I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Memasuki abad
XX, abad informasi, teknologi dan globalisasi dimana persaingan antar
bangsa semakin ketat, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas yang
mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya agar menjadi bangsa yang mandiri dan
madani sesuai dengan pandangan ataupun tujuan bangsa masing-masing.
Sumber daya manusia yang berkualitas adalah yang
memiliki semangat kerja tinggi, tangguh dan mampu mengatasi segala kesukaran
baik secara pribadi maupun di dalam organisasi. Sumber daya manusia Indonesia
sebagai aset pembangunan bangsa perlu terus menerus ditingkatkan kualitas
maupun peran sertanya dalam pembangunan agar hasil-hasilnya senantiasa
meningkat seperti yang diharapkan.
Aparatur Pemerintah sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat dituntut untuk memberikan motivasi kepada masyarakat, agar ikut
berpartisipasi membangun dan memelihara pembangunan serta mengembangkannya sesuai
dengan kemampuan masing-masing.
Kemampuan masyarakat yang masih terbatas,
kompleksnya permasalahan yang dihadapi masyarakat seperti masih adanya masalah
kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan kehidupan, serta masalah-masalah
sosial lainnya.
Agar pembangunan berkualitas diperlukan pegawai
negeri yang berpengetahuan, berkemampuan dan berwawasan luas dalam semua aspek
pembangunan. Sumber daya alam yang banyak akan sia-sia jika dikelola oleh
orang-orang yang kurang berpengetahuan dan tidak memiliki kemampuan.
Untuk membuat suatu kebijaksanaan pembangunan
diperlukan kepemimpinan yang dapat menjabarkan, memotivasi, mengawasi dan
memelihara / menjaga kondisi fisik tempat kerja, agar pelaksanaan pembangunan
dapat menyentuh kepentingan rakyat. Seperti halnya pembangunan di bidang
pendidikan yang dilaksanakan oleh SMKN 1 ............., dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun manusia seutuhnya, memerlukan guru dan
pegawai yang berkualitas.
Dalam pembangunan pendidikan, diperlukan
dedikasi, loyalitas yang tinggi, latar belakang pendidikan, pengetahuan dan
berwawasan luas serta berkepribadian luhur.
Kepemimpinan yang dapat memotivasi, mengawasi
dan menjaga lingkungan kerjanya yang juga biasa disebut pemimpin yang
demokratis, harus mampu mengayomi bawahannya sehingga bawahan bersemangat untuk
mengerjakan pekerjaannya.
Kepemimpinan pada SMKN 1 ..........., merupakan kepemimpinan yang dapat
dijadikan panutan, memotivasi, mengawasi semua pekerjaan, memelihara lingkungan
kerja dengan sebaik-baiknya, memberikan peluang untuk maju dan memberikan
kondisi yang dapat memuaskan guru dan pegawai.
Motivasi yang diberikan oleh pimpinan dan
motivasi yang tumbuh dari dalam diri setiap pegawai, perlu terus ditingkatkan
agar pegawai dapat bekerja dengan baik, sehingga pimpinan dapat memberikan
penilaian kepada pegawai, mana yang mampu berprestasi dan mana yang masih belum
mampu. Bagi yang mampu akan berpeluang untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih
tinggi agar dapat lebih berprestasi dan
memotivasi teman sekerja untuk maju.
Kepemimpinan yang mampu meningkatkan prestasi bawahannya akan
menjadi idola pegawainya (lingkungannya) serta dapat memberikan suasana
lingkungan kerja yang memberikan nuansa kerja dan semangat kerja.
Lingkungan kerja yang tertata dengan rapi seperti ruang kerja,
fasilitas kerja yang ada, ventilasi, penerangan ruangan, perlengkapan dan
peralatan yang ada serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya akan berdampak
pada semangat pegawai untuk bekerja lebih baik.
Peluang-peluang untuk maju yang diberikan kepada pegawai yang
memiliki kemampuan dan keterampilan, tidaklah mudah karena peluangnya sedikit
sedangkan yang akan dipromosikan cukup banyak, terlebih lagi peluang jabatan
yang akan diisi, diprioritaskan kepada orang-orang tertentu.
Walaupun kemampuan dan pengetahuan serta persyaratan
-persyaratan telah dipenuhi jika peluang hanya untuk orang-orang tertentu
mustahil pegawai akan memperoleh kepuasan kerja, apalagi akan meningkatkan
semangat kerja pegawai.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan semangat kerja pegawai
diantaranya kepemimpinan, diklat, pengalaman, motivasi kerja, disiplin kerja,
lingkungan kerja, keterampilan manajerial, peluang jabatan, kepuasan kerja dan
lain-lain.
Permasalahan yang perlu segera diatasi dan diberikan jalan
keluarnya antara lain, adanya lingkungan kerja, kompetisi yang tidak sehat
dalam peluang jabatan, kepuasan kerja yang menurun serta tidak adanya semangat
kerja.
Hal tersebut apabila terus dibiarkan akan berdampak pada
kualitas dan kuantitas hasil kerja yang menurun, turunnya semangat kerja yang
akhimya menurunkan kredibilitas SMKN 1
Cilacap.
Penulis merasa tertarik, melihat diantara permasalahan
tersebut untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan judul "Analisis
Faktor Semangat Kerja Guru dan Pegawai SMKN
1 Cilacap. "
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
1.2.1
Identifikasi
Masalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995 : 633) “ Masalah
berarti sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan)”. Sedangkan menurut Maman
Rachman (1993 : 33) mengatakan “Permasalahan dapat diartikan sebagai pernyataan
mengenai populasi yang menunjukkan adanya jarak antara rencana dan pelaksanaan,
antara aspirasi dan kenyataan, antara harapan dan capaian, antara das sollen
dan das sein”. Masalah – masalah yang ada banyak sekali dalam hubungannya
dengan faktor semangat kerja guru dan pegawai faktor-faktor yang berpengaruh
antara lain :
1.2.1.1
Kesejahteraan
guru yang rendah
1.2.1.2
Iklim
sekolah yang tidak kondusif
1.2.1.3
Pemberian
motivasi kepala sekolah kepada guru
1.2.1.4
Manajemen
sekolah yang tidak kondusif.
Berdasarkan identifikasi masalah-masalah
yang ada, peneliti membatasi pada
masalah semangat kerja guru dan pegawai. Hal ini sangat berarti untuk kemajuan
peserta didik karena hubungannya dengan proses belajar mengajar.
1.2.2
Perumusan
Masalah
Berkaitan dengan identifikasi
permasalahan yang dihadapi, maka diajukan beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1.2.2.1
Apakah
faktor-faktor Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Pengawasan berpengaruh terhadap semangat kerja Guru dan
Pegawai SMKN 1 Cilacap.
1.2.2.2
Apakah
faktor Motivasi Kerja paling dominan berpengaruh jika dibandingkan dengan
faktor-faktor Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Pengawasan terhadap semangat
kerja Guru dan Pegawai SMKN 1 Cilacap.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
semangat kerja guru dan pegawai bertujuan :
1.3.1
Untuk
mengetahui pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Pengawasan terhadap
semangat kerja Guru dan Pegawai SMKN 1
Cilacap.
1.3.2
Untuk
mengetahui besarnya pengaruh variabel Motivasi Kerja yang memberikan pengaruh
dominan terbesar terhadap semangat kerja Guru dan Pegawai SMKN 1 Cilacap.
1.4 Kegunaan penelitian ini adalah :
1.4.1 Dengan diketahuinya hubungan dan
pengaruh antara semangat kerja dengan Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan
Pengawasan maka pengambilan keputusan dalam rangka peningkatan semangat kerja
pegawai dapat dilakukan.
1.4.2 Sebagai referensi bagi peneliti,
terutama yang ada hubungannya dengan penelitian ini, dan pengembangan serta
peningkatan semangat kerja pegawai di masa yang akan datang.
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Hasil penelitian sebelumnya telah dilakukan antara lain
oleh Didi Ramyadi (2002), dengan judul
“Analisis Faktor Semangat Kerja Pegawai Dinas Cipta Karya Kabupaten Kutai,
Kartanegara dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa kepemimpinan, motivasi
kerja, pendidikan dan pelatihan dan kondisi fisik tempat kerja secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja,
A. Taufik (1984), meneliti mengenai semangat kerja, hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa semangat kerja dipengaruhi oleh Motivasi, Kepemimpinan, Komunikasi dan
Kondisi Fisik Tempat Kerja.
Riyanto, (2001), dengan judul penelitian “Pengaruh
Faktor-faktor Pengalaman Kerja, Motivasi dan Kepemimpinan Situasional Terhadap
Semangat Kerja, Pegawai Taman Budaya Samarinda.
Hasil penelitian Riyanto menunjukkan bahwa semangat kerja
dipengaruhi pengalaman kerja, motivasi dan kepemimpinan situasional.
Penelitian semangat kerja menurut penelitian sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa,semangat kerja dipengaruhi oleh kepemimpinan, motivasi kerja,
dan lingkungan kerja dan pendidikan.
2.1.1.
Semangat Kerja
Menurut George D. Halsey
dalam terjemahan Anaf S. Bagindo (1965), mengatakan bahwa semangat kerja
adalah setiap kesediaan perasaan yang memungkinkan seseorang bekerja untuk
menghasilkan kerja lebih banyak dan lebih baik.
Selanjutnya menurut Keith Davis, memberikan definisi semangat
kerja sebagai berikut :
“Morale mean the attitude of individuals and
group toward their work environment and toward valuntary cooperation to the
full extent of their ability in the best interest of the business (1962 : 130).
Yang artinya lebih kurang, bahwa semangat kerja adalah sikap
mental seseorang atau grup terhadap kondisi lingkungan kerja, dan kerjasama
dengan rekan sekerja secara optimal untuk kepentingan dan kemajuan perusahaan.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa semangat kerja adalah kekuatan yang timbul / tumbuh dari setiap individu
untuk melakukan sesuatu pekerjaan secara sukarela, tanpa pamrih, karena yang
bersangkutan merasa apa yang dikerjakannya memberikan manfaat pada dirinya
maupun keluarganya.
I.G. Wuryanto Harjosumarto mengatakan bahwa, Morale dapat
diartikan sebagai semangat kerja serta kemauan untuk menghasilkan. Akan tetapi
morale tidak cukup diartikan dengan kata-kata, semangat kerja dan kemauan kerja
seseorang, moral itu adalah suatu keadaan yang memang berhubungan dengan aspek
moral atau mental seseorang. Jika keadaan seseorang itu mempunyai morale yang
tinggi, itu berarti bahwa ia berada dalam keadaan yang mentalnya sesuai dengan
syarat-syarat yang dituntut darinya.” (Zainun : dalam Wuryanto, 1985).
Selanjutnya sejalan dengan hal tersebut di atas, Ranupandoyo
mengatakan bahwa : “Morale adalah suatu kondisi mental individu dan group yang
menentukan semangat kerja; jadi berkenaan dengan kerajinan, spirit,
penghargaan, kepercayaan dan sebagainya.” (Ranupandoyo : dalam Wuryanto, 1985)
Jadi, morale adalah suatu kondisi moral atau mental yang
terdapat pada seseorang (individu) atau kelompok (group) yang dapat memberikan
dorongan terhadap kemauan dan kemampuan kerja.
Morale yang baik akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi,
adanya rasa kesetiaan, disiplin yang tinggi, kreativitas dan inisiatif yang
tinggi, moral yang tinggi, dan loyalitas yang tinggi
Sebaliknya, dalam organisasi terdapat morale yang rendah
antara lain :Adanya kejenuhan kerja dari pegawai, banyak pegawai yang sering
tidak masuk kerja atau membolos, banyak pegawai mengajukan berhenti atau pindah
ke instansi lain, keterlambatan pegawai masuk kerja, adanya pemogokan, sering
terjadi kerusakan-kerusakan mesin pabrik, produksi, baik kualitas maupun
kuantitas merosot, dan ketidaksukaan terhadap pekerjaan dan perusakan
Konsepsi pembangunan
morale dapat dikemukakan sebagai berikut
:
“Pengertian Morale (semangat kerja) dapat
berupa morale individu atau morale kelompok (group). Morale individu adalah
kemauan atau semangat seseorang untuk mengembangkan tenaga atau pikiran dalam
upaya mencapai tujuan organisasi. Morale kelompok (morale group) adalah kemauan
atau semangat kerja setiap kelompok (orang-orang) secara bersama untuk
menyumbangkan tenaga dan pikirannya guna mencapai tujuan bersama. Untuk
memberikan dorongan agar orang-orang itu mau bekerja dengan sungguh-sungguh,
dapat bersifat materiil (phisis) ataupun bersifat non materiil (pemuasan
phycis)” (Ranupandoyo, 1985 : 38).
Faktor
pimpinan yang memperhatikan hal-hal yang ditemukan hasil riset. Hasil suatu
riset ini antara lain : menampakkan bahwa upah bukanlah satu-satunya faktor
yang pokok untuk membangun moral pegawai, tetapi jenis perangsang yang bersifat
non-material dianggap lebih penting bagi pegawai. Misalnya :
1) diperlakukan sebagai manusia yang
layak, ingin dipuji (tanda-tanda jasa), suasana kerja dalam kelompok dan
kesatuan kerja.
2) Pimpinan harus lebih employed
oriented daripada production centered, yang berarti pimpinan lebih memusatkan
perhatian kepada pegawai daripada mengejar produksi semata.
3) Adanya koreksi antara productions dan
espirit de corps.
4) Jenis pekerjaan apapun sifatnya,
sederhana atau memadukan kecakapan khusus.
5) Besar kecilnya kelompok kesatuan
kerja. Makin kecil jumlah anggotanya lebih mudah untuk meninggikan moral.
6) Tugas dan keputusan terlalu
dipusatkan dapat mematikan inisiatif.
Dari
tiga konsepsi yang dikemukakan oleh Alexander Lenghton. O Glen Stahl dan ME.
Demock & GO. Demock tersebut jelas bahwa untuk membangun moral yang tinggi,
semangat kerja dapat bersifat material dan nonmaterial.
Tentang
semangat kerja, Melayu S.P. Hasibuan menyatakan :
“Semangat kerja adalah keinginan dan
kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan baik serta berdisiplin
untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal. Semangat kerja ini akan merangsang
seseorang untuk berkarya dan berkreatifitas dalam pekerjaannya.” (Melayu, SP Hasibuan,
1990 : 105).
Berdasarkan
beberapa pendapat tentang semangat kerja yang telah dikemukakan di atas, maka
semangat kerja pegawai mempunyai indikator-indikator sebagai berikut :
1. Absensi
2. Kerjasama
3. Kepuasan
4. Disiplin
ad. 1. Absensi
Menurut
Senior E. Watins, Cs dalam buku A. Taufik (1987) “Absensi menunjukkan
ketidakhadiran dalam tugasnya. Hal ini termasuk
waktu yang hilang sebab sakit, kecelakaan dan pergi meninggalkan
pekerjaan karena alasan-alasan pribadi, baik diberi wewenang atau tidak. Yang
tidak diperhitungkan dalam absensi adalah diberhentikan sementara, tidak ada
pekerjaan, cuti yang syah, periode lembur dan pemberhentian bekerja.
Ad. 2. Kerjasama
Kerjasama
didefinisikan sebagai tindakan kolektif seseorang dengan orang lain (Winardi,
Organisasi Perkantoran dan Motivasi, 1971 : 51)
Kerjasama dapat dilihat
dari :
a. Kesediaan para karyawan untuk
bekerjasama dengan pekerja maupun dengan atasan mereka yang didasarkan untuk
mencapai tujuan bersama.
b. Kesediaan untuk saling membantu di
antara teman-teman sekerja sehubungan dengan tugas-tugasnya.
c. Adanya keaktifan di dalam
kegiatan-kegiatan organisasi.
Ad.3 Kepuasan
Untuk
mengukur kepuasan, William G. Scott mengemukakan sebagai berikut : “Studi yang
dilakukan oleh Zaternik dan kawan-kawan menunjukkan bahwa pekerja merupakan
anggota kelompok yang diatur oleh peraturan keanggotaannya, menunjukkan tingkat
kepuasannya yang tinggi, apabila pekerja tersebut taat pada peraturan
keanggotaan dan menunjukkan kepuasan yang rendah apabila pimpinan tidak
memperhatikan mereka.” (William G. Scott. Human Relation in Management a
Behavioral Science Approach, terjemahan A. Taufik, 1987 : 160).
Perhatian
pimpinan terhadap tugas pekerjaan mereka dan jaminan yang diberikan pada mereka
adalah sangat penting, agar mereka mendapatkan kepuasan terhadap tugasnya,
terhadap jaminan-jaminan yang diberikan.
Ad. 4. Disiplin
IG.
Wuryanto mengatakan : “Disiplin adalah suatu peraturan tata tertib dan teratur
yang bersifat memaksa dalam arti di dalamnya mengandung sanksi. Tujuan disiplin
adalah untuk meningkatkan produktivitas secara efisien. Oleh karena itu,
disiplin pribadi harus dimiliki oleh setiap pegawai. Pendisiplinan pegawai
dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut :
a. Tindakan yang bersifat negatif.
Tindakan ini sifatnya tidak persuasif dan tidak edukatif.
b. Tindakan yang bersifat positif, yaitu
dengan memberikan pengertian, pengarahan, bimbingan dan dorongan pada pegawai.
Dalam
rangka mendisiplinkan pegawai ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan
yaitu :
a. Hendaknya pendisiplinan dilakukan
secara pribadi.
b. Hendaknya bersifat membangun.
c. Hendaknya dilakukan segera.
d. Keputusan betul-betul dilaksanakan
dengan penuh kebijaksanaan.
e. Setelah pelaksanaan hukuman setiap
pimpinan tetap.
(Pokok-pokok Penerapan human relation dalam
Manajemen, 1985 : 33-34)
Sedangkan Tjing Bing Tie menerangkan :
“Pada umumnya disiplin
yang baik apabila pegawai datang ke kantor atau perusahaan dengan teratur dan
tepat pada waktunya, apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat
pekerjaannya, apabila menggunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan
hati-hati, apabila mereka menghasilkan jumlah dan kualitet pekerjaan yang
memuaskan dan mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh perusahaan, dan apabila
menyelesaikan dengan cara baik”. (Tjing bing Tie, Organisasi Pokok Dasar
pimpinan, dalam buku, Korelasi dan Analisis regresi ganda, terjemahan oleh R.
Taufik, 1987 : 164).
Jadi menurut penulis, pendisiplinan yang sejati adalah
berawal dari dalam diri pegawai masing-masing dengan cara bertahap dan dibentuk
oleh pimpinan yang bersifat bijaksana dengan memberikan bimbingan yang positif.
Semangat
kerja dapat menimbulkan pengaruh positif terhadap kinerja organisasi, Davis (dalam Flippo, 1971)
mengatakan bahwa pengaruh positif dari semangat kerja yang tinggi adalah sebagai
berikut :
a.
Kemauan
untuk bekerja sama demi tercapainya tujuan organisasi
b. Kesetiaan pada organisasi dan
pimpinan
c.
Disiplin
yang baik atau bersedia bekerja sesuai dengan aturan organisasi.
d. Stamina organisasi yang kuat
e.
Minat
yang tinggi pada pekerjaan dan organisasi
f.
Menunjukkan
inisiatif
g. Rasa bangga pada organisasi
Semangat
kerja tidak muncul dengan sendirinya, tetapi banyak faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut menurut Zainun (1984) antara lain :
a. Faktor hubungan kerja antara pimpinan
dengan bawahan
b. Faktor kepuasan kerja
c. Faktor iklim kerja
d. Faktor rasa manfaat bagi tercapainya
tujuan organisasi
e. Faktor ekonomis
f.
Faktor
ketenangan jiwa, keamanan dan pengembangan karier
Jadi
penulis mengambil kesimpulan bahwa semangat kerja adalah melaksanakan pekerjaan
secara lebih giat dan lebih baik, sehingga dapat menghasilkan prestasi yang
lebih tinggi dari tiap guru dan pegawai yang secara keseluruhan berguna bagi
tercapainya tujuan organisasi.
Semangat
kerja (performance) dapat diartikan sebagai suatu pencapaian hasil kerja sesuai
dengan aturan dan standar yang berlaku pada masing-masing organisasi kerja.
Simamora (1995) mengatakan bahwa : semangat kerja merupakan suatu pencapaian
persyaratan-persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat
tercermin dari keluaran (output) yang dihasilkan, baik jumlah maupun
kualitasnya. Output yang dihasilkan dapat berupa fisik maupun non fisik. Hal
ini berkaitan dengan apa yang dikemukakan oleh Nawami (1997) dimana disebutkan
bahwa : Output kerja yaitu suatu hasil pelaksanaan pekerjaan, baik yang berupa
fisik/material maupun non fisik/non material. Dengan demikian dapat pula
dikatakan bahwa prestasi kerja merupakan sejumlah output atau outcome yang
dihasilkan oleh seseorang atau kelompok (organisasi) tertentu, baik yang
berbentuk kuantitatif (materi) maupun kualitatif (non materi) dalam suatu
periode tertentu.
Untuk
menghasilkan suatu semangat kerja diperlukan adanya penilaian-penilaian yang
jelas sebagaimana yang dikemukakan oleh
Rasul (1997) bahwa penilaian atau pengukuran semangat kerja dapat berguna untuk :
a. Mendorong orang agar berperilaku
positif atau memperbaiki indikator tindakan mereka yang dibawah sadar ( to encourage good behavior to correct and
discourage bellow standard performance).
b. Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah mereka telah
bekerja dengan baik (to satisfy them
about weel they are doing).
c.
Memberikan dasar yang kuat bagi
pembuatan kebijakan untuk kebijakan organisasi (to provide a firm foundation for later judgments that concern on the
organizations improvement).
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi
orang lain untuk berbuat guna mewujudkan tujuan-tujuan yang sudah ditentukan,
M. Manullang dan Marihot Manullang, (2001 : 14)
Menurut Wahjosumidjo, kepemimpinan adalah proses dalam
mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai
tujuan didalam situasi tertentu. Kepemimpinan akan terjadi apabila di dalam
situasi tertentu seseorang mempengaruhi perilaku orang lain baik secara
perseorangan atau kelompok (1994 : 25).
Kepemimpinan adalah menyangkut sebuah proses pengaruh sosial
yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap
orang lain untuk menstruktur aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi.
Menurut Robbins (1996 : 39), kepemimpinan adalah sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Parmudji
(1989 : 22), menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan
dan mengarahkan orang-orang ke tujuan yang dikehendaki oleh pemimpin. Sedangkan
Sutarto (1998 : 25), menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan
penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi
tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dari pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
faktor kepemimpinan itu adalah merupakan faktor utama yang sangat penting dalam
melakukan segala usaha dan tindakan kearah tercapainya apa yang menjadi tujuan
sebelumnya. Jadi pemimpin merupakan pendorong segala halangan dari rintangan,
termasuk di dalamnya sebagai pengubah sikap mental para pegawai yang menjadi
bawahannya.
Penelitian terhadap perilaku yang dilakukan oleh Universitas Michigan tahun 1974 (Gibson dan Uvancevich, 1985) telah
berhasil mengidentifikasikan dua gaya
kepemimpinan yang berorientasi pekerjaan (job centered) dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
pekerjaan (employee centered). Pemimpin yang berorientasi pada pekerjaan
mempraktekkan pengawasan yang ketat, sehingga bawahan diminta melaksanakan
tugas sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan secara jelas. Meskipun
pemimpin yang berorientasi pekerjaan menganggap perhatian pada karyawan juga
penting, tetapi tidak dapat diberikan oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang
berorientasi pada karyawan, menaruh perhatian akan kemajuan pribadi,
pertumbuhan dan prestasi kerja karyawan. Tindakan ini dianggap kondusif untuk
menumbuhkan dukungan dan pengembangan kelompok.
Dari hasil penelitian tersebut, teori perilaku pribadi
mencoba untuk memisahkan dimensi perilaku pemimpin secara luas, akan tetapi
dimensi ini justru mengaburkan tafsiran tentang perilaku kepemimpinan itu
sendiri. Teori perilaku pribadi belum menunjukkan secara jelas kaitan antara
kepemimpinan dan indikator prestasi yang penting seperti : Kepuasan, efisiensi,
dan kinerja secara meyakinkan.
3. Motivasi Kerja
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli namun tujuan
dan maksudnya adalah sama tergantung dari sudut mana ia memandangnya,
pengertian-pengertian tersebut dikemukakan sebagai berikut :
Motivasi
merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap,
kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Dan
motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor didalam diri
seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor diluar diri yang
disebut faktor ekstrinsik (Wahjo Sumidjo : 1994 : 174).
Menurut
Sunarto dan Jajuk Herawati (2002 : 149) motivasi merupakan sesuatu yang
mendorong seseorang bertindak atau berprilaku tertentu. Motivasi membuat
seseorang memulai, melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu.
Motivasi
adalah fungsi, kegiatan dan juga alat pimpinan untuk menggerakkan kemauan kerja
bawahan agar bekerja dengan lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan
organisasi (Sarwoto : 1986 : 151).
Menurut
Susilo Martoyo (1998), motivasi adalah faktor yang mendorong seseorang untuk
bertindak dengan cara tertentu. Dapat pula diartikan merupakan kondisi mental
yang mendorong untuk dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang
mengarah pada pencapaian tujuan, sehingga motivasi kerja adalah sesuatu yang
menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja dengan baik.
Dengan
terpenuhinya ketiga faktor tersebut diatas seseorang akan merasa terdorong dan
berkeinginan untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan dengan memberikan yang
terbaik dari dirinya dengan cara berpartisipasi dan berprestasi dalam rangka
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Jadi untuk memotivasi individu
seharusnya diketahui terlebih dahulu kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan hidup
masing-masing orang tidak sama ini dikarenakan adanya perbedaan di dalam cara
berpikir, cara bertindak, situasi dan lingkungan tempat tinggal berbeda. Teori
motivasi ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow yang dikenal dengan Teori
Motivasi Kebutuhan,mengemukakan Lima Jenjang Kebutuhan sebagai berikut :
1)
Faali (fisiologis) : antara lain rasa lapar,
haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan ragawi lain.
2) Keamanan : antara lain keamanan dan
perlindungan terhadap kerugian fisik, dan emosional.
3) Sosial : mencakup kasih sayang, rasa
memiliki, diterima baik dan persahabatan.
4) Penghargaan : mencakup faktor rasa
hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi; dan faktor hormat
eksternal seperti misalnya status, pengakuan dan perhatian.
5) Aktualisasi diri : dorongan untuk
menjadi apa yang ia mampu menjadi, mencakup pertumbuhan, mencapai potensial dan
pemenuhan diri.
Sedangkan
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan khusus oleh pegawai, sebagaimana penjelasan Sutarto (1991 : 27),
dari pendapat beberapa ahli menyebutkan sebagai berikut :
Menurut
Terry
1)
Kepastian
mengenai pekerjaan.
2)
Kesempatan
berpendapat.
3)
Kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang.
4)
Diberikannya
keterangan-keterangan mengenai perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi
mereka.
5)
Upah
yang adil.
6)
Diberikannya
bantuan pribadi jika dibutuhkan.
7)
Penghargaan
terhadap prestasi.
8)
Perilaku
yang layak sebagai manusia.
9)
Supervisi
yang layak sebagai manusia.
Teori
yang motivasi yang dikemukakan oleh McClelland yang terkenal dengan gagasannya
tentang masyarakat berprestasi (the
achieving society). Untuk mewujudkan masyarakat berprestasi maka dibutuhkan
motivasi berprestasi (need for
achievement – nAch). Telaah tentang nAch
dalam pelaksanaan tugas pekerjaan pada umumnya atau aktivitas belajar yakni
menyangkut etos kerja atau aktivitas kerja.
Dari
berbagai pengalaman ternyata seorang yang memiliki motivasi berprestasi (nAch) tinggi, bila dihadapkan pada
tugas-tugas yang kompleks cenderung melakukannya dengan semakin baik begitu
mereka berhasil. Mereka menjadi semakin antusias untuk menyelesaikan tugas
dengan makin baik, serta mempelajari cara mengerjakan tugas yang lebih baik
lagi untuk penyelesaian tugas-tugas berikut.
Orang-orang unggul ternyata akan selalu mengerjakan tugas apapun dengan
lebih baik dalam kondisi yang bagaimanapun. Seluruh kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa nAch yang tinggi akan membawa seseorang ke arah
prestasi yang lebih baik, jika prestasi
nyata itu adalah mungkin untuk diraih dan mempunyai arti prestasi bagi mereka
(McClelland, 1987 : 31-32).
Pada
bagian lain, McClelland seperti dikutip Toeti Soekamto dan Udin Saripudin
Winataputra (1996) menyebutkan bahwa seseorang mempunyai motivasi untuk bekerja
karena adanya kebutuhan untuk berprestasi. Motivasi di sini merupakan fungsi
dari tiga variabel, yaitu : (a) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil,
(b) persepsi tentang nilai tugas tersebut, dan (c) kebutuhan untuk keberhasilan
atau sukses.
Douglas
McGregor dikenal melalui teori yang dikemukakannya yang dikenal dengan Teori
X dan Teori Y. dalam teorinya ia
mengemukakan bahwa tindakan seseorang dipengaruhi oleh sifat manusia pada
umumnya. Teroi X mengasumsikan bahwa pada dasarnya setiap orang tidak suka
untuk bekerja, oleh karenanya perlu dipaksa, diawasi dan diarahkan untuk
mencapai tujuan organisasi. Hampir semua orang lebih suka diperlakukan seperti
itu, sehingga dapat menghindari tanggung jawab. Sementara itu Teori Y, menyatakan
bahwa komitmen terhadap tujuan telah memberi tekanan hasrat instrinsik
seseorang pada pekerjaannya, keinginannya untuk mandiri dan memikul tanggung
jawab, serta kreatif dalam memecahkan masalah pekerjaan.
Teori
Frederick Herzberg mengemukakan teori
motivasi yang terkait dengan kepuasan kerja (job satisfaction) yang terkenal dengan teori higiene-motivator. Ia
berpendapat bahwa motivasi merupakan sebuah dampak langsung dari kepuasan
kerja. Dalam penelitiannya, Herzberg menyelidiki faktor-faktor apa saja yang
menjadi penyebab adanya kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja. Herzberg
menemukan kelompok faktor yang menyebabkan kepuasan kerja dan kelompok faktor
yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja lebih sering terkait
dengan : pengakuan, tanggung jawab, rasa berprestasi, prestise, kenyamanan
dalam interaksi sosial, stimulasi dan tantangan. Semua ini terkait dengan
substansi dari pekerjaan. Herzberg menamakan kelompok faktor ini dengan
motivator-motivator. Adanya motivator-motivator tersebut dapat menyebabkan
seseorang yang semula mengalami ketidakpuasan beralih ke dalam situasi yang
mendatangkan kepuasan.
Sejalan
dengan teori Herzberg, mengutip Hackman dan Lawler, Beck (1990:349)
mengemukakan ada enam sifat pekerjaan yang berkaitan erat dengan kepuasan
kerja.
1) variasi pekerjaan
2) otonomi dalam melakukan kerja dan
pengambilan keputusan
3) identitas tugas : masing-masing
bagian dari tugas dapat diidentifikasikan secara jelas sebagai hasil usaha
tidak individu.
4) adanya umpan balik mengenai keberhasilan
atau kekurangan dalam pelaksanaan tugas
5) memperlakukan orang-orang lain
6) kesempatan menjalin persaudaraan di
tempat kerja.
Dengan
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan khususnya oleh pegawai, maka
para pegawai akan lebih menyenangi lingkungan kerjanya, melaksanakan tugas
dengan sukarela, bersemangat dan gairah kerja akan meningkat.
Dari
uraian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu
yang menimbulkan dorongan yang menggerakkan pegawai untuk bekerja dengan baik
dalam mencapai tujuan organisasi yang tergambar dalam visi dan misi organisasi.
Dengan
demikian motivasi kerja Guru dan Pegawai SMKN
1 Cilacap Kabupaten Cilacap sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
Semangat Kerja, tanpa adanya motivasi kerja dalam diri para Guru dan Pegawai
sudah barang tentu akan mengakibatkan perilaku Guru dan Pegawai tidak sesuai
atau menyimpang dari semangat kerja yang telah ditetapkan.
4. Pengawasan
Dalam
suatu organisasi, pengawasan merupakan bagian dari system organisasi dan bagian
dari kegiatan organisasi. Pengawasan kerja sangat dibutuhkan oleh suatu
organisasi, agar semua rencana kerja/pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan
aturan/norma/kriteria-kriteria yang telah disepakati bersama di setiap
manajemen suatu organisasi.
Pengawasan
yang dilakukan pada organisasi pemerintahan dilakukan secara berjenjang hingga
ke tingkat pusat. Jika pengawasan tidak dilakukan, dikhawatirkan rencana yang
telah disepakati dan disusun tidak terlaksana secara efektif dan efisien.
Pengawasan
adalah suatu kegiatan/proses untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan,
kegagalan untuk diperbaiki kemudian, mencegah terulang kembali
kesalahan-kesalahan itu, sehingga pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang
telah ditetapkan (Abdurrachman (1973).
Sarwoto
(1979), memberikan pendapat bahwa pengawasan dapat meningkatkan kinerja secara
kontinue produktivitas kerja dari objek yang diawasi.
Jadi
pengawasan sangat diperlukan oleh manajemen suatu organisasi untuk mencegah dan
menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan penyalahgunaan
dari suatu perencanaan kerja yang ada.
Sistem
pegawasan dimaksudkan bukanlah untuk mencari kesalahan terhadap pelaksanaannya,
akan tetapi justru dilaksanakan untuk menciptakan kebenaran terhadap hasil dari
pada suatu tugas/ pekerjaan yang telah ditetapkan sebagai beban dari tanggung
jawab.
Pengawasan
dalam hal ini merupakan salah satu fungsi dari seorang pemimpin. Dengan
demikian maka seorang pemimpin dituntut untuk mampu mengoperasikan sistem
pengawasan dalam rangka menjamin atau mengusahakan terselenggaranya suatu
perencanaan.
Siagian
(1995) mengemukakan bahwa : “Pengawasan adalah sebagai suatu proses pengamatan
dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua
pekerjaan yang dilakukan berjalan sesuai rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. Pendapat ini diperkuat oleh
Winardi (1974) yang menyebutkan bahwa : “Controlling
adalah sebagai proses untuk mendeterminir apa yang dilaksanakan, artinya
standar apa yang sedang dilaksanakan
atau dengan kata lain mengevaluasi pelaksanaan bilamana perlu menerapkan
tindakan-tindakan korelatif sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Dengan
demikian pada hakekatnya pengawasan merupakan suatu langkah atau proses yang
harus dilakukan oleh manajemen suatu organisasi pada berbagai tingkatan untuk
dievaluasi dan dianalisa setiap rencana pekerjaan yang telah selesai agar
segera diketahui, penyimpangan dan penyalahgunaan semua aset pemerintah secara
lebih awal, guna perbaikan dan pengklarifikasian penyimpangan yang telah
dilakukan oleh setiap pegawai.
2.2 Kerangka Pemikiran
A. A. Gondokusumo mengemukakan pendapatnya, tentang hubungan kepemimpinan dengan semangat kerja, sebagai berikut :
Semangat
kerja atau moril adalah refleksi dari sikap pribadi maupun dari sikap kelompok
terhadap kerja dan kerjasama. Seperti sikap pada setiap karyawan, semangat
kerja juga sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas dari pihak
pimpinan, terutama oleh kebijaksanaan kepemimpinan. Semangat merupakan pengaruh
utama pada sumbangan karyawan, membuat karyawan mencapai hasil yang tinggi
(1980).
Semangat kerja merupakan hal yang utama, untuk mencapai tujuan organisasi, semangat kerja yang tinggi tergantung pada kepemimpinan yang ada jadi jelas bahwa kepemimpinan ada hubungan dan pengaruhnya terhadap semangat kerja pegawai.
|
2.3 Hipotesis
Berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan dan landasan teori yang dipergunakan, maka hipotesisnya dijelaskan
sebagai berikut :
Sutrisno Hadi (1982 : 63), menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau
mungkin salah dan akan ditolak jika salah dan diterima jika fakta-fakta akan
membenarkannya.
Penolakan dan penerimaan hipotesis
dengan begitu sangat tergantung pada hasil-hasil penyelidikan terhadap
fakta-fakta yang dikumpulkan. Hipotesis dapat juga dipandang sebagai konklusi
yang sifatnya sangat sementara. Secara umum dapat diketahui bahwa yang dimaksud
dengan hipotesis adalah merupakan jawaban sementara yang mungkin benar atau
salah, untuk itu perlu dibuktikan melalui penelitian.
Berdasarkan pengertian di atas dan
sesuai dengan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan landasan
teori yang digunakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
2.3.1
Diduga
bahwa faktor-faktor kepemimpinan, motivasi kerja, dan pengawasan secara
bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap semangat kerja Guru dan
Pegawai SMKN 1 Cilacap.
2.3.2
Diduga
bahwa faktor motivasi kerja mempunyai pengaruh yang dominan terhadap semangat
kerja Guru dan Pegawai SMKN 1 Cilacap.
III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1
Objek
Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah motifasi atau semangat
kinerja guru dan pegawai
3.2
Metode
dan Desain Penelitian
3.2.1
Metode Metode
Metode yang
digunakan dalam penelitian adalah metode angket atau kuisioner.
3.2.2
Desain penelitian
|
IV. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
4.1
Persiapan
Tahap-tahap kegiatan
yang dilakukan dalam persiapan meliputi :
4.1.1
Observasi
4.1.2
Survei
4.2
Pelaksanaan
Tahap-tahap kegiatan
yang dilakukan dalam pelaksanaan meliputi :
4.2.1
Pengumpulan data
4.2.2 Klasifikasi data
4.2.3 Pengolahan data
4.2.4 Menarik kesimpulan
4.3
Penyelesaian
Tahap-tahap kegiatan
yang dilakukan dalam pelaksanaan meliputi :
4.3.1 Penyusunan
hasil penelitian
4.3.2 Penggandaan
V. SUMBER DATA DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
5.1
Sumber data
Sumber
data diperoleh dari angket yang telah diisi oleh sejumlah guru dan pegawai di
SMKN I Cilacap. Dari sejumlah guru dan pegawai yang ada diambil beberapa sampel
yang mewakili sekolah tersebut. Besaran sampel mengacu pada aturan Paul Leedy
adalah 20% dari populasi (Arikunto, 2006 : 136).
5.2
Alat pengumpulan data
Alat
pengumpulan data berupa angket
VI. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
6.1
Persiapan
6.1.1 Mengecek nama dan identitas pengisi
6.1.2 Mengecek kelengkapan data
6.1.3 Mengecek macam isi data
6.2
Tabulasi
6.2.1 Memberikan skoring pada item-item yang perlu
di beri skor
6.2.2 Memberikan kode terhadap item-item yang
tidak diberi skor
6.2.3 Mengubah jenis data
6.2.4 Penerapan data sesuai dengan pendekatan
penelitian
Identifikasi Variabel
Variabel yang diteliti terdiri dari dua jenis yakni variabel
bebas meliputi : Kepemimpinan (X1), Motivasi Kerja (X2),
dan Pengawasan (X3), variabel terikat adalah : Semangat Kerja Guru
dan Pegawai SMKN 1 Cilacap (Y).
Metoda yang dipergunakan dalam penulisan thesis ini adalah
metoda penelitian survey, sebagaimana yang dikutip oleh Sugiyono, 1977 (menurut
Klinger), bahwa penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada
populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari
sampel yang diambil dari populasi yang ada, sehingga ditemukan kejadian yang
relatif sama.
G. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh guru dan pegawai SMKN 1 Cilacap. Ida Bagoes Mantra dan Kastro
mengemukakan bahwa metode pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Dapat menghasilkan gambaran yang
dapat dipercaya dari seluruh populasi.
b. Dapat menentukan presisi (tingkat
ketepatan) dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku (standar) dari
taksiran yang diperoleh.
c. Sederhana, sehingga mudah
dilaksanakan.
d. Dapat memberikan keterangan sebanyak
mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.
Jumlah sampel yang diambil
untuk mendapatkan data yang representatif, beberapa peneliti menyatakan bahwa
besarnya sampel yang tidak boleh kurang dari 10 % dan ada pula yang menyatakan
besarnya sampel minimal 5 % (Mantra dan Kastro, 1987: 105).
Populasi dalam penelitian ini
adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada SMKN 1 Cilacap, Pemerintah Kabupaten Cilacap. Atas
dasar pertimbangkan faktor waktu, tenaga dan biaya, maka diambil seluruh
anggota populasi yang ada untuk dijadikan responden.
Jumlah responden semuanya
adalah pegawai negeri sebanyak 40 responden, yang bekerja pada SMKN 1 Cilacap, Pemerintah Kabupaten Cilacap. Oleh
karena jumlah populasi di bawah 100 maka seluruh populasi dijadikan sampel
(sampel jenuh) sejumlah 40 orang.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Peneliti mengadakan
wawancara atau tanya jawab dengan pegawai di lingkungan guru dan pegawai SMKN 1 Cilacap, Pemerintah Kabupaten Cilacap.
2. Kuesioner
Pengumpulan data melalui
beberapa pertanyaan yang telah disusun secara sistematika dan diajukan kepada
responden.
3. Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan
data yang berasal dari buku-buku, catatan-catatan dan laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti.
4. Sumber Data
a) Data Primer, data yang diperoleh
secara langsung melalui daftar pertanyaan
b) Data Sekunder, data yang diperoleh
dari studi pustaka dan penelitian sebelumnya, yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Semangat
Kerja
Semangat kerja (Y), adalah sikap kesediaan guru dan pegawai
untuk melaksanakan tugas pekerjaan yang tercermin dengan adanya dorongan
terhadap pekerjaan yang dilakukan dan adanya kerja sama diantara guru dan
pegawai dalam lingkungan kerja pada suatu organisasi sekolah.
Indikator yang dapat diukur dalam semangat kerja adalah :
a.
Waktu
tiba di tempat kerja.
b.
Sering
tidaknya guru dan pegawai tidak masuk kerja tanpa ijin.
c.
Ketaatan
guru dan pegawai terhadap peraturan dan
tata tertib yang telah ditetapkan.
d.
Kesediaan
guru dan pegawai untuk membantu pekerjaan serta kesulitan teman.
e.
Kesediaan
untuk menghargai pendapat teman.
f.
Adanya
rasa senang terhadap pekerjaan.
g.
Tidak
adanya rasa bosan terhadap pekerjaan.
h.
Tidak
adanya keluhan dari pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan (X1); merupakan perilaku individu
yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok pegawai untuk mendapat tujuan
yang telah ditetapkan dalam visi dan misi organisasi dengan aktivitas yang
terjabar dalam uraian tugas masing-masing.
a. Kemampuan mengarahkan tujuan secara
efektif dan efisien.
b. Kemampuan untuk mendorong karyawan
untuk mentaati ketentuan.
c. Kemampuan untuk memotivasi karyawan
dalarn meningkatkan produktivitas kerja.
Kepemimpinan dapat diukur antara lain dari :
a.
Penilaian
bawahan terhadap sikap pimpinan dalam memberikan penjelasan.
b.
Penilaian
bawahan terhadap sikap pimpinan dalam mempengaruhi bawahan.
c.
Penilaian
terhadap ide / prakarsa
d.
Penilaian
bawahan terhadap sikap pimpinan dalam memberikan pendelegasian
e.
Penilaian
terhadap kewibawaan dan kehormatan
f.
Kesempatan
partisipasi yang diberikan
g.
Gaya kepemimpinan yang dilakukan
h.
Perlakukan
pimpinan terhadap bawahan.
3. Motivasi
Kerja
Motivasi Kerja (X2) adalah sesuatu yang
menimbulkan dorongan yang menggerakkan guru dan pegawai untuk bekerja dengan
baik dalam mencapai tujuan organisasi sekolah.
Sedangkan indikator yang digunakan untuk mengukur motivasi
kerja adalah :
a. Tingkat upah gaji yang memadai guru
dan pegawai
b. Fasilitas yang tersedia bagi guru dan
pegawai
c. Tingkat kesempatan untuk maju dan
berkembang bagi guru dan pegawai
d. Tingkat penghargaan yang diterima
guru dan pegawai yang berprestasi
e. Tingkat keterlibatan guru dan pegawai
dalam pekerjaan
f. Tingkat pemberian perhatian kepada
guru dan pegawai
g. Jaminan keamanan dan keselamatan
kerja
h. Tingkat antusias guru dan pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaan
4. Pengawasan
Pengawasan Kerja (X3) merupakan suatu langkah
atau proses yang harus dilakukan oleh manajemen organisasi pada berbagai
tingkatan untuk dievaluasi dan dianalisa setiap rencana pekerjaan yang telah
selesai agar segera diketahui, penyimpangan dan penyalahgunaan semua aset
Pemerintah secara lebih awal, guna perbaikan dan pengklarifikasian penyimpangan
yang telah dilakukan oleh setiap pegawai.
Pengawasan dapat diukur antara lain dengan :
a)
Hubungan pimpinan dan bawahan
b)
Pengaruh pimpinan
c)
Kepuasan kerja
d)
Pemberian tugas.
e)
Pengarahan dan tanggungjawab
f)
Kepatuhan
g)
Penciptaan suasana kerja
h)
Lingkungan kerja
E. Metode Analisis
Metode
analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik. Yang
meliputi analisis data dan analisis hubungan pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen
1.
Untuk mengetahui apakah alat ukur yang dipakai
valid digunakan analisis product moment dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono
: 1999) :
Keterangan :
r = Koefisien Korelasi
N = Jumlah Responden
X = Skor Pernyataan (butir)
Y = Skor Total (faktor)
XY = Skor Pernyataan dikalikan Skor Total
2.
Untuk mengetahui apakah alat ukur yang dipakai
reliabel digunakan analisis Alfa Cronbach dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono : 1999) :
Keterangan :
ri = Realibilitas instrumen
k = Mean kuadrat antara subyek
St2 =
Varians total
3.
Untuk mengetahui hubungan pengaruh variabel
kepemimpinan, motivasi kerja dan pengawasan terhadap variabel semangat kerja
digunakan alat analisis Regresi Berganda,
menurut Kerlinger terjemahan Taufik (1987) halaman 66 dikemukakan
formuIasinya sebagai berikut :
Y =
a + b1 X1 + b2X2 + b3X3
+........ + e
Dimana
:
Y = Semangat Kerja
Xi = Kepemimpinan
X2 = Motivasi
X3 = Pengawasan
b1, b2,
b3, = Koefisien regresi parsial
a = Konstanta (intersep), nilai Y yang tidak
dipengaruhi oleh variabel bebas (X)
e = Faktor Pengganggu
4.
Untuk menguji signifikansi pengaruh
kepemimpinan, motivasi kerja dan pengawasan secara bersama-sama terhadap
semangat kerja digunakan uji f dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 1999) :
R2 / k
F = ¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
(1 – R2 ) / ( n – k – 1 )
Keterangan
:
F = Nilai F hitung
R2 = Koefisien determinasi
n = Jumlah sampel
k = Jumlah variabel independen
Dengan
tingkat keyakinan sebesar 95 persen atau a = 0,05 dan derajat kebebasan (df)
(k-1) serta (n – k) maka :
Ho:Bj=0, berarti kepemimpinan, motivasi kerja dan
pengawasan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap semangat kerja
pegawai.
Ho:Bj¹0, berati
kepemimpinan motivasi kerja dan pengawasan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap semangat kerja pegawai.
Kriteria :
Hi = ditolak apabila F hitung < F tabel
Hi
= diterima
apabila F hitung > F tabel
Untuk
megetahui besaran pengaruh secara bersama sama variabel independen terhadap
variabel dependen digunakan angka koefisien determinasi (r-square), yang merupakan ukuran besarnya proporsi dari
variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas, dan
rumusnya sebagai berikut :
SSE S e2 i
R2 =
1 - ¾¾¾ = 1
- ¾¾¾
SST S y2 i
5.
Untuk menguji pengaruh kepemimpinan, motivasi
kerja dan pengawasan terhadap semangat kerja pegawai secara parsial digunakan
t. test sebagai berikut :
I.
II.
Keterangan : t hit = t hitung
bj
= koefisien regresi
Sbj
= Standart
error of regression coefisient
Kriteria :
Hi diterima
bila t hitung > t tabel dan – t hitung < - t tabel
Atau significant –t <
significant level (tingkat keyakinan = 5%)
6.
Untuk mengetahui varibel yang paling berpengaruh
terhadap semangat kerja digunakan analisis elastisitas sebagai berikut (Algifari : 1997) :
Keterangan :
Ei = Elastisitas
bi = Koefisien regresi
variabel ke i
ci = Nilai rata-rata variabel ke i
ý = Nilai rata-rata
variabel y
Kriteria
:
Jika elastisitas (X1) £ elastisitas (X2)
dan (X3), maka hipotesis kerja (Hi) kedua ditolak.
Jika elastisitas (X1) > elastisitas (X2)
dan (X3), maka hipotesis kerja (Hi) kedua diterima.
Anonim, 1999, Undang-undang
No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah.
Anonim, 1987, Peraturan
Daerah tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Cabang Dipenda
Propinsi Kalimantan Timur.
Davis
Keith dan John W. Newstrom, 1994, Perilaku
dalam Organisasi, Erlangga, Jakarta.
Didi
Ramyadi, 2002, Analisis Semangat Kerja
Pegawai Dinas Cipta Karya, Kabupaten Kutai Kartanegara Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya, Thesis.
Gujarati,
D. 1979. Basic Enocometrics. Tokyo, Japan
Kasaido Printing Co, Ltd International Student Edition.
Handoko, T. Hani. 1997. Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogyakarta
Hasan, M. Igbal. 1999. Pokok-Pokok
Metode Statistik
2 (Statistik
Inferensi). Bumi Aksara, Jakarta.
Martoyo, Susilo. 1998. Manajemen
Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1998. Pengembangan
Sumber Daya Manusia. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Rasul, Sjahruddin. 1997. Pengukuran
Kinerja Dalam Laporan Akuntabilitas. Deputy Bidang Pengawasan Penerimaan Pusat Dan Daerah.
BPKP, Jakarta.
Robbins,
Stephen P. 1991. Organizational Behavior,
Concept, Controversies And Applications, Fifth Editions, Prentince Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Ryaas Rasyid, Muhammad. 1997. Makna
Pemerintahan - Tinjauan Dari Segi Etika Kepemimpinan, MIPI, PT. Yarsif
Watampone, Jakarta.
Saksono, Slamet. 1997. Administrasi Kepegawaian. Alfabeta, Bandung.
Saydam, Gouzali. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Djambatan, Jakarta.
Singarimbun, Masri Dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES, Jakarta.
Sinungan,
Muchdarsyah, 2000, Produktivitas, Apa dan
Bagaimana, Bumi Aksara, Jakarta.
Sugiyono. 1997. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung.
Suparmoko, M. 1998. Metode Penelitian Praktis. BPFE, Yogyakarta.
Thoha, Miftah. 1998. Perilaku Organisasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Umar, Husein. 1998. Riset Sumber Daya Manusia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wahjosumidjo, 1994,
Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Yukl, Garry, 1998, Kepemimpinan dalam Organisasi, Victory
Jaya Abadi, Jakarta.
Zakiah Derajat,
1995, Metodik Kusus Pengajaran Agama
Islam, Bumi Aksara, Jakarta.
Zainun, Buchori.
1989. Manajemen Dan Motivasi. Balai
Aksara, Jakarta.
¾¾¾¾¾. 1995. Manajemen
Sumber Daya Manusia Indonesia.
PT. Toko Gunung Agung, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih