Lencana Facebook

banner image

Friday 13 December 2013

MAKALAH SUPERVISI PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu komponen yang menunjang berlangsungnya proses pendidikan disekolah adalah pengawas sekolah. Pengawasan sekolah itu penting karena merupakan mata rantai terakhir dan kunci dari proses manajemen. Kunci penting dari proses manajemen sekolah yaitu nilai fungsi pengawasan sekolah terletak terutama pada hubungannya terhadap perencanaan dan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan (Robbins,1997).
Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Sahertian (1981:19) menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran. Burhanuddin (1990:284) memperjelas hakikat pengawasan pendidikan pada hakikat substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang dimaksud menunjuk pada segenap upaya bantuan supervisor kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar.
Dalam perkembangannya, pengawas satuan pendidikan lebih diarahkan untuk memiliki serta memahami bahkan dituntut untuk dapat mengamalkan apa yang tertuang dalam peraturan menteri tentang kepengawasan. Tuntutan tersebut salah satunya tentang kompetensi dalam memahami metode dan teknik dalam supervisi. Seorang supervisor adalah orang yang profesional ketika menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk menjalankan supervisi diperlukan kelebihan yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan dalam peningkatan mutu pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan mata biasa, sebab yang diamatinya bukan masalah kongkrit yang tampak, melainkan memerlukan insight dan kepekaan mata batin.
Seorang supervisor membina peningkatan mutu akademik yang berhubungan dengan usaha-usaha menciptakan kondisi belajar yang lebih baik berupa aspek akademis, bukan masalah fisik material semata. Ketika supervisi dihadapkan pada kinerja dan pengawasan mutu pendidikan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu memiliki misi yang berbeda dengan supervisi oleh kepala sekolah. Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada kepala sekolah dalam mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan dan memfasilitasi kepala sekolah agar dapat melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien.
Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya untuk melakukan suatu pengamatan secara intensif terhadap kegiatan utama dalam sebuah organisasi dan kelembagaan pendidikan dan kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian feed back, sebagaimana diadaptasi dari Razik (1995: 559). Hal ini sejalan pula dengan adaptasi dari L. Drake (1980: 278) yang menyebutkan bahwa supervisi adalah sebagai suatu peristilahan yang sophisticated, sebab memiliki arti yang luas, yakni identik dengan proses manajemen, administrasi, evaluasi dan akuntabilitas atau berbagai aktivitas serta kreatifitas yang berhubungan dengan pengelolaan kelembagaan pada lingkungan kelembagaan setingkat sekolah.
Mengacu pada pemikiran di atas, maka bantuan berupa pengawasan profesional oleh pengawas satuan tenaga kependidikan tentunya diarahkan pada upaya untuk meningkatkan pelaksanaan kegiatan kepala sekolah dalam menetralisir, mengidentifikasi serta menemukan peluang-peluang yang dapat diciptakan guna meningkatkan mutu kelembagaan secara menyeluruh.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulisan makalah  ini dapat dirumuskan ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Teknik dan metode apa yang digunakan dalam supervisi pendidikan?
2.      Bagaimana pengembangan model yang digunakan dalam supervisi pendidikan?
3.      Pendekatan apa yang digunakan dalam supervisi pendidikan?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan teknik dan metode yang digunakan dalam supervisi pendidikan.
2.      Untuk menjelaskan pengembangan model yang digunakan dalam supervisi pendidikan.
3.      Untuk menjelaskan pendekatan yang digunakan dalam supervisi pendidikan?










BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Definisi Supervisi Pendidikan
Definisi atau pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantik). Istilah supervisi berasal dari dua kata yaitu “super” dan “vision”. Dalam Webstr’s New World Dictionari istilah super berarti “Higher in rank or position than, superior to (superintendent), a greater or better than others” (1991:1343), sedangkan kata vision berarti “The ability to perceive something not actually visible, as through mental acutness or keen foresight” (1991:1492).
Secara etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh Ametembun (1993: 1): “Supervisi yang dialih bahasakan dari perkataan Inggris Supervision yang artinya pengawasan”.
Pengertian supervisi secara morfologis menurut Ametembun (1993:2) menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk perkataannya, supervisi terdiri dari dua buah kata “super” artinya atas, lebih dan “vision” artinya: lihat, tilik, awasi. Jadi makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi.
Pengertian supervisi secara semantik adalah pengertian yang dirumuskan oleh para ahli, untuk memperoleh suatu gambaran komparatif. Supervisi adalah pengawasan profesional dalam bidang akademik yang dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya, memahami tentang pembelajaran lebih mendalam dari sekedar pengawas biasa.
Istilah supervisi atau pengawasan dalam kelembagaan pendidikan diidentikkan dengan supervisi pengawasan profesional, hal ini tentu dihadapkan pada berbagai peristiwa dan kegiatan, contoh jika pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah, maka pengawasan dilakukan untuk melihat kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran terhadap siswa, namun jika supervisi dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikan, maka kepala sekolah dalam konteks kelembagaan jelas menjadi tujuan utama dalam meningkatkan mutu pendidikan secara menyeluruh.
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan memberikan kesepakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni, 1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula dalam Association for Supervision and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai berikut: Almost all writers agree that the primery focus in educational supervision is-and should be-the improvement of teaching and learning. The term instructional supervision is widely used in the literatur of embody all effort to those ends. Some writers use the term instructional supervison synonymously with general supervision.
Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah supervisi merupakan pengawasan profesional, sebab hal ini disamping bersifat lebih spesifik juga melakukan pengamatan terhadap pengawasan akademik yang mendasarkan pada kemampuan ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan manajemen biasa yang bersifat human, tetapi lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang demokratis dan humanistik oleh para pengawas pendidikan.
Supervisi pada dasarnya diarahkan pada tiga kegiatan besar yang masing-masing memiliki garapan serta wilayah tersendiri, antara lain:
1.      Supervisi Akademis
Menitikberatkan pada pengamatan supervisor tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan akademis, diantaranya hal-hal yang langung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang mempelajari sesuatu.
2.      Supervisi Administrasi
Menitikberatkan pada pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya proses pembelajaran.
3.      Supervisi Lembaga
Diarahkan pada kegiatan dalam rangka menyebarkan objek pengamatan supervisor tentang aspek-aspek yang berada di seantero sekolah dan berperan dalam meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan.
Sasaran pengawasan di lingkungan kelembagaan pendidikan selama ini menunjukkan kesan seolah-olah segi fisik material yang tampak merupakan saaran yang sangat penting, namun pengolahan dana, sistem kepegawaian, perlengkapan serta sistem informasi yang dipergunakan oleh lembaga nyaris merupakan sesuatu yang terabaikan. Supervisi kelembagaan menebarkan objek pengamatan supervisor pada aspe-aspek yang berada d lingkungan sekolah, artinya lebih bertumpu pada citra dan kualitas sekolah, sebab dapat dimaklumi bahwa sekolah yang memiliki popularitas akan menjadi lembaga pendidikan yang secara otomatis dapat menarik perhatian masyarakat yang pada gilirannya akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah dimaksud.
Citra sekolah selain digambarkan oleh sarana dan fasilitas yang memadai, juga dibuktikan dengan kualitas proses pembelajaran serta kualitas lulusan yang dapat diakui oleh masyarakat keberadaan lulusan lembaga terkait, selain itu juga tampak sekolah yang baik dilihat dari sisi ketertiban, pengelolaan, kesejahteraan serta situasi dan kondisi lingkungan yang memang kondusif untuk belajar.

B.     Misi, Visi, Orientasi dan Strategi Supervisi Pendidikan
Visi dalam supervisi pendidikan adalah pandangan jauh ke depan yang dapat diciptakan oleh supervisor dalam melihat kebutuhan-kebutuhan baik bagi pengembangan kelembagaan maupun pengembangan personal yang sekaligus menjadi pelaksana kelembagaan terkait. Sedangkan misi dalam supervisi pendidikan adalah untuk mengoptimalkan pencapaian sasaran akademik, yang berupa penguasaan murid atas mata pelajaran yang diajarkan.
Orientasi diartikan sebagai salah satu wacana yang ingin dikembangkan terkait dengan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan oleh supervisor dalam rangka pengembangan diri. Sedangkan strategi merupakan seperangkat tindakan yang seharusnya dilakukan untuk memcapai tujuan dengan mengakomodasi segenap kemampuan sekolah yang dimiliki. Setiap tindakan yang dilakukan ditujukan untuk mencapai tujuan. Usaha yang dijalankan merupakan tindakan merealisasikan tujuan agar tercapai dengan cara yang terbaik. Semua tindakan diambil karena mengerti dan memahami dengan baik bagaimana semestinya meningkatkan mutu pembelajaran dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelipat gandaan usaha, memaksimalkan aktivitas termasuk di dalamnya membuat keputusan, merumuskan tujuan, membuat kebijakan, meyusun program, menggunakan sumber daya agar usahanya meningkatkan mutu pendidikan berhasil.
Pengertian strategi dimaknai sebagai proses kegiatan yang dipilih karena cocok digunakan untuk mengimplementasikan keputusan peningkatan mutu pembelajaran di lingkungan sekolahnya. Strategi yang dijalankan akan mengantarkannya pada efektivitas dalam melaksanakan bantuan profesional, hal ini dikarenakan:
1.      Guru ditempatkan sebagai sentral kegiatan pembelajaran yang mempunyai kedaulatan penuh.
2.      Urusan mengajar merupakan urusan guru sepenuhnya. Kegiatan akademik yang dilaksanakan guru merupakan tanggung jawab profesional guru. Guru memperoleh kepercayaan penuh dalam menjalankan tugas mengajarkan.
3.      Persahabatan, keakraban dan pergaulan yang saling menghargai merupakan kondisi yang diciptakan oleh gaya kepemimpinannya sebagai pemimpin pembelajaran. Faktor ini memjadi kunci keberhasilan dalam melaksanakan peningkatan mutu pembelajaran, sebab terciptanya kultur sekolah yang menyenangkan karena semua guru merasa dihargai dan dihormati.
4.      Kebebasan berbicara dalam pergaulan yang bersahabat merupakan kondisi awal memperoleh informasi dari guru tentang masalah apa sebenarnya yang sedang dihadapi guru. Banyak masalah terungkap dari pergaulan yang wajar diantara mereka. Masalah dikemukakan dalam kemasan obrolan yang tidak memerlukan situasi formal. Dalam pergaulan seperti ini penyampaian masalah dari guru tidak dirasakan sebagai beban berat untuk disampaikan karena situasinya yang wajar. Keterbukaan menjadi pemecahan masalah menjadi mudah.
5.      Guru diperlakukan sebagai teman yang dapat diajak kerjasama memperbaiki mutu pembelajaran dalam keadaan setara. Pemecahan masalah belajar dan mengajar dibicarakan dengan guru ketika guru dalam keadaan penuh kesadaran, tanpa stress, dalam keadaan bisa tidak dalam keadaan sibuk.
6.      Tutor kolega merupakan forum diantara sesama guru dalam lingkungan sekolah, yang bertujuan untuk saling bertukar pengalaman dan pengetahuan dalam memperbaiki mutu mengajar, saling mengimbas pengetahuan dari guru yang satu keguru lain atau kepada sekelompok guru.
7.      Guru yang telah mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan, lokakarya, dan pengembangan berkewajiban menularkan ilmu yang diperolehnya kepada guru lain, dalam berbagai cara, dalam pertemuan yang mereka adakan sendiri.
8.      Guru yang sedang mencobakan strategi pembelajaran baru d kelas harus memberikan kesempatan kepada guru lain untuk melihat dan bertanya tentang kegiatan yang dijalankan, mereka mengkomunikasikannya diantara mereka sendiri. Diantara mereka saling bertukar pengalaman dalam menemukan cara terbaik berdasarkan iuran pemikiran berkontribusi salling melengkapi.
9.      Guru yang memiliki pengalaman dan mengetahui bagaimana cara melaksanakan sebuah medote atau cara mengajar yang layak diketahui oleh sesama teman guru, diminta atau tidak diminta pada suatu ketika dalam
10.  Pertemuan informal atau diminta oleh kepala sekolah berkewajiban untuk menginformasikan kepada guru lain agar diketahui dan dicontoh bila perlu.
11.  Tutor kolega juga merupakan forum untuk menyamakan persepsi sekolah dalam berhadapan dengan lingkungannya. Terutama mempersamakan usaha-usaha meningkatkan mutu dalam memberi kepuasan kepada masyarakat dan orang tua. Oleh kepala sekolah tutor sebaya juga digunakan sebagai forum yang sewajarnya untuk bisa mengetahui guru yang dijadikan kader sekolah untuk kegiatan-kegiatan sekolah.
12.  Kegiatan kelompok kerja dalam gugus dijadikan sebagai media untuk bertukar pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah pembelajaran. Maslah diungkap baik dari pengalaman kesaharian, temuan dari buku teks, ketidakpuasan belaj murid, kebijakan sekolah masing-masing untuk diterjemahkan dalam proses belajar maupun yang datang dari dinas. Proses diskusi dalam gugus dipandu secara bergantian sesuai dengan permasalahan.
Perubahan lingkungan eksternal dan internal. Penelitian yang mendalam menemukan juga bahwa latar belakang kegiatan supervisi bantuan profesional didorong oleh banyak faktor yaitu : perubahan lingkungan sekolah yang bergerak maju kearah keleluasaan dalam mengelola sekolah, persaingan yang tumbuh sebagai akibat otonomi sekolah dan keterlibatkan masyarakat dalam Manajemen Berbasis Sekolah  yang menuntut diperbaikinya pelayanan belajar kearah yang lebih memuaskan, serta tumbuhnya kerjasama yang harmonis dalam bentuk “bersanding, berjalan sering tetapi tetap ketat bersaing”.


C.    Langkah-Langkah Pembinaan Kemampuan Guru
Melalui supervisi akademik, ada lima langkah dalam pembinaan kemampuan guru antara lain:
1.      Menciptakan Hubungan yang Harmonis
Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara pengawas dan guru,serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui supervisi akademik, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang kurang terampil dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian.
Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-benar menerima supervisi akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik. Dalam upaya memperjelas program supervisi akademik, tentu diperlukan suatu cara dan prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Bagaimanakah berkomunikasi secara efektif.
Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut:
a.       Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin.
b.      Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama.
c.       Ciptakan hubungan interpersonal antar personil.
d.      Berpikirlah sebelum berbicara.
e.       Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah.
f.       Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain.
g.      Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri.
h.      Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu.
i.        Persingkat pembicaraan.
j.        Ciptakan ketidaksanggupan.
k.      Bersemangatlah.
l.        Raihlah sikap orang lain untuk membantu program.
m.    Berkomunikasilah dengan “eye communication”.
n.      Selalu mencoba.
o.      Jadilah pendengar yang baik.
p.      Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi.
2.      Analisis Kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran.
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis kebutuhan adalah sebagai berikut:
a.       Mengidentifikasi perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang nyata dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan dikelompokkan , disintesiskan, dan diklasifikasikan.
b.      Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
c.       Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
d.      Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan pada fase ini, seperti keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.
e.       Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan quesioner.
f.       Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi.
g.      Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan.
h.      Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.
3.      Pelaksanaan Supervisi Akademik
Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pengajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang akan digunakan.
Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik ini adalah sebagai berikut:
a.       Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual.
b.      Mendaftar pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi kelompok.
c.       Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana yang telah dikembangkan.
4.      Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik
Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru.
Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran yaitu:
a.       Menentukan apakah pengajar/guru telah mencapai kriteria pengukuran sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan.
b.      Menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya dalam rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya.
Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian adalah bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a.       Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian.
b.      Tulislah masing-masing tujuan.
c.       Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi.
d.      Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya.
e.       Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.
5.      Perbaikan Program Supervisi Akademik
Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya, sebagai berikut:
a.       Me-review rangkuman hasil penilaian.
b.      Apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
c.       Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
d.      Mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancangkembali pada masa berikutnya.



















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Teknik dan Metode dalam Supervisi Pendidikan
Metode dalam konteks pengawasan merupakan suatu cara yang ditempuh oleh pengawas pendidikan guna merumuskan tujuan yang hendak dicapai baik oleh sistem perorangan maupun kelembagaan pendidikan itu sendiri, sedangkan teknik adalah langkah-langkah kongkrit yang dilaksankan oleh seorang supervisor, dan teknik yang dilaksanakan dalam supervisi dapat ditempuh melalui berbagai cara, yakni pada prinsifnya berusaha merumuskan harapan-harapan menjadi sebuah kenyataan.
Teknik supervisi merupakan cara-cara yang ditempuh dalam mencapai tujuan tertentu, baik yang berhubungan dengan penyelesaian masalah guru-guru dalam mengajar, masalah kepala sekolah dalam mengembangkan kelembagaan serta masalah-masalah lain yang berhubungan serta berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Tugas pengawas satuan pendidikan ketika melaksanakan tugas pengawasaannya, haruslah memahami metode dan teknik supervisi akademik agar kegiatan supervisi dapat dilaksanakan dengan baik dan hasil pembinaanya mencapai tujuan pembinaan. Ada beberapa metode dan teknik supervise yang dapat dilakukan pengawas, antara lain:
1.   Teknik Supervisi
a.       Teknik kelompok adalah teknik dalam pelaksanaan supervisi yang dilakukan terhadap sekelompok orang yang di supervisi.
b.      Teknik perorangan adalah teknik dalam pelaksanaan supervisi yang dilakukan terhadap individu yang memiliki masalah khusus.
2.   Metode Supervisi
a.       Metode langsung adalah metode supervisi yang digunakan untuk mengenai sasaran pihak yang di supervisi.
b.      Metode tidak langsung adalah metode supervisi yang mempergunakan berbagai macam media atau alat perantara.
3. Teknik dan Metode Supervisi yang lain
a.      Kunjungan Kelas (Class Visit)
Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembina lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar, sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru. Kunjungan kelas merupakan suatu metode supervisi yang “to the point” kena sasaran. Tujuan kunjungan kelas ini adalah untuk menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau masalah guru di dalam kelas. Melalui kunjungan kelas, pengawas akan membantu permasalahan yang dialaminya. Kunjungan kelas dapat dilakukan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan biasa juga atas dasar undangan dari guru itu sendiri.
Dalam melaksanakan kunjungan kelas, terdapat tiga tahapan. Tahap persiapan, pada tahap ini pengawas merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Tahap pengamatan, pada tahap ini mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Tahap akhir, pada tahap ini pengawas bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi, setelah itu dilakukan tindak lanjut.
Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu;
1)      Memiliki tujuan-tujuan tertentu.
2)      Mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki kemampuan guru.
3)      Menggunakan instrument observasi tertentu untuk mendapatkan daya yang obyektif.
4)      Terjadi interaksi antara Pembina dan yang dibina sehingga menimbulkan sikap saling pengertian.
5)      Pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu proses belajar mengajar.
6)      Pelaksanaannya diikuti dengan program tindak lanjut.

b.      Pembicaraan Individual
Setelah suatu kunjungan berakhir, hendaklah diadakan pembicaraan langsung secara pribadi tentang hasil kunjungan dengan orang yang dikunjungi. Pembicaraan individual adalah satu percakapan, pertemuan, dialog, dan tukar pikiran antara supervisor dengan guru, guru dengan guru, mengenai usaha meningkatkan kemampuan professional guru.
Dalam melaksanakan pembicaraan individual, ada beberapa tujuan yaitu:
1)            Memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan masalah yang dihadapi.
2)            Mengembangkan hal mengajar yang lebih baik.
3)            Memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri.
4)            Menghilangkan atau menghindari segala prasangka yang bukan-bukan.
Prinsip dasar supervisi pembicaraan individual adalah pelaksanaannya dilakukan setelah observasi, sehingga terjalin hubungan yang akrab antara guru dengan supervisor. Tujuan dari tenik pembicaraan individual yaitu untuk menganalisa kesulitan-kesulitan dalam belajar, baik yang ditimbulkan oleh guru maupun oleh komponen pembelajaran yang lain. Teknik ini hendaknya dilakukan oleh supervisor yang sudah memiliki tingkat kompetensi yang tinggi.
c.       Rapat Sekolah
Seorang kepala sekolah menjalankan tugas dan peranannya berdasarkan Rencana Strategis (Renstra)  dan Rencana Operasional (Renops) yang telah disusun setiap awal tahun pelajaran. Pertemuan atau rapat sekolah (meeting) yang diagendakan oleh kepala sekolah untuk membicarakan kepentingan siswa dan sekolah serta hal-hal yang berhubungan dengan sekolah, termasuk mengadakan rapat-rapat secara periodik dengan guru-guru, staf tata usaha, dan komite sekolah dalam rangka kegiatan supervisi.
Prinsip dasar supervisi dari tenik rapat sekolah adalah merencanakan bersama-sama visi, misi, orientasi dan strategi sekolah. Teknik ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas personil staf pengajar dan tata usaha serta program sekolah. Pelaksanaan rapat sekolah dilakukan secara berjenjang dengan memperhatikan kualitas efektifitas dan efisiensi.
d.      In-Service Training
Untuk kepentingan peningkatan kualitas mengajar, maka seorang guru perlu mengembangkan pengetahuan sesuai dengan profesinya dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan mengadakan penataran-penataran (in-service training). Teknik ini dilakukan melalui penataran-penataran untuk guru mata pelajaran tertentu persektor atau gugus, perkabupaten, atau perwilayah. Mengingat bahwa penataran pada umumnya diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka tugas kepala sekolah adalah mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut (follow-up) dari hasil penataran tersebut.
Prinsip dasar supervisi teknik in-service training mengacu pada asas pendidikan seumur hidup yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan tenaga profesional, sehingga diperlukan strategi yang memadai dalam pengembangan ini.
e.       Workshop/Lokakarya
Workshop atau Lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial yang bertujuan untuk mengembangkan professional guru/karyawan. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan perwakilan komite sekolah.
Penyelenggaraan workshop ini tentunya disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya. Workshop dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian, dan sebagainya.
Prinsip dasar supervisi teknik workshop atau lokakarya menghidupkan kerjasama antar komponen pendidikan yang memadai. Teknik ini bertujuan untuk memecahkan situasi dan permasalahan yang muncul di bidang pendidikan dan pengajaran yang dalam kehidupan sehari-hari. Pengunaan teknik ini sangat membutuhkan biaya yang cukup besar.
f.       Intervisitasi
Intervisitasi merupakan teknik supervisi dengan cara saling mengunjungi antara sesama guru yang sedang mengajar untuk mengobservasi situasi dalam proses pembelajaran masing-masing. Kunjungan antarkelas dapat juga digolongkan sebagai teknik supervisi secara perorangan. Kegiatan ini dilakukan guru yang satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Melalui kunjungan antarkelas ini diharapkan guru akan memperoleh pengalaman baru dari teman sejawatnya mengenai pelaksanaan proses pembelajaran, pengelolaan kelas, dan sebagainya.
Agar kunjungan antarkelas ini dapat berhasil dengan baik dan bermanfaat, maka harus ada beberapa hal yang diperhatikan antara lain:
1)      Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan sebaik-baiknya.
2)      Diupayakan agar mencari guru yang berpengalaman sehingga mampu memberikan pengalaman baru bagi guru-guru yang akan mengunjungi.
3)      Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi.
4)      Sediakan segala fasilitas yang diperlukan dalam kunjungan kelas.
5)      Supervisor/pengawas hendaknya mengikuti acara ini denbgan cermat.
6)      Amatilah apa-apa yang ditampilakn secara cermat, dan mencatatnya pada format-format tertentu.
7)      Adakan tindak lanjut setelah kunjungan antarkelas selesai. Missal, dengan percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-tugas tertentu.
8)      Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru bersangkutan, yaitu dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
9)      Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan kunjungan antar kelas berikutnya.
g.      Demonstrasi Mengajar
Metode ini dapat dilakukan oleh supervisor sendiri atau oleh guru yang ahli untuk memperkenalkan metode mengajar yang efektif. Prinsip dasar supervisi teknik demonstrasi mengajar adalah peningkatan didaktik dan metodik guru sebagai tenaga pendidik.
Demonstrasi mengajar bertujuan membantu guru dalam mengembangkan pengajaran yang efektif. Namun dalam kenyataannya jarang sekali dilaksanakan, selain dikarenakan kurang adanya rasa percaya diri, juga tingkat pemotivasian kepada guru yang masih rendah.
h.      Bulletin Supervisi
Bulletin supervisi yang dibuat secara berkala dapat dimanfaatkan untuk perbaikan program pendidikan dan pengajaran, bisa bulletin mingguan maupun bulletin bulanan. Prinsip dasar supervisi bulletin adalah pemusatan hasil belajar berdasarkan secara menyeluruh Teknik ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi secara internal dan bersifat pengembangan staf. Pelaksanaan  Bulletin supervisi dengan mengoptimalisasikan media cetak bagi dunian pendidikan.
i.        Bulletin Bord
Pengumuman administratif, pengunguman supervisi, pengumuman untuk murid, dan sebagainya.
j.        Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah atau pengawas dalam rangka mengamati pelaksanaan tugas dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik, sehingga memperoleh data yang lebih akurat dalam rangka pembinaan guru. Kunjungan rumah merupakan suatu metode supervisi yang “door to door” dengan cara jemput bola kepada guru yang akan di supervisi.
Tujuannya untuk mempelajari bagaimana situasi dan kondisi kehidupan orang yang disupervisi di rumah, terutama meneliti masalah-masalah yang secara langsung maupun tak langsung mempengaruhi tugas dan kewajiban dari orang yang disupervisi itu. Melalui kunjungan rumah, kepala sekolah atau pengawas akan membantu dan meringankan permasalahan di rumah yang dialami guru. Kunjungan rumah dapat dilakukan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan biasa juga atas dasar undangan dari guru itu sendiri.

B.     Pengembangan Model Dalam Supervisi Pendidikan
Yang dimaksud dengan model dalam uraian ini adalah suatu pola, contoh, acuan dari supervisi yang akan diterapkan. Menurut Piet A. Sahertian (2008: 34-44), ada empat model yang berkembang dalam supervisi pendidikan yaitu:
1.      Model Supervisi yang Konvensional (Tradisional)
Model supervisi yang konvensional ini tidak lain dari refleksi kondisi masyarakat pada saat kekuasaan yang otoriter dan feodal akan berpengaruh pada sikap pemimpin yang otokrat dan korektif. Pemimpin biasanya cenderung mencari-cari kesalahan yang ada pada orang lain. Perilaku supervisi yang dilakukan dengan cara mengadakan inspeksi untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan orang lain. Bahkan terkadang bersifat memata-matai, sehingga sering disebut supervisi yang korektif. Memang sangat mudah untuk mengoreksi kesalahan orang lain, tetapi lebih sulit lagi untuk melihat segi-segi positif dalam hubungan dengan hal-hal yang baik.
Pekerjaan seorang supervisor yang bermaksud hanya untuk mencari kesalahan adalah suatu permulaan yang tidak berhasil. Mencari-cari kesalahan dalam membimbing sangat bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan. Akibatnya guru-guru merasa tidak puas dan ada dua sikap yang tampak dalam kinerja guru yaitu sikap acuh tak acuh (masa bodoh) dan sikap menantang (agresif).
Praktek mencari kesalahan dan menekan bawahan ini masih tampak sampai sekarang. Bukan berarti tidak boleh menunjukkan kesalahan, masalahnya bagaimana cara kita mengkomunikasikan apa yang dimaksudkan sehingga para guru menyadari bahwa dia harus memperbaiki kesalahan. Para guru akan dengan senang hati melihat dan menerima bahwa ada yang harus diperbaiki dari dirinya. Jadi, caranya harus taktis paedagogis atau memakai bahasa penerimaan bukan bahasa penolakan.
2.      Model Supervisi yang Bersifat Ilmiah
Model supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri yang pertama, dilaksanakan secara bersamaan dan kontinyu. Kedua, sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu. Ketiga, menggunakan instrumen pengumpulan data. Dan keempat, ada data yang obyektif diperoleh dari keadaan yang riil.
Dengan menggunakan merit ratting, check list, atau skala penilaian, para siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan pembelajaran atau perkuliahan guru/dosen di dalam ruang kelas. Hasil penelitian diberikan kepada guru-guru sebagai umpan balik terhadap penampilan mengajar guru pada semester yang lalu. Data ini tidak berbicara kepada guru, tapi dari data tersebut diharapkan guru kemudian mengadakan perbaikan dalam dirinya. Penggunaan alat perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian. Namun demikian, hasil perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan supervisi yang lebih manusiawi.
3.      Model Supervisi Klinis
Model supervisi klinis merupakan bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. Supervisi klinis dapat membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
Supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara obyektif serta teliti sebagai dasar untuk mengubah perilaku mengajar guru. Tekanan dalam pendekatan yang diterapkan bersifat khusus melalui tatap muka dengan guru pengajar. Inti bantuan terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru.
Ada beberapa ciri dalam supervisi klinis yaitu:
a.       Bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi atau memerintah.
b.      Harapan dan dorongan supervisi timbul dari guru itu sendiri.
c.       Guru memiliki satuan tingkah laku mengajar yang  terintegrasi.
d.      Suasana dalam pemberian supervisi penuh kehangatan, kedekatan, dan keterbukaan.
e.       Supervisi yang diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar saja, tapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru.
f.       Instrumen yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara supervisor dan guru.
g.      Balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan bersifat obyektif.
h.      Dalam percakapan balikan seharusnya datang dari pihak guru lebih dulu, bukan dari supervisor.
Prinsip-prinsip dalam supervisi klinis antar lain:
a.       Pelaksanaan supervisi harus berdasarkan inisiatif dari guru lebih dahulu.
b.      Menciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan.
c.       Menciptakan suasana bebas untuk mengemukakan apa yang dialaminya.
d.      Objek kajiannya adalah kebutuhan profesional guru yang riil dan alami.
e.       Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk diperbaiki.
4.      Model Supervisi Artistik
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill), tapi mengajar juga suatu kiat (Art). Sejalan dengan tugas mengajar, supervisi juga sebagai kegiatan mendidik. Dapat dikatakan bahwa supervisi adalah suatu pengetahuan, suatu keterampilan, dan juga suatu kiat.
Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui orang lain (working through the others). Hubungan antara manusia dapat tercipta apabila ada kerelaan untuk menerima orang lain apa adanya dan adanya unsur kepercayaan. Hubungan tampak melalui pengungkapan bahasa, dalam supervisi lebih banyak menggunakan bahasa penerimaan dari pada bahasa penolakan.
Supervisor yang mengembangkan model artistik akan menampakkan dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang dibimbingnya, sehingga guru-guru merasa dirinya diterima. Adanya perasaan aman dan dorongan positif dalam berusaha untuk maju. Sikap seperti mau belajar mendengarkan perasaan orang lain, mengerti orang lain dengan masalah-masalah yang dikemukakan, menerima orang lain apa adanya, sehingga orang dapat menjadi dirinya sendiri.
Beberapa ciri yang khas dari model supervisi artistik, antara lain:
a.       Memerlukan perhatian khusus agar lebih banyak mendengarkan dari pada banyak bicara.
b.      Memerlukan tingkat perhatian yang cukup dan keahlian yang khusus untuk memahami apa yang dibutuhkan oleh orang lain.
c.       Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru dalam rangka mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.
d.      Menuntut untuk memberi perhatian yang lebih banyak terhadap proses pembelajaran di kelas dan diobservasi pada waktu-waktu tertentu.
e.       Memerlukan laporan yang menunjukkan bahwa dialog antara supervisor dan yang di supervisi dilaksanakan atas dasar kepemimpinan dari kedua belah pihak.
f.       Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang dimilikinya terhadap orang lain.
g.      Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang diungkapkan sehingga memperoleh pengalaman dan mengapresiasi dari apa yang dipelajarinya.
h.      Menunjukkan fakta bahwa sensivitas dan pengalaman merupakan instrumen utama yang digunakan sehingga situasi pendidikan itu diterima dan bermakna bagi orang yang disupervisi.
C.    Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis. Suatu pendekatan supervisi sangat bergantung pada prototipe guru. Ada satu paradigma yang dikemukakan oleh Glickman (1981) dalam Piet A. Sahertian (2008: 44-52) untuk memilah-milah guru dalam empat prototipe guru. Ia mengemukakan setiap guru memiliki dua kemampuan dasar yaitu berfikir abstrak dan komitmen.
Kalau kedua kemampuan itu digambarkan secara silang, maka akan terdapat empat kuadran (sisi). Tiap sisinya terdapat dua kemampuan yang disingkat A (daya abstrak) dan K (komitmen). Tiap sisi yang terdapat di sebelah kanan garis abstrak (garis tegak lurus/vertikal), maka komitmennya tinggi (K+). Setiap sisi yang terdapat di atas garis komitmen (garis horizontal) daya abstraknya tinggi (A+). Sisa semuanya rendah (-), dengan demikian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.       Pada sisi I daya abstrak tinggi (A+) dan komitmen tinggi (K+), guru yang semacam ini disebut guru yang profesional.
b.      Pada sisi II daya abstrak tinggi (A+) tetapi komitmen rendah (K-), guru yang semacam ini disebut guru yang tukang kritik.
c.       Pada sisi III daya abstrak rendah (A-) tetapi komitmen tinggi (K+), guru yang semacam ini disebut guru yang terlalu sibuk.
d.      Pada sisi IV daya abstrak rendah (A-) dan juga komitmennya rendah (K-), guru yang semacam ini disebut guru yang tidak bermutu.
Pendekatan dan teknik yang diterapkan dalam memberikan supervisi kepada guru-guru berdasarkan prototipe guru tersebut berbeda-beda, antara lain:
a.       Apabila guru yang profesional, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan non-direktif. Teknik yang diterapkan berdialog dan mendengarkan secara aktif.
b.      Apabila guru yang tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kolaboratif. Teknik yang diterapkan percakapan pribadi, dialog, dan menjelaskan.
c.       Apabila guru yang tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan direktif. Teknik yang diterapkan menjelaskan, berdialog, percakapan pribadi, dan mendengarkan secara aktif.
Berdasarkan kategori paradigma tersebut, maka dapat diterapkan berbagai pendekatan dan perilaku supervisor berdasarkan data mengenai guru yang sebenarnya memerlukan pelayanan supervisi. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan dan perilaku supervisor dalam pelaksanaan supervisi pendidikan yaitu:
1.      Pendekatan Langsung (Direktif)
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan secara langsung kepada guru-guru yang di supervisi, sehingga perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pada pemahaman terhadap psikologi behaviorisme yang dalam prinsipnya menyatakan bahwa segala perbuatan berasal dari refleks yaitu respon terhadap rangsangan  atau stimulus. Oleh karena itu guru yang mengalami kekurangan, perlu diberikan rangsangan agar dia dapat bereaksi. Seorang supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment).
Perilaku supervisor dalam pendekatan direktif adalah sebagai berikut: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberikan contoh, menetapkan tolak ukur, dan menguatkan. Perilaku supervisor dilakukan secara bertahap, mulai dari percakapan awal sampai dengan percakapan akhir setelah dikemukakan permasalahan yang diperoleh melalui observasi dan interview dengan guru. Biasanya pendekatan ini diterapkan pada guru-guru yang tidak bermutu atau acuh tak acuh.
2.      Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif)
Pendekatan non-direktif adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Supervisor memberikan kesempatan yang sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-direktif ini berdasarkan pada pemahaman psikologi humanistik yang dalam prinsipnya menyatakan bahwa orang yang akan dibantu itu sangat dihargai. Oleh karena itu pribadi guru yang dibina begitu dihormati, sehingga supervisor lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan mencoba mendengarkan serta memahami apa yang di alami guru-guru.
Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah sebagai berikut: mendengarkan, memberikan penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan permasalahan. Perilaku supervisor dilakukan secara berkesinambungan, mulai dari permasalahan yang di alami oleh para guru di lapangan dan kemudian dicari pemecahan masalahnya (problem solving). Biasanya pendekatan ini diterapkan pada guru-guru yang profesional.
3.      Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dengan pendekatan non-direktif menjadi cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini, supervisor dan guru bersama-sama dan bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi oleh guru. Pendekatan kolaboratif didasarkan pada psikologi kognitif yang dalam prinsipnya menyatakan bahwa belajar adalah hasil paduan antara kegiatan individu dengan lingkungan, yang pada gilirannya nanti akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian, pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah yaitu dari arah atas ke bawah (top down) dan  dari arah bawah ke atas (bottom up).
Perilaku supervisor dalam pendekatan kolaboratif adalah sebagai berikut: menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan permasalahan, dan negosiasi. Perilaku supervisor dilakukan secara bertahap, mulai dari pertanyaan awal sampai dengan mengemukakan permasalahan yang kemudian dinegosiasi bersama-sama dan dicari pemecahan permasalahannya. Biasanya pendekatan ini diterapkan pada guru-guru yang tukang kritik dan guru yang terlalu sibuk.
















BAB IV
P E N U T U P

A.    Kesimpulan
Supervisi adalah pengawasan profesional dalam bidang akademik yang dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya, memahami tentang pembelajaran lebih mendalam dari sekedar pengawas biasa.
Visi supervisi pendidikan adalah pandangan jauh ke depan yang dapat diciptakan oleh supervisor dalam melihat kebutuhan-kebutuhan baik bagi pengembangan kelembagaan maupun pengembangan personal. Sedangkan misi supervisi pendidikan adalah untuk mengoptimalkan pencapaian sasaran akademik, yang berupa penguasaan murid atas mata pelajaran yang diajarkan. Orientasi diartikan sebagai salah satu wacana yang ingin dikembangkan terkait dengan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan oleh supervisor dalam rangka pengembangan diri. Sedangkan strategi merupakan seperangkat tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan dengan mengakomodasi segenap kemampuan sekolah yang dimiliki.
Melalui supervisi akademik, ada lima langkah dalam pembinaan kemampuan guru antara lain: menciptakan hubungan yang harmonis, analisa kebutuhan, pelaksanaan supervisi akademik, penilaian keberhasilan supervisi akademik, dan perbaikan program supervisi akademik.
Ada beberapa metode dan teknik supervise yang dapat dilakukan pengawas, antara lain: teknik kelompok dan perorangan, metode langsung dan tidak langsung, kunjungan sekolah (school visit), kunjungan kelas (class visit), pertemuan individual, rapat sekolah, in-service training, workshop/lokakarya, intervisitasi, demonstrasi mengajar, bulletin supervisi, bulletin bord, dan kunjungan rumah.
Ada empat model yang berkembang dalam supervisi pendidikan yaitu: model supervisi yang konvensional (tradisional), model supervisi yang bersifat ilmiah, model supervisi klinis, dan model supervisi artistik.
Pendekatan yang diterapkan dalam memberikan supervisi kepada guru-guru berdasarkan prototipe guru berbeda-beda, antara lain: pendekatan direktif untuk guru yang tidak bermutu, pendekatan non-direktif untuk guru yang profesional, dan pendekatan kolaboratif untuk guru yang tukang kritik dan guru yang terlalu sibuk.

B.      Saran
Di penghujung abad kedua puluh dan memasuki milenium ketiga yang ditandai dengan era globalisasi, semua bangsa berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia, termasuk sumber daya pendidikan. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan prajabatan (pre-service education) maupun program pendidikan dalam jabatan ( in-service education). Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified (well training and well qualified).
Potensi sumber daya guru itu perlu terus-menerus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Itulah sebabnya ulasan mengenai perlunya supervisi pendidikan, baik dari segi definisi, visi dan misi, orientasi dan strategi, langkah-langkah pembinaan kemampuan guru, teknik dan metode, serta model dan pendekatan dalam supervisi pendidikan.





DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2004). Dasar-Dasar Supervisi. Jakarta: Rineka Cipta.

BSNP, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah /Madrasah, Jakarta 2007

Danim, Sudarwan. (2006). Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdiknas. (2008). Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

--------------. (2003). Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Dikdasmen.

Hariwung, A.J. (1989). Supervisi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.

Hasan, Yusuf, dkk., Pedoman Pengawasan, Jakarta: CV.Mekar Jaya, 2002.

Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Purwanto, Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Sahertian, Piet A. (2008). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sahertian, Piet, Drs, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Usaha Nasioanal, Surabaya: 1981.

Sudjana N.. Standar Mutu Pengawas. Jakarta: Depdiknas, 2006

Sudjana, Nana. (1998). Dasar-Dasar Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suhardan, Dadang. (2007). Supervisi Bantuan Profesional. Bandung: Mutiara Ilmu.

Sutisna, Oteng. N (1993), Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.