling, manfaat serta kelebihan dari home scholling serta pendidikan yang cocok untuk anak-anak dengan penderita autis.
Mendidik Anak Secara Islami karya Jaudah Muhammad Awwad diterbitkan oleh Gema Insani Jakarta berisikan tentang menyingkap bakat anak, pengaruh lingkungan terhadap anak serta proses belajar mengajar secara Islami.
Pendidikan Dalam Keluarga karya DR. M.I. Soelaeman penerbit CV Alfabeta memuat tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga, fungsi dan peranan keluarga serta tanggung jawab keluarga dalam pendidikan putra-putrinya.
Strategi Pembelajaran Aktif karya Hisyam Zaini penerbit Insan Madani berisikan tentang strategi pembelajaran yang dapat diambil ketika para orang tua memilih konsep home scholling untuk pendidikan putra-putrinya, dijelaskan berbagai strategi pembelajaran dengan kelebihan serta kekurangannya.
Pendidikan Islam di Rumah karya Abdurrahman An Nahlawi penerbit Gema Insani Press, memuat tentang konsepsi Islam tentang pendidikan, dasar-dasar pendidikan dalam Islam, sasaran dan tujuan pendidikan Islam, media dalam pendidikan Islamdan metode pendidikan secara Islami.
Di samping dari buku-buku di atas penulis juga mencari beberapa artikel  dari internet. Namun sejauh ini penulis belum menemukan sebuah karya ilmiah yang memuat dan meneliti tentang konsep home scholling secara pandangan Islam.

file lengkap hub. 081327121707