PENINGKATAN
PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG
GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH
KARYA TULIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mengikuti
Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah
Periode ………………….
Oleh :
..................................
NIP ……………………………………
GURU PAI SDN CEKAL
UPT DINAS PENDIDIKAN KECAMATAN TIMANG GAJAH
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BENER MERIAH
2015
URAIAN
JABATAN/TUGAS POKOK DAN FUNGSI
1. Nama : …………………………………………..
2. NIP : …………………………………………..
3. Pangkat/Golongan : …………………………………………..
4. Jabatan : …………………………………………..
5. Unit Kerja : …………………………………………..
6. Uraian Tugas : a. …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
b. …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
c. …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
d. …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
Mengetahui
…………………………………
Kepala
Sekolah Guru
……………………….. ………………………..
Nip. …………………… Nip.
……………………
ABSTRAK
Firdaus. NIP………………. PENINGKATAN PERHATIAN ORANG TUA DAN
MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD
DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH Karya Tulis : Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah.
……………2015.
Sekarang ini masih dijumpai guru mengabaikan hal-hal kecil
sepertinya
kurangnya memberi suatu reward kepada siswa yang berprestasi atau jarangnya
memberi pujian kepada siswa dikarenakan guru lebih fokus pada materi yang
akan disampaikan. Reward adalah alat pendidikan yang menyenangkan. Reward
bukan hanya hadiah melainkan dengan pujian, penambahan angka serta acungan
jempol bisa diberikan kepada siswa. Dengan adanya perhatian guru kepada siswa,
siswa akan menjadi senang dan juga bisa memotivasi belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan reward dan menganalisis penerapan reward untuk meningkatkan motivasi belajar siswa . Penghargaan (reward) dalam berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat. pelaksanaan pemberian reward diharapkan mampu memberikan reinforcement pada anak untuk lebih dihargai atas perilaku atau prestasi yang telah diraihnya. Tujuannya adalah untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar, memberi apresiasi atas usaha mereka, dan menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan prestasi. Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sesuai kesempatan yang ada dan seyogyanya penghargaan ini dapat menjadi kebanggaan siswa akan eksistensi dirinya, yang nantinya meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi diri
kurangnya memberi suatu reward kepada siswa yang berprestasi atau jarangnya
memberi pujian kepada siswa dikarenakan guru lebih fokus pada materi yang
akan disampaikan. Reward adalah alat pendidikan yang menyenangkan. Reward
bukan hanya hadiah melainkan dengan pujian, penambahan angka serta acungan
jempol bisa diberikan kepada siswa. Dengan adanya perhatian guru kepada siswa,
siswa akan menjadi senang dan juga bisa memotivasi belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan reward dan menganalisis penerapan reward untuk meningkatkan motivasi belajar siswa . Penghargaan (reward) dalam berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat. pelaksanaan pemberian reward diharapkan mampu memberikan reinforcement pada anak untuk lebih dihargai atas perilaku atau prestasi yang telah diraihnya. Tujuannya adalah untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar, memberi apresiasi atas usaha mereka, dan menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan prestasi. Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sesuai kesempatan yang ada dan seyogyanya penghargaan ini dapat menjadi kebanggaan siswa akan eksistensi dirinya, yang nantinya meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi diri
Dengan adanya reward tersebut siswa menjadi senang dalam pembelajaran,
semangat menjawab pentanyaan dari guru, aktif mengikuti pelajaran dan aktif
dalam diskusi. Mempersiapkan pelajaran atau belajar dirumah. Hal ini
mencerminkan bahwa siswa sudah mulai termotivasi.
Kata kunci : Reward, Motivasi Belajar,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas
limpahan rahmat
dan hidayah-Nya,
sehingga penyusunan karya tulis ini dapat berjalan lancar. Hanya dengan anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “PENINGKATAN PERHATIAN ORANG TUA DAN
MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG
GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH”.
Dengan selesainya karya tulis ini, tak lupa penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang memberikan arahan,
bimbingan, dan petunjuk dalam penyusunan, dengan segala kerendahan
hati, penulis menyampikan terima kasih kepada ;
menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang memberikan arahan,
bimbingan, dan petunjuk dalam penyusunan, dengan segala kerendahan
hati, penulis menyampikan terima kasih kepada ;
1. Bupati
Bener Meriah lewat Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bener Meriah yang
telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengikuti Ujian Kenaikan Pangkat
Penyesuaian Ijasah periode ………. 2015.
2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah lewat Kepala
Bagian Tata Usaha yang telah memberikan informasi dan kesempatan tentang Ujian
Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijasah periode ……….2015.
3.
Kepala UPT Dinas Pendidikan Timang Gajah beserta staf yang
telah memberikan kelengkapan administrasi.
4. Kepala SDN Cekal dan semua dewan guru yang telah memberikan
semangat dan motivasi.
5. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan karya
tulis ini.
Semoga semua pihak yang telah membantu selesainya pembuatan
karya tulis ini senantiasa mendapatkan limpahan rahmat dan barokah dari Allah
SWT dan penulisan karya tulis ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan Guru
PAI pada umumnya.
………………,
……..2015.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
URAIAN JABATAN/TUPOKSI....................................................................... ii
ABSTRAK.......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 6
C. Batasan Masalah ....................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ..................................................................... 7
E. Tujuan Penulisan ....................................................................... 8
F.
Manfaat
Penulisan .................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perhatian Orang Tua ................................................................. 10
B. Motivasi Belajar ........................................................................ 18
C. Reward ..................................................................................... 22
D. Pendidikan Sekolah Dasar ........................................................ 32
E.
Hubungan
Pemberian Reward, Perhatian Orang Tua terhadap Motivasi Belajar 42
BAB III PEMBAHASAN
A. Gambaran Permasalahan.............................................................. 36
B. Upaya Penyelesaian Masalah Yang Diharapkan.......................... 39
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 54
B. Saran............................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, merupakan program Pemerintah untuk menjawab
kebutuhan dan tantangan zaman. Berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional
No. 20/2003. Pemerintah berupaya meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan
mewajibkan semua warga negara Indonesia yang berusia 7-12 tahun dan 12-15 tahun
untuk menamatkan pendidikan dasar dengan program 6 tahun di SD dan 3 tahun di
SLTP secara merata. Tidak relevan bila di zaman modern ini masih ada anak-anak
Indonesia yang tidak bersekolah dan ada pula yang masih buta huruf. Oleh karena
itu pemerintah berusaha meningkatkan kualitas manusia melalui jenjang
pendidikan dasar.
Namun
diawal tahun 2013 lahirlah istilah Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya
disingkat dengan PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun. Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan
menengah Universal 12 tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di
Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program Pendidikan Menengah Universal
(PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA. Oleh karena itu, pemerintah
mengamandemen Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar
9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Sementara
menurut Soekidjo
Notoatmodjo (2003:16) pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Proses belajar disini adalah belajar dalam rangka pendidikan
formal di sekolah, sejak sekolah rendah sampai ke tingkat yang tertinggi.
Sejalan dengan hal tersebut, maka banyak orang beranggapan bahwa bila seseorang
telah keluar dari sekolah berarti ia telah selesai proses
belajarnya. Bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada hasil belajar yang
dicapainya sehingga belajar menentukan corak kehidupan seseorang di dalam
masyarakat. Bahkan mereka menerima kenyataan ini dengan sepenuhnya, seperti
terjadi pada masyarakat pedesaan yang terdiri dari keluarga tani dan buruh yang
mempunyai taraf hidup yang masih rendah (Soelaiman Joesoef, 1979:16).
Namun pendidikan masih merupakan konsep yang belum jelas, bahkan
masih terus diperdebatkan di kalangan para orang tua yang sebagian besar
bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian besar dari mereka memiliki
pandangan bahwa pendidikan di sekolah belum atau tidak mampu menjamin kehidupan
yang akan datang. Pendidikan tidak akan pernah memiliki kemampuan untuk
mempertahankan tradisi bertani yang mereka jalani. Serta selalu beranggapan bahwa informasi tentang
pendidikan sangat mahal harganya, sehingga masyarakat yang kehidupan
sehari-harinya bertani sulit untuk mencapainya.
Mengutip pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NAD dalam
keterangan pers di Media Center PDMD, Banda Aceh yang menyebutkan bahwa anak
usia sekolah dasar di Provinsi NAD dilaporkan berhenti sekolah karena berbagai
sebab, satu diantaranya adalah faktor ketidakmampuan ekonomi orang tuanya.
Nana Syaodih Sukmadinata (2004:6) keluarga sering disebut sebagai
lingkungan pertama, sebab dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan
pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan, dan latihan. Keluarga bukan hanya
menjadi tempat anak dipelihara dan dibesarkan, tetapi juga tempat anak hidup
dan dididik pertama kali. Tetapi pada kenyataan gejala meningkatnya kepedulian
orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka, belum disertai dengan
meningkatnya kesadaran orang tua atas peranannya sebagai pendidik bagi anak-anak
di dalam keluarga. Hal ini terbukti hasil pendidikan anak kebanyakan diserahkan
pada pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan keluarga merupakan hal yang
sifatnya rutin berlangsung setiap hari, bahkan setiap saat, karena dalam
kenyataannya tidak mengenal istirahat, apalagi libur panjang. Materi yang
diberikan orang tua pada anak, antara orang tua satu dengan orang tua lainnya
tidak jauh berbeda yakni berkaitan aspek-aspek kerohanian, budi pekerti,
keterampilan dan pengetahuan dasar yang dapat dikembangkan lebih lanjut di
sekolah maupun dalam masyarakat, serta tempat dimana mereka bekerja kelak
dikemudian hari.
Orang tua siswa di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten
Bener Meriah Provinsi NAD sebagian besar adalah petani, karena kondisi geografis
dari daerah yang memang mendukung untuk lahan pertanian. Kondisi perekonomian
masyarakat tersebut menyebabkan adanya keengganan untuk menyekolahkan anaknya
hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan bukan prioritas utama lagi bagi
mereka. Mereka akan lebih memilih untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka terlebih dahulu. Mereka tidak sadar bahwa pendidikan itu sangat penting
bagi masa depan dan pembangunan wilayah mereka sendiri.
Persoalan pendidikan merupakan permasalahan semua orang, karena
setiap orang sejak dulu hingga sekarang selalu berusaha mendidik anak anaknya
atau anak-anak yang diserahkan kepada guru untuk dididik. Pada era globalisasi
sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Untuk
itu dalam menciptakan sumber daya manusia tersebut salah satunya adalah melalui
pendidikan. Tidak hanya itu saja, yang terpenting adalah dalam proses
belajarnya harus adanya motivasi bagi siswa karena motivasi merupakan dorongan
atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan belajar agar tercipta tujuan yang
diharapkan sehingga fungsi motivasi adalah sebagai pendorong, penggerak, dan
pengarahan kegiatan siswa dalam belajar.
Di dalam kegiatan belajar mengajar peran motivasi baik instrinsik
maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi siswa dapat mengembangkan
aktivitas dan inisiatif, mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan
kegiatan belajar. Sekarang ini masih dijumpai guru mengabaikan hal-hal kecil
seperti kurangnya memberi suatu penghargaan kepada siswa, atau memberikan reward kepada siswa yang berprestasi,
seperti cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan
menggunakan reward terhadap kebaikan
ketika murid bisa melakukan sesuatu dengan hasil ketekunannya.
Reward merupakan hal yang menggembirakan bagi anak dan dapat menjadi
pendorong atau motivasi belajar bagi anak. Reward yaitu segala yang
diberikan guru berupa penghormatan yang menyenangkan siswa atas dasar hasil
baik yang telah dicapai dalam proses pendidikan tujuannya memberikan motivasi
kepada siswa agar dapat melakukan hal yang terpuji dan berusaha untuk
meningkatkan prestasi. Dalam agama Islam reward terbukti dengan adanya
pahala Allah SWT akan melipat gandakan pahala bagi siapa saja yang berbuat
kebaikan termasuk dalam hal memberi reward, ini dikarenakan kita telah
berbuat baik pada orang lain (siswa) yaitu memberi hadiah yang dapat
menyenangkan hati orang lain. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa reward
merupakan alat pendidikan represif yang menyenangkan, reward juga
dapat menjadi pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar yang lebih baik
lagi (Indrakusuma, 1993:159).
Pada akhirnya,
pemberian reward memberikan dampak yang positif bagi pembentukan
kepribadian anak, yaitu sebagai pemicu timbulnya motivasi untuk berbuat baik
yang tidak bisa muncul begitu saja dari seseorang di usia dini. Namun dalam
prakteknya, hal ini harus senantiasa diawasi dan diarahkan, baik oleh orang tua
maupun pendidik, sehingga anak tidak menjadi salah paham dan orientasinya tetap
terkontrol pada motivasinya untuk bertingkah laku sesuai yang diharapkan, bukan
pada keinginan mencapai reward.
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kurang maksimalnya motivasi dan
prestasi belajar yang dicapai sebagian peserta didik di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah
Provinsi NAD dipengaruhi oleh kurangnya motivasi belajar siswa dan
perhatian orang tua, terutama ketika belajar di rumah. Untuk itu hal ini harus
segera ditindaklanjuti dan dicari solusi yang terbaik yang dapat menumbuhkan motivasi
belajar siswa dan kesadaran orang tua akan pentingnya perhatian orang tua dan
terhadap motivasi dan prestasi belajar anak.
Berdasarkan
permasalahan tersebut, kami selaku salah seorang guru di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah
Provinsi NAD merasa tertarik untuk menulis permasalahan tersebut secara
lebih mendalam yang dituangkan dalam bentuk karya tulis dengan judul: “PENINGKATAN
PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG
GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH”.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah penulis uraikan pada bagian terdahulu, sesuai
dengan dengan judul skripsi yang penulis kemukakan, maka masalah-masalah yang
dapat penulis identifikasi adalah sebagai berikut :
1. Sebagian siswa prestasi belajar khususnya pembelajaran PAI yang dicapainya
masih rendah,
2. Kurangnya perhatian orang tua terhadap kegiatan belajar siswa
disebabkan sebagian besar orang tua siswa bekerja sebagai buruh dan petani
sehingga sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk bekerja membanting tulang
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,
3.
Rendahnya pengetahuan orang
tua tentang pendidikan menyebabkan mereka tidak menyadari pentingnya perhatian
orang tua dan motivasi belajar yang sangat berpengaruh terhadap prestasi
belajar anak-anak mereka,
C. Batasan
Masalah
Banyak faktor yang
dapat dikaji untuk ditindaklanjuti dalam penulisan ini terkait rendahnya
prestasi belajar. Mengingat adanya keterbatasan baik dari segi waktu, dana,
tenaga dan pengalaman penulis, sehingga dalam penulisan ini dibatasi masalah
upaya peningkatan motivasi belajar dan upaya peningkatan perhatian orang tua
siswa dengan menerapkan sistem reward pada siswa di SDN Cekal Kabupaten Timang
Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD.
D. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah dan identifikasi masalah serta pembatasan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah penulisan adalah :
1. Bagaimana upaya
meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menerapkan sistem reward?
2. Bagaimana upaya
meningkatkan perhatian orang tua terhadap motivasi belajar siswa dengan menerapkan
sistem reward?
E. Tujuan
Penulisan
Suatu kegiatan tertentu
pasti memiliki yang ingin dicapai, demikian pula dengan penulisan ini. Adapun
tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah:
1. Untuk mengetahui penerapan reward dalam pembelajaran PAI di
di SDN Cekal Kabupaten Timang
Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
2. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa dengan
diterapkan reward dalam pembelajaran PAI di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener
Meriah Provinsi NAD.
F. Manfaat
Penulisan
Hasil penulisan karya
tulis akan memberi manfaat yang bagi penulis maupun instansi pendidikan
khususnya di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
Hasil penulisan
tindakan kelas ini sangat menguntungkan siswa karena siswa merupakan obyek
langsung, yang dikenai tindakan semestinya ada perubahan-perubahan dalam diri
siswa dapat termotivasi untuk tetap belajar.
2. Bagi Sekolah
Memberi sumbangan
pemikiran sebagai penentu kebijakan dalam upaya membangkitkan motivasi belajar
siswa.
3. Bagi guru
Dengan melaksanakannya penulis
tindakan kelas ini guru dapat mengetahui secara cepat dan bertambah wawasan
dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dengan menggunakan reward / dalam pembelajaran bagi siswa.
4. Bagi penulis
Penulis dapat
mengetahui cara meningkatkan motivasi belajar siswa dengan pemberian reward / hadiah.
BAB
II
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
A. Perhatian
Orang Tua
1. Pengertian Perhatian
Kata “perhatian”, sering kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Namun kata “perhatian” menurut Sumadi Suryabrata
(2006:14) sendiri tidaklah selalu digunakan dalam arti yang sama. Beberapa
contoh dapat menjelaskannya, sebagai berikut.
a. Dia sedang memperhatikan contoh yang
diberikan oleh gurunya.
b. Dengan penuh perhatian dia mengikuti pembelajaran
yang diberikan oleh guru yang baru itu.
Kedua contoh di atas menggunakan kata
perhatian, arti kata tersebut baik di masyarakat sehari-hari maupun dalam
bidang psikologi mempunyai makna yang kira-kira sama. Dalam hal tersebut jika diambil intinya, para
psikolog mendefinisikan mengenai perhatian menjadi dua macam, sebagai berikut.
a. Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis
tertuju kepada suatu objek.
b. Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran
yang menyertai sesuatu aktifitas yang dilakukan (Sumadi Suryabrata, 2006: 14).
Untuk dapat menangkap maksudnya
hendaklah pengertian tersebut tidak dilepaskan dari konteksnya (kalimatnya).
Perhatian sebagai salah satu aktivitas psikis, dapat dimengerti sebagai
keaktifan jiwa yang dipertinggi.
Perhatian menurut Abu Ahmadi (2003: 145)
yaitu keaktifan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu objek, baik di dalam maupun
di luar dirinya. Perhatian berhubungan erat dengan kesadaran jiwa terhadap
sesuatu objek yang direaksi pada sesuatu waktu. Terang tidaknya kesadaran seseorang
terhadap sesuatu obyek tertentu tidak tetap, ada kalanya kesadaran seseorang
meningkat (menjadi terang), dan ada kalanya menurun (menjadi samar-samar).
Taraf kesadaran seseorang akan meningkat kalau jiwa orang tersebut dalam
mereaksi sesuatu meningkat juga. Apabila taraf kekuatan kesadaran seseorang
naik atau menjadi giat karena suatu sebab, maka orang tersebut berada pada
permulaan perhatian. Perhatian timbul dengan adanya pemusatan kesadaran
seseorang terhadap sesuatu.
Berdasarkan pengertian-pengertian
perhatian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perhatian
merupakan suatu kesadaran jiwa seseorang yang ditujukan pada suatu objek atau
kumpulan objek tertentu yang berada dalam diri maupun di luar diri. Ketika
seseorang sedang memperhatikan suatu benda misalnya, ini berarti seluruh
aktivitas individu dicurahkan atau dikonsentrasikan pada benda tersebut. Namun
dalam waktu yang sama individu juga dapat memperhatikan objek yang banyak
sekaligus. Hal ini, tentunya tidak semua objek diperhatikan secara sama. Dalam
proses memperhatikan itu, terdapat aktivitas penyeleksian terhadap stimulus
yang diterima oleh individu. Dalam proses memperhatikan juga terdapat korelasi
yang positif antara perhatian dengan kesadaran. Perhatian itu sangat
dipengaruhi oleh perasaan dan suasana hati, serta ditentukan oleh kemauan.
Sesuatu yang dianggap luhur, mulia, dan indah akan sangat mengikat perhatian.
Demikian pula sesuatu hal yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan ketakutan, akan
mencekam perhatian. Sebaliknya, segala sesuatu yang membosankan, sepele, dan
terus-menerus berlangsung tidak akan bisa mengikat perhatian.
2.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perhatian
Sebuah perhatian tidak timbul begitu
saja pada diri seseorang. Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi perhatian menurut Abu Ahmadi (2003: 150) sebagai berikut.
a. Pembawaan
Adanya pembawaan tertentu yang
berhubungan dengan objek yang direaksi, maka sedikit atau banyak akan timbul
perhatian terhadap objek tertentu.
b. Latihan dan Kebiasaan
Meskipun dirasa tidak ada bakat
pembawaan tentang suatu bidang, tetapi karena hasil daripada latihan-latihan
atau kebiasaan, dapat menyebabkan timbulnya perhatian terhadap bidang tersebut.
c. Kebutuhan
Adanya kebutuhan tentang sesuatu memungkinkan
timbulnya perhatian terhadap objek tersebut. Kebutuhan merupakan dorongan,
sedangkan dorongan itu mempunyai tujuan yang harus dicurahkan kepadanya.
d. Kewajiban
Kewajiban mengandung tanggung jawab yang
harus dipenuhi oleh orang yang bersangkutan. Bagi orang yang bersangkutan dan
menyadari atas kewajibannya, maka orang tersebut tidak akan bersikap masa bodoh
dalam melaksanakan tugasnya, oleh karena itu orang tersebut akan melaksanakan
kewajibannya dengan penuh perhatian.
e. Keadaan Jasmani
Keadaan tubuh yang sehat atau tidak,
segar atau tidak, sangat mempengaruhi perhatian seseorang terhadap sesuatu
objek.
f. Suasana Jiwa
Keadaan batin, perasaan, fantasi,
pikiran dan sebagainya sangat mempengaruhi perhatian seseorang, mungkin dapat
membantu, dan sebaliknya dapat juga menghambat.
g. Suasana di Sekitar
Adanya bermacam-macam perangsang di
lingkungan sekitar, seperti kegaduhan, keributan, kekacauan, temperatur, sosial
ekonomi, keindahan, dan sebagainya dapat mempengaruhi perhatian individu.
h. Kuat tidaknya Perangsang
Seberapa kuat perangsang yang
bersangkutan dengan objek itu sangat mempengaruhi perhatian individu. Kalau
objek itu memberikan perangsang yang kuat, maka perhatian yang akan individu
tunjukan terhadap objek tersebut kemungkinan besar juga. Sebaliknya kalau objek
itu memberikan perangsang yang lemah, perhatian juga tidak begitu besar. Jadi
banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi perhatian seseorang terhadap orang
lain, meliputi pembawaan, latihan, kebiasaan, kebutuhan, kewajiban, keadaan jasmani,
suasana jiwa, suasana lingkungan sekitar, kuat atau tidaknya rangsangan yang
dapat menimbulkan perhatian.
3.
Pengertian Perhatian Orang
Tua
Manusia hidup di lingkungan rumah yaitu
keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Ayah dan ibu
itulah yang disebut orang tua yang akan bertanggung jawab untuk merawat,
mendidik, dan membesarkan anak-anaknya hingga mereka mampu hidup mandiri. UU RI
No. 1 tahun 1974 Bab X (E. Oswari, 1982: 139) mengungkapkan tentang “Hak dan
Kewajiban Orang Tua dan Anak” pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Kedua orang tua
wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Serta ayat (2)
yang berbunyi “Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) dalam pasal ini
berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku
terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus”.
Orang tua adalah pendidik sejati,
pendidik karena kodratnya. Oleh karena itu, kasih sayang orang tua terhadap
anak-anaknya hendaklah kasih sayang yang sejati pula. Para teoritis yang
menganut paham “environmentalisme” berpendapat, “Tidak ada anak yang
sukar, yang ada ialah orang tua yang sukar (problem children are the product
of problem parents” (Alex Sobur, 2003: 150).
Bagus Santoso (2010: 23) mengemukakan
pendapatnya tentang perhatian orang tua, yaitu pemusatan kesadaran jiwa berupa
tenaga, pikiran dan perasaan, dari orang tua kepada anaknya, ditransformasikan
dalam berbagai cara untuk memberikan motivasi atau dorongan positif terhadap
anaknya dalam usaha mencapai prestasi belajar yang optimal. Dari uraian-uraian
tersebut dapat disimpulkan pengertian perhatian orang tua, adalah suatu
kesadaran orang tua dalam mendidik, membimbing, dan merawat anak-anaknya (baik
berbentuk tindakan maupun ucapan) dengan penuh rasa kasih sayang agar anak-anak
dapat meraih cita-cita dan hidup mandiri. Orang tua yang terdiri dari ayah dan
ibu ini masing-masing mempunyai peranan dalam keluarganya. Akan tetapi meskipun
ayah dan ibu mempunyai peranan masing-masing, tujuan mereka tidaklah lepas dari
kewajiban untuk mendidik, membimbing, dan merawat anak-anaknya.
Ngalim Purwanto (2007: 78) mengemukakan
beberapa peranan seorang ibu dan ayah di rumah, sebagai berikut.
a. Peranan
ibu dalam pendidikan anaknya adalah:
1) sumber
dan pemberi rasa kasih sayang,
2) pengasuh
dan pemelihara,
3) tempat
mencurahkan isi hati,
4) pengatur
kehidupan dalam rumah tangga,
5) pembimbing
hubungan pribadi.
b. Peranan
ayah dalam pendidikan anaknya adalah:
1) sumber
kekuasaan dalam keluarganya,
2) penghubung
intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar,
3) pemberi
perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga,
4) pelindung
terhadap ancaman luar,
5) hakim
atau yang mengadili jika terjadi perselisihan,
6) pendidik
dalam segi-segi rasional.
4.
Bentuk-bentuk Perhatian
Orang Tua
Orang tua dalam memberikan perhatian
tidaklah harus dengan suatu hal yang mahal, atau yang berlebihan. Perhatian
dapat ditunjukkan dengan hal-hal yang kecil yang dimulai dengan kebiasaan dalam
keluarga. Bentuk perhatian orang tua tidaklah terbatas pada satu perilaku atau
tindakan.
Berikut ini beberapa contoh bentuk
perhatian orang tua kepada anak-anaknya menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono
(2004: 85-88).
a. Orang tua dapat memberikan dorongan anak dalam belajar (motivasi
belajar).
b. Orang tua memberikan penghargaan atau pujian atas apa yang
dilakukan si anak, karena penghargaan kepada anak-anak dapat menimbulkan mental
yang sehat bagi anak.
c. Orang tua hendaknya meluangkan waktu untuk berbincang-bincang
dengan anak anak, sehingga tercipta hubungan yang nyaman, tenang, dan harmonis
diantara keluarga.
d. Orang tua hendaknya membicarakan tentang kebutuhan anak-anak yang
diinginkan.
e. Orang tua menyediakan tempat belajar yang nyaman dan kondusif
untuk anak dalam belajar. Selain itu juga menyediakan sumber-sumber belajar dan
peralatan yang dapat mendukung aktivitas belajar.
f. Orang tua dapat mendampingi anak dalam mengerjakan pekerjaan
rumah.
Selain pendapat di atas, GenioFam (2009:
22) menyatakan bahwa kebutuhan anggota keluarga dari bangun tidur sampai tidur
lagi berbeda-beda, oleh karena itu orang tua hendaknya memperhatikan kebutuhan
anak baik secara fisik maupun psikis. Kebutuhan yang bersifat fisik sebagai
berikut.
a. Makanan, jika menu masakan yang sama setiap hari, akan menimbulkan
rasa bosan bagi anak. Anak akan malas makan, dengan kondisi tersebut anak
menjadi lemas, tidak bersemangat, dan dapat mengganggu konsentrasi belajar
anak.
b. Sandang, merupakan kebutuhan anak dalam berpakaian. Jika anak
berpakaian dengan nyaman, maka anak dalam melakukan aktivitas juga akan merasa
nyaman (tidak terganggu).
c. Tempat tinggal anak, jika tempat tinggal anak tidak kondusif atau
tidak nyaman, secara otomatis anak tidak akan betah berada di rumah maka anak
akan keluar rumah. Tinggal di rumah saja tidak betah apalagi untuk belajar di
rumah.
d. Teknologi, perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak selalu
memberikan dampak positif bagi penggunanya, misalnya internet, handphone,
game, dan lain sebagainya. Maka perlu ditanamkan pada anak bahwa teknologi yang
digunakan adalah yang bisa dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pendidikan.
e. Fasilitas yang dapat mendukung pendidikan anak, misalnya sumber
belajar, peralatan sekolah anak.
B. Motivasi
Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Pengertian belajar menurut Morgan,
mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman
(Wisnubrata, 1993:3). Sedangkan menurut Moh. Surya (1981 : 32) belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Pada prinsipnya, belajar adalah
perubahan dari diri seseorang. Pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan
daya penggerak baik dari dalam diri maupun luar siswa (dengan menciptakan
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin
kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Ada tiga komponen dalam
motivasi, yaitu : 1. Kebutuhan 2. Dorongan 3. Tujuan (Koesworo 1989 ; Siagian
1989 ; Shein 1991 ; Biggs dan Tlefe, 1987)
2.
Jenis-jenis Motivasi
Makmun (2005 : 37) membagi motivasi
kedalam beberapa kelompok sebagai berikut :
a. Motif Primer atau dasar
Motif Primer merupakan motif yang tidak
dipelajari yang untuk ini digunakan istilah Dorongan (Drive) Motif ini
dibedakan dalam : Dorongan fisiologis yang bersumber pada kebutuhan organis
antara lain rasa lapar, haus, istirahat. Dorongan psikologis/ dorongan kejiwaan
dalam diri seseorang, seperti rasa takut, kasih sayang dan lainnya.
b. Motif sekunder, merupakan motif yang berkembang akibat adanya
pengalaman, atu dipelajari. Termasuk dalam motif sekunder ini adalah motif
berprestasi, motif- motif social sepeti ingin diterima, status, dan sebagainya.
3.
Pentingnya Motivasi
Dalam Proses Pembelajaran
Pentingnya peranan motivasi dalam proses
pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk
tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan. Dua
anak memiliki kemampuan yang sama dan diberikan peluang serta kondisi yang sama
untuk mencapai tujuan kinerja dan hasil-hasil yang dicapai oleh anak yang
termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi.
Hal ini dapat diketahui dari pengalaman dan pengamatan sehari-hari. Peran
motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan
sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin motivasi belajar yang memadai akan
medorong siswa berperilaku aktif untuk prestasi didalam kelas.
Fungsi motivasi dalam pembelajaran
diantaranya :
a. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan tanpa motivasi
tidak akan timbul suatu perbuatan, misalnya belajar.
b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah mengarahkan perbuatan mencapai
tujuan yang diinginkan.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak yang artinya menggerakkan
tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau
lambatnya suatu pekerjaan.
4.
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Motivasi Pembelajaran
Hukum dari motivasi mengatakan bahwa
partisipan/ peserta harus punya keinginan untuk belajar, dia harus siap untuk
belajar dan harus punya alasan untuk belajar.Pelatih menemukan bahwa jika
peserta mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar atau rasa keinginan untuk
berhasil. Jika kita gagal menggunakan hukum kesesuaian (appropriateneness)
tersebut dan mengabaikan untuk membuat material relevan, kita akan secara pasti
akan kehilangan motivasi peserta.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mengenai
motivasi adalah sebagai berikut :
a. Kematangan
fisik, sosial dan psikis
Kematangan fisik, sosial dan psikis haruslah
diperhatikan, karena hal ini dapat mempengaruhi motivasi, seandainya dalam
pemberian motivasi itu tidak memperhatikan kematangan, maka akan mengakibatkan
frustasi dan mengakibatkan hasil belajar tidak optimal.
b. Usaha yang bertujuan
Setiap usaha yang dilakukan mempunyai
tujuan yang ingin dicapai. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, akan
semakin kuat dorongan untuk belajar.
c. Pengetahuan mengenai hasil dalam
motivasi.
Dengan mengetahui hasil belajar, siswa
terdorong untuk lebih giat belajar. Apabila hasil belajar itu mengalami
kemajuan, siswa akan berusaha untuk mempertahankan atau meningkat intensitas
belajarnya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik dikemudian hari. Prestasi
yang rendah menjadikan siswa giat belajar guna memperbaikinya.
d. Partisipasi
Dalam kegiatan mengajar perlu diberikan
kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam seluruh kegiatan belajar.
Dengan demikian kebutuhan siswa akan kasih sayang dan kebersamaan dapat
diketahui, karena siswa merasa dibutuhkan dalam kegiatan belajar itu.
e. Penghargaan
dengan hukuman
Pemberian penghargaan itu dapat
membangkitkan siswa untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu. Tujuan
pemberian penghargaan berperan untuk membuat pendahuluan saja. Penghargaan
adalah alat bukan tujuan. Hendaknya diperhatikan agar penghargaan ini menjadi
tujuan. Tujuan pemberian penghargaan dalam belajar adalah bahwa setelah
seseorang menerima penghargaan karena telah melakukan kegiatan belajar yang
baik, ia akan melanjutkan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas.
C. Reward
1.
Pengertian Reward
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa reward adalah hadiah (sebagai
pembalasan jasa), hukuman (balasan). Dari definisi ini dapat dipahami bahwa reward dalam Bahasa Indonesia bisa
dipakai untuk balasan yang baik maupun yang buruk. Sementara itu dalam Bahasa
Arab “reward” diistilahkan dengan tsawab.
Kata tsawab juga berarti pahala, upah, dan balasan. Dalam Al Qur’an, khususnya
ketika kitab suci ini berbicara tentang apa yang akan diterima oleh seorang
baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya (Armai, 2002:127). Dalam pembahasan yang lebih luas, pengertian
istilah “reward” dapat dilihat
sebagai berikut:
a. Reward adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan
dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi siswa.
b. Reward adalah hadiah terhadap perilaku baik dati anak didik dalam proses
pendidikan.
Reward adalah alat pendidikan represif yang menyenangkan. Reward diberikan kepada anak yang telah
menunjukkan hasil-hasil baik dalam pendidikannya. Baik, baik dalam hal kerajinannya,
kelakuannya, tingkah lakunya, dengan singkat hal-hal yang menyangkut
kepribadiannya, maupun baik dalam hal-hal berprestasi belajarnya. Atau dapat
dikatakan reward adalah penilaian
yang bersifat positif terhadap belajarnya murid (Indrakusuma, 1993:46).
Selanjutnya pendidik bermaksud juga
supaya dengan reward itu anak menjadi
lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang
telah dapat dicapainya. dengan kata lain, Reward
adalah salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud reward itu ialah sebagai alat untuk
mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau
pekerjaannya mendapat penghargaan. Umumnya anak mengetahui bahwa pekerjaan atau
perbuataanya yang menyebabkan ia mendapat reward
itu baik.
Selanjutnya pendidik bermaksud juga
supaya dengan reward itu anak menjadi
lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang
telah dapat dicapainya. dengan kata lain, anak menjadi lebih keras kemauannya
untuk bekerja atau berbuat yang lebih giat lagi. Jadi maksud reward itu yang terpenting bukanlah
hasilnya yang dicapai seorang anak, melainkan dengan hasil yang telah dicapai
anak itu. Pendidikan bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik
dan lebih keras pada anak itu.
Jika reward
itu adalah alat mendidik, reward
tidak boleh menjadi bersifat sebagai “upah”. “Upah” ialah sesuatu yang
mempunyai nilai sebagai “ganti rugi” dari suatu pekerjaan atau suatu jasa. Upah
adalah sebagai pembayar suatu tenaga kerja, pikiran atau pekerjaan yang telah
dilakukan oleh seseorang. Besar kecilnya upah memiliki perbandingan yang
tertentu dengan berat ringannya pekerjaan atau banyak sedikitnya hasil yang
telah dicapai seorang anak yang pada suatu ketika menunjukkan hasil yang lebih
dari pada biasanya, mungkin sangat baik diberi reward. Dalam hal ini guru hendaknya bijaksana jangan sampai reward itu menimbulkan iri hati pada
anak yang lain yang merasa dirinya lebih baik atau lebih pandai, tetapi tidak
mendapat reward. Adakalanya seorang
guru perlu pula memberi reward kepada
seluruh kelas (Purwanto, 1985:182).
Jadi dapat disimpulkan bahwa reward
adalah suatu cara yang digunakan oleh seseorang untuk memberikan suatu
penghargaan kepada seseorang karena sudah mengerjakan suatu hal yang benar,
sehingga seseorang itu bisa semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut.
Contohnya seorang guru telah memberikan penghargaan atau pujian kepada siswanya
yang telah menjawab pertanyaan dengan baik, maka siswa itu semangat lagi dalam
mengerjakan tugas. Reward merupakan respon terhadap suatu perilaku yang
dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembali perilaku tersebut. Reward dapat
dilakukan secara verbal ataupun non verbal dengan prinsip kehangatan,
keantusiasan dan kebermakanaan (Mulyasa, 2011:77).
Reward ialah respon positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari
siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali (Alma, 2008:30).
Dalam kegiatan belajar mengajar, reward (penguatan positif) mempeunyai
arti penting. Tingkah laku dan penampilan siswa yang baik, diberi penghargaan
dalam bentuk senyuman ataupun kata-kata pujian. Pemberian reward dalam
kelas akan mendorong siswa meningktkan usahanya dalam kegiatan belajar mengajar
dan mengembangkan hasil belajar.
2. Tujuan
Menurut Buchari Alma (2008:30) tujuan
dari adanya reward yaitu
a. meningkatkan perhatian siswa,
b. Memperlancar atau memudahkan proses belajar,
c. Membangkitkan dan mempertahankan motivasi,
d. Mengontrol dan mengubah sikap suka mengganggu dan menimbulkan
tingkah laku belajar yang produktif,
e. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar,
f. Mengarahkan kepada cara berfikir yang baik/ divergen dan inisiatifpribadi.
Menurut Mulyasa (2011:78) tujuan
penggunaan reward yaitu
a. meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran,
b. merangsang dan meningktkan motivasi belajar,
c. meningkatkan kegiatan belajar dan membina perilaku yang produktif.
3. Komponen- Komponen Reward
Menurut Mulyadi (2009:37) adapun
komponen-komponen yang perlu dipahami dan dikuasai penggunaannya oleh guru agar
ia dapat memberikan penguatan secara bijaksana adalah:
a. penguatan verbal yaitu penguatan berupa kata-kata, pujian,
pengakuan, dorongan yang dipergunakan untuk menguatkan tingkah laku dan
penampilan siswa.
b. penguatan non verbal yaitu penguatan berupa mimik dan gerakan
badangerakan badan, pengutan dengan cara mendekati, penguat dengan bentukan,
penguat dengan kegiatan yang menyenangkan dan penguat berupa simbol atau benda.
Menurut Buchari Alma (2008:31) komponen reward
terdiri dari:
a. Verbal Reinforcement meliputi komentar ungkapan pujian seperti
baik, bagus, hebat, benar sekali.
b. Gestural Reinforcement meliputi senyum, mengangkat alis, tepuk
tangan, menunjuk, anggukan.
c. Proximity Reinforcemen meliputi berjalan mendekati, berdiri
didekat, duduk dekat kelompok, berdiri diantara siswa.
4. Macam-Macam Reward
Menurut Amier Daien Indrakusuma
(2002:159) reward yang kita berikan
kepada murid dapat berupa macam-macam. Namun pada garis besarnya, kita dapat
membedakan reward itu kedalam empat
macam yaitu:
a. Pujian
Pujian adalah satu bentuk reward yang paling mudah dilaksanakan.
Pujian dapat berupa kata-kata seperti: baik, bagus, bagus sekali dan
sebagainya, tetapi dapat juga berupa kata-kata yang bersifat sugestif,
misalnya: nah, lain kali akan lebih baik lagi, kiranya kau sekarang telah lebih
rajin belajar dan sebagainya. Disamping yang berupa kata-kata, pujian dapt pula
berupa isyarat-isyarat atau pertanda-pertanda. Misalnya dengan menunjukkan ibu
jari atau jempol, dengan menepuk bahu anak, dengan tepuk tangan dan sebagainya.
b. Penghormatan
Reward yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk dua macam pula.
Pertama berbentuk semacam penobatan. Yaitu anak yang mendapat penghormatan
diumumkan dan ditampilkan dihadapan teman-temanya. Dapat juga dihadapan
teman-teman sekelas maupun teman-teman sekolah. Kedua, penghormatan yang
berbentuk pemberian kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Misalnya, kepada anak
yang berhasil menyelasaikan satu soal yang sulit, disuruh mengerjakannya
dipapan tulis untuk dicontoh teman-temannya. Anak yang rajin diserahi wewenang
atau tugas mengurus perpustakaan sekolah.
c. Hadiah
Yang dimaksud dengan hadiah disini
adalah reward yang berbentuk
pemberian yang berupa barang. Reward
yang berupa pemberian barang ini disebut juga reward materiil. Reward
materiil, yaitu hadiah yang berupa barang-barang ini dapat terdiri dari
alat-alat keperluan sekolah, seperti pensil, penggaris, buku tulis, buku
pelajaran, dan lain sebagainya. Pemberian reward
yang berupa barang ini sering mendatangkan pengaruh yang negatif pada belajar
siswa. Yaitu bahwa hadiah itu lalu menjadi tujuan dari belajar anak. Anak
belajar bukan karena ingin manambah pengetahuan, tetapi belajar dengan tujuan
ingin mendapatkan hadiah. Jadi berikan hadiah berupa barang ini jika dianggap
perlu, dan pilihlah pada saat yang tepat. Misalnya kepada anak yang kurang
mampu, menjelang waktu Hari Raya Tahun Baru.
d. Tanda Penghargaan
Jika hadiah adalah reward yang berupa barang, maka tanda penghargaan adalah
kebalikannya. Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan kegunaan
barang-barang tersebut, seperti halnya pada hadiah. Melainkan, tanda
penghargaan dinilai dari segi kesan atau nilai-kenagnya. Oleh karena itu reward atau tanda penghargaan ini
disebut juga reward symbolis. Reward symbolis ini dapat berupa
surat-surat tanda penghargaan, surat surat tanda jasa, sertifikat-sertifikat,
piala-piala dan sebagainya.
Menurut M. Ngalim Purwanto (1985:183)untuk
menentukan reward macam apakah yang
baik diberikan kepada anak merupakan suatu hal yang sulit. Reward sebagai alat pendidikan banyak sekali macamnya. Sebagai
contoh beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan reward bagi anak didiknya:
a. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan sesuatu
jawaban yang diberikan oleh seorang anak.
b. Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti
“rupanya sudah baik pula tulisanmu, Min. Kalau kamu terus berlatih, tertentu
akan lebih baik lagi.
c. Pekerjaan dapat juga menjadi suatu reward. Contoh “engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar
sedikit, ali, karena yang nomor 3 ini rupa-rupanya agak terlalu baik engkau
mengerjakannya”.
d. Reward yang ditujukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu.
Misalnya,” karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik dan lekas
selesai, sekarang saya akan mengisahkan sebuah cerita yang bagus sekali”. Reward untuk seluruh kelas dapat juga
berupa beryanyi atau pergi berdarmawisata.
e. Reward dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi
anak-anak. Misalnya, pensil, buku tulis, gula gula, atau makanan yang lain. Tetapi
dalam hal ini guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan
benda-benda itu mudah benar reward
berubah menjadi upah bagi siswa.
5. Prinsip-prinsip Penggunaan Reward
Menurut Buchari Alma (2008:32) prinsip
penggunaan reward yaitu:
a. penuh hangat, antusias dan jujur.
b. hindari kritikan dan hukuman,
c. bervariasi,
d. penuh arti bagi siswa,
e. bersifat pribadi
f. langsung atau segera.
Menurut Mulyadi (2009:39)beberapa
prinsip yang melandasi penggunaan reward yaitu
a. kehangatan,
b. kebermaknaan,
c. menghindari penggunaan respon yang negatif.
6. Cara Mengaplikasikan Reward
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan
dalam memberi reward, antara lain:
a. Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam
belajar.
b. Imbalan materi atau hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang
termotivasi dengan pemberian hadiah.
c. Doa, misalnya: “Semoga Allah SWT menambah kebaikan padamu”
d. Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadikan kenang kenangan
bagi murid atas prestasiyang diperolehnya.
e. Wasiat kepada orang tua. Maksudnya melaporkan segala sesuatu yang
berkenaan dengan kebaikan murid di sekolah, kepada orang tuanya di rumah.
(Armai, 2002:127)
7. Kelebihan dan kekurangan
Armai (2002:128) menjelaskan bahwa sebagaimana
pendekatan-pendekatan pendidikan lainnya, pendekatan reward juga tidak bias terlepas dari kelebihan dan kekurangan.
Untuk lebih jelasnya, akan dikemukakan sebagai berikut:
a. Kelebihan
Diakui bahwa pendekatan reward memiliki banyak kelebihan, namun
secara umum dapat disebutkan sebagai berikut:
1) Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik
untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersifat progresif
2) Dapat menjadi pendorong bagi anak-anak didik lainnya untuk
mengikuti anak yang telah memperoleh pujian dan gurunya; baik dalam tingkah
laku, sopan santun ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih
baik lagi. Proses ini sangat besar kontribusinya dalam memperlancar pencapaian
tujuan pendidikan.
b. Kelemahan
Di samping mempunyai kelebihan
pendekatan reward juga memiliki
kelemahan antara lain:
1) Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara
berlebihan, sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid menjadi merasa bahwa
dirinya lebih tinggi dari teman-temannya.
2)
Umumnya reward membutuhkan alat tertentu serta membutuhkan biaya dan
lain-lainnya.
D. Pendidikan
Sekolah Dasar
1. Konsep Pendididikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan
kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai kemakmuran.
kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai kemakmuran.
Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani
“paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “pais” yang
berarti “anak” dan kata “ago” yang berarti “aku membimbing”. Jadi
paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan
membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam
bahasa Yunani disebut ”paedagogos” (Soedomo A. Hadi, 2008: 17).
“paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “pais” yang
berarti “anak” dan kata “ago” yang berarti “aku membimbing”. Jadi
paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan
membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam
bahasa Yunani disebut ”paedagogos” (Soedomo A. Hadi, 2008: 17).
Jadi pendidikan adalah usaha untuk membimbing anak. Pendidikan
seperti yang diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Indonesia diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Definisi pendidikan lainnya yang dikemukakan oleh M. J. Langeveld
(Revrisond Baswir dkk, 2003: 108) bahwa:
a. Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing
manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
b. Pendidikan ialah usaha untuk menolong anak untuk melaksanakan
tugas-tugas hidupnya agar dia bisa mandiri, akil-baliq dan
bertanggung jawab.
tugas-tugas hidupnya agar dia bisa mandiri, akil-baliq dan
bertanggung jawab.
c. Pendidikan adalah usaha agar tercapai penentuan diri secara etis
sesuai dengan hati nurani.
sesuai dengan hati nurani.
Pengertian tersebut bermakna bahwa, pendidikan merupakan kegiatan untuk
membimbing anak manusia menuju kedewasaan dan kemandirian. Hal ini dilakukan
guna membekali anak untuk menapaki kehidupannya di masa yang akan datang. Jadi
dapat dikatakan bahwa, penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari perspektif
manusia dan kemanusiaan.
Tilaar (2002: 435) menyatakan bahwa “hakikat pendidikan adalah
memanusiakan manusia, yaitu suatu proses yang melihat manusia sebagai
suatu keseluruhan di dalam eksistensinya”. Mencermati pernyataan dari
Tilaar tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa dalam proses pendidikan,
ada proses belajar dan pembelajaran, sehingga dalam pendidikan jelas terjadi proses pembentukan manusia yang lebih manusia. Proses mendidik dan dididik merupakan perbuatan yang bersifat mendasar (fundamental), karena di dalamnya terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan jalan hidup manusia.
memanusiakan manusia, yaitu suatu proses yang melihat manusia sebagai
suatu keseluruhan di dalam eksistensinya”. Mencermati pernyataan dari
Tilaar tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa dalam proses pendidikan,
ada proses belajar dan pembelajaran, sehingga dalam pendidikan jelas terjadi proses pembentukan manusia yang lebih manusia. Proses mendidik dan dididik merupakan perbuatan yang bersifat mendasar (fundamental), karena di dalamnya terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan jalan hidup manusia.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1
menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengertian pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut
menjelaskan bahwa pendidikan sebagai proses yang di dalamnya seseorang belajar
untuk mengetahui, mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku
lainnya untuk menyesuaikan dengan lingkungan di mana dia hidup. Hal ini juga sebagaimana
yang dinyatakan oleh Muhammad Saroni (2011: 10) bahwa, “pendidikan merupakan
suatu proses yang berlangsung dalam kehidupan sebagai upaya untuk
menyeimbangkan kondisi dalam diri dengan kondisi luar diri. Proses
penyeimbangan ini merupakan bentuk survive yang dilakukan agar diri
dapat mengikuti setiap kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan.”
Beberapa konsep pendidikan yang telah dipaparkan tersebut meskipun
terlihat berbeda, namun sebenarnya memiliki kesamaan dimana di dalamnya terdapat
kesatuan unsur-unsur yaitu: pendidikan merupakan suatu proses, ada hubungan
antara pendidik dan peserta didik, serta memiliki tujuan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan
merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan kembali)
pengalaman yang bertujuan menambah efisiensi individu dalam interaksinya dengan
lingkungan.
2.
Tujuan Pendidikan
Dalam tujuan pembangunan, pendidikan merupakan sesuatu yang
mendasar terutama pada pembentukan kualitas sumber daya manusia. Menurut Herbison dan Myers (Panpan Achmad Fadjri, 2000: 36)
“pembangunan sumber daya manusia berarti perlunya peningkatan
pengetahuan, keterampilan dari kemampuan semua orang dalam suatu
masyarakat”. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
mendasar terutama pada pembentukan kualitas sumber daya manusia. Menurut Herbison dan Myers (Panpan Achmad Fadjri, 2000: 36)
“pembangunan sumber daya manusia berarti perlunya peningkatan
pengetahuan, keterampilan dari kemampuan semua orang dalam suatu
masyarakat”. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Melalui pendidikan selain dapat diberikan bekal berbagai
pengetahuan, kemampuan dan sikap juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan
yang dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat sehingga dapat berpartisipasi
dalam pembangunan. Tujuan pokok pendidikan adalah membentuk anggota masyarakat menjadi
orang-orang yang berpribadi, berperikemanusiaan maupun menjadi anggota
masyarakat yang dapat mendidik dirinya sesuai dengan watak masyarakat itu
sendiri, mengurangi beberapa kesulitan atau hambatan perkembangan hidupnya dan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun mengatasi problematikanya (Nazili
Shaleh Ahmad, 2011: 3).
Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945, yang
mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini kemudian dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang menyebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini kemudian dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang menyebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mencermati tujuan pendidikan yang disebutkan dalam Undang
Undang Sisdiknas tersebut dapat dikemukakan bahwa pendidikan merupakan wahana terbentuknya masyarakat madani yang dapat membangun dan meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan juga merupakan salah satu bentuk investasi manusia yang dapat meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Kyridis, et al. (2011: 3) mengungkapkan bahwa “for many years the belief that education can increase social equality and promote social justice, has been predominant”.
Undang Sisdiknas tersebut dapat dikemukakan bahwa pendidikan merupakan wahana terbentuknya masyarakat madani yang dapat membangun dan meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan juga merupakan salah satu bentuk investasi manusia yang dapat meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Kyridis, et al. (2011: 3) mengungkapkan bahwa “for many years the belief that education can increase social equality and promote social justice, has been predominant”.
Hal senada dikemukakan oleh Herera (Muhadjir Darwin, 2010:
271) bahwa “melalui pendidikan, transformasi kehidupan sosial dan ekonomi akan membaik, dengan asumsi bahwa melalui pendidikan, maka pekerjaan yang layak lebih mudah didapatkan”. Dari apa yang dikemukaka oleh Kyridis dkk dan Herera tersebut dapat memberi gambaran bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting dalam mencapai kesejahteraan hidup.
271) bahwa “melalui pendidikan, transformasi kehidupan sosial dan ekonomi akan membaik, dengan asumsi bahwa melalui pendidikan, maka pekerjaan yang layak lebih mudah didapatkan”. Dari apa yang dikemukaka oleh Kyridis dkk dan Herera tersebut dapat memberi gambaran bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting dalam mencapai kesejahteraan hidup.
Todaro & Smith (2003: 404) menyatakan bahwa “pendidikan
memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan manusia untuk
menyerap teknologi modern, dan untuk mengembangkan kapasitas agar
tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.” Jadi,
pendidikan dapat digunakan untuk menggapai kehidupan yang memuaskan
dan berharga. Dengan pendidikan akan terbentuk kapabilitas manusia yang
lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan.
memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan manusia untuk
menyerap teknologi modern, dan untuk mengembangkan kapasitas agar
tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.” Jadi,
pendidikan dapat digunakan untuk menggapai kehidupan yang memuaskan
dan berharga. Dengan pendidikan akan terbentuk kapabilitas manusia yang
lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bruns, dkk (2003: 1) bahwa:
Education is fundamental for the construction of globally competitive
economies and democratic societies. Education is key to creating,
applying, and spreading new ideas and technologies which in turn are
critical for sustained growth; it augments cognitive and other skills,
which in turn increase labor productivity.
Education is fundamental for the construction of globally competitive
economies and democratic societies. Education is key to creating,
applying, and spreading new ideas and technologies which in turn are
critical for sustained growth; it augments cognitive and other skills,
which in turn increase labor productivity.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Barbara dkk tersebut tampak bahwa,
pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan ekonomi dan masyarakat. Pendidikan
merupakan kunci untuk menciptakan ide-ide baru dan teknologi yang sangat
penting dalam keberlanjutan pembangunan, bahkan dengan pendidikan pula akan
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Dari berbagai tujuan pendidikan yang telah dikemukakan dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa, tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya manusia
yang handal dan memiliki kemampuan mengembangkan diri untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik. Hal ini berarti, dengan pendidikan anak akan memiliki bekal
kemampuan dasar untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara ataupun sebagai bagian dari anggota masyarakat dunia. Dengan
pendidikan pula, memungkinkan sesorang memiliki kesempatan untuk dapat
meningkatkan taraf hidupannya menjadi lebih baik dan sejahtera.
3.
Konsep Sekolah Dasar
Pendidikan dapat berlangsung di sekolah sebagai institusi
pendidikan
formal, yang diselenggarakan melalui proses belajar mengajar. Suparlan
Suhartono (2008: 46) menyatakan bahwa “menurut pendekatan dari sudut
pandang sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah”. Suharjo (2006: 1) menyatakan bahwa “sekolah dasar pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun.” Hal senada juga diungkapkan
formal, yang diselenggarakan melalui proses belajar mengajar. Suparlan
Suhartono (2008: 46) menyatakan bahwa “menurut pendekatan dari sudut
pandang sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah”. Suharjo (2006: 1) menyatakan bahwa “sekolah dasar pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun.” Hal senada juga diungkapkan
Fuad Ihsan (2008: 26) bahwa “sekolah dasar sebagai satu kesatuan
dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun.” Mencermati
kedua pernyataan Suharjo dan Fuad Ihsan dapat dijelaskan bahwa sekolah
dasar merupakan jenjang pendidikan yang berlangsung selama enam tahun.
dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun.” Mencermati
kedua pernyataan Suharjo dan Fuad Ihsan dapat dijelaskan bahwa sekolah
dasar merupakan jenjang pendidikan yang berlangsung selama enam tahun.
Pernyataan tentang sekolah dasar lainnya yang dikemukakan oleh
Harmon & Jones (2005: 1) bahwa: “Elementary schools usually serve children between the ages of five and eleven years, or kindergarten through sixth grade. Some elementary schools comprise kindergarten through fourth grade and are called primary schools. These schools are usually followed by a middle school, which includes fifth through eighth grades. Elementary schools can also range from kindergarten to eighth grade”.
Harmon & Jones (2005: 1) bahwa: “Elementary schools usually serve children between the ages of five and eleven years, or kindergarten through sixth grade. Some elementary schools comprise kindergarten through fourth grade and are called primary schools. These schools are usually followed by a middle school, which includes fifth through eighth grades. Elementary schools can also range from kindergarten to eighth grade”.
Pernyataan oleh Harmon & Jones agak berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Suharjo yaitu terletak pada usia. Jika Suharjo menyatakan sekolah dasar lebih ditujukaan pada anak yang berusia 6-12 tahun, maka Harmon dan Jones menyatakan sekolah dasar biasanya terdiri atas anak-anak antara usia 5-11 tahun, atau TK sampai kelas enam. Kemungkinan perbedaan ini terletak pada fisik antara anak yang ada di Indonesia dan anak yang ada di negara Eropa dan sekitarnya.
dikemukakan oleh Suharjo yaitu terletak pada usia. Jika Suharjo menyatakan sekolah dasar lebih ditujukaan pada anak yang berusia 6-12 tahun, maka Harmon dan Jones menyatakan sekolah dasar biasanya terdiri atas anak-anak antara usia 5-11 tahun, atau TK sampai kelas enam. Kemungkinan perbedaan ini terletak pada fisik antara anak yang ada di Indonesia dan anak yang ada di negara Eropa dan sekitarnya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa “jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai 18 tahun dan merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi”. Jika usia anak pada saat masuk sekolah dasar, merujuk pada definisi pendidikan dasar dalam Undang-Undang tersebut, berarti pengertian sekolah dasar dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar selama masa enam tahun yang ditujukan bagi anak usia 7-12 tahun.
Nasional menyatakan bahwa “jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai 18 tahun dan merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi”. Jika usia anak pada saat masuk sekolah dasar, merujuk pada definisi pendidikan dasar dalam Undang-Undang tersebut, berarti pengertian sekolah dasar dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar selama masa enam tahun yang ditujukan bagi anak usia 7-12 tahun.
4.
Tujuan Sekolah Dasar
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau
bagian integral dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek sekaligus
objek pembangunan. Dengan demikian, pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang
berkualitas dan tidak menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang
menjadi sumber kekuatan atau sumber pengerak (driving forces) bagi
seluruh proses pembangunan dan kehidupan masyarakat. Sekolah memainkan peran
yang sangat penting sebagai dasar pembentukan sumber daya manusia yang bermutu.
Melalui sekolah, anak belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta
membangun karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan.“ The school
function as a socializing agent by providing the intellectual and social
experiences from which children develop the skill, knowledge, interest,
and attitudes that characterize them as individuals and that shape their
abilities to perform adult roles” (Berns, 2004: 212-213).
Bagi anak, ketika masuk ke sekolah dasar menandai suatu perubahan
dimana peran-peran dan kewajiban baru akan dialami. “For most children, entering the first grade signal a change a from being a “homechild” to being a “schoolchild” a situation in which new roles and obligations are
experiences Santrock (2004: 355). Melalui sekolah dasar, pertama kalinya
anak belajar untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih luas
dengan orang lain yang baru dikenalinya.
dimana peran-peran dan kewajiban baru akan dialami. “For most children, entering the first grade signal a change a from being a “homechild” to being a “schoolchild” a situation in which new roles and obligations are
experiences Santrock (2004: 355). Melalui sekolah dasar, pertama kalinya
anak belajar untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih luas
dengan orang lain yang baru dikenalinya.
Suharjo (2006: 8) mengemukakan tujuan pendidikan sekolah dasar
sebagai berikut:
sebagai berikut:
a. Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat
dan minat siswa.
b. Meberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang
bermanfaat bagi siswa.
bermanfaat bagi siswa.
c. Membentuk warga negara yang baik
d. Melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan di SLTP
e. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar bekerja di
masyarakat.
f. Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat mengembangkan diri
sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
Tujuan pendidikan sekolah dasar lainnya dikemukakan oleh Eka
Ihsanudin (2010) yaitu: (1) memberikan bekal kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung, (2) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, (3) mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Jika dicermati, tujuan pendidikan SD yang dikemukakan oleh Suharjo dan Eka Ihsanidin memiliki kesamaan yaitu bahwa sekolah dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar bagi anak yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Selain itu, pendidikan sekolah dasar bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tingkat menengah.
Ihsanudin (2010) yaitu: (1) memberikan bekal kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung, (2) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, (3) mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Jika dicermati, tujuan pendidikan SD yang dikemukakan oleh Suharjo dan Eka Ihsanidin memiliki kesamaan yaitu bahwa sekolah dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar bagi anak yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Selain itu, pendidikan sekolah dasar bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tingkat menengah.
E. Hubungan
Pemberian Reward, Perhatian Orang Tua terhadap Motivasi Belajar
Dalam proses belajar mengajar, guru
harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien
menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu langkah untuk memiliki
strategi itu ialah harus menguasai teknik teknik penyajian, atau biasanya
disebut metode mengajar. Memahami dan mempraktikan metode mengajar adalah suatu
keniscayaan, karena dari sini guru akan tahu metode mana yang bisa membuat
pelajaran menjadi aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dalam proses pembelajaran
tentu ada kegagalan dan keberhasilannya. Ada dua indikator yang dapat dijadikan
tolak ukur keberhasilan belajar mengajar. Pertama, daya serap terhadap bahan
pelajaran yang diajarkan agar mencapai prestasi tinggi, baik secara individual
maupun kelompok. Kedua, perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran yang
telah dicapai siswa, baik secara individual maupun kelompok (Ma’mur, 2001: 27).
Kegagalan belajar siswa tidak sepenuhnya
berasal dari diri siswa tersebut tetapi bisa juga dari guru yang tidak berhasil
dalam membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Keberhasilan belajar siswa
tidak lepas dari motivasi siswa yang bersangkutan, oleh karena itu pada
dasarnya motivasi berprestasi merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan siswa. Motivasi sudah diyakini mempunyai peranan yang penting
dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seseorang pun yang belajar tanpa
motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Siswa yang
mempunyai motivasi dalam belajar selalu yakin dapat menyelesaikan setiap
pekerjaan yang dilakukan. Setiap tugas yang diberikan oleh guru tidak dihadapi
dengan gelisah, tetapi dihadapi dengan tenang dan percaya diri. Oleh karena itu
pemberian reward akan sangat membantu siswa terutama membantu dalam hal
peningkatan hasil belajar, sebab dengan menggunakan metode reward siswa
menjadi semangat dan memiliki minat yang besar terhadap motivasi belajar. Siswa
juga akan lebih termotivasi jika dari hasil belajarnya tersebut mendapatkan
penghargaan (reward) yang memuaskan dari guru atau pihak pengajar
sebagai tanda penghargaan atas hasil belajarnya tersebut.
Peran orang tua dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa sangatlah penting. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan
memberikan perhatian pada anakny, supaya prestasinya dapat tercapai secara
maksimal. McClelland (Alex Sobur, 2003: 285) menyatakan bahwa perbedaan
seseorang untuk berprestasi sudah tampak sejak anak berusia lima tahun. Hal
tersebut erat hubungannya dengan kehidupan keluarga, terutama besar pengaruhnya
ketika anak berusia delapan sampai sepuluh tahun. Dorongan atau kebutuhan
seseorang untuk berprestasi adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, namun di
pihak lain kebutuhan berprestasi ini ditumbuhkan, dikembangkan, dan merupakan
hasil dari mempelajari interaksi dengan lingkungan. Lingkungan hidup anak yang
pertama dan terutama adalah lingkungan keluarga. Orang tua yang dapat mendidik
anak-anaknya dengan cara memberikan pendidikan yang baik tentu akan sukses
dalam belajarnya, sebaliknya orang tua yang tidak mengindahkan pendidikan
anak-anaknya, acuh tak acuh, bahkan tidak memperhatikan sama sekali tentu tidak
akan berhasil dalam belajarnya (Abu Ahmadi, 2002: 288). Jika anak sudah sulit
untuk belajar, maka hal tersebut akan berakibat pada prestasi belajarnya. Anak
akan malas-malasan, akan nakal, anak menjadi suka membolos, dan sebagainya.
Selain uraian di atas, Abu Ahmadi (2002:
289) menyatakan bahwa hubungan orang tua dan anaknya yang baik adalah hubungan
yang penuh pengertian yang disertai dengan bimbingan dan bila perlu
hukuman-hukuman, dengan tujuan untuk memajukan belajar anak. Dari uraian yang
telah diungkapkan dapat disimpulkan betapa pentingnya perhatian orang tua dalam
menumbuhkan, mengembangkan, membimbing, serta memberikan dorongan bagi anak
dalam mencapai prestasi belajar yang lebih baik. Prestasi belajar anak tidak
timbul begitu saja, namun ada pihak yang sangat berperan dalam pendidikan anak yaitu
salah satunya orang tua. Akan tetapi pada kenyataannya, orang tua sekarang
kurang memperhatikan kebutuhan anak, baik yang bersifat fisik maupun psikis.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Permasalahan
1. Gambaran Kondisi Awal Pembelajaran
Penelitian ini dilakukan di SDN Cekal. Letak Sekolah Dasar Negeri 03 Pingit berada di Wilayah Kabupaten Timang Gajah
Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD. Dilihat
dari letak geografisnya SD ini terletak jauh dari Kabupaten Timang dan terletak
di lingkungan pedesaan yang strategis untuk pembelajaran di lingkungan desa Cekal,
karena letaknya di tepi jalan utama desa yang mudah di jangkau dari beberapa dusun
yang menjadi wilayah desa Cekal. Karena letaknya termasuk di desa, jauh dari
kebisingan kendaraan maka sangat mendukung untuk kegiatan pembelajaran,
disamping itu hal ini menjadikan anak lebih aman dalam perjalanan berangkat,
istirahat, maupun pulang sekolah.
Sebagian
besar pekerjaan orang tua siswa adalah petani, karena kondisi geografis dari
daerah yang memang mendukung untuk lahan pertanian. Kondisi perekonomian
masyarakat tersebut menyebabkan adanya keengganan untuk menyekolahkan anaknya
hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan bukan prioritas utama lagi bagi
mereka. Mereka akan lebih memilih untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka terlebih dahulu. Mereka tidak sadar bahwa pendidikan itu sangat penting
bagi masa depan dan pembangunan wilayah mereka sendiri.
Kurangnya motivasi belajar siswa menjadi
salah satu penyebab ketidakaktifan siswa bisa terlihat dari sikap yang
ditunjukan selama proses belajar dan mengajar, seperti lebih banyak diam bahkan
melamun atau takut untuk berbicara menyampaikan ide gagasan yang terlintas
dalam benaknya. Hal itu jelas tidak baik karena dapat membuat siswa kurang
memahami terhadap apa yang disampaikan oleh guru jika mereka tidak berani
bertanya atas apa yang kurang jelas atau tidak bisa menjawab pertanyaan dan
menyampaikan pendapat di dalam kelas. Pada akhirnya hasil belajar siswa akan
kurang memuaskan, karena siswa yang pasif tingkat penguasaannya rendah.
Memunculkan keberanian bertanya dan memotivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan
pembelajaran sebagai bentuk keterlibatan aktif mereka dalam pembelajaran
memerlukan adanya rangsangan dan kondisi yang mendukung. Dalam mengatasi
beberapa persoalan tersebut dibutuhkan sebuah strategi atau metode untuk
melatih siswa agar mau terlibat aktif
selama proses pembelajaran. Strategi yang dilaksanakan adalah dengan
meningkatkan perhatian orang tua kepada proses pembelajaran mengajaar
anak-anaknya dengan menerapkan salah satu metode pembelajaran yang dapat
diterapkan yaitu metode pemberian reward.
Diharapkan penerapan strategi tersebut dapat meningkatkan perhatian orang tua
siswa serta motivasi belajar siswa.
2.
Gambaran Subyek
Penelitian
Penelitian dilakukan di SDN Cekal Kecamatan
Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD,
yaitu siswa kelas I sampai dengan kelas VI pada mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam pada Tahun Pelajaran 2014/2015.
3.
Gambaran Awal Motivasi
Belajar Siswa
Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi
NAD pada pembelajaran PAI, terlihat bahwa kompetensi siswa masih rendah. Hal
ini bisa terlihat dari nilai hasil evaluasi peserta didik pada mata pelajaran
PAI yang telah dilakukan dimana sebagian besar peserta didik memperoleh nilai
di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=75).
Penjelasan mengenai nilai rata-rata
kelas pada pembelajaran PAI sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Perbandingan
Nilai Rata-Rata Kelas dengan Nilai Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM) Semester
1 Tahun Pelajaran 2014/2015
No
|
Kelas
|
KKM
|
Nilai Rata-2 Kelas
|
Ket
|
1
|
I
|
|||
2
|
II
|
|||
3
|
III
|
|||
4
|
IV
|
|||
5
|
V
|
|||
6
|
VI
|
Sumber : Buku Hasil
Penilaian Siswa
Rendahnya prestasi belajar peserta didik
dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan keinginan untuk belajar dari peserta
didik terhadap materi yang disajikan dikarenakan beberapa faktor, diantaranya
faktor dari guru dan peserta didik sendiri. Faktor dari guru dikarenakan, guru
kurang memiliki keterampilan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif
saat pembelajaran atau selalu menggunakan pembelajaran yang monoton, sedangkan
faktor dari peserta didik dikarenakan pemahaman materi dan motivasi untuk
belajar masih kurang. Kedua faktor tersebut menimbulkan perbedaan pendapat
antara kedua belah pihak sehingga terjadi hambatan dalam transformasi ilmu
pengetahuan yang menimbulkan pembelajaran berjalan kurang efektif. Selain
itu, peranan dan perhatian orang tua serta
yang guru juga kurang memberikan motivasi belajar pada siswa saat kegiatan
pembelajaran berlangsung, sehingga mengakibatkan siswa merasa kurang
diperhatikan oleh guru dan keaktifan siswa berkurang.
B.
Upaya Penyelesaian Yang Diharapkan
1. Peningkatan Perhatian Orang Tua
Perhatian orang tua dalam kegiatan
belajar siswa penting artinya bagi keberhasilan belajar siswa tersebut. Untuk
itu, perlu dilaksanakan upaya untuk meningkatkan perhatian tersebut. Upaya
tersebut di antaranya ialah meningkatkan kesadaran orang tua siswa tentang
pentingnya perhatian orang tua melalui dialog dan mengadakan pelatihan bagi
orang tua siswa tentang bagaimana mendampingi anaknya agar dapat membantu
mereka belajar dengan kualitas yang optimal. Upaya ini penting dilakukan karena
orang tua merupakan salah satu faktor instrumental dan faktor lingkungan
(Suryabrata, 1990; Parkay,1992).
Setelah diadakan kegiatan dialog
pentingnya perhatian orang tua dalam kegiatan belajar siswa dan pelatihan
peningkatan keterampilan pendampingan belajar siswa, perhatian orang tua dalam
kegiatan belajar siswa meningkat baik secara kuantitas maupun secara kualitas.
Perubahan positif tersebut karena tepatnya tindakan yang dilakukan bagi
peningkatan perhatian orang tua dalam kegiatan belajar siswa dan kesungguhan
orang tua siswa dalam peningkatan dirinya bagi pendampingan terhadap kegiatan
belajar anak. Kesungguhan orang tua siswa tersebut merupakan perwujudan dari
hakikat manusia yang memiliki kecenderungan aktualisasi diri (Glasser, 1969).
Salah satu karakteristik siswa sekolah dasar khususnya siswa-siswa di kelas
tinggi ialah membutuhkan guru, orang tua atau orang dewasa lainnya untuk
membantu mereka menyelesaikan tugas dan pemenuhan kebutuhannya (Nasution,
1993).
Demikian pula anak-anak usia SD bila
didorong dan diperkuat tingkah lakunya maka akan meningkat aktivitas
produktifnya (Erikson, 1963). Dorongan dan penguatan ini bisa berupa perhatian,
pujian, dan penyediaan sarana dan prasaran belajar anak. Sebaliknya, jika orang
tua dan orang dewasa lainnya kurang memberikan perhatian dan dorongan pada anak
maka mereka cenderung melemah semangatnya sehingga rendah aktivitas
produktifnya. Tepatnya tindakan yang dilakukan penelitian ini karena perlakuan
yang diberikan menangani ketiga aspek perilaku orang tua siswa secara simultan
dan komprehensif.
Ketiga aspek tersebut adalah aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif dan afektif orang tua siswa
ditingkatkan melalui dialog, sedangkan aspek psikomotorik dikembangkan melalui
pelatihan. Jadi, secara kognitif, mereka memahami pentingnya partisipasi orang
tua dalam kegiatan belajar siswa, secara afektif sadar bahwa peran serta orang
tua sangat penting bagi keberhasilan belajar siswa, sedangkan secara
psikomotorik orang tua terampil mendampingi anaknya dalam kegiatan belajar.
Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan Gainesville (dalam
Parkay, 1992) dan Scheck (dalam Paolucci, 1977).
Menurut Afia Rosdiana : 2005 dalam
rangka mengoptimalkan peran orang tua terhadap pendidikan anak setidaknya
meliputi tiga aspek, yaitu : Interaksi orang tua- anak, komunikasi orang
tua-guru, dan penyediaan sarana dan lingkungan edukasi. Dan ketiga aspek tersebut
merupakan kesatuan yang saling melengkapi. Sebagaimana dikatakan oleh Hasbullah
(1999), keluarga merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial), dan keluarga
hendaknya menyediakan situasi belajar bagi seluruh anggotanya. Pola asuh atau
interaksi edukasi dalam keluarga merupakan bagian totalitas proses pendidikan
yang memiliki muatan multidimensional dan mempengaruhi pembentukan kepribadian
anak kelak.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa
tingkat interaksi orang tua –anak sangat penting, yaitu: Pertama,
keluarga memberikan pengalaman pertama dalam kehidupan seorang anak, dimana
pengalaman pertama selalu memberikan dampak yang istimewa dan berarti dalam
suatu rentang kehidupannya. Kedua, bahwa pengalaman dalam
keluarga akan selalu terjadi secara berulang-ulang.Sedang yang ketiga, sejak
awal interaksi keluarga selalu memberikan warna emosional yang menempatkannya
sebagai suatu yang unik bagi masing masing keluarga.Selain interaksi dengan
anak, keperdulian orang tua terhadap aktifitas anak di ”sekolah” juga merupakan
perannya dalam pendidikan anak. Adanya kesepahaman antar orang tua dengan guru
di sekolah tentang proses pembelajaran yang sedang dilalui anak. Wall (1975)
dalam bukunya Contructive Education for children, menegaskan bahwa aspek dasar
pendidikan adalah adanya pengetahuan dan pemahaman timbal balik antara rumah
dan sekolah. Dan yang ketiga adalah penyediaan lingkungan dan
sarana edukatif. Tidaklah sulit untuk memahami bahwa orang tua adalah pemikul
tanggung jawab pendidikan anak yang utama dan pertama. Sedangkan Sekolah
berperan sebagai patner yang mengoptimalkan perkembangan anak. Dengan demikian
tugas pendidikan anak akan sangat terbantu jika rumah mampu menciptakan sebagai
tempat tinggal yang nyaman sekaligus wahana dan sumber pendidikan. Dalam hal
ini, penyedia lingkungan dan sarana edukatif bagi anak.
Dari permasalahan-permasalahan di atas
maka kita mencoba mencari solusi agar perhatian orang tua dan kualitas guru
menjadi tinggi di Indonesia antara lain dapat di tempuh dengan cara :
2. Upaya Meningkatkan Perhatian Orang Tua
a. Penyebaran Leaflet/ Artikel.
Tulisan artikel atau leaflet yang
berkaitan dengan pendidikan serta program-program sekolah yang mendukung
terciptanya pelaksanaan pembelajaran yang baik secara rutin (sebulan sekali/
dua mingguan) untuk menambah pemahaman orang tua tentang pentingnya pendidikan
bagi anak.
b. Pengadaan Pertemuan Rutin.
setiap bulan diadakan pertemuan rutin
dengan orang tua, guru, dan komite sekolah dalam membahas dan mengevaluasi
hasil-hasil pelaksanana pembelajaran anak minimal dilaksanakan setiap 2 bulan
sekali. Pertemuan ini dapat dimanfaatkan untuk menginformasikan tentang
perkembangan anak secara spesifik dan diskusi tanya jawab tentang kondisi anak.
Hal yang penting agar orang tua dapat hadir perlu diberi angket tentang waktu
yang rata-rata orang tua dapat menghadiri pertemuan tersebut.
c. Home Visit
Kunjungan ini menjadi penting sekali
karena mengeratkan hubungan antara sekolah khususnya guru PAI dengan orang tua.
Dengan demikian akan terjadi komuniasi yang efektif antar orang tua dengan guru
tentang perkembangan anaknya lebih terbuka dan spesifik.
d. Buku Penghubung.
Buku ini merupakan sarana secara
tertulis antara guru khususnya guru PAI dengan orang tua yang dapat diakses
setiap hari. Namun biasanya laporan aktifitas anak di sekolah terkesan
rutinitas dan formalitas. Kedepannya harus di ubah, sehingga buku penghubung
benar-benar dapat dijadikan jembatan informasi, baik kegiatan rutin maupun
permasalahan-permasalahan anak di sekolah atau di rumah.
e. Majalah Dinding.
Papan pengumuman yang ada kiranya dapat
dimanfaatkan secara optimal sebagai upaya membuka wawasan orang tua tentang
perkembangan anak. Bukan sekedar menempel kebijakan sekolah namun juga
artikel-artikel singkat dan praktis dalam perkembangan anak, yang tentunya
secara rutin ”di update”.
f. Pelatihan Menjadi Orang Tua yang Baik.
Ketika anak masuk lembaga pertama kali
jika memungkinkan orang tua dikumpulkan satu hari Full untuk di beri arahan
diskusi tanya jawab tentang program sekolah, dan penyamaan persepsi tentang
pentingnya pendidikan bagi anak. Sekolah menginformasikan program-program,
kurikulum, dan pengunaan metode di sekolah. sehingga ketimpangan perlakuan
antara di rumah dengan di sekolah dapat diminimalisir sejak awal.
Perhatian
orang tua dalam bentuk keterlibatannya terhadap kegiatan pendidikan anaknya di
sekolah salah satunya bisa dilihat dari karakteristik keluarga. Keluarga
pekerja dan keluarga yang melibatkan seorang ibu bekerja penuh waktu, cenderung
kurang memiliki perhatian semestinya terhadap pendidikan anak-anak mereka.
Termasuk juga, orang tua siswa sekolah dasar cenderung lebih terlibat dalam
pendidikan anak-anak mereka daripada orang tua pada siswa yang lebih tua. Bentuk
perhatian orang tua terhadap pendidikan anak dan pencapaian prestasi anak di
sekolah adalah sangat besar, dimana perhatian yang dimaksud tidak hanya
terbatas pada penyediaan sarana dan fasilitas pendidikan yang diperlukan anak
semata, melainkan keterlibatan langsung orang tua di dalam prosesnya. Semoga
bermanfaat dan menjadikan anda orang tua yang lebih peduli lagi terhadap proses
pendidikan putra-putrinya di sekolah.
3. Peningkatan Motivasi Belajar dengan Sistem Reward pada
Pembelajaran PAI di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah
Provinsi NAD
a.
Syarat-Syarat Pemberian Reward
Dalam memberikan reward
seorang guru hendaknya dapat mengetahui siapa yang berhak mendapat reward,
seorang guru harus selalu ingat akan maksud dari pemberian reward itu.
Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukkan hasil lebih baik dari
biasanya, mungkin sangat baik diberikan reward. Dalam hal ini seorang
guru hendaknya bijaksana, jangan sampai reward menimbulkan iri hati pada
siswa yang lain yang merasa diriya lebih pandai, tetapi tidak mendapat reward.
Kalau kita perhatikan apa yang diuraikan tentang maksud ganjaran, bilamana dan
siapa yang perlu mendapat reward, serta reward apakah yang baik untuk
diberikan kepada seseorang.
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh pendidik:
1)
Untuk memberi ganjaran
yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul betul murid-muridnya dan tahu
menghargai dengan tepat. Reward yang tidak tepat dapat membawa akibat
yang tidak diinginkan;
2)
Ganjaran yang
diberikan kepada seorang anak janganlah menimbulkan rasa cemburu atau iri hati
bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak
mendapat reward;
3)
Memberikan reward hendaknya
hemat, terlalu kerap atau terus menerus memberikan reward akan menjadi
hilang arti reward tersebut sebagai alat pendidikan;
4) Janganlah memberikan reward dengan menjanjikan
dahulu sebelum anak anak menunjukkan prestasi kerjanya, reward yang
telah dijanjikan dahulu akan membawa kesukaran-kesukaran bagi beberapa anak
yang kurang pandai;
5)
Pendidik harus
berhati-hati memberikan reward, jangan sampai reward yang
diberikan kepada anak-anak diterimanya bagi upah dari pada jerih payah yang
telah dilakukannya.
Ada beberapa pendapat para ahli pendidikan terhadap reward
sebagai alat pendidikan yang berbeda-beda. Sebagian menyetujui dan
menganggap penting dipakai sebagai alat untuk membentuk kata hati siswa.
Sebaliknya ada pula para ahli-ahli pendidikan yang tidak suka sama sekali.
Mereka berpendapat bahwa reward itu dapat
menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut pendapat mereka,
seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan dan berbuat yang baik
dengan tidak mengharapakan imbalan, pujian, tetapi semata-mata karena pekerjaan
atau perbuatan itu memang kewajibannya. Sedangkan pendapat yang terakhir
terletak diantara keduanya, sebagai seorang pendidik hendaklah menginsafi bahwa
yang dididik adalah siswa yang masih lemah kemauannya dan belum mempunyai kata
hati seperti orang dewasa. Dari mereka belumlah dapat dituntut supaya mereka
mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan dan keinsafannya
sendiri. Perasaan kewajiban mereka masih belum sempurna, bahkan pada siswa yang
masih kecil boleh dikatakan belum ada. Untuk itu, maka reward sangat diperlukan
pula bagi siswa dan berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan.
Mengenai masalah reward, perlu penulis bahas tentang
tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward.
Hal ini dimaksudkan, agar dalam berbuat sesuatu bukan karena perbuatan
semata-mata, namun ada sesuatu yang harus dicapai dengan perbuatannya, karena
dengan adanya tujuan akan memberi arah dalam melangkah. Tujuan yang harus
dicapai dalam pemberian reward adalah untuk lebih mengembangkan motivasi yang
bersifat instrinsik dari motivasi ekstrinsik, dalam artian siswa melakukan
suatu perbuatan, maka perbuatan itu timbul dari kesadaran siswa itu sendiri.
Dan dengan reward itu, juga diharapakan dapat membangun suatu hubungan
yang positif antara guru dan siswa, karena reward itu adalah bagian dari
pada penjelmaan dari rasa cinta kasih sayang seorang guru kepada siswa. Jadi,
maksud dari reward itu yang paling terpenting bukanlah hasil yang
dicapai seorang siswa, tetapi dengan hasil yang dicapai siswa, guru bertujuan
membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik da lebih keras kepada siswa.
Seperti halnya telah disinggung diatas, bahwa reward disamping merupakan
alat pemdidikan reprensif yang menyenangkan, reward juga dapat menjadi
pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik.
b.
Prinsip Penerapan Pemberian Reward
pada Pembelajaran PAI di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah
Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
1)
Penilaian didasarkan pada ’perilaku’ bukan ’pelaku’. Untuk
membedakan antara ’pelaku’ dan ’perilaku’ memang masih sulit. Apalagi kebiasaan dan presepsi yang
tertanam kuat dalam pola pikir kita yang sering menyamakan kedua hal tersebut.
Istilah atau panggilan semacam ’anak shaleh’, anak pintar’ yang menunjukkan
sifat ’pelaku’ tidak dijadikan alasan peberian penghargaan karena akan
menimbulkan persepsi bahwa predikat ’anak shaleh’ bisa ada dan bisa hilang.
Tetapi harus menyebutkan secara langsung perilaku anak yang membuatnya
memperoleh hadiah.
2)
Pemberian penghargaan atau hadiah harus ada batasnya.
Pemberian hadiah tidak bisa menjadi metode yang dipergunakan selamanya. Proses
ini cukup difungsikan hingga tahapan penumbuhan kebiasaan saja. Manakala proses
pembiasaan dirasa telah cukup, maka pemberian hadiah harus diakhiri. Maka hal
terpenting yang harus dilakukan adalah memberikan pengertian sedini mungkin
kepada anak tentang pembatasan ini.
3)
Penghargaan berupa perhatian. Alternatif bentuk hadiah yang
terbaik bukanlah berupa materi, tetapi berupa perhatian, baik verbal maupun fisik. Perhatian
verbal bisa berupa komentar-komentar pujian, seperti, ’Subhanallah’,
Alhamdulillah’, indah sekali gambarmu’. Sementara hadiah perhatian fisik bisa
berupa pelukan, atau acungan jempol.
4)
Dimusyawarahkan kesepakatannya. Setiap anak yang ditanya tentang
hadiah yang dinginkan, sudah barang tentu akan menyebutkan barang-barang yang
ia sukai. Maka disinilah dituntut kepandaian dan kesabaran seorang guru atau
orang tua untuk mendialogkan dan memberi pengertian secara detail sesuai
tahapan kemampuan
berpikir anak, bahwa tidak semua keinginan kita dapat terpenuhi.
5)
Distandarkan pada proses, bukan hasil. Banyak orang lupa,
bahwa proses jauh lebih penting daripada hasil. Proses pembelajaran, yaitu
usaha yang dilakukan anak, adalah merupakan lahan perjuangan yang sebenarnya.
Sedangkan hasil yang akan diperoleh nanti tidak bisa dijadikan patokan
keberhasilannya
c.
Pelaksanaan Penerapan Pemberian Reward pada Pembelajaran PAI di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah
Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
Peranan
Reward dalam proses pengajaran cukup penting terutama sebagai factor
aksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini
derdasarkan atas berbagai pertimbangan logis,
diantaranya Reward ini dapat menimbulkan motivasi belajar siswa dan
dapat mempengaruhi perilaku positif dalam kehidupan siswa.
Manusia
selalu mempunyai cita-cita, harapan, dan keinginan. Inilah yang dimanfaatkan
oleh metode Reward. Maka dengan metode
ini seseorang mengerjakan perbuatan baik atau mencapai suatu prestasi yang
tertentu diberikan suatu Reward yang menarik sebagai imbalan.
Reward
merupakan alat pendidikan yang mudah dilaksanakan dan sangat menyenangkan
bagi para siswa. Untuk itu, Reward dalam suatu proses pendidikan sangat
dibutuhkan kebenarannya demi meningkatkan motivasi belajar siswa. Maksud dari
pendidik memberikan Reward kepada siswa
adalah supaya siswa menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau
mempertinggi prestasi yang telah dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi
lebih keras kemauannya untuk belajar lebih baik.
Sebagai sebuah metode dalam pendidikan, reward mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah bisa menjadi motivasi
untuk melakukan perbuatan yang sama atau
bahkan perbuatan yang lebih baik lagi, karena di dalam reward ada arah (tujuan)
yang dapat dijadikan pola perilaku berikutnya. Kelemahannya, jika metode ini
diberikan secara berlebihan dan kurang tepat, maka anak akan timbul sikap
sombong karena menganggap dirinya selalu hebat.
Berdasarkan pangalaman di lapangan, anak sekolah
dasar amat senang apabila usaha
belajarnya dihargai dan mendapat pengakuan
dari guru, walaupun amat sederhana. Oleh karena itu, para guru nampaknya jangan
terlalu pelit untuk menberikan penghargaan, selama dilakukan dengan
memperhatikan waktu dan cara yang tepat. Penghargaan itu sendiri dapat dimaknai
sebagai alat pengajaran dalam rangka pengkondisian siswa menjadi senang
belajar. Tujuannya adalah untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar, memberi
apresiasi atas usaha mereka, dan menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa
untuk meningkatkan prestasi.
Pemberian
penghargaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sesuai kesempatan yang
ada. Penulis membaginya dalam beberapa macam, yakni dalam bentuk ucapan,
tulisan, barang/benda dan penghargaan khusus. Seyogyanya penghargaan ini dapat
menjadi kebanggaan siswa akan eksistensi dirinya, yang nantinya meningkatkan
rasa percaya diri dan motivasi diri.
1) Penghargaan
berupa ucapan.
Pemberian
penghargaan ini dapat dilakukan dengan direncanakan terlebih daluhu atau
bersifat spontan saja. Yang terpenting bahwa setiap siswa yang menunjukkan
suatu usaha, maka layak dihargai. Pemberian pujian bagi siswa yang
berpatisipasi aktif dalam proses pembelajaran, seperti kata-kata YESS ! (sambil mengancungkan jempol
tangan), Excelent (dua jari membentuk
huruf V), Thankyou Very Much (kedua
tangan diacungkan ke atas) dll.
2) Penghargaan
berupa tulisan.
Hal
ini dapat dilakukan setiap hari, ketika siswa mengerjakan tugas atau PR.
Penghargaan ini diberikan dengan cara guru menuliskan di buku catatan atau
tugas siswa, berupa kata pujian, terutama bagi siswa yang berhasil mendapat
nilai bagus (80-100). Kalimat pujian tersebut diantaranya “ selamat, you are the best student “ , “ Alhamdulillah, kamu anak pintar “ , “ pacu terus prestasimu “ ,
3) Penghargaan
berupa barang/benda
Berbagai
benda sebenarnya dapat dijadikan alat penghargaan, baik benda yang sudah ada
maupun yang telah dimodifikasi/disiapkan. Penulis misalnya memberikan
penghargaan berupa bintang, terbuat dari kertas karton/asturo berukuran kecil
bagi siswa yang mendapat nilai tinggi (80-100) baik latihan soal, tugas maupun
PR. Kalung medali pelajaran, terbuat dari gabus yang menyerupai sebuah medali
dengan menggunakan tali warna. Medali dibuat khusus untuk setiap mata
pelajaran, dan diberikan kepada siswa setiap selesai ulangan harian. Siswa yang
mendapat nilai tertinggi dalam ulangan harian berhak menerima medali. Sewaktu-waktu
tidak ada salahnya apabila guru memberikan penghargaan berupa uang jajan,
walaupun dengan nilai nominal yang relatif kecil. Bagi siswa terkadang bukan
besar kecilnya uang tetapi kebanggaan mendapatkannya dari guru yang
dicintainya.
4) Penghargaan
khusus
Penghargaan
ini sifatnya spontan dan insidental, di mana siswa yang berhasil menjawab
dengan tepat pertanyaan dari guru dimungkinkan untuk istirahat atau pulang
terlebih dahulu.
Dari
penjelasan mengenai pelaksanaan
pemberian reward diharapkan mampu memberikan reinforcement pada anak untuk
lebih dihargai atas perilaku atau prestasi yang telah diraihnya. Islam
mengajarkan bahwa barang siapa yang beramal baik, maka Allah swt akan membalas
dengan setimpal. Tetapi bagi yang tidak melakukan perintah-Nya akan diberikan
peringatan dan siksaan. Dalam mencapai tujuan pendidikan, setiap lembaga
pendidikan memiliki peraturan-peraturan untuk ditaati bersama, baik bagi
pendidik maupun anak didik sehingga tercipta proses pembelajaran yang baik yang
akan berujung pada peningkatan prestasi siswa khususnya pada pembelajaran PAI
di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada penulisan
karya tulis ini maka dapat disimpulkan
hasil-hasilnya sebagai berikut:
1. Bentuk perhatian orang tua terhadap
pendidikan anak dan pencapaian prestasi anak di sekolah adalah sangat besar, diharapkan
perhatian yang dimaksud tidak hanya terbatas pada penyediaan sarana dan
fasilitas pendidikan yang diperlukan anak semata, melainkan keterlibatan
langsung orang tua di dalam prosesnya. Semoga bermanfaat dan menjadikan anda
orang tua yang lebih peduli lagi terhadap proses pendidikan putra-putrinya di
sekolah. Pentingnya partisipasi orang tua dalam
kegiatan belajar siswa dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas partisipasi
orang tua dalam kegiatan belajar siswa. Dialog antara pihak orang tua, guru dan
sekolah dapat meningkatkan kualitas
partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa.
2. Diharapkan penghargaan (reward)
dalam berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa belajar. Dorongan
intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat.
pelaksanaan pemberian reward diharapkan mampu memberikan reinforcement pada
anak untuk lebih dihargai atas perilaku atau prestasi yang telah diraihnya. Tujuannya
adalah untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar, memberi apresiasi atas
usaha mereka, dan menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk
meningkatkan prestasi. Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara dan sesuai kesempatan yang ada dan seyogyanya penghargaan ini
dapat menjadi kebanggaan siswa akan eksistensi dirinya, yang nantinya
meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi diri
3. Motivasi adalah dorongan yang ada
dalam diri siswa untuk melakukan kegiatannya sendiri yang berhubungan dengan
proses belajar mengajar guna meraih keberhasilan setinggi-tingginya dalam
prestasi akademiknya
B. Saran-saran
1. Bagi Guru
a. Bagi para guru, pahlawan tanpa tanda jasa,
hendaknya lebih intensif memberikan reward dalam kegiatan belajar
mengajar. Sebab, berdasarkan penelitian ini terbukti bahwa pemberian reward sangat
mempengaruhi keaktifan belajar siswa. Semakin intensif dalam memberikan reward
dalam proses pembelajaran, maka siswa-siswa semakin aktif dalam belajar.
b. Di dalam melakukan kegiatan belajar mengajar
guru hendaknya berusaha untuk meningkatkan kemampuan keterampilan mengajar,
terutama keterampilan variasi dalam mengajar, sehingga dapat memotivasi siswa
untuk aktif dalam belajar khususnya pada pembelajaran PAI.
c. Penerapan reward
hendaknya bisa diterapkan kembali oleh guru dalam pembelajaran yang disesuaikan
dengan keadaan siswa
d. Hendaknya guru dalam melaksanakan pembelajaran
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa selama pembelajaran
e. Pada saat guru menerapkan reward, guru seharusnya memberi pengarahan kepada siswa terlebih
dahulu agar belajar tidak hanya untuk mendapatkan reward.
2. Bagi Siswa
a. Keaktifan merupakan salah satu faktor penting
dalam belajar. Untuk itu para siswa hendaknya berusaha untuk meningkatkan
keaktifan belajarnya, sehingga dapat mendapatkan prestasi belajar yang baik.
b. Siswa hendaknya selalu bersungguh-sungguh dalam
belajar sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang maksimal.
a. Siswa hendaknya lebih semangat dalam belajar
agar mendapat nilai yang baik.
b. Siswa jangan belajar hanya karena semata-mata
untuk mendapatkan reward tetapi jadikan reward
itu sebagai motivasi.
3. Bagi Orang Tua
Orang tua hendaknya selalu memberikan
perhatian, bimbingan serta motivasi kepada siswa untuk meningkatkan semangatnya
dalam belajar dan mencapai prestasi yang maksimal. Perhatian sedikit apapun
dari orang tua terhadap kegiatan belajar misalnya mengawasi waktu belajar anak,
pasti akan menumbuhkan semangat belajar yang lebih untuk mencapai prestasi belajar
optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Abin
Syamsuddin Makmun, 2005. Psikologi
Pendidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, Bandung : Rosda.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu, 2003, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Jakarta
Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya:
Usaha Nasional, 1993)
Amir Hamzah Nasution. (1993). Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Press.
Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta:PT
Intermasa, 2002)
Bagus Santoso. (2010). Korelasi Antara Perhatian Orang Tua dengan
Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Kelas V SDN Gembongan
Sentolo Kulon Progo tahun 2010. Skripsi tidak diterbitkan. PGSD: UNY
Baswir, Revrisond, dkk, 2003, Pembangunan Tanpa Perasaan
Evaluasi
Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, ELSAM – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.
Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, ELSAM – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.
Berns, R.M. (2004). Child, family, school, community,
socialization and support. Australia: Thomson.
Bruns, B., Mingat, A., & Rakotomalala, R. (2003). Achieving
Universal Primary Education by 2015: A Chance for Every Child. Washington,
DC: The World Bank
Buchari Alma, 2008, Guru Profesional Menguassai Metode Dan Terampil
Belajar (Bandung: Alfabeta)
Eka Ihsanudin. (2010). Tujuan pendidikan sekolah dasar.
Diambil dari:
"http://sdnkampungsawah06.blogspot.com/2010/07/tujuan-pendidikan sekolah
dasar.html). Diunduh pada 2
Februari 2015
Erikson, EH. 1963. CHILDHOOD & SOCIETY edisi kedua. New
York : Norton.
Fuad Ihsan. (2008). Dasar-dasar kependidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
GenioFam. (2009). Tips Menjaga Keharmonisan Keluarga. Yogyakarta:
Leutika.
Glaser, B.G., & Strauss, A.L. (1969). The Discovery of
Grounded Theory. Chicago: Aldine
Harmon, A. D & Jones, T. S (2005). Elementary education: A
reference
handbook. California: ABC-CLIO, inc.
handbook. California: ABC-CLIO, inc.
Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada,
Jamal Ma’mur Asmani. (2001). Sekolah Life Skills, Lulus Siap
Kerja. Yogyakarta: Diva Press.
Kyridis, A., Tsakiridou, E., Zagkos, C., Koutouzis, M. &
Tziamtzi, C. (2011). “Educational inequalities and school dropout in greece”. International
Journal of Education, Vol 3, No. 2: 1-15
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset, 2007)
Muhammad Saroni. (2011). Orang miskin bukan orang bodoh. Yogyakarta:
Bahtera Buku.
Mulyadi, 2009, Classroom Managemant Mewujudkan Susasana Kelas
Yang Menyenangkan Bagi Siswa (Malang: UIN Malang PRESS)
Mulyasa, 2011, Menjadi Guru Profesioanal Menciptakan
Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya)
Nazili Shaleh Ahmad. (2011). Pendidikan dan masyarakat: Kajian
peran pendidikan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya. perkembangan
pendidikan di negara maju, berkembang dan terbelakang. Yogyakarta: Sabda
Media.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.
Rineka Cipta. Jakarta.
Panpan Achmad Fadjri. (2000). Analisis
kualitas sumber daya manusia menurut kota di Indonesi a”, Warta
Demografi, 30 No.3: 34-39
Paolucci, B., Hall, O.A. & Axinn, N.W. 1977. Family
Decision Making an Ecosystem Approach. New York: John Wiley &
Sons.
Parkay, F.W. dan Stanford, B.H. 1992. Becoming a Teacher: Accepting the Challenge of a Profession. Second
Edition. USA. Allyn and Bacon.
Rosdiana. Afia,(2006). Partisipasi Orang Tua Terhadap
Pendidikan. Dalam Jurnal Visi PTK-PNF. Direktorat PTK-PNF Depdiknas.
Jakarta.
Santrock, J.W. (2004). Life span development. Boston:
McGraw-Hill Hogher Education.
Soedomo, A. Hadi. (2008). Pendidikan: Suatu pengantar. Surakarta:
UNS Press
Soelaiman, Joesoef. (1979), Konsep Dasar Pendidikan Luar
Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suharjo. (2006). Mengenal pendidikan sekolah dasar: Teori dan
praktek. Jakarta:
Depdiknas.
Depdiknas.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :
Remaja. Rosda Karya.
Sumadi Suryabrata. (1990). Psikologi pendidikan. Yogyakarta:
PT Rajagrafindo Persada.;
Sumadi
Suryabrata. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Suparlan Suhartono. (2008). Wawasan pendidikan: Sebuah
pengantar pendidikan.
Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia.
Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia.
Surya, Moh.
1981. Pengantar Psikologi Pendidikan. Bandung: FIP IKIP Bandung
Tilaar H.A.R. (2002). Perubahan sosial dan pendidikan:
Pengantar pedagogik transformatif untuk Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
Todaro, P. M & Smith, SC. (2003). Pembangunan ekonomi di
dunia ketiga.
erjemahan: Haris Munandar. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
erjemahan: Haris Munandar. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Wall, W.D. (1975). Constructive Education For Children.
Paris: The Unesco Press.
Wisnubrata
Hendrojuwono. ( 1993) Pengaruh
Experiential Learning terhadap peningkatan ketahanan ego dan control Ego.
Disertasi Bandung: Program Pascasarjana
UNPAD