Lencana Facebook

banner image

Thursday 3 April 2014

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN COOPERATIVE LERNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI KOPERASI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Ilmu  Pengetahuan  Sosial  merupakan  mata  pelajaran  yang  berperan  untuk memfungsionalkan  dan  merealisasikan  ilmu-ilmu  sosial  yang  bersifat  teoritik  kedalam  kehidupan  nyata  di  masyarakat.  Oleh  karena  itu  secara  substansi  IPS mengintegrasikannya  secara  pedagogik  dari  berbagai  ilmu  sosial    sehingga  siswa tidak  hanya  mampu  menguasai  teori-teori  kehidupan  tetapi  juga  mampu  menjalani kehidupan nyata di masyarakat sebagai insan sosial  Hal  yang  menyebabkan  kurangnya pemahaman  siswa  dalam  mata  pelajaran
IPS  adalah  pendekatan  yang  selama  ini  digunakan  adalah  pendekatan  tradisional dengan  metode  ceramah,  latihan,  dan  pemberian  tugas,  terpaku  pada  buku  sumber, dan  kurangnya  ketertarikan  siswa  pada  materi  pembelajaran  IPS.  Sehingga pembelajaran  menjadi  sesuatu  yang  membosankan  sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa  kemampuan  siswa  belum  memenuhi  harapan.  Oleh  karena  itu  penulis menganggap  penting  mengadakan  perbaikan  pembelajaran  untuk  meningkatkan pemahaman  konsep  IPS  dengan  menggunakan  penerapan  metode  cooperative  learning. Diharapkan  siswa  akan  terangsang  untuk  kritis,  teliti,  dan  memahami  konsep  yang jelas mengenai materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia.
Seperti halnya pada pembelajaran mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia menunjukkan hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Dari 39 orang siswa yang mengikuti proses pembelajaran hanya enam orang siswa (15,38%) yang memperoleh nilai 80 ke atas dan  33 orang siswa (84,62%) yang memperoleh nilai di bawah nilai 80, dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar secara klasikal 65,90 serta motivasi belajar sebesar 25,64% atau 10 orang siswa dari jumlah siswa yang mengikuti proses pembelajaran sebanyak 39 orang.
Perolehan nilai di atas menunjukkan bahwa tingkat penguasaan materi siswa masih rendah, sehingga banyak siswa yang tidak tuntas belajarnya. Namun itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan efek dari pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan kurang dipahami oleh siswa sehingga tingkat penyerapan materi pembelajaran menjadi berkurang. Salah satunya adalah pemilihan metode pembelajaran yang kurang kompetitif, sehingga upaya yang dilakukan adalah menerapkan metode cooperative learning pada pembelajaran, sehingga diharapkan terjadi peningkatan  minat dan hasil belajar siswa.
1.       Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana latar belakang masalah di atas, peneliti meminta bantuan supervisor dan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Dari hasil diskusi terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu :
a.       Rendahnya motivasi belajar siswa pada pembelajaran ilmu pengetahuan sosial materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia.
b.       Rendahnya prestasi belajar siswa pada pembelajaran pembelajaran ilmu pengetahuan sosial materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia.
2.       Analisis Masalah
Melalui refleksi diri, kaji literatur dan diskusi dengan supervisor dan teman sejawat dapat diketahui bahwa kemungkinan faktor penyebab timbulnya masalah di atas adalah :
a.       Metode pembelajaran yang digunakan kurang tepat.
b.       Guru tidak mampu mengembangkan model dialog yang efektif, aktif dan kreatif.
c.       Guru tidak memberikan motivasi kepada siswa selama proses pembelajaran.
Melihat permasalahan sebagaimana tersebut di atas, peneliti berusaha untuk mengatasi masalah tersebut agar proses pembelajaran berjalan dengan baik sehingga motivasi dan hasil belajar siswa dapat meningkat dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas pada pembelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia di kelas IV ............... dengan menerapakan metode cooperative learning.

C. Rumusan Masalah
1.       Bagaimana penerapan metode cooperative learning pada pembelajaran mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia dapat meningkatkan minat belajar siswa ?
2.       Bagaimana penerapan metode cooperative learning pada pembelajaran mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?

B.   Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, agar memiliki arah yang jelas, ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :
1.       Untuk memperbaiki model pembelajaran IPS tentang materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia agar minat  siswa meningkat dengan menerapkan metode cooperative learning..
2.       Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia melalui metode cooperative learning.
3.       Untuk mengetahui peningkatan ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia melalui metode cooperative learning.

D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian tindakan kelas ini juga dapat memberikan manfaat bagi :
  1. Bagi siswa
a.       Menumbuhkan  kerja  sama  antar  siswa  dalam  pembelajaran  IPS  dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
b.       Memberikan  pengalaman  belajar  (learning  experiences)  dalam memecahkan masalah dengan terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
c.       Melatih  keberanian,  keterampilan  dan  rasa  percaya  diri  pada  saat pembelajaran IPS
d.      Meningkatkan  kemampuan  siswa  dalam  mengemukakan  pendapatnya  pada pembelajaran IPS
  1. Bagi guru 
a.       Memberikan  pengalaman  untuk  guru  dalam  merancang  penggunaan  model  pembelajaran  kooperatif  (cooperative  learning)  pada  pembelajaran  IPS  di sekolah dasar.
b.       Mengembangkan  kemampuan  guru  dalam  memodifikasi  model pembelajaran IPS.
c.       Mengembangkan  potensi  guru  sebagai  pengembang  kurikulum,  perencana, pelaksana serta sebagai  motivator.
  1. Bagi Lembaga Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan memberikan sumbangsih kepada dunia pendidikan  pada  umumnya  dan  SD ……………. pada  khususnya  dalam  rangka  meningkatkan  situasi  pembelajaran IPS yang disenangi siswa.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1.       Konsep Cooperative Learning
a.       Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan  interaksi  yang  saling  asuh  antar  siswa  untuk  menghindari ketersinggungan  dan  kesalahpahaman  yang  dapat  menimbulkan  permusuhan. (Anita Lie, 2010: 15)
Cooperative  Learning  adalah  suatu  metode  pembelajaran  dimana  siswa belajar  dan  bekerja  dalam  kelompok-kelompok  kecil  secara  kolaboratif  yang anggotanya  terdiri  dari  4  sampai  8  orang,  dengan  struktur  kelompoknya  yang bersifat heterogen. (Slavin, 1984 dalam Solihatin, dkk 2008:4).
b.       Unsur-unsur Cooperative Learning
1)      Saling Ketergantungan Positif
Dalam Cooperative Learning, guru menciptakan suasana yang mendorong agar  siswa  merasa  saling  membutuhkan  antar  sesama.  Dengan  saling membutuhkan  antar  sesama,  maka  mereka  merasa  saling  ketergantungan  satu sama  lain.  Saling  ketergantungan  tersebut  dapat  dicapai  melalui:  (1)  saling ketergantungan  pencapaian  tujuan,  (2)  saling  ketergantungan  dalam menyelesaikan  pekerjaan,  (3)  ketergantungan  bahan  atau  sumber  untuk menyelesaikan pekerjaan (4) saling ketergantungan peran
2)      Interaksi tatap muka
Interaksi  tatap  muka  menuntut  para  siswa  dalam  kelompok  dapat  saling beratatap  muka  sehingga  mereka  dapat  melakukan  dialog,  tidak  hanya  dengan guru,  tetapi  juga  dengan  sesama  siswa  dengan  interaksi  tatap  muka, memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar  menjadi  bervariasi.  Dengan  interaksi  ini  diharapkan  akan  memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi atau konsep.
3)      Akuntabilitas Individual
Meskipun  Cooperative  Learning  menampilkan  wujudnya  dalam  belajar kelompok  tetapi  penilaian  dalam  rangka  mengetahui  tingkat  penguasaan  siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil penilaian secara individual  tersebut  selanjutnya  disampaikan  oleh  guru  kepada  kelompok  agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan  dan  siapa  anggota  kelompok  yang  dapat  memberikan  bantuan.  Nilai kelompok  didasarkan  atas  rata-rata  hasil  belajar  semua  anggotanya,  oleh  karena itu  tiap  anggota  kelompok  harus  memberikan  kontribusi  demi  keberhasilan kelompok.  Penilaian  kelompok  yang  didasarkan  atas  rata-rata  penguasaan  semua anggota  kelompok  secara  individu  inilah  yang  dimaksud  dengan  akuntabilitas individual.
4)      Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Melalui  Cooperative  Learning  akan  menimbulkan  keterampilan  menjalin hubungan  antar  pribadi.  Hal  ini  ini  dikarenakan  dalam  Cooperative  Learning menekankan aspek tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan  kritik orangnya,  berani  mempertahankan  fikiran    logis,  tidak  medominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat positif lainnya .
Sedangkan  menurut  Muslimin  Ibrahim  dkk  (2000)  unsur-unsur Cooperative Learning adalah (1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama” ; (2) siswa bertanggung jawab atas  segala  sesuatu  di  dalam kelompoknya;  (3)  siswa  haruslah  melihat  bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4) siswa harus membagi  tugas  dan  tanggung  jawab  yang  sama  diantara  anggota  kelompoknya; (5) siswa akan dikenakan evaluasi  atau diberikan hadiah./penghargaan  yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) siswa berbagi kepemimpinan dan  mereka  membutuhkan  keterampilan  untuk  belajar  bersama;  (7)  siswa  akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok Cooperative.
c.       Pentingnya Cooperative Leraning
Hasil penelitian melalui metode metaanalisis yang dilakukan oleh Johnson dan  Johnson  (1984  dalam  Nurhadi,  2003)  menunjukkan  adanya  berbagai keunggulan Cooperative Learning, yakni:
1)      Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
2)      Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati
3)      Memungkinkan  para  siswa  saling  belajar  mengenai  sikap,  keterampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan 
4)      Memungkinkan  terbentuk  dan  berkembangnya  nilai-nilai  sosial  dan komitemen
5)      Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
6)      Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egosentris
7)      Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan
8)      Dapat  menjadi  acuan  bagi  perkembangan  kepribadian  yang  sehat  dan terintegrasi 
9)      Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga dewasa
10)  Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan
11)  Mencegah terjadinya kenakalan dimasa remaja
12)  Menimbulkan perilaku rasional di masa remaja
13)  Berabagai  keterampilan  sosial  yang  diperlukan  untuk  memelihara  hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekan
14)  Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
15)  Meningkatkan  kemampuan  memandang  masalah  dan  situasi  dari  berbagai perspektif
16)  Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup
17)  Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri 
18)  Meningkatkan  kesediaan  menggunakan  ide  orang  lain  yang  dirasakan  lebih baik
19)  Meningkatkan motivasi belajar
20)  Meningkatkan  kegemaran  berteman  tanpa  memandang  perbedaan kemampuan,  jenis  kelamin,  norma  atau  cacat,  etnis,  kelas  sosial,  agama,  dan orientasi tugas
21)  Mengembangkan kesadaran tanggung jawab dan saling menjaga perasaan
22)  Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar
23)  Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong
24)  Meningkatkan kesehatan psikologis
25)  Meningkatkan sikap tenggang rasa
26)  Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
27)  Memungkinkan  siswa  mampu  mengubah  pandangan  klise  dan  stereotip menjadi pandangan yang dinamis dan realistis
28)  Meningkatkan  rasa  harga  diri  (Self  Esteem)  dan  penerimaan  diri  (Self Acceptance)
29)  Memberikan  harapan  yang  lebih  besar  bagi  terbentuknya  manusia  dewasa yang  menjalin  hubungan  positif  terhadap  sesamanya  baik  ditempat  kerja maupun dimsayarakat
30)  Meningkatkan  hubungan  positif  antara  siswa  dengan  guru  dan  personil sekolah
31)  Meningkatkan  pandangan  siswa  terhadap  guru  yang  bukan  hanya  sebagai penunjang  keberhasilan  akademik,  tetapi  juga  perkembangan  kepribadian yang sehat dan terintegrasi
32)  Meningkatkan  pandangan  siswa  terhadap  guru  yang  bukan  hanya  pengajar tetapi juga pendidik
d.      Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 
Dalam  menerapkan  model  pembelajaran  kooperatif  (Cooperative  Learning)  di dalam kelas, ada beberapa prinsip mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh  guru  sebagai  perancang  dan  pelaksana  pembelajaran  dengan  menggunakan model ini. Menurut Solihatin, dkk (2008:6-10) prinsip-prinsip tersebut adalah :
1)      Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas
Sebelum  menerapkan  model  pembelajaran  kooperatif  (Cooperative Learning),  guru  hendaknya  memulai  dengan  merumuskan  tujuan pembelajaran  dengan  jelas  dan  spesifik.  Tujuan  tersebut  menyangkut  apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran. Perumusan  tujuan  harus  disesuaikan  dengan  tujuan  kurikulum  dan  tujuan pembelajaran. 
2)      Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar
Siswa  dikondisikan  untuk  mengetahui  dan  menerima  kenyataan  bahwa setiap  orang  dalam  kelompoknya  menerima  dirinya  untuk  bekerja  sama dalam  mempelajari  seperangkat  pengetahuan  dan  keterampilan  yang  telah ditetapkan.
3)      Ketergantungan yang bersifat positif
Guru  merancang  struktur  kelompok  dan  tugas-tugas  kelompok  yang memungkinkan  setiap  siswa  untuk  belajar  dan  mengevaluasi  dirinya  dan teman kelompoknya, kondisi belajar ini memungkinkan siswa untuk merasa tergantung  secara  positif  pada  anggota  kelompok  lainnya  dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
4)      Interaksi yang bersifat terbuka
Dalam  kelompok  belajar,  interaksi  yang  terjadi  bersifat  langsung  terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
5)      Tanggung jawab individu
Keberhasilan  belajar  dalam  model  pembelajaran  kooperatif  (Cooperative   Learning)  dipengaruhi  oleh  kemampuan  individu  siswa  dalam  menerima dan memberi apa yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya.
6)      Kelompok bersifat heterogen
Dalam  pembentukan  kelompok  belajar,  keanggotaan  kelompok  harus bersifat  heterogen  sehingga  interaksi  kerja  sama  yang  terjadi  merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda.
7)      Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif
Pada  kegiatan  bekerja  dalam  kelompok,  siswa  harus  belajar  bagaimana meningkatkan  kemampuan  interaksinya  dalam  memimpin,  berdiskusi, bernegosiasi,  dan  mengklarifikasi  berbagai  masalah  dalam  menyelesaikan tugas-tugas kelompok. 
8)      Tindak lanjut 
Guru  mengevaluasi  dan  memberikan  berbagai  masukan  terhadap  hasil pekerjaan  siswa  dan  aktivitas  mereka  selama  belajar  dalam  kelompok tersebut.
9)        Kepuasaan dalam belajar
Setiap  siswa  dan  kelompok  harus  memperoleh  waktu  yang  cukup  untuk belajar  dalam  mengembangkan  pengetahuan,  kemampuan,  dan keterampilannya.

e.       Tujuan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran  kooperatif  disusun  dalam  sebuah  usaha  untuk  meningkatkan partisipasi  siswa,  memfasilitasi  siswa  dengan  pengalaman  sikap  kepemimpinan dan  membuat  keputusan  dalam  kelompok,  serta  memberikan  kesempatan  kepada siswa  untuk  berinteraksi  dan  belajar  bersama-sama  dengan  siswa  yang  berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007:42).
Jadi,  dalam  pembelajaran  kooperatif  siswa  berperan  ganda  yaitu  sebagai  siswa ataupun  sebagai  guru.  Dengan  bekerja  secara  kolaboratif  untuk  mencapai  sebuah tujuan  bersama,  maka  siswa  akan  mengembangkan  keterampilan  berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. ‘Pembelajaran  kooperatif  mempunyai  efek  yang  berarti  terhadap  penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata social, kemampuan, dan ketidakmampuan’  (Ibrahim  dalam  Trianto  2007:44).  Pembelajaran  kooperatifmemberikan  peluang  kepada  siswa  yang  berbeda  latar  belakang  dan kondisi  untuk bekerja  saling  bergantung  satu  sama  lain  atas  tugas-tugas  bersama,  dan  melalui penggunaan  struktur  penghargaan  kooperatif,  belajar  untuk  menghargai  satu  sama lain. Keterampilan  sosial  atau  kooperatif  berkembang  secara  signifikan  dalam pembelajaran  kooperatif.  ‘Pembelajaran  kooperatif  sangat  tepat  digunakan  untuk melatih keterampilan-keterampilan kerja sama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya-jawab’ (Ibrahim dalam Trianto 2007:45).

2.       Hakikat Pembelajaran IPS
a.       Konsep dan Pengertian Pembelajaran IPS 
Dalam  Kurikulum  Tingkat  Satuan  Pendidikan  (KTSP)  tahun  2006  dikemukakan  Ilmu  Pengetahuan  Sosial  (IPS)  merupakan  salah  satu    mata  pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. Di  dalam KTSP ini mata pelajaran IPS adalah untuk mengkaji seperangkat peristiwa,  fakta,  konsep,  dan  generalisasi  yang  berkaitan  dengan  peristiwa-peristiwa  dan   isu-isu sosial. Pada jenjang SD/MI  mata pelajaran IPS memuat materi Geografi,  Sejarah,  Sosiologi  dan  Ekonomi.  Melalui  mata  pelajaran  IPS  siswa  diarahkan  untuk  dapat  menjadi  warga  negara  Indonesia  yang  bertanggung  jawab  dan  dapat  menghadapi permasalahan-permasalahan sosial di kehidupan nanti. 
Menurut  A  Kosasih  Djahiri  (1989  :  2)  “merumuskan  Ilmu  Pengetahuan  Sosial  sebagai  ilmu  pengetahuan  yang  memadukan  sejumlah  konsep  pilihan  dari  cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip  pendidikan  dan  didaktik  untuk  dijadikan  program  pengajaran  pada  tingkat  persekolahan”.
Pembelajaran  IPS  bersifat  integrativ  karena  materi  yang  diajarkan  merupakan  akumulasi  sejumlah  disiplin  ilmu  sosial. Pembelajaran  IPS  lebih  menekankan    aspek  pendidikan  dibanding  transper  konsep  karena  melaluipembelajaran  IPS  diharapkan  siswa  memahami  sejumlah  konsep  dan  melatih sikap,  nilai,  moral,  dan  keterampilannya  berdasarkan  konsep  yang  telah dimilikinya  (Suarti,  2007:19).  Selain  itu  pengertian  IPS  menurut  pendapat  Sapriya,  dkk  2009  :6  )  “bahwa  IPS  sebagai  suatu  pengajaran  yang  membimbing para  pemuda-pemudi  ke  arah  menjadi  aktivitas  warga negara  yang  cerdas,  hidup fungsional, efektif, produktif dan berguna bagi bangsa”.
IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan,
adaptasi,  seleksi  dan  modifikasi  yang  diorganisasikan  dari  konsep-konsep  dan  keterampilan-keterampilan  Sejarah,  Geografi,  Sosiologi,  Antropologi,  dan  Ekonomi  (Puskur,  2001:  9).  Geografi,  Sejarah  dan  Antropologi  merupakan  disiplin  ilmu  yang  memiliki  keterpaduan  yang  tinggi.  Pembelajaran  Geografi  memberikan  wawasan  berkenaan  dengan  peristiwa-peristiwa  dengan  wilayah- wilayah,  sedangkan  Sejarah  memberikan  kebulatan  wawasan  berkenaan  dengan  peristiwa-peristiwa  dari  berbagai  periode.  Antropologi  meliputi  studi-studi  komparatif  yang  berkenaan  dengan  nilai-nilai  kepercayaan,  struktur  sosial,  aktivitas-aktivitas  ekonomi,  organisasi  politik,  ekspresi-ekpresi  dan  spritual,  teknologi,  dan  benda-benda  budaya  dari  budaya-budaya  terpilih.  Ilmu  Ekonomi  tergolong  kedalam  ilmu-ilmu  tentang  kebijakan  pada  aktivitas-aktivitas  yang  berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu tentang  perilaku  seperti  konsep  peran,  kelompok,  institusi,  proses  interaksi  dan  kontrol  sosial.  IPS  menggambarkan  interaksi  individu  atau  kelompok  dalam  masyarakat  baik dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Interaksi antar individu dalam  ruang  lingkup  lingkungan  mulai  dari  yang  terkecil  misalkan  keluarga,  tetangga,  rukun tetangga atau rukun warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten,  pendidikan IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran tersebut dalam  satu  bidang  studi.  Materi  pelajaran  IPS  merupakan  penggunaan  konsep-konsep  dari  ilmu  sosial  yang   terintegrasi  dalam  tema-tema tertentu.  Misalkan  materi tentang  pasar,  maka  harus  ditampilkan  kapan  atau  bagaimana  proses  berdirinya  (sejarah), dimana pasar itu berdiri (Geografi), bagaimana hubungan antara orang-orang  yang  berada  di  pasar  (Sosiologi),  bagaimana  kebiasaan-kebiasaan  orang  menjual  atau  membeli  di  pasar  (Antropologi)  dan  berapa  jenis-jenis  barang  yang  diperjualbelikan (Ekonomi).
Dengan  demikian  Pendidikan  IPS  di  sekolah  dasar  adalah  disiplin  ilmu-ilmu  sosial seperti yang disajikan pada tingkat menengah dan universitas, hanya karena  pertimbangan  tingkat  kecerdasan,  kematangan  jiwa  peserta  didik,  maka  bahan  pendidikannya  disederhanakan,  diseleksi,  diadaptasi  dan  dimodifikasi  untuk  tujuan institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997).  Pembelajaran  IPS  di  SD  merupakan  salah  satu  progarm  pengajaran  yang  dipersiapkan  untuk  masa  yang  akan  datang  dalam  menghadapi  tantangan  globalisasi.  Oleh  karena  itu  IPS  dirancang  untuk  mengembangkan,  pengetahuan,  pemahaman  dan  kemampuan  analisis  terhadap  kondisi  sosial  masyarakat  dalam  memasuki  kehidupan  bermasyarakat yang dinamis.
Ada  pendekatan-pendekatan  dalam  pembelajaran  IPS  di  SD  dalam  mengembangkan program maupun metode pembelajaran antara lain :
1)      Siswa sentris yaitu faktor siswa yang diutamakan dalam pembelajaran
2)      Kemasyarakatan  sentris  (community  Oriented)  yaitu  masalah  kehidupan  nyata  (riil)  dan  kemasyarakatan  yang  dijadikan  sumber  dan  bahan pembelajaran.
3)      Ekosistem  yaitu  faktor  baik  fisik  maupun  budaya  selalu  dijadikan  pertimbangan dalam pembelajaran IPS.
4)      Bersifat  meluas  (komprehensif,  broadfield,  multimensional)  dengan  pola  pengorganisasian  bahan  yang  terpadu  (integrated)  dan  bersifat  korelated  (bertautan dan berkesinambungan).
Adapun ruang lingkup pembelajaran IPS berdasarkan KTSP 2006 meliputi  aspek-aspek sebagai berikut (a) manusia, tempat dan lingkungan, (b) sistem sosial dan budaya, (c) prilaku ekonomi dan kesejahteraan, dan (d) waktu, keberlanjutan dan perubahan. 
b.       Fungsi Pembelajaran IPS
Ilmu  Pengetahuan  Sosial  (IPS)  pada  jenjang  pendidikan  dasar memfokuskan  kajiannya  kepada  hubungan  antar  manusia  dan  proses  membantu  pengembangan kemampuan dalam hubungan tersebut. Pengetahuan, keterampilan  dan  sikap  yang  dikembangkan  melalui  kajian  ini  ditunjukan  untuk  mencapai  keserasian  dan  keselarasan  dalam  kehidupan  masyarakat.  Pendidikan  IPS  sudah  lama  dikembangkan  dan  dilaksanakan  dalam  kurikulum-kurikulum  di  Indonesia,  khususnya  pada  jenjang  pendidikan  dasar.  Pendidikan  ini  tidak  dapat  disangkal  telah  membawa  beberapa  hasil,  walaupun  belum  optimal.  Secara  umum  penguasaan  pengetahuan  sosial  atau  kewarganegaraan lulusan  pendidikan  dasar  relatif  cukup,  tetapi  penguasaan  nilai  dalam  arti  penerapan   nilai,  keterampilan sosial dan partisipasi sosial hasilnya belum menggembirakan. Kelemahan tersebut  sudah  tertentu  terkait  atau  dilatarbelakangi  oleh  banyak  hal,  terutama  proses  pendidikan  atau  pembelajarannya,  kurikulum,  para  pengelola  dan  pelaksananya  serta faktor-faktor yang berpengaruh lainnya.
Banyak  penyebab  yang  melatarbelakangi  pendidikan  IPS  belum  dapat  memberikan hasil seperti yang diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal  dari  kurikulum,  rancangan,  pelaksana,  pelaksanaan  ataupun  faktor-faktor  pendukung  pembelajaran.  Berkenaan  dengan  kurikulum  dan  rancangan  pembelajaran  IPS,  beberapa  penelitian  memberi  gambaran  tentang  kondisi  tersebut.  Hasil  penelitian  Balitbang,  Depdikbud  tahun  1999  menyebutkan bahwa  “Kurikulum  1994  tidak  disusun  berdasarkan basic  competencies melainkan  pada  materi,  sehingga  dalam  kurikulumnya  banyak  memuat  konsep-konsep  teoritis”
(Boediono,  1999:  84).  Hasil  evaluasi  kurikulum  IPS  SD  tahun  1994  menggambarkan  adanya  kesenjangan  kesiapan  siswa  dengan  bobot  materi
sehingga  materi  yang  disajikan,  terlalu  dianggap  sulit  bagi  siswa,  kesenjangan antara  tuntutan  materi  dengan  fasilitas  pembelajaran  dan  buku  sumber,  kesulitan  manajemen  waktu  serta  keterbatasan  kemampuan  melakukan  pembaharuan  metode mengajar (Depdikbud, 1999).
Berdasarkan  hal-hal  di  atas  nampak,  bahwa  pada  satu  sisi  betapa  pentingnya  fungsi  pembelajaran  IPS  dalam    mengembangkan  pengetahuan,  nilai.  sikap, dan keterampilan sosial agar siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan  negara  Indonesia  yang  baik  namun  di  pihak  lain  masih  banyak  masalah-masalah  tersebut diperlukan penelitian berkaitan dengan pembelajaran IPS.
Adapun fungsi pembelajaran IPS adalah :
1)      Membekali  siswa  dengan  pengetahuan  sosial  yang  berguna,  keterampilan  sosial dan intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian sosial nya  sebagai  SDM  yang  bertanggung  jawab  dalam  merealisasikan  tujuan  nasional
2)      Membina  siswa  menjadi  warga  negara  yang  baik  yang  memiliki  pengetahuan  keterampilan  dan  kepedulian  sosial  yang  berguna  bagi  dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara.
3)      Mendidik  siswa  untuk  dapat  berkomunikasi,  bekerjasama  dalam  masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global.
4)      Mengarahkan siswa dalam berfikir kritis dan memecahkan masalah sosial  yang dihadapinya.
c.       Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan  utama  Ilmu  Pengetahuan  Sosial  ialah  untuk  mengembangkan  potensi  peserta  didik  agar  peka  terhadap  masalah  sosial  yang  terjadi  di  masyarakat,  memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi,  dan  terampil  mengatasi  setiap  masalah  yang  terjadi sehari-hari  baik  yang  menimpa  dirinya  sendiri  maupun  yang  menimpa  masyarakat.   
Menurut Awan Mutakin, (1998:99) bahwa tujuan Pembelajaran IPS adalah :
1)      Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya,  melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan mastarakat.
2)      Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode  yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk  memecahkan masalah-masalah sosial.
3)      Mampu  menggunakan  model-model  dan  proses  berpikir  serta  membuat  keputusan  untuk  menyelesaikan  isu  dan  masalah  yang berkembang  di  masyarakat.
4)      Menaruh  perhatian  terhadap  isu-isu  dan  masalah-masalah  sosial,  serta  mampu  membuat  analisis  yang  kritis,  selanjutnya  mampu  mengambil  tindakan  yang  tepat.
5)      Mampu  mengembangkan  berbagai  potensi  sehingga  mampu  membangun  diri sendiri  agar  survive  yang  kemudian  bertanggung  jawab  membangun  masyarakat.
Menurut  Noman  Sumantri  (1999:45-46) bahwa  tujuan  Pendidikan  IPS pada  tingkat  sekolah  adalah:
1)      Menekankan  tumbuhnya  nilai  kewarganegaraan,  moral,  ideologi  negara  dan  agama.
2)      Menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuwan.
Tujuan  Pembelajaran  IPS  di  Sekolah  Dasar  berdasarkan  KTSP  2006  adalah agar siswa memiliki kemampuan  sebagai berikut:
1)      Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat  dan lingkungannya.
2)      Memiliki  kemampuan  dasar  untuk  berfikir  logis  dan  kritis,  rasa  ingin  tahu,  inquiri,  memecahkan  masalah,  dan  keterampilan  dalam  kehidupan  sosial.
3)      Memiliki  komitmen  dan  kesadaran  terhadap  nilai-nilai  sosial  dan  kemanusiaan.
4)      Memiliki  kemampuan  berkomunikasi,  bekerjasama  dan  berkompetensi  dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.
Dalam proses pendidikan IPS di SD, pembelajarannya kurang memperhatikan  karakteristik  anak  usia  sekolah  dasar,  yakni  terkait  dengan  perkembangan  psikologis siswa. Menurut Jean Piaget (1963), anak dalam kelompok usia SD (6 12  tahun)  berada  dalam  perkembangan  kemampuan  intelektual/kognitifnya  pada tingkatan konkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang  utuh  dan  menganggap  tahun  yang  akan  datang  sebagai waktu  yang  masih  jauh.  Yang  mereka  pedulikan  adalah  sekarang  (konkrit)  dan  bukan  masa  depan  yang  belum  bisa  mereka  pahami  (abstrak).  Padahal  bahan  materi  IPS  penuh  dengan  pesan-pesan  yang  bersifat  abstrak.  Konsep-konsep  seperti  waktu,  perubahan,  kesinambungan  (continuity)  arah  mata  angin,  lingkungan,  ritual,  akulturasi,  kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan atau kelangkaan adalah konsep- konsep  abstrak  yang  dalam  program  studi  IPS  harus  dibelajarkan  kepada  siswa  SD. Jika hal ini dibiarkan terus, maka pembelajaran  IPS dapat menjadi pelajaran  yang  membosankan  bagi  siswa.  Dan  baik  secara  langsung  maupun  tidak  akan  berdampak  pada  tujuan  pendidikan  IPS  yang  diharapkan.  Untuk  mengatasi  permasalahan  tersebut  diperlukanlah  model  pembelajaran  yang  sesuai  untuk  materi IPS di SD dan memperhatikan karakteristik anak usia SD.
d.      Karakteristik Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Dalam  Kurikulum  Tingkat  Satuan  Pendidikan  (KTSP)  tahun  2006  dikemukakan  Ilmu  Pengetahuan  Sosial  (IPS)  merupakan  salah  satu    mata  pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. Di  dalam KTSP ini mata pelajaran IPS adalah untuk mengkaji seperangkat peristiwa,  fakta,  konsep,  dan  generalisasi  yang  berkaitan  dengan  peristiwa-peristiwa  dan   isu-isu sosial. Pada jenjang SD/MI  mata pelajaran IPS memuat materi Geografi,  Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi.   Pendidikan IPS di sekolah dasar adalah disiplin ilmu-ilmu sosial seperti yang  disajikan  pada  tingkat  menengah  dan  universitas,  hanya  karena  pertimbangan tingkat  kecerdasan,  kematangan  jiwa  peserta  didik, maka  bahan  pendidikannya  disederhanakan,  diseleksi,  diadaptasi  dan  dimodifikasi  untuk  tujuan  institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997:88).  
Ada beberapa karakteristik pembelajaran IPS yang dikaji bersama ciri dan  pembelajaran  IPS  menurut  A  Kosasih  Djahiri  (1979  :4)  adalah  sebagai berikut  :
1)      IPS  berusaha  mempertautkan  teori  ilmu  dengan  fakta atau  sebaliknya  (menelaah fakta dari segi ilmu)
2)      b.  Penelaahan dan pembahasan IPS tidak hanya dari satu bidang disiplin  ilmu  saja    melainkan  bersifat  komprehensif  (meluas)  dari  berbagai  ilmu  sosial  dan  lainya  sehingga  berbagai  konsep  ilmu  secara  terintegrasi  terpadu  digunakan  untuk  menelaah  satu  masalah/tema/topic.
3)      c.  Mengutamakan  peran  aktif  siswa  melalui  proses  belajar  inquiri  agar  siswa mampu mengembangkan berfikir kritis, rasional dan analitis. Program  pembelajaran  disusun  dengan    meningkatkan  /menghubungkan  bahan-bahan  dari  berbagai  disiplin  ilmu  sosial  dan  lainya  dengan  kehidupan  nyata  di  masyarakat,  pengalaman,  permasalahan, kebutuhan dan  memproyeksikannya kepada kehidupan  di  masa  yang  akan  datang  baik  dari  lingkungan  fisik  maupun  budayanya.
4)      IPS  dihadapkan  pada  konsep  dan  kehidupan  sosial  yang  sangat  labil  (mudah  berubah)  sehingga  titik  berat  pembelajaran  adalah    proses  internalisasi  secara  mantap  dan  aktif  pada  diri  siswa  agar  memiliki  kebiasaan  dan  kemahiran  untuk  menelaah  permasalahan  kehidupan  nyata pada masyarakat.
5)      IPS  mengutamakan  hal-hal  arti  dan  penghayatan  hubungan  antar  manusia yang bersifat manusiawi.
6)      Pembelajaran  IPS  tidak  hanya  mengutamakan  pengetahuan  semata  juga nilai dan keterampilannya.
7)      Pembelajaran  IPS  berusaha  untuk  memuaskan  setiap  siswa  yang  berbeda  melalui  program  dalam  arti  memperhatikan  minat  siswa  dan  masalah-masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya.
8)      Dalam  pengembangan  Program  pembelajaran  IPS  senantiasa  melaksanakan  prinsip-prinsip,  karakteristik  (sipat  dasar)  dan  pendekatan-pendekatan yang menjadi ciri IPS itu sendiri.
3.       Belajar
Belajar menurut bahasa adalah “usaha (berlatih) dan sebagai upaya mendapatkan kepandaian” (Poerwadarminta, 1990:965). Sedangkan menurut istilah yang dipaparkan oleh beberapa ahli, di antaranya oleh  Ahmad Fauzi (2004:44) yang mengemukakan belajar adalah “Suatu proses di mana  suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki  melalui  serentetan  reaksi  atas  situasi  (atau  rangsang)  yang terjadi”
Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman (Snelbeker 1974 dalam Toeti 1992:10) Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar dikelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah suatu proses atau usaha seseorang yang ditandai dengan  adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik  berupa diperolehnya pengetahuan, sikap maupun ketrampilan baru. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar.
Sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar (Herman  Hudoyo 1988: 1). Peristiwa belajar yang disertai proses pembelajaran akan lebih terarah  dan sistematik dari pada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan
Belajar merupakan proses perkembangan hidup manusia. Dengan belajar manusia melakukan perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Dengan demikian tidak semua perubahan tingkah laku adalah hasil belajar seperti tingkah laku akibat tabrakan, akibat gila, dan sebagainya (Abu Ahmadi dan Widodo,2003:127).
Anak usia SD memiliki karakteristik senang bermain, senang bergerak, senang belajar / bekerja dalam kelompok dan senang melakukan atau melaksanakan atau memperagakan sesuatu secara langsung. (Robert J. Havighurt, dalam Rusna Ristasa dan Prayitno, 2006:43).
Adanya karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus mampu merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan, anak berpindah atau bergerak, anak belajar atau bekerja dalam kelompok, dan anak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan penemuan informasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Epon Ningrum (dalam Rusna Ristasa dan Prayitno, 2006:44) “Mengajar adalah membina siswa bagaimana belajar, bagaimana berfikir dan bagaimana mencari informasi”
Menurut ahli lain yang memberi rambu-rambu (guidelines) dalam merujuk model pembelajaran adalah Jean Piaget (dalam Abim Syamsudin : 50). Menurut Jean Piaget perkembangan kognitif anak SD berada pada tahap perkembangan operasional kongkret. Pada anak usia ini akan lebih mudah dipahami jika menggunakan objek-objek kongkret dan terlibat langsung di dalamnya. Hal ini mengisyaratkan kepada guru untuk mampu mengeksploitasi sumber daya yang ada untuk dijadikan sumber dan alat bantu dalam pembelajaran dan mampu merancang pembelajaran yang dapat melibatkan anak secara aktif. Alat bantu memiliki peran penting dalam pembelajaran.
4.      Motivasi  dalam Belajar
a.       Pengertian dan Jenis Motivasi
Guru-guru  sangat  menyadari  pentingnya  motivasi  dalam  bimbingan  belajar  siswa  berbagai  macam  teknik  misalnya  penghargaan,  pujian  dan  celaan  telah dipergunakan untuk mendorong para siswa agar mau belajar. Seorang guru  dalam  proses  belajar  mengajar  harus  benar-benar  mengoptimalkan  dalam  memanfaatkan  atau  menggunakan  sarana  dan  prasarana  pendidikan  yang  telah  tersedia.  Oleh  karena  itu,  masalah  memotivasi  siswa  dalam  belajar,  merupakan masalah  yang  sangat  kompleks.  Guru  hendaknya  mengetahui  prinsip-prinsip  motivasi  yang  dapat  membantu  pelaksanaan  tugas  mengajar  dan  dapat  membangkitkan  motivasi  belajar  siswa,  sehingga  mereka  dapat  mencapai  hasil  belajar yang diharapkan.
Motif  adalah  dorongan  atau  kekuatan  dari  dalam  diri  seseorang  yang  mendorong  orang  untuk  bertingkah  laku  atau  berbuat  sesuatu  untuk  mencapai  suatu  tujuan  tertentu.  Motif  dapat  berupa  kebutuhan  dan  cita- cita.  Motif  ini  merupakan  tahap  awal  dari  proses  motivasi,  sehingga  motif baru merupakan suatu kondisi intern atau disposisi (kesiapsiagaan)  saja.  Sebab  motif  tidak  selamanya  aktif.  Motif  aktif  pada  saat  tertentu  saja,  yaitu  apabila  kebutuhan  untuk  mencapai  tujuan  sangat  mendesak.(Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, 2004). Jadi,  apabila  suatu  kebutuhan  dirasakan  mendesak  untuk  dipenuhi  maka  motif  atau  daya  penggerak  menjadi  aktif.  Motif  atau  daya  penggerak  yang  telah  menjadi aktif inilah yang disebut motivasi. Menurut Alisuf Sabri, Motivasi adalah  segala  sesuatu  yang  menjadi  pendorong  tingkah  laku  yang  menuntut/mendorong  orang untuk memenuhi suatu kebutuhan. Dan sesuatu yang dijadikan motivasi itu  merupakan  suatu  keputusan  yang  telah  ditetapkan  individu  sebagai  suatu  kebutuahan/tujuan  yang  nyata  ingin  dicapai.(  M.  Alisuf  Sabri,1993:128).
Dengan demikian, kebutuhan inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motif  untuk  melakukan  tindakan  tertentu,  di  mana  diyakini  bahwa  jika  perbuatan  itu  telah dilakukan, maka tercapailah keadaan keseimbangan dan timbullah perasaan  puas dalam diri individu. Adapun  Jenis  motivasi  dapat  dipandang  dari  segi  sumber,  maka  dapat  dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1)      Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik timbul dari setiap individu seperti kebutuhan, bakat,  kemauan,  minat  dan  harapan  yang  terdapat  pada  diri  seseorang.  Sebagai  misal,  seseorang  yang  gemar  membaca  tidak  memerlukan  orang  lain  yang  memotivasinya  tetapi  ia  sendiri  butuh,  berminat  atau  berkemauan  untuk  mencari sumber-sumber bacaan dan rajin membacanya.
2)      Motivasi Ekstrinsik
Yaitu  motivasi  yang  datang  dari  luar  diri  seseorang,  timbul  karena  adanya  stimulus  (rangsangan)  dari  luar  lingkungannya.  Sebagai  contoh,  seseorang yang berlatih atletik karena terangsang oleh gelar kejuaraan, hadiah,  dan meningkatkan nama baik organisasi olah raga yang ia masuki.   Dengan  demikian  bahwa  motivasi  yang  berasal  dari  diri  sendiri  (intrinsik)  dan  motivasi  yang  berasal  dari  luar  diri  (ekstrinsik),  kedua-duanya  sangatlah  berpengaruh  pada  tindakan  seseorang.  Dengan  adanya  kedua  motivasi  tersebut,  maka  seseorang  dapat  melakukan  tindakan-tindakan  atau  perbuatan- perbuatan dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
b.      Motivasi Sebagai Penunjang Belajar
Thomas M. Risak yang mengemukakan tentang motivasi sebagai berikut:  We may now define motivation, in a pedagogical sense, as the conscious  effort on the part of the teacher to establish in studens motives leading to  sustained activity toward the learning goals dan  diterjemahkan  oleh  Zakiah  Daradjat,  dkk,  motivasi  adalah  usaha  yang  disadari  oleh  pihak  guru  untuk  menimbulkan  motif-motif  pada  diri  murid yang  menunjang  kegiatan  kearah  tujuan-tujuan  belajar.  (Zakiah  Daradjat    dkk,   1995 : 40). 
Pada dasarnya perbuatan-perbuatan yang kita lakukan sehari-hari banyak  yang didorong oleh motif-motif ekstrinsik, tetapi banyak pula yang didorong oleh  motif-motif intrinsik atau oleh kedua-duanya. Seperti halnya dalam dunia pendidikan, khususnya  dalam proses belajar  mengajar  untuk  menacapai  tujuan  dan  hasil  belajar  yang  optimal,  siswa  banyak  terpengaruh oleh motif-motif yang berasal dari luar dirinya maupun yang berasal  dari  dalam  dirinya,  atau  mungkin  dapat  terpengaruh  secara  bersamaan  sesuai  dengan situasi yang berkembang. 
Di  antara  motivasi  tersebut,  maka  menurut  penulis  motivasi  intrinsiklah  yang  jauh  lebih  baik,  berkesan  lama  serta  dapat  memberikan  hasil  yang  memuaskan pada diri seseorang, karena motivasi ini timbul atas dasar kesadaran  sendiri  untuk  memperoleh  hasil  yang  diinginkan,  tetapi  tidak  dengan  mengesampingkan motivasi ekstrinsik.   Motivasi  ekstrinsik  juga  sangatlah  berpengaruh  pada  diri  seseorang,  karena  manusia  adalah  makhluk  sosial  yang  saling  membutuhkan  serta  mempunyai  lingkungan  disekitarnya,  baik  lingkungan  sekolah,  keluarga  dan  masyarakat. Apabila lingkungan sekitarnya baik dan dapat memotivasi seseorang  untuk melakukan tindakan  yang baik, maka seseorang itu dapat mencapai tujuan  yang diinginkan dan sebaliknya, apabila lingkungan disekitarnya buruk dan malah  membuat seseorang melakukan tindakan yang buruk, maka orang itu tidak dapat termotivasi dan tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan.  Dengan demikian, motivasi sangatlah penting baik motivasi yang berasal  dari dalam diri (intrinsik) maupun motivasi yang berasal dari luar diri (ekstrinsik),  karena  kedua-duanya  dapat  menjadi  pendorong  untuk  belajar  dan  agar  proses  belajar  mengajar  dan  berjalan  dengan  lancar,  aktifitas  dalam  belajarnya  memberikan  kepuasan/ganjaran  diakhir  kegiatan  belajarnya  serta  sesuai  dengan  tujuan yang diharapkan.
c.       Peranan dan Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi  sangat  berperan  dalam  belajar.  Dengan  motivasi  inilah  siswa   menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan motivasi itu pulalah kualitas hasil  belajar siswa juga kemungkinannya dapat diwujudkan.  Siswa  yang  dalam  proses  belajar  mempunyai  motivasi  yang    kuat  dan jelas  pasti  akan  tekun  dan  berhasil  belajarnya.  Kepastian  itu dimungkinkan oleh sebab adanya ketiga fungsi motivasi sebagai berikut:
1)      Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.
2)      Penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
3)      Penseleksi  perbuatan  sehingga  perbuatan  orang  yang  mempunyai motivasi  senantiasa  selektif  dan  tetap  terarah  kepada  tujuan  yang ingin dicapai. (M. Alisuf Sabri, 1996 :  86)
Motif  itu  mendorong  manusia  untuk  berbuat  atau  bertindak,  motif  itu  berfungsi  sebagai  penggerak  atau  sabagai  motor  yang  memberikan  energi  (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Motif itu menentukan  arah  perbuatan,  yakni  kearah  perwujudan  suatu  tujuan  atau  cita-cita.  Motivasi mencegah  penyelewengan  suatu  tujuan  atau  cita-cita.  Motivasi  mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas  tujuan  itu,  makin  jelas  pula  terbentang  jalan  yang  harus  ditempuh. Berdasarkan  arti  dan  fungsi  motivasi  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  motivasiitu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan tetapi juga merupakan penentu hasil perbuatan.  Motivasi  akan  mendorong  untuk  bekerja  atau  melakukan  sesuatu perbuatan  dengan  sungguh-sungguh  (tekun)  dan  selanjutnya  akan  menentukan pula hasil pekerjaannya.
5.       Konsep Prestasi Belajar
a.       Pengertian Prestasi Belajar
Menurut  Anwar  (2001)  belajar  adalah  berusaha,  berlatih,  untuk mendapatkan  pengetahuan,  sedangkan  prestasi  adalah  hasil  yang  telah  dicapai, dilakukan,  dikerjakan,  dan  sebaginya.  Prestasi  belajar  siswa  adalah  kemampuan, kecakapan,  atau  aktifitas  nyata  yang  dimiliki  oleh  individu  setelah  melalui pengalaman  atau  proses  belajar  mengajar  yang  sesuai  dengan  program  atau kriteria  penilaian.  Untuk  mngetahui  keberhasilan  dari  suatu  penyampaian  pesan atau  proses  komunikasi  dalam  proses  pembelajaran,  harus  dilihat  dari  perubahan tingkah  laku  yang  dicapai oleh  siswa  setelah  mengikuti  pembelajaran  tersebut,
Malik (dalam Suliyati 2003) mengemukakan bahwa:  Hasil  belajar  ditandai  dengan  perubahan  tingkah  laku  pada  diri  siswa, dimana  tingkah  laku  tersebut  dipengaruhi  oleh  proses-proses  dalam  diri siswa seperti pengalaman masa lampau, juga ditentukan oleh kapsitas yang dimiliki oleh siswa seperti abilitas dan intelejensi.
Sudjana  (1983:125)  mengungkapkan  bahwa  hasil  belajar  masih  bersifat umum,  tetapi  bila  hasil  belajar  tersebut  diartikan  dengan  patokan  tertentu,  maka hasil belajar itu dapat dikatakan sebagai suatu prestasi yang dicapai dalam belajar.
Surya (1983:125) mengungkapkan bahwa prestasi belajar merupakan keseluruhan kecakapan  hasil  prestasi  yang  dicapai  melalui  proses  belajar  disekolah,  yang dinyatakan  dengan  nilai-nilai  hasil  belajar  berdasarkan  hasil  tes.  Selanjutnya,
Arikunto  (1993:17)  mengemukakan  bahwa  prestasi  belajar  ialah  tingkat pencapaian lulusan sekolah setelah mengikuti program.
Sehubungan  dengan  konsep  prestasi  belajar,  Burhanudin  (1990:65) mengemukakan bahwa:  Prestasi  siswa  berhubungan  dengan  tingkat  atau  hasil  yang  dicapai  siswa dalam  mengetahui,  memahami,  menyikapi,  atau  menguasai  suatu pengetahuan  dalam  materi  tertentu  menurut  ukuran  yang  ditetapkan,  baik ukuran  yang  bersifat  konkrit  berupa  perolehan  prestasi  belajar  maupun yang bersifat abstrak berupa perilaku yang ditampilkan oleh siswa.
 Selanjutnya  secara  lebih  jelas  dan  lengkap  Syaodih  (1997:124) mengemukakan bahwa: Prestasi  belajar  merupakan  segala  perilaku  yang  dimiliki  siswa  sebagai akibat  dari  proses  belajar  yang  telah  ditempuhnya,  meliputi  semua  akibat dari  proses  belajar  yang  berlangsung  disekolah  atau  diluar  sekolah,  yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor yang disengaja maupun tidak disengaja.
Berdasarkan  konsep  tersebut,  maka  prestasi  belajar  siswa  adalah  tingkat atau  hasil  yang  dicapai  siswa  dalam  mengetahui  dan  memahami  materi  tertentu yang  dituangkan  dalam  bentuk  daftar  nilai  sebagai  cerminan  pengetahuan, maupun  sikap  atau  keterampilan  tertentu  yang  dimiliki  setelah  selesai melaksanakan proses belajar mengajar. 
b.       Indikator Prestasi Belajar
Untuk  memahami  indikator  prestasi  belajar  siswa,  maka  perlu  diketahui macam-macam  prestasi  belajar.  Sudjana  (dalam  Sugiyarti  2004)  mengemukakan bahwa prestasi belajar siswa terbagi menjadi tiga macam, yaitu: 1) keterampilan dan kebiasaan, 2) pengetahuan dan pengertian, 3)sikap dan cita-cita  Makmun  (1990:15)  membagi  prestasi  belajar  siswa  pada  tiga  kawasan, yaitu:  1) kawasan kognitif, 2) kawasan afektif, 3) psikomotorik. 
Khusus  mengenai  kawasan  kognitif  dan  psikomotor  yang menjadi  sorotan  dan  kajian  ini  memiliki  enam  jenjang,  sebagaimana dikemukakan oleh Makmun (1990:15), Meliputi:
1)  Knowledge (Pengetahuan), yaitu mengingat kembali sesuatu yang sebelumnya sudah dikenal. 
2)  Comprehention  (Pemahaman),  yaitu  memahami  bahan  yang  akan dikomunikasikan dengan tidak dikaitkan dengan bahan lain 
3)  Aplication (Aplikasi), yaitu menggunakan suatu abstraksi dengan situasi nyata atau  khusus,  dalam  arti  bahwa  dapat  memberikan  contoh  atau  menggunakan dengan tepat atau memecahkan masalah. 
4)  Analysis  (Analisis),  yaitu  menghubungkan  elemen-elemen  menjadi  kesatuan yang membentuk keseluruhan.
5)  Syntesa  (Sintesa),  yaitu  dalam  bentuk  komunikasi,  rencana  dan  kesimpulan tentang berbagai hubungan yang abstrak.
6)  Evaluation (Penilaian), yaitu memberikan penilaian pada program atau materi yang telah diberikan.
Sedangkan  kawasan  psikomotor,  Travers  dan  Sinpson  (Sudjana  1987) mengklasifikasikan menjadi 5 kategori keterampilan, yaitu:
1)  Keterampilan  yang  berkaitan  dengan  mengemukakan  fikiran,  menangani sesuatu,  memecahkan  masalah  dan  kegiatan  lain  yang  membutuhkan keterampilan berfikir. 
2)  Keterampilan  sosial,  berkaitan  dengan  kegiatan  yang  berhubungan  dengan orang lain
3)  Keterampilan  gerak,  berhubungan  dengan  penampilan  gerakan  badan,  baik dalam kegiatan olahraga maupun tari
4)  Keterampilan  produktif,  berhubungan  dengan  kegiatan  untuk  menghasilkan suatu benda seperti pembuatan bahan makanan, pakaian, alat-alat hiasan dan sebagainya.
5)  Keterampilan  teknik,  berhubungan  dengan  kegiatan  untuk  memperbaiki,  membuat  dan  meningkatkan  kualitas  barang  dan  alat  yang  digunakan  oleh manusia dalam otomotif, elektronik dan sebagainya.
c.       Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi belajar
Belajar  merupakan  suatu  proses  yang  menimbulkan  terjadinya  perubahan atau  pembaharuan  dalam  tingkah  laku  atau  kecakapan  fisik  para  ahli mengemukakan  tentang  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  prestasi  belajar, diantaranya  Burhanudin  (dalam  Sugiyarti  2004)  mengemukakan  bahwa  yang mempengaruhi  yaitu terdiri dari faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal  (dari  luar  diri  siswa).  Sejalan  dengan  pendapat  Suryabrata  (1994:253) mengklasifikasikan faktor-faktor  prestasi belajar menjadi dua, yaitu:
1)      Faktor-faktor  yang  berasal  dari  luar  diri  siswa  yaitu:  faktor  sosial  dan  non sosial
2)      Faktor  yang  berasal  dari  dalam  diri  siswa  yaitu:  faktor  fisiologis  dan psikologis.
Selanjutnya  Surya  (1989:34)  membagi  faktor-faktor  yang  mempengaruhi prestasi belajar menjadi:
1)      Karakteristik peserta didik
2)      Karakteristik guru
3)      Interaksi peserta didik dengan guru
4)      Fasilitas fisik
5)      Karakteristik kelompok
6)      Materi pelajaran
7)      Lingkungan
6.       Konsep Koperasi
Istilah  koperasi  berasal  dari  kata  cooperation.  Co  berarti  bersama-sama dan  operation  berarti  bekerja.  Dari  dua  kata  tersebut  diperoleh  kata  kooperasi yang  berarti  bekerja  bersama-sama.  Pekerjaan  yang  dikerjakan  secara  bersama-sama  itu  lebih  baik  daripada  secara  sendiri-sendiri,  karena  pekerjaan  yang diselesaikan secara bersama-sama akan lebih cepat selesai dan lebih ringan.Koperasi  merupakan  usaha  bersama  yang  disusun  berdasarkan  asas kekeluargaan.  Koperasi  merupakan  bentuk  usaha  pemerintah  untuk  memperbaiki perekonomian  rakyat  di  Indonesia.  Kegiatan  koperasi  bermanfaat  dalam memenuhi  kebutuhan  anggota  dengan  harga  yang  murah.  Di  dalam  koperasi, setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama.  Kegiatan koperasi mempunyai banyak manfaat. Beberapa manfaat anggota koperasi antara lain: dapat memenuhi kebutuhan dengan harga yang murah, dapat membayar dengan cara kredit, dalam keadaan mendesak anggota dapat meminjam uang,  mencegah  anggota  koperasi  terjerumus  pada  riba  atau  lindah  darat,  berarti berlatih bekerjasama dan bergotong royong, mendapat jasa yang berupa Sisa Hasil Usaha  (SHU),  berlatih  berorganisasi  dan  termasuk  mengamalkan  Pancasila terutama sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

B.   Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam penulisan laporan perbaikan pembelajaran ini, peneliti mengambil beberapa referensi dari berbagai literatur yang ada, salah satunya adalah dengan mengambil referensi berupa literatur penulisan laporan yang relevan dengan judul penulisan laporan perbaikan pembelajaran yang akan peneliti susun, diantaranya :
  1. Agustiani, Sofi. 2010. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa  Pada Pokok Bahasan Koperasi Mata Pelajaran IPS. Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan. Program S1 PGSD Bumi Siliwangi. UPI Bandung. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah yang ditemukan dilapangan yang berkaitan dengan kemampuan siswa yang belum memenuhi harapan dalam memahami konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) hal ini dikarenakan metode yang selama ini digunakan masih klasikal yaitu metode ceramah.  Atas dasar permasalahan diatas penulis merumuskan masalah lebih khusus yaitu (1) Bagaimana perencanaan pembelajaran IPS dengan langkah Cooperative Learning  di  kelas IV SDN Maleber III Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur, (2) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan penerapan Cooperative Learning   di kelas IV SDN Maleber III Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur, (3) Bagaimana hasil pembelajaran IPS setelah pelaksanaan Cooperative Learning  diterapkan di kelas IV SDN Maleber III Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur, Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus hasilnya menunjukkan peningkatan pada setiap tindakan, hal ini terlihat dari nilai evaluasi yang meningkat, begitupun dengan minat siswa terhadap pembelajarn IPS yang mereka senangi hal ini terlihat dari kegiatan siswa yang antusias dan sungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran Cooperative Learning  dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Perolehan rata-rata nilai akhir pada siklus I adalah 64 dan pada siklus II meningkat menjadi 71..   
  2. Berlianingtyas, Ajeng. 2011. Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPS Menggunakan Cooperative Learning  Siswa Kelas III SDN Tulusrejo II Kota Malang. Skripsi. Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah. FIP. Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Toha Mashudi, M.Pd, (2) I Wayan Sutama, M.Pd. Pembelajaran IPS di sekolah dasar diarahkan agar siswa memahami gejala-gejala sosial dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan hal tersebut dapat terjadi apabila siswa terlibat dan mengalami sendiri pembelajaran di kelas. Tetapi kenyataan yang terjadi di SDN Tulusrejo 2 Malang, siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran IPS dan berpengaruh pula terhadap hasil belajar mereka. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran IPS masih bersifat konvensinal dan didominasi oleh guru. Siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran. Permasalahan tersebut coba diatasi dengan model pembelajaran cooperative learning  yang menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran dan hal tersebut juga akan berdampak pada hasil belajar siswa. Kegiatan belajarnya berkelompok dengan membahas materi dan soal dari guru. Semua siswa dalam kelompok aktif karena memiliki tugas yang jelas. Tujuan penelitian ini, yaitu: (1) Menerapkan model cooperative learning  pada mata pelajaran IPS siswa kelas III di SDN Tulusrejo II Kota Malang, (2) Menerapkan model cooperative learning  untuk meningkatkan proses belajar siswa kelas III pada mata pelajaran IPS, (3) Menerapkan  model cooperative learning  untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas III pada mata pelajaran IPS. Pada siklus satu yang terdiri dari dua pertemuan dan pada siklus dua terdiri satu pertemuan. Subyek penelitian ini adalah 43 siswa kelas III SDN Tulusrejo 2 Kota Malang. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil yaitu: skor postes rata-rata siklus I dapat diketahui bahwa dari 43 siswa sebanyak 22  siswa (31%) telah mencapai ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu 70, sedangkan 21 siswa (46%) belum mencapai ketuntasan belajar. Pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ketuntasan belajar klasikal mencapai (86%).


C. Kerangka Berpikir
Rendahnya kemampuan siswa menyerap materi pelajaran berakibat pada rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran sebagaimana hal di atas adalah dengan melaksanakan perbaikan proses pelaksanaan  pembelajaran yang akan dilaksanakan  dengan menerapkan metode diskusi pada pelaksanaan pembelajaran IPS materi mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pelaksanaan perbaikan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan  keaktifan dan hasil belajar siswa belajar sehingga tingkat ketuntasan belajar siswa dapat tercapai.
Kondisi akhir yang diharapkan adalah untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa sehingga tingkat ketuntasan belajar siswa dapat tercapai, memperbaiki proses pembelajaran yang diterimanya sehingga proses  pembelajaran dapat berjalan dengan baik serta tercapainya tujuan pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu meningkatnya keaktifan dan hasil belajar siswa minimal 85% dari seluruh siswa yang mengikuti pembelajaran.
Secara rinci kerangka pikir pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi sebagaimana gambar di bawah ini :


 





























Gambar 2.1. Kerangka Berpikir  Penelitian Tindakan Kelas
C.  Hipotesis Tindakan  
Setelah melalui pertimbangan dan konsultasi dengan teman sejawat dan kepala sekolah, peneliti mengambil keputusan bahwa hipotesis yang diajukan layak diteliti adalah :
1.   Penggunakan metode cooperative learning dalam pembelajaran mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia dapat meningkatkan motivasi belajar siswa  kelas IV ...............
2.   Penggunakan metode cooperative learning dalam pembelajaran mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia dapat meningkatkan prestasi belajar siswa  kelas IV ......................


Konfirmasi file secara utuh, silahkan hub. 081327121707 (SMS only)
Mohon tidak disadur secara utuh, hanya sebagai referensi penulisan. Terima kasih atas kerjasamanya.