BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan primer pada
saat ini, apalagi sebagian besar masyarakat sudah menyadari pentingnya
pendidikan dalam menata masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu setiap
negara senantiasa berusaha memajukan bidang pendi-dikan, disamping bidang yang
lain dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang kompetitif dan
berkualitas serta berusaha mengejar kemajuan negara lain.
Satu dari sekian
banyak masalah di era global yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masalah
di bidang pendidikan. Masalah yang belum teratasi pada saat ini terutama
masalah yang berhubungan dengan kualitas hasil pendidikan.[1]
Adanya kebijakan sertifikasi guru adalah salah satu upaya nyata Pemerintah
untuk meningkatkan profesionalisme guru agar guru sebagai aktor utama dalam
pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya dapat meningkatkan
kompetensinya.
Seorang guru
penting untuk menciptakan paradigma baru untuk menghasilkan praktik terbaik
dalam proses pembelajaran[2].
Oleh karena itu, ketika terjadi perubahan kurikulum dan terjadi pergeseran
tuntutan hasil pendidikan yang berkaitan dengan tuntutan pasar kerja, maka
gurulah yang harus berperan mewujudkan harapan itu. Guru harus selalu
mengembangkan diri, baik yang berkaitan dengan kompe-tensi bidang studi maupun
pedagogik, termasuk penggunaan internet dalam mencari informasi terkini.
Apabila ketiga
komponen tersebut dikombinasikan dalam penggunaannya atau secara integrasi,
maka akan meningkatkan perhatian siswa, membangkitkan keinginan dan kemampuan
belajar. Keterampilan dalam mengadakan variasi ini lebih luas penggunaannya
daripada keterampilan lainnya, karena merupakan keterampilan campuran atau
diinegrasikan dengan keterampilan yang lain. Misalnya, variasi dalam memberikan
penguatan, variasi dalam memberi pertanyaan, dan variasi dalam tingkat
kognitif.
Dalam proses
belajar mengajar ada variasi bila guru dapat menunjukkan adanya perubahan dalam
gaya mengajar,
media yang digunakan berganti-ganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi
antara guru-siswa, siswa-guru dan siswa-siswa. Variasi lebih bersifat proses
daripada produk.
B.
Identifikasi Masalah
Dari beberapa uraian di atas, timbul beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari variasi
mengajar?
2. Apakah tujuan dari
diadakannya variasi dalam mengajar?
3. Apa saja
prinsip-prinsip penggunaan variasi pengajaran?
4. Apa saja
komponen-komponen variasi mengajar?
5. Bagaimana
proses pelaksanaan belajar mengajar yang efektif di sekolah dasar?
C.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah pengembangan
variasi mengajar guru di sekolah dasar.
D.
Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai pada penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Mencoba
meningkatkan profesionalisme guru sekolah dasar dalam melaksanakan tugasnya.
2. Memberikan
gambaran kepada mahasiswa khususnya calon pendidik (guru) dalam menerapkan
variasi mengajar, guna menghindari kejenuhan siswa dalam belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan
Variasi Belajar Mengajar
Penggunaan variasi
terutama ditujukan terhadap perhatian siswa, motivasi dan belajar siswa. Tujuan
mengadakan variasi dimaksud adalah :
1.
Meningkatkan dan Memelihara Perhatian
Siswa Terhadap Relevansi Proses Belajar Mengajar
Dalam proses
belajar mengajar perhatian dari siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan
sangat dituntut. Sedikitpun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau
kurang memperhatikan penjelasan guru, karena hal itu akan menyebabkan siswa
tidak mengerti akan bahan yang diberikan guru.
Dalam jumlah siswa
yang besar biasanya ditemukan kesukaran untuk mempertahankan agar perhatian
siswa tetap pada materi pelajaran yang diberikan. Berbagai faktor memang
mempengaruhi. Misalnya faktor penjelasan guru yang kurang mengenai sasaran,
situasi diluar kelas yang dirasakan siswa lebih menarik daripada materi
pelajaran yang diberikan guru, siswa yang kurang menyenangi materi yang
diberikan guru[3].
Fokus permasalahan
pentingnya perhatian ini dalam proses belajar mengajar, karena dengan perhatian
yang diberikan siswa terhadap materi pelajaran yang guru jelaskan, akan
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Tercapainya tujuan
pembelajaran tersebut bila setiap siswa mencapai penguasaan terhadap materi
yang diberikan dalam suatu pertemuan kelas. Indikator penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran adalah terjadinya perubahan di dalam diri siswa. Jadi, perhatian
adalah masalah yang tidak bisa dikesampingkan dalam konteks pencapaian tujuan
pembelajaran. Karena itu, guru memperhatikan variasi mengajarnya, apakah sudah
dapat meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap materi yang
dijelaskan atau belum.
2.
Memberikan Kesempatan Kemungkinan
Berfungsinyanya Motivasi
Motivasi memegang
peranan penting dalam belajar. Seorang siswa tidak akan dapat belajar dengan
baik dan tekun jika tidak ada motivasi di dalam dirinya. Bahkan tanpa motivasi,
seorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Maka dari itu, guru selalu
memperhatikan masalah motivasi ini dan berusaha agar tetap tergejolak di dalam
diri setiap siswa selama pelajaran berlangsung.
Dalam proses
belajr mengajr di kelas, tidak setiap siswa mempunyai motivasi yang sama
terhadap sesuatu bahan. Untuk bahan tertentu boleh jadi seorang siswa menyenanginya,
tetapi bahan yang lain boleh jadi siswa tersebut tidak menyenanginya. Ini
merupakan masalh bagi guru dalam setiap kali mengadakan pertemuan. Guru selalu
dihadapkan pada masalah motivasi. Guru selalu ingin memberikan motivasi
terhadap siswanya yang kurang memperhatikan materi pelajaran yang diberikan.
Bagi siswa yang
sering memperhatikan materi pelajran yang diberikan, bukanlah masalah bagi
guiru. Karena di dalam diri siswa tersebut sudah ada motivasi, yaitu motivasi
intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadarannya sendiri
memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi
pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya kurang dapat
mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya[4].
Lain halnya bagi
siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang
merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Disini peranan guru
lebih dituntut untuk memerankan fungsi motivasi, yaitu motivasi sebagai alat
yang mendorong manusia untuk berbuat, motivasi sebagai alat yang menentukan
arah perbuatan, dan motivasi sebagai alat untuk menyeleksi perbuatan.
3.
Membentuk Sikap Positif terhadap Guru
dan Sekolah
Adalah suatu
kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa di kelas ada siswa tertentu yang
kurang senang terhadap seorang guru. Sikap negative ini tidak hanya terjadi
pada siswa, tetapi juga pada siswi. Konsekuensinya bidang studi yang dipegang
oleh guru tersebut juga menjadi tidak disenangi. Acuh tak acuh sering
ditunjukkan lewat sikap dan perbuatan ketika guru tersebut sedang memberikan
materi pelajaran di kelas.
Metode mengajar
yang dipergunakan itu-itu saja. Misalnya hanya menggunakan metode ceramah untuk
setiap kali melaksanakan tugas mengajar di kelas. Tidak pernah terlihat menggunakan
metode yang lain. Misalnya metode diskusi, resitasi, Tanya jawab, problem
solving atau cerita.
Guru yang
bijaksana adalah guru yang pandai menempatkan diri dan pandai mengambil hati
siswa. Dengan sikap ini siswa merasa diperhatikan oleh guru. Siswa selalu ingin
dekat dengan guru. Ketiadaan guru barang sehari di sekolah tidak jarang
dipertanyakan. Siswa merasa rindu untuk selalu dekat di sisi guru. Guru seperti
itu biasanya karena gaya
mengajarnya dan pendekatannya yang sesuai dengan psikologis siswa. Variasi
mengajarnya mempunyai relevansi dengan gaya
belajar siswa. Di sela-sela penjelasan selalu diselingi humor dengan pendekatan
yang edukatif, jauh dari sikap permusuhan.
B. Variasi
Gaya Belajar Mengajar
1. Pengertian Variasi Gaya Belajar Mengajar
Ada beberapa pendapat berkenaan dengan
Variasi gaya
belajar mengajar meliputi:
a.
Menurut Uzer, variasi adalah suatu kegiatan guru
dalam kontek proses interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi
kebosanan murid, sehingga dalam situasi belajar mengajar. Murid senantiasa
menunjukkan ketekunan, antusiasme serta penuh partisipasi[5]
b.
Menurut Abu Ahmadi, gaya mengajar adalah tingkah laku, sikap dan
perbuatan guru dalam melaksanakan proses pengajaran[6].
c.
Menurut Abdul Qadir Munsyi, gaya mengajar adalah gaya
yang dilakukan guru pada saat mengajar di muka kelas[7].
d.
Menurut Syahminan Zaini, gaya mengajar adalah gaya
atau tindak-tanduk guru sebagai pernyataan kepribadiannya dalam menyampaikan bahan
pelajarannya kepada siswa[8].
Dari definisi di
atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah laku,
sikap dan perbuatan guru dalam kontek belajar mengajar yang bertujuan untuk
mengatasi kebosanan siswa, sehingga siswa memiliki minat belajar yang tinggi
terhadap pelajarannya. Dan ini bisa dibuktikan melalui ketekunan, antusiasme,
keaktifan mereka dalam belajar dan mengikuti pelajarannya di kelas.
Anak tidak bisa
dipaksakan untuk terus menerus memusatkan perhatiannya dalam mengikuti
pelajarannya, apalagi jika guru saat mengajar tanpa menggunakan variasi alias
monoton yang membuat siswa kurang perhatian, mengantuk, dan bosan. Untuk
mengatasi kebosanan siswa tersebut perlu adanya variasi, dalam keterampilan
mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar ada tiga aspek, yaitu : 1)
Variasi gaya
mengajar, 2) Variasi dalam menggunakan media, 3) Variasi dalam interaksi antara
guru dengan siswa[9].
2. Tujuan Variasi Gaya Belajar Mengajar :
a. Meningkatkan dan memelihara
perhatian siswa terhadap relevensi terhadap proses belajar mengajar
Dalam proses
belajar mengajar, perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan guru
merupakan masalah yang sangat penting, karena dengan perhatian tersebut akan
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan tersebut
akan tercapai bila setiap siswa mencapai penguasaan terhadap materi yang
diberikan dalam suatu pertemuan di kelas.
Dalam jumlah siswa
yang banyak, biasanya sulit atau sukar untuk mempertahankan agar perhatian
siswa tetap pada materi yang diberikan. Memang ada banyak faktor yang
mempengaruhinya, misalnya ; faktor penjelasan guru yang kurang mengenai
sasaran, faktor gaya
guru dalam mengajar yang tanpa ada variasinya, dan lain sebagainya. Jadi,
masalah perhatian siswa terhadap pelajaran tidak bisa dikesampingkan dalam
konteks pencapaian tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu, guru hendaknya memperhatikan variasi gaya mengajarnya, apakah sudah dapat meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap materi yang dijelaskan atau belum.
Oleh karena itu, guru hendaknya memperhatikan variasi gaya mengajarnya, apakah sudah dapat meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap materi yang dijelaskan atau belum.
b. Memberi kesempatan
Memberi kesempatan
kemungkinan berfungsinya motivasi dalam belajar, motivasi memegang peranan yang
sangat penting, karena tanpa motivasi seorang siswa tidak akan melakukan
kegiatan belajar. Motivasi ada 2, yaitu : motivasi intrinsik (dari dirinya
sendiri) dan motivasi ekstrinsik (dari luar dirinya sendiri)[10].
Dalam proses
belajar mengajar di kelas, tidak setiap siswa di dalam dirinya ada motivasi
intrinsik yakni kesadarannya sendiri untuk memperhatikan penjelasan guru, rasa
ingin tahu lebih banyak terhadap materi yang diberikan guru. Dalam pertemuan
dikelas ada juga siswa yang tidak ada motivasi dalam dirinya (Intrinsik),
masalah inilah yang sering dihadapi guru. Guru selalu dihadapkan masalah
motivasi yakni motivasi ekstrinsik, yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak
diperlukan. Jadi siswa yang tidak ada motivasi didalam dirinya (instrinsik)
memerlukan motivasi ekstrinsik untuk me;lakukan kegiatan belajar. Disinilah
peranan guru lebih dituntut untuk memerankan motivasi, yaitu motivasi sebagai
alat mendorong siswa untuk berbuat, sebagai alat untuk menentukan arah dan
sebagai alat untuk menyeleksi kegiatan.
c. Membentuk sikap positif terhadap
guru dan sekolah
Tidak bisa
dipungkiri bahwa kenyataan yang ada di kelas yakni adanya siswa atau siswi yang
kurang senang terhadap dirinya. Sikap negatif ini bisa jadi disebabkan gaya guru mengajar yang kurang bervariasi, gaya mengajar guru tidak sejalan dengan gaya belajar siswa. Konsekwensinya bidang
studi yang dipegang guru tersebut menjadi tidak disenangi. Mungkin bisa ditunjukkan
dari sikap acuh tak acuh siswa ketika guru tersebut sedang menjelaskan materi
pelajaran di kelas. Ketika mengajar, guru selalu duduk dengan santai dikelas
tanpa memperdulikan tingkah laku siswa atau ank didiknya. Ini adalah jalan
pengajaran yang sangat membosankan. Dalam hal ini guru gagal menciptakan
suasana belajar yang membangkitkan kreatifitas dan kegairahan belajar siswa.
Guru yang bijaksana adalah guru yang pandai menempatkan diri dan mengambil hati
siswanya. Dengan sikap ini siswa merasa diperhatikan oleh guru. Variasi gaya mengajarnya mempunyai relevansi dengan gaya belajar siswa.
3. Manfaat Variasi Gaya Mengajar
Mengajar menuntut
guru untuk bekerja demi keberhasilan anak didiknya, sehingga kemajuan murid
menjadi titik perhatian guru. Rasulullah SAW. menerapkan pengajaran yang sangat
memperhatikan perkembangan siswa (sahabat)nya, agar mereka tidak merasa jemu
dalam belajar, tersirat dalam hadits :
Artinya
: Diriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud berkata : Nabi SAW. berselang-seling dalam memberikan
pelajaran agar terhindar dari kebosanan. (H.R. Bukhari)[11].
C. Prinsip
Penggunaan Variasi
Dalam proses
belajar mengajar, kegiatan siswa menjadi pusat perhatian guru. Untuk itu agar
kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kreatif belajar
tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu upaya kearah
itu adalah dengan cara memperhatikan beberapa prinsip penggunaan variasi dalam
mengajar. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
- Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan. Disamping itu juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi, terutama penggunaan variasi gaya mengajar, dalam bervariasi harus disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan agar menarik siswa untuk memperhatikan atau mendengarkan penjelasan guru.
- Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan, sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak menganggu proses belajar mengajar.
- Direncanakan secara baik dan eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran.
- Jadi penggunaan variasi ini harus benar-benar berstruktur dan direncanakan. Karena variasi ini memerlukan keluwesan, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa. Umpan balik ini ada dua yaitu Umpan balik tingkah laku yang menyangkut perhatian dan keterlibatan siswa dan Umpan balik informasi tentang pengetahuan dan pelajaran[12].
D. Komponen-Komponen
Variasi Gaya
Belajar Mengajar
Dalam mengajar
hendaknya menggunakan berbagai macam variasi gaya. Dengan variasi gaya tersebut, akan menjadikan siswa merasa
tertarik terhadap penampilan mengajar guru. Variasi gaya mengajar guru ini meliputi komponen-komponen
sebagai berikut :
1.
Variasi Suara
Variasi suara
dalah perubahan suara dari keras menjadi lemah, dan tinggi menjadi rendah, dari
cepat menjadi lambat. Suara guru pada saat menjelaskan materi pelajaran
hendaknya bervariasi, baik dalam intonasi, volume, nada dan kecepatan. Jika
suara guru senantiasa keras terus atau terlalu keras, justru akan sulit
diterima, karena siswa menganggap gurunya seorang yang kejam, bila sudah begitu
siswa diliputi oleh rasa cemas, ketakutan selama belajar. Masalah seperti ini
yang harus dihindari bahkan ditiadakan. Tapi kalau suara guru terlalu lemah
(biasanya guru wanita) akan terdengar tidak jelas oleh siswa dan tidak bisa
menjangkau seluruh siswa di kelas, apalagi yang duduknya dideretan belakang.
Bila sudah begitu siswa akan meremehkan gurunya, perhatian siswa terhadap
materi yang diberikan itupun kurang. Untuk itu guru menggunakan variasi suara
yang disesuaikan ndengan situasi dan kondisi. Jadi suara guru senantiasa
berganti-ganti, kadang meninggi, kadang cepat, kadang lambat, kadang rendah (pelan).
Variasi suara bisa mempengaruhi informasi yang sangat biasa sekalipun,
gunakanlah bisikan atau tekanan suara untuk hal-hal penting, gunakan kalimat
pendek yang cepat untuk menimbulkan semangat.
2.
Pemusatan Perhatian
Perhatian menurut Djamarah
adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada
suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan obyek. Untuk dapat menjamin hasil
belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang
diajarinya, jika materi yang disampaikan oleh guru iru tidak menjadi perhatian
siswa, maka bisa menimbulkan kebosanan, sehingga tidak lagi suka belajar. Untuk
memfokuskan perhatian siswa pada suatu aspek yang penting atau aspek kunci,
guru dapat menggunakan atau memberikan peringatan dengan bentuk kata-kata.
Misalnya : “Perhatikan baik-baik”, “Jangan lupa ini dicatat dengan sungguh-sungguh”
dan sebagainya[13].
Memang menarik
perhatian siswa itu sangatlah tidak mudah apalagi dalam jumlah siswa yang
banyak, agar perhatian itu tetap ada perlu adanya prinsip-prinsip yakni :
a.
Perhatian seseorang tertuju atau
diarahkan pada hal-hal yang baru, jenis rangsangan baru yang dapat menarik
perhatian termasuk warna dan bentuk. Dalam pelajaran, seorang guru dapat
menarik perhatian tentang kata-kata penting pada suatu bacaan dengan memberi
warna merah atau digaris bawahi.
b.
Perhatian seseorang tertuju atau terarah
pada hal-hal yang dianggap rumit. Bagi guru yang harus diingat adalah suatu
pelajaran tidak boleh tampak terlalu rumit dan guru tidak boleh mempersulit
pelajaran yang sederhana dikarenakan semata-mata untuk menarik perhatian siswa.
c.
Orang mengarahkan perhatiannya pada
hal-hal yang dikehendakinya, yaitu hal-hal yang sesuai dengan minat dan
bakatnya. Untuk menimbulkan minat tersebut ada dua cara yakni dari diri sendiri
dan dari luar dirinya. Dari luar bisa saja lingkungan, orang tua dan guru.
Disini gurulah yang berhak menimbulkan atau membangkitkan minat belajar siswa
baik dirumah maupun dikelas[14].
Dari ketiga
prinsip ini guru harus mengetahui banyak tentang siswanya agar bisa mengarahkan
perhatian siswa terhadap materi pelajaran, sehingga siswa memiliki minat
belajar yang tinggi guru dalam memusatkan perhatian siswa bisa dengan
memberikan kata-kata seperti : “coba perhatikan ini baik-baik”, karena materinya
agak sulit dan sebagainya.
3.
Kesenyapan atau kebisuan guru (Teaching Silence)
Kesenyapan adalah
suatu keadaan diam secara tiba-tiba demi pihak guru ditengah-tengah menerangkan
sesuatu. Adanya kesenyapan tersebut merupakan alat yang baik untuk menarik
perhatian siswa. Dengan keadaan senyap atau diamnya guru secara tiba-tiba bisa
menimbulkan perhatian siswa, sebab siswa begitu tahu apa yang terjadi dan
demikian pula setelah guru memberikan pertanyaan kepada siswa alangkah bagusnya
apabila diberi waktu untuk berfikir dengan memberi kesenyapan supaya siswa bisa
mengingat kembali informasi-informasi yang mungkin ia hafal, sehingga bisa
menjawab pertanyaan guru dengan baik dan tepat.
Pemberian waktu bagi siswa digunakan untuk mengorganisasi jawabannya agar menjadi lengkap. Tapi jika seorang guru tidak memberikan kesenyapan atau waktu kepada siswa untuk berfikir dalam menjawab pertanyaannya siswa akan menjawab dengan asal alias asal bicara, sehingga jawabannya kurang tepat dengan pertanyaan. Untuk itu seyogyanya guru memberikan kesenyapan terhadap siswa untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan yang diajukannya supaya jawabannya sempurna dan tepat.
Pemberian waktu bagi siswa digunakan untuk mengorganisasi jawabannya agar menjadi lengkap. Tapi jika seorang guru tidak memberikan kesenyapan atau waktu kepada siswa untuk berfikir dalam menjawab pertanyaannya siswa akan menjawab dengan asal alias asal bicara, sehingga jawabannya kurang tepat dengan pertanyaan. Untuk itu seyogyanya guru memberikan kesenyapan terhadap siswa untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan yang diajukannya supaya jawabannya sempurna dan tepat.
4.
Kontak pandang
Ketika proses
belajar mengajar berlangsung, jangan sampai guru menunduk terus atau melihat
langit-langit dan tidak berani mengadakan kontak mata dengan para siswanya dan
jangan sampai pula guru hanya mengadakan kontak pandang dengan satu siswa
secara terus menerus tanpa memperhatikan siswa yang lain. sebaliknya bila guru
berbicara atau menerangkan hendaknya mengarahkan pandangannya keseluruh kelas
atau siswa, sebab menatap atau memandang mata setiap anak disik atau siswa bisa
membentuk hubungan yang positif dan menghindari hilangnya kepribadian.
Bertemunya pandang diantara mereka yang berinteraksi, sesungguhnya merupakan
suatu etika atau sopan santun pergaulan karena menunjukkan saling perhatian
diantara mereka.
Hal-hal yang harus
dihindari guru selama presentasinya didepan kelas :
a. Melihat keluar ruang
b. Melihat kearah langit-langit
c. Melihat kearah lantai
d. Melihat hanya pada siswa tertentu atas
kelompok siswa saja
e. Melihat dan menghadap kepapan tulis saat menjelaskan kecuali sambil menunjukkan sesuatu.
e. Melihat dan menghadap kepapan tulis saat menjelaskan kecuali sambil menunjukkan sesuatu.
Hal-hal di atas
bertujuan supaya bisa mengendalikan situasi kelas dengan baik. Jadi dalam
kontak pandang hendaknya guru berusaha seintim mungkin agar siswa merasa
diperhatikan dan dihargai, kontak mata yang sering dilakukan, akan membangun
dan membina jalinan tingkat tinggi, yaitu mengetahui psikologi anak atau siswa
dan mengetahui seberapa banyak pemahaman siswa terhadap materi yang telah
disampaikan. Untuk itu, pandanglah siswa-siswa anda secara merata tapi jangan
berlebihan, gunanya pandangan mata, seorang guru adalah untuk menarik perhatian
dan minat belajar siswa.
5.
Perpindahan Posisi Guru
Perpindahan posisi
guru dalam ruang kelas dapat membantu dalam menarik perhatian anak didik, dapat
pula meningkatkan kepribadian guru dan hendaklah selalu diingat oleh guru,
bahwa perpindahan posisi itu jangan dilakukan secara berlebihan. Bila dilakukan
berlebihan guru akan kelihatan terburu-buru, lakukan saja secara wajar agar
siswa bias memperhatikan. Perpindahan posisi dapat dilakukan dari muka ke
bagian belakang, dari sisi kiri ke sisi kanan, atau diantara anak didik dari
belakang kesamping anak didik. Dapat juga dilakukan dengan posisi berdiri
kemudian berubah menjadi posisi duduk dan diam di tempat lalu berjalan-jalan
mengelilingi siswa dan sebagainya. Yang penting dalam perubahan posisi itu
harus ada tujuannya, dan tidak sekedar mondar-mandir dan seorang guru janganlah
melakukan kegiatan mengajar dengan satu posisi, misalnya saja saat menerangkan
guru hanya berdiri didepan kelas saja atau duduk dikursi saja, tanpa ada
pergantian atau variasi ini bisa menimbulkan kebosanan siswa.
Guru melakukan
pergantian posisi, sebaiknya jangan kaku atau kikuk, lakukan saja secara bebas
dan wajar bisa menarik perhatian siswa, jika guru kaku dalam bergerak ini bisa
menjemukan siswa. Dan bila variasi dilakukan secara berlebihan itu juga bisa
mengganggu perhatian siswa atau konsentrasi siswa terhadap pelajaran.Maka dari
itu gunakanlah variasi posisi ini secara wajar dan sesuaikan dengan tujuan,
tidak sekedar mondar-mandir.
6.
Model-Model Belajar
Dalam melaksanakan
variasi gaya mengajar, guru hendaknya
memperhatikan dan memahami gaya
atau model-model belajar siswanya, supaya siswa termotivasi, bersemangat dan
berminat dalam belajar. Adapun model-model belajar ada tiga macam, yaitu[15]
:
a. Visual
Bagi pelajar
visual, belajar yang efektif adalah dengan menggunakan "gambaran
keseluruhan" (melakukan tinjauan umum), yakni dengan membaca bahan
pelajaran secara sekilas. Cirri-ciri pelajar visual :
1)
Teratur, memperhatikan segala sesuatu
2)
Mengingat dengan gambar, grafik dan warna
untuk meningkatkan memorinya
Dari ciri-ciri
diatas, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyajikan bahan pelajaran,
guru harus bisa menggunakan gambar, warna, untuk menumbuhkan minat belajar
siswa dan meningkatkan memori siswa terhadap bahan tersebut. Gaya mengajar guru yang mudah mempengaruhi
siswa ini adalah kontak pandang, perpindahan posisi dan eksperimen wajah.
b. Auditorial
Bagi pelajar
auditorial, belajar yang efektif adalah dengan mendengar. Untuk itu guru disaat
menerangkan dituntut untuk menggunakan variasi, pemusatan, perhatian dan
kesenyapan memudahkan dan meningkatkan perhatian siswa dalam belajar. Ciri-ciri
siswa auditorial adalah :
1)
Perhatiannya mudah terpecah
2)
Berbicara dengan pola berirama
3)
Belajar dengan cara mendengar
4)
Berdialog secara internal dan eksternal
c. Kinestetik
Bagi pelajar
kinestetik, belejar yang efektif adalah dengan melibatkan diri langsung dengan
aktifitasnya, jadi merekacenderung pada eksperimen (gerak). Ciri-ciri siswa
kinestetik adalah :
1)
Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan
saat membaca
2)
Mengingat sambil melihat langsung
Di sini guru
dianjurkan melibatkan siswa saat proses belajar mengajar berlangsung,
menggunakan metode eksperimen, bahasa tubuh guru hendaknya bervariasi, supaya
menarik perhatian siswa dan mempermudah pemahaman siswa terhadap materi
tersebut
BAB III
KESIMPULAN
Variasi
mengajar sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar . Komponen-komponen
variasi mengajar seperti variasi gaya
mengajar, variasi media, dan bahan ajaran dan variasi interaksi, mutlak dikuasi
oleh guru untuk menggairahkan belajar anak didik dalam waktu relatif lama dalam
suatu pertemuan kelas.
Keterampilan
mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar akan meliputi tiga aspek,
yaitu variasi dalam gaya
mengajar, variasi dalam menggunakan media dan bahan pengajaran, dan variasi
dalam interaksi antara guru dan siswa. Apabila ketiga komponen tersebut
dikombinasikan dalam penggunaannya atau secara integrasi, maka akan
meningkatkan perhatian siswa, membangkitkan keinginan dan kemampuan belajar.
Keterampilan dalam mengadakan variasi ini lebih luas penggunaannya daripada
keterampilan lainnya, karena merupakan keterampilan campuran atau diinegrasikan
dengan keterampilan yang lain. Misalnya, cariasi dalam memberikan penguatan, variasi
dalam memberi pertanyaan, dan variasi dalam tingkat kognitif.
Tecapainya
tujuan pembelajaran tersebut bila setiap siswa mencapai penguasaan terhadap
materi yang diberikan dalam suatu pertemuan kelas. Indikator penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran adalah terjadinya perubahan di dalam diri siswa.
Jadi, perhatian adalah masalah yang tidak bias dikesampingkan dalam konteks
pencapaian tujuan pembelajaran.
Guru
yang bijaksana adalah guru yang pandai menempatkan diri dan pandai mengambil
hati siswa. Dengan sikap ini siswa merasa diperhatikan oleh guru. Siswa selalu
ingin dekat dengan guru. Ketiadaan guru barang sehari di sekolah tidak jarang
dipertanyakan. Siswa merasa rindu untuk selalu dekat di sisi guru. Guru seperti
itu biasanya karena gaya
mengajarnya dan pendekatannya yang sesuai dengan psikologis siswa. Variasi
mengajarnya mempunyai relevansi dengan gaya
belajar siswa. Di sela-sela penjelasan selalu diselingi humor dengan pendekatan
yang edukatif, jauh dari sikap permusuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir Munsyi. (1995).
Definisi Gaya Mengajar. Bandung. Rosda Karya
Abu. Ahmadi H. 1991.
Psikologi Sosial. Rineka Cipta
Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas
Drs Syaiful Bahri Djamara dan Drs
Aswan Zain; Strategi Belajar Mengajar,
:Penerbit Rhineka Cipta, Cetakan ke tiga , Agustus 2006, Jakarta
Hamalik, O, Psikologi Belajar dan Mengajar, Sinar Baru, 1992
Kunandar, 2007,
Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan
Sukses dalam Sertifikasi guru), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nurhasnawati,
2004. Strategi Pembelajaran Mikro, Pekanbaru: Fakultas Tarbiyah.
Sardiman, A. M.
(2004). Interaksi dan motivasi
belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali.
Suyanto.
(2007). Tantangan profesional guru di era global. UNY. Yogyakarta.
Syaiful Bahri
Djamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Eduktif, Jakarta:
PT.Rineka Cipta, 2000
Udin, Wina
Putra, M.A, dkk, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Universitas
Terbuka, 2004
Usman, Mohd. Uzer, 2008. Menjadi Guru Profesional (Edisi kedua), Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Zainal Abidin S, Ibnu Mas'ud. 2000 Fiqh
Madzhab Syafi'i Edisi Lengkap Mu'amalah, Munakahat, Jinayah. Bandung: PT. Pustaka Setia
Zaini. Drs.
Syahminan, 1984. Mengenal Manusia
Lewat Al Qur’an. Surabaya
: PT. Bina Ilmu.
[2] Sardiman, A. M. Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Rajawali Press. Jakarta. 2005. hal. 7
[3] Tjipto Utomo dan Kees Ruijter. Peningkatan dan pengembangan pendidikan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2004, hal. 145
[4] Depdiknas. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas. Jakarta. 2005, hal. 7
[5]
Usman, Mohd. Uzer, Menjadi Guru
Profesional (Edisi kedua), PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. 2008, hal. 88
[7] Abdul Qadir Munsyi. Definisi
Gaya Mengajar. Rosda Karya, Bandung,
1995, hal. 74
[11] Zainal Abidin S, Ibnu Mas'ud. Fiqh Madzhab Syafi'i Edisi
Lengkap Mu'amalah, Munakahat, Jinayah. PT. Pustaka Setia, Bandung. 2004, hal. 222
[12] Syaiful Bahri Djamara dan Aswan
Zain; Strategi Belajar Mengajar, Penerbit
Rhineka Cipta, Cetakan ke tiga , Agustus 2006, Jakarta, hal. 89
[13] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Eduktif, PT.Rineka
Cipta, Jakarta, 2000, hal. 77
[14] Kunandar, Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, dan Sukses dalam Sertifikasi guru), Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta. 2007, hal 113
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih