BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan budi
pekerti pada akhir-akhir ini sedang mendapat perhatian seluruh masyarakat,
tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Hal ini akibat masyarakat
dunia tengah dilanda krisis, ialah krisis yang paling menakutkan, yakni krisis
nilai-nilai moral. Hampir semua negara di dunia sedang berupaya membangkitkan
kembali Pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti. Di negara maju
sekalipun, yang telah mengalami industrialisasi ternyata pendidikan karakter
tetap diperlukan. Justru akibat dari industrialisasi itulah maka pendidikan
karakter merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.
Industri modem ternyata telah berdampak pada semua negara di dunia ini, baik itu negara
yang telah tergolong sebagai negara industri modem ataupun negara yang baru
dalam proses modernisasi. Sedikitnya ada tiga dampak yang ditimbulkan oleh masyarakat
industri modern yang ternyata
sangat berpengaruh terhadap longgarnyaa ikatan moral, ialah (1) longgarnya
ikatan keluarga, (2) kecenderungan negatif dalam kehidupan lingkungan pemuda,
dan (3) lunturnya sikap dan perilaku etik (Sugeng Subagja, Menemukan Kembali
Budi Pekerti Luhur, Majelis Ibu Pawiyatan
Tamansiswa Yogyakarta, hlm : 6)
Masyarakat
industri modern seperti inilah yang membawa dampak
terhadap longgarnya ikatan moral. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama untuk pendidikan anak ternyata telah bergeser fungsinya. Sebab ada kecenderungan fungsi-fungsi utama keluarga telah digantikan oleh lembaga selain keluarga. Jika sebelumnya keluarga adalah tempat yang paling arnan dan nyaman bagi kehidupan anak-anak, temyata dalam masyarakat industri modern keluarga tidak lebih sebagai terminal sementara untuk ak-tifitas industrialisasi. Keamanan diserahkan kepada pihak berwajib, sedangkan kenyamanan ditinggalkan begitu saja. Demikianlah halnya fungsi-fungsi yang lainnya.
terhadap longgarnya ikatan moral. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama untuk pendidikan anak ternyata telah bergeser fungsinya. Sebab ada kecenderungan fungsi-fungsi utama keluarga telah digantikan oleh lembaga selain keluarga. Jika sebelumnya keluarga adalah tempat yang paling arnan dan nyaman bagi kehidupan anak-anak, temyata dalam masyarakat industri modern keluarga tidak lebih sebagai terminal sementara untuk ak-tifitas industrialisasi. Keamanan diserahkan kepada pihak berwajib, sedangkan kenyamanan ditinggalkan begitu saja. Demikianlah halnya fungsi-fungsi yang lainnya.
Lingkungan
pergaulan ternyata tidak lagi kondunsif untuk tumbuh dan berkembangnya
moralitas yang baik, Terjadinya tawuran pelajar, tawuran mahasiswa bahkann
tawuran antar kampung adalah merupakan kelainan jika tidak boleh disebut
sebagai masyarakat yang sakit. Pemimpin yang hidup bergelimang korupsi, kolusi
dan nepotisme merupakan contoh lain tidak sehatnya lingkungan pergaulan
anak-anak kita. Itulah sebagian kecil dari contoh sedang sakitnya lingkungan
pergaulan anak-anak kita. Maka tidaklah mengherankan apabila kemudian anak-anak
kita mencari caranya sendiri untuk mengadopsi sakitnya lingkungan pergaulannya.
Kasus penyalah gunaan narkoba, hamil di luar nikah bahkan kriminalitas menjadi
konsumsi anak-anak kita sehari-hari.
Berbagai hal
tersebut ternyata diperparah oleh telah lunturnya penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai etika. Menipisnya sikap penghormatan anak-anak kepada para
orangtuanya, kepada guru, kepada pemimpinnya atau kepada siapapun, ternyata
sangat merisaukan. Melakukan perbuatan yang melanggar norms masyarakat, norms
hukum dan norms agama seperti sebagai hal yang lumrah dan tanpa perasaan
bersalah adalah indikasi telah hilangnya kepedulian dan kepatuhan terhadap
tatanam kehidupan. Mencelakakan orang lain, memfitnah bahkan membunuh
dianggapnya hal yang wajar. Sifat rakus dan suka berbuat di luar Batas adalah
syah-syah saja asal tujuan tercapai. Inilah potret buruk yang lain dari kondisi
masyarakat kits.
Hal yang
demikian tidak boleh dibiarkan, semua pihak harus merasa bertanggungjawab atas
hal itu dan kemudian mencari jalan keluar terbaik untuk memperbaikinya. Dalam
hal ini para guru dan kepala sekolah mempunyai tanggungjawab untuk memberikan
kontribusi agar pendidikan budi pekerti dapat dibangkitkan kembali di
lingkungan sekolah.
Pendidik sebagai
model ialah yang dapat menjadi teladan bagi anak didiknya. Hal ini sangat
dianjurkan oleh Ki Hadjar Dewantara, sebab salah satu dari trilogi kepemimpinan
pendidikan Tamansiswa ialah "ing ngarsa asung tuladha ", artinya
didepan menjadi contoh. Tanpa dapat menjadi teladan, sulitlah kiranya dapat
diwujudkan suatu pranata pendidikan (sekolah) sebagai pusat kebudayaan. Maka
seharusnyalah sekolah dan kampus sebagai pusat pengembangan nilai-nilai
kebudayaan utamanya nilai moral.
Ki Hajar
Dewantara sebagai tokoh yang amat lekat dengan pendidikan budi pekerti
semboyan-semboyan hidupnya tentang kehidupan dan pendidikan kiranya dapat
menjadi teladan bagi kita semua.
Dari permasalahan
tersebut penulis tertarik untuk lebih mendalami kembali tentang budi pekerti
yang selama ini penulis rasa sudah mulai dilupakan dengan judul Konsep Pendidikan Budi Pekerti Menurut Ki
Hajar Dewantara dan Pendidikan Akhlak Menurut Islam.
B.
Definisi Operasional
1. Konsep Pendidikan
Konsep
berarti rancangan, sedangkan menurut kata dasar berarti pokok atau
pangkal suatu pendapat (ajaran atau aturan). Sedangkan pendidikan dalam Kamus Bahasa Indonesia,
(1991:232), Pendidikan berasal dari kata "didik",
Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik"
artinya memelihara dan memberi latihan. (WJS. Poerwadarminta, Kamus Bahasa
Indonesia, hlm : 232)
2. Budi Pekerti
Dapat diartikan sebagai tingkah laku yang didasarkan
pada sikap yang dilandasai
dengan moral atau akhlak yang baik (Sugeng
Subagja, Menemukan Kembali Budi Pekerti Luhur ( Majelis Ibu Pawiyatan
Tamansiswa Yogyakarta) hlm : 42)
3. Ki Hajar Dewantara
Beliau adalah seorang tokoh dalam dunia pendidikan,
perintis perjuangan kemerdekaan lewat
karya-karya tulisannya. Tokoh yang berani dan tegas dan sebagai pendiri Taman
Siswa.
4. Pendidikan Ahlak Menurut Islam
Terdiri
dari dua kata yang tersusun adalah pendidikan dan akhlak. Pendidikan adalah cara
mendidik atau membimbing. Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk,
berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku dan tabiat. Secara
terminologi, akhlak berarti
tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk
melakukan suatu perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran Islam..
Konsep
Pendidikan Budi Pekerti Menurut Ki Hajar Dewantara dan Pendidikan Akhlak Menurut
Islam dapat dikandung maksud bahwa suatu pokok rancangan pendapat mengenai
tingkah laku seseorang yang baik menurut seorang tokoh dalam dunia pendidikan
(Ki Hajar Dewantara) serta pengajaran mengenai tingkah laku seseorang yang
didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang
baik.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan di atas pokok permasalahan yang diambil oleh
penulis adalah
1. Bagaimana konsep pendidikan budi pekerti
menurut Ki Hajar Dewantara?
2. Bagaimana konsep pendidikan budi pekerti menurut
Islam ?
3. Bagaimana Persamaan dan perbedaan budi
pekerti menurut Ki Hajar Dewantara dan menurut konsep Islam ?
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui konsep pendidikan budi
pekerti menurut Ki Hajar Dewantara
b. Untuk mengetahui konsep pendidikan budi
pekerti dan akhlak menurut Islam.
c. Untuk mengetahu perbedaan dan persamaan
konsep budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara dan menurut konsep Islam.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dapat diambil adalah:
a. Diharapkan dapat menambah pengetahuan
masyarakat tentang pendidikan budi pekerti yang baik dan benar.
b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
ilmu pengetahuan khususnya dunia pendidikan tentang budi pekerti yang sudah
mulai hilang.
E.
Telaah Pustaka
Buku-buku
yang dijadikan referensi dari penelitian ini mengenai konsep pendidikan budi
pekerti selain buku utama dari karya Ki Hajar Dewantara yang berjudul Karya Ki
Hajar Dewantara juga buku-buku pendukung lainnya diantaranya adalah :
1. Menemukan Kembali Mutiara Budi Pekerti
Luhur Karya Sugeng Subagya membahas tentang pendidikan budi pekerti luhur di
sekolah, konsepsi dasar budi pekerti, aspek-aspek budi pekerti dan kebangkitan
budi pekerti disekolah.
2. Akhlak Tasawuf (Manusia, Etika dan Makna
Hidup) karangan DR. M Solihin berisikan tentang pengertian dan hubungan akhlak,
etika dan susila, akhlak atau etika dalam persepektif Islam, ruang lingkup
bahasan akhlak dan hubungan ilmu akhlak dan ilmu lainnya.
3. Pendidikan dalam Keluarga karya DR. M.I
Soelaeman membahas tentang peranan keluarga dalam pendidikan, peranan keluarga
dan tanggung jawab keluarga dalam pendidikan anak-anaknya.
4. Mendidik Anak Secara Islami karya Jaudah
Muhammad Awwad berisi tentang perkembangan psikologis anak, perkembangan emosi
anak dan alternatif cara mengenalkan Islam.
5. Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan
Masyarakat karya Abdurrahman An Nahlawi berisi tentang pentingnya pendidikan
dan pendidikan tidak hanya di bangku sekolah saja namun juga di dalam
masyarakat.
F.
Sistematika Penulisan
Penulisan
skripsi tersusun dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan bagian
akhir. Pada bagian awal berisi halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman
pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
Bagian utama dari penulisan skripsi berisi empat bab pokok
yang terdiri dari :
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang
masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II :
Kajian Teori
BAB III : Konsep budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara
BAB IV : Merupakan bagian akhir dari bagian utama yang
berisi penutup. Pada bab ini diuraikan kesimpulan, saran dan kata penutup.
Bagian akhir penulisan skripsi
ini adalah daftar pustaka dan lampiran.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih