BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di
Indonesia homeschooling sudah ada
sejak lama. Sedangkan pengertian Homeschooling
(HS) sendiri adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Tak ada sebuah
definisi tunggal mengenai homeschooling.
Selain homeschooling, ada istilah “home education”, atau “home-based learning” yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama.
Dalam
bahasa Indonesia, ada yang menggunakan istilah “sekolah rumah”. Ada juga orang
tua yang secara pribadi lebih suka mengartikan homeschooling dengan istilah “sekolah mandiri”. Tapi nama bukanlah
sebuah isu. Disebut apapun, yang terpenting adalah esensinya.
Salah satu
pengertian umum home schooling adalah
sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan
anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada home schooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses
pendidikan anak; sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu
didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah.
Walaupun
orang tua menjadi penanggung jawab utama homeschooling, tetapi pendidikan home schooling tidak hanya dan tidak
harus dilakukan oleh orang tua. Selain mengajar sendiri, orang tua dapat
mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada kursus, melibatkan anak-anak
pada proses magang (internship), dan
sebagainya.
Sesuai namanya, proses home schooling memang berpusat di rumah. Tetapi, proses
homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para
orang tua homeschooling dapat
menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan home schooling anaknya.
Keberadaan home
schooling Indonesia
telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat
(10) yang berbunyi : “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”.
Dalam praktek homeschooling
tidak harus memenuhi penyetaraan pendidikan. Pendidikan kesetaraan adalah hak
dan bersifat opsional. Jika praktisi homeschooling
menginginkannya, mereka dapat menempuhnya. Jika tidak, mereka tetap dapat
memilih dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tetapi Penyetaraan ini
digunakan untuk dapat dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal, tentu
setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Penyetaraan dalam praktek home schooling yaitu penyetaraan ujian, penilaian, penyelenggaraan,
dan tujuan pendidikan. Pendidikan kesetaraan dalam ujian nasional meliputi program
Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Substansi dari
bersekolah (schooling) sebenarnya
adalah belajar (learning). Belajar
dapat dilakukan di manapun. Bersekolah hanyalah salah satu cara untuk belajar.
Jadi, para orangtua tak perlu merasa bersalah atau rendah diri dengan
menjalankan home schooling. Juga,
mereka yang menyekolahkan anaknya ke sekolah massal pun jangan dulu berbangga
hati.
Sebab, kalau kita mau lebih menukik pada kedalaman
realitas, kita patut mempertanyakan : Apakah benar bersekolah itu otomatis sama
dengan belajar ? Jawabannya : Belum tentu ! Mari kita pelajari faktanya ! Saat
ini, berapa puluh juta lulusan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi ? Di
sisi lain, berapa puluh juta pula yang berstatus pengangguran ? Padahal, betapa
besar karunia Allah berupa kekayaan alam di negeri ini. Apa yang mereka
pelajari di sekolah ? Inilah salah satu fakta bahwa belajar di sekolah belum
tentu efektif. Dengan kata lain bersekolah belum tentu berarti belajar.
Dalam banyak kasus, bersekolah bahkan menjadi penyebab
kegagalan hidup seorang anak. Tidak sedikit anak yang terjerumus kepada hal-hal
negatif yang menghancurkan hidup mereka, justeru mereka dapatkan lewat
pergaulan di sekolah, baik dari (oknum) guru-guru mereka atau dari (oknum)
kawan-kawan mereka. Tanpa perlu penelitian mendalam, banyak yang menilai bahwa
metode pembelajaran dan sistem evaluasi yang sekarang berjalan pun cenderung
menciptakan mental-block (hambatan mental) yang menghambat laju kreatifitas
anak, padahal justeru hal itu amat dibutuhkan di era informasi global saat ini.
Sekiranya otak anak terus menerus hanya dijadikan
keranjang informasi IPTEK (itupun hanya sebatas untuk keperluan menyelesaikan
soal-soal ujian). Maka dapat dibayangkan, betapa akan kesusahannya dia mengejar
laju pertambahan informasi IPTEK yang terus berkembang dalam hitungan jam, atau
bahkan menit. Mengapa tidak terpikirkan oleh kita para orang tua untuk melatih
dan mengasah otak mereka yang ajaib itu agar mampu memola ulang informasi
tersebut, sehingga akhirnya mereka mampu menciptakan informasi baru ?
Merangsang anak untuk bertanya apa ? , mengapa
? dan bagaimana ? adalah hal yang penting sekali. Keingintahuan adalah
tabiat dasar mereka. Namun di samping itu, kita pun perlu merangsang anak untuk
bertanya : mengapa tidak ? dan bagaimana jika ?. Agar mereka menjadi
insan-insan kreatif. Jangan keliru, kreatifitas pun sebenarnya adalah bakat
alamiah setiap anak, jika saja para orangtua tidak malas mengasahnya. Atau,
malah menyia-siakannya.
Sayang sekali, keingintahuan (curiosity) dan kreatifitas (creativity)
– dua mutiara terpendam dalam jiwa anak – saat ini justeru banyak ditelantarkan
di sekolah massal (formal). Ada
alasan lain : “Keunikan”. Anak itu unik! Cara belajar mereka juga unik, seunik
sidik jari mereka; yakni masing-masing anak secara individual memiliki
pembawaan dan cara yang khas dalam menyerap serta menggali pengetahuan. Jadi,
bagaimana mungkin anak-anak dapat menemukan cara belajar mereka yang unik, jika
mereka dituntut harus “berseragam” di sekolah ?
Berdasarkan penelitian bahwa seseorang menjadi jenius
adalah pada saat dia mampu menemukan sendiri cara belajarnya yang unik dan
orisinil. Seperti dikatakan Enstein : “Saya tidak memiliki bakat-bakat khusus,
tetapi hanya memiliki rasa keingintahuan yang besar sekali.”Keingintahuan yang
sangat besar dilandasi keikhlasan jugalah nampaknya yang membuat Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah mampu bersabar duduk berjam-jam
lamanya di sudut sepi perpustakaan. Beliau lakukan itu berpuluh-puluh tahun
lamanya hingga akhirnya menjadi jenius di bidang hadits dan ilmu-ilmu syar’i
lainnya. Menjadi mujaddid abad ini sebagaimana diakui ulama besar yang sezaman
dengan beliau, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah. Namun, agar
tidak memunculkan kontroversi yang sia-sia, perlu ditegaskan di sini bahwa :
(1) menyelenggarakan home-schooling
tidak berarti hendak mengingkari atau menggugat profesi keguruan, dan (2) menyelenggarakan
home-schooling tidak berarti hendak
mengingkari atau menggugat peran sekolah formal yang sudah ada dan banyak
memberikan kontribusi kepada masyarakat.
Dalam Islam pun terdapat wadah atau perkumpulan home scholling yang bercirikan Islami
yaitu berdirinya Islamic Home Scholling(
HIS). Adalah Home-Schooling yang diselenggarakan bertitik tolak dari
pertimbangan syar’i, yakni kewajiban orangtua untuk mengasuh dan mendidik anak,
serta dijalankan dengan mengikuti tuntunan Al-Quran dan As Sunnah sebagaimana
dipahami dan diamalkan para pendahulu ummat ini yang shalih (As Salafush
Sholih).
Permasalahan home
scholling masih terbilang baru dan sedang banyak dibicarakan untuk diteliti
kegunaannya untuk itulah peneliti mencoba untuk mengangkat permasalahan
tersebut berdasarkan pandangan secara Islami dengan judul skripsi “KONSEP HOME SCHOLLING DALAM PERSEPEKTIF
ISLAM”.
B. Definisi Operasional
Untuk
menghindari kesalahpahaman arti dan penafsiran terhadap judul , maka kiranya
perlu diuraikan peristilahan-peristilahan yang ada dalam judul tersebut,
sehingga diperoleh suatu pemahaman yang sesuai dengan apa yang dimaksudkan secara tepat dan benar. Adapun
peristilahan (pharafrase) yang perlu untuk ditegaskan dalam judul di
atas, adalah sebagai berikut:
1.
Konsep home
scholling
Konsep berarti rancangan, sedangkan kata dasar berarti
pokok atau pangkal suatu pendapat (ajaran atau aturan). Home schooling secara tata bahasa adalah bersekolah dirumah,
berasal dari kata home ; rumah dan scholling adalah pendidikan atau pengajaran
(Setyo Lukito : 340). Konsep home
scholling disini dengan maksud suatu rancangan pendapat mengenai pendidikan
dan pengajaran dirumah.
2. Persepektif Pendidikan Islam.
Berasal
dari kata persepektif dan Islam, dimana persepektif menurut pengertian secara
bahasa adalah cara melukiskan atau menggambarkan sesuatu hal (Safuan Alfandi : 411). Pendidikan adalah
memelihara dan memberi latihan (Poerwadarminta : 232). Dan Islam adalah suatu
ajaran atau keyakinan yang hanya percaya kepada satu Tuhan Yaitu Alloh SWT yang
mengajarkan kepada umatnya segala kebajikan dan kebaikan berdasarkan Al-Quran
dan Hadist. Persepektif Islam disini adalah bagaimana suatu ajaran atau
keyakinan dalam menggambarkan dan melukiskan sesuatu hal.
Jadi yang
dimaksud dengan judul skripsi di atas Konsep
Home schooling Menurut Persepektif Islam adalah suatu rancangan pendapat
mengenai pendidikan dan pengajaran dirumah berdasarkan gambaran atau lukisan
secara Islami.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan di atas maka pokok permasalahan yang akan dibahas
adalah :
1. Bagaimana konsep home schooling ?
2. Bagaimana persepektif Islam mengenai
pendidikan ?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap konsep home schooling serta apa kelebihan serta
kekurangan pendidikan home schooling
?
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui konsep mengenai home schooling.
b. Untuk mengetahui persepektif pendidikan
Islam.
c. Untuk menjelaskan pandangan Islam terhadap
konsep home schooling.
2. Manfaat Penelitian
a. Diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang konsep home scholling sehingga dikemudian hari
dapat menjadi alternatif yang baik dalam pemilihan pendidikan untuk
putra-putrinya.
b. Diharapkan dapat memberi gambaran secara rinci mengenai konsep home schooling dalam perspektif Hukum
Islam.
c. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi khazanah ilmu pengetahuan
Islam khususnya bidang ilmu pendidikan tentang konsep home schooling serta memberikan sumbangan bagi bangsa dan negara.
E.
Telaah Pustaka
Sebelum
menganalisa lebih lanjut, penyusun akan menelaah karya-karya yang ada kaitannya
dengan permasalahan ini, baik dari permasalahan pendidikan dan konsep home schooling dalam pandangan Islam .
Di antara buku-buku dan literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang
dikaji dalam penyusunan skripsi ini adalah :
Buku dengan judul Sekolah Alternatif Mengapa Tidak? Karya
Satmoko Budi Santoso dengan penerbit Diva Press berisikan tentang jenis-jenis
sekolah alternatif yang dapat dipilih oleh para orang tua, pengertian home scholling, manfaat serta kelebihan
dari home scholling serta pendidikan
yang cocok untuk anak-anak dengan penderita autis.
Mendidik Anak Secara Islami karya Jaudah Muhammad Awwad
diterbitkan oleh Gema Insani Jakarta berisikan tentang menyingkap bakat anak,
pengaruh lingkungan terhadap anak serta proses belajar mengajar secara Islami.
Pendidikan Dalam Keluarga karya DR. M.I. Soelaeman
penerbit CV Alfabeta memuat tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga,
fungsi dan peranan keluarga serta tanggung jawab keluarga dalam pendidikan
putra-putrinya.
Strategi Pembelajaran Aktif karya Hisyam Zaini penerbit
Insan Madani berisikan tentang strategi pembelajaran yang dapat diambil ketika
para orang tua memilih konsep home
scholling untuk pendidikan putra-putrinya, dijelaskan berbagai strategi
pembelajaran dengan kelebihan serta kekurangannya.
Pendidikan Islam di Rumah karya Abdurrahman An Nahlawi
penerbit Gema Insani Press, memuat tentang konsepsi Islam tentang pendidikan,
dasar-dasar pendidikan dalam Islam, sasaran dan tujuan pendidikan Islam, media
dalam pendidikan Islamdan metode pendidikan secara Islami.
Di samping dari buku-buku di atas penulis juga mencari
beberapa artikel dari internet. Namun sejauh ini penulis belum menemukan sebuah karya ilmiah yang memuat
dan meneliti tentang konsep home
scholling secara pandangan Islam.
F. Sistematika
Penulisan
Penulisan skripsi tersusun dalam tiga bagian yaitu
bagian awal, bagian utama dan bagian akhir. Pada bagian awal berisi halaman
judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman
persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
Bagian utama dari penulisan skripsi berisi lima bab
pokok yang terdiri dari :
BAB I : Pendahuluan, terdiri
dari latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, telaah pustaka, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan
skripsi.
BAB II : Kajian Teori tentang Home Scholling, pengertian home
scolling, legalitas home schooling, macam homeschooling, kurikulum
homeschooling..
BAB III : Metode Penelitian .
BAB IV : Hasil Penelitian dan
Analisis.
BAB V : Merupakan bagian akhir
dari bagian utama yang berisi penutup. Pada bab ini diuraikan kesimpulan, saran
dan kata penutup.
Bagian akhir penulisan skripsi
ini adalah daftar pustaka dan lampiran.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih