INOVASI PADA DIMENSI PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN
FISIKA DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A.
PENDAHULUAN
Dalam perjalanan sejarah, kurikulum pendidikan nasional kita telah
mengalami perubahan, dimulai dari kurikulum 1947, kurikulum 1952, kurikulum
1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum
2004, dan kurikulum 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan oleh kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis disertai
berbagai inovasi sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat.
Semua perubahan kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang
sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perubahan kurikulum
tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena
dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai
untuk memajukan pendidikan nasional kita.
Di dalam http://www.jambiekspres.co.id/index.php/guruku/858 diungkapkan
bahwa perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin
dicapai dapat diuraikan seperti berikut
ini.
1. Kurikulum 1947
Kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat
itu, kurikulum pendidikan di Indonesia
masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya
meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh
dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana
kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan
maka pendidikan sebagai development conformism, bertujuan untuk
membentukan karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia
mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran
Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan
nasional. Hal yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini
bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia.
Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok
pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan
jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa
pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,
moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik
yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan
efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen,
yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan
tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik, karena pendidik
dibebani kesibukan menulis rincian mengenai apa yang akan dicapai dalam setiap
kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengutamakan penerapan pendekatan proses (process skill
approach), tetapi faktor pencapaiian tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi peserta didik ditempatkan
sebagai subjek belajar, mereka digiring untuk melakukan berbagai keterampilan
proses (dari keterampilan proses dasar sampai kepada keterampilan proses
terintegrasi) melalui “Cara Belajar Peserta didik Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Kurikulum
1984 berorientasi kepada tujuan
instruksional dengan berdasar pada pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar
kepada peserta didik dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai peserta didik.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilakspeserta
didikan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan
mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan
yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi peserta didik untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan
soal dan pemecahan masalah.
8. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance
yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu
pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi
yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum
berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran yang berorientasi
kepada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara individual
maupun klasikal.
9. Kurikulum 2006
(KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi
isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh peserta didik hingga
teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang
paling menonjol adalah pendidik lebih diberikan kebebasan untuk merencpeserta
didikan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi peserta didik serta
kondisi di mana sekolah berada. Hal ini disebabkan oleh karangka dasar (KD),
standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar
(SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran,
seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah)
dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Melalui implementasi KTSP diharapkan agar fungsi dan tujuan pendidikan
nasional dapat terwujud. Pada pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 (UUSP Tahun 2003) dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Berkenaan fungsi dan tujuan pendidikan nasional kita, pada bagian “penjelasan”
UUSPN Tahun 2003 tercantum Visi dan Misi pendidikan nasional sebagai bagian
dari strategi pembaruan sistem pendidikan. Adapun Visi Pendidikan Nasional adalah terwujudnya
sistem pendidikan sebaga pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga Negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan Misi Pendidikan
Nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) membantu dan
memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik bangsa secara utuh sejak usia
dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (3)
meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (4) meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global; dan (5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka cukup beralasan jika semua oknum yang
terlibat langsung dalam pengelolaan sistem pendidikan harus melakukan berbagai
inovasi dalam melakspeserta didikan tugas dan tanggung jawabnya. Inovasi adalah
suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia,
yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau
kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru tersebut dapat berupa hasil invensi
atau discoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memecahkan masalah (Udin Syaefudin Sa’ud, 2009).
Pendidik sebagai salah oknum yang dibebani tugas dan tanggung jawab
utama untuk melaksanankan pembelajaran hendaknya mampu melakukan berbagai
inovasi pada setiap dimensi pembelajaran (dimensi perencanaan pembelajaran,
dimensi pelaksanaan pembelajaran, dan dimensi penilaian pembelajaran). Papa
dimensi perencanaan pembelajaran sesungguhnya sudah tergambar aspek-aspek yang
tercakup pada dimensi pelaksanaan pembelajaran dan dimensi penilaian
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam makalah akan diungkapkan inovasi pada
dimensi perencanaan pembelajaran dalam implementasi kurikulum tingkat satuan
pendidikan bagi pendidik mata pelajaran fisika pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
B. PEMBAHASAN
Fisika adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mendasari
perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Salah satu
ciri mata pelajaran Fisika adalah adanya kerjasama antara
eksperimen dan teori. Teori dalam Fisika tak lain adalah pemodelan ilmiah
terhadap berbagai dasar dan kebenarannya harus diuji dengan eksperimen. Ciri
Fisika ini dikenal sebagai metode ilmiah. Dalam permasalahan yang alamiah
seringkali memerlukan keterpaduan berbagai komponen sebagai dasar logika
deskripsi permasalahan yang ada (Dirjen Pendidikan Menengah dalam Rosita
Budi Indrayanti, 2006).
Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika
material melalui penemuan piranti
mikroelektronika dengan ukuran yang sangat kecil, tetapi mampu memuat banyak
informasi. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan
pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam.
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara
optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika. Oleh karena itu, peserta
didik pada setiap jenjang pendidikan hendaknya memiliki pengetahuan tentang
fisika.
Di dalam buku Petunjuk Teknis
Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus SMA / MA Mata Pelajaran Fisika
(BSNP, 2006) dinyatakan bahwa mata pelajaran Fisika di SMA dikembangkan dengan
mengacu pada pengembangan Fisika yang ditunjukkan untuk mendidik peserta didik
agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berpikir taat asas.
Hal ini didasari oleh tujuan Fisika, yakni mengamati, memahami dan
memanfaatkan gejala-gejala alam yang
melibatkan zat (materi) dan energi.
Kemampuan observasi dan eksperimentasi ini lebih ditekankan pada melatih
kemampuan berpikir dan bernalar eksperimental yang mencakup tata laksana
percobaan dengan mengenal peralatan yang digunakan dalam pengukuran baik di
dalam laboratorium maupun di alam sekitar kehidupan peserta didik.
Selanjutnya, dengan didukung kemampuan
matematis yang dimiliki, peserta didik dilatih untuk mengembangkan kemampuan
berpikir dan bernalar yang taat asas. Kemampuan berpikir dan bernalar ini
dilatihkan melalui pengelolaan data yang akurat, yang kebenarannya tidak
diragukan lagi untuk selanjutnya dengan menggunakan perangkat matematis dibangunlah
konsep, prinsip, hukum dan teori. Untuk melengkapi pemahaman yang lebih utuh
tentang Fisika, maka perlu diperkenalkan pula postulat. Melalui konsep,
prinsip, hukum, teori dan postulat ini dirumuskan materi pemersatu dalam Fisika
(unifying conceptual).
Beberapa deskripsi keadaan diantaranya
yang dapat dianggap sebagai materi pemersatu adalah deskripsi keadaan gerak
(kinematika translasi dan rotasi), deskripsi interaksi mekanik (hukum Newton, gerak translasi
dan rotasi, energi, momentum linier, momentum sudut). Konsep kerja sebagai
upaya menampilkan deskripsi interaksi dan perubahan energi. Adapun konsep daya
yang merupakan besaran laju perubahan energi melalui gaya dan impuls adalah deskripsi interkasi
yang menyatakan perubahan momentum.
Untuk deskripsi keadaan mikroskopis yang digunakan sebagai materi pemersatu antara lain konsep gelombang
yang menyatakan deskripsi keadaan atomis. Deskripsi mengenai partikel identik
menghasilkan prinsip Pauli sedangkan deskripsi interaksi kelistrikan dan interaksi kemagnetan serta medan elektromagnet mampu
mengubah pandangan Fisika ke arah yang lebih rumit dan menarik perhatian banyak
pihak.
Sejalan dengan uraian di depan, keilmuan
Fisika mencakup perangkat keilmuan, perangkat pengamatan, dan perangkat
analisis. Keempat perangkat tersebut bersinergi satu sama lain dalam membangun
konsep, prinsip, teori, dan hukum Fisika. Selanjutnya untuk memperoleh
pemahaman mengenai keutuhan Fisika SMA juga diperkenalkan adanya
postulat-postulat sederhana.
Perangkat keilmuan mencakup obyek telaah
Fisika yang meliputi: zat, energi, gelombang dan medan. Sedangkan telaah keilmuan mencakup
bangunan ilmu yang meliputi: mekanika, termofisika, gravitasi, optika,
kelistrikan dan kemagnetan, Fisika atom dan inti
Perangkat pengamatan mencakup perangkat
untuk melakspeserta didikan observasi untuk menelaah fenomena obyek dan
kejadian fisis pada daerah makroskopis maupun mikroskopis. Perangkat ini
mencakup alat ukur besaran fisis dan tata kerja dalam pelaksanaan eksperimen.
Dalam kaitan ini disamping pemahaman alat ukur secara benar, diperlukan pula
tata kerja dalam pelaksanaan eksperimen.
Perangkat
analisis merupakan perangkat dalam melakspeserta didikan perhitungan terhadap
hasil pengukuran. Perangkat ini meliputi
penguasaan matematis di kalangan peserta didik baik penguasaan trigonometri,
aljabar, geometri bidang dan ruang sebagai upaya menelaah bangun ilmu secara
akurat.
Pada bagian lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi setiap mata
pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bawa fisika
pada satuan pendidikan SMA/MA dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata
pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan
bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan sebagai
wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan
masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran fisika perlu
diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik
pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih
tinggi serta mengembangkan ilmu dan
teknologi. Pembelajaran fisika dilakspeserta didikan secara inkuiri ilmiah
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (BSNP, 2006)
Pada bagian yang sama dinyatakan bahwa mata pelajaran
fisika di SMA/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal:
(1) membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2) memupuk
sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif,
terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain; (3) mengembangkan
pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis
melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan,
mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara
lisan dan tertulis; (4) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir
analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika
untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara
kualitatif maupun kuantitatif; dan (5) menguasai konsep dan prinsip fisika
serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri
sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk dapat mencapai tujuan mata pelajaran fisika pada satuan pendidikan
SMA/MA, maka pendidik mata pelajaran fisika harus melakukan inovasi pada setiap
dimensi pembelajaran fisika. Namun sebelum itu, terlebih dahulu dikemukakan
secara singkat mengenai “apa sesungguhnya pembelajaran itu ?”.
Terdapat beberapa pengertian mengenai pembelajaran, antara lain: (1) kegiatan
peserta didik yang direncpeserta didikan oleh pendidik untuk dialami peserta
didik selama kegiatan belajar-mengajar (Mulyati Arifin, 2000); (3) pembelajaran
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik sedemikian rupa, sehingga
tingkah laku peserta didik menjadi berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2002);
dan (3) pembelajaran ádalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (UUSPN Tahun 2003, pasal 1).
Pengertian tersebut di atas nampaknya masih bersifat umum. Haryanto (dalam Basuki Dwi Sulistyo,
2007) mengemukakan pengertian pembelajaran yang bersifat khusus, menurut
pandangan dari beberapa teori belajar, yaitu: (1) pembelajaran adalah suatu
usaha pendidik membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan
lingkungan, agar terjadi hubungan dengan subjek belajar serta perlu diberikan reinforcement
(hadiah) untuk meningkatkan motivasi kegiatan belajar (teori
behavioristik); (2) pembelajaran adalah cara pendidik memberikan kesempatan
kepada si belajar untuk berpikir agar memahami apa yang dipelajari (teori
kognitif); (3) pembelajaran adalah usaha pendidik memberikan mata pelajaran
sedemikian rupa sehingga peserta didik lebih mudah mengaturnya menjadi suatu
Gestalt atau pola bermakna, sehingga bantuan pendidik diperlukan untuk
mengaktualkan potensi yang terdapat pada diri peserta didik (teori Gestalt);
dan (4) pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada si belajar untuk
memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan
kemampuannya (teori Humanistik).
Berkenaan dengan pengertian pembelajaran, Darsono (2002) mengemukakan
beberapa ciri-ciri pembelajaran, yaitu: (1) pembelajaran dilakukan secara sadar
dan direncpeserta didikan secara sistematis; (2) pembelajaran dapat menumbuhkan
perhatian dan motivasi peserta didik dalam belajar; (3) pembelajaran dapat
menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi peserta didik; (4)
pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menyenangkan
bagi peserta didik; dan (5) pembelajaran dapat membuat peserta didik siap
menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan perencanaan, baik
tertulis maupun tidak tertulis. Dari beberapa pengertian tentang perencanaan,
Husaini Usman (2008) menyimpulkan bahwa perencanaan adalah kegiatan yang akan
dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan. Ia melanjutkan bahwa
dari definisi perencanaan tersebut, perencanaan mengandung unsur: (1) sejumlah
kegiatan yang ditetapkan sebelumnya; (2) adanya proses; (3) hasil yang ingin
dicapai; dan (4) menyangkut masa depan dalam waktu tertentu.
Berkenaan dengan implementasi
KTSP, di mana tenaga pendidik diberi kewenangan atau otonomi penuh untuk
melakukan perencanaan pembelajaran terhadap mata pelajaran yang diampunya sesuai
dengan lingkungan dan kondisi peserta didik serta kondisi di mana sekolah
berada. Selain program tahunan (prota) dan Program semester (prosem), dimensi perencanaan
proses pembelajaran fisika yang harus memiliki nuansa inovasi. Perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi
dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil
belajar, dan sumber belajar (BSNP, 2007)
1. Inovasi pada Penyusunan Silabus Mata Pelajaran
Fisika
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya
menjawab pertanyaan-pertanyaan: (1) apa kompetensi yang harus dicapai peserta
didik yang dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi
pokok; (2) bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam pengalaman belajar
beserta alokasi waktu dan alat sera sumber belajar yang diperlukan; dan (3)
bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan penyusunan
indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai
(Puskur, 2006).
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa silabus sebagai
acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK,
KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan
oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat
dilakukan oleh para pendidik secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah
sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Pendidik Mata
Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Pendidik (PKG), dan Dinas Pendidikan.
Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung
jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen
yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
a. Prinsip
Pengembangan Silabus
Terlepas dari siapa yang mengembangkan silabus, di
dalam buku Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus SMA
/ MA Mata Pelajaran Fisika (BSNP, 2006) dinyatakan bahwa dalam pengembangan
silabus, para pengembang harus mengikuti prinsip pengembangan silabus, yaitu:
ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual,
fleksibel, serta menyeluruh.
Prinsip ilmiah mengisyaratkan bahwa Keseluruhan materi
dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Sumber-sumber yang dijadikan sebagai
rujukan dalam memilih materi dan kegiatan pembelajaran, serta penetapan
penilaian memiliki landasan teori yang sudah teruji kebenarannya. Oleh karena
itu materi pembelajaran yang masih
diperdebatkan misalnya, tidak boleh digunakan karena belum teruji kebenarannya.
Begitu pula dalam mengembangkan bahan ajar, sumber referensi yang digunakan
harus jelas dan otentik. Beberapa lembar
kerja peserta didik yang beredar disinyalir belum diverivikasi tidak boleh diimplimentasikan,
sehingga pendidik diharapkan mampu menyusun sendiri lembar kerja peserta didik
yang inovatif dengan berdasar kepada situasi dan kondisi di mana sekolah berada
dan karakterisistik peserta didik.
Prinsip relevan mengisyaratkan bahwa cakupan,
kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual
peserta didik. Pendidik secara cermat dan teliti merancang kegiatan
pembelajaran, indikator dan materi pembelajaran sesuai dengan tingkat berpikir
pesereta didik. Standar kompetensi yang berkaitan dengan mekanika di kelas X misalnya,
hendaknya dirancang lebih sederhana dibanding dengan standar kompetensi yang
hampir sama di kelas XI. Selain tingkat berpikir yang berbeda, kebutuhan dan
potensi kelas XI sudah lebih spesifik karena peserta didik ada dalam kelompok
program IPA. Dengan demikian tingkat kesukaran, cakupan dan kedalaman materi
menjadi berbeda. Perbedaan tingkat kesukaran, cakupan, dan kedalaman materi
dapat terjadi karena perbedaan sekolah berdasarkan potensi peserta didik atau
daya dukungnya. Oleh karena itu, pendidik hendaknya mampu melakukan inovasi
dalam pengembangan materi pembelajaran tanpa terpengaruh oleh pendidik dari
sekolah lain.
Prinsip sistematis mengisyaratkan bahwa komponen-komponen
silabus saling berhubungan secara
fungsional dalam mencapai kompetensi. Hubungan antara kompetensi dasar dengan
materi dan kegiatan pembelajaran serta penilaian harus sistematis dan koheren.
Pemilihan materi pembelajaran, indikator, kegiatan pembelajaran serta penilaian
harus merupakan kesatuan yang utuh. Kompetensi mengukur seperti di kelas X
dengan kegiatan pembelajaran praktik secara sistematis memerlukan penilaian
kinerja, tidak cukup hanya sebatas dengan penilaian tertulis. Begitu pula dalam
memilih materi dan membelajarkan KD 1.2 di kelas X tentang penjumlahan vektor,
pendidik perlu mengkonstruksi konsep vektor melalui tahap-tahap yang
sistematis. Pendidik perlu memperagakan beberapa contoh bentuk-bentuk vektor
yang bisa dipahami oleh peserta didik. Perlu dihindari penanaman konsep dimulai
dari definisi yang abstrak bagi peserta didik. Oleh karena itu, pendidik harus mampu
merancang materi dan kegiatan pembelajaran inovatif dengan memulainya dari
hal-hal yang konkret.
Prinsip konsisten mengisyaratkan bahwa adanya hubungan
yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi
pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian. Konsistensi
diperlukan dalam semua langkah pengembangan silabus terutama dalam kegiatan pembelajaran dan
penilaian. Sebagai contoh beberapa konsep dan prinsip penulisan hasil
pengukuran secara konsisten harus digunakan dalam semua kompetensi di semua
tingkatan kelas. Kekeliruan yang sering terjadi pendidik hanya menggunakan
prinsip penulisan hasil pengukuran pada KD 1.1 di kelas X. Angka penting tidak
lagi digunakan oleh pendidik mau pun peserta didik ketika menuliskan hasil
pengukuran melalui praktik atau latihan penyelesaian soal.
Prinsip memadai mengisyaratkan bahwa Cakupan indikator,
materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
·
Indikator harus
memadai sehingga mencapai kompetensi yang diperlukan. Keseluruhan indikator
dalam satu KD minimal harus mencapai tingkat kompetensi dalam KD, meskipun
dapat dikembangkan lebih tinggi jika kondisinya memungkinkan
·
Materi harus
memadai dari kedalaman dan keluasannya.
·
Pengalaman
belajar yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran memadai dalam keragaman
dan kekayaannya. Pengalaman aktif di kelas melalui praktik dan bersentuhan
langsung dengan objek atau miniatur objek yang dipelajari sangat disarankan
dalam mata pelajaran fisika
·
Penilaian
memadai sehingga keseluruhan indikator dan KD terukur keberhasilannya baik dari
aspek pengetahuanh, praktik, dan/atau sikap.
·
Pemanfaatan
sumber belajar harus memadai baik referensi, media atau alat yang digunakan
termasuk lingkungan sebagai sumber belajar.
Contoh pengalaman belajar yang memadai
untuk pembelajaran tentang listrik di kelas X semester 2 dapat dilakukan
melalui:
·
strategi
ekspositori di kelas dalam kegiatan tatap muka,
·
kegiatan praktik
dalam kegiatan tatap muka atau tugas terstruktur, dan
·
kegiatan
eksplorasi lingkungan atau melalui jelajah internet dalam kegiatan tugas
mandiri tidak terstruktur.
Cakupan indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang
pencapaian kompetensi dasar.
·
Indikator harus
memadai sehingga mencapai kompetensi yang diperlukan. Keseluruhan indikator
dalam satu KD minimal harus mencapai tingkat kompetensi dalam KD, meskipun
dapat dikembangkan lebih tinggi jika kondisinya memungkinkan
·
Materi harus
memadai dari kedalaman dan keluasannya.
·
Pengalaman
belajar yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran memadai dalam keragaman
dan kekayaannya. Pengalaman aktif di kelas melalui praktik dan bersentuhan
langsung dengan objek atau miniatur objek yang dipelajari sangat disarankan
dalam mata pelajaran fisika
·
Penilaian
memadai sehingga keseluruhan indikator dan KD terukur keberhasilannya baik dari
aspek pengetahuanh, praktik, dan/atau sikap.
·
Pemanfaatan
sumber belajar harus memadai baik referensi, media atau alat yang digunakan
termasuk lingkungan sebagai sumber belajar.
Contoh pengalaman belajar yang memadai
untuk pembelajaran tentang listrik di kelas X semester 2 dapat dilakukan melalui:
·
strategi
ekspositori di kelas dalam kegiatan tatap muka,
·
kegiatan praktik
dalam kegiatan tatap muka atau tugas terstruktur, dan
·
kegiatan
eksplorasi lingkungan atau melalui jelajah internet dalam kegiatan tugas
mandiri tidak terstruktur.
Prinsip aktual dan kontekstual
mengisyaratkan bahwa cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu,
teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
Penggunaan materi yang aktual dan kontekstual dalam kegiatan pembelajaran dan
penilaian lebih memotivasi peserta didik. Hal ini disebabkan karena fakta yang
aktual yang menjadi isu publik (misalnya masalah nuklir) serta kontekstual yang
menjadi kebutuhan hidup manusia (masalah hemat energi) akan lebih menarik
menjadi bahan kajian dalam diskusi. Oleh karena masalah yang diajukan dalam
pembelajaran hendaknya mampu mengembangkan pikiran-pikiran inovatif dari
peserta didik dalam rangka penyelesaiannya.
Prinsip fleksibel mengisyaratkan bahwa
keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik,
pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan
masyarakat. Variasi peserta didik yang berbeda gaya belajar (misalnya kinestetik, visual-verbal,
atau interpersonal) dapat diakomodasi dalam bentuk kegiatan pembelajaran yang
beragam, penilaian yang bervariasi maupun sumber belajar. Kegiatan pembelajaran dan penilaian melalui
praktik di laboratorium akan memunculkan potensi terbaik peserta didik yang
memiliki gaya
belajar psikokinetetik. Sedangkan diskusi pemecahan masalah dan latihan soal
memunculkan potensi terbaik peserta didik dengan kecerdasan verbal dan
logik-matematik. Oleh karena itu, pendidik hendaknya mampu menerapkan
model-model pembelajaran dan bentuk-bentuk penilaian hasil belajar yang
inovatif.
Prinsip menyeluruh mengisyaratkan bahwa
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif,
psikomotor). Rumusan indikator dikembangkan sebaiknya mencakup ketiga ranah
tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan inovasi dari pendidik dalam melakukan pemilihan
kegiatan maupun materi pembelajaran yang dapat menampilkan indikator
kompetensi.
b.
Langkah-langkah Pengembangan Silabus
1) Mengkaji Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi,
dengan memperhatikan hal-hal berikut
ini.
(1) urutan
berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi,
tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di pada SI;
(2) keterkaitan
antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
(3) keterkaitan
antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran;
(4) keterkaitan
dengan Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Fisika, Kelompok Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta Standar Kompetensi Lulusan
Satuan Pendidikan.
Hasil kajian terhadap SK, KD dan SKL
dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan silabus yang mencakup kegiataan
pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian. Beberapa rumusan SKL yang
terlihat lepas dari mata pelajaran fisika seharusnya diisikapi dengan merancang
silabus yang mendukung pencapaian standar kompetensi secara keseluruhan.
2)
Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi
pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut ini.
(1)
potensi peserta didik;
(2)
relevansi dengan
karakteristik daerah;
(3)
tingkat perkembangan
fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
(4)
kebermanfaatan bagi
peserta didik;
(5)
struktur keilmuan;
(6)
aktualitas, kedalaman,
dan keluasan materi pembelajaran;
(7)
relevansi dengan
kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
(8)
alokasi waktu.
Materi pelajaran fisika mencakup fakta,
konsep, prinsip atau hukum, dan prosedur. Pemilihan materi pembelajaran harus
sesuai dengan tuntutan kompetensi yang dapat diketahui melalui kata kerja
operasional yang digunakan. Misalnya kata kerja mengukur pada kompetensi 1.1
kelas X semester 1 memerlukan pemilihan materi pembelajaran prosedural.
Sedangkan kompetensi dasar mendeskripsikan perkembangan teori atom di kelas XII
semester 2 memerlukan materi pembelajaran fakta, konsep, dan prinsip. Beberapa
contoh pengukuran yang berlaku di daerah dapat dijadikan sebagai materi
pembelajaran.
3) Mengembangkan
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan
fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan pendidik,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya
dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.
Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan
pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Kegiatan pembelajaran
dirancang untuk tatap muka, kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur. Kegiatan pembelajaran harus didesain dengan metode dan
strategi yang efektif dan bervariasi sehingga peserta didik kaya akan
pengalaman belajar.
Strategi yang dapat digunakan
pada kegiatan tatap muka adalah ekspositori atau discovery-inquiry dengan
metode ceramah interaktif, diskusi kelas, demonstrasi dan lain-lain. Dalam
kegiatan tugas terstruktur dan mandiri tidak terstruktur digunakan strategi
discovery inquiry dengan metode observasi, eksperimen, penugasan, dan
lain-lain.
Dalam strategi ekspositori
peran pendidik cenderung lebih dominan. Pemilihan strategi ekpositori
berdasarkan karakteristik materi yang dominan pada konsep dan prinsip, serta
lebih abstrak. Sementara sumber belajar langsung berupa alat atau model yang
tersedia terbatas. Kompetensi dasar berkaitan dengan relativitas dan teori
kinetik gas misalnya lebih tepat menggunakan strategi ekspositori.
Strategi discovery-inquiry
memberikan pengalaman belajar lebih kaya bagi peserta didik. Peran pendidik
relatif tidak dominan, dengan menggunakan metode ekperimen, observasi,
presentasi hasil kerja individu atau kelompok, dan lain-lain. Pemilihan
strategi ini berdasarkan karakteristik kompetensi yang dituntut dominan pada
fakta dan prosedural. Kompetensi dasar berkaitan dengan mendeskripsikan
karakteristik gerak dan mengukur merupakan contoh KD yang dapat menggunakan
strategi discovery-inquiry.
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
(1) kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan
bantuan kepada para pendidik, khususnya pendidik, agar dapat melakspeserta
didikan proses pembelajaran secara profesional;
(2) kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang
harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi
dasar;
(3) penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai
dengan hierarki konsep materi pembelajaran;
(4) rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran
minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman
belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi.
Kegiatan pembelajaran dirancang dan
dikembangkan berdasarkan karakteristik kompetensi dasar, standar kompetensi,
potensi peserta didik dan daerah, serta lingkungan. Sesuai dengan karakteristik
pembelajaran mata pelajaran fisika, kegiatan pembelajaran dilakukan melalui
kegiatan keterampilan proses, meliputi eksplorasi (untuk memperoleh informasi,
fakta), eksperimen, dan pemecahan masalah (untuk menguatkan pemahaman konsep
dan prinsip).
Setiap kegiatan pembelajaran bertujuan
untuk mencapai kompetensi dasar yang dijabarkan dalam indikator dengan
intensitas pencapaian kompetensi yang beragam. Kegiatan eksplorasi (informasi
dan fakta) dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
mengkonstruksi pengetahuan sesuai tuntutan kompetensi dasar. Kegiatan
eksperimen dilakukan untuk memperkuat kompetensi yang dicapai. Sedangkan
kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan dalam diskusi kelas bertujuan untuk
menguatkan kompetensi dalam penguasaan konsep maupun prinsip sesuai dengan
kompetensi dasar.
4)
Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian
kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai
dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi
daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
Dalam merumuskan indikator perlu
diperhatikan karakteristik SK-KD melalui telaah kata kerja operasional yang
digunakan. Untuk kompetensi yang menuntut penguasaan konsep dan prinsip
menggunakan kata kerja operasional yang
sesuai dan berbeda untuk kompetensi yang menuntut kemapuan opersional atau
prosedural.
5)
Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar
peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan
kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau
produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah
sebagai berikut.
(1)
penilaian diarahkan
untuk mengukur pencapaian kompetensi;
(2)
penilaian
menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta
didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi
seseorang terhadap kelompoknya;
(3)
sistem yang direncpeserta didikan adalah sistem
penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian
hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan
yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik;
(4)
hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.
Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi
bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan,
dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria
ketuntasan;
(5)
sistem penilaian harus
disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran.
Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan
maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya
teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa
informasi yang dibutuhkan.
Jenis dan bentuk penilaian tes yang dapat
digunakan untuk menilai hasil belajar mata pelajaran fisika adalah tes tertulis
dalam bentuk uraian dan/atau pilihan ganda pada saat ulangan harian, ulangan
tengah semester, atau ulangan akhir semester. Jenis dan bentuk penilaian non
tes untuk menilai proses dan hasil belajar dalam bentuk pengamatan kinerja,
sikap, hasil karya atau produk, atau laporan hasil praktik.
6)
Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada
setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu
mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar,
keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi
dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan
dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar
yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Alokasi
waktu per semester untuk mata pelajaran fisika kelas X (sepuluh) berjumlah
minimal 36 jam pelajaran yang diperoleh dari alokasi waktu 2 jam pelajaran per
minggu dikalikan 18 minggu efektif dalam satu semester. Alokasi waktu per
semester untuk mata pelajaran fisika kelas XI (sebelas) dan XII (duabelas)
minimal berjumlah 72 jam pelajaran yang diperoleh dari alokasi waktu 4 jam
pelajaran per minggu dikalikan 18 minggu efektif dalam satu semester.
7) Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek
dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media
cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan
budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi.
Bahan ajar disusun dan dikembangkan oleh pendidik
sebagai acuan kegiatan peserta didik maupun materi yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran. Penentuan bahan ajar didasarkan pada standar kompetensi,
kompetensi dasar dan kegiatan pembelajaran baik dalam bentuk cetak maupun non
cetak. Bahan ajar cetak dapat berupa buku, modul, lembar kerja, hands out,
foto, atau gambar. Bahan ajar non cetak dalam bentuk VCD, CD interaktif, atau
bahan presentasi.
Pemilihan alat dan media untuk kegiatan
pembelajaran disesuaikan dengan tuntutan kompetensi, karakteristik satuan
pendidikan, dan kebutuhan peserta didik. Prioritas pemilihan alat dan media
dilakukan guna mendukung pencapaian kompetensi peserta didik secara optimal.
Alat dan media pembelajaran fisika dapat memanfaatkan alat di laboratorium atau
alat peraga yang tersedia maupun alat peraga yang dikembangkan pendidik/peserta
didik secara inovasi.
c. Format dan Contoh Silabus
Dalam penyusunannya, silabus sekurang-kurangnya memuat
komponen berikut ini.
·
Identitas
Silabus
·
Standar
Kompentensi
·
Kompetensi Dasar
·
Materi
Pokok/Pembelajaran
·
Kegiatan
Pembelajaran
·
Indikator
·
Penilaian
·
Alokasi Waktu
·
Sumber Belajar
Komponen-komponen
silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam contoh format silabus secara
horisontal atau vertikal sebagai berikut.
Format 1: Horizontal
SILABUS
Sekolah :
...............................
Kelas :
...............................
Mata Pelajaran
: ...............................
Semester :
...............................
Standar Kompetensi :
...............................
Kompetensi
Dasar
|
MateriPokok /
Pembelajaran
|
Kegiatan
Pembelajaran
|
Indikator
|
Penilaian
|
Alokasi
Waktu
|
Sumber
Belajar
|
||
Teknik
|
Bentuk
Instrumen
|
Contoh
Instrumen
|
||||||
1.1.
|
Format
2: Vertikal
SILABUS
Nama
Sekolah :....................................
Mata
Pelajaran :....................................
Kelas/Semester :....................................
1. Standar Kompetensi :
......................
2.
Kompetensi Dasar : ......................
3.Materi
Pokok/Pembelajaran :
......................
4.
Kegiatan Pembelajaran :
.......................
5.
Indikator :
.......................
6.
Penilaian :
.......................
7.
Alokasi Waktu :
.......................
8.
Sumber Belajar :
.......................
Contoh
Silabus:
SILABUS
Nama Sekolah :
SMP XXX
Mata Pelajaran :
IPA-Fisika
Kelas/Semester :
VII/1
1. Standar Kompetensi : Memahami
prosedur ilmiah untuk mempelajari
benda-benda alam dengan menggunakan peralatan
2. Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan
besaran pokok dan besaran turunan beserta satuannya
3.Materi Pokok/Pembelajaran : Besaran dan Satuan
4. Kegiatan Pembelajaran :
a. Berdiskusi untuk dapat menunjukkan pengertian
besaran pokok dan besaran turunan.
b. Berdiskusi untuk dapat mengelompok besaran
pokok dan besaran turunan beserta satuannya.
c. Berdiskusi untuk dapat menunjukkan definisi
besaran-besaran pokok.
d. Berdiskusi untuk dapat menemukan satuan
besaran turunan berdasarkan rumus
besaran tersebut.
e. Berdiskusi untuk dapat mengkonversi nilai
satuan besaran pokok dan besaran turunan.
f. Berdiskusi untuk dapat menemukan rumus
besaran turunan berdasarkan satuannya
5. Indikator:
a. Mengemukakan
pengertian besaran turunan.
b. Mengemukakan
definisi 1 meter
c. Mengemukakan
satuan berat berdasarkan rumus w = m.g
d. Mengkonversi
nilai satuan kecepatan dari dam/jam menjadi m/s
6. Penilaian :
a. Teknik: Tes dan Non-Tes
b. Bentuk Tes: Uraian
Singkat dan Bentuk Non-Tes: Observasi
c. Contoh Item Tes: Tuliskan
pengertian besaran turunan !
Contoh Item Non-Tes:
Mengemukakan pendapat: 5
4 3 2
1
7. Alokasi Waktu :
4 x 40
menit
8. Sumber Belajar :
a. Kartu-kartu yang berisi pengertian besaran
pokok dan besaran turunan (benar dan salah).
b. Kartu-kartu yang berisi nama besaran pokok
dan besaran turunan,serta satuannya.
c. Kartu-kartu yang berisi definisi
besaran-besaran pokok.
d. Carta konversi satuan besaran pokok (MKS ke
CGS dan SI ke Sistem Inggris).
e. Carta contoh perolehan rumus besaran turunan
berada satuannya dan contoh perolehan satuan besaran turunan berdasarkan
rumusnya.
2. Inovasi pada Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Fisika
Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana
Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1
(satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran minimal berisi : tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber dan media pembelajan, dan
penilaian hasil belajar
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah perilaku hasil
belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Pengertian lain menyebutkan,
bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan mengenai aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik
pada setiap proses pembelajaran (Subiyanto, 1988).
Perumusan tujuan pembelajaran merupakan
tahapan penting dalam rangkaian penyusunan RPP. Hal ini cukup beralasan karena:
(1) dengan adanya tujuan pembelajaran, peserta didik dapat mengatur waktu, energi, dan pemusatan perhatian pada tujuan
pembelajaran yang akan dicapai; (2) dengan adanya tujuan pembelajaran, pendidik
dapat mengatur kegiatan (pengelolaan kelas, penggunaan sumber/media
pembelajaran, dan menggunaan model pembelajaran) untuk mencapai tujuan
pembelajaran; dan (3) dengan adanya tujuan pembelajaran, evaluator dapat
menyusun alat evaluasi dengan tujuan pembelajaran.
Rumusan tujuan pembelajaran yang baik
hendaknya melibatkan unsur ABCD, yaitu Audience
(pelaku yang menjadi subjek pembelajaran, yaitu peserta didik), Behavior (jenis atau tingkatan
perilaku khusus yang diharapkan dilakukan peserta didik), Condition (syarat/keadaan
yang harus dipenuhi oleh tingkah laku pada saat dievaluasi), dan Degree (derajat atau tingkatan keberhasilan
peserta didik dalam mencapai perilaku yang diharapkan)
Contoh: Setelah memperhatikan getaran
pegas pada layar LCD, peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk dapat
menuliskan hubungan antara frekuensi, periode, massa beban dengan benar.
Dalam konteks KTSP, tujuan pembelajaran
yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam setiap pembelajaran
(termasuk pembelajaran fisika) tetap berorientasi kepada taksonomi tujuan
pembelajaran yang terdiri atas tujuan kognitif, tujuan afektif, dan tujuan
psikomotor yang bermuara kepada pencapaian kecakapan hidup peserta didik
(kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan spritual).
1)
Tujuan Kognitif
Ranah
kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir,
meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
(1)
Pengetahuan
Pengetahuan berkenaan dengan ingatan,
yaitu segala sesuatu yang terekam di dalam otak seseorang. Pengetahuan dapat
dibedakan atas:
a) Pengetahuan mengenai hal-hal pokok, seperti: (1)
pengetahuan tentang terminologi; dan (2) pengetahuan tentang fakta-fakta
khusus.
b) Pengetahuan mengenai cara memperlakukan hal-hal
pokok, seperti: (1) pengetahuan tentang konvensi; (2) pengetahuan tentang
kecenderungan dan urutan; (3) pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori; (4)
pengetahuan tentang tolok ukur; dan (5) pengetahuan tentang metodologi.
c)
Pengetahuan
mengenai hal yang umum dan abstrak, seperti: (1) pengetahuan tentang prinsip
dan generalisasi; dan (1) pengetahuan tentan teori dan struktur.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan
pengetahuan:
-
menyebutkan - mengulang
-
menunjukkan - mencatat
-
menyatakan - menghafal
(2)
Pemahaman
Pemahaman berkenaan dengan inti sari dari
sesuatu, yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan seseorang mengetahui
apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat menggunakan materi atau ide yang
dikomunikasikan itu tanpa harus menghubungkannya dengan materi lain. Pemahaman
dapat dibedakan atas:
a) translasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu
materi atau ide yang dinyatakan dengan cara asli yang dikenal sebelumnya.
b) Interprestasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu
materi atau ide yang direkam, diubah, atau disusun dalam bentuk lain (grafik,
tabel, atau diagram).
c)
ekstrapolasi,
yaitu kemampuan untuk meramalkan
kelanjutan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan menge-mukakan
akibat, konsekuensi, implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang
digambarkan dalam komunikasi yang ada.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan pemahaman:
-
menjelaskan - membedakan
-
memperkirakan - mencontohkan
-
mengubah - membandingkan
(3) Penerapan
Penerapan berkenaan dengan penggunaan abstraksi dalam situasi tertentu dan
konkret. Abstraksi dapat berupa: teori,
hukum, prinsip, aturan, prosedur, metode, dan sebagainya. Dalam mata pelajaran
fisika, situasi tertentu dan konkret yang dimaksudkan berkenaan dengan
pemanfaatan abstraksi fisika dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang
ada kaitannya dengan fisika.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan penerapan:
- menentukan -
menggunakan
- mengoperasikan -
melakspeserta didikan
- memproses -
memecahkan
(4)
Analisis
Analisis berkenaan
dengan pemisahan atau penguraian suatu ide atau pengertian menjadi unsur-unsur
penyusunnya sehingga ide atau pengertian itu relatif menjadi lebih jelas dan
atau hubungan antara ide-ide sehingga menjadi lebih eksplisit. Analisis dapat
dibedakan atas:
a) Analisis unsur-unsur, yaitu kemampuan mengenali
asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan; keterampilan membedakan fakta dari
hipotesis.
b) Analisis hubungan, yaitu kemampuan memeriksa
konsistensi hipotesis dengan informasi dan asumsi yang ada; kemampuan untuk
memahami hubungan antara ide-ide.
c)
Analisis
prinsip-prinsip keteraturan, yaitu kemampuan mengenal relevansi dan
signifikansi sesuatu; menghubungkan deduksi atau kesimpulan dengan postulat
atau premis pada suatu teori.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan analisis:
- memerinci -
menyeleksi
- menemukan -
menguji
- mengaitkan -
menegaskan
(5)
Sintesis
Sintesis
berkenaan dengan kemampuan menyusun bagian-bagaian atau unsur-unsur sehingga
membentuk suatu kesatuan yang sebelumnya tidak nampak dengan jelas. Sintesis
dapat dibedakan atas:
a) Sintesis untuk menghasilkan suatu komunikasi atau
eksperimen yang mencerminkan penyusunan ide-ide.
b)
Sintesis untuk menghasilkan suatu rencana atau usulan
mengenai pelaksanaan sesuatu.
c)
Sintesis untuk
menderivasi suatu hubungan abstrak; kemampuan menemukan hubungan abstrak dengan
mengklasifikasi data yang ada.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan sintesis:
- mengumpulkan -
membentuk
- mengkode -
merancang
- mengkombinasikan - mengkategorikan
(6)
Evaluasi
Evaluasi berkenaan
dengan penentuan secara kualitatif atau kuantitatif suatu nilai materi atau
metode untuk sesuatu maksud dengan memenuhi tolok ukur tertentu. Evaluasi dapat
dibedakan atas:
a) Evaluasi untuk pengambilan keputusan berdasarkan hal
internal, seperti: ketelitian yang logis, konsistensi, dan tolok yang lain;
kemampuan untuk melihat adanya ketidakberesan dalam logika suatu pernyataan
atau sederetan pernyataan yang diajukan untuk mendukung suatu hipotesis.
b) Evaluasi untuk pengambilan keputusan berdasarkan
tolok ukur eksternal, seperti: pembandingan teori-teori, fakta-fakta,
teori-teori yang berhubungan dengan fenomena-fenomena tertentu; kemampuan
menggunakan standar eksternal untuk membandingkan suatu prosedur atau produk
dengan prosedur atau produk lain yang telah terkenal.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan evaluasi:
-
memilih - mengkritik
-
memperjelas - menyimpulkan
-
menilai - memutuskan
2) Tujuan
Afektif
Ranah afektif
berkenaan dengan perasaan/kesadaran, seperti: senang atau tidak senang. Ranah afektif
terdiri atas lima
dengan urutan dari yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks adalah:
(1) penerimaan; (2) penanggapan; (3) penilaian; (4) organisasi; dan (5)
pemeranan.
Penerimaan
berkenaan dengan kesediaan untuk memberi perhatian kepada fenomena atau
stimulus tertentu. Penerimaan dibedakan atas:
(1) Kesadaran: hampir bersifat kognitif; contoh:
kesadaran tentang warna, bentuk, susunan, keteraturan di sekitar kita.
(2) Kemauan menerima: masih bersifat kognitif; contoh:
mendengarkan dengan baik jika ada orang lain berbicara kepadanya.
(3) Perhatian yang terkendali atau terarah: suatu
stimulus akan diperhatikan jika lebih disukai dari stimulus lain; contoh:
kepekaan terhadap nilai-nilai yang berada pada suatu peristiwa.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan penerimaan:
- mengukuti - memilih
- menggunakan - mengidentifikasi
- mengemukakan - menjawab
Penanggapan berkenaan
dengan pemberian respons sebagai wujud peran aktif. Dalam penanggapan, orang
merasa terlibat dalam fenomena atau aktivitas tertentu, sehingga ia mencar-cari
dan memperoleh kepuasan dengan mengerjakan aktivitas itu. Penanggapan dibedakan
atas:
(1) Kesepakatan pada penanggapan: peserta didik memang
memberikan respons tetapi mungkin ia merasa tidak sepenuhnya berkewajiban untuk
melakukannya; contoh: mematuhi peraturan laboratorium Fisika.
(2) Kemauan menanggapi: orang merasa wajib bertingkah
laku tertentu; dengan suka rela membaca atau berdiskusi tentang masalah Fisika
dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Kepuasan pada tanggapan: tanggapan yang disertai
perasaan puas; contoh memperoleh kesenangan dalam kerja kelompok di
laboratorium Fisika.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan
penanggapan:
- membantu - membentuk
- menjawab - memenuhi
- melaporkan - menyambut
Penilaian berkenaan
dengan pemilihan, penghargaan dan pengagungan terhadap benda, fenomena, atau
tingkah laku. Penilaian dibedakan atas:
(1)
Penerimaan nilai berkenaan dengan respons yang konsisten,
seperti: menumbuhkan rasa persaudaraan dengan teman-teman di sekolah.
(2)
Pemilihan nilai berkenaan dengan perasaan terlibat dan
memegang tegus suatu nilai, menginginkannya, dan mencarinya, seperti: merasa
bertanggung jawab untuk membantu teman yang mengalami kesulitan belajar fisika.
(3) Keterlibatan berkenaan dengan kesadaran dalam
memegang teguh nilai yang diyakini baik, berusaha mengembangkannya, dan
melibatkan diri lebih dalam pada nilai
tersebut, seperti: keyakinan akan efektivitas pembelajaran kooperatif.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan penilaian:
- melengkapi - memilih
- mengikuti - membentuk
- mempertimbangkan - mempelajari
Organisasi berkenaan
dengan kemampuan mempersatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan
pertentangan-pertentangan antara nilai-nilai tersebut, dan mulai membina sistem
nilai yang konsisten secara internal. Organisasi dibedakan atas:
(1) Konseptualisasi nilai berkenaan dengan kesadaran yang
memungkinkan seseorang memandang tinggi dan memegang teguh nilai-nilai itu,
sepert: memantapkan pendirian mengenai tanggung jawab masyarakat untuk
melestarikan sumber daya alam.
(2) Organisasi sistem nilai berkenaan dengan kesadaran
untuk menghasilkan suatu nilai yang baru, nilai yang lebih kompleks, atau nilai
yang lebih tinggi. Seperti: memilih kebijakan yang menguntungkan seluruh
rakyat, dan bukan kebijakan yang hanya menguntungkan diri sendiri atau
golongan.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan organisasi:
- mengatur - mengubah
- melengkapi - mempersiapkan
- mempersatukan - mengintegrasikan
Pemeranan berkenaan
dengan nilai-nilai yang telah memperoleh tempat dalam hirarki nilai seseorang,
disusun menjadi semacam sistem yang mempunyai konsistensi internal, yang
mengendalikan tingkah laku orang itu menurut pola tertentu. Pemeranan dibedakan
atas:
(1) Generalisasi berkenaan dengan ”kelompok sikap” yang
menjadi dasar tingkah laku seseorang, seperti: kesediaan untuk memperbaiki
keputusan dan mengubah tingkah laku berkat sesuatu yang meyakinkan.
(2) Pemeranan berkenaan dengan puncak proses
internalisasi, berkenaan dengan pandangan seseorang terhadap alam semesta,
filsafat hidup.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan pemeranan:
-
menggunakan -
menunjukkan
-
mempraktikkan -
memerankan
-
membuktikan -
merevisi
3)
Tujuan Psikomotor
Tujuan psikomotor berkenaan dengan
keterampilan fisik, keterampilan motorik, atau keterampilan tangan. Tujuan
psikomotor teradiri atas: (1) persepsi; (2) kesiapan; (3) respons terpimpin;
(4) mekanisme; (5) respons yang kompleks; (6) penyesuaian; dan (7) mencipta.
Persepsi berkenaan dengan kesadaran akan
suatu stimulus, menyeleksi stimulus terarah sampai menterjemahkannya dalam
pengamatan stimulus terarah kepada kegiatan yang ditampilkan.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan persepsi:
- memilih -
mengidentifikasi
- memisahkan - membedakan
- mengaitkan - mendeskripsikan
Kesiapan berkenaan dengan kesiapan
melakukan suatu kegiatan tertentu, termasuk kegiatan mental, emosi, dan fisik.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan kesiapan:
- memulai - menunjukkan
- memperagakan - melaksanakan
- menanggapi - memindahkan
Respons terpimpin berkenaan dengan
keterampilan meniru gerakan, gerakan coba-coba, performansi yang memadai
berdasarkan tolok ukur tertentu. Mekanisme berkenaan dengan perubahan respons
yang dipelajari menjadi kebiasaan; gerakan dilakukan dengan mantap, penuh
keyakinan dan kemahiran.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan respon
terpimpin; mekanisme:
- merakit - mencampur
- mengukur - menyetel
- membuka - menggunakan
Respons yang kompleks
berkenaan dengan pola gerakan yang telah berkembang dengan baik, sehingga
seseorang dapat mengubah pola gerakannya agr sesuai dengan situasi yang
dihadapi.
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan respons
yang kompleks:
- mengatur - membangun
- membetulkan - memasang
- membedah - membentuk
Mencipta berkenaan
dengan keterampilan menciptakan pola-pola baru agar sesuai dengan situasi yang
dihadapi (kerampilan tingkat tinggi).
Contoh kata-kata operasional untuk tujuan mencipta:
-
menyusun - merancang
-
mencipta - membangun
-
mengubah - mengkombinasi
b. Materi
Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah
materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran, kompetensi
dasar, dan stándar kompetensi. Materi pembelajaran dikembangkan dengan mengacu
pada materi pokok yang ada dalam silabus.
c.
Mencantumkan Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Setiap metode pembelajaran, pendekatan pembelajaran, strategi
pembelajaran, dan taktik pembelajaran senantiasa dibingkai oleh model
pembelajaran. (Ahmad Sudrajat, 2010). Oleh karena itu, pendidik harus mampu
memaknai model- model pembelajaran yang inovatif seperti yang terungkap di
dalam beberapa kepustakaan.
Pembelajaran inovatif hendaknya berlandaskan
paradigma konstruktivistik sehingga dapat membantu peserta didik untuk
menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.
Trianto (2007) mengungkapkan beberapa model pembelajaran inovatif berlandaskan
paradigma konstruktivistik, yakni: (1) model Reasoning and Problem Solving;
(2) model Inquiry Training; (3) model Problem-Based Instruction; (4) model
Pembelajaran Perubahan Konseptual; (5) model Group Investigation;
(6) model problem-based
learning; (7) model Penelitian Jurisprudensial; dan (8)
model Penelitian Sosial.
Berkenaan dengan model-model pembelajaran
inovatif tersebut di atas, Tim Pengembang Sekolah Unggulan Provinsi Sulawesi
Selatan (2007), mengungkapkan beberapa strategi pembelajaran yang mendukung
model pembelajaran efektif yang dikembangkannya, yaitu: (1) Pembelajaran
Berbasis Masalah; (2) Pembelajaran Inquiry dan Discovery;
(3) Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas; (4) Pembelajaran Kooperatif dengan
berbagai tipe (jigsaw, STAD, NHT, GI, dan lain-lain); (5) Pembelajaran Partisipatori; dan (6) Pembelajaran Scaffolding
d.
Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Untuk mencapai suatu kompetensi dasar
harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya,
langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup. Akan tetapi, dimungkinkan dalam seluruh rangkaian
kegiatan, sesuai dengan karakteristik model yang dipilih, menggunakan urutan
sintaks sesuai dengan modelnya.
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
apapun yang direncpeserta didikan hendaknya disesuaikan dengan perencanaan
pengelolaan kelas. Suasana atau iklim belajar memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap pencapaian sistem belajar yang optimal. Pengelolaan kelas atau
pengelolaan sistem pembelajaran sangat menekankan pentingnya penciptaan suasana
belajar yang kondusif, agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara
maksimal. Untuk itu, pendidik diharapkan mampu memberikan pelayanan pendidikan
kepada peserta didik melalui kegiatan pembelajaran yang inovatif.
Pembelajaran yang inovatif membutuhkan
kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah kelas dengan lingkungan
belajar yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif.
Model pembelajaran apapun yang diterapkan
oleh pendidik akan menjadi tidak efektif jika tidak didukung dengan iklim dan
kondisi kelas yang kondusif. Oleh karena itu, pendidik perlu merencanakan penataan dan mengelola lingkungan belajar di kelas
sedemikian rupa sehingga menyenangkan, aman, dan menstimulasi setiap
peserta didik untuk terlibat dalam proses pembelajaran.
Tim Pengembang Sekolah Unggulan Provinsi
Sulawesi Selatan (2007) mengemukakan beberapa petunjuk dalam mengelola kelas
agar kondusif bagi terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif, yakni
sebagai berikut.
a. Penciptaan Atmosfir Belajar
Atmosfir atau iklim
belajar yang kondusif di kelas
memegang peranan penting dalam menstimulasi
dan mempertahankan
keterlibatan peserta didik dalam belajar. Oleh karena itu, pendidik perlu
menciptakan iklim komunikasi dan interaksi
dalam kelas yang kondusif bagi proses pembelajaran. Proses pembelajaran harus lebih humanis,
sehingga orientasi pembelajaran tidak lagi pada tuntutan penguasaan mata
pelajaran, tetapi lebih pada diri peserta didik yang bersangkutan (active leaner). Tugas pendidik lebih sebagai
fasilitator, mediator, moderator dalam proses belajar. Atmosfir belajar tidak
lagi bersifat menekan, memaksa, dan membebani, melainkan bersifat merangsang,
memancing, memotivasi, dan menyenangkan. Beberapa kondisi dan iklim kelas yang inovatif
dan dapat mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang efektif adalah:
menyenangkan, mencerdaskan, menguatkan, serta hidup dan memberi kebebasan.
b. Pengaturan Meja-kursi
Susunan
meja-kursi hendaknya memungkinkan peserta didik dapat saling berinteraksi dan
memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan
aktivitas belajar merupakan aspek pembelajaran yang harus direncanakan secara
inovatif. Khusus dalam pembelajaran fisika, meja-kursi hendaknya dapat digerakkan, dipindahkan, dan
disusun secara fleksibel yang memungkinkan peserta didik dapat melakukan
berbagai jenis keterampilan proses, seperti: observasi, klasifikasi, prediksi,
interpretasi, merancang percobaan, melakukan percobaan, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan
(Conny Semiawan, dkk., 1988). Terdapat
beberapa bentuk penataan meja-kursi yang bersifat inovatif dan dapat direncanakan
oleh pendidik guna meningkatkan keterlibatan dan interaksi antar peserta didik
dalam proses pembelajaran fisika antara lain: model huruf U, model Corak Tim,
model Meja Konferensi, model Lingkaran, model Fishbowl, model Breakout groupings, dan model Workstation.
5. Mencantumkan
Sumber dan Media Pembelajaran
Pemilihan sumber dan media pembelajaran mengacu pada
perumusan yang ada dalam silabus yang
dikembangkan oleh satuan pendidikan.
Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber,
alat, dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional.
Misalnya, sumber belajar dalam silabus
dituliskan buku referens, dalam RPP harus dicantumkan judul buku teks tersebut,
pengarang, dan halaman yang diacu.
Pembelajaran yang inovatif perlu didukung
berbagai sumber dan media pembelajaran. Bagian ini kerapkali terabaikan dengan
berbagai alasan seperti, terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar,
sulit mencari media yang tepat, biaya tidak tersedia dan sejumlah alasan lain.
Alasan-alasan tersebut sebenarnya tidak perlu muncul, karena ada banyak jenis
sumber dan media yang dapat digunakan, disesuaikan dengan kondisi waktu,
keuangan maupun materi yang akan disampaikan. Setiap jenis sumber dan media
pembelajaran memiliki karakteristik dan kemampuan dalam menayangkan pesan dan
informasi (Kemp, 1985).
Sumber dan media pembelajaran memiliki fungsi yang
jelas, yaitu: memperjelas, memudahkan, dan membuat menarik pesan kurikulum yang
akan disampaikan kepada peserta didik dengan harapan motivasi belajar mereka
dapat meningkat dan proses pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif
(Raharjo, 1991). Hal ini cukup beralasan karena sumber dan media pembelajaran
memiliki potensi untuk membangkitkan proses pembelajaran yang efektif, antara
lain sebagai berikut.
a.
Sumber dan media
pembelajaran dapat menghadirkan obyek langka dan berbahaya ke dalam situasi
pembelajaran.
b.
Sumber dan media pembelajaran dapat menjadikan konsep
abstrak menjadi konkret.
c.
Sumber dan media pembelajaran dapat memberikan kesamaan
persepsi mengenai suatu obyek.
d.
Sumber dan media pembelajaran dapat mengatasi
keterbatasan waktu, tempat, jumlah, ukuran, dan jarak suatu obyek.
e.
Sumber dan media pembelajaran dapat menyajikan ulangan
informasi mengenai suatu obyek dan taat azas tanpa pernah jemu.
f.
Sumber dan media pembelajaran dapat menjadikan suasana
pembelajaran yang santai, menarik, dan kurang formal.
Sumber dan media belajar termasuk salah kompenen utama pada Silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Sri Joko Yunanto (2005) bahwa
sumber adalah bahan yang mencakup media
belajar, alat peraga, alat permainan yang bertujuan untuk memberikan pengalaman
atau informasi (pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada peserta didik pada
proses pembelajaran. Berkenaan dengan kebermaknaan perolehan pengalaman peserta
didik pada proses pembelajaran, Edgar Dale mengemukakan kerucut pengelaman (cone of Experience) yang dapat
digambarkan sebagai berikut.
Dari gambar
tersebut di atas dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke
pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat
kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap
komponen-komponen lain pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Peserta didik SMP/MTs dan SMA/MA umumnya
berada pada usia operasional formal.
Pada usia ini peserta didik sudah mampu berpikir sistematis dan logis terhadap
hal-hal yang bersifat abstrak. Dengan demikian, pendidik dalam pembelajaran
hendaknya mampu memanfaatkan sumber dan media pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik memperoleh pengalaman belajar
secara konkret maupun abstrak, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai (tujuan kognitif, tujuan afektif, dan tujuan psikomotor).
Terdapat sejumlah sumber dan media
pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh pendidik dalam pembelajaran fisika,
yakni sebagai berikut.
a. Lingkungan Sekitar
Di lingkungan sekitar peserta didik terdapat sejumlah sumber dan media
pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pengalaman
belajar secara konkret. UNESCO mendefinisikan lingkungan sebagai faktor-faktor
fisik, biologi, sosio ekonomi dan budaya yang berpengaruh secara langsung atau
tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan individu (Sri Redjeki, 1985).
Apakah peserta didik sudah akrab dengan faktor-faktor tersebut, sesuai dengan
materi pembelajaran yang digariskan oleh kurikulum yang berlaku ?. Jawabannya:
belum tentu akrab. Oleh karena itu, jadikanlah faktor-faktor tersebut sebagai
sumber dan media pembelajaran bagi mereka.
Belajar dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber
dan media pembelajaran dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: membawa peserta
didik ke lingkungan untuk belajar dan membawa sumber-sumber dari lingkungan
untuk dipelajari oleh peserta didik (Nasution, 1982). Peserta didik dibawa ke
lingkungan untuk belajar jika obyeknya sulit dimasukkan ke dalam kelas karena
keterbatasan ruang dan waktu, serta biaya.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pendidik
dalam memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber dan media pembelajaran adalah
sebagai berikut.
Pertama, mengunjungi
suatu obyek di lingkungan sekitar untuk mengidentifikasi konsep-konsep apa pada
obyek tersebut yang dapat dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Kedua, menjelaskan
kepada peserta didik mengenai tujuan kunjungan ke obyek, misalnya: topik pembelajaran dan jenis
kegiatan yang akan dilakukan.
Ketiga, mengorganisasikan peserta didik ke dalam bentuk kelompok
atau perorangan.
Keempat, memberikan tugas
kelompok atau perorangan
Kelima, mengunjungi
obyek atau mendatangkannya dalam kelas agar terjadi proses pembelajaran.
Keenam, peserta didik
berinteraksi dengan obyek (pengalaman belajar), merumuskan kesimpulan, dan
membuat laporan.
Ketujuh, peserta didik mengkomunikasikan hasil pembelaja-rannya
dalam bentuk laporan atau pajangan di kelas.
Kedelapan, melakukan
penilaian dan tindak lanjut.
b. Situasi
Buatan
Situasi buatan dapat diartikan sebagai benda-benda
atau kejadian-kejadian tiruan dari yang sebenarnya, karena benda-benda atau kejadian-kejadian
tersebut sulit di dapat, terlalu besar, terlalu kecil, terlalu jauh, dan
sebagainya. Situasi sosial atau peristiwa bersejarah dapat dihadirkan di dalam
kelas dalam bentuk dramatisasi yang diperankan
oleh peserta didik atau pendidik bersama peserta didik. Dalam
pembelajaran fisika, situasi buatan mengenai obyek fisika dapat dihadirkan di
kelas dalam bentuk model (benda tiruan dalam bentuk tiga dimensi), misalnya
model atom, model lintasan elektron, model perpindahan energi, dan sebagainya.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pendidik
dalam memanfaatkan situasi buatan pada pembelajaran adalah sebagai berikut.
Pertama, menetapkan
benda-benda atau kejadian-kejadian tiruan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Kedua, mengorganisasikan
peserta didik secara kelompok atau perorangan.
Ketiga, memberikan tugas kelompok
atau perorangan kepada peserta didik.
Keempat, peserta didik
berinteraksi dengan benda-benda atau kejadian-kejadian tiruan sesuai dengan
strategi pembelajaran dan pengelolaan kelas yang diterapkan oleh pendidik.
Kelima, peserta didik
merumuskan kesimpulan atau membuat laporan.
Keenam, peserta didik
mengkomunikasikan hasil pembela-jarannya dalam bentuk laporan atau pajangan di
kelas.
Ketujuh, melakukan
penilaian dan tindak lanjut.
c. Media
Audio-Visual
Video dan film dapat dimanfaatkan oleh pendidik dalam
pembelajaran fisika sebagai media
audio-visual bagi peserta didik, terutama jika materi pembelajaran berkenaan
dengan suatu proses yang kejadiannya pada masa lalu, membutuhkan waktu yang
lama, atau membutuhkan waktu yang sangat singkat.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pendidik
untuk memanfaat video atau film dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
Pertama, memilih video
atau film yang materinya sesuai dengan tujuan pembelajaran (sebaiknya video
atau film tersebut dicoba sebelum ditayang di depan peserta didik).
Kedua, menata ruangan dan
mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
Ketiga, mengorganisasikan
peserta didik secara kelompok atau perorangan.
Keempat, menayangkan
video atau film.
Kelima, kegiatan
lanjutan bagi peserta didik setelah mencermati penayangan video atau film
(berdiskusi, melakukan percobaan,
merumuskan kesimpulan, atau membuat laporan).
Keenam, peserta didik
mengkomunkasikan hasil pembela-jarannya dalam bentuk laporan atau panjangan di
kelas.
Ketujuh, melaksanakan
penilaian dan tindak lanjut.
d. Media Visualisasi
Verbal
Media visualisasi verbal berupa gambar yang disertai dengan penjelasan
(lisan atau tertulis). Gambar yang dimaksudkan adalah gambar diam, baik yang
diproyeksikan (film bingkai, film rangkai, dan transparansi) maupun yang tidak
(gambar/foto, poster, kartun, sketsa, bagan, dan sebagainya).
Kondisi atau kualitas gambar diam yang digunakan sebagai media
pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkatan perkembangan peserta didik
sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran yang berakhir pada salah konsep.
Bagi peserta didik SMP, gambar simbolik atau sketsa suatu obyek sudah dapat
dimengerti.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam memanfaatkan
media visualisasi verbal dapat disesuaikan dengan langkah-langkah yang telah
dicontohkan sebelumnya. Dalam pembelajaran, gambar diam dapat digunakan oleh peserta
didik untuk belajar secara mandiri, misalnya menulis pertanyaan-pertanyaan tentang
gambar, menulis sebuah ceritera yang berkenaan dengan gambar, dan menggunakan
gambar untuk berceritera di depan kelas. Selain itu, serangkaian gambar diam
dapat menginformasikan kepada mengenai suatu proses atau peristiwa, misalnya
peristiwa terjadinya arus listrik, terjadinya perpindahan panas, dan perubahan
energi.
e.
Media Audio Verbal
Media
audio verbal dalam pembelajaran biasanya dikemas dalam bentuk rekaman kaset
tape recorder atau dalam bentuk ceramah oleh pendidik. Salah satu alasan
mengenai pemanfaatan tape recorder sebagai media pembelajaran fisika adalah
untuk melatih kemampuan pendengaran peserta didik untuk menyimak konsep-konsep
fisika yang dideklarasikan.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam memanfaatkan
media audio verbal dapat disesuaikan dengan langkah-langkah yang telah
dicontohkan sebelumnya. Namun demikian, yang perlu diperhatikan oleh pendidik
adalah kejelasan suara yang dapat dicermati oleh peserta didik, baik dalam
belajar secara mandiri, kelompok kecil, maupun secara klasikal. Pemanfaatan
tape recorder sebagai media pembelajaran dapat dipadukan dengan media lain,
seperti media cetak (buku atau modul).
f. Media
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Sejak
diberlakukannya Kurikulum 2006, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) berfungsi sebagai media pembelajaran fisika yang
inovastif. Sebagai media pembelajaran, pendidik
dianjurkan untuk memanfaatkan fasilitas TIK khususnya komputer untuk
memfasilitasi pembelajaran fisika bagi peserta.
Komputer
sebagai media pembelajaran memiliki banyak kelebihan dibandingkan media
lainnya. Komputer dapat diisi berbagai jenis materi pembelajaran dan peserta
didik dapat berinteraksi langsung dengannya, seperti: menjawab pertanyaan,
mengajukan pertanyaan, dan mensimulasikan suatu proses. Bahkan komputer dapat
dimanfaatkan oleh peserta didik untuk melakukan pembelajaran melalui internet.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam memanfaatkan
media komputer dapat disesuaikan dengan langkah-langkah yang telah dicontohkan
sebelumnya.
6.
Mencantumkan Penilaian
Dalam KTSP, penilaian hasil belajar
peserta didik dilakukan oleh: pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.
Berkenaan RPP, BSNP (2007) menggariskan bahwa pendidik pada kelompok mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Teknologi (termasuk mata pelajaran fisika), terdapat
beberapa teknik penilaian dan bentuk instrumen penilaian hasil belajar yang
dapat dilakukan oleh pendidik, seperti pada tabel di bawah ini.
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Tes Tertulis
|
·
Tes pilihan: pilihan ganda, menjodohkan, benar salah,
dan lain-lain.
·
Tes isian: isian singkat dan uraian
|
Observasi
|
Lembar Observasi (lembar
pengamatan)
|
Tes Praktik (Tes Kinerja)
|
·
Tes Tulis
Keterampilan
·
Tes Identifikasi
·
Tes Simulasi
·
Tes Uji Petik
Kerja
|
Penugasan Individual atau
Kelompok
|
·
Pekerjaan
rumah
·
Proyek
|
Tes Lisan
|
Daftar pertanyaan
|
Penilaian Portofolio
|
Lembar penilaian Portofolio
|
Jurnal
|
Buku catatan jurnal
|
Penilaian Diri
|
Kuesioner/lembar penilaian diri
|
Penilaian Antar Teman
|
Lembar penilaian antar teman
|
7. Format
dan Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam implementasi KTSP,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat disusun dengan mengikuti format
untuk beberapa kali pertemuan atau format untuk satu kali pertemuan.
Format RPP untuk beberapa kali pertemuan adalah sebagai berikut.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
SMP/MTs :
...................................
Mata Pelajaran
: ...................................
Kelas/Semester
: ...................................
Standar Kompetensi:
...................................
Kompetensi Dasar
: ...................................
Indikator : ...................................
Alokasi Waktu
: … jam pelajaran (… x pertemuan)
A. Tujuan Pembelajaran : ...................................
B. Materi Pembelajaran : ...................................
C. Metode Pembelajaran
:
..................................
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1:
Kegiatan Awal ........................................
Kegiatan Inti ........................................
Kegiatan Akhir ........................................
Pertemuan 2:
Kegiatan Awal ........................................
Kegiatan Inti ........................................
Kegiatan Akhir
........................................
dan seterusnya.
E. Sumber Belajar
: ...................................
F. Penilaian :
...................................
Format RPP untuk satu kali pertemuan adalah sebagai
berikut.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
SMP/MTs : ...................................
Mata Pelajaran
: ...................................
Kelas/Semester
: ...................................
Standar Kompetensi:
...................................
Kompetensi Dasar
: ...................................
Indikator : ...................................
Alokasi Waktu
: … jam pelajaran
A. Tujuan Pembelajaran : ...................................
B. Materi Pembelajaran : ...................................
C. Metode Pembelajaran
:
..................................
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Awal
...........................................
Kegiatan Inti ...........................................
Kegiatan Akhir ...........................................
E. Sumber Belajar
: ...................................
F. Penilaian :
...................................
Contoh
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
SMP/MTs : XXX
Mata Pelajaran
: IPA-Fisika
Kelas/Semester
: VII/1
Standar Kompetensi: Memahami wujud zat dan
perubahannya
Kompetensi Dasar
: Mendeskripsikan konsep massa
jenis dalam kehidupan sehari-hari
Indikator :1. Mengemukakan definisi massa jenis
2. Menentukan
massa jenis
benda yang berbentuk bola
Alokasi Waktu
: 2 jam pelajaran
A.
Tujuan Pembelajaran : 1.Disediakan
sejumlah data tentang massa dan volume beberapa
jenis benda, peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menemukan definisi atau rumus massa jenis dengan benar
2.Dengan menggunakan Neraca Ohauss 310, peserta didik
secara individu dapat mengukur massa
benda berbentuk selinder (besi,
aluminium, dan tembaga) dengan benar.
3.Dengan menggunakan Jangka Sorong, peserta didik secara individu dapat
mengukur volume benda berbentuk selinder(besi, aluminium, dan tembaga) dengan
benar
4.Dengan menggunakan data hasil pengukuran pada tujuan 2 dan 3, peserta
didik secara individu dapat menentukan massa
jenis benda (besi, aluminium, dan tembaga) dengan benar.
5.Disediakan data mengenai massa dan
diameter bola kaca, peserta didik secara individu dapat menentukan massa jenis kaca dengan
benar.
B. Materi Pembelajaran :
Massa Jenis
a.
Pengertian Massa
Jenis
Massa jenis (ρ) adalah ciri khas suatu jenis zat (materi)
sehingga dapat dibedakan dengan zat yang lain. Nilai massa
jenis suatu jenis zat diperoleh dari perbandingan atau hasil bagi antara massa dan volume zat
tersebut. Rumus untuk menentukan massa
jenis suatu zat adalah sebagai berikut.
ρ = mzat/Vzat
Satuan massa jenis adalah kg/m3 atau
grm/cm3. Jika berat zat dibagi dengan volumenya, maka hasil yang
diperoleh adalah besaran berat jenis (BJ). Rumus untuk menentukan berat jenis
adalah sebagai berikut.
BJ = wzat/Vzat
Satuan berat jenis adalah newton/m3 atau
dyne/cm3
b. Penentuan Massa Jenis
Pengukuran massa benda padat
yang bentuknya beraturan
Massa Benda (kubus)
No
|
Jenis benda
|
Massa
|
|
kilogram
|
gram
|
||
1
|
Tembaga
|
||
2
|
Besi
|
||
3
|
Aluminium
|
c. Pengukuran volume benda
padat yang bentuknya beraturan
Volume Benda (selinder)
No
|
Jenis benda
|
Volume
|
|
m3
|
cm3
|
||
1
|
Tembaga
|
||
2
|
Besi
|
||
3
|
Aluminium
|
d.
Penentuan massa jenis benda padat yang bentuknya
beraturan
Massa Jenis Benda (bola)
No
|
Jenis benda
|
Massa Jenis
|
|
kg/m3
|
gram/cm3
|
||
1
|
Tembaga
|
||
2
|
Besi
|
||
3
|
Aluminium
|
Massa Jenis Berbagai Benda
No
|
Jenis benda
|
Massa Jenis
|
|
kg/m3
|
g/cm3
|
||
1
|
Tembaga
|
8900
|
8,9
|
2
|
Besi
|
7900
|
7,9
|
3
|
Aluminium
|
2700
|
2,1
|
4
|
Air
|
1000
|
1,0
|
5
|
Alkohol
|
790
|
0,79
|
6
|
Minyak tanah
|
800
|
0,8
|
C. Metode Pembelajaran :
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
Pengetahuan Prasyarat : Mengetahui rumus untuk menentukan volume
bangun ruang (kubus, balok, selinder, dan bola)
Motivasi : Akhir-akhir ini kita biasa mendengar berita
tentang penipuan. Orang tertipu karena membeli emas palsu atau bensin yang
tidak murni. Apakah kalian mau tertipu akan keaslian atau kemurnian suatu zat.
Jika tidak mau, kalian harus mengikuti pembelajaran ini dengan baik.
2. Kegiatan Inti
: 1. Pendidik menyampaikan perlunya pengetahuan massa
jenis dan keterampilan untuk menentukan massa
jenis benda padat dan benda cair.
2. Peserta didik berdiskusi dalam
kelompok kecil (3-4 orang) untuk menemukakan definisi dan rumus massa jenis berdasarkan
data yang tersedia.
3. Setiap anggota kelompok melakukan
pengukuran massa
benda dengan menggunakan neraca Ohauss 310 dibantu oleh teman dalam kelompok.
4. Setiap anggota kelompok melakukan
pengukuran volume benda dengan menggunakan jangka sorong dibantu oleh teman
dalam kelompok
5. Peserta didik berdiskusi untuk
menentukan massa jenis benda padat (besi,
aluminium, dan tembaga) berdasarkan hasil pengukuran massa
dan volume yang dilakukan sebelumnya, serta mencocokkannya dengan nilai pustaka
massa jenis
benda tersebut
6. Peserta didik secara individu
mengerjakan kuis
3. Kegiatan Penutup : -
Refleksi Pembelajaran
- Pemberian Tugas Rumah
E. Sumber Belajar : - Tabel yang berisi berbagai
massa dan
volume suatu jenis benda.
-
Jangka Sorong dan Neraca Ohauss 310
- Daftar massa
jenis berbagai jenis zat
- Charta rumus volume bagun ruang
F. Penilaian :
·
Penilaian
Kognitif
1. Apa yang dimaksud massa jenis ?
2. Sebuah benda berbentuk setengah bola memiliki massa 0,25 kg. Jika
diameter benda itu 10 cm berapa massa
jenis benda tersebut dalam satuan kg/m3.
·
Penilaian Afektif
1.
Kerjasama dalam kelompok: 5 4
3 2 1
2.
Mengemukakan pendapat : 5
4 3 2
1
3.
Menerima pendapat : 5
4 3 2
1
·
Penilaian
Psikomotor
1. Mengukur massa
: 5 4
3 2 1
2.
Mengukur volume : 5
4 3 2
1
C. PENUTUP
Untuk mencapai tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang pendidikan
SMP/MTs dan SMA/MA tenaga pendidik harus mampu melakukan berbagai inovasi dalam
mengimplementasikan KTSP. Inovasi pertama dan utama yang harus dilakukan oleh
pendidik mata pelajaran fisika adalah dalam menyusun perencanaan proses
pembelajaran. Hal ini cukup beralasan karena perencanaan proses pembelajaran sangat
penting untuk membantu pendidik dan peserta dalam mengkreasi, menata, dan
mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya peristiwa belajar
terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Perencanaa proses pembelajaran yang semestinya disusun oleh pendidik
secara mandiri adalah silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Setiap
komponen silabus dan RPP tidak serta merta ditulis, tetapi membutuhkan
pemikiran inovatif dari pendidik dengan memperhatikan situasi dan kondisi
lingkungan sekolah, serta karakteristik peserta didik.
Fisika sebaga salah satu mata pelajaran pada jenjang pendidikan SMP/MTs
dan SMA/MA memiliki keunikan di banding mata pelajaran lain, baik dari segi
karakteristik materinya maupun dari segi proses pembelajarannya. Materi mata pelajaran
fisika tidak dapat dipisahkan dari keterampilan proses sains. Oleh karena itu,
inovasi dalam perencanaan proses pembelajaran sangat dibutuhkan agar pembelajaran
fisika dapat berlangsung secara bermakna bagi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sudrajat, 2010, Model Pembelajaran Inovatif, http:// akhmadsudrajat. wordpress.com
Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2006, Standar Isi, Departemen Pendidikan Nasional:
Jakarta
Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2006, Petunjuk Teknis Pengenbangan
Silabus dan Contoh / Model Silabus SMA/MA, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta
Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2007, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang
Standar
Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta
Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2007, Panduan Penilaian
Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Departemen
Pendidikan Nasional: Jakarta
Basuki Dwi Sulistyo, 2007, Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21
Semarang Tahun Ajaran 2006/2007, Universitas Negeri Semarang: Semarang
Conny Semiawan, dkk., 1988, Pendekatan keterampilan proses, Gramedia:
Jakarta.
Darsono, Max. 2000. Belajar
dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang
Press.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta:2003.
Husaini Usman, 2008, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Bumi Aksara: Jakarta.
Nasution, S.. 1982. Teknologi
Pendidikan, Jemmars: Bandung
Pusat Kurikulum, 2006, Model
Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPS
Terpadu Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), Balitbang
Depdiknas : Jakarta.
Rahardjo, R., 1991, Desain Media (Pengantar Pembuatan OHT), Nuffic/Depdikbud/
AA: Jakarta.
Rosita Budi Indaryanti,
2006, Manajemen Pembelajaran yang Kreatif
pada Mata Pelajaran Sains Fisika di SMP Negeri 3 Kartasura, Unismuh
Surakarta: Surakarta.
Sri Redjeki, 1995, Pengajaran IPA dengan Menggunakan Lingkungan
sebagai Sumber belajar dan Pengajaran Tradisional di Sekolah Dasar, FPS
IKIP Bandung: Bandung.
Subiyanto, 1988, Evaluasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, P2LPTK,
Depdikbud: Jakarta.
Trianto, 2007, Model-model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivisti, Prestasi Pustaka: Jakarta
Udin
Syaefuddin Sa’ud, 2009, Inovasi
Pendidikan, Alfabeta: Bandung
Universitas
Negeri Makassar, 2007, Panduan Model Pembelajaran Efektif, UNM:
Makassar.
Untuk mendapatkan file silahkan klik : Download
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih