Lencana Facebook

banner image

Monday 16 June 2014

CONTOH PTS LENGKAP



ABSTRAK

Permasalahan yang mucul di awal kegiatan adalah rendahnya profesionalisme guru dalam kegiatan belajar mengajar. Apabila hal tersebut tidak segera ditangani maka dapat menimbulkan dampak yang  buruk bagi hasil proses kegiatan belajar mengajar tersebut khususnya di SD Negeri …………….. Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas. Subjek penelitian guru kelas I sampai dengan kelas VI yang berjumlah 6 orang. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, dan wawancara. Teknik analisa data yang digunakan  yaitu analisa  kuantitatif. Metode yang digunakan dalam tindakan ini adalah pembimbingan individu. Tujuannya adalah untuk meningkatkan sprofesionalisme guru melalui kegiatan supervisi KBM di SD .......... Kurun Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas. Hasil penelitian menunjukkan Profesionalisme guru dalam perencanaan pembelajaran di SD Negeri ........... Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas setelah supervisi KBM melalui kunjungan kelas dalam kategori baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan melalui hasil penilaian perencanaan pembelajaran pada siklus I mencapai nilai rata-rata 71,35 termasuk dalam kategori baik, kemudian pada siklus II mencapai nilai rata-rata 83,70 termasuk dalam kategori baik. Dengan demikian terjadi peningkatan pelaksanaan pembelajaran sebesar 12,35 %. Sedangkan peningkatan kemampuan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan kemampuan guru tersebut dapat dibuktikan dari hasil penilaian pra pembelajaran pra siklus menunjukkan rata-rata 68,82 dan pada siklus I meningkat sebesar 11,96 % dengan nilai rata-rata 80,78, kemudian pada siklus II meningkat lagi sebesar 10,38 % menjadi 91,17 dengan kategori sangat baik. Peningkatan kemampuan guru dalam pra pembelajaran/perencanaan pembelajaran tersebut sekaligus diikuti dengan peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran pada siklus I mencapai nilai sebesar 71,35 dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata sebesar 83,70, maka terjadi peningkatan sebesar 12,35 %.  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan supervisi KBM dengan kunjungan kelas dan meningkatakan profesionalisme guru dalam melaksanakan pra pembelajaran/perencanaan pembelajaran dan dapat mengingkatkan kemampuan melaksanakan pembelajaran di SD Negeri ........... Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas

Kata Kunci : supervisi KBM, profesionalisme, pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memili andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10).
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup tahu suatu materi yang akan diajarakan, tetapi pertama kali harus merupakan seseorang yang memang memiliki kepribadian guru, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain bahwa untuk menjadi guru atau pendidik, seseorang harus berpribadi. (Sardiman A.M., 1992:135).
Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai pendidik. Guru memang seorang pendidik, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga mengalihkan beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. Mendidik sikap mental seseotan tidak cukup hanya mengajar sesuatu pengetahuan tetapi bagaimana pengetahuan itu harus dididikkan/diajarkan, dengan guru sebagai idolanya.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tuga guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).
Dengan mendidik dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung pada berbagai pengetahuan yang dibarengi dengan contoh-contoh teladan dari sikap dan tingkah laku gurunya, diharapkan anak didik/siswa dapat menghayati dan kemudian miliknya, sehingga dapat menumbuhkan sikap mental. Jadi tugas seorang guru bukan sekedar menumpahkan semua ilmu pengetahuan tetapi juga mendidik seseorang menjadi warga negara yang baik, menjadi seseorang yang berperilaku baik dan utuh. Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi guru itu sendiri merupakan perwujudan dan nilai-nilai yang akan ditransfer. Mendidik adalah mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya. Mendidik adalah memanusiakan manusia. (Sardiman A.M., 1992:136).
Ironisnya, kekhawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar pelajar yang bergejolak di mana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya.
Dunia pendidikan yang seharusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar dengan moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dnegan tindak kekerasan dan asusila. Dunia pendidikan seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum pendidikan (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia pendidikanharus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahakan dalam memposisikan profesi guru.
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan saling membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak di dalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahannya dengan cara-cara yang tidak benar.
Guru masa depan bangsa kita, masyarakat kita, sangat membutuhkan para guru-guru yang mampu mengangkat citra pendidikan kita terkesan sudah carut-marut, dan seperti benang kusut. Sehingga bagaimana harus dimulai, kapan dan siapa yang memulainya, dan dari mana harus dimulai.
Jika kita masing-masing menyadari, memiliki rasa kepedulian, mau berbagi rasa, atau kalaulah mau kita ber-tepo seliro, maka pendidikan kita seperti disebutkan di atas, akan dapat dianulir. Oleh sebab itu semua ktia memiliki satu persepsi, satu langkah dan satu tujuan sebagaimana kita berusaha mengangkat citra pendidikan tersebut, menjadi pendidikan bermutu, dan tentunya diharapkan mampu untuk mengangkat peringkat dan citra pendidikan termasuk terendah di Asia.
Kepribadian guru mampu mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. Yang dimaksud dengan kepribadian di sini meliputi pengetahuan, keterampilan, ideal, sikap, dan juga persepsi yang dimilikinya tentang orang lain. Para siswa menyerap sikap-sikap gurunya, merefleksikan perasaan-perasaannya, meniru tingkah lakunya dan mengutip pengetahuan-pengetahuannya. Pengetahuan mewujudkan bahwa masalah seperti motivasi, disiplin, tingkah laku sosial, prestasi, dan hasrat belajar yang terus menerus itu semuanya bersumber dari kepribadian guru. (Oemar Hamalik, 2002:35).
Satu hal yang akan menjadi titik perhatian kita adalah “bagaimana merancang guru masa depan yang menjadi teladan”. Guru masa depan adlaah guru yang memiliki kemampuan, dan keterampilan bagaimana dapat menciptakan hasil pembelajaran secara optimal, selanjutnya memiliki kepekaan di dalam membaca tanda-tanda zaman, serta memiliki wawasan intelektual dan berpikiran maju, tidak pernah merasa puas dengan ilmu pengetahuan yang ada padanya.
Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan pendidikan di negara kita, maka paradigma tenaga pendidikan pun sudah seharusnya mengalami perubahan pula, khususnya yang berkaitan dengan supervisi atau kepengawasan pendidikan ini. Dengan paradigma lama tergambar bahwa kegiatan tidak dapat diharapkan berjalan lancar dengan sendirinya sesuai dengan rencana dan tujuan yang  telah ditetapkan, jika tidak diawasi. Apa yang diharapkan untuk dikerjakan seseorang atau sekelompok orang, seringkali kurang bahkan tidak dilakukan, bukan karena tidak mau atau tidak mengerti, tetapi karena tidak ada orang yang mengawasi. Jadi peran pengawas saat ini sangat dominan. Dengan pengawasan seperti ini pula diharapkan suatu rencana kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan garis yang ditetapkan.
Berdasarkan gambaran tersebut dapat dipahami bahwa pengawasan cenderung bersifat otokratis, mencari-cari kesalahan atau kelemahan orang lain dan berorientasi pada kekuasaan dan kekuatan. Pengertian pengawasan seperti ini sering disebut inspeksi atau memeriksa, orang yang melakukan pemeriksaan itu sendiri disebut inspektur.
Perubahan demi perubahan telah dialami dan dilalui. Demikian pula pengertian pengawasan seperti  di atas lambat laun mengalami perubahan pula.
Perubahan-perubahan barat mulai masuk, sehingga pengertian pengawasn dalam pendidikan diubah menjadi supervisi yang maksudnya hampir sama dengan inspeksi, tetapi istilah supervisi mengandung pengertian yang lebih luas dan lebih demokratis, tidak hanya melihat apakah Pengawas Sekolah, guru, dan pegawai sekolah telah melakukan tugas dan kegiatan sesuai dengan pedoman yang ada, akan tetapi juga berusaha mencari jalan keluar bagaimana cara perbaikannya. Para supervisor pun berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan, dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan. Hubungan antara pengawas/supervisor dengan yang diawasi lebih bersifat kemitraan, hubungan komunikasi pun tidak lagi one way traffic tetapi two way traffic.
Dengan paradigma baru ini diharapkan para pendidik dan para supervisor dapat menjalin kerjasama yang lebih harmonis dalam rangka mengemban tugas-tugas kependidikan yang dibebankan kepada diri masing-masing. Dengan harapan guru dapat menjalankan tugas secara profesional sesuai dengan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dalam penelitian ini mengambil judul Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Melalui Supervisi KBM di SD Negeri 1 Tewang Pajangan Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas Tahun Pelajaran …………………….”.
B.     Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah peneliti kemukakan di atas, maka dapat terdapat beberapa masalah, antara lain:
  1. Terbatasnya pengetahuan guru tentang tugas utama sebagi pekerjaan profesi di SD .......... Kurun Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas;
  2. Sebagian besar guru belum melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga belum bisa dikatakan sebagai guru yang profesional;
  3. Terbatasnya kesempatan supervisor mengontrol tugas dan tanggung jawab guru, menyebabkan kualitas lulusan yang kurang maksimal;
  4. Dari hasil supervisi yang telah dilakukan belum maksimalnya keteladanan guru dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat ditarik perumusan masalahnya adalah bagaimana meningkatkan profesionalisme guru SD Negeri 1 Tewang Pajangan Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas melalui supervisi KBM.
D.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan sikap profesionalisme guru melalui kegiatan supervisi KBM di SD .......... Kurun Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas tahun pelajaran …………...
E.     Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi atau pengetahuan baru dan mengkaji peningkatan profesionalisme guru melalui kegiatan supervisi KBM, sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di SD .......... Kurun Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas.
2. Manfaat Praktis
a.    Untuk memberikan masukan dan membantu para pendidik agar dapat meningkatkan sikap profesional dalam melaksanakan tugas pembelajaran;
b.    Untuk memberian masukan kepada supervisor dan Pengawas Sekolah, untuk memberikan bimbingan kepada para pendidik agar selalu meningkatkan sikap profesional dalam tugas pembelajaran.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Kajian Pustaka
1.      Sikap Profesionalisme Guru
a.       Pengertian Sikap Profesionalisme Guru
Sikap dapat diartikan perbuatan atau tindakan yang berdasarkan pada pendidikan (pendapat atau keyakinan). (Anton M. Moeliono, dkk., 1993:838). Thursthoen dalam Walgito (1990:108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu obyek. Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu obyek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan atau bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yatiu senang (like)(dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi dan menghindari sesuatu.
atau tidak senang
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat, atau pendirian seseorang untuk menilai suatu obyek atau persoalan dan tindakan sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu obyek.
Berasal dari kata profesi, yang artinya bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan lain sebagainya) tertentu. Kata profesional dapat diartikan kepandaian khusus untuk menjalankannya (Anton M. Moeliono, dkk., 1993:702).
Di dalam buku Profesionalisme Pengawas Pendidikan Agama Islam yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, profesionalisme adalah ide, aliran, atau pendapat bahwa suatu profesi harus dilaksanakan oleh profesional dengan mengacu kepada norma-norma profesionalisme (Dirjen Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2003:9).
Dengan demikain, sikap profesional yaitu perilaku yang memenuhi persyaratan tertentu, bukan perilaku pribadi yang dipengaruhi sifat-sifat atau kebiasaan pribadi. Sikap profesional merupakan sikap yang harus dilaksanakan oleh profesional ketika melaksanakan profesinya.
Salah satu aspek dari sikap profesional adalah kemandirian dalam melaksanakan profesinya. Dalam melaksanakan profesi tersebut profesional mempu mengambil keputusan secara mandiri dan mampu membebaskan dirinya dari pengaruh luar termasuk pengaruh dari interest pribadinya. Namun demikian, prinsip kemitraan kerja dengan berbagai pihak terkait tetap masih dibutuhkan dalam rangka mengembangkan dan mengingkatkan profesi yang digeluti.
b.      Guru sebagai Tenaga Profesional
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder, ataupun oleh komputer yang paling canggih sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan, dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sini lah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya peran yang akan dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Jalan pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada guru lah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah (Nana Sudjana, 1989:12).
Kedudukan guru sebagai tenaga perofesional akan lebih tepat diketahui terlebih dahulu mengenai maksud profesi. Pengertian profesi itu memiliki banyak konotasi, salah satu di antaranya tenaga pendidikan, termasuk guru. Secara umum, profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut. Sebagai perangkat dasar untuk mengimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental daripada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain (Sardiman A.M., 1992:130).
Peters dalam Nana Sudjana (1989:15), mengemukakan ada tiga tugas dan tanggung jawab guru sebagai tugas pokok profesi, yakni: (1) guru sebagai pengajar; (2) guru sebagai pembimbing, dan (3) guru sebagai administrator kelas. Sejalan dengan Peters, Amstrong dalam Nana Sudjana (1989:15) membagi tugas dan tanggung jawab guru menjadi lima ketegori, yaitu: (1) tanggung jawab dalam pengajaran; (2) tanggung jawab dalam memberikan bimbingan; (3) tanggung jawab dalam mengembangkan kurikulum; (4) tanggung jawab dalam mengembangkan profesi, dan (5) tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.
Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya ialah tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Guru harus sadar bahwa tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan orang lain, kecuali oleh dirinya. Demikain pula ia harus sadar bahwa dalam melaksanakan tugas selalu dituntuk untuk bersungguh-sungguh dan bukan pekerjaan sambilan. Guru harus sadar bahwa yang dianggap baik dan benar saat ini, belum tentu benar di masa yang akan datang. Oleh karena itu guru dituntuk agar selalu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dalam rangka pelaksanaan tugas profesinya, ia harus peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang perndidikan dan pada masyarakat pada umumnya.
Dunia ilmu pengetahuan tak pernah dan akan selalu muncul hal-hal yang baru. Guru harus dapat mengikuti perkembangan tersebut. Sehingga ia harus lebih dahulu mengetahuinya daripada siswa dan masyarakat pada umumnya. Di sinilah letaknya pengembangan profesi yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat berarti guru harus berperan menempatakan sekolah sebagai bagian integaral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaharu masyarakat. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru dan pemerintah saja, tetapi juga tanggung jawab masyarakat. Untuk itu guru dituntuk untuk dapat meningkatkan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawab profesinya, guru harus dapat membina hubungan baik dengan masyarakat.
Pemerintah sering melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain, melalui seminar, pelatihan, dan lokakarya, bahkan melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitsa pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain: (1) mengambil jalan pintas dalam pelajaran; (2) menunggu peserta didik berperilaku negatif; (3) menggunakan destructive discipline; (4) mengabaikan kebutuha-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik; (5) merasa diri paling pandai di kelas; (6) tidak adil (diskriminatif); (7) memaksakan hak peserta didik. (Mulyasa, 2005:20)
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut, maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yaitu:
a)      Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik;
b)      Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik;
c)      Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam;
d)     Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisian dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Nana Sudjana (1989:17) menjelaskan bahwa perbedaan pokok antara profesi guru dengan profesi lainnya terletak dalam tugas dan tanggung jawabnya. Tugas dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut antara lain ialah kompetensi guru, yakni: (1) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia; (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya; (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, dan (4) mempunyai keterampilan teknik mengajar.
Bertolak dari pendapat tersebut di atas, maka kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu:
a)      Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
b)      Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhada sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
c)      Kompetensi perilaku/performance, artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/perilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain.
Lebih lanjut, Sardiman A.M. (1992:161) berpendapat bahwa, profesi kemampuan dasar seorang guru harus memenuhi sepuluh kompetensi dasar, yakni: (1) menguasai bahan; (2) mengelola program; (3) mengelola kelas; (4) menggunakan media/sumber; (5) menguasai landasan pendidikan; (6) mengelola interaksi belajar mengajar; (7) menilai prestasi untuk kepentingan pengajaran; (8) mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan; (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan (10) memahami prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Sedangkan Muhammad Ali (2000:7) berpendapat bahwa, di dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan yang bertalian dengan jawaban terhadap suatu pertanyaan, yakni bagaimana menyelenggarakan pengajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Pertanyaan tersebut menuntun kepada terpenuhinya berbagai persyaratan yang perlu dimiliki oleh seorang guru, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan berhasil. Persyaratan-persyaratan itu meliputi: (1) penguasaan materi pelajaran; (2) kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologi; (3) kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar, dan (4) kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi baru.
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila indivifu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negatif, menyenangkan tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potnsi reaksi terhadap obyek sikap. (Azwar, 2000:15).
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menuru Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditemukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.
Menurut penuturan R. Tantiningsih, ada beberapa upaya yang adapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat dihindari, di antaranya: pertama, menyiapkan tenaga pendidikan yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa dapat mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Keempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.
Terkait dengan hal tersebut, hasil temuan dari Universitas Havard bahwa 85 % dari sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki. (Ronnie, 2005:62).
Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam institusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan merupakan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit diatasi.
Menurut Danni Ronnie M. ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter  yang harus dimiliki seorang uru, antara lain: (1) kasih sayang; (2) penghargaan; (3) pemberian ruang untuk mengembangkan diri; (4) kepercayaan; (5) kerjasama; (6) saling berbagi; (7) saling memotivasi; (8) saling mendengarkan; (9) saling berinteraksi secara positif; (10) saling menanamkan nilai-nilai moral; (11) saling meningatkan dengan ketulusan hati; (12) saling menularkan antusiasme; (13) saling menggali potensi diri ; (14) saling mengajari dengan kerendahan hati; (15) saling menginspirasi; (16) saling menghormati perbedaan.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.
Dengan demikian sikap dan perilaku guru yang telah diuraikan di atas, merupakan gambaran mengenai sikap dan perilaku guru teladan yang menjadi dambaan setiap orang terutama siswa dan orang tua siswa.
c.       Sikap Profesionalisme Guru yang Menyimpang
Sebuah istilah yang menjadi slogan guru sebagai cerminan bagi anak didik “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, memberikan pesan moral kepada guru agar bertindak dengan penuh pertimbangan. Ketiga guru menanamkan nilai dan contoh karakter dan sifat yang tidak baik, maka jangan salahkan murid ketika berperilaku lebih dari apa yang guru lakukan. Seperti kelakuan bejat guru ketika membocorkan jawaban Ujian Nasional sebagai upaya menolong kelulusan anak didiknya. Memang murid pada saat itu senang, karena mendapatkan jawaban untuk mempermudah mereka lulus. Akan tetapi, saat itu juga guru telah menanamkan ketidakpercayaan murid terhadap guru. Dan pada saatnya nanti mereka akan jauh lebih berbuat lebih bejat lagi ketimbang saat ini yang guru lakukan.
Guru yang profesinya sangat mulia, pendidik nurani bangsa idealnya senantiasa ditiru dan di-gugu oleh anak didik dan masyarakat. Kalaulah apa yang dilakukan oleh guru dan pihak sekolah adalah tindakan keterpaksaan yang diperintah oleh kepala dinas pendidikan atau kepala daerah mungkin itu masih lumayan. Tapi demi menaikkan gengsi sekolah, demi menutupi kebodohan mengajar dengan membantu anak didik agar lulus, apakah itu pelecehan dan pembunuhan terhadap potensi anak didik? Dan di mana hati nurani guru sebagai teladan? Bukankah ini merupakan perilaku memberikan contoh kejahatan, dan tindakan seperti itu menambahkan benih potensi tindakan korupsi.
Mental korupsi telah dibentuk oleh guru sejak generasi bangsa duduk di bangku sekolah. Parahnya lagi, yang membentu karakter itu adalah guru mereka sendiri. Padahal seyogyanya guru lah yang mempunyai peran sentral untuk membersihkan mental koruptor dalam jiwa anak didik. Guru adalah tempat strategis untuk membentuk kepribadian anak bangsa. Jika karakter guru mengarah pada hal buruk, maka anak didik yang terbentuk pun akan tidak jauh dari karakter guru. Tapi sebaliknya, kebiasaan memberikan bocoran jawaban kepada anak didik, berarti telah mengajarkan anak didik untuk korupsi. Kelak ketika anak didik itu menjadi pemimpin, maka tidak menutup kemungkinan dia akan membocorkan dana atau kebijakan lainnya.
Pendidikan merupakan upaya mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walaupun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subyek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu.
Bagaimana sebenarnya guru masa depan seperti yang diidamkan oleh banyak pihak, antara lain:
a)      Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi yang jelas, progam kerja tersebut tidak hanya berupa program rutin, misalnya menyiapkan seperangkat dokumen pembelajaran seperti Program Semester, Satuan Pelajaran, LKS, dan sebagainya. Akan tetapi guru harus merencanakan bagaimana setiap pembelajaran yang dilakukan berhasil maksimal, dan tentunya apa dan bagaimana rencana yang dilakukan, dan sudah terprogram secara baik;
b)      Inovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan pembaharuan dan pembaharuan dimaksud berkenaan dengan pola pembelajaran, termasuk di dalamnya metode mengajar, media pembelajaran, sistem dan alat evaluasi, serta nurturant effect lainnya. Secara individu maupun bersama-sama mampu untuk merubah pola lama, yang selama ini tidak memberikan hasil maksimal, dengan perubahan kepada pola baru pembelajaran, maka akan berdampak kepada hasil yang maksimal;
c)      Motivator, artinya guru masa depan mampu memiliki motivasi untuk terus belajar dan belajar, dan tentunya juga akan memberikan motivasi kepada anak didik untuk belajar dan terus belajar sebagaimana yang dicontohkan gurunya;
d)     Capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif;
e)      Developer, artinya guru mau untuk terus mengembangkan diri, dan tentunya mau pula menularkan kemampuan dan keterampilan kepada anak didiknya dan untuk semua orang. Guru masa depan haus akan menimba keterampilan, dan berikap peka terhadap perkembangan IPTEK, misalnya mampu dan terampil mendayagunakan komputer, internet, dan berbagai model pembelajaran multimedia.
Jadi, guru masa depan adalah guru bertindak sebagai fasilitator, pelindung, pembimbing, dan punya figur yang baik (disiplin, loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi yang diinginkan sekolah), termotivasi menyediakan pengalaman belajar bermakna untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan keterampilan yang dimilki siswa dengan berfokus menjadikan kelas yang kondusif secara intelektual fisik dan sosial untuk belajar, menguasai materi, kelas dan teknologi, punya sikap berciri khas serta pendekatan humanis terhadap siswa; guru menguasai komputer, bahasa, dan psikologi mengajar untuk diterapkan di kelas secara proporsional. Diberlakukan skema reward dan penegakan disiplin yang humanis terhadap guru dan karyawan.
Guru masa depan juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan para ssiwanya melalui pemahakan, keaktifan, pembelajaran sesuai kemajuan zaman dengan mengembangkan keterampilan hidup agar siswa memiliki sikap kemandirian, perilaku adaptif, koperatig, kompetitif dalam menghadapi tantangan, tuntutan kehidupan sehari-hari. Secara efektik menunjukkan motivasi, percaya diri serta mampu mandiri dan dapat bekerja sama. Selain itu guru masa depan juga dapat menumbuhkembangkan sikap, disiplin, bertanggung jawab, memiliki etika moral, dan memiliki sikap kepedulian yang tinggi, dan memupuk kemampuan otodidak anak didik, memberikan reward ataupun apresiasi terhadap siswa agar mereka bangga akan sekolahnya dan terdidik juga untuk mau menghargai orang lain baik pendapat maupun prestasi. Kerendahan hati juga perlu dipupuk agar tidak terlalu overmotivated sehingga menjadi congkak. Diberikan pelatihan berpikir kritis dan strategi belajar dengan manajemen waktu yang sesuai serta pelatihan cara pengendalan emosi agar IQ, EQ, dan kedewasaan sosial siswa berimbang.
Selain itu, guru masa depan juga harus memiliki keterampilan dasar pembelajaran, kualifikasi keilmuannya juga optimal, performance di kelas maupun luar kelas tidak diragukan. Tentunya sebagai guru masa depan bangga dengan profesinya, dan akan tetap setia menjunjung tinggi kode etik profesinya.
Oleh sebab itu, untuk menjdi guru masa depan diperlukan kualifikasi khusus, dan barangkali akan terlepad dari relung hati dan sanubarinya, bahwa mereka memilih profesi guru sebagai pemilih utama dan pertama.
d.      Faktor Penyebab Sikap Profesionalisme Guru yang Menyimpang
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walaupun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subyek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendndi dan mengembangkan potensi itu.
Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktek (meminjam istilah Prof. Mungin) yaitu melakukan praktek yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tidakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.
Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realits di lapangan pelajaran yang didapat siswanya kebanyakan hanya dijejali berbagai materi, sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam “Tipologo Plato” , bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: pikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukandi kepala, kemauan berkedudukan di dada, dan perasaan berkedudukan di dalam tubuh bagian paling bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber kebijaksanaan, kemauan, sumber keberanian, dan perasaan sumber kekutan menahan hawa nafsu.
Jika pikira, kemauan, dan perasaan tidak sinkron akan timbul permasalahan. Perasaan tidak akan dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak akan berpikir biak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut. Kemudian mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dihindari.
Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia pendidikan lebih berkualitas.
Dengan demikain diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yanti membentuk nanusia seutuhnya.
2.      Pengertian, Tujuan dan Fungsi Supervisi Pembelajaran
a.         Pengertian Supervisi Pembelajaran
Dilihat dari sudut etimologi supervisi berasal dari kata super dan vision yang masing-masing kata itu berarti atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis, Supervisi adalah penglihatan dari atas. Pengertian itu merupakan arti kiasan yang menggambarkan suatu posisi yang melihat berkedudukan lebih tinggi dari pada yang dilihat.
Orang yang berfungsi memberi bantuan kepada guru-guru dalam menstimulir guru-guru ke arah usaha mempertahankan suasana belajar mengajar yang lebih baik kita sebut Supervisor. Semua guru tetap pada statusnya sebagai guru, tetapi bila suatu saat dia berfungsi membantu guru memecahkan persoalan belajar dan mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, maka pada saat itu dia berfungsi sebagai Supervisor. Dalam bukunya Carter V. Good, Dictionary of Education, yang disitir oleh Piet. A. Sahertian dan Frans Mataheru mengatakan bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya, dalam memperbaiki pembelajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pembelajaran dan metode mengajar dan evaluasi pembelajaran .
Menurut William H. Burton dan Leo J. Bruckner, yang dikutip oleh Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi mengatakan supervisi adalah suatu teknik yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak . Sedangkan menurut Kimball Wiles, dalam bukunya Piet A. Sahertian dan Frans Mataheru mendefinisikan supervisi yaitu bantuan dalam perkembangan dari belajar mengajar yang baik .
Menurut Ngalim Purwanto, supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif . Supervisi diartikan sebagai pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk membantu guru-guru, orang yang dipimpin agar menjadi guru (personil) yang cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pendidikan khususnya agar mampu meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di sekolah . Jadi, supervisi adalah sebagai suatu usaha layanan dan bantuan berupa bimbingan dari atasan (pengawas sekolah) kepada personil sekolah (guru-guru) dan petugas sekolah lainnya.
Supervisor sebagai pengawas pendidikan bertindak sebagai stimulator, pembimbing dan konsultan bagi guru-guru dalam perbaikan pembelajaran dan menciptakan situasi belajar mengajar yang baik. Selain itu juga supervisi diharapkan mampu membawa dampak perkembangan yang baik bagi kemajuan proses pembelajaran melalui peningkatan kurikulum yang ada di sekolah sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan mutu pendidikan.
b.         Tujuan Supervisi Pembelajaran
Dalam melakukan suatu pekerjaan orang yang terlibat dalam pekerjaan itu harus mengetahui dengan jelas apakah tujuan pekerjaan itu, yaitu apa yang hendak dicapai. Di bidang pendidikan dan pembelajaran seorang supervisor pendidikan harus mempunyai pengetahuan yang cukup jelas tentang apakah tujuan supervisi itu. Tujuan umum supervisi pendidikan adalah memperbaiki situasi belajar mengajar, baik belajar para siswa, maupun situasi mengajar guru.
Wiles dan W.H. Burton sebagaimana dikutip oleh Burhanuddin mengungkapkan bahwa tujuan supervisi pendidikan adalah membantu mengembangkan situasi belajar mengajar kearah yang lebih baik. Tujuan supervisi pendidikan tidak lain adalah untuk meningkatkan pertumbuhan siswa dan dari sini sekaligus menyiapkan bagi perkembangan masyarakat. Amatembun merumuskan tujuan supervisi pendidikan (dalam hubungannya dengan tujuan pendidikan nasional) yaitu membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia-manusia pembangunan yang dewasa yang berpancasila. Yushak Burhanuddin mengemukakan bahwa tujuan supervisi pendidikan adalah dalam rangka mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar, secara rinci sebagai berikut:
1)        Meningkatkan efektifitas dan efisiensi belajar mengajar
2)        Mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan
3)        Menjamin agar kegiatan sekolah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga berjalan lancar dan memperoleh hasil optimal.
4)        Menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya
5)        Memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan kehilafan serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah, sehingga dapat dicegah kesalahan yang lebih jauh.
c.         Fungsi Supervisi Pembelajaran
Tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu proses kerjasama hanyalah merupakan cita-cita yang masih perlu diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang nyata. Begitu juga seorang supervisor dalam merealisasikan program supervisinya memiliki sejumlah tugas dan tanggungjawab yang harus dijalankan secara sistematis.
Menurut W.H. Burton dan Leo J. Bruckner sebagaimana dikutip oleh Piet A. Sahertian menjelaskan bahwa fungsi utama supervisi adalah menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran peserta didik.
Menurut Swearingen, yang dikutip Sahertian terdapat 8 (delapan) hal yang menjadi fungsi supervisi pendidikan yakni:
1)        Mengkoordinasikan semua usaha sekolah
2)        Memperlengkapi kepemimpinan sekolah
3)        Memperluas pengalaman guru-guru
4)        Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif
5)        Memberi fasilitas dan penilaian yang terus menerus
6)        Menganalisis situasi belajar mengajar
7)        Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf
8)        Mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan mengajar guru-guru.
Sesuai dengan fungsinya, supervisi harus bisa mengkoordinasikan semua usaha-usaha yang ada di lingkungan sekolah. Ia bisa mencakup usaha setiap guru dalam mengaktualisasikan diri dan ikut memperbaiki kegiatan-kegiatan sekolah. Dengan demikian perlu dikoordinasikan secara terarah agar benar-benar mendukung kelancaran program secara keseluruhan. Usaha-usaha tersebut baik di bidang administrasi maupun edukatif, membutuhkan keterampilan supervisor untuk mengkoordinasikannya, agar terpadu dengan sasaran yang ingin dicapai. Oteng Sutisna mengemukakan beberapa fungsi supervisi :
1)    Sebagai penggerak perubahan
2)    Sebagai program pelayanan untuk memajukan pembelajaran
3)    Sebagai keterampilan dalam hubungan manusia
4)    Sebagai kepemimpinan kooperatif.
Supervisi sebagai penggerak perubahan ditujukan untuk menghasilkan perubahan manusia kearah yang dikehendaki, kemudian kegiatan supervisi harus disusun dalam suatu program yang merupakan kesatuan yang direncanakan dengan teliti dan ditujukan kepada perbaikan pembelajaran.
Terkait dengan itu, proses bimbingan dan pengendalian, supervisi pendidikan menghendaki agar proses pendidikan dapat berjalan lebih baik, efektif dan optimal. Adapun indikasi lebih baik itu diantaranya adalah:
1)        Lebih mempercepat tercapainya tujuan
2)        Lebih memantapkan penguasaan materi
3)        Lebih menarik minat belajar siswa
4)        Lebih baik daya serapnya
5)        Lebih banyak jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar
6)        Lebih mantap pengelolaan administrasinya
7)        Lebih mantap pemanfaatan media belajarnya.
Menurut Zakiyah Drajat ada tiga fungsi supervisor, yaitu fungsi kepemimpinan, fungsi pembinaan dan fungsi pengawasan . Fungsi kepemimpinan pengawas sekolah bertindak sebagai pencipta hubungan yang harmonis dikalangan guru-guru dan karyawan, pendorong bagi kepribadian guru dan karyawan sebagai pelaksana kegiatan belajar, pelaksana dalam pengawasan, dan pelaksana dalam penempatan atau pemberian tugas dan tanggung jawab terhadap guru dan karyawan.
Fungsi pembinaan berarti pengawas sekolah meningkatkan kemampuan profesi guru dalam bidang pembelajaran, bimbingan dan penyuluhan dalam bidang pengelolaan kelas.
Sedangkan fungsi pengawasan diartikan sebagai membina pengertian melalui komunikasi dua arah lebih menjamin terlaksananya kegiatan sesuai dengan program kerja.
Jadi dari beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa inti dari fungsi supervisi pendidikan adalah ditujukan untuk perbaikan dan peningkatan pembelajaran.
d.        Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pembelajaran
Dalam pengembangan supervisi pembelajaran untuk dapat mencapai tujuannya secara efektif seorang supervisor dapat menggunakan berbagai pendekatan yang memiliki pijakan ilmiah, yaitu supervisi saintifik, artistik, dan klinik. (Sahertian, 2000). Supervisi saintifik memiliki ciri-ciri: (1) dilaksanakan secara berencana dan kontinu, (2) sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, (3) menggunakan  instrumen pengumpul data, dan (4) data obyektif yang diperoleh dari keadaan riil kemudian dianalisis. Supervisi artistik memandang bahwa mengajar itu adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan  kiat. Lebih jauh dijelaskan bahwa supervisi dalam bekerja menyangkut untuk orang lain, melalui orang lain. Oleh karena itu, pekerjaan supervisi akan berhasil apabila ada kerelaan, kepercayaan, saling mengerti, dan saling mengakui dan menerima orang sebagaimana adanya, sehingga orang lain merasa aman dan mau maju. Supervisi klinik pada mulanya diperkenalkan oleh Moris L Cogan, Robert Goldhammer, dan Richard Weller di Universitas Harvard pada akhir tahun lima puluhan dan awal tahun enam puluhan (Krajewski, 1982). Supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam mensupervisi calon guru yang berperaktek mengajar. Penekanannya adalah pada klinik atau dalam pengobatan dan penyembuhan, yang diwujudkan dalam bentuk tatap muka antara supervisor dengan calon guru. Supervisi lebih memusatkan perhatiannya pada perilaku guru yang aktual di kelas.
Demikian juga pada tahun 80 an dalam perkembangan supervisi pembelajaran menggunakan pendekatan yang bertitik tolak pada pijakan psikologi belajar, yaitu psikologi behavioral, humanistik, dan kognitif. Psikologi behavioral memandang belajar sebagai kondisioning individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar adalah hasil peniruan atau latihan-latihan yang memperoleh ganjaran jika berhasil dan hukuman jika gagal. Psikologi humanistik berdasarkan pemikiran bahwa belajar adalah hasil keingintahuan individu untuk  menemukan rasionalitas dan keteraturan di alam ini, sehingga belajar dipandang sebagai proses pembawaan yang berkembang (terbuka). Guru menunjang keingintahuan individu dan hasil belajar melalui self-discovery.  Psikologi kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil keterpaduan antara interaksi kegiatan individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan murid atau obyek yang dimanipulasi.
Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah ditetapkan dan diketahui oleh semua guru agar pembelajarannya efektif. Peran supervisor adalah menginformasikan, mengarahkan, menjadi model, dan menilai kompetensi yang ditetapkan. Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih  ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis sebuah masalah, eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar, yang dianggap lebih relevan dengan lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah, para anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Supervisi non-direktif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitkan kesadaran sendiri dan mengklarifikasikan pengalaman guru (Glickman, 1990).
Pengukuran kedua dimensi tersebut akan membantu guru dan supervisor dalam menetapkan pada tahapan mana guru berada dan perlakuan supervisi yang bagaimana seharusnya dilakukan pada guru, dan pada gilirannya supervisi harus berkembang ketahapan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya supervisi Glickman (1980) disebut supervisi perkembangan, karena tujuan supervisi menurutnya adalah membantu guru belajar bagaimana para guru meningkatkan kapasitas mereka untuk mewujudkan tujuan pembelajaran siswa yang telah ditetapkan. Di sisi lain perlu juga disadari bahwa esensi dari supervisi tersebut adalah proses bantuan, oleh karena itu maka bantuan supervisi tersebut sebaiknya diberikan apabila diperlukan oleh guru-guru. Pengembangan masing-masing model supervisi pembelajaran yang disebut dengan supervisi direktif, supervisi kolaboratif, dan supervisi non-direktif secara lebih lengkap akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.
e.         Pengukuran Kualitas  Pembelajaran
Berdasarkan uraian mengenai kualitas pembelajaran dan model pembelajaran problem based instruction (PBI), maka kualitas pembelajaran guru adalah kondisi pembelajaran yang efektif, dimana siswa dan guru berinteraksi dalam membentuk pribadi siswa sesuai tujuan dan langkah-langkah pembelajaran problem- based instruction (PBI). Jadi kualitas manajemen pembelajaran guru dapat dilihat dari kualitas langkah-langkah pembelajaran problem- based instruction (PBI) dan tercapainya tujuan pembelajaran  secara efektif. Kualitas tersebut dapat dilihat dari kualitas: (1) penetapan tujuan, (2) merancang situasi masalah, (3) orientasi siswa pada masalah, (4) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (5) membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, dan (6) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.  Kualitas manajemen pembelajaran inovatif  guru dalam penelitian ini diukur melalui persepsi siswa terhadap kualitas pembelajaran yang dilakukan guru  dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem-based instruction (PBI). Dengan demikian kualitas manajemen pembelajaran inovatif guru adalah persepsi siswa terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh guru  dalam memfasilitasi pembelajaran, penciptaan iklim belajar, memberikan motivasi dan reward/ reinforcement dalam upaya meningkatkan performance dan prestasi belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran problem-based instruction  (PBI) yang  tercermin dalam pelaksanaan pembelajaran.
B.     Kerangka Berpikir
Berdasarkan pada uraian dan kajian teoritik dan empirik seperti yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi konsentrasi penelitian ini adalah berfokus pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bagaimana program kegiatan supervisi pembelajaran non-direktif para Pengawas Sekolah terutama dilihat dari sisi implementasi pendekatan, lebih jauh bagaimana implementasi pendekatan supervisi pembelajaran tersebut berpengaruh terhadap kualitas pengembangan model pembelajaran inovatif yang dilakukan oleh seorang guru.
Supervisi  berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan kesadaran sendiri, dan mengklarifikasikan pengalaman guru. Pendekatan non-direktif ini timbul dari keyakinan bahwa guru tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai alat semata-mata dalam meningkatkan kualitas belajar mengajar. Dalam proses pembinaan, guru mengalami perkembangan secara terus menerus dan alami, sehingga program supervisi harus dirancang untuk mengikuti perkembangannya. Belajar dilakukan melalui pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara riil. Dengan demikian guru dapat mencari sendiri pengalaman itu secara aktif. Dorongan dari luar diri yang bersifat fisiologis yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi dorongan yang bersifat dari dalam atau internal, yaitu karena guru-guru merasa bahwa belajar merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Pada konsep ini guru diyakini mampu melakukan analisis dan memecahkan masalah yang dihadapinya dalam tugas mengajarnya secara alami. Guru merasakan adanya kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan mengalami perubahan, dan ia bersedia mengambil tanggung jawab terjadinya dalam perubahan tersebut. Supervisor hanya befungsi sebagai fasilitator dengan menggunakan struktur formal sekecil mungkin. Dengan demikian dapat diduga bahwa pendekatan supervisi pembelajaran non-direktif dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengembangkan pembelajaran inovatif.
C.    Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut. “profesionalisme guru SD Negeri 1 Tewang Pajangan Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas dapat meningkat dengan pelaksanaan supervisi KBM”.
BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada guru  di SD Negeri ………….. Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas  tahun pelajaran ……….. yang dimulai bulan ………… dan berakhir ……………, dengan kegiatan-kegiatan: pengumpulan informasi dan kajian literatur, perancangan supervisi pembelajaran , uji coba rancangan supervisi , perbaikan rancangan, dan pelaksanaan supervisi. Pada pelaksanaan ini adalah menguji efektivitas supervisi pembelajaran  terhadap peningkatan profesionalisme guru di di SD Negeri ………….. Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas.
Secara rinci jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian sebagaimana tabel di bawah ini
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian

No
Kegiatan
Pelaksanaan Bulan

1.
Persiapan

2.
Pelaksanaan Siklus I


a.    Perencanaan Tindakan


b.   Pelaksanaan Tindakan


c.    Analisis dan Refleksi

3.
Pelaksanaan Siklus II


a.     Perencanaan Tindakan


b.    Pelaksanaan Tindakan


c.     Analisis dan Refleksi


B.     Subjek dan Objek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian adalah guru kelas di SD Negeri ………….. Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas yang terdiri dari 6 guru. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif melalui supervisi KBM.
C.    Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa cara diantaranya :
1.      Observasi
Arikunto  (2002:133), menjelaskan bahwa  observasi  merupakan  salah  satu  teknik  pengumpulan  data dengan  cara  mengamati  langsung  pada  objek-objek  yang  ingin diketahui  dalam  berbagai  situasi  sosial  mengenai  tempat,  orang, benda-benda,  maupun  kegiatan-kegiatan  yang  sedang  berlangsung. Pernyataan ini didukung oleh Syaodih dalam Satori (2009:104) yang menyebutkan bahwa observasi atau pengamatan merupakan teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang berlasung.
Dari penjelasan di atas maka data hasil observasi dalam penelitian ini observasi dilakukan kepada guru kelas di SD Negeri ………….. Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas. Instrumen penilaian kegiatan supervisi KBM sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.2
INSTRUMEN SUPERVISI KBM
Format  Penilaian Perencanaan Pembelajaran

Aspek yang Dinilai
Unsur Penilaian/Kriteria
Skor
Ket
1
2
3
4
5
Perumusan tujuan
1.
Kejelasan rumusan






2.
Kelengkapan cakupan rumusan






3.
Kesesuaian dengan kompetensi dasar






Penjabaran materi
1.
Kesesuaiann dengan tujuan pembelajaran






2.
Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik






3.
Keruntutan dan sistematika materi






4.
Kesesuaian dengan alokasi waktu






Alat/Bahan Pelajaran
1.
Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran






2.
Kesesuaian dengan materi ajar






3.
Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik






Metode pembelajaran
1.
Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran






2.
Kesesuaian dengan materi ajar






3.
Kesesuaian dengan karaktersitik peserta didik






4.
Kesesuaian dengan alokasi waktu






Penilaian hasil belajar
1.
Kesesuaian teknik penilaian dengan tujuan pembelajaran






2.
Kejelasan prosedur penilaian






3.
Kelengkapan instrumen








JUMLAH









          Jumlah Skor Perolehan
Skor Akhir = ---------------------------- x 100
  Skor Maksimum
 
 






Kriteria Penilaian :                                                                              
BS   =  91  -  100                                                                                            
B     =  76  -   90                                                                                             
C     =  61  -   75
K     =  51  -   60
KS   =  <   50

Tabel 3.2
INSTRUMEN SUPERVISI KBM
Rata-Rata Perolehan Nilai Tiap Aspek Pada Penilaian Perencanaan Pembelajaran

No
Aspek yang Dinilai
Skor Maksimal
Skor
Rata-2 Skor
Kategori
1
Perumusan tujuan
15



2
Penjabaran materi
20



3
Alat/bahan pelajaran
15



4
Langkah-langkah PBM
20



5
Penilaian
15




Rata-rata
-





Tabel 3.3
INSTRUMEN SUPERVISI KBM
Format  Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran

Aspek yang Dinilai
Unsur Penilaian/Kriteria
Skor
Ket
1
2
3
4
5
Pra Pembelajaran
1.
Kesiapan ruang, alat pembelajaran, dan media






2.
Memeriksa kesiapan siswa






Membuka pembelajaran
1.
Melaksanakan kegiatan apersepsi






2.
Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dan rencana kegiatan






Penguasaan materi
1.
Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran






2.
Mengaitkan materi dengan pengetahuan yang relevan






Pendekatan/strategi pembelajaran
1.
Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai






2.
Melaksanakan pembelajaran secara runtun






3.
Menguasai kelas






4.
Melaksanakan pembelajaran yang bersifat kontesktual






5.
Melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif






6.
Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan






Pemanfaatan sumber belajar dan media pembelajaran
1.
Menunjukkan keterampilan dalam penggunaan sumber/media pembelajaran






2.
Menghasilkan pesan yang sangat menarik






3.
Melibatkan siswa dalam pembuatan/pemanfaatan sumber/media belajar






Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa
1.
Menumbuhkan partisipasi aktif siswa melalui interaksi guru, siswa dan sumber belajar






2.
Merespon positif partisipasi siswa






3.
Menunjukan sikap terbuka terhadap respon siswa






4.
Menunjukkan hubungan antara pribadi yang kondusif






5.
Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa dalam belajar






Penilaian proses dan hasil belajar
1.
Memantau kemajuan belajar






2.
Melaksanakan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi






Penggunaan Bahasa
1.
Penggunaan bahasa lisan dengan jelas dan lancar






2.
Menggunakan bahasa tulis yang baik dan benar






3.
Menyampaikan pesar dengan gaya yang sesuai






Penutup
1.
Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa






2.
Melaksanakantindak lanjut siswa







JUMLAH









          Jumlah Skor Perolehan
Skor Akhir = ---------------------------- x 100
  Skor Maksimum
 
 






Kriteria Penilaian :                                                                              
BS   =  91  -  100                                                                                            
B     =  76  -   90                                                                                             
C     =  61  -   75
K     =  51  -   60
KS   =  <   50

Tabel 3.4
INSTRUMEN SUPERVISI KBM
Rata-Rata Perolehan Nilai Tiap Aspek Pada Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran

No
Aspek yang Dinilai
Skor Maksimal
Skor
Rata-2 Skor
Kategori
1
Pra pembelajaran
60



2
Pembukaan pembelajaran
60



3
Penguasaan materi pelajaran
60



4
Pendekatan/strategi pembelajaran
180



5
Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran
90



6
Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa
150



7
Penilaian proses dan hasil belajar
60



8
Penggunaan bahasa
90



9
Menutup pelajaran
60




Rata-rata
-




Profesionalitas guru baik secara individual maupuan klasikal dalam kegiatan belajar mengajar dinyatakan meningkat apabila minimal memperoleh nilai minimal 76 atau pada kualifikasi  BAIK
2.      Dokumentasi
Satori  (2009:146)  menjelaskan bahwa dengan teknik dokumentasi, peneliti dapat memperoleh informasi dari macam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada dalam dokumen, foto dan bahan statistik. Secara harfiah dokumen dapat diartikan catatan kejadian yang sudah lampau.
Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan hasil kerja anak, foto-foto, video, dan lain sebagainya.  Studi  dokumentasi  merupakan  pelengkap  dari  penggunaan metode  observasi  dan  wawancara  dalam  penelitian  kualitatif  (Arikunto, 2002 : 206).  
D.    Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian tindakan yaitu sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan sampai pada pengembangan dan proses refleksi sampai penyusunan laporan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model alur yang terekam dalam catatan lapangan, yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang berlangsung secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 20).
Reduksi data adalah kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari catatan pengamatan. Hasil reduksi berupa uraian singkat yang telah digolongkan dalam suatu kegiatan tertentu. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dari hasil rekaman pembelajaran dan pengamatan yang disusun, secara kolaborasi antara peneliti, guru dan siswa, sehingga mudah dipahami makna yang terkandung di dalamnya. Penarikan kesimpulan juga dilakukan secara kolaborasi yaitu dari peneliti dan guru serta subyek didik agar hasil lebih bermakna untuk peningkatan pembelajaran berikutnya, kemudian diadakan verifikasi untuk memperoleh kesimpulan yang kokoh, dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi
E.     Prosedur Penelitian
1.    Perencanaan Tindakan
Rencana penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan untuk siklus I pada minggu ke 2 (dua) bulan ………… dan siklus II dilaksanakan minggu ke 2 (dua) dari bulan …………….... Sebelum melakukan penelitian tindakan sekolah ini, dilakukan pendekatan sosialisasi dalam rapat, bahwa akan dilaksanakan suatu penelitian tindakan sekolah melalui supervisi pembelajaran yaitu dengan cara melakukan pertemuan(metting) dengan tujuan profesionalisme guru dalam kegiatan belajar mengajar.
2.    Pelaksanaan Tindakan
a.    Siklus 1
1)   Perencanaan
a)      Menyiapkan perlengkapan administrasi penelitian (Form Observasi, dll)
b)      Menetapkan waktu pelaksanaan pertemuan (metting)
c)      Menyiapkan tempat dan perlengkapan pertemuan (metting)
2)   Pelaksanaan
a)        Pada awal pertemuan siklus 1 (pertama) ini peneliti menyampaikan tujuan dilaksanakannya penelitian tindakan sekolah ini.
b)        Menyampaikan kepada guru-guru administrasi yang mesti disiapkan yang sebelumnya sudah diinformasikan.
c)        Peneliti melakukan diskusi dan menyampaikan kepada guru-guru apa yang harus disiapkan sebelum melaksanakan tugas di dalam kelas dalam rangkaian persipaan pembelajaran yang berhubungan dengan kinerja guru atau peningkatan profesionalisme kerja guru.
d)       Peneliti/supervisor menyiapkan instruman yang digunakan dalam supervisi dan bukti fisik dikumpulkan untuk dinilai
3)   Observasi
a)        Selama pelaksanaan rapat/pertemuan dilakukan obsrvasi:
(1)      Perhatian para guru mengikkuti acara rapat/pertemuan(metting)
(2)      Hasil kerja guru-guru berupa bukti fisik perlengkapan pembelajaran (Prota, Promes, Silabus, RPP, Bahan Ajar, Analisis Hasil Belajar Siswa)
b)        Mengisi formulir isian sesuai tagihan yang diperlukan
4)   Refleksi
Berdasarkan analisis data hasil pengamatan pada siklus I ini, akan diadakan perbaikan-perbaikan baik cara maupun kelengkapan instrumen yang masih kurang di siklus I ini akan diperbaiki dan dilengkapi pada siklus berikutnya.
b.    Siklus 2
1)   Perencanaan
a)        Menyiapkan perlengakapan administrasi penelitian(Form Observasi dll)
b)        Menetapkan waktu pelaksanaan pertemuan (metting)
c)        Menyiapkan tempat dan perlengkapan pertemuan (metting)
2)   Pelaksanaan
a)        Pada awal pertemuan siklus 2 (kedua) ini peneliti menyampaikan tujuan dilaksanakannya penelitian tindakan sekolah ini.
b)        Menyampaikan kepada guru-guru administrasi yang mesti disiapkan yang sebelumnya sudah di informasikan.
c)        Peneliti melakukan diskusi dan menyampaikan kepada guru-guru apa yang harus disiapkan sebelum melaksanakan tugas di dalam kelas dalam rangkan persiaan pembelajaran yang berhubungan dengan kinerja guru atau peningkatan profesionalisme kerja guru.
d)       Peneliti/supervisor menyiapkan instruman yang digunakan dalam supervisi dan bukti fisik dikumpulkan untuk dinilai
3)   Observasi
a)      Selama pelaksanaan rapat/pertemuan dilakukan obsrvasi:
(1)      Perhatian para guru mengikkuti acara rapat/pertemuan(metting)
(2)      Hasil kerja guru-guru berupa bukti fisik perlengkapan pembelajaran (Prota, Promes, Silabus, RPP, Bahan Ajar, Analisis Hasil Belajar Siswa)
b)      Mengisi formulir isian sesuai tagihan yang diperlukan
4)   Refleksi
Berdasarkan analisis data hasil pengamatan pada siklus II ini, akan diadakan perbaikan-perbaikan baik cara maupun kelengkapan instrumen yang masih kurang di berikutnya ini akan di perbaiki dan dilengkapi pada siklus berikutnya.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.   Hasil Penelitian
1. Kondisi Awal
Kondisi awal merupakan keadaan sebelum tindakan dilaksanakan. Sebelum tindakan siklus I terlebih dahulu dilaksanakan pendataan awal terhadap persiapan pelaksanaan supervisi KBM. Dalam hal ini semua guru kelas mengumpulkan administrasi pengajaran/perangkat pembelajaran. Kemudian perangkat pembelajaran tersebut dinilai untuk mengetahui sejauh mana kemampuan awal guru kelas dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran.
Tindakan pra siklus yang dilakukan yaitu melaksanakan penilaian terhadap pembelajaran yang dibuat oleh guru kelas sebelum diadakan kunjungan kelas sebelum diadakan kunjungan kelas oleh supervisor. Penilaian tersebut meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran, materi/bahan pengajaran, media pembelajaran, metode pembelajaran, dan penilaian. Hasil yang diperoleh pada siklus pra siklus I dalam penilaian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Perencanaan Pembelajaran
Kondisi Awal
No
Kategori
Rentang Nilai
Frek
Prosentase
Ket
1.
Sangat baik
91 – 100
0
0,00

2.
Baik
75 – 90
0
0,00

3.
Cukup
61 – 75
1
16,67

4.
Kurang
51 – 60
5
83,33

5.
Kurang Sekali
< 50
0
0,00


Jumlah

6,00
100,00


Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa data kemampuan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran guru kelas di SD Negeri ........... pada kondisi awal penelitian. Adapun rincian data dapat dijelaskan  dari jumlah guru kelas ada 83,33% guru dalam kategori kurang dengan rentang nilai antara 51 – 60 dan 16,67% guru dalam kategori cukup dengan rentang nilai antara 61 – 75 sedangkan untuk kategori baik dengan rentang nilai 75 – 90 masih 0 %, dan dalam kategori sangat baik juga masih 0%.
Hasil penilaian tersebut merupakan jumlah nilai 5 aspek penilaian persiapan pembelajaran, yaitu: (1) perumusan tujuan; (2) penjabaran materi; (3) alat/bahan pelajaran; (4) langkah-langkah PBM, dan (5) penilaian. Secara rinci hasil penilaian persiapan pembelajaran pada kondisi awal akan diuraikan pada tiap aspek penilaian persiapan pembelajaran.

Tabel 4.2
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Perencanaan Pembelajaran Per Aspek
Kondisi Awal

No
Aspek yang Dinilai
Skor Maksimal
Skor
Rata-2 Skor
Kategori
1.
Perumusan tujuan
90
48
53,33
K
2.
Penjabaran materi
120
70
58,33
K
3.
Alat/bahan pelajaran
90
48
53,33
K
4.
Langkah-langkah PBM
120
67
55,83
K
5.
Penilaian
90
54
60,00
K

Rata-rata
-
-
56,17
K

Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran pada kondisi awal menunjukkan hasil yang kurang bagus. Hal ini terbukti dengan nilai tiap-tiap aspek penilaian persiapan pembelajaran, pada kondisi awal dapat diketahui nilai rata-rata sebesar 56,71 dalam kategori KURANG.

Tabel 4.3
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran
Kondisi Awal

No
Kategori
Rentang Nilai
Frek
Prosentase
Ket
1.
Sangat baik
91 – 100
0
0,00

2.
Baik
75 – 90
0
0,00

3.
Cukup
61 – 75
2
33,33

4.
Kurang
51 – 60
4
66,67

5.
Kurang Sekali
< 50
0
0,00


Jumlah

6,00
100,00


Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa data kemampuan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran guru kelas di SD Negeri ........... pada kondisi awal penelitian. Adapun rincian data dapat dijelaskan  dari jumlah guru kelas ada 66,67% guru dalam kategori kurang dengan rentang nilai antara 51 – 60 dan 33,33% guru dalam kategori cukup dengan rentang nilai antara 61 – 75 sedangkan untuk kategori baik dengan rentang nilai 75 – 90 masih 0 %, dan dalam kategori sangat baik juga masih 0%.
Hasil penilaian tersebut merupakan jumlah penilaian 9 aspek penilaian pelaksanaan pembelajaran, yaitu: (1) pra pembelajaran; (2) pembukaan pembelajaran; (3) penguasaan materi pelajaran; (4) pendekatan/strategi pembelajaran; (5) pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran; (6) pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa; (7) penilaian proses dan hasil belajar; (8) penggunaan bahasa, dan (9) menutup pelajaran sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran per Aspek
Kondisi Awal

No
Aspek yang Dinilai
Skor Maksimal
Skor
Rata-2 Skor
Kategori
1
Pra pembelajaran
60
34
56,67
K
2
Pembukaan pembelajaran
60
38
63,33
C
3
Penguasaan materi pelajaran
60
35
58,33
K
4
Pendekatan/strategi pembelajaran
180
115
63,89
C
5
Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran
90
57
63,33
C
6
Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa
150
80
53,33
K
7
Penilaian proses dan hasil belajar
60
39
65,00
C
8
Penggunaan bahasa
90
61
67,78
C
9
Menutup pelajaran
60
37
61,67
C

Rata-rata
-
-
61,11
C
Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran masih dalam kategori cukup. Hal ini terbukti dengan nilai tiap-tiap aspek penilaian pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan setelah guru disupervisi kunjungan kelas dapat diketahui nilai rata-rata sebesar 61,11 yang termasuk dalam kategori cukup.
2.  Hasil Siklus I
Siklus I merupakan tindakan awal penelitian dengan melaksanakan supervisi kunjungan kelas. Tindakan siklus I dilakukan supervisi kunjungan kelas untuk diadakan penilaian, kegiatan ini merupakan upaya untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada dan cara pemecahan masalah-masalah tersebut. Kunjungan kelas dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
a.    Hasil Penilaian PerencanaanPembelajaran
Hasil penilaian persiapan pembelajaran merupakan data awal setelah dilakukan supervisi. Kriteria penilaian pada siklus ini masih tetap sama seperti pada penilaian pra siklus yang meliputi: (1) perumusan tujuan; (2) penjabaran materi; (3) alat/bahan pelajaran; (4) langkah-langkah PBM, dan (5) penilaian.
Secara umum hasil penilaian persiapan pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Perencanaan Pembelajaran
Siklus I

No
Kategori
Rentang Nilai
Frek
Prosentase
Ket
1.
Sangat baik
91 – 100
0
0,00

2.
Baik
75 – 90
4
66,67

3.
Cukup
61 – 75
2
33,33

4.
Kurang
51 – 60
0
0,00

5.
Kurang Sekali
< 50
0
0,00


Jumlah

6,00
100,00


Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa data kemampuan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran guru kelas di SD Negeri ........... pada siklus I penelitian. Adapun rincian data dapat dijelaskan  dari jumlah guru kelas ada 0% guru dalam kategori kurang dengan rentang nilai antara 51 – 60 dan 33,33% guru dalam kategori cukup dengan rentang nilai antara 61 – 75 sedangkan untuk kategori baik dengan rentang nilai 75 – 90 sebesar 66,67 %, dan dalam kategori sangat baik juga masih 0%.
Hasil penilaian tersebut merupakan jumlah nilai 5 aspek penilaian persiapan pembelajaran, yaitu: (1) perumusan tujuan; (2) penjabaran materi; (3) alat/bahan pelajaran; (4) langkah-langkah PBM, dan (5) penilaian. Secara rinci hasil penilaian persiapan pembelajaran pada siklus I akan diuraikan pada tiap aspek penilaian persiapan pembelajaran.
.
Tabel 4.6
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Perencanaan Pembelajaran Per Aspek
Siklus I

No
Aspek yang Dinilai
Skor Maksimal
Skor
Rata-2 Skor
Kategori
1.
Perumusan tujuan
90
61
67,78
C
2.
Penjabaran materi
120
94
78,33
B
3.
Alat/bahan pelajaran
90
63
70,00
C
4.
Langkah-langkah PBM
120
96
80,00
B
5.
Penilaian
90
73
81,11
B

Rata-rata
-
-
75,44
C

Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran pada siklus I menunjukkan hasil yang cukup bagu. Hal ini terbukti dengan nilai tiap-tiap aspek penilaian persiapan pembelajaran, pada siklus I dapat diketahui nilai rata-rata sebesar 75,44 dalam kategori CUKUP.
b.    Hasil Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran
Hasil Penilaian pelaksanaan Pembelajaran merupakan data yang diperoleh setelah melakukan penilaian persiapan pembelajaran yang telah dinilai tersebut diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran, untuk mengetahui tingkat sikap profesionalisme guru dalam pembelajaran di kelas melalui supervisi KBM. Adapun kriteria penilaian pelaksanaan pembelajaran pada siklus I meliputi 9 aspek penilaian, yaitu: (1) pra pembelajaran; (2) pembukaan pembelajaran; (3) penguasaan materi pelajaran; (4) pendekatan/strategi pembelajaran; (5) pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran; (6) pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa; (7) penilaian proses dan hasil belajar; (8) penggunaan bahasa, dan (9) menutup pelajaran.
Tabel 4.7
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus I

No
Kategori
Rentang Nilai
Frek
Prosentase
Ket
1.
Sangat baik
91 – 100
0
0,00

2.
Baik
75 – 90
4
66,67

3.
Cukup
61 – 75
2
33,33

4.
Kurang
51 – 60
0
0,00

5.
Kurang Sekali
< 50
0
0,00


Jumlah

0
0,00


Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa data kemampuan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran guru kelas di SD Negeri ........... pada kondisi awal penelitian. Adapun rincian data dapat dijelaskan  dari jumlah guru kelas ada 0% guru dalam kategori kurang dengan rentang nilai antara 51 – 60 dan 33,33% guru dalam kategori cukup dengan rentang nilai antara 61 – 75 sedangkan untuk kategori baik dengan rentang nilai 75 – 90 sebanyak 66,67%, dan dalam kategori sangat baik masih 0%.
Belum maksimalnya hasil penilaian dikarenakan berbagai hal, antara lain kurangnya pengalaman mengajar, mengingat 50 % dari jumlah guru yang ada merupakan guru yang belum pernah mengajar di tempat lain, di samping itu kondisi mental guru menurun pada saat dilakukan kunjungan kelas dalam penilaian pelaksanaan kunjungan pembelajaran
Hasil penilaian tersebut merupakan jumlah penilaian 9 aspek penilaian pelaksanaan pembelajaran, yaitu: (1) pra pembelajaran; (2) pembukaan pembelajaran; (3) penguasaan materi pelajaran; (4) pendekatan/strategi pembelajaran; (5) pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran; (6) pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa; (7) penilaian proses dan hasil belajar; (8) penggunaan bahasa, dan (9) menutup pelajaran sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini:
.
Tabel 4.8
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran per Aspek
Siklus I

No
Aspek yang Dinilai
Skor Maksimal
Skor
Rata-2 Skor
Kategori
1
Pra pembelajaran
60
44
73,33
C
2
Pembukaan pembelajaran
60
43
71,67
C
3
Penguasaan materi pelajaran
60
45
75,00
C
4
Pendekatan/strategi pembelajaran
180
139
77,22
B
5
Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran
90
73
81,11
B
6
Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa
150
103
68,67
C
7
Penilaian proses dan hasil belajar
60
38
63,33
C
8
Penggunaan bahasa
90
59
65,56
C
9
Menutup pelajaran
60
44
73,33
C

Rata-rata
-
-
75,67
C

Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran masih dalam kategori cukup. Hal ini terbukti dengan nilai tiap-tiap aspek penilaian pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan setelah guru disupervisi kunjungan kelas dapat diketahui nilai rata-rata sebesar 75,67 yang termasuk dalam kategori cukup.
3.    Hasil Siklus II
Tindakan siklus II dilakukan karena pada siklus I kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di SD Negeri ........... masih bermasuk dalam kategori cukup, belum memenuhi target maksinal nilai dalam kategori baik dengan rentang nilai antara 75 – 90. Selain itu dalam proses kegiatan pembelajaran masih ada perilaku-perilaku yang negatif baik guru maupun siswa, walaupun berdasarkan pengamatan bahwa pelaksanaan pembelajaran secara umum berjalan dengan baik. Dengan demikian tindakan siklusII dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Pada siklus II ini peneliti melaksanakan tindakan dengan rencara dan persiapan yang lebih matang dari pada siklus I. Dengan adanya perbaikan-perbaikan pada persiapan dan pelaksanaan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil yaitu kemampuan/profesionalisme guru dalam merencanakan pembelajaran dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat meningkat seperti yang diharapkan/ditargetkan. Hasil penelitian, hasil observasi siklus II ini diuraikan secara rinci sebagai berikut:
a.    Hasil Penilaian Perencanaan Pembelajaran
Secara umum hasil penilaian pra pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Perencanaan Pembelajaran
Siklus II

No
Kategori
Rentang Nilai
Frek
Prosentase
Ket
1.
Sangat baik
91 – 100
1
16,67

2.
Baik
75 – 90
5
83,33

3.
Cukup
61 – 75
0
0,00

4.
Kurang
51 – 60
0
0,00

5.
Kurang Sekali
< 50
0
0,00


Jumlah

6,00
100,00


Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa data kemampuan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran guru kelas di SD Negeri ........... pada siklus I penelitian. Adapun rincian data dapat dijelaskan  dari jumlah guru kelas ada 0% guru dalam kategori kurang dengan rentang nilai antara 51 – 60 dan 0% guru dalam kategori cukup dengan rentang nilai antara 61 – 75 sedangkan untuk kategori baik dengan rentang nilai 75 – 90 sebesar 83,33 %, dan dalam kategori sangat baik sebanyak 16,67%.
Hasil penilaian tersebut merupakan jumlah nilai 5 aspek penilaian persiapan pembelajaran, yaitu: (1) perumusan tujuan; (2) penjabaran materi; (3) alat/bahan pelajaran; (4) langkah-langkah PBM, dan (5) penilaian. Secara rinci hasil penilaian persiapan pembelajaran pada siklus I akan diuraikan pada tiap aspek penilaian persiapan pembelajaran.

Tabel 4.10
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Perencanaan Pembelajaran Per Aspek
Siklus II

No
Aspek yang Dinilai
Skor Maksimal
Skor
Rata-2 Skor
Kategori
1.
Perumusan tujuan
90
73
81,11
B
2.
Penjabaran materi
120
109
90,83
B
3.
Alat/bahan pelajaran
90
80
88,89
B
4.
Langkah-langkah PBM
120
109
90,83
B
5.
Penilaian
90
83
92,22
BS

Rata-rata
-
-
88,78
B

Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran pada siklus I menunjukkan hasil yang cukup bagu. Hal ini terbukti dengan nilai tiap-tiap aspek penilaian persiapan pembelajaran, pada siklus I dapat diketahui nilai rata-rata sebesar 88,78 dalam kategori BAIK.
b.    Hasil Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran
Hasil penilaian pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini merupakan data kedua setelah diperlakukan perbaikan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. kriteria penilaian pada siklus II ini masih tetap sama seperti siklus I, yaitu meliputi: (1) pra pembelajaran; (2) pembukaan pembelajaran; (3) penguasaan materi pelajaran; (4) pendekatan/strategi pembelajaran; (5) pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran; (6) pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa; (7) penilaian proses dan hasil belajar; (8) penggunaan bahasa, dan (9) menutup pelajaran. Secara umum hasil penilaian pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus II

No
Kategori
Rentang Nilai
Frek
Prosentase
Ket
1.
Sangat baik
91 – 100
3
50,00

2.
Baik
75 – 90
3
50,00

3.
Cukup
61 – 75
0
0,00

4.
Kurang
51 – 60
0
0,00

5.
Kurang Sekali
< 50
0
0,00


Jumlah

6,00
100,00


Dari jumlah keseluruhan guru, 3 guru di antaranya atau 50,00% termasuk dalam kategori baik dengan nilai antar 75 – 90, sedangkan 1 guru atau 50,00% termasuk dalam kategori sangat baik. Hasil penilaian pelaksanaan pembelajaran pada siklus II akan diuraikan pada tiap aspek penilaian pelaksanaan
Tabel 4.12
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran per Aspek
Siklus II

No
Aspek yang Dinilai
Skor Maksimal
Skor
Rata-2 Skor
Kategori
1
Pra pembelajaran
60
53
88,33
B
2
Pembukaan pembelajaran
60
56
93,33
BS
3
Penguasaan materi pelajaran
60
53
88,33
B
4
Pendekatan/strategi pembelajaran
180
172
95,56
SB
5
Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran
90
85
94,44
SB
6
Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa
150
136
90,67
B
7
Penilaian proses dan hasil belajar
60
57
95,00
SB
8
Penggunaan bahasa
90
84
93,33
SB
9
Menutup pelajaran
60
58
96,67
SB

Rata-rata
-
-
92,00
SB

Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran masih dalam kategori cukup. Hal ini terbukti dengan nilai tiap-tiap aspek penilaian pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan setelah guru disupervisi kunjungan kelas meningkat cukup signifikan. pada siklus II dapat diketahui nilai rata-rata sebesar 92,00 yang termasuk dalam kategori SANGAT BAIK.
B.   Pembahasan
1. Aspek Perencanaan Pembelajaran
Pembahasan hasil penelitian didasarkan pada hasil pra siklus, hasil tindakan siklus I dan hasil tindakan siklus II. Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan melalui 2 tahap, yaitu siklus I dan siklus II. Pembahasan hasil penelitian tersebut terdiri dari penilaian pra pembelajaran yang meliputi 5 aspek, yaitu: (1) pra pembelajaran; (2) pembukaan pembelajaran; (3) penguasaan materi pelajaran; (4) pendekatan/strategi pembelajaran; (5) pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran; (6) pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa; (7) penilaian proses dan hasil belajar; (8) penggunaan bahasa, dan (9) menutup pelajaran.
Kegiatan tindakan dilakukan sebelum tindakan siklus I. hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kondisi awal kemampuan guru sebelum mengikuti siklus I. Setelah melaksanakan kegiatan, menganalisis, peneliti melakukan tindakan siklus I dan siklus II.
Dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh kepala sekolah untuk melakukan observasi. Pada hari berikutnya sesuai dengan jadwal mengajar masing-masing guru dilakukan supervisi kunjungan kelas untuk menilai kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Semua kegiatan tersebut dilakukan hingga dua kali, yaitu siklus I dan siklus II pada tempat yang sama. Pada akhir kegiatan dilakukan penelitian pra pembelajaran, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.13
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru
Pada Kegiatan Perencanaan Pembelajaran
Kondisi Awal, Siklus I, dan II

No
Aspek Penilaian
Nilai Rata-Rata
Peningkatan %
Pra siklus
Siklus I
Siklus II
Pra - Siklus I
Siklus I - II
1.
Perumusan tujuan
53,33
67,78
81,11
14,44
13,33
2.
Penjabaran materi
58,33
78,33
90,83
20,00
12,50
3.
Alat/bahan pelajaran
53,33
70,00
88,89
16,67
18,89
4.
Langkah-langkah PBM
55,83
80,00
90,83
24,17
10,83
5.
Penilaian
60,00
81,11
92,22
21,11
11,11
Rata-rata
56,17
75,44
88,78
19,28
13,33

Dalam bentuk grafik peningkatan peningkatan profesionalisme guru pada kegiatan pelaksanaan pembelajaran per aspek penilaian sebagaimana gambar di bawah ini :








Gambar 4.1 Grafik Peningkatan Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Perencanaan Pembelajaran Per Aspek Penilaian

Berdasarkan rekapitulasi data pada tabel di atas, hasil penilaian pra pembelajaran dari pra siklus, siklus I, sampai siklus II sebagaimana tersaji dalam tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa kemampuan guru pada setiap aspek penilaian pra pembelajaran semua mengalami peningkatan.
Pada siklus I, hasil pada aspek perumusan tujuan pembelajaran sebesar 67,78 termasuk kategori cukup. Hal ini dikarenakan guru sudah memahami rumusan tujuan pembelajaran. Pada aspek penjabaran materi nilai rata-rata sebesar 78,33 termasuk dalam kategori baik, karena guru sudah dapat memilih dan mengorganisasikan materi ajar. Aspek alat/bahan pelajaran nilai rata-rata sebesar 70,00 dalam kategori cukup, dalam hal ini guru belum maksimal terhadap pemilihan sumber belajar/materi pelajaran. Aspek langkah-langkah PBM nilai rata-rata sebesar 80,00 termasuk dalam kategori baik berarti guru sudah dapat menentukan langkah-langkah PBM temasuk pemilihan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi dan karekteristik siswa. Aspek penilaian mencapai nilai rata-rata 81,11 dalam kategori  baik terutama dalam aspek ini guru memahami tentang penilaian hasil belajar secara lengkap yang meliputi: kisi-kisi soal, kunci jawaban, norma penilaian.
Pada siklus II, hasil pada aspek perumusan tujuan pembelajaran sebesar 81,11 termasuk kategori baik. Hal ini dikarenakan guru sudah memahami rumusan tujuan pembelajaran. Pada aspek penjabaran materi nilai rata-rata sebesar 90,83 termasuk dalam kategori baik, karena guru sudah dapat memilih dan mengorganisasikan materi ajar. Aspek alat/bahan pelajaran nilai rata-rata sebesar 88,89 dalam kategori baik, dalam hal ini guru belum maksimal terhadap pemilihan sumber belajar/materi pelajaran. Aspek langkah-langkah PBM nilai rata-rata sebesar  80,00 termasuk dalam kategori baik berarti guru sudah dapat menentukan langkah-langkah PBM temasuk pemilihan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi dan karekteristik siswa. Aspek penilaian mencapai nilai rata-rata 92,22 dalam kategori sangat baik terutama dalam aspek ini guru memahami tentang penilaian hasil belajar secara lengkap yang meliputi: kisi-kisi soal, kunci jawaban, norma penilaian.
2. Aspek Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pembelajaran yang telah dilaksanakan penilaiannya, pada hari berikutnya dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas untuk mengetahui kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Penilaian pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat hasilnya pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.14
Rekapitulasi Penilaian Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran per Aspek
Kondisi Awal, Siklus I, dan II

No
Aspek Penilaian
Nilai Rata-Rata
Peningkatan %
Pra siklus
Siklus I
Siklus II
Pra - Siklus I
Siklus I - II
1
Pra pembelajaran
56,67
73,33
88,33
16,67
15,00
2
Pembukaan pembelajaran
63,33
71,67
93,33
8,33
21,67
3
Penguasaan materi pelajaran
58,33
75,00
88,33
16,67
13,33
4
Pendekatan/strategi pembelajaran
63,89
77,22
95,56
13,33
18,33
5
Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran
63,33
81,11
94,44
17,78
13,33
6
Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa
53,33
68,67
90,67
15,33
22,00
7
Penilaian proses dan hasil belajar
61,67
63,33
95,00
1,67
31,67
8
Penggunaan bahasa
61,11
65,56
93,33
4,44
27,78
9
Menutup pelajaran
61,67
73,33
96,67
11,67
23,33
Rata-rata
60,37
72,14
92,85
11,77
20,72

Dalam bentuk grafik peningkatan peningkatan profesionalisme guru pada kegiatan pelaksanaan pembelajaran per aspek penilaian sebagaimana gambar di bawah ini :






Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Per Aspek Penilaian
Berdasarkan rekapitulasi pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan nilai rata-rata 72,14 termasuk dalam kategori cukup, karena berada dalam rentang nilai 55 – 74. Hasil tersebut belum dapat mencapai target nilai yang diharapkan yaitu 75. Nilai rata-rata tersebut diakumulasikan dari beberapa aspek penilaian. Pada aspek pra pembelajaran sebesar 73,33 termasuk dalam kategori cukup, dalam hal ini guru sudah melaksanakan kegiatan pra pembelajaran yang meliputi pemeriksaan ruang, alat, media, siswa dengan baik. Aspek pembukaan pembelajaran sebesar 71,67 termasuk dalam kategori cukup, berarti guru sudah melaksanakan pembukaan pembelajaran dengan melakukan apresiasi, menyampaikan tujuan kompetensi yang akan dicapai dengan baik. Aspek penguasaan materi pembelajaran sebesar 75,00 termasuk dalam kategori cukup, berarti kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran cukup baik. Aspek pendekatan/strategi pembelajaran sebesar 77,22 termasuk dalam kategori baik, hal ini guru dalam menggunakan strategi pembelajaran cukup baik. Aspek pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran sebesar 81,11 termasuk dalam kategori baik, berarti guru dalam memanfaatkan sumber/media pembelajaran cukup baik. Aspek pembelajaran yang memicu keterlibatan siswa dalam pembelajaran sebesar 68,67 termasuk dalam kategori cukup, berarti guru sudah baik dalam memicu keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Aspek penilaian proses dan hasil belajar sebesar 63,33 termasuk dalam kategori cukup, dalam hal ini melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar cukup baik. Aspek penggunaan lisan nilai rata-ratanya sebesar 65,56 termasuk dalam kategori cukup, berarti guru sudah menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan dengan baik. Aspek penutup pembelajaran nilai rata-ratanya 73,33 termasuk dalam kategori cukup, pada siklus ini guru belum mengakhiri pembelajaran dengan baik, hal ini dikarenakan pembagian alokasi waktu yang kurang sehingga kehabisan waktu sebelum memberi rangkuman/refleksi dan tindak lanjut.
Hasil penilaian pelaksanaan pembelajaran siklus II diperoleh nilai rata-rata sebesar 92,85 termasuk dalam kategori sangat baik karena berada pada rentang nilai 91 – 100. Pencapaian nilai tersebut berarti sudah memenuhi target yang telah ditentukan, dengan demikian tindakan siklus III tidak perlu dilakukan. Nilai masing-masing aspek pada siklus II diuraikan sebagai berikut:
Pada aspek pra pembelajaran siklus II mencapai nilai 88,33 termasuk dalam kategori baik dan terjadi peningkatan 15% dari siklus I dengan baik. Aspek pembukaan pembelajaran siklus II mencapai nilai rata-rata 93,33 termasuk dalam kategori sangat baik dan terjadi peningkatan 21,67% dari siklus I karena guru melaksanakan pembukaan pembelajaran dengan sangat baik. Aspek penguasaan materi pembelajaran pada siklus II mencapai nilai rata-rata 88,33 termasuk dalam kategori baik  dan terjadi peningkatan 13,33% dari siklus I, menunjukkan bahwa guru menguasai materi ajar dengan baik. Aspek pendekatan/strategi pembelajaran siklus II mencapai nilai rata-rata 95,56 termasuk dalam kategori sagat baik dan terjadi peningkatan 18,33% dari siklus I. Hal ini terjadi karena guru dalam penggunaan pendekatan/strategi pembelajaran sudah baik. Aspek pemanfaatan sumber/media pembelajaran siklus II mencapai rata-rata 94,44 termasuk dalam kategori baik dan terjadi peningkatan 13,33% dari siklus I, karena guru memanfaatkan sumber/media pembelajaran dengan baik. Aspek pembelajaran yang memicu dan memelihara ketertiban siswa mencapai nilai rata-rata 90,67 termasuk dalam kategori baik dan terjadi peningkatan 22,00%  dari siklus I, karena guru melaksanakan pembelajaran yang memicu dan memelihara ketertiban siswa dengan baik. Aspek penilaian proses dan hasil belajar siklus II mencapai nilai rata-rata 95,00 termasuk dalam kategori sangat baik, dan terjadi peningkatan 31,67% dari siklus I karena guru telah melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar siswa dengan baik. Aspek penggunaan bahasa siklus II mencapai nilai rata-rata 93,33termasuk dalam kategori baik dan terjadi peningkatan sebesar 27,78 % dari siklus I, karena guru menggunakan bahasa tulis dan bahasa lisan dengan baik dan lancar. Aspek penutupan pembelajaran siklus II mencapai nilai rata-rata sebesar 96,67 termasuk dalam kategori sangat baik dan terjadi peningkatan 23,33 % dari siklus I, peningkatan ini dikarenakan guru sudah melaksanakan penutupan pembelajaran, yaitu melakukan refleksi/rangkuman dan melaksanakan tindak lanjut dengan baik.
Peningkatan nilai pra pembelajaran sebesar 11,96 % dari pra siklus ke siklus I, sebesar 10,38 % dari siklus I ke siklus II, sebesar 22,35 % dari pra siklus ke siklus II, yang diikuti dengan peningkatan nilai pelaksanaan pembelajaran sebesar 12,35 % dari siklus I ke siklus II seperti yang tersebut pada tabel 15 dapat menunjukkan adanya peningkatan kemampuan sikap profesionalisme guru dalam pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan data  pada lembar pengamatan siklus I dan siklus II, maka hasil pengamatan pelaksanaan kunjungan kelas dan pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan skor  72,14 termasuk dalam kategori cukup dan hasil pengamatan pada siklus II mencapai nilai 92,85 termasuk dalam kategori baik, berarti terjadi peningkatan sebesar 20,72 dari siklus I ke siklus II.
Berdasarkan dari serangkaian analisis data pelaksanaan kunjugan kelas untuk mengetahui profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran, telah terjadi perubahan perilaku guru yang positif, maka menunjukkan tingkat profesionalisme guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Hasil penilaian pra pembelajaran yang cenderung meningkat diikuti dengan hasil penilaian pelaksanaan pembelajaran yang meningkat pula, ini menunjukkan adanya peningkatan profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya supervisi KBM melalui kunjungan kelas dapat membantu guru dalam meningkatkan profesionalisme guru dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas KBM yang baik dan menyenangkan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Profesionalisme guru dalam perencanaan pembelajaran di SD Negeri ........... Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas setelah supervisi KBM melalui kunjungan kelas dalam kategori baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan melalui hasil penilaian perencanaan pembelajaran pada siklus I mencapai nilai rata-rata 71,35 termasuk dalam kategori baik, kemudian pada siklus II mencapai nilai rata-rata 83,70 termasuk dalam kategori baik. Dengan demikian terjadi peningkatan pelaksanaan pembelajaran sebesar 12,35 %.
  2. Guru SD Negeri ........... Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas setelah disupervisi melalui kunjungan kelas pra pembelajaran yaitu kemampuan menyusun perencanaan pembelajaran yang sekaligus dapat mengalami peningkatan kemampuan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan kemampuan guru tersebut dapat dibuktikan dari hasil penilaian pra pembelajaran pra siklus menunjukkan rata-rata 68,82 dan pada siklus I meningkat sebesar 11,96 % dengan nilai rata-rata 80,78, kemudian pada siklus II meningkat lagi sebesar 10,38 % menjadi 91,17 dengan kategori sangat baik. Peningkatan kemampuan guru dalam pra pembelajaran/perencanaan pembelajaran tersebut sekaligus diikuti dengan peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran pada siklus I mencapai nilai sebesar 71,35 dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata sebesar 83,70, maka terjadi peningkatan sebesar 12,35 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan supervisi KBM dengan kunjungan kelas dan meningkatakan profesionalisme guru dalam melaksanakan pra pembelajaran/perencanaan pembelajaran dan dapat mengingkatkan kemampuan melaksanakan pembelajaran di SD Negeri ........... Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas
B.        Saran
Berdasarkan pada kesimpulan hasil penelitian tersebut peneliti memberikan saran sebagai berikut:
  1. Sekolah hendaknya dapat mempromosikan kegiatan supervisi/kunjungan kelas untuk semua guru setiap semester, sehingga semua guru dapat menyusun perencanaan pembelajaran. Di samping itu dapat menumbuhkan motivasi guru terhadap penyusunan administrasi pembelajaran, mengingat semua skenario pembelajaran tercantum pada rencana pembelajaran. Dengan demikian guru yang melaksanakan pembelajaran selalu berpedoman pada rencana pembelajaran.
  2. Pengawas sekolah hendaknya melaksanakan supervisi kunjungan kelas terhadap semua guru secara rutin juga, untuk mengetahui tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas dan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses belajar mengajar serta tindak lanjut untuk mencari solusi pemecahan masalahnya dalam rangka peningkatan profesionalisme guru sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.




Untuk mendapatkan file secara lengkap,
silahkan anda klik  DOWNLOAD