Lencana Facebook

banner image

Tuesday 16 April 2013

PTK lagi....



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembelajaran  matematika  di  Sekolah  Dasar  adalah  hal  yang  sangat menentukan  bagi  pemahaman  belajar  matematika  siswa  di  jenjang  selanjutnya.  Matematika  merupakan  salah  satu  ilmu  dasar  yang  mempunyai  peranan  yang cukup besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Untuk  meningkatkan  pemahaman  siswa  terhadap  pengenalan  jaring-jaring  kubus  dan  balok  dilakukan  perbaikan  pembelajaran  melalui serangkaian proses  Penelitian  Tindakan  Kelas  (PTK).  Pada  prinsipnya  tujuan  pengajaran metode discovery  membantu  siswa  bagaimana  merumuskan  pertanyaan,  mencari  jawaban atau  pemecahan  untuk  memuaskan  keingintahuannya  dan  untuk  membantu  teori dan  gagasannya  tentang  dunia.  Lebih  jauh  lagi  dikatakan  bahwa  pembelajaran metode discovery  bertujuan  untuk  mengembangkan  tingkat  berpikir  dan  juga  keterampilan berpikir kritis.
Dalam studi awal pembelajaran matematika  tentang materi jaring-jaring bangun ruang, peneliti telah melaksanakan tugasnya sebagai guru dalam mengajar dengan mengeluarkan segenap kemampuan yang dimiliki secara optimal. Akan tetapi, pada studi awal dengan pelaksanaan tes formatif menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan  terhadap materi yang diajarkan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa hanya enam siswa (17,65%)  dari 34  siswa Kelas V SD Negeri Cibalung 01 yang mencapai pengusaan materi di atas 70%, sehingga masih terdapat 29 atau 85,29% siswa yang belum tuntas belajar karena perolehan nilai di bawah KKM sebesar 65, dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar secara klasikal sebesar 67,35 serta keaktifan siswa sebesar 35,29% atau sebanyak 12  siswa dari jumlah siswa sebanyak 34.
Berdasarkan data di atas peneliti berupaya bekerja sama dengan supervisor dan kepada sekolah untuk mencari solusi, sehingga permasalahan dapat terselesaikan. Kegiatan diskusi, pengamatan langsung (observasi) kepada siswa, perhatian khusus kepada siswa yang bermasalah adalah salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Melalui pengamatan dan diskusi terindentifikasi beberapa masalah yang mempengaruhi pembelajaran antara lain :
1.   Pada  umumnya  siswa  takut  untuk  mencoba  sendiri  menyelesaikan masalah-masalah  dalam  pembelajaran  matematika  khususnya  dalam membuat jaring-jaring bangun ruang.
2.  Kurangnya  variasi  pembelajaran  sehingga  siswa  kurang  kreatif  untuk menyelesaikan  pembelajaran  matematika,  khususnya  dalam  pembelajaran jaring-jaring bangun ruang.
3.   Pada  umumnya  siswa  tidak  dilibatkan  dalam  pembelajaran  matematika, sehingga  aktivitas  siswa  pada  proses  pembelajaran  sangat  kurang.  Hal  ini ditunjukkan  dengan  minimnya  respon  siswa  pada  saat  guru  bertanya, minimnya  pertanyaan  yang  diajukan  siswa  pada  guru,  dan kurangnya perhatian siswa pada saat guru berbicara.
Melalui diskusi dengan supervisor,  kajian literatur dan refleksi diri ditemukan permasalahan penyebab rendahnya penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran matematika jaring-jaring bangun ruang antara lain :
1.      Ketidakmampuan  guru  memperhatikan perbedaan kemampuan siswa.
2.      Guru belum melibatkan siswa  secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar
3.      Penyampaian materi pembelajaran oleh guru kurang mengena pada peserta didik
4.      Guru kurang mampu mengaitkan materi yang dipelajari dengan konsep nyata yang ada dalam keseharian siswa.
Kondisi awal sebagaimana tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa dapat meningkat dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery. Langkah yang diambil penulis sebagai upaya untuk mengatasi hal itu, peneliti mencoba berkolaborasi dengan kepala sekolah, rekan sejawat, dan supervisor. Hasil diskusi dengan mereka, akhirnya dapat teridentifikasi beberapa masalah adalah siswa kurang memahami materi yang disampaikan guru, sehubungan  dengan  metode yang  digunakan guru  terkesan membosankan  mereka dan siswa merasa kesulitan dalam memahami materi tentang jaring-jaring bangun ruang  karena materi tersebut belum mereka kuasai dengan benar pada pada pembelajaran di kelas sebelumnya.
Menyikapi  persoalan-persoalan  tersebut  di  atas,  penggunaan  atau  pendekatan model  pembelajaran  yang  tepat  akan  sangat  berpengaruh  pada  hasil  belajar  siswa. Selain  itu,  metode    pembelajaran  biasa  memperkaya  kemampuan  dan  pengetahuan guru. Guru harus mempunyai pengetahuan dan berbagai strategi, dalam cara mengajar yang melibatkan siswa  dalam  proses  kegiatan  melalui  tukar pendapat,  dengan diskusi,  membaca  sendiri  dan,  mencoba  sendiri  agar  siswa dapat  belajar  sendiri.  Penggunaan  teknik  discovery  ini  berusaha  meningkatkan aktifitas  siswa  dalam  proses  belajar  mengajar, sehingga  dengan  metode discovery ini siswa diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Dari kenyataan tersebut  peneliti ingin melaksanakan penelitian tindakan kelas pada pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery siswa kelas V SD Negeri Cibalung 01.


B.     Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah :
1.      Bagaimana upaya meningkatkan keaktifan belajar siswa Kelas V  SD Negeri Cibalung 01 dalam pembelajaran Matematika dengan materi jaring-jaring bangun ruang melalui penerapan metode discovery?
2.      Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V  SD Negeri Cibalung 01 dalam pembelajaran Matematika dengan materi jaring-jaring bangun ruang melalui penerapan metode discovery?

C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah  :
1.      Untuk meningkatkan keaktifan siswa Kelas V  SD Negeri Cibalung 01 pada pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode discovery.
2.      Untuk meningkatkan  hasil belajar  siswa Kelas V  SD Negeri Cibalung 01 pada pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery.

D.    Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat  memberikan manfaat :
1.   Manfaat Teoritis
a.   Sebagai bahan dan sumber rujukan pihak-pihak terkait (Dinas Pendidikan, sekolah,  guru  dan  institusi  pendidikan  lainnya)  dalam  pengambilan kebijakan mutu pendidikan.
b.   Sebagai upaya optimalisasi pelaksanaan pembelajaran aktif dan peningkatan profesionalisme guru dan praktek pembelajaran di kelas.
2.  Manfaat Praktis
a.  Siswa,  yaitu  meningkatnya  aktivitas  dan  hasil  pembelajaran  matematika  karena adanya  unsur  penemuan    dan  suasana  menyenangkan  dalam  proses pembelajaran matematika.
b.  Guru,  yaitu   tambahan  pengetahuan  dan  keterampilan  mengajar  yang  lebih bervariatif dalam pelaksanaan pembelajaran, khususnya mata pelajaran matematika.
c.   Sekolah,  yaitu  sebagai  sumber  informasi  dan  referensi  kajian  dalam pengambilan keputusan menyangkut peningkatan profesionalisme guru dan pencapaian kualitas pendidikan sekolah.
d.  Peneliti,  sebagai  sarana  mengimplementasikan  model  pembelajaran  yang efektif dan menyenangkan bagi siswa.



BAB   II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kerangka Teori
1.      Pembelajaran Matematika
a.       Pengertian Matematika
Batasan  mengenai  pengertian  matematika  banyak  ditulis  oleh  para  ilmuan. Berbagai  pendapat  muncul  tentang  pengertian  matematika  tersebut,  dipandang  dari pengetahuan  dan  pengalaman  masing-masing  yang  berbeda-beda.  Seperti  yang dikemukakan.  Lunhins  dan  Luchins :  “Apakah  matematika  itu? Dapat dijawab secara berbeda-beda  tergantung  pada  bilamana  pertanyaan  itu  dijawab,  dimana  dijawabnya, siapa  yang  menjawabnya  dan apa  sajakah  yang  dipandang  termasuk  matematika”  (Suherman, 2003:134).
Matematika  merupakan  ilmu  tentang  logika  mengenai  bentuk,  susunan, besaran,  dan  konsep-konsep  yang  berhubungan  lainnya  dengan  jumlah  yang  banyak, yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Masih banyak pendapat  yang  lain,  diantaranya  adalah:  matematika  adalah  bahasa  yang  berisi lambang-lambang yang artifisial yang berlaku secara internasional; matematika adalah seni,  sebab  dalam  matematika  terlihat  adanya  unsur  keteraturan,  keterurutan,  dan konsisten sehingga matematika indah dipandang dan diresapi sebagai seni.Pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru,  dan  siswa  yaitu  saling  bertukar informasi.  Pembelajaran  adalah  kegiatan memilih,  menetapkan,  dan  mengembangkan  metode  atau  strategi  yang  optimal untuk  mencapai  hasil  pembelajaran  yang  diinginkan  (Degeng,  dalam  Bharata, 2002: 10). 
Pengertian  matematika  dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  oleh  tim penyusun  kamus  Pusat  Pembinaan  dan  Perkembangan  Bahasa  disebutkan  bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur  operasional  yang  digunakan  dalam  penyelesaian  masalah  bilangan.
Nickson  (Hudojo,  1998:  6)  berpendapat  bahwa  pembelajaran  matematika adalah  pemberian  kepada  siswa  untuk  membangun    konsep-konsep  dan  prinsip-prinsip  matematika  dengan  kemampuan  sendiri  sehingga  konsep  atau  prinsip  itu terbangun.
Sedangkan menurut Soedjadi dan Mesono (Bharata, 2002: 10) mengemukakanpembelajaran  matematika  bermaksud  menata  nalar,  membentuk  sikap  dan menumbuhkan  kemampuan  menggunakan  dan  menetapkan  matematika.  Ini berarti  bahwa  dalam  pembelajaran  tidaklah  cukup  hanya  memberikan  tekanan pada  keterampilan  berhitung  dan  menyelesaikan  soal,  tetapi  penekanan  harus diberikan  pada  bagaimana  nalar  dan  sikap  siswa  terbentuk  untuk  kehidupan nyatanya.
Matematika dapat ditinjau dari segala sudut dan dapat memasuki seluruh segi kehidupan  manusia.  Jelasnya,  matematika  mencakup  bahasa,  yaitu  bahasa matematika.  Melalui  matematika  dapat  dilatih  berfikir  secara  logis,  dan  dengan matematika  ilmu  pengetahuan  lainnya  bisa  berkembang  dengan  cepat.  Namun demikian,  untuk  mengetahui  apakah  matematika  itu,  seorang  harus  mempelajari sendiri ilmu matematika itu, yaitu dengan mengkaji dan mengerjakannya.
b.      Pembelajaran Matematika Sekolah
Pada  penelitian  ini  matematika  yang  dimaksud  adalah  matematika  sekolah. Dalam  kurikulum  pendidikan  dasar,  matematika  sekolah  adalah  matematika  yang diajarkan  pada  pendidikan  dasar  dan  menengah.  Matematika  sekolah  terdiri  atas bagian  matematika  yang  dipilih  guna  menumbuhkembangkan  kemampuan-kemampuan  dan  membentuk  pribadi  siswa  serta  berpadu  kepada  pekembangan iptek yang  berfungsi  sebagai  salah  satu  unsur  masukan  instrumental  yang  memiliki  obyek dasar astrak dan berlandaskan kebenarankonsistensi, dalam sistem proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan (Suherman, 2003:87).
Sesuai  dengan  tujuan  pendidikan  matematika  di  sekolah  matematika  sekolah berperan:
1)   Mempersiapkan  anak  didik  agar  sanggup  menghadapi  perubahan  keadaan dalam kehidupan  yang  senantiasa  berubah,  melalui  latihan  bertindak  atas  dasar  pemikiran logis dan rasional, kristis dan cermat, obyektif, kreatif, dan efektif.
2) Untuk  mempersiapkan  anak  didik  agar  menggunakan  matematika  secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan.
Peran  matematika  tersebut  di  atas  diwujudkan  dalam  kegiatan  belajar mengajar, yang mempunyai tujuan sebagai berikut.
1)      Siswa  memahami  pengertian-pengertian  matematika,  memilik  keterampilan  untuk menerapkan  pengertian  tersebut  baik  dalam  matematika  sendiri,  mata  pelajaran lainnya,  maupun  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Siswa  memiliki  pemahaman  tentang  hubungan  antara bagian-bagian matematika, memiliki kemampuan menganalisa dan menarik kesimpulan serta memiliki sikap dan kebiasaan  berpikir  logis,  kritis,  dan  sistematis,  bekerja  cermat,  tekun,  dan bertanggung jawab (Suherman, 2003:91).
c.       Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Tujuan  umum  diberikannya  Matematika  di  jenjang  pendidikan dasar adalah sebagai berikut: 
1)      Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam  kehidupan    dan    di    dunia    yang    selalu    berkembang,    melalui  latihan    bertindak  atas  dasar  pemikiran  secara  logis,  rasional,  kritis, cermat, jujur, dan efektif. 
2)      Mempersiapkan    siswa    agar    dapat    menggunakan    matematika    dan  pola    pikir  matematika    dalam    kehidupan    sehari-hari    dan    dalam  mempelajari  berbagai ilmu pengetahuan (Depdikbud 1993:96). 
Dengan  demikian,  tujuan  umum  pendidikan  Matematika  pada jenjang  pendidikan  dasar  tersebut  memberikan  tekanan  pada  penataan nalar  dan  pembentukan  sikap  serta  keterampilan  dalam  penerapan matematika. Siswa SD setelah selesai mempelajari matematika bukan saja diharapkan memiliki sikap kritis, cermat, dan jujur, serta cara berfikir yang logis  dan  rasional  dalam  menyelesaikan  suatu  masalah,  melainkan  juga harus  mampu  menerapkan  matematika  dalam  kehidupan  sehari-hari  serta memiliki  pengetahuan  matematika  yang  cukup  kuat  sebagai  bekal  untuk mempelajari  matematika  lebih  lanjut  dan  dalam  mempelajari  ilmu-ilmu lain. 
d.      Ruang Lingkup Materi Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar.
Ruang lingkup materi pembelajaran di Sekolah Dasar yang berlaku. Kurikulum Pendidikan Dasar 1994 (1995/1996: 97) disebutkan bahwa “Bahan kajian matematika di  sekolah dasar  mencakup artimetika (pengaturan statistik), pengantar aljabar, geometri, pengukuran dan kajian data  (pengatur  statistik). Penekanan  diberikan pada penguasaan bilangan (number sense) termasuk bilangan”.  Dalam  kurikulum  2004  (Depdiknas,  2003:  2)  yang  menyangkut ruang  lingkup  matematika  dinyatakan  sebagai  berikut:  “Standar  Kopetensi Matematika  merupakan  seperangkat  kompetensi  matematika  yang  dibakuakan dan harus  dicapai  oleh  siswa  pada akhir pembelajaran. Standar ini dikelompokan dalam kemahiran  Matematika,  bilangan,  pengukur,  dan  geometri,  aljabar,  statistika  dan peluang, dan kalkulus”.
e.       Kompetensi Matematika di Sekoalah Dasar
Kompetensi mata pelajaran Matematika atau mata pelajaran lainnya mengacu pada  rumusan  dan  tujuan  pendidikan  yang  terdapat  pada  Pasal  3  Undang undang  RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:
Pendidikan  Nasional  berfungsi  mengembangkan  kemampuan  dan  membentuk  watak serta  peradaban  bangsa  yang  bermartabat  dalam  rangka  mencerdaskan  kehidupan bangsa,  bertujuan  untuk  mengembangkanya  potensi  peserta  didik  agar  menjadi manusia  yang  beriman  terhadap  Tuhan  Yang  Mana  Esa,  berahklak  mulia,  sehat berilmu, cakap, kretif, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengacu  pada  rumusan  tujuan  di  atas  terdapat  jumlah  kopetensi  yang diharapkan  muncul  setelah  dilakukan  peroses  pendidikan.  Kompetensi  yang harus dikuasai  oleh  pesera  didik  dalam  mata  pelajaran  matematika  adalah  berupa keterampilan  intelektual  yang  meliputi  keterampilan  dasar    sebagai  kemampuan terendah,  kemudian  diikuti  dengan  keterampilan  tertinggi  berupa  keterampilan investigasi.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Mata pelajaran matematika Sekolah Dasar bertujuan agar siswa memiliki kemampuan, sebagai berikut:
a.       Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
b.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.       Memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami, merancang model, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d.      Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan dan masalah.
e.       Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Ruang lingkup pembelajaran mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah Dasar, meliputi aspek-aspek: Bilangan, Geometri dan Pengukuran, dan Pengolahan Data.
2.      Belajar dan Pembelajaran
a.   Belajar
Menurut  Gagne  belajar  merupakan  dis  posisi  atau  kecakapan  manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu dan perubahan prilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan (Anonim, 2004: 4). Suparno  (2001:  2)  belajar  yaitu  suatu  aktifitas  yang  menimbulkan perubahan  yang  relative  permanen  sebagai  akibat  dari  upaya-upaya  yang dilakukan.  Perubahan-perubahan  tersebut  tidak  disebabkan  factor  kelemahan, kematangan ataupun mengkonsumsi obat.
Selanjutnya  Suparno (2001: 11)  menyimpulkan  tentang  pengertian  belajat yaitu:
1)      bahan  belajar  itu  menambah  perubahan  (behavioral  chage,  actual  maupun pontensial)
2)      bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkan kecakapan baru.
3)      bahan perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Anonim dalam  Psikologi  Belajar  (2004:  2)  mengungkapkan  bahwa konsep tentang belajar mengajar unsur utama yaitu:
1)      Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku
2)      perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
3)      Perubahan perilaku karena belaja bersifat relatif permanen. 
Dapat  disimpulkan  dari  ke empat  pendapat  di  atas  bahwa  belajar  adalah suatu  perubahan  dalam  tingkah  laku,  dimana  perubahan  itu  dapat  mengarah kepada  tingkah  laku  yang  lebih  baik  atau  kemungkinan  mengarah  pada  tingkah laku  yang  lebih  buruk  yang  terjadi  melalui  latihan  atau  pengalaman  dan perubahan  itu  harus  relatif  mantap,  harus  merupakan  akhir  dari  pada  suatuperiode  waktu  yang  cukup  panjang  dimana  berapa  lama  periode  waktu  itu berlangsung.
Selama  hidup  manusia  selalu  mengalami  proses  belajar  tetapi  manusia tidak  pernah  menyadari  bahwa  manusia  sedang  belajar.  Dalam  pendidikan sekolah,  siswa  merasakan  belajar  karena  system  pengajaran  di  sekolah  telah terarah  memiliki  tujuan  tertentu.  Untuk  mencapai  tujuan  yang  telah  ditentukan tersebut,  maka  para  guru  mengunaka  sebagai  macam  metode  mengajar  dan media  pembelajaran  agar  kelak  di kemudian  hari  para  siswa  mampu menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam kehidupan di masa mendatang.
b.   Pembelajaran
Pembelajaran  adalah  upaya  menciptakan  iklim  dan  pelayanan  terhadap kemampuan,  potensi,  minat,  bakat  dan  kebutuhan  siswa  yang  beragam  agar  terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:2).  Matematika  merupakan  mata  pelajaran  yang  cukup  mendasar,  hampir  di setiap  jenjang  pendidikan  diajarkan.  Beberapa  sifat  atau  karakteristik  pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.
1)      Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).
2)      Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.
3)      Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.
4)      Pembelajaran matematika mengikuti kebenaran konsistensi. (Suherman  dkk,  2003:68). 
Prinsip  pembelajaran  yang  bersumber  dari  teori behavioristik  yaitu  pembelajaran  dapat  menimbulkan proses belajar dengan baik bila (1) si belajar berpartisipasi secara aktif, (2) materi disusun dalam bentuk unitunit kecil dan  diorganisir  secara  sistematis  dan  logis,  dan  (3)  tiap  respon  si  pebelajar  diberibalikan  dan  disertai  penguatan  (Sugandi,  2004:10).  Menurut  Mandigers  agar  anak mudah  dan  berhasil  dalam  belajar,  dalam  mengajar  guru  perlu  memperhatikan,  (1) prinsip  aktivitas  mental,  (2)  prinsip  menarik  perhatian,  (3)  prinsip  penyesuaian perkembangan  siswa,  (4)  prinsip  apersepsi,  (5)  prinsip  peragaan,  dan  (6)  prinsip  aktivitas motorik (Sugandi, 2004:12). Piaget mengemukakan  tiga  prinsip  utama  pembelajaran,  yaitu  (1)  belajar  aktif,  (2) belajar lewat  interaksi  sosial,  dan  (3)  belajar  lewat  pengalaman  sendiri.  Belajar  aktif  merupakan  proses  pembelajaran  yang  aktif  karena  pengetahuan  terbentuk  dari  dalam  subjek  belajar.  Belajar  lewat  interaksi  sosial  yaitu  proses  pembelajaran  perlu  diciptakan  suasana  yang  memungkinkan  terjadinya  terjadinya  interaksi  di  antara  subjek  belajar.  Sedangkan  belajar  lewat  pengalaman  sendiri  berarti  dalam  proses  pembelajaran dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa (Sugandi, 2004:36).
Pengembangan  model  pembelajaran  dilakukan  dengan  pengembangan  panduan  pembelajaran  yang  selanjutnya  diimplikasikan.  Dengan  tersusunnya  paket  panduan pelaksanaan pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga,  lengkap  dengan  prototipe  alat  peraganya;  diharapkan  guru  mampu  menciptakan pembelajaran  aktif  yang  kondusif  sehingga  akan  :  (1)  member  kesempatan  kepada  siswa SD lebih banyak memperoleh pengalaman belajar secara langsung; yaitu belajar  dengan  cara  mencoba-coba  dan  mengalami  sendiri;  (2)  mempermudah  siswa  memahami  matematika.  Sesuai  dengan  sifat  matematika  yang  abstrak,  pembelajaran  matematika  dengan  pendayagunaan  alat  peraga  akan  menyajikan  pembelajaran  dari  konkret (dengan bantuan alat peraga) – semi abstrak (dengan model gambar) – abstrak  (konsep); (3) menyeragamkan gambaran atau persepsi siswa tentang sesuatu (konsep)  yang dipelajari; (4) memberikan motivasi siswa untuk selalu belajar matematika.  
Pembelajaran  matematika  dengan  pendayagunaan  alat  peraga  dapat  dilaksanakan  dengan  variasi/pendekatan/teknik.  Pembelajaran  tidak  hanya  dapat  dilakukan  dengan  demonstrasi  oleh  guru,  tetapi  juga  oleh  siswa.  Dengan  bimbingan  guru,  siswa  menemukan  sendiri  konsep/prinsip,  siswa  diberi  kesempatan  bekerja  dengan  kelompoknya.  Dengan  bernyanyi  atau    bermain  siswa  belajar/menerapkan  konsep/prinsip matematika, siswa tidak merasa bosan, tetapi termotivasi.
3.      Keaktifan Belajar
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007:101-106) aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan.
Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 : 17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
Selama proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan, keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan kondusif dalam belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator dan pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar serta mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Keaktifan belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental (Sardiman: 2001: 99). Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut harus terkait, sehingga akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal.
4.      Hasil Belajar
Hasil  belajar  adalah  kemampuan-kemampuan  yang  dimiliki  siswa  setelah  ia menerima  pengalaman  belajarnya  (Sudjana,  1990:  22).  Gagne  dalam  Sudjana  (1990: 22)  membagi  lima  kata  gori  hasil  belajar,  yakni  informasi  verbal, keterampilan intelektual,  strategi  kognitif,  sikap  dan  keterampilan  motoris.  Horward  Kingsley dalam Sudjana (1990: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu: keterampilan dan kebiasaan, pengertian dan pengetahuan serta sikap dan ciri-ciri. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetepkan dalam kurikulum. Sistem  pendidikan    Nasional  merumuskan  tujuan  pendidikan,  baik  tujuh kurikulum  maupun  tujuh  intstuksional,  mengunakan  klasifikasi  hasil  belajar  dari Benyamin  Bioom  yang  secara  garis  membaginya  menjadi  tiga  ranah,  yakni  ranah kognitif, ranah afektif dan ranah pisikomotoris.
1)      Ranah  kognitif  berkenaan  dengan  hasil  belajar  intelektual  yang  terdiri  dari  enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesis, dan evaluasi.kedua  aspek  pertama  disebut  kognitif  tingkat  rendah  dan  keempat  aspek berikutnya termasuk kognitf tingkat tinggi. 
2)      Ranah  afektif  berkenaan  dengan  sikap  yang  terdiri  dari  lima  aspek  yakni, penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3)      Ranah pisikomotoris berkenaan dengan hasi belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.  Ada  enam  aspek  ranah  pisikomotoris,  yakni  gerakan  refleks, keterampilan  gerakan  dasar,  kemampuan  perceptual,  keharmonisan  atau keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpresif.
Ketiga  ranah  tersebut  menjadi  penilaian  hasil  belajar.  Diantara  ketiga  ranah itu,  ranahkognitif  yang  paling  banyak  yang  dinilai  para  guru  disekolah  karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai pelajaran.
Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Misalnya untuk dapat mengatakan baik, sedang, kurang, diperlukan adanya ukuran yang jelas bagaimana yang baik, yang sedang, dan yang kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa ciri penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara apa yang dicapai dengan kriteria yang harus dicapai. Perbandingan bisa bersifat mutlak, bisa pula bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan yang bersifat relatif artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu objek yang dinilai terhadap objek lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama. Dengan demikian, inti penilaian adalah proses mementukan nilai suatu objek tertentu berdasarkan kriteria tertentu.
Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar itu maka dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program yang dinilai, ada kriteria, dan ada interpretasi/judgment.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa (kompetensi) menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses pebelajaran adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan proses pebelajaran dalam mengupayakan perubahan tingkah laku siswa. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil belajar yang dicapai siswa merupakan akibat dari proses pembelajaran yang ditempuhnya (pengalaman belajarnya). Sejalan dengan pengertian diatas maka penilaian berfungsi sebagai berikut:
a.   Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan pembelajaran. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu pada rumusan-rumusan tujuan pembelajaran sebagai penjabaran dari kompetensi mata pelajaran.
b. Umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar. Perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan pembelajaran, kegiatan atau pengalaman belajar siswa, strategi pembelajaran yang digunakan guru, media pembelajaran, dan lain-lain
c. Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya.
5.      Ketuntasan Belajar
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah “mastery Learning”. Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
 Block, James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery learningdapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center), (2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual personal), (3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental units).
 Dalam pembelajaran tuntas seorang siswa yang dapat mempelajari unit pelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika siswa yang bersangkutan telah menguasai secara tuntas sesuai standar ketuntasan belajar minimal yang telah ditentukan oleh sekolah. Dalam pembelajaran tuntas terdapat dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial dan layanan program pengayaan. Pertama, layanan program remedial dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler, (c) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang  belum dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa mengikuti tes/ujian semester.
Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (b) pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (c) memberikan soal-aoal latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (d) membantu guru dalam rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (e) materi pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, (f) program pengayaan dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tuntas menjadi dasar dari konsep ketuntasan belajar. Sehingga guru diharapkan menerapkan pembelajaran tuntas dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan pembelajaran tuntas, siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar yang ideal.
Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masing-masing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal
6.      Pengertian Metode
Metode  merupakan  langkah  operasional  dari  strategi  pembelajaran  yang dipilih  dalam  mencapai  tujuan  belajar,  sehingga  bagi  sumber  belajar  dalam  strategi yang digunakan. Istilah  metode  dapat  digunakan  dalam  berbagai  bidang  kehidupan,  sebab secara  umum  menurut  kamus  Purwadarminta  (1996) adalah sebagai berikut, “metode adalah cara yang telah teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud”.
Sedangkan  menurut  kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  metode  adalah  cara  kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang  ditentukan.  Metode  berasal  dari  kata  Method    (Inggris),  artinya  melalui,  melewati, jalan atau cara untuk memperoleh sesuatu.
Berdasarkan  pernyataan  tersebut  di atas  jelas  bahwa  pengerian  metode  pada prinsipnya sama yaitu merupakan suatu cara dalam rangka pencapaian tujuan, dalam  hal  ini  dapat  menyangkut  dalam  kehidupan  ekonomi,  social,  politik,  maupun  keagamaan.  Adapun  metode  yang  digunakan  dalam  pembahasan  ini  yaitu  metode  yang  digunakan  dalam  proses  pembelajaran.  Pembelajaran  dapat  diartikan  sebagai  setiap  upaya  yang  sistematik  dan  disengaja  untuk  menciptakan  kondisi-kondisi  agar  kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Metode  dalam  pembelajaran  tidak  hanya  berfungsi  sebagai  cara  untuk  menyampaikan  materi  saja,  akan  tetapi  berfungsi  sebagai  pengelola  kegiatan  pembelajaran agar lebih teratur, supaya mencapai tujuan yang diharapkan.
7.      Kedudukan Metode dalam Pembelajaran
Menurut  Sudjana  (2003:10),  kedudukan  metode  dalam  pembelajaran mempunyai ruang lingkup  sebagai cara dalam:
a.       Pemberi  dorongan,  yaitu  cara  yang  digunakan  sumber  belajar  dalam  rangka memberikan dorongan kepada siswa dan warga untuk terus belajar.
b.      Mengungkap  tumbuhnya  minat  belajar,  yaitu  cara  untuk  menumbuhkan rangsangan  untuk  tumbuhnya  minat  belajar  warga  belajar  didasarkan  pada kedudukanya.
c.       Menyampaikan  bahan  belajar,  yaitu  cara  yang  digunakan  dalam  sumber belajar dalam menyampaikan bahan dalam kegiatamn pembelajaran.
d.      Pencipta  iklim  belajar  yang  kondusif,  yaitu  cara  untuk  menciptakan  suasana belajar yang menyenangkan bagi warga belajar untuk belajar.
e.       Tenaga  untuk  melahirkan  kreativitas,  yaitu  cara  untuk  menumbuhkan kretivitas warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
f.       Pendorong  untuk  penilaian  diri  dalam  peruses  dan  hasil  belajar,  yaitu  cara untuk  engetahui keberhasilan pembelajaran.
g.      Pendorong  dalam  melengkapi  kelemahan  hasil  belajar,  yaitu  cara  untuk mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan  keterkaitan  definisi,  kedudukan  metode  dalam  pengertian pembelajaran diliata secara harfiah dan dari arti sempit, maka pembelajaran dapat pula  dikatagorikan sebagai salah satu metode dalam pembelajaran.
8.      Model Pembelajaran Discovery
Metode penemuan terbimbing sering disebut metode discovery, dalam metode penemuan  terbimbing,  para  siswa  diberi  bimbingan  singkat  untuk menemukan jawabannya.  Harus  diusahakan  agar  jawaban  atau  hasil  akhir  itu  tetap  ditemukan sendiri oleh siswa (Suyitno, 2004:5). Jika siswa belajar menemukan sesuatu dikatakan ia belajar melalui penemuan. Bila  guru  mengajar  siswa  tidak  dengan  memberitahu  tetapi  memberikan  kesempatan atau berdialog dengan siswa agar ia menemukan sendiri, cara guru mengajar demikian disebut metode penemuan (Ruseffendi, 1980:88)
Metode penemuan merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis mengajar  yang  meliputi  metode-metode  yang  dirancang  untuk  meningkatkan  rentangan  keaktifan  siswa  yang  lebih  besar,  berorientasi  kepada  proses,  mengarahkan  pada  diri  sendiri,  mencari  sendiri,  dan  refleksi  yang  sering  muncul  sebagai  kegiatan  belajar.
Metode  penemuan  adalah  poses  mental  dimana  siswa  mampu  mengasimilasikan  sesuatu  konsep  atau  prinsip.  Proses  mental  yang  dimaksud  adalah  mengamati,  mencerna,  menggolong  golongkan,  membuat  dugaan,  menjelaskan,  mengukur  dan  membuat kesimpulan.
Metode penemuan sebagai metode belajar mengajar digunakan dalam kegiatan  belajar mengajar dengan tujuan sebagai berikut.
a.   Meningkatkan  keterlibatan  siswa  secara  aktif  dalam  memperoleh  dan  memproses  perolehan belajar.
b.   Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
c.   Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang  diperlukan oleh para siswa.
d.  Melatih  para  siswa  mengeksplorasi  atau  memanfaatkan  lingkungan  sebagai  sumber  informasi yang tidak pernah tuntas digali.
Kata  penemuan  sebagai  metode  mengajar  merupakan  penemuan  yang dilakukan  oleh  siswa.  Siswa  menemukan  sendiri  sesuatu  yang  baru,  ini  tidak  berarti  yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh orang lain (Suyitno,  2004:5).
Metode  Discovery  memungkinkan  para  siswa  menemukan  sendiri  informasi- informasi  yang  diperlukan  untuk  mencapai  tujuan  instruksional.  Ini  berarti  berpengaruh  terhadap  peranan  guru  sebagai  penyampai  informasi  kearah  peran  guru sebagai pengelola interaksi belajar mengajar kelas.
 Model pembelajaran discovery dirancang agar siswa-siswi dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
a.   Identifikasi kebutuhan siswa;
b.   Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
c.   Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
d.   Membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
e.   Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
f.    Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
g.   Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
h.   Membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
i.    Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
j.    Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
k.   Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Setiap  metode  pembelajaran  memiliki  kelebihan  dan  kelemahan  masing-masing, Mulyani Sumantri dan Johar dalam Hadiningsih (2009:33)  mengemukakan  kelebihan  dan  kelemahan  dari  model discovery sebagai berikut:
           a.   Kelebihan model discovery
1) `Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan  dan  penguasaan  keterampilan  dari  proses  kognitif  siswa,  andai  kata  siswa itu dilibatkan terus dalam  discovery.
2)  Pengetahuan  diperoleh  dari  strategi  ini  sangat pribadi sifatnya dan mungkin  merupakan  suatu  pengetahuan  yang  sangat  kukuh,  dalam  arti  pendalaman  dari pengertian, retensi dan transfer.
3)   Model  pembelajaran  discovery  membangkitkan  gairah  pada  siswa  misalnya siswa  merasakan  jerih  payah  penyelidikan,  menemukan  keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.
4)  Model  pembelajaran    discovery memberikan kesempatan pada siswa  untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5)   Model  pembelajaran  discovery  menyebabkan  siswa  mengarahkan  sendiri cara belajarnya, sehingga siswa lebih merasa terlibat dan termotivasi  sendiri untuk belajar.
6)  Model  pembelajaran  discovery  dapat  membantu  dan  memperkuat  pribadi  siswa  dengan  bertambahnya  kepercayaan  pada  diri  sendiri  melalui  proses-proses  discovery.  Dapat  memungkinkan  siswa  sanggup  mengatasi kondisi yang mengecewakan.
7)   Model  pembelajaran  discovery  berpusat  pada  siswa,  misalnya  memberi  kesempatan  pada  siswa,  dan  guru  berpartisipasi  untuk  mengecek  ide.  Guru  menjadi  pembimbing  belajar,  terutama  dalam  situasi  discovery yang jawabannya belum diketahui siswa sebelumnya.
8)  Membantu  perkembangan  siswa  dalam  menemukan  kebenaran  akhir  yang  mutlak.
 b. Kekurangan model discovery
1)      Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Model  pembelajaran    discovery  kurang  baik  untuk  mengajar  kelas   besar.  
2)      Harapan  yang  ditumpahkan  pada  model  ini  mungkin  mengecewakan  guru  dan  siswa  yang  sudah  biasa  dengan  perencanaan  dan  pengajaran  secara  tradisional.
3)      Mengajar dengan discovery mungkin akan dipandang sebagai terlalu  mementingkan  perolehan  pengertian  dan  kurang  memperhatikan  diperolehnya  sikap  dan  keterampilan.  Sedangkan  sikap  dan  ketrampilan  diperlukan  untuk memperoleh  pengertian  atau  sebagai  perkembangan  emosional sosial secara keseluruhan.
Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SD adalah metode penemuan terbimbing.
9.      Jaring-jaring Bangun Ruang
Burhan Mustaqim, dkk (2008:214) menyebutkan bahwa jaring bangun ruang adalah gabungan dari beberapa bangun datar yang membentuk suatu bangun ruang. Gabungan dari beberapa persegi yang membentuk kubus disebut  jaring-jaring kubus, dan jaring-jaring balok adalah gabungan dari beberapa persegi panjang yang membentuk balok.
Jaring-jaring bangun ruang terdiri dari beberapa bangun datar yang dirangkai. Jaring-jaring dapat dibuat dari berbagai bangun ruang. Sebuah kotak mempunyai rusuk. Rusuk-rusuk itu juga merupakan jaring-jaring. Jika sebuah kotak kita lepas perekatnya, maka akan terbentuk jaring-jaring
a.   Jaring-jaring Kubus
Kubus mempunyai lebih dari satu jaring-jaring.




b.   Jaring-jaring Balok
Seperti halnya kubus, balok mempunyai lebih dari satu jaringjaring.








c.   Jaring-Jaring Prisma Segitiga





d.   Jaring-Jaring Limas Segiempat








e.   Jaring-Jaring Limas Segitiga








f.    Jaring-Jaring Tabung




g.   Jaring-Jaring Kerucut




B.     Hipotesis Tindakan
   Dengan mempertimbangkan dan merujuk pada beberapa pendapat  di atas disusunlah hipotesis tindakan sebagai berikut :
1.      Penggunaan metode discovery pada pembelajaran matematika  materi jaring-jaring bangun ruang dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas V  SD Negeri Cibalung 01.
2.      Penggunaan metode discovery pada pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V  SD Negeri Cibalung 01.

C.    Indikator dan Kriteria Keberhasilan
Indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan hasil dan ketuntasan belajar siswa dalam mempelajari materi pembelajaran. Siswa dinyatakan tuntas dengan kriteria mencapai penguasaan materi di atas KKM atau mendapat nilai minimal 65. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan  keaktifan belajar adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan pelaksanaan tugas selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa dinyatakan terlibat secara aktif jika siswa memberikan respon aktif terhadap penjelasan dan pertanyaan yang diajukan guru, aktif dalam melaksanakan tugas guru, aktif belajar dan bekerja kelompok, serta aktif mengkomunikasi hasil proses pembelajaran.
Kriteria untuk mengukur tingkat keberhasilan upaya perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.      Proses perbaikan pembelajaran matematika pada materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery  dinyatakan berhasil apabila siswa dapat menguasai minimal 70% dari materi pembelajaran atau mendapat nilai di atas KKM minimal 65.
2.      Proses perbaikan pembelajaran matematika pada materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery dinyatakan berhasil apabila 75% dari jumlah siswa tuntas belajar.
3.      Proses perbaikan pembelajaran matematika pada materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery dinyatakan berhasil apabila 75% dari jumlah siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.