BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Konsep
kepemimpinan dalam Islam memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kokoh. Ia
dibangun tidak saja oleh nilai-nilai agama, namun telah dipraktekkan sejak
berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para Shahabat dan Al-Khulafa'
Al-Rosyidin. Pijakannya sangat kuat yaitu bersumber dari Al-qur'an dan As-sunnah,
namun dalam perkembangannya mengalami dinamika yang dipengaruhi oleh kondisi
social, politik dan budaya.
Sewaktu di
Madinah Muhammad SAW mempunyai peran ganda, sebagai kepala pemerintahan sebuah
negara sekaligus sebagai hakim yang merupakan manifestasi beliau sebagai
Rasul utusan Allah SWT. Syari’at Islam menjadi dasar tata pemerintahan negara
pada waktu itu, yang selanjutnya sistem khilafah Islam dipegang oleh sekian khālifah, termasuk di dalamnya yang
dikenal sebagai al-Khulafa al-Rasyidin.
Masa khilafah
Islam ini berakhir bersamaan dengan runtuhnya system kekhalifahan yang
dihapus oleh Majelis Nasional Turki (1924 M) yang pada waktu itu dipegang oleh
Kemal at-Taturk.[1]
Sebelumnya dia juga telah menghapus sistem Kesultanan Turki
(1922 M). Hal ini ternyata menimbulkan dampak yang begitu besar pada sistem
pemerintahan negara yang secara struktural dan konstitusional berubah secara
radikal. Puncaknya adalah pernyataan Konstitusi Negara bahwa Republik Turki
adalah Negara Sekuler.[2]
Sekulerisasi Turki yang ditandai dengan jatuhnya Imperium
‘Abāssiyah
pada awal abad ke-20, ternyata memberikan wacana baru dalam
khasanah pemikiran Islam Kontemporer.[3]
Setidaknya hal
inilah yang melatarbelakangi perdebatan kontroversial seputar relasi Islam dan
negara sampai saat ini. Salah satu persoalan yang cukup serius seputar relasi
Islam dan Negara adalah mengenai etika politik dalam konteks kehidupan
bernegara.
Etika dalam politik
sebenarnya menjadi keharusan adanya. Namun dalam fakta sejarah tidak sedikit
orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Dunia politik penuh dengan
intrik-intrik kotor guna memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Bertemunya
berbagai kepentingan antar golongan, kelompok dan parpol dalam kalangan elit
politik adalah sebuah keniscayaan akan terjadinya konflik bila tidak adanya
kesefahaman bersama, dan tidak jarang berujung pada penyelesaian dengan jalan
kekerasan. Rambu-rambu moral memang sering disebut-sebut sebagai acuan dalam
berpolitik secara manusiawi dan beradab. Tetapi hal itu hanya menjadi bagian
dari retorika politik.
Berbicara moralitas politik
saat ini seolah berteriak di padang pasir yang tandus dan kering. Sedangkan
realitas politik hanya merupakan pertarungan kekuatan dan kepentingan saja.
Melalui kecenderungan umum dari tujuan politik yang dibangun bukan dari yang
ideal dan tidak tunduk kepada apa yang seharusnya, tetapi menghalalkan segala
cara.[4] Oleh
karena itu, diperlukan telaah mendalam dan bertanggung jawab tentang etika
politik. Etika politik sebenarnya lebih mempertanyakan tanggung jawab dan
kewajiban manusia dalam norma-norma moral yang berlaku, serta dalam hubungan
kemasyarakatan secara keseluruhan.[5] Etika
politik didalamnya mengandung dua dimensi politis manusia yakni; pertama,
hukum sebagai lembaga normatif penataan masyarakat dan kedua, kekuasaan
politis atau negara sebagai lembaga penataan masyarakat efektif, dalam arti
mengambil tindakan.[6]
Berkaitan dengan studi
politik, kita tidak bisa memisahkan kriteria pemegang kontrol politik tertinggi
dalam hal ini, kita meletakkan kontrol politik tertinggi di bawah kontrol moral
dengan meletakkannya sebagai subyek pada perangkat yang berkaitan dengan sumber-sumber,
pembatasan-pembatasan, tujuan-tujuan, dan berbagai penyelesaian. Dalam sistem
politik, proses utama adalah suatu upaya mengubah tuntutan-tuntutan, yang
mewakili kepentingan, tujuan, dan keinginan individu-individu atau
kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menjadi keputusan, kemudian dipaksakan
dan diterapkan melalui struktur-struktur pemerintahan.
Untuk itu, politik tidak
hanya membahas mengenai hakekat, fungsi dan tujuan dari sebuah negara
sebagaimana diketahui bersama[7],
melainkan menjadi solusi bagi kompleksnya persoalan-persoalan manusia dengan
lingkungan sosialnya. Meskipun, filsafat politik dalam tradisi klasik selalu
bermuara pada persoalan etika, dalam hal ini, kita melihat bagaimana filsafat
politik mengajukan pertanyaan kepada manusia tentang permasalahan moral dan
segala usaha manusia dalam memahami dan memaknai kehidupan sosialnya dengan segala daya upayanya.[8]
Al-Ghazali merupakan salah
satu di antara ulama/pemikir abad pertengahan yang memiliki perhatian dalam
permasalahan politik atau kekuasaan. Pemikiran Al-Ghazali telah banyak mewarnai
perkembangan pengetahuan dalam dunia Islam mau pun barat dalam masalah politik
atau kekuasaan. Ini terlihat dari dari sekian tokoh pemikir Muslim pada
generasi setelahnya terinspirasi atas pemikirannya. Beberapa karyanya yang
menjadi rujukan teori tentang politiknya adalah kitab Ihya Ulum al-Din,
al-Iqtibad wa al-I’tiqad dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Mulk. Al-Ghazali
menjelaskan teori politiknya dalam beberapa kitab tersebut tidak sepenuhnya
membahas tentang politik kenegaraan, melainkan juga membahas masalah Teologi,
tasawuf, fiqih, etika dan interaksi sosial.
Dalam hal etika politik,
Al-Ghazali berpendapat bahwa manusia itu mahluk sosial. Untuk itu, ia tidak
dapat hidup sendirian. Lebih jauh ia melihat ada dua faktor yang menyebabkan
kenapa manusia itu menjadi makhluk sosial; pertama, kebutuhan akan keturunan
demi keberlangsungan hidup umat manusia. Dan hal ini bisa di lakukan melalui
pergaulan antara laki-laki dan perempuan dan keluarga. Kedua, saling membantu
dalam menyediakan makanan, pakaian dan pendidikan anak (diperlukan kerja sama
dan saling membantu antar manusia).[9]
Kerjasama dan saling
membantu menjadi suatu keharusan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Menurut Al-Ghazali, untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan manusia,
diperlukan pembagian tugas antara para anggota masyarakat dan penguasa
(hubungan antar pemuka, baik agama dan pemerintah dengan dasar saling tolong
menolong).
Bila apa yang dikemukakan
Al-Ghazali mampu diterapkan, maka interaksi antar manusia akan terbentuk. Tak
terkecuali dalam pembentukan sebuah negara, dalam hal ini, interaksi merupakan
syarat mutlak untuk dilakukan. Pembentukan sebuah negara dimulai dari adanya
daerah (wilayah) dan rakyat kemudian dibentuklah pemerintahan. Dengan kata
lain, negara bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi diadakan oleh manusia dan
untuk manusia. Dalam pandangan Al-Ghazali, negara merupakan suatu lembaga yang
sedemikian penting, untuk menjamin pergaulan hidup manusia. Bahkan, keberadaan negara
adalah dalam rangka menjaga dan merealisasikan syariat agama yang kokoh, yaitu
mengantarkan manusia menuju kebahagiaan hakiki. Secara tegas ia menyatakan:
“Agama merupakan pokok (pondasi) sebuah bangunan, sedangkan negara adalah
penjaganya”.[10]
Untuk menopang kuatnya
sinergi agama dan negara, Al-Ghazali menganjurkan pentingnya pengembangan Ilmu
Pengetahuan, Profesionalisme dan Industrialisasi. Dan pra syarat yang dikemukakan
Al-Ghazali di atas merupakan pra syarat yang juga di adopsi negara modern.
Berkaitan dengan ini,
penulis ingin membahas dalam bentuk penulisan skripsi tentang Etika Politik
Kepemimpinan Menurut Al-Ghazali. Penulis memiliki ketertarikan untuk menjadikan
sosok Al-Ghazali menjadi tokoh kajian dalam penulisan skripsi mengingat
Al-Ghazali telah diakui berbagai kalangan sebagai pemikir besar yang multi
talenta.[11]
Menyajikan beberapa pemikiran al-Ghazali tentang suatu pemerintahan pada
jamannya sebagai suatu perbandingan, menurut penulis bisa dijadikan alternatif
bagi pemecahan masalah yang dihadapi pemerintah di jaman sekarang. Selain itu
menurut penulis saat ini kita butuh konstruksi terhadap etika kekuasaan yang
bisa menjadi pijakan di tengah carut-marut percaturan politik sekarang.
B.
Definisi Operasional
Untuk menghindari
kesalahpahaman dalam memahami judul tersebut, penulis sampaikan
definisi-definisi pada judul tersebut :
Etika
|
:
|
Berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu "ethikos",
yang berarti "timbul dari kebiasaan". Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah,
baik,
buruk,
dan tanggung
jawab.[12] Etika dimulai bila manusia merefleksikan
unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan
refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak
jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[13] Untuk itulah diperlukan etika, yaitu
untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Yang dimaksud dengan Etika
dalam hal ini adalah : hal-hal (berkaitan dengan prilaku dan kebijakan)
seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin.
|
Politik
|
:
|
Politik dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah siyasah. Yaitu proses pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi
yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik.[14]
Dalam praktik keseharian, politik
seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, daripada kekuasaan yang
berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan
cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski bertentangan
dengan pandangan umum.[15]
Yang dimaksud dengan politik dalam
judul ini adalah bagaimana cara seorang pemimpin atau pejabat dalam mengatur
atau menjalankan kekuasaannya.
|
Kepemimpinan
|
:
|
Dalam bahasa arab berasal dari kata Imam
yang berarti pemimpin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah khilafah,
imamah dan al-mulk, ketiganya atau dalam bentuk derivatifnya dijumpai dalam
Al-qur’an. Perkataan khilafah pada umumnya dipandang sinonim dengan perkataan
al-imamah dalam makna institusi kepemimpinan politik. Secara
etimologis, khīlafah berasal dari akar kata yang berarti “datang sesudah
seseorang.” Secara tehnis, khilafah menjadi kepala institusi pemilihan
pengganti Nabi sebagai kepala komunitas Islam di Madinah. Dalam literatur
klasik, gagasan suksesi mengandung empat unsur pokok, yaitu: Pendahulu (yang
digantikan), Pengganti, sasaran suksesi; serta hak dan kewajiban yang timbul
dari suksesi.[16]
Sedangkan yang dimaksud dengan
kepemimpinan dalam judul ini adalah kepemimpinan Negara.
|
Jadi yang dimaksud dalam judul skripsi : ETIKA POLITIK KEPEMIMPINAN MENURUT AL-GHAZALI adalah :
pandangan Imam Ghozali tentang bagaimana idealnya pemimpin memegang kekuasaan politik,
terutama mengenai bagaimana seharusnya seseorang penguasa atau pemimpin ketika
berkuasa .
C.
Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam
penulisan skripsi ini yaitu:
1.
Bagaimanakah Pandangan al-Ghazali Tentang
Etika Politik?
2.
Bagaimanakah Pandangan al-Ghazali tentang
Kekuasaan?
3.
Bagaimana kriteria seorang pemimpin ideal
menurut Al-Ghazali?
D.
Tujuan Penulisan Skripsi
Adapun tujuan dari penulisan
skripsi ini adalah :
1.
Untuk mengetahui Pandangan al-Ghazali Tentang
Etika Politik?
2.
Untuk mengetahui Pandangan al-Ghazali tentang
Kekuasaan?
3. Untuk
mengetahui kriteria seorang pemimpin ideal menurut Al-Ghazali?
E.
Manfaat dan Kegunaan
Sedangkan mengenai manfaat
dan kegunaan penulisan ini adalah :
1. Sebagai
salah satu sumbangan pengetahuan, mengingat kajian khusus
terhadap pokok pemikiran Al-Ghazali masih jarang dikaji oleh banyak kalangan
secara spesifik.
2. Dalam
rangka mengkaji dan menelaah pemikiran Al-Ghozali, sebagai icon keilmuan
bagi Institut Agama Islam Imam Ghozali Cilacap, sehingga penulisan skripsi ini
diharapkan berguna pula bagi penelitian kedepan.
F.
Tinjauan Pustaka
Tulisan yang berkenaan
dengan filsafat politik cukup banyak dijumpai, namun dari beberapa tulisan yang
penulis temui, baik yang berupa artikel, buku, maupun yang lainnya belum
penulis temukan yang spesifik dalam membahas persoalan filsafat politik dalam
pandangan Al-Ghazali.
Hingga kini, studi filsafat
politik telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa spesifikasi permasalahan yang
coba di angkat oleh para peneliti, namun beberapa pandangan maupun gagasan dari
para penulis banyak memiliki perspektif, sehingga perlu mengkatagorikannya.
Buku-buku yang memiliki
keterkaitan dengan tema penulisan skripsi ini salah satunya adalah tulisan Z.A
Ahmad yang berjudul Konsepsi Negara Bermoral menurut Al-Ghazali dan Riwayat
Hidup Al-Ghazali. Dalam buku tersebut Z.A Ahmad banyak mengupas konsepsi
filsafat politik Al-Gazali, serta keterkaitan Al-Ghazali dengan pemerintahan
pada waktu itu. Lebih jauh, kedua buku di atas menjelaskan moral politik
menurut Al-Ghazali dan beberapa karya yang di bakar habis oleh bangsa Mongol.
Kedua buku ini sudah cukup lama diterbitkan yaitu pada tahun 1975, yang menurut
penulis banyak memiliki corak pemahaman yang
cukup lama dan penulis rasakan kurang aktual.
Jeje Abdur Rozak, dalam
bukunya Politik Kenegaraan Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah,
yang banyak membicarakan corak pemikiran perbandingan pemikiran politik
kenegaraan dalam tradisi Islam antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah dalam
kerangka maslahah yang bersifat komparasi.
Muhamad Azhar, dalam
bukunya Filsafat Politik; Perbandingan antara Islam dan Barat, yang
banyak mengupas tentang pemikiran dan pandangan para tokoh barat dalam bidang
filsafat politik dengan para pemikir Islam. Namun tulisan ini lebih pada
komparasi isu besar tentang filsafat dalam tradisi Islam dan Barat.
Buku lain yang membahas
persoalan filsafat politik secara umum banyak pula penulis temukan, seperti
salah satunya adalah Filsafat Politik; Kajian historis dari Zaman Yunani
Kuno Sampai Modern, yang menjelaskan pandangan para filsuf Yunani dan Barat
dalam hal filsafat politik sejak masa Yunani kuno hingga kontemporer. Tetapi di
dalam buku itu tidak dibahas pemikiran dari kaum muslim.
Oleh karena itu, masih ada
peluang untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul : ETIKA
POLITIK KEPEMIMPINAN MENURUT
AL-GHOZALI
G.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini
merupakan penelitian kepustakaan (library research), yakni dengan
mengumpulkan data-data penelitian dari buku-buku, ensiklopedi, kamus, majalah,
maupun jurnal yang dipandang memiliki relevansi dengan tema penulisan skripsi
ini. Kemudian data-data tersebut disebut literatur.[17]
2. Obyek
Penelitian
Obyek formal dalam
penelitian ini adalah pemikiran Al-Ghazali,
sedangkan obyek material yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
etika politik.
3. Sumber
Data
Sumber data penelitian ini
terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder
a.
Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini
adalah karya Al-Ghazali sendiri yaitu :
1) Kitab
al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Muluk.
2) Ihya’
Ulum al-Din.
3) Al-Iqtibad
wa al-I’tiqad
b.
Data Skunder
Ada pun sumber data sekunder terdiri kamus,
buku-buku yang di antaranya adalah :
1) Konsepsi
Negara Bermoral Menurut Al-Gazali karya Z.A Ahmad.
2) Politik
Kenegaraan: Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah karya Jeje Abdul Rojak.
3) Filsafat
Politik karya Henry J. Schimandt.
4) Karya
tulis lainnya yang terkait dengan tema tulisan.
5) Data-data
dari internet
4. Teknik
Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan
kemudian di olah dengan menggunakan beberapa metode seperti:
a.
Deskripsi, yakni menguraikan suatu bahasan[18]. Hal
ini dimaksudkan agar penelitian terhadap konsepsi etika politik Al-Ghazali
terlihat dengan jelas, tepat dan sistematis.
b. Induksi
dan Deduksi. Induksi merupakan upaya mengumpulkan data dalam jumlah tertentu
untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih umum. Deduksi
merupakan upaya mengeksplisitasi pengertian yang umum.[19]
c.
Interpretasi. Melakukan pemahaman yang benar
mengenai ekspresi manusia yang di pelajari. Dalam hal fakta itu di baca sebagai
suatu naskah. Dengan memilih dengan cermat, menangkap arti yang disajikan dalam
masing-masing buku untuk menemukan pemikiran serta maksud dari keinginan
Al-Ghazali.
H.
Sistematika Penulisan
Bab I
|
:
|
merupakan pendahuluan
yang memuat latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian
dan sistematika penulisan
|
Bab II
|
:
|
Memaparkan tinjauan umum tentang kepemimpinan negara
dan etika politik yang meliputi : bentuk
kepemimpinan negara dalam pandangan islam, etika politik, pandangan beberapa filsuf
tentang etika politik, lima prinsip dasar etika politik kontemporer.
|
Bab III
|
:
|
memaparkan biografi
Al-Ghazali yang meliputi : riwayat hidup al-Ghazali, kondisi sosial politik
pada masa hidup al-Ghazali, kondisi sosial keagamaan dan karya-karya
Al-Gazali.
|
Bab IV
|
:
|
merupakan analisa yang
akan menguraikan : konsep etika politik kepemimpinan menurut al-ghazali
yang meliputi : pandangan al-ghazali tentang etika politik, pandangan al-ghazali tentang kekuasaan, kriteria pemimpin ideal menurut al-ghazali
|
Bab V
|
:
|
merupakan bab Penutup
yang akan menyajikan Kesimpulan dan Saran-Saran.
|
[1] Faisal Ismail,
Islam Idealitas Ilahiyyah dan Realitas Insaniyyah, Cet. ke-1
(Yogyakarta: Tiara Wacana Group, 1999), hlm. 157.
[2] Ibid.,
hlm.123-124
[3] Ibid.
[5]
Ibid.
[9]
J. Abdul Rojak. Politik Kenegaraan: Pemikiran
Politik Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah. (Surabaya: Bina Ilmu, 1999), hlm. 95.
[11]
W. Montgomery Watt, Al-Ghazali, dalam Pemikiran
Teologi dan Filsafat Islam (Jakarta: P3M, 1979). hlm. 32.
[12]
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
[13] K. Bertens, Etika.
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),
hal. 25.
[14]
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
[15] Srisultan Hamengkubuwono, Etika
Politik dan Penerapannya, Pidato Dies yang disampaikan dalam Temu Akbar
Alumni Dies Natalis Ke-40 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Diponegoro, Semarang, 3 Agustus 2008.
[16] Salim Peter, dkk., Kamus Besar
Bahasa Indonesia Kontemporer, cet. 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 147.
[18] Anton Baker dan
Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:
Kanisius, 1990), cet. I, hlm. 54.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih