BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
Lingkup mikro pendidikan diwujudkan melalui proses belajar mengajar di dalam
kelas maupun di luar kelas. Proses ini berlangsung edukatif. Melalui proses
belajar mengajar inilah peserta didik akan mengalami proses perkembangan kearah
yang lebih baik dan bermakna agar hal
tersebut dapat terwujud maka diperlukan suasana proses belajar mengajar yang
kondusif bagi peserta didik dalam melampaui tahapan-tahapan belajar secara
bermakna dan efektif sehingga menjadi pribadi yang percaya diri, inovatif dan
kreatif (Surya, 1992: 179).
Untuk meningkatkan mutu pendidikan,
pemerintah memperbaiki dan mengubah kurikulum yang digunakan di sekolah. Saat
ini diluncurkan Kurikulum 2006 yang menggantikan Kurikulum 2004, padahal belum
semua sekolah dapat melaksanakan Kurikulum 2004. Akan tetapi apapun jenis dan
nama kurikulum yang digunakan, keberhasilan pembelajaran di sekolah bergantung
pada implementasinya dalam pembelajaran oleh guru. Guru merupakan faktor yang
berpengaruh sangat besar dalam proses belajar mengajar, bahkan sangat
menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.
Pendidikan adalah proses memproduksi sistem nilai dan
budaya kearah yang lebih baik, antara lain dalam pembentukan kepribadian,
keterampilan dan perkembangan intelektual siswa. Dalam lembaga formal proses
reproduksi nilai dan budaya ini dilakukan terutama dengan mediasi proses
belajar mengajar sejumlah mata pelajaran di kelas. Salah satu mata pelajaran
yang turut berperan penting dalam pendidikan wawasan, keterampilan dan sikap
ilmiah sejak dini bagi anak adalah mata pelajaran IPA. Ilmu Pengetahuan Alam
adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala
isinya.
sains merupakan cara mencari tahu
tentang alam sekitar secara sistematis untuk mengusai pengetahuan, fakta-fakta,
konsep-konsep,
prinsip-prinsip, proses penemuan,
dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains bermanfaat bermanfaat bagi siswa
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan sains menekankan
pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan
kompetensi agar siswa memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains
diarahakan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Idealnya,
pembelajaran sains digunakan sebagai wahana bagi siswa untuk menjadi ilmuwan,
terutama siswa Sekolah Dasar. Melalui pembelajaran sains di sekolah siswa
dilatih berpikir, membuat konsep ataupun dalil melalui pengamatan, dan
percobaan.
Berdasarkan hal tersebut, tergambar
jelas tugas yang harus diemban guru-guru di sekolah dasar. Untuk mewujudkan
keinginan pembelajaran di Sekolah Dasar yang tertuang di dalam kurikulum, para
guru mengemban amanat yang sangat besar. Untuk mencapai pembelajaran yang
diinginkan kurikulum, guru harus mampu menjadi fasilitator dalam pembelajaran
Sains, dan mampu menciptakan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan siswanya. Dalam pembelajaran, guru harus sebnyak mungkin melibatkan
peserta didik secara aktif agar siswa mampu bereksplorasi untuk membentuk
kompetensi dengan menggali berbagai potensi, dan kebenaran ilmiah.
Belajar bukan hanya bergantung pada lingkungan atau
kondisi belajar melainkan juga pengetahuan awal siswa. Pengetahuan ini tidak
dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif
dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Hal ini sejalan dengan
pendapat Piaget yang mengatakan bahwa belajar merupakan proses adaptasi
terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses bergabungnya
stimulus ke dalam struktur kognitif. Bila stimulus baru tersebut masuk ke dalam
struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi yang
disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah.
Guru sebagai ujung tombak yang
menentukan keberhasilan pendidikan dan pengajaran di sekolah, sepertinya belum
dapat mengantisipasi keadaan dan keperluan siswa. Sebagian guru SD masih
menggunakan pembelajaran pola lama, yaitu proses pembelajaran satu arah yang
didominansi oleh guru melalui metode ceramah dan masih kurang melibatkan siswa
untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam pembelajaran, guru hanya
bersikap sebagai pelaksana tugas dalam pembelajaran, bukan memberikan
pengalaman belajar yang bermakna kepada siswanya. Guru pun jarang menciptakan
model pembelajaran sains dengan pengamatan langsung, percobaan, ataupun
simulasi. Akibatnya, sains dianggap sebagai pelajaran hafalan. Padahal,
pembelajaran sains dapat menjadi wahana bagi siswa untuk berlatih menjadi
ilmuwan, mengembangkan menumbuhkan motivasi, inovasi, dan kreativitas sehingga
siswa mampu menghadapi masa depan yang penuh tantangan melalui penguasaan
sains. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru tidak boleh mendominasi
pembelajaran di dalam kelas, dengan menganggap siswa tidak memiliki pengetahuan
awal. Siswa tidak boleh dicekoki dengan hafalan, melalui transfer hal-hal yang
tercantum dalam buku teks. Akan tetapi, siswa harus dilatih berpikir dan
membuat konsep berdasarkan pengamatan dan percobaan. Jika siswa memberi infut,
guru harus mau menerimanya dan jangan memutus proses eksplorasi berfikir siswa
hanya karena tidak sesuai dengan buku pegangan. Untuk menjadi ilmuwan ataupun
untuk belajar diperlukan independensi berfikir. Oleh karena itu, guru
seharusnya kreatif dan inovatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
sehingga mampu memenuhi keperluan pembelajaran untuk setiap siswanya.
Dengan demikian jelas bahwa tahap berpikir anak usia SD harus dikaitkan
dengan hal-hal nyata dan pengetahuan awal siswa yang telah dibangun mereka
dengan sendirinya.
Sehubungan dengan hal tersebut
metode mengajar yang digunakan oleh guru hendaknya bervariasi sesuai dengan
tujuan dan materi yang diajarkan. Dengan metode yang bervariasi inilah siswa
akan begairah dalam belajar secara inovatif dan kreatif. Metode yang digunakan
dalam interaksi belajar mengajar merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
dan kelancaran proses pembelajaran.
Usaha untuk meningkatkan pemahaman siswa memerlukan
metode yang efektif dan efisien. Selain itu, diperlukan pula media pembelajaran
yang tepat sehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang diharapkan. Dalam proses
belajar mengajar, media memiliki peran yang sangat penting menunjang
tercapainya tujuan pembelajaran. Penerapan metode demonstrasi dengan
menggunakan media audio visual dalam pembelajaran mengenai sistem tata surya
diharapkan membangkitkan rasa ingin tahu dan minat siswa serta motivasi untuk
belajar, juga dapat mempermudah siswa dalam memahami materi dan informasi yang
disampaikan. Dengan demikian, penerapan metode demonstrasi dengan menggunakan media
audio visual diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai tata surya pada
siswa kelas VI.
Pada pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam tentang Tata Surya menunjukkan hasil belajar yang kurang memuaskan.
Sebagian besar siswa memperoleh nilai di bawah standar ketuntasan belajar
minimal yang sudah ditentukan.
B. Identifikasi Masalah
Selama
proses pembelajaran berlangsung , sebagian besar siswa kurang bersemangat
mengikutinya, dan ketika diberikan soal-soal latihan mereka mengalami kesulitan
dalam mengerjakannya, hal ini terjadi karena para siswa belum memahami materi
pelajaran yang telah dikelaskan oleh guru.
Hasil tes
yang diperoleh dari jumlah siswa sebanyak 43, hanya 17 siswa yang mendapatkan
nilai di atas 6 atau sekitar 42 %. Siswa yang mendapat nilai di bawah 6 sebanyak
25 siswa atau sekitar 58 %. Hasil tes ini tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan karena masih di bawah standar ketuntasan minimal, hal ini
mengisyaratkan bahwa tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran masih rendah.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka penulis mencoba untuk mengidentifikasi faktor
penyebab kurang berhasilnya proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan
sehingga hasil belajar siswa rendah. Ada
beberapa masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran, yaitu :
1. Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran hal ini dapat dilihat dari hasil tes yang masih di bawah
standar KKM;
2. Teknik pembelajaran mengenai sistem tata
surya kurang bervariasi;
3. Siswa kurang termotivasi untuk mengikuti
pelajaran.
C. Analisis
Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan,
penulis mencoba menganalisis penyebab rendahnya hasil belajar siswa,
diantaranya :
1. Mengapa hasil belajar siswa rendah ?
2.
Mengapa
penguasaan materi pelajaran siswa dalam proses pembelajaran rendah ?
3. Mengapa siswa kurang termotivasi dalam mengikuti
pelajaran?
D. Rumusan
Masalah
Berdasarkan analisis masalah di atas, maka yang
akan menjadi fokus perbaikan pembelajaran adalah :
1.
Apakah penerapan metode demonstrasi dengan menggunakan media audio
visual dapat meningkatkan pemahaman mengenai sistem tata surya pada siswa kelas 6 ?
E. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian
tindakan kelas yang terdapat
pada rumusan masalah di atas, maka
penelitian ini bertujuan :
1. Untuk meningkatkan pemahaman mengenai sistem
tata surya pada siswa kelas 6 melalui penerapan metode demonstrasi dengan
menggunakan media audio visual.
F. Manfaat
perbaikan
1. Manfaat
bagi siswa, untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai sistem tata surya.
2. Manfaat
bagi guru, untuk mengembangkan potensi guru dalam pembelajaran IPA dengan
menerapkan metode demonstrasi dengan menggunakan media audio visual.
3. Manfaat
bagi sekolah, untuk meningkatkan kwalitas pendidikan dasar.
Untuk mendapatkan file silahkan klik : Download
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih