Lencana Facebook

banner image

Wednesday 4 December 2013

ETIKA POLITIK KEPEMIMPINAN MENURUT AL-GHAZALI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Konsep kepemimpinan dalam Islam memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kokoh. Ia dibangun tidak saja oleh nilai-nilai agama, namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para Shahabat dan Al-Khulafa' Al-Rosyidin. Pijakannya sangat kuat yaitu bersumber dari Al-qur'an dan As-sunnah, namun dalam perkembangannya mengalami dinamika yang dipengaruhi oleh kondisi social, politik dan budaya.
Sewaktu di Madinah Muhammad SAW mempunyai peran ganda, sebagai kepala pemerintahan sebuah negara sekaligus sebagai hakim yang merupakan manifestasi beliau sebagai Rasul utusan Allah SWT. Syari’at Islam menjadi dasar tata pemerintahan negara pada waktu itu, yang selanjutnya sistem khilafah Islam dipegang oleh sekian khālifah, termasuk di dalamnya yang dikenal sebagai al-Khulafa al-Rasyidin.
Masa khilafah Islam ini berakhir bersamaan dengan runtuhnya system kekhalifahan yang dihapus oleh Majelis Nasional Turki (1924 M) yang pada waktu itu dipegang oleh Kemal at-Taturk.[1] Sebelumnya dia juga telah menghapus sistem Kesultanan Turki (1922 M). Hal ini ternyata menimbulkan dampak yang begitu besar pada sistem pemerintahan negara yang secara struktural dan konstitusional berubah secara radikal. Puncaknya adalah pernyataan Konstitusi Negara bahwa Republik Turki adalah Negara Sekuler.[2] Sekulerisasi Turki yang ditandai dengan jatuhnya Imperium Abāssiyah pada awal abad ke-20, ternyata memberikan wacana baru dalam khasanah pemikiran Islam Kontemporer.[3]
Setidaknya hal inilah yang melatarbelakangi perdebatan kontroversial seputar relasi Islam dan negara sampai saat ini. Salah satu persoalan yang cukup serius seputar relasi Islam dan Negara adalah mengenai etika politik dalam konteks kehidupan bernegara.
Etika dalam politik sebenarnya menjadi keharusan adanya. Namun dalam fakta sejarah tidak sedikit orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Dunia politik penuh dengan intrik-intrik kotor guna memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Bertemunya berbagai kepentingan antar golongan, kelompok dan parpol dalam kalangan elit politik adalah sebuah keniscayaan akan terjadinya konflik bila tidak adanya kesefahaman bersama, dan tidak jarang berujung pada penyelesaian dengan jalan kekerasan. Rambu-rambu moral memang sering disebut-sebut sebagai acuan dalam berpolitik secara manusiawi dan beradab. Tetapi hal itu hanya menjadi bagian dari retorika politik.
Berbicara moralitas politik saat ini seolah berteriak di padang pasir yang tandus dan kering. Sedangkan realitas politik hanya merupakan pertarungan kekuatan dan kepentingan saja. Melalui kecenderungan umum dari tujuan politik yang dibangun bukan dari yang ideal dan tidak tunduk kepada apa yang seharusnya, tetapi menghalalkan segala cara.[4] Oleh karena itu, diperlukan telaah mendalam dan bertanggung jawab tentang etika politik. Etika politik sebenarnya lebih mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam norma-norma moral yang berlaku, serta dalam hubungan kemasyarakatan secara keseluruhan.[5] Etika politik didalamnya mengandung dua dimensi politis manusia yakni; pertama, hukum sebagai lembaga normatif penataan masyarakat dan kedua, kekuasaan politis atau negara sebagai lembaga penataan masyarakat efektif, dalam arti mengambil tindakan.[6]
Berkaitan dengan studi politik, kita tidak bisa memisahkan kriteria pemegang kontrol politik tertinggi dalam hal ini, kita meletakkan kontrol politik tertinggi di bawah kontrol moral dengan meletakkannya sebagai subyek pada perangkat yang berkaitan dengan sumber-sumber, pembatasan-pembatasan, tujuan-tujuan, dan berbagai penyelesaian. Dalam sistem politik, proses utama adalah suatu upaya mengubah tuntutan-tuntutan, yang mewakili kepentingan, tujuan, dan keinginan individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menjadi keputusan, kemudian dipaksakan dan diterapkan melalui struktur-struktur pemerintahan.
Untuk itu, politik tidak hanya membahas mengenai hakekat, fungsi dan tujuan dari sebuah negara sebagaimana diketahui bersama[7], melainkan menjadi solusi bagi kompleksnya persoalan-persoalan manusia dengan lingkungan sosialnya. Meskipun, filsafat politik dalam tradisi klasik selalu bermuara pada persoalan etika, dalam hal ini, kita melihat bagaimana filsafat politik mengajukan pertanyaan kepada manusia tentang permasalahan moral dan segala usaha manusia dalam memahami dan memaknai kehidupan sosialnya dengan segala daya upayanya.[8]
Al-Ghazali merupakan salah satu di antara ulama/pemikir abad pertengahan yang memiliki perhatian dalam permasalahan politik atau kekuasaan. Pemikiran Al-Ghazali telah banyak mewarnai perkembangan pengetahuan dalam dunia Islam mau pun barat dalam masalah politik atau kekuasaan. Ini terlihat dari dari sekian tokoh pemikir Muslim pada generasi setelahnya terinspirasi atas pemikirannya. Beberapa karyanya yang menjadi rujukan teori tentang politiknya adalah kitab Ihya Ulum al-Din, al-Iqtibad wa al-I’tiqad dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Mulk. Al-Ghazali menjelaskan teori politiknya dalam beberapa kitab tersebut tidak sepenuhnya membahas tentang politik kenegaraan, melainkan juga membahas masalah Teologi, tasawuf, fiqih, etika dan interaksi sosial.
Dalam hal etika politik, Al-Ghazali berpendapat bahwa manusia itu mahluk sosial. Untuk itu, ia tidak dapat hidup sendirian. Lebih jauh ia melihat ada dua faktor yang menyebabkan kenapa manusia itu menjadi makhluk sosial; pertama, kebutuhan akan keturunan demi keberlangsungan hidup umat manusia. Dan hal ini bisa di lakukan melalui pergaulan antara laki-laki dan perempuan dan keluarga. Kedua, saling membantu dalam menyediakan makanan, pakaian dan pendidikan anak (diperlukan kerja sama dan saling membantu antar manusia).[9]
Kerjasama dan saling membantu menjadi suatu keharusan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menurut Al-Ghazali, untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan manusia, diperlukan pembagian tugas antara para anggota masyarakat dan penguasa (hubungan antar pemuka, baik agama dan pemerintah dengan dasar saling tolong menolong).
Bila apa yang dikemukakan Al-Ghazali mampu diterapkan, maka interaksi antar manusia akan terbentuk. Tak terkecuali dalam pembentukan sebuah negara, dalam hal ini, interaksi merupakan syarat mutlak untuk dilakukan. Pembentukan sebuah negara dimulai dari adanya daerah (wilayah) dan rakyat kemudian dibentuklah pemerintahan. Dengan kata lain, negara bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi diadakan oleh manusia dan untuk manusia. Dalam pandangan Al-Ghazali, negara merupakan suatu lembaga yang sedemikian penting, untuk menjamin pergaulan hidup manusia. Bahkan, keberadaan negara adalah dalam rangka menjaga dan merealisasikan syariat agama yang kokoh, yaitu mengantarkan manusia menuju kebahagiaan hakiki. Secara tegas ia menyatakan: “Agama merupakan pokok (pondasi) sebuah bangunan, sedangkan negara adalah penjaganya”.[10]
Untuk menopang kuatnya sinergi agama dan negara, Al-Ghazali menganjurkan pentingnya pengembangan Ilmu Pengetahuan, Profesionalisme dan Industrialisasi. Dan pra syarat yang dikemukakan Al-Ghazali di atas merupakan pra syarat yang juga di adopsi negara modern.
Berkaitan dengan ini, penulis ingin membahas dalam bentuk penulisan skripsi tentang Etika Politik Kepemimpinan Menurut Al-Ghazali. Penulis memiliki ketertarikan untuk menjadikan sosok Al-Ghazali menjadi tokoh kajian dalam penulisan skripsi mengingat Al-Ghazali telah diakui berbagai kalangan sebagai pemikir besar yang multi talenta.[11] Menyajikan beberapa pemikiran al-Ghazali tentang suatu pemerintahan pada jamannya sebagai suatu perbandingan, menurut penulis bisa dijadikan alternatif bagi pemecahan masalah yang dihadapi pemerintah di jaman sekarang. Selain itu menurut penulis saat ini kita butuh konstruksi terhadap etika kekuasaan yang bisa menjadi pijakan di tengah carut-marut percaturan politik sekarang.

B.     Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul tersebut, penulis sampaikan definisi-definisi pada judul tersebut :
Etika
:
Berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu "ethikos", yang berarti "timbul dari kebiasaan". Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.[12] Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[13] Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Yang dimaksud dengan Etika dalam hal ini adalah : hal-hal (berkaitan dengan prilaku dan kebijakan) seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin.
Politik
:
Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Yaitu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.[14]
Dalam praktik keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, daripada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski bertentangan dengan pandangan umum.[15]
Yang dimaksud dengan politik dalam judul ini adalah bagaimana cara seorang pemimpin atau pejabat dalam mengatur atau menjalankan kekuasaannya.
Kepemimpinan
:
Dalam bahasa arab berasal dari kata Imam yang berarti pemimpin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah khilafah, imamah dan al-mulk, ketiganya atau dalam bentuk derivatifnya dijumpai dalam Al-qur’an. Perkataan khilafah pada umumnya dipandang sinonim dengan perkataan al-imamah dalam makna institusi kepemimpinan politik. Secara etimologis, khīlafah berasal dari akar kata yang berarti “datang sesudah seseorang.” Secara tehnis, khilafah menjadi kepala institusi pemilihan pengganti Nabi sebagai kepala komunitas Islam di Madinah. Dalam literatur klasik, gagasan suksesi mengandung empat unsur pokok, yaitu: Pendahulu (yang digantikan), Pengganti, sasaran suksesi; serta hak dan kewajiban yang timbul dari suksesi.[16]
Sedangkan yang dimaksud dengan kepemimpinan dalam judul ini adalah kepemimpinan Negara.
Jadi yang dimaksud dalam judul skripsi : ETIKA POLITIK KEPEMIMPINAN MENURUT AL-GHAZALI adalah : pandangan Imam Ghozali tentang bagaimana idealnya pemimpin memegang kekuasaan politik, terutama mengenai bagaimana seharusnya seseorang penguasa atau pemimpin ketika berkuasa .

C.    Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu:
1.      Bagaimanakah Pandangan al-Ghazali Tentang Etika Politik?
2.      Bagaimanakah Pandangan al-Ghazali tentang Kekuasaan?
3.      Bagaimana kriteria seorang pemimpin ideal menurut Al-Ghazali?

D.    Tujuan Penulisan Skripsi
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1.      Untuk mengetahui Pandangan al-Ghazali Tentang Etika Politik?
2.      Untuk mengetahui Pandangan al-Ghazali tentang Kekuasaan?
3.      Untuk mengetahui kriteria seorang pemimpin ideal menurut Al-Ghazali?

E.     Manfaat dan Kegunaan
Sedangkan mengenai manfaat dan kegunaan penulisan ini adalah :
1. Sebagai salah satu sumbangan pengetahuan, mengingat kajian khusus terhadap pokok pemikiran Al-Ghazali masih jarang dikaji oleh banyak kalangan secara spesifik.
2. Dalam rangka mengkaji dan menelaah pemikiran Al-Ghozali, sebagai icon keilmuan bagi Institut Agama Islam Imam Ghozali Cilacap, sehingga penulisan skripsi ini diharapkan berguna pula bagi penelitian kedepan.

F.     Tinjauan Pustaka
Tulisan yang berkenaan dengan filsafat politik cukup banyak dijumpai, namun dari beberapa tulisan yang penulis temui, baik yang berupa artikel, buku, maupun yang lainnya belum penulis temukan yang spesifik dalam membahas persoalan filsafat politik dalam pandangan Al-Ghazali.
Hingga kini, studi filsafat politik telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa spesifikasi permasalahan yang coba di angkat oleh para peneliti, namun beberapa pandangan maupun gagasan dari para penulis banyak memiliki perspektif, sehingga perlu mengkatagorikannya.
Buku-buku yang memiliki keterkaitan dengan tema penulisan skripsi ini salah satunya adalah tulisan Z.A Ahmad yang berjudul Konsepsi Negara Bermoral menurut Al-Ghazali dan Riwayat Hidup Al-Ghazali. Dalam buku tersebut Z.A Ahmad banyak mengupas konsepsi filsafat politik Al-Gazali, serta keterkaitan Al-Ghazali dengan pemerintahan pada waktu itu. Lebih jauh, kedua buku di atas menjelaskan moral politik menurut Al-Ghazali dan beberapa karya yang di bakar habis oleh bangsa Mongol. Kedua buku ini sudah cukup lama diterbitkan yaitu pada tahun 1975, yang menurut penulis banyak memiliki corak pemahaman yang cukup lama dan penulis rasakan kurang aktual.
Jeje Abdur Rozak, dalam bukunya Politik Kenegaraan Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, yang banyak membicarakan corak pemikiran perbandingan pemikiran politik kenegaraan dalam tradisi Islam antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah dalam kerangka maslahah yang bersifat komparasi.
Muhamad Azhar, dalam bukunya Filsafat Politik; Perbandingan antara Islam dan Barat, yang banyak mengupas tentang pemikiran dan pandangan para tokoh barat dalam bidang filsafat politik dengan para pemikir Islam. Namun tulisan ini lebih pada komparasi isu besar tentang filsafat dalam tradisi Islam dan Barat.
Buku lain yang membahas persoalan filsafat politik secara umum banyak pula penulis temukan, seperti salah satunya adalah Filsafat Politik; Kajian historis dari Zaman Yunani Kuno Sampai Modern, yang menjelaskan pandangan para filsuf Yunani dan Barat dalam hal filsafat politik sejak masa Yunani kuno hingga kontemporer. Tetapi di dalam buku itu tidak dibahas pemikiran dari kaum muslim.
Oleh karena itu, masih ada peluang untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul : ETIKA POLITIK KEPEMIMPINAN MENURUT          
                                AL-GHOZALI
G.    Metode Penelitian
1.  Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yakni dengan mengumpulkan data-data penelitian dari buku-buku, ensiklopedi, kamus, majalah, maupun jurnal yang dipandang memiliki relevansi dengan tema penulisan skripsi ini. Kemudian data-data tersebut disebut literatur.[17]
2.  Obyek Penelitian
Obyek formal dalam penelitian ini adalah pemikiran Al-Ghazali,
                                                                                            sedangkan obyek material yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah etika politik.
3.  Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder
a.       Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah karya Al-Ghazali sendiri yaitu :
1) Kitab al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Muluk.
2) Ihya’ Ulum al-Din.
3) Al-Iqtibad wa al-I’tiqad
b.      Data Skunder
Ada pun sumber data sekunder terdiri kamus, buku-buku yang di antaranya adalah :
1) Konsepsi Negara Bermoral Menurut Al-Gazali karya Z.A Ahmad.
2) Politik Kenegaraan: Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah karya Jeje Abdul Rojak.
3) Filsafat Politik karya Henry J. Schimandt.
4) Karya tulis lainnya yang terkait dengan tema tulisan.
5) Data-data dari internet
4.  Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian di olah dengan menggunakan beberapa metode seperti:
a.       Deskripsi, yakni menguraikan suatu bahasan[18]. Hal ini dimaksudkan agar penelitian terhadap konsepsi etika politik Al-Ghazali terlihat dengan jelas, tepat dan sistematis.
b.      Induksi dan Deduksi. Induksi merupakan upaya mengumpulkan data dalam jumlah tertentu untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih umum. Deduksi merupakan upaya mengeksplisitasi pengertian yang umum.[19]
c.       Interpretasi. Melakukan pemahaman yang benar mengenai ekspresi manusia yang di pelajari. Dalam hal fakta itu di baca sebagai suatu naskah. Dengan memilih dengan cermat, menangkap arti yang disajikan dalam masing-masing buku untuk menemukan pemikiran serta maksud dari keinginan Al-Ghazali.

H.    Sistematika Penulisan
Bab I
:
merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan 
Bab II
:
Memaparkan tinjauan umum tentang kepemimpinan negara dan etika politik yang meliputi : bentuk kepemimpinan negara dalam pandangan islam, etika politik, pandangan beberapa filsuf tentang etika politik, lima prinsip dasar etika politik kontemporer.
Bab III
:
memaparkan biografi Al-Ghazali yang meliputi : riwayat hidup al-Ghazali, kondisi sosial politik pada masa hidup al-Ghazali, kondisi sosial keagamaan dan karya-karya Al-Gazali.
Bab IV
:
merupakan analisa yang akan menguraikan : konsep etika politik kepemimpinan menurut al-ghazali yang meliputi : pandangan al-ghazali tentang etika politik, pandangan al-ghazali tentang kekuasaan, kriteria pemimpin ideal menurut al-ghazali
Bab V
:
merupakan bab Penutup yang akan menyajikan Kesimpulan dan Saran-Saran.






[1] Faisal Ismail, Islam Idealitas Ilahiyyah dan Realitas Insaniyyah, Cet. ke-1 (Yogyakarta: Tiara Wacana Group, 1999), hlm. 157.
[2] Ibid., hlm.123-124
[3] Ibid.
[4]  Franz Magnis Suseno, Mencari Makna Kebangsaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 181-183.
[5]  Ibid.
[6]  Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 23.
[7]  Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 75.
[8]  Ibid., hlm. 76.
[9]  J. Abdul Rojak. Politik Kenegaraan: Pemikiran Politik Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah. (Surabaya: Bina Ilmu, 1999), hlm. 95.
[10]  Ibid. hlm. 96.
[11]  W. Montgomery Watt, Al-Ghazali, dalam Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam (Jakarta: P3M, 1979). hlm. 32.
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
[13] K. Bertens, Etika. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),  hal. 25.
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
[15] Srisultan Hamengkubuwono, Etika Politik dan Penerapannya, Pidato Dies yang disampaikan dalam Temu Akbar Alumni Dies Natalis Ke-40 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Semarang, 3 Agustus 2008.
[16] Salim Peter, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, cet. 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 147.
[17]  Sutrisno Hadi, Metode Research, (Yogyakarta: Fakultas, Psikologi UGM, 1987), hlm. 67.
[18] Anton Baker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), cet. I, hlm. 54.
[19] Ibid., hlm. 34-44.

Untuk mendapatkan file silahkan klik : Download