BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Setiap keterampilan
berbahasa erat pula
hubungannya dengan proses-proses yang mendasari bahasa. Bahasa
mencerminkan pikiran seseorang. Semakin
terampil berbahasa akan
semakin cerah dan
jelas jalan pikirannya.
Untuk memperoleh keterampilan
itu, kita perlu
memperbanyak latihan. Salah satu materi pelajaran yang termasuk dalam
keterampilan menulis adalah menulis puisi anak.
Menulis puisi
anak merupakan satu keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Dengan penguasan keterampilan
menulis, diharapkan siswa dapat mengungkapkan, pikiran, perasaan yang dimilikinya setelah menjalani
proses pembelajaran dalam berbagai
tulisan.
Ketidakberhasilan
proses pembelajaran menulis puisi anak kebanyakan disebabkan guru dalam
mengajar keterampilan menulis puisi
anak tidak menggunakan media
pembelajaran yang bervariatif.
Ada berbagai media
pembelajaran yang dapat meningkatkan
keterampilan menulis puisi
salah satunya adalah
media gambar. Sa’adah (dalam
Rohmat, 2008: 26),
mengemukakan bahwa gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan
secara visual ke dalam bentuk dua dimensi sebagai hasil perasaan dan pikiran,
bahwa gambar adalah lukisan, ilustrasi, iklan, kartun, potret, karikatur dan
gambar seri
Demikian pula
yang dialami peneliti pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia materi menulis puisi anak anak. Hasil tes yang peneliti lakukan hanya empat siswa (13,33%) dari 30
siswa yang mencapai tingkat penguasaan materi 80% ke atas. Hal ini menunjukkan
bahwa masih terdapat 26 siswa (86,67%) yang belum mampu menguasai materi
pelajaran perolehan nilai rata-rata hasil belajar secara klasikal sebesar 65,33
dan minat belajar sebanyak delapan orang
siswa atau 26,67% dari jumlah siswa secara keseluruhan sebanyak 30 orang siswa.
1.
Identifikasi Masalah
Upaya untuk
mengatasi hal itu, peneliti
mencoba berkolaborasi dengan kepala sekolah, rekan sejawat, dan supervisor.
Hasil diskusi dengan mereka, akhirnya dapat teridentifikasi beberapa masalah
sebagai berikut.
a. Kurangnya motivasi belajar siswa
b. Siswa kurang menguasai materi pembelajaran
c. Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran.
d.
Ketidakseriusan siswa dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran yang ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang kurang memperhatikan
penjelasan yang diberikan guru selama proses pembelajaran berlangsung.
e.
Pengaturan posisi duduk siswa kurang sesuai sehingga
persebaran siswa yang pandai dan tidak masih belum merata.
2.
Analisis Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah di atas, penulis merasa perlu untuk merefleksi diri
sejauhmana kemampuan pribadi di dalam proses
pembelajaran. Selain itu juga melakukan diskusi dengan teman
sejawat, melakukan kegiatan literatur mengenai masalah yang dihadapi dalam
proses pembelajaran sehingga diketahui kemungkinan adanya kelemahan dalam
proses pembelajaran sebagai berikut :
a. Kurang tepatnya metode pembelajaran yang digunakan
guru dalam pembelajaran
b.
Guru dalam menjelaskan tidak menggunakan media
pembelajaran yang sesuai.
c.
Guru tidak melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran.
d.
Metode penyajian materi yang digunakan guru tidak sesuai
dengan karakteristik dan tahap perkembangan siswa sekolah dasar
e.
Guru kurang mampu membaca situasi dan kondisi pada saat
pembelajaran berlangsung.
Melihat kondisi tersebut di atas, maka peneliti berusaha
untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik
sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa dapat tercapai dengan penerapan penggunaan
media gambar seri.
Atas dasar itulah,
peneliti termotivasi untuk melakukan perbaikan pembelajaran agar prestasi
belajar siswa dapat meningkat. Upaya perbaikan yang peneliti lakukan dengan
mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mata pelajaran Bahasa Indonesia materi
menulis puisi anak berdasarkan gambar seri dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas II SD Negeri .........................
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian sebagaimana identifikasi masalah di atas, maka dapat ditentukan rumusan
masalahnya yaitu :
1.
Bagaimana upaya meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas
II .......................... melalui penerapan media gambar seri pada pembelajaran bahasa
Indonesia materi menulis puisi anak dapat?
2.
Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas
II ................. melalui penerapan media gambar seri pada pembelajaran bahasa
Indonesia materi menulis puisi anak dapat?
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini adalah
sebagai berikut.
1. Untuk meningkatkan keaktifan belajar
siswa hingga memenuhi batas minimal tuntas belajar dalam pembelajaran bahasa
Indonesia materi menulis puisi anak.
2. Untuk meningkatkan hasil belajar
siswa hingga memenuhi batas minimal tuntas belajar dalam pembelajaran bahasa
Indonesia materi menulis puisi anak.
D.
Manfaat
Penelitian
Diharapkan penelitian perbaikan pembelajaran ini akan
memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara lain sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoritis
Untuk
dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pengembangan keilmuan terutama di bidang pengajaran bahasa
Indonesia khususnya materi menulis puisi anak dan sebagai dasar pijakan penelitian selanjutnya
2. Manfaat Praktis
a. Siswa
a. Siswa lebih aktif dalam
mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi menulis puisi anak.
b. Siswa dapat mencapai hasil
yang lebih baik dalam pembelajaran bahasa Indonesia sesuai tujuan yang telah
ditetapkan sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat.
b. Guru
a. Membantu guru meningkatkan
kinerjanya serta profesi dalam memupuk rasa percaya dirinya
b.
Mendapat kesempatan untuk
berperan aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri.
c. Sekolah
Sekolah dapat memberikan
perhatian agar penyelenggaraan pembelajaran bahasa Indonesia lebih baik
sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia seoptimal mungkin
khususnya materi menulis puisi anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia
a.
Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa
Degeng (1989:89). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat
mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan
dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber
belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan
strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan
pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh
karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi
pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan
memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan
pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi.
Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999:104)
adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan
yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan
mengekspresikan diri dengan berbahasa. Untuk mencapai tujuan di atas,
pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang
kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan
aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya.
Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan
belajar bahasa dengan baik bila (1) diperlakukan sebagai individu yang
memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam
penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila
ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan
strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) ia disebarkan dalam
data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari
bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya,
(6) jika diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika
diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994:121).
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan yang menjadi identitas bangsa
Indonesia. Untuk menjaga kelestarian dan kemurnian bahasa Indonesia maka
diperlukan berbagai upaya. Contoh upaya untuk menjaga kemurnian bahasa
Indonesia adalah dengan menuliskan kaidah-kaidah ejaan dan tulisan bahasa Indo-nesia
dalam sebuah buku yang disebut dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD dapat
digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan berkomunikasi menggunakan bahasa
Indonesia dengan benar, baik komunikasi secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan upaya lain yang dapat digunakan untuk melestarikan bahasa Indonesia
adalah dengan menanamkan bahasa Indonesia sejak dini.
Penanaman bahasa Indonesia sejak dini adalah
memberikan pelatihan dan pendidikan tentang bahasa Indonesia sejak anak masih
kecil. Pelaksanaan pendi-dikan bahasa Indonesia pada anak dapat dilakukan
melalui pendidikan informal, pendidikan formal, maupun pendidikan nonformal.
Pendidikan informal dilaku-kan oleh keluarga di rumah. Pendidikan ini dilakukan
saat anak berada di rumah bersama dengan keluarganya. Sedangkan pendidikan
formal dilaksanakan di dalam lembaga pendidikan resmi mulai dari SD sampai
dengan perguruan tinggi. Dalam pendidikan formal ini gurulah yang berperan
penting dalam menanamkan pengetahuan akan bahasa Indonesia. Sedangkan
pendidikan nonformal dilaksanakan di luar rumah dan sekolah, dapat melalui
kursus, pelatihan-pelatihan, pondok pesantren dan lain sebagainya.
Pendidikan bahasa Indonesia di lembaga formal
dimulai dari SD. Jumlah jam pelajaran bahasa Indonesia di SD kelas I, II dan
III sebanyak 6 jam pelajaran. Sedangkan kelas IV, V dan VI sebanyak 5 jam
pelajaran. Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar
siswa mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang baik serta mempunyai
kemampuan berpikir dan bernalar yang baik yang dapat disampaikan melalui bahasa
yang baik pula.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting
yang diajarkan di SD, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi
yang sangat pen-ting bagi kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia sebagai-mana dinyatakan oleh Akhadiah dkk. (1991: 1) adalah agar
siswa ”memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat
menghayati bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa
serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar”. Dari penjelasan Akhadiah
tersebut maka tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat dirumuskan menjadi
empat bagian. (1) Lulusan SD diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar. (2) Lulusan SD diharapkan dapat menghayati bahasa dan
sastra Indonesia. (3) Penggunaan bahasa harus sesuai dengan situasi dan tujuan
berbahasa. (4) Pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman siswa SD. Butir
(1) dan (2) menunjukkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia SD yang mencakup
tujuan pada ranah kognitif dan afektif. Butir (3) menyiratkan pen-dekatan
komunikatif yang digunakan. Sedangkan butir (4) menyiratkan sampai di mana
tingkat kesulitan materi pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan.
Dari tujuan tersebut jelas tergambar bahwa fungsi
pengajaran bahasa Indonesia di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangakan
kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa itu,
terutama sebagai alat ko-munikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dapat
memberikan kemampuan dasar berbahasa yag diperlukan untuk melanjutkan
pendidikan di sekolah menengah maupun untuk menyerap ilmu yang dipelajari lewat
bahasa itu. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat membentuk sikap
berbahasa yang positif serta memberikan dasar untuk menikmati dan menghargai
sastra Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu diperhatikan
pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa, serta pembinaan rasa
persatuan nasional.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam BSNP
(2006) dijabarkan menjadi beberapa tujuan. Tujuan bagi siswa adalah untuk
mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya.
Adapun tujuan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa siswa , serta
lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi
lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya. Tujuan bagi orang tua siswa adalah
agar mereka dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program pembelajaran.
Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program pendidikan
kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.
Sedangkan tujuan bagi daerah adalah agar daerah dapat menentukan sendiri bahan
dan sumber belajar kebahasaan dengan kondisi kekhasan daerah dengan tetap
memperhatikan kepentingan sosial.
b.
Karakteristik Mata pelajaran Bahasa
Indonesia
Bahasa
memiliki peran sentral
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta
didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta
didik mengenal dirinya,
budayanya, dan budaya
orang lain, mengemukakan gagasan
dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut,
dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan
imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran
bahasa Indonesia diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, baik
secara lisan maupun
tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap hasil karya
kesastraan manusia Indonesia.
Bredekamp (1997:3) menyatakan bahwa anak berkembang
pada semua aspek perkembangannya baik fisik,
emosional, sosial, dan kognitif.
Tidak ada jalan lain
kecuali guru harus
memiliki tanggungjawab dan
perhatian penuh bagi keutuhan
perkembangan anak. Sehubungan
dengan itu Goodman dalam
Akhadiah (1994:9) menyatakan
bahwa (1) belajar
bahasa lebih mudah terjadi
jika bahasa itu
disajikan secara holistik
nyata, relevan, bermakna, serta
fungsional jika bahasa
itu disajikan dalam
konteks dan dipilih peserta didik untuk
digunakan, (2) belajar
bahasa adalah belajar bagaimana mengungkapkan
maksud sesuai dengan
konteks lingkungan orang tua,
kerabat, dan kebudayaan
terdapat interdependensi antara perkembangan kognitif
dan perkembangan kemampuan
bahasa yang meliputi pikiran bergantung kepada bahasa dan bahasa
bergantung kepada pikiran (Akhadiah, 1994:10-11).
Dinyatakan pula bahwa
sesuai dengan teori belajar,
perkembangan kognitif serta
perkembangan bahasa pada anak
usia lima sampai
dengan delapan tahun
atau anak kelas
awal SD mempunyai karakteristik
sebagai berikut: (1)
kemampuan kognitif dan bahasa anak usia tersebut telah memadai
untuk belajar dalam situasi yang lebih
formal, (2) anak-anak
seusia itu masih
memandang sesuatu lebih sebagai
keseluruhan/ secara, (3)
sesuatu lebih mudah
mereka pahami jika diperoleh melalui
interaksi sosial dengan
mengalaminya secara nyata dalam
situasi yang menyenangkan,
(4) situasi yang
akrab, dilandasi
penghargaan, pengertian, dan
kasih sayang, serta
lingkungan belajar kondusif dan
terencana sangat membantu
proses belajar yang
efektif (Akhadiah, 1994: 18-19).
Kenyataan itu menuntut
agar guru sebagai pengelola pembelajaran
dapat menyediakan lingkungan
belajar yang kondusif dan
pendekatan pembelajaran yang
bermuatan keterkaitan atau
keterpaduan sehingga membuat
anak secara aktif
terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan.
Senada
dengan pendapat Goodman,
Suriasumantri (1995:257) menyatakan bahwa
belajar bahasa akan
lebih mudah jika pembelajaran
bersifat holistik,realistik, relevan,
bermakna, dan fungsional,
serta tidak lepas dari
konteks pembicaraan. Pendekatan
pembelajaran terpadu dalam pengajaran bahasa
sebenarnya dilandasi oleh
pandangan bahasa holistic (whole language) yang memperlakukan
bahasa sebagai sesuatu yang bulat dan
utuh, dan dalam
proses belajar sesuai
dengan perkembanganpeserta didik. Dalam
proses pembelajaran bahasa
holistic guru menjadi
model dalam berbahasa (membaca
dan menulis), serta
bertindak sebagai fasilitator dan
memberikan umpan balik
yang positif. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Gunarsa (2001:76) bahwa proses
belajar anak melalui conditioning
dan melalui pengamatan
terdapat model-model tingkah laku
di luar dirinya.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia mencakup
aspek mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis. Keempat
aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi
yang seimbang. Dalam
pelaksanaanya sebaiknya dilaksanakan
secara terpadu. Pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di kelas-kelas
rendah dalam pelaksanaannya
dipadukan atau dikaitkan
dengan mata pelajaran
lain seperti IPA, IPS, atau Matematika.
Dari
berbagai pendapat para
ahli dan rambu-rambu
pembelajaran Bahasa
Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya di
kelas-kelas awal,
harusmempertimbangkan asas keterkaitan atau
keterpaduan sebagai pendekatan
pembelajaran sesuai dengan perkembangan
anak sekolah dasar
yang holistik yaitu
pendekatan pembelajaran
terpadu.Guru sebagai model
dalam berbahasa (membaca dan
menulis) selama proses
pembelajaran berlangsung serta
bertindak sebagai
fasilitator dan memberikan
umpan balik yang
positif. Kualitas hasil pembelajaran
Bahasa Indonesia dipengaruhi
berbagai faktor. Salah satu
faktor yang mempengaruhi
adalah pendekatan dalam
proses pembelajaran yang terjadi
di dalam kelas.
Proses tersebut menyangkut materi ajar
yang digunakan, kegiatan
guru dan peserta didik,
interaksi peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan
guru, dan bahan ajar,
alat dan lingkungan
belajar serta cara
dan alat evaluasi
dan kesesuaian dengan kebutuhan perkembangan peserta didik itu sendiri.
c.
Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa
memungkinkan manusia untuk
saling berkomunikasi, saling berbagi
pengalaman, saling belajar
dari yang lain,
dan untuk meningkatkan kemampuan
intelektual dan kesusasteraan
merupakan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Standar kompetensi
mata pelajaran Bahasa
Indonesia adalah salah satu
program yang bertujuan
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasapeserta
didik, serta sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tujuan pembelajaran mata pelajaran
Bahasa Indonesia di
sekolah dasar yaitu :
1) Berkomunikasi secara
efektif dan efisien
sesuai dengan etika
yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis,
2) Menghargai dan
bangga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara,
3) Memahami
bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan,
4) Menggunakan bahasa
Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial,
5) Menikmati dan
memanfaatkan karya sastra
untuk memperluas wawasan, memperhalus
budi pekerti, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa,
6) Menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia
sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.
Sedangkan
tujuan pembelajaran Bahasa
Indonesia di sekolah dasar pada
aspek menulis adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan untuk
melakukan berbagai jenis
kegiatan menulis untuk
mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi
dalam bentuk karangan
sederhana, petunjuk, surat, pengumuman,
dialog, formulir, teks
pidato, laporan, ringkasan, parafrase,
serta berbagai karya
sastra untuk anak
berbentuk cerita, puisi, dan pantun.
d.
Ruang Lingkup Bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar
Dengan
standar kompetensi mata
pelajaran Bahasa Indonesia
ini diharapkan:
1)
peserta
didik dapat mengembangkan
potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan,
dan minatnya, serta
dapat menumbuhkan penghargaan terhadap
hasil karya kesastraan
dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2)
guru
dapat memusatkan perhatian
kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik
dengan menyediakan berbagai kegiatan
berbahasa dan sumber belajar;
3)
guru
lebih mandiri dan
leluasa dalam menentukan
bahan ajar kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dan
kemampuan peserta didiknya;
4)
orang
tua dan masyarakat
dapat secara aktif
terlibat dalam pelaksanaan
program kebahasaan daan kesastraan di sekolah;
5)
sekolah
dapat menyusun program
pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan
sesuai dengan keadaan
peserta didik dan
sumber belajar yang tersedia;
6)
daerah dapat menentukan bahan dan sumber
belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah
dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Adapun
ruang lingkup mata
pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar dapat dikategorisasi sebagai berikut :
1)
Aspek Mendengarkan mencakup dua sub
aspek yaitu mendengarkan aktif dan aktif
produktif. Adapun contoh
dari masing-masing sub aspek itu sebagai berikut:
a)
Mendengarkan Aktif
dapat dicontohkan pada
kompetensi dasar seperti;
Membedakan berbagai bunyi
bahasa perintah, dan dongeng yang dilisankan,
b)
Mendengarkan Aktif
Produktif dapat dicontohkan
pada kompetensi dasar seperti; Menyebutkan tokoh-tokoh
dalam cerita, Mengulang deskripsi
tentang benda-benda di
tentang deskripsi
benda-benda di sekitar
dan dongeng, Menyebutkan
isi dongeng, Mendeskripsikan isi puisi.
2)
Aspek Berbicara mencakup dua sub aspek
yaitu mendengarkan aktif dan aktif produktif.
a)
Berbicara Aktif
dapat dicontohkan pada
kompetensi dasar seperti;
Mendeskipsikan benda-benda di
sekitar dan fungsi anggota tubuh
dengan kalimat sederhana,
Mendeklamasikan puisi anak dengan lafal dan intonasi yang sesuai,
b)
Berbicara Aktif
Produktif dapat dicontohkan
pada kompetensi dasar seperti; Bertanya kepada
orang lain dengan
pikiran, perasaan, dan menggunakan pilihan kata yang tepat dan santun,
Menceritakan kembali cerita
anak yang didengarkan
dengan menggunakan kata-kata sendiri.
3)
Aspek Membaca mencakup dua sub aspek
yaitu mendengarkan aktif dan aktif produktif.
a)
Membaca
Aktif dapat dicontohkan
pada kompetensi dasar seperti; Membaca nyaringteks
(15-20 kalimat) dengan
wacana tulis dengan memperhatikan
lafal dan intonasi
yang tepat membaca nyaring dan
membaca dalam hati.
b)
Membaca
Aktif Produktif dapat
dicontohkan pada kompetensi dasar seperti;Menyebutkan isi teks
agak panjang (20-25 kalimat) yang
dibaca dalam hati,
Menjawab dan atau
mengajukan pertanyaan.
4)
Aspek Menulis mencakup dua sub aspek
yaitu Sastra dan Non sastra.
a)
Sub
aspek Sastra dapat
dicontohkan pada kompetensi
dasar seperti; Menulis karangan sederhana, Menulisberbagai karya sastrauntuk anak berbentuk cerita,
puisi, dan pantun.
b)
Sub
aspek Non sastra
dapat dicontohkan pada
kompetensi dasar seperti; Menulis petunjuk, surat,
pengumuman, formulir, teks pidato, laporan dan ringkasan.
2. Keaktifan Belajar
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau
aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi
baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007:101-106) aktivitas tidak
hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh
aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang
dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah
suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik,
mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat
diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika
siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul
kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh
karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru
saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek
yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan.
Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81)
menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat
dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada
siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam
belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa
(kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada
kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang
kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran
secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan
(Poerwodarminto, 1992 : 17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada
diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya
interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu
yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena
adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungan.
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada
diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan
belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi
stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum
dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
Selama proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan,
memperhatikan dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat
dimungkinkan para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran,
perasaan, keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian,
keingintahuan siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan
kondusif dalam belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah
sebagai fasilitator dan pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa
dalam belajar serta mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Keaktifan belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental
(Sardiman: 2001: 99). Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut harus terkait,
sehingga akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal.
3. Hasil Belajar
a.
Pengertian Hasil Belajar
Belajar dan mengajar
merupakan konsep yang
tidak bisa dipisahkan.
Belajar merujuk pada
apa yang harus
dilakukan seseorang sebagai subjek dalam belajar, sedangkan
mengajar marujuk pada apa yang seharusnya
dilakukan seorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep
belajar mengajar yang
dilakukan oleh siswa
dan guru terpadu
dalam satu kegiatan.
Diantara keduannya itu
terjadi interaksi dengan
guru. Kemampuan yang
dimiliki siswa dari
proses belajar mengajar
saja harus bisa
mendapatkan hasil bisa
juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang
lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu
hasil belajar yang
dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang
siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana,
2004 : 22).
Sedangkan menurut Horwart
Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan
kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,
(3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan keterampilan,
sikap dan keterampilan
yang diperoleh siswa setelah ia
menerima perlakuan yang
diberikan oleh guru
sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam
kehidupan sehari-hari.
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua
faktor yakni faktor dari dalam diri
siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud
adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan
yang dimilikinya seperti
yang dikemukakan oleh Clark (1981
: 21) menyatakan
bahwa hasil belajar
siswa disekolah 70 % dipengaruhi
oleh kemampuan siswa
dan 30 %
dipengaruhi oleh lingkungan.
Demikian juga faktor
dari luar diri
siswa yakni lingkungan yang
paling dominan berupa
kualitas pembelajaran (Sudjana,
2002 : 39).
"Belajar
adalah suatu perubahan
perilaku, akibat interaksi
dengan lingkungannya" (Ali
Muhammad, 204 : 14). Perubahan
perilaku dalam proses belajar
terjadi akibat dari
interaksi dengan lingkungan.
Interaksi biasanya
berlangsung secara sengaja.
Dengan demikian belajar
dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu.
Sebaliknya apabila terjadi perubahan
dalam diri individu
maka belajar tidak
dikatakan berhasil.
Abin Syamsudin M ( dalam Hefi Tusilawati, 2009 :23)
mengemukakan bahwa ‘Hasil belajar merupakan
perubahan-perubahan yang diharapkan
terjadi pada perilaku
dan pribadi siswa setelah mengalami dan melalui proses
belajar’. Ada juga yang mengemukakan bahwa ‘Hasil belajar merupakan
kemampuan melakukan sesuatu secara permanent, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama’. Hasil belajar merupakan perilaku yang dimiliki
peserta didik sebagai akibat dari proses belajar
yang ditempuhnya dan
berupa suatu konsep
yang bersifat umum
didalamnya tercakup prestasi.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar, yang
wujudnya berupa kemampuan
kognitif, afektif dan
pisikomotor. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk
nilai hasil belajar IPS. Dalam pembelajaran IPS, hasil proses
pembelajaran yang penting
yakni sesuai dengan
tujuan/sasaran hasil pembelajaran
atau standar kompetensi
dan kompetensi dasar
tertuang dalam silabus
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang terjabarkan
pada silabus tersebut
dan guru pun menyusun beberapa
indikator yang dapat menjelaskan dan menunjukan jenis-jenis tingkah
laku yang perlu
dimiliki oleh siswa
setelah mengikuti proses
pembelajaran, dan tercapai tidaknya indikator tersebut baru
dapat diketahui setelah dilakukan serangkaian tes.
Hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh kamampuan
siswa dan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran
yang dimaksud adalah profesional
yang dimiliki oleh
guru. Artinya kemampuan
dasar guru baik di
bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari beberapa pendapat
di atas, maka
hasil belajar siswa dipengaruhi
oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal
(internal) dan faktor
dari luar diri
siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar
adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh
siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan
dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai
aspek kehidupa sehingga
nampak pada diri
indivdu penggunaan penilaian
terhadap sikap, pengetahuan
dan kecakapan dasar yang
terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara
kuantitatif
4. Menulis
a. Hakikat Menulis
Menulis
merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis,
penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata.
Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui
latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
Menulis
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi
secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan,
1986:3). Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang
lain dapat membaca dan memahami lambang-lambang grafik itu (Tarigan, 1982:21).
Menulis
merupakan suatu medium yang penting untuk mengekspresikan diri pribadi, untuk
berkomunikasi, dan untuk menemukan makna. Kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin
bertambah oleh adanya perkembangan media baru untuk komunikasi masa. Oleh
karena itu praktik, latihan, dan studi menulis tetap merupakan bagian yang
penting dari kurikulum sekolah dan menjadi bagian sentral dalam pengajaran
bahasa Indonesia.
Menurut
Akhadiah, dkk. (1988:2) menulis adalah kemampuan kompleks yang menuntut
sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Dengan menulis, penulis terdorong untuk
terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah
bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain. Penulis akan lebih
mudah memecahkan permasalahannya, yaitu menganalisisnya secara tersurat dalam
konteks yang lebih kongkret. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan
kita berpikir serta berbahasa secara tertib.
Menulis,
seperti halnya ketiga keterampilan berbahasa lainnya, merupakan suatu proses
perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan,
keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang
penulis. Menulis menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis,
diekspresikan secara jelas, dan ditata secara menarik. Selanjutnya, menuntut
penelitian yang terperinci, observasi yang saksama, pembeda yang tepat dalam
pemilihan judul, bentuk, dan gaya.
Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang
berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan
tatabahasa tertentu atau kaidah kebahasaan yang digunakan sehingga dapat
menggambarkan atau menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah
sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang
terus-menerus dan teratur (Suriamiharja, dkk., 1996:2).
Menulis
merupakan proses bernalar. Untuk menulis suatu topik, penulis harus berpikir,
menghubungkan berbagai fakta, membandingkan, dan sebagainya. Berpikir merupakan
kegiatan mental. Ketika penulis berpikir, dalam benak penulis timbul
serangkaian gambaran tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan
ini tidak terkendali terjadi dengan sendirinya dan tanpa kesadaran. Kegiatan
yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling
berhubungan, dan tujuan untuk sampai pada suatu simpulan. Jenis kegiatan
berpikir yang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar. Proses bernalar
atau penalaran merupakan proses berpikir sistematik untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan.
Berdasarkan
pendapat-pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat
menulis adalah suatu kegiatan untuk mengekspresikan diri dan perasaan yang
dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara tidak langsung.
b. Hakikat Pembelajaran Menulis
Tarigan
(1982:9) berpendapat bahwa pembelajaran menulis adalah (1) membantu siswa
memahami cara mengekspresikan bahasa dalam bentuk tulis; (2) mendorong siswa
mengekspresikan diri secara bebas dalam bahasa tulis; (3) membantu siswa
menggunakan bentuk bahasa yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis.
Soenardji
(1998:102) berpendapat bahwa pembelajaran menulis jika dikaitkan dengan proses
pendidikan secara makro termasuk salah satu komponen yang sengaja disiapkan dan
dilaksanakan oleh pendidik untuk menghasilkan perubahan tingkah laku sesudah
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Perubahan tingkah laku dalam pembelajaran
menulis merupakan hasil pengaruh kemampuan berpikir, berbuat, dan merasakan
perihal apa yang disampaikan sebagai bahan pembelajaran menulis.
Bertumpu
pada pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis adalah
upaya membantu dan mendorong siswa mengekspresikan bahasa dalam bentuk tulis,
atau komponen yang disiapkan pendidik untuk menghasilkan perubahan tingkah laku
dalam pembelajaran menulis.
c. Tujuan Menulis
Setiap
jenis tulisan memiliki tujuan yang beranekaragam, yaitu memberitahukan atau
mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan
atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api. Bagi penulis yang
belum berpengalaman, ada baiknya memperhatikan tujuan menulis (Tarigan,
1986:23).
Tulisan
yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif
(informative discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan ingin memberitahu
atau mengajarkan sesuatu kepada pembaca sehingga pembaca menjadi tahu mengenai
sesuatu yang disampaikan oleh penulis. Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan
atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse). Melalui tulisan,
pengarang bertujuan ingin meyakinkan pembacanya akan kebenaran gagasan yang
disampaikan sehingga pembaca dapat dipengaruhi dan merasa yakin akan gagasan
penulis.
Tulisan
yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan
estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan (literary discourse).
Penulis bertujuan untuk menyenangkan dan menghindarkan kedukaan para pembaca.
Melalui tulisan, penulis ingin menolong para pembaca memahami, menghargai
perasaan dan penalarannya, serta membuat hidup para pembaca lebih mudah dan
menyenangkan dengan karyanya itu. Tulisan
yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut
wacana ekspresif (ekspresive discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan
untuk mengekspresikan perasaan dan emosi agar pembaca dapat memahami makna yang
ada dalam tulisan.
Menurut
Suriamiharja, dkk. (1996:2), tujuan menulis adalah agar tulisan yang dibuat
dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian
terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, keterampilan menulis
menjadi salah satu cara berkomunikasi karena dalam pengertian tersebut muncul
satu kesan adanya pengiriman dan penerimaan pesan.
Dari
kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis mempunyai tujuan untuk
memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau
menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang
berapi-api agar dipahami oleh orang lain.
d. Manfaat Menulis
Menulis
merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting di
dalam kehidupan manusia. Dengan menulis, seseorang dapat mengutarakan pikiran
dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1986:22),
menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir.
Menulis juga dapat mendorong kita untuk berpikir secara kritis, memudahkan
penulis memahami hubungan gagasan dalam tulisan, memperdalam daya tanggap atau
persepsi, memecahkan masalah yang dihadapi, dan mampu menambah pengalaman
menulis.
Menurut
pendapat Akhadiah, dkk. (1988:1), banyak keuntungan yang diperoleh dari
kegiatan menulis. Keuntungan yang pertama adalah dengan menulis seseorang dapat
mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Penulis dapat mengetahui sampai di
mana pengetahuannya tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu, penulis
harus berpikir untuk memperoleh pengetahuan dan pengalamannya.
Kedua,
melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengembangkan berbagai gagasan. Dengan
menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta membandingkan
fakta-fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya. keuntungan ketiga, penulis
lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi yang berhubungan
dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan
secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.
Keempat,
penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta
mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelaskan
permasalahan yang semula masih samar. Keuntungan kelima, melalui tulisan,penulis
dapat meninjau serta menilai gagasannya secara lebih objektif. Keenam, dengan
menuliskan sesuatu di kertas, penulis akan mudah memecahkan permasalahan, yaitu
dengan menganalisis secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. Ketujuh,
dengan menulis mengenai suatu topik, penulis terdorong untuk belajar secara
aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekadar menjadi
penyadap informasi dari orang lain. Keuntungan kedelapan, kegiatan menulis yang
terencana akan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib.
Dari
kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis sangat bermanfaat dalam
kehidupan. Menulis dapat meningkatkan penalaran untuk mengembangkan berbagai
gagasan yang dapat memperluas wawasan dan pengetahuan.
e. Ragam Tulisan
Telah
banyak ahli yang membuat klasifikasi mengenai tulisan. Beberapa klasifikasi
yang pernah dibuat seperti yang disampaikan oleh Tarigan (1986:26) adalah
tulisan bentuk objektif dan tulisan bentuk subjektif. Tulisan yang berbentuk objektif
mencakup penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan, dan
dokumen. Tulisan yang berbentuk subjektif mencakup otobiografi, surat-surat,
penilaian pribadi, esei informal, potret atau gambaran, dan satire.
Berdasarkan
bentuknya, Tarigan (1986:27) juga menyampaikan klasifikasi yang lain, yaitu
eksposisi, deskripsi, narasi, dan argumentasi. Selain itu terdapat klasifikasi
lain, yaitu tulisan kreatif yang memberi penekanan pada ekspresi diri secara
pribadi dan tulisan ekspositori yang mencakup penulisan surat, penulisan laporan, timbangan buku,
resensi buku, dan rencana penelitian.
Keraf
(2002:24) membuat klasifikasi tulisan menjadi empat jenis, yaitu deskripsi,
narasi, argumentasi, dan eksposisi. Deskripsi adalah bentuk tulisan yang menceritakan
suatu objek atau suatu hal sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata
dan dilihat sendiri oleh pembaca. Narasi adalah bentuk tulisan yang
menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang seolah-olah dialami sendiri
oleh pembaca. Argumentasi adalah bentuk tulisan yang berusaha membuktikan suatu
kebenaran. Eksposisi adalah bentuk tulisan yang menguraikan suatu objek yang
memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca.
5. Puisi
a. Definisi Puisi
Kata puisi
berasal dari bahasa
Yunani “Poises” yang
berarti penciptaan. Puisi dapat
di definisikan sebagai karya sastra yang cenderung pada
irama (ritme) yang
dibangun dengan irama,
bait, dan baris.
Irama merupakan nada-nada yang
ada pada suatu puisi. (Djuanda 2: 2006 dalam
Windy Nur Azhar).
Adapun pengertian
dari para ahli
adalah sebagai berikut
menurut (Salam, dalam Erlina
Yulianingsih, 2010) menjelaskan bahwa puisi adalah pengungkapan
pikiran, perasaan, dan
pengalaman dengan susunan
kata yang kaya
imajinasi dengan penyingkapan
pendirian atau keyakinan penulisnya. Waluyo
1991: 25 (dalam
Windy Nur Azhar
: 2010) menjelaskan bahwa
puisi adalah karya
sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua
kekuatan bahasa dengan
pengonsentrasian struktur fisik
dan struktur batinnya.
Menurut Pradopo
2002: 7 (dalam
Sri Purwantini, 2010)
menjelaskan bahwa puisi
adalah merupakan ekspresi
pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi
pancaindera ke dalam susunan yang berirama.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan perwujudan pikiran, perasaan, dan pengalaman
intelektual seorang penyair yang bersifat
imajinatif yang diungkapkan
melalui bahasa yang
memikat dengan didukung
oleh kekuatan dua
unsurnya yaitu struktur
fisik dan struktur batinnya.
b. Hakikat Puisi (Struktur
Batin Puisi)
1) Tema
Tema adalah
gagasan pokok yang
dikemukan penyair lewat puisinya. Tema
puisi biasanya mengungkapkan
persoalan manusia yang
bersifat hakiki, seperti
cinta kasih, ketakutan,
kebahagiaan, kedukaan, kesengsaraan
hidup, keadilan dan
kebenaran, ketuhanan, kritik social, dan protes. Tema puisi kadang-kadang
sering disebut pula dengan makna puisi
atau sense. (Djuanda 21: 2006 dalam Windy Nur Azhar)
2) Rasa (feeling)
Dalam puisi
diungkapkan perasaan penyair,
gembira, sedih, terharu, takut,
gelisah, rindu, penasaran,
benci, cinta, dendam dan sebagainya. Perasaan
yang diungkapkan penyair
bersifat total artinya tidak setengah-setengah, rasa atau sikap dalam
dunia puisi merupakan salah satu
aspek penting berkanaan
dengan apresiasi puisi.
(Djuanda 41: 2006 dalam Wndy Nur
Azhar)
3) Nada
Nada sering
dikatkan dengan suasana.
Jika nada berarti
sikap penyair terhadap pokok
persoalan (feeling) dan sikap penyair terhadap pembaca
(tone) suasana. Berarti
keadaan perasaan yang
dapat ditangkap oleh panca indera
menurut Efendi, 1982: 134 (dalam Windy Nur
Azhar)
4) Amanat
Amanat merupakan
pesan-pesan yang ingin
disampaikan penyair kepada pembaca. Di dalam satu puisi bisa saja
terdapat lebih dari satu amanat. Amanat
ada yang diungkapkan
secara langsung dan ada juga yang teselubung.
Melalui amanat inilah,
mungkin saja penyair mengharapkan
pembaca marah, benci,
menyenangi sesuatu atau berontak dan
berbuat sesuatu. Barangkali
juga penyair mengharapkan pembaca
untuk merenung dan
menjadi bijak setelah
membaca puisi. Amanat
ini kadang-kadang juga
disebut pemecahan persoalan
yang dikemukakan dalam tema.
c. Metode Puisi (Struktur Fisik
Puisi)
1) Diksi
Diksi atau
pilihan kata yaitu
pemilihan kata dalam sajak (Pradopo,
2009: 54 dalam
Erlina Yulianingsih). Ciri
umum puisi yang
membedakannya dengan karya
sastra lain yaitu
penggunaan bahasa puisi
yang dibentuk oleh
susunan pilihan kata
yang relatif singkat,
padat, dan indah.
Pilhan kata yang diperlukan
untuk menciptakan kepadatan, kepuitisan,
dan nilai estetik.
Pradopo (2009: 54) mengemukakan
bahwa bila kata-kata dipilh dan disusun dengan cara
yang sedemikian rupa
hingga artinya menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya
itu disebut diksi
puitis. Penggunaan kata-kata
bahasa sehari-hari dalam
puisi dapat memberi efek gaya yang realistis, sedangkan
penggunaan kata-kata bahasa yang
puitis dapat memberi
efek yang romantic.
Untuk ketepatan penggunaan kata
dalm puisi, penyair dapat memperbaiki pilihan
kata yang dirasa belum tepat dalam puisinya. (dalam Erlina Yulianingsih, 2010)
2) Pengimajian
Pengimajian disebut
juga pencitraan. Pengimajian
dapat memberi gambaran yang
jelas, menimbulkan suasana yang khusus, membuat hidup
(lebih hidup) gambaran
dalam pikiran, dan penginderaan untuk
menarik perhatian, untuk
memberikan kesan mental
atau bayangan visual
penyair, menggunakan gambaran-gambaran angan.
Imaji adalah gambaran-gambaran angan, gambaran
pikiran, kesan mental
atau bayangan visual
dan bahasa yang menggambarkannya. (dalam Windy Nur Azhar)
3) Kata Konkret
Kata kongkrit
digunakan untuk membangkitkan
imaji (daya bayang) pembaca. Jika penyair berhasil
memperkongkret kata-kata maka pembaca
seolah-olah melihat, mendengar,
atau merasa apa yang dilukiskan
oleh penyair. Dengan
kata yang diperkongkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas
peristiwa atau keadaan yang dilukiskan
oleh penyair.
4) Bahasa Figuratif (Gaya Bahasa)
Bahasa figuratif
merupakan bahasa yang
digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan
pengiasan, yakni secara
tidak langsung dalam
mengungkapkan makna sehingga
menuntut pembaca untuk dapat
menafsirkan kiasan tersebut. Dengan bahasa figuratif, membuat puisi lebih indah, artinya
memancarkan banyak makna atau
kaya akan makna.
Bahasa figuratif dipakai
untuk menghidupkan lukisan,
untuk mengkonkretkan dan
lebih mengekpresikan perasaan
yang diungkapkan. Denagn
demikian, pemakaian bahasa
figuratif menyebabakan konsep-konsep
abstrk terasa dekat
pada pembaca karena
dalam bahasa figurative
oleh penyair diciptakan
kekonkretan, kedekatan, keakraban,
dan kesegaran.
5) Irama dan Rima
Rima
adalah bunyi yang berselang/berulang, baik di dalam larik puisi
maupun pada akhir
larik-larik puisi (Aminuddin,
2009: 137 dalam Erlina Yulianingsih). Irama
adalah paduan bunyi
yang menimbulkan unsur musikalitas,
baik berupa alunan
keras-lemah yang keseluruhannya mampu
menumbuhkan kemerduan, kesan
suasana, serta nuansa makna tertentu. Irama dalam puisi berkaitan
dengan gerak, alunan, bunyi yang
teratur ritmis, dan
itu akan terasa
jika puisi itu
dibaca dan di dengarkan.
6) Tipografi
Tipografi atau
tata wajah yaitu
cara penulisan suatu
puisi sehingga menampilkan
bentuk-bentuk tertentu yang
dapat diamati secara
visual (Aminuddin, 2009:
146). Tipografi merupakan pembeda
yang paling awal
dapat dilihat dalam
membedakan puisi dengan
prosa fiksi dan
drama. Tipografi merupakan
bentuk dari puisi
yang bermacam-macam tergantung
yang mengarangnya. Adapun
fungsi tipografi adalah
untuk keindahan indrawi
dan mendukung makna.
6. Media Gambar Seri
a. Pengertian
Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah yang
berarti tengah, perantara, atau pengantar.
Menurut Arsyad (2004 : 4)
mengatakan bahwa ”istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara
sumber dan penerima. Jadi, TV, film, foto, radio, rekaman audio, gambar,
bahan-bahan cetakan, dan sejenis adalah media komunikas”i. Hamidjojo (dalam
Arsyad 2004) memberikan batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan
manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, dan pendapat sehingga
ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang
dituju. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006:124) mengemukakan
bahwa:
Media gambar
seri (gambar seri) adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan .gambar
seri ini ada yang menampilkan gambar diam sepert film strip (film
rangkai),slide (film bingkai) foto,gambar atau lukisan,dan cetakan.adapula gambar
seri yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film
kartun.
Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa media gambar
seri masuk dalam bagian gambar seri yang memungkinkann seorang guru dapat
menggunakannya sebagai media didalam menyampaikan pesan pembelajaran agar pesan
yang disampaikan lebih mudah dipahami. salah satu penyampaian pesan ini yaitu
menggunakan gambar seri didalam meningkatkan keterampilan menulis puisi pada
pelajaran bahasa Indonesia.
Meningkatkan keterampilan menulis puisi berdasarkan
urutan gambar seri merupakan salah satu keterampilan menulis yang diajarkan di
kelas II SD. Gambar seri yang kelihatan sangat sederhana sebenarnya mengandung
banyak arti. Oleh karena itu, pemilihan gambar harus tepat, menarik dan
merangsang siswa. Selain gambar seri dapat pula digunakan diagram, grafik,
skema dan sejenisnya sebagai media untuk menulis. menulis dengan media gambar
seri berarti melatih dan mempertajam daya imajinatif siswa.
b. Kelebihan dan Keterbatasan
Gambar Seri
Wibawa dan Mukti
(1992: 29) mengemukakan kelebihan dan keterbatasan gambar seri yaitu gambar
seri memiliki kelebihan sebagai berikut : (1) umumnya murah harganya, (2) mudah
didapat, (3) mudah digunakanya, (4) dapat memperjelas suatu masalah, (5) lebih
realitis, (6) dapat membantu mengatasi keterbatasan pengamatan, (7) dapat
mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Gambar seri juga memiliki keterbatasan,
antara lain: (1) semata-mata hanya medium visual, (2) ukuran gambar sering kali
kurang tepat untuk pengajaran dalam kelompok besar, (3) memerlukan ketersediaan
sumber, keterampilan dan kejelian guru untuk dapat memanfaatkannya.
Sejalan yang
dikemukakan oleh Wibawa dan Mukti di atas
menurut Amir (2007:31) memberikan beberapa prinsip tentang pertimbangan yaang
harus dilakukan oleh seorang guru didalam menggunakan media pembelajaran yaitu:
(1) tidak ada media yang paling unggul untuk semua tujuan.suatu media hanya
cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu,tetapi mungkin tidak cocok untuk yang
lain. (2) media adalah bagian integral dari proses belajar-mengajar.Hala ini berarti
bahwa media bukkan hanyya sekedar alat bantu mengajar guru saja,tetapi
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar – mengajar.
(3) media apapun yang digunakan ,sasaran akhirnya adalah untuk memudahkan
belajar siswa. (4) penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan pembelajaran
bukan hanya sekedar selingan /pengisi waktu atau hiburan , melainkan mempunyai
tujuan yang menyatu dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. (5) pemilihan
media hendaknya objektif,tidak didasarkan pada kesenangan pribadi. (6)
pengunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan siswa penggunaan
multi media tidak berarti menggunakan media yang banyak sekaligus,tetapi media
tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan media yang lain untuk tujuan yang
lain pula. (7) kebaikan dan keburukan media tidak tergantung pada kekonkritan
dan keabstrakannya.media yang konkrit wujudnya mungkin sukar untuk dipahami
karena rumitnya,tetapi media yang abstrak dapat pula memberikan pengertian yang
tepat.
Olehnya itu keberhasilan
dari media yang digunakan dalam setiap pembelajaran bukan tergantung hanya pada
orang yang menggunakan media tersebut akan tetapi ketidak optimalan dari hasil
penggunaan media yang kita gunakan dalam PBM juga sangat tergantung pada siapa
dan di mana tempaat media yang kita gunakan pada saat kegiatan PBM berlangsung
serta kesesuain media yang digunakan dengan karakteristik siswa yang diajar.
c. Fungsi Gambar Seri (Gambar
seri)
Levie dan Lentz (dalam Arsyad, 2004: 16)
mengemukakan empat fungsi media pembelajaran,khususnya gambar seri yaitu : (a) fungsi atensi gambar seri, merupakan inti
yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi
pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai
teks materi pelajaran, (b) fumgsi afektif gambar seri dapat terlihat dari
tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (membaca) teks yang bergambar,(c)
fungsi kognitif gambar seri terlihat dari temuan-temuan peneliti yang
mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan
untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar,
(d) fungsi kompensatoris gambar seri yang memberikan konteks untuk memahami
teks dalam membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan
informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
Selanjutnya Wibawa dan
Mukti (1992 : 31) mengemukakan gambar seri dalam proses belajar mengajar dapat
berfungsi untuk: (a) mengembangkan kemampuan visual, (b) mengembangkan
imajinasi anak, (c) membantu meningkatkan penguasaan anak terhadap hal-hal yang
abstrak, atau peristiwa yang tidak mungkin dihadirkan didalam kelas, (d)
mengembangkan kreativitas siswa.
7. Penggunaan Media Gambar Seri
dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis puisi.
Tujuan pengajaran
menulis di SD menurut kurikulum pendidikan dasar 1994 tercermin dalam tujuan
penggunaan (dalam Nur Mustakim dan Syamsudin, 2007: 24), yakni ”(1) siswa mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, informasi, pesan, dan perasaan
secara tertulis, (2) siswa memiliki kegemaran menulis (3) siswa mampu
memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan dalam menulis”.
Untuk mencapai tujuan
tersebut guru dituntut mengupayakan strategi dan model pembelajaran yang baik
serta ketepatan dalam menggunakan media dalam proses pembelajaran. Untuk itu
pembelajaran hendaknya dikemas dalam aktivitas yang menarik, bermakna,
bervariasi, menantang, dan sesuai dengan dunia anak. Untuk itu pembelajaran
harus di bentuk sedemikian rupa sehingga tampak menyenangkan anak, misalnya
dengan permainan, pengalaman praktis ataupun penggunaan media yang bisa menarik
perhatian siswa yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dewasa ini
keterampilan menulis siswa dikelas awal belum begitu menggembirakan. Kendala
yang sering dihadapi dalam pembelajaran menulis salah satunya adalah penggunaan
media pembelajaran yang kurang menarik perhatian siswa. Penggunaan media dalam
proses pembelajaran merupakan salah satu alternatif yang tepat didalam proses
pembelajaran khususnya penggunaan media gambar seri didalam meningkatkan
keterampilan menulis puisi siswa kelas II.
Untuk lebih jelasnya
dari penggunaan media gambar seri dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi
maka, dapat dilakukan dengan langkah- langkah pembelajaran sebagai berikut:
a.
Menyampaikan
kompetensi yang akan dicapai
Pada langkah ini, guru menjelaskan kompetensi yang
menjadi target serta indikator apa saja yang ada di dalamnya.
b.
Menyajikan
meteri sebagai pengantar
Tahap berikutnya adalah guru menyajikan materi. Dalam
penyajian materi ini, guru memperkenalkan materi yang akan dibawakan serta
memeberikan pengetahuan awal kepada siswa tentang pembelajaran menulis puisi
dengan penggunaan media gambar seri.
c.
Memperlihatkan
gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
Setelah guru menyajikan materi sebagai pengantar,
tindakan selanjutnya adalah guru memperlihatkan gambar seri yang disusun secara
acak di papan tulis.
d.
Memanggil
siswa secara bergantian mengurutkan menjadi urutan yang logis
Pada langkah ini, guru meminta siswa maju ke papan tulis
untuk mengurutkan gamabr seri yang acak tersebut menjadi gambar seri yang
runtut dan sesuai denagn alurnya. Hal ini dilakukan secara bergantian untuk
mendapatkan susnan gambar seri yang sesuai dan benar.
e.
Menanyakan
alasan pemikiran urutan gambar tersebut
Selanjutnya guru meminta siswa untuk memberikan alasan
yang logis tentang pemilihan urutan gambar seri yang diberikan.
f.
Guru
menanamkan konsep sesuai kompetensi yang akan dicapai
Selanjutnya guru memberikan konsep kepada siswa tentang
bagaiman cara menulis puisi berdasarkan gambar seri yang baik dan benar. Dalam
menulis puisi berdasarkan gambar seri ini, ada beberapa aspek yang
diperkenalkan kepada siswa dan aspek ini yang menjadi acuan dalam memberikan
penilaian terhadap hasil tulisan siswa. Aspek tersebut adalah pengembangan
topik (logis, relevan, dan jelas), pengorganisasian isi (runtut, utuh, dan
koheren), struktur (morfologi, sintaksis), pilihan kata (diksi), dan penerapan
ejaan dan kerapihan.
g.
Menulis
puisi berdasarkan gambar tersebut
Langkah berikutnya adalah siswa diminta untuk menulis
puisi berdasarkan gambar seri dengan memperhatikan aspek dalam menulis puisi.
h.
Kesimpulan
Kegiatan berikutnya adalah guru bersama denagn siswa
menyimpulkan materi.
i.
Evaluasi
Langkah terakhir yang dilakukan adalah memberikan
evaluasi berupa tes formatif yakni mengurutka gambar seri yang acak kemudian
menulis puisi berdasarkan gambar seri yang telah diururkan. Evaluasi dilakukan
untuk memperoleh data tentang kemampuan siswa dalam menulis puisi berdasarkan
gambar seri.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1.
Alfiah, 2010, Penggunaan Media Gambar Seri
untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Siswa Kelas III SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan,
Skripsi, Jurusan KSDP Program S1 PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Malang. Pada hakikatnya belajar
bahasa adalah belajar berkomunikasi. Dengan pendekatan komunikatif ini siswa
harus diberi kesempatan untuk melakukan komunikasi baik secara lisan maupun
tulis. Supaya siswa mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, maka siswa perlu dilatih sebanyak-banyaknya atau diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan kegiatan berkomunikasi. Dengan
mempertimbangkan karakteristik anak yang lebih memperhatikan terhadap sesuatu
yang menarik perhatian mereka, membangkitkan minat dan motivasi belajar serta
melatih imajinasi anak, maka penggunaan media gambar dalam pembelajaran
bahasa Indonesia khususnya untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak dapat
dilakukan secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan
cara menggunakan media gambar seri untuk meningkatkan kemampuan bercerita pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten
Pasuruan, (2) Mendeskripsikan adanya peningkatan kemampuan bercerita siswa
dengan penggunaan media gambar seri pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia di SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan. Penelitian
ini merupakan bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, (4) refleksi. Subyek penelitian
ini adalah siswa kelas III SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten
Pasuruan yang berjumlah 13 siswa yang terdiri dari siswa laki-laki dan siswa
perempuan dan seorang guru kelas. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: Lembar Kerja Siswa (LKS), soal tes, pedoman wawancara, catatan
lapangan serta rencana pelaksanaan tindakan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa: Penerapan pembelajaran dengan menggunakan media gambar seri tidak hanya dapat
meningkatkan aspek kognitif saja, tetapi juga kelancaran membaca, keberanian
dan semua aspek yang menyangkut perkembangan siswa dalam pembelajaran seperti
kemampuan bekerja sama serta partisipasi siswa dalam pembelajaran itu, selain
itu pembelajaran ini juga dapat meningkatkan kemampuan guru dalam merancang
serta mengelola pembelajaran secara individual, klasikal maupun berkelompok. 2)
Penerapan pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa
kelas III SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan. Hal ini dapat
dilihat dari peningkatan prestasi murid di setiap siklus, pada siklus I
mencapai rata-rata 69,12 dan meningkat menjadi rata-rata 77,15 (100%) pada
siklus II. Pada pratindakan kosa kata yang dikuasai murid masih sangat kurang,
setelah adanya pembelajaran dengan menggunakan gambar seri untuk kemampuan bercerita diadakan wawancara dengan
murid, perbendaharaan kata yang terkuasai bertambah, keberanian anak untuk
mengungkapkan pertanyaan balik dengan peneliti patut diacungi jempol.
2.
Sriyati, 2010. Pengggunaan
Media Gambar Seri untuk
Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Pada Siswa Kelas III SDN Mergosono II
Malang Ujian Akhir Progam,Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan
Kependidikan Sekolah dan Prasekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Malang. Dosen Pembimbing: Dr. Musa Sukardi, M.Pd. Masalah mendasar yang
dikeluhkan guru kelas II SDN Mergosono II pada pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah rendahnya kemampuan menulis siswa, terutama pada pembelajaran menulis
karangan.Hal tersebut ditandai antara lain oleh rendahnya kemampuan siswa dalam
menemukan ide yang akan dituliskannya ke dalam bentuk karangan sehingga
karangan yang ditulisnya hanya seadanya, biasanya hanya terdiri atas 4-5
kalimat. Peneliti menggunakan gambar seri sebagai media
pembelajaran karena gambar seri
baik sekali untuk dijadikan media pembelajaran karena gambarnya sederhana,
menarik dan langsung selesai. Hal ini sesuai dengan sifat anak kelas III yang
berusia rata-rata 9 tahun. Pada tahap ini, anak mulai melakukan identifikasi
terhadap tokoh tertentu yang menarik perhatiannya. Selain itu gambar
seri juga berfungsi sebagai sarana berpikir anak. Sebab
dengan melihat gambar, fantasi dan daya cipta anak akan
berpikir sesuai alur cerita dalam gambar seri. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti
diperoleh data bahwa penggunaan media gambar seri terbukti mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam
mennulis karangan. Pada siklus I pertemuan ke-1 nilai rata-rata kemampuan siswa
menulis karangan mencapai 72,1. Pada pertemuan ke-2 meningkat menjadi 75,8.
Pada siklus II pertemuan ke-1 nilai rata-rata kemampuan siswa dalam menulis
karangan mencapai 77,9 sedangkan pada pertemuan ke-2 nilai rata-rata kemampuan
siswa dalam menulis karangan meningkat menjadi 82,0
C. Kerangka Berpikir
Adanya
kemampuan menulis yang rendah
dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia, hal ini dikarenakan
pembelajaran yang dilaksanakan
guru masih bersifat konvensional
yang hanya berceramah dan menggunakan metode penugasan
sehingga siswa kurang
tertarik dalam mengikuti
pelajaran, hal juga mengakibatkan
siswa kurang mengerti
makna dan tujuan
dari pembelajaran sehingga
Bahasa Indonesia selalu
dianggap sebagai mata pelajaran
yang sulit, rumit dan kurang menarik dan membosankan.
Untuk
mengatasi hal tersebut
di atas perlu
diadakan pembenahan dalam
proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru
khususnya dalam pembelajaran
menulis khususnya menulis puisi. Atas dasar uraian tersebut di atas,
hendaknya guru mempertimbangkan penggunaan media gambar seri di dalam
pelaksanaan proses
belajar mengajar terutama dalam pengajaran menulis puisi, karena dengan gambar
dapat merangsang imajinasi siswa untuk menulis tentang gambar yang dilihatnya
sehingga keterampilan siswa dalam menulis cerita dapat meningkat.
Untuk mempermudah kita dalam memahami alur dari penelitian
tindakan kelas ini maka kami membuat kerangka pikir yang disesuaikan dengan
langkah-langkah strategi dari pembelajaran keterampilan menulis berdasarkan
gambar seri.sehingga dengan hanya melihat dan membaca kerangka pikir ini kita
bisa melihat gambaran apa saja yang peneliti lakukan didalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi peneliti yaitu rendahnya kemampuan menulis puisi
anak pada siswa kelas .............................
Kerangka pikir adalah gambaran mengenai hubungan
antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran
menurut kerangka logis. Adapun kerangka berpikir dalam
pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah :
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan
Kelas
D.
Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan
kerangka teoritik di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk
penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Melalui penerapan media gambar seri pada
pembelajaran bahasa Indonesia materi menulis puisi anak diharapkan dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas II ...............................
2. Penerapan media gambar seri diharapkan
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas
II ......................... pada pembelajaran bahasa Indonesia materi menulis
puisi anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia
a.
Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa
Degeng (1989:89). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat
mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan
dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber
belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan
strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan
pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh
karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi
pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan
memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan
pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi.
Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999:104)
adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan
yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan
mengekspresikan diri dengan berbahasa. Untuk mencapai tujuan di atas,
pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang
kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan
aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya.
Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan
belajar bahasa dengan baik bila (1) diperlakukan sebagai individu yang
memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam
penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila
ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan
strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) ia disebarkan dalam
data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari
bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya,
(6) jika diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika
diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994:121).
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan yang menjadi identitas bangsa
Indonesia. Untuk menjaga kelestarian dan kemurnian bahasa Indonesia maka
diperlukan berbagai upaya. Contoh upaya untuk menjaga kemurnian bahasa
Indonesia adalah dengan menuliskan kaidah-kaidah ejaan dan tulisan bahasa Indo-nesia
dalam sebuah buku yang disebut dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD dapat
digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan berkomunikasi menggunakan bahasa
Indonesia dengan benar, baik komunikasi secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan upaya lain yang dapat digunakan untuk melestarikan bahasa Indonesia
adalah dengan menanamkan bahasa Indonesia sejak dini.
Penanaman bahasa Indonesia sejak dini adalah
memberikan pelatihan dan pendidikan tentang bahasa Indonesia sejak anak masih
kecil. Pelaksanaan pendi-dikan bahasa Indonesia pada anak dapat dilakukan
melalui pendidikan informal, pendidikan formal, maupun pendidikan nonformal.
Pendidikan informal dilaku-kan oleh keluarga di rumah. Pendidikan ini dilakukan
saat anak berada di rumah bersama dengan keluarganya. Sedangkan pendidikan
formal dilaksanakan di dalam lembaga pendidikan resmi mulai dari SD sampai
dengan perguruan tinggi. Dalam pendidikan formal ini gurulah yang berperan
penting dalam menanamkan pengetahuan akan bahasa Indonesia. Sedangkan
pendidikan nonformal dilaksanakan di luar rumah dan sekolah, dapat melalui
kursus, pelatihan-pelatihan, pondok pesantren dan lain sebagainya.
Pendidikan bahasa Indonesia di lembaga formal
dimulai dari SD. Jumlah jam pelajaran bahasa Indonesia di SD kelas I, II dan
III sebanyak 6 jam pelajaran. Sedangkan kelas IV, V dan VI sebanyak 5 jam
pelajaran. Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar
siswa mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang baik serta mempunyai
kemampuan berpikir dan bernalar yang baik yang dapat disampaikan melalui bahasa
yang baik pula.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting
yang diajarkan di SD, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi
yang sangat pen-ting bagi kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia sebagai-mana dinyatakan oleh Akhadiah dkk. (1991: 1) adalah agar
siswa ”memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat
menghayati bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa
serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar”. Dari penjelasan Akhadiah
tersebut maka tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat dirumuskan menjadi
empat bagian. (1) Lulusan SD diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar. (2) Lulusan SD diharapkan dapat menghayati bahasa dan
sastra Indonesia. (3) Penggunaan bahasa harus sesuai dengan situasi dan tujuan
berbahasa. (4) Pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman siswa SD. Butir
(1) dan (2) menunjukkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia SD yang mencakup
tujuan pada ranah kognitif dan afektif. Butir (3) menyiratkan pen-dekatan
komunikatif yang digunakan. Sedangkan butir (4) menyiratkan sampai di mana
tingkat kesulitan materi pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan.
Dari tujuan tersebut jelas tergambar bahwa fungsi
pengajaran bahasa Indonesia di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangakan
kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa itu,
terutama sebagai alat ko-munikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dapat
memberikan kemampuan dasar berbahasa yag diperlukan untuk melanjutkan
pendidikan di sekolah menengah maupun untuk menyerap ilmu yang dipelajari lewat
bahasa itu. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat membentuk sikap
berbahasa yang positif serta memberikan dasar untuk menikmati dan menghargai
sastra Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu diperhatikan
pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa, serta pembinaan rasa
persatuan nasional.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam BSNP
(2006) dijabarkan menjadi beberapa tujuan. Tujuan bagi siswa adalah untuk
mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya.
Adapun tujuan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa siswa , serta
lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi
lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya. Tujuan bagi orang tua siswa adalah
agar mereka dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program pembelajaran.
Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program pendidikan
kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.
Sedangkan tujuan bagi daerah adalah agar daerah dapat menentukan sendiri bahan
dan sumber belajar kebahasaan dengan kondisi kekhasan daerah dengan tetap
memperhatikan kepentingan sosial.
b.
Karakteristik Mata pelajaran Bahasa
Indonesia
Bahasa
memiliki peran sentral
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta
didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta
didik mengenal dirinya,
budayanya, dan budaya
orang lain, mengemukakan gagasan
dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut,
dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan
imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran
bahasa Indonesia diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, baik
secara lisan maupun
tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap hasil karya
kesastraan manusia Indonesia.
Bredekamp (1997:3) menyatakan bahwa anak berkembang
pada semua aspek perkembangannya baik fisik,
emosional, sosial, dan kognitif.
Tidak ada jalan lain
kecuali guru harus
memiliki tanggungjawab dan
perhatian penuh bagi keutuhan
perkembangan anak. Sehubungan
dengan itu Goodman dalam
Akhadiah (1994:9) menyatakan
bahwa (1) belajar
bahasa lebih mudah terjadi
jika bahasa itu
disajikan secara holistik
nyata, relevan, bermakna, serta
fungsional jika bahasa
itu disajikan dalam
konteks dan dipilih peserta didik untuk
digunakan, (2) belajar
bahasa adalah belajar bagaimana mengungkapkan
maksud sesuai dengan
konteks lingkungan orang tua,
kerabat, dan kebudayaan
terdapat interdependensi antara perkembangan kognitif
dan perkembangan kemampuan
bahasa yang meliputi pikiran bergantung kepada bahasa dan bahasa
bergantung kepada pikiran (Akhadiah, 1994:10-11).
Dinyatakan pula bahwa
sesuai dengan teori belajar,
perkembangan kognitif serta
perkembangan bahasa pada anak
usia lima sampai
dengan delapan tahun
atau anak kelas
awal SD mempunyai karakteristik
sebagai berikut: (1)
kemampuan kognitif dan bahasa anak usia tersebut telah memadai
untuk belajar dalam situasi yang lebih
formal, (2) anak-anak
seusia itu masih
memandang sesuatu lebih sebagai
keseluruhan/ secara, (3)
sesuatu lebih mudah
mereka pahami jika diperoleh melalui
interaksi sosial dengan
mengalaminya secara nyata dalam
situasi yang menyenangkan,
(4) situasi yang
akrab, dilandasi
penghargaan, pengertian, dan
kasih sayang, serta
lingkungan belajar kondusif dan
terencana sangat membantu
proses belajar yang
efektif (Akhadiah, 1994: 18-19).
Kenyataan itu menuntut
agar guru sebagai pengelola pembelajaran
dapat menyediakan lingkungan
belajar yang kondusif dan
pendekatan pembelajaran yang
bermuatan keterkaitan atau
keterpaduan sehingga membuat
anak secara aktif
terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan.
Senada
dengan pendapat Goodman,
Suriasumantri (1995:257) menyatakan bahwa
belajar bahasa akan
lebih mudah jika pembelajaran
bersifat holistik,realistik, relevan,
bermakna, dan fungsional,
serta tidak lepas dari
konteks pembicaraan. Pendekatan
pembelajaran terpadu dalam pengajaran bahasa
sebenarnya dilandasi oleh
pandangan bahasa holistic (whole language) yang memperlakukan
bahasa sebagai sesuatu yang bulat dan
utuh, dan dalam
proses belajar sesuai
dengan perkembanganpeserta didik. Dalam
proses pembelajaran bahasa
holistic guru menjadi
model dalam berbahasa (membaca
dan menulis), serta
bertindak sebagai fasilitator dan
memberikan umpan balik
yang positif. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Gunarsa (2001:76) bahwa proses
belajar anak melalui conditioning
dan melalui pengamatan
terdapat model-model tingkah laku
di luar dirinya.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia mencakup
aspek mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis. Keempat
aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi
yang seimbang. Dalam
pelaksanaanya sebaiknya dilaksanakan
secara terpadu. Pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di kelas-kelas
rendah dalam pelaksanaannya
dipadukan atau dikaitkan
dengan mata pelajaran
lain seperti IPA, IPS, atau Matematika.
Dari
berbagai pendapat para
ahli dan rambu-rambu
pembelajaran Bahasa
Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya di
kelas-kelas awal,
harusmempertimbangkan asas keterkaitan atau
keterpaduan sebagai pendekatan
pembelajaran sesuai dengan perkembangan
anak sekolah dasar
yang holistik yaitu
pendekatan pembelajaran
terpadu.Guru sebagai model
dalam berbahasa (membaca dan
menulis) selama proses
pembelajaran berlangsung serta
bertindak sebagai
fasilitator dan memberikan
umpan balik yang
positif. Kualitas hasil pembelajaran
Bahasa Indonesia dipengaruhi
berbagai faktor. Salah satu
faktor yang mempengaruhi
adalah pendekatan dalam
proses pembelajaran yang terjadi
di dalam kelas.
Proses tersebut menyangkut materi ajar
yang digunakan, kegiatan
guru dan peserta didik,
interaksi peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan
guru, dan bahan ajar,
alat dan lingkungan
belajar serta cara
dan alat evaluasi
dan kesesuaian dengan kebutuhan perkembangan peserta didik itu sendiri.
c.
Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa
memungkinkan manusia untuk
saling berkomunikasi, saling berbagi
pengalaman, saling belajar
dari yang lain,
dan untuk meningkatkan kemampuan
intelektual dan kesusasteraan
merupakan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Standar kompetensi
mata pelajaran Bahasa
Indonesia adalah salah satu
program yang bertujuan
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasapeserta
didik, serta sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tujuan pembelajaran mata pelajaran
Bahasa Indonesia di
sekolah dasar yaitu :
1) Berkomunikasi secara
efektif dan efisien
sesuai dengan etika
yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis,
2) Menghargai dan
bangga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara,
3) Memahami
bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan,
4) Menggunakan bahasa
Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial,
5) Menikmati dan
memanfaatkan karya sastra
untuk memperluas wawasan, memperhalus
budi pekerti, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa,
6) Menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia
sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.
Sedangkan
tujuan pembelajaran Bahasa
Indonesia di sekolah dasar pada
aspek menulis adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan untuk
melakukan berbagai jenis
kegiatan menulis untuk
mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi
dalam bentuk karangan
sederhana, petunjuk, surat, pengumuman,
dialog, formulir, teks
pidato, laporan, ringkasan, parafrase,
serta berbagai karya
sastra untuk anak
berbentuk cerita, puisi, dan pantun.
d.
Ruang Lingkup Bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar
Dengan
standar kompetensi mata
pelajaran Bahasa Indonesia
ini diharapkan:
1)
peserta
didik dapat mengembangkan
potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan,
dan minatnya, serta
dapat menumbuhkan penghargaan terhadap
hasil karya kesastraan
dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2)
guru
dapat memusatkan perhatian
kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik
dengan menyediakan berbagai kegiatan
berbahasa dan sumber belajar;
3)
guru
lebih mandiri dan
leluasa dalam menentukan
bahan ajar kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dan
kemampuan peserta didiknya;
4)
orang
tua dan masyarakat
dapat secara aktif
terlibat dalam pelaksanaan
program kebahasaan daan kesastraan di sekolah;
5)
sekolah
dapat menyusun program
pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan
sesuai dengan keadaan
peserta didik dan
sumber belajar yang tersedia;
6)
daerah dapat menentukan bahan dan sumber
belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah
dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Adapun
ruang lingkup mata
pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar dapat dikategorisasi sebagai berikut :
1)
Aspek Mendengarkan mencakup dua sub
aspek yaitu mendengarkan aktif dan aktif
produktif. Adapun contoh
dari masing-masing sub aspek itu sebagai berikut:
a)
Mendengarkan Aktif
dapat dicontohkan pada
kompetensi dasar seperti;
Membedakan berbagai bunyi
bahasa perintah, dan dongeng yang dilisankan,
b)
Mendengarkan Aktif
Produktif dapat dicontohkan
pada kompetensi dasar seperti; Menyebutkan tokoh-tokoh
dalam cerita, Mengulang deskripsi
tentang benda-benda di
tentang deskripsi
benda-benda di sekitar
dan dongeng, Menyebutkan
isi dongeng, Mendeskripsikan isi puisi.
2)
Aspek Berbicara mencakup dua sub aspek
yaitu mendengarkan aktif dan aktif produktif.
a)
Berbicara Aktif
dapat dicontohkan pada
kompetensi dasar seperti;
Mendeskipsikan benda-benda di
sekitar dan fungsi anggota tubuh
dengan kalimat sederhana,
Mendeklamasikan puisi anak dengan lafal dan intonasi yang sesuai,
b)
Berbicara Aktif
Produktif dapat dicontohkan
pada kompetensi dasar seperti; Bertanya kepada
orang lain dengan
pikiran, perasaan, dan menggunakan pilihan kata yang tepat dan santun,
Menceritakan kembali cerita
anak yang didengarkan
dengan menggunakan kata-kata sendiri.
3)
Aspek Membaca mencakup dua sub aspek
yaitu mendengarkan aktif dan aktif produktif.
a)
Membaca
Aktif dapat dicontohkan
pada kompetensi dasar seperti; Membaca nyaringteks
(15-20 kalimat) dengan
wacana tulis dengan memperhatikan
lafal dan intonasi
yang tepat membaca nyaring dan
membaca dalam hati.
b)
Membaca
Aktif Produktif dapat
dicontohkan pada kompetensi dasar seperti;Menyebutkan isi teks
agak panjang (20-25 kalimat) yang
dibaca dalam hati,
Menjawab dan atau
mengajukan pertanyaan.
4)
Aspek Menulis mencakup dua sub aspek
yaitu Sastra dan Non sastra.
a)
Sub
aspek Sastra dapat
dicontohkan pada kompetensi
dasar seperti; Menulis karangan sederhana, Menulisberbagai karya sastrauntuk anak berbentuk cerita,
puisi, dan pantun.
b)
Sub
aspek Non sastra
dapat dicontohkan pada
kompetensi dasar seperti; Menulis petunjuk, surat,
pengumuman, formulir, teks pidato, laporan dan ringkasan.
2. Keaktifan Belajar
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau
aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi
baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007:101-106) aktivitas tidak
hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh
aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang
dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah
suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik,
mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat
diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika
siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul
kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh
karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru
saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek
yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan.
Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81)
menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat
dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada
siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam
belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa
(kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada
kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang
kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran
secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan
(Poerwodarminto, 1992 : 17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada
diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya
interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu
yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena
adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungan.
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada
diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan
belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi
stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum
dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
Selama proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan,
memperhatikan dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat
dimungkinkan para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran,
perasaan, keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian,
keingintahuan siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan
kondusif dalam belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah
sebagai fasilitator dan pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa
dalam belajar serta mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Keaktifan belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental
(Sardiman: 2001: 99). Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut harus terkait,
sehingga akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal.
3. Hasil Belajar
a.
Pengertian Hasil Belajar
Belajar dan mengajar
merupakan konsep yang
tidak bisa dipisahkan.
Belajar merujuk pada
apa yang harus
dilakukan seseorang sebagai subjek dalam belajar, sedangkan
mengajar marujuk pada apa yang seharusnya
dilakukan seorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep
belajar mengajar yang
dilakukan oleh siswa
dan guru terpadu
dalam satu kegiatan.
Diantara keduannya itu
terjadi interaksi dengan
guru. Kemampuan yang
dimiliki siswa dari
proses belajar mengajar
saja harus bisa
mendapatkan hasil bisa
juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang
lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu
hasil belajar yang
dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang
siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana,
2004 : 22).
Sedangkan menurut Horwart
Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan
kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,
(3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan keterampilan,
sikap dan keterampilan
yang diperoleh siswa setelah ia
menerima perlakuan yang
diberikan oleh guru
sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam
kehidupan sehari-hari.
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua
faktor yakni faktor dari dalam diri
siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud
adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan
yang dimilikinya seperti
yang dikemukakan oleh Clark (1981
: 21) menyatakan
bahwa hasil belajar
siswa disekolah 70 % dipengaruhi
oleh kemampuan siswa
dan 30 %
dipengaruhi oleh lingkungan.
Demikian juga faktor
dari luar diri
siswa yakni lingkungan yang
paling dominan berupa
kualitas pembelajaran (Sudjana,
2002 : 39).
"Belajar
adalah suatu perubahan
perilaku, akibat interaksi
dengan lingkungannya" (Ali
Muhammad, 204 : 14). Perubahan
perilaku dalam proses belajar
terjadi akibat dari
interaksi dengan lingkungan.
Interaksi biasanya
berlangsung secara sengaja.
Dengan demikian belajar
dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu.
Sebaliknya apabila terjadi perubahan
dalam diri individu
maka belajar tidak
dikatakan berhasil.
Abin Syamsudin M ( dalam Hefi Tusilawati, 2009 :23)
mengemukakan bahwa ‘Hasil belajar merupakan
perubahan-perubahan yang diharapkan
terjadi pada perilaku
dan pribadi siswa setelah mengalami dan melalui proses
belajar’. Ada juga yang mengemukakan bahwa ‘Hasil belajar merupakan
kemampuan melakukan sesuatu secara permanent, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama’. Hasil belajar merupakan perilaku yang dimiliki
peserta didik sebagai akibat dari proses belajar
yang ditempuhnya dan
berupa suatu konsep
yang bersifat umum
didalamnya tercakup prestasi.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar, yang
wujudnya berupa kemampuan
kognitif, afektif dan
pisikomotor. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk
nilai hasil belajar IPS. Dalam pembelajaran IPS, hasil proses
pembelajaran yang penting
yakni sesuai dengan
tujuan/sasaran hasil pembelajaran
atau standar kompetensi
dan kompetensi dasar
tertuang dalam silabus
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang terjabarkan
pada silabus tersebut
dan guru pun menyusun beberapa
indikator yang dapat menjelaskan dan menunjukan jenis-jenis tingkah
laku yang perlu
dimiliki oleh siswa
setelah mengikuti proses
pembelajaran, dan tercapai tidaknya indikator tersebut baru
dapat diketahui setelah dilakukan serangkaian tes.
Hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh kamampuan
siswa dan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran
yang dimaksud adalah profesional
yang dimiliki oleh
guru. Artinya kemampuan
dasar guru baik di
bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari beberapa pendapat
di atas, maka
hasil belajar siswa dipengaruhi
oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal
(internal) dan faktor
dari luar diri
siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar
adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh
siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan
dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai
aspek kehidupa sehingga
nampak pada diri
indivdu penggunaan penilaian
terhadap sikap, pengetahuan
dan kecakapan dasar yang
terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara
kuantitatif
4. Menulis
a. Hakikat Menulis
Menulis
merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis,
penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata.
Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui
latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
Menulis
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi
secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan,
1986:3). Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang
lain dapat membaca dan memahami lambang-lambang grafik itu (Tarigan, 1982:21).
Menulis
merupakan suatu medium yang penting untuk mengekspresikan diri pribadi, untuk
berkomunikasi, dan untuk menemukan makna. Kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin
bertambah oleh adanya perkembangan media baru untuk komunikasi masa. Oleh
karena itu praktik, latihan, dan studi menulis tetap merupakan bagian yang
penting dari kurikulum sekolah dan menjadi bagian sentral dalam pengajaran
bahasa Indonesia.
Menurut
Akhadiah, dkk. (1988:2) menulis adalah kemampuan kompleks yang menuntut
sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Dengan menulis, penulis terdorong untuk
terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah
bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain. Penulis akan lebih
mudah memecahkan permasalahannya, yaitu menganalisisnya secara tersurat dalam
konteks yang lebih kongkret. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan
kita berpikir serta berbahasa secara tertib.
Menulis,
seperti halnya ketiga keterampilan berbahasa lainnya, merupakan suatu proses
perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan,
keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang
penulis. Menulis menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis,
diekspresikan secara jelas, dan ditata secara menarik. Selanjutnya, menuntut
penelitian yang terperinci, observasi yang saksama, pembeda yang tepat dalam
pemilihan judul, bentuk, dan gaya.
Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang
berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan
tatabahasa tertentu atau kaidah kebahasaan yang digunakan sehingga dapat
menggambarkan atau menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah
sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang
terus-menerus dan teratur (Suriamiharja, dkk., 1996:2).
Menulis
merupakan proses bernalar. Untuk menulis suatu topik, penulis harus berpikir,
menghubungkan berbagai fakta, membandingkan, dan sebagainya. Berpikir merupakan
kegiatan mental. Ketika penulis berpikir, dalam benak penulis timbul
serangkaian gambaran tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan
ini tidak terkendali terjadi dengan sendirinya dan tanpa kesadaran. Kegiatan
yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling
berhubungan, dan tujuan untuk sampai pada suatu simpulan. Jenis kegiatan
berpikir yang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar. Proses bernalar
atau penalaran merupakan proses berpikir sistematik untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan.
Berdasarkan
pendapat-pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat
menulis adalah suatu kegiatan untuk mengekspresikan diri dan perasaan yang
dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara tidak langsung.
b. Hakikat Pembelajaran Menulis
Tarigan
(1982:9) berpendapat bahwa pembelajaran menulis adalah (1) membantu siswa
memahami cara mengekspresikan bahasa dalam bentuk tulis; (2) mendorong siswa
mengekspresikan diri secara bebas dalam bahasa tulis; (3) membantu siswa
menggunakan bentuk bahasa yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis.
Soenardji
(1998:102) berpendapat bahwa pembelajaran menulis jika dikaitkan dengan proses
pendidikan secara makro termasuk salah satu komponen yang sengaja disiapkan dan
dilaksanakan oleh pendidik untuk menghasilkan perubahan tingkah laku sesudah
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Perubahan tingkah laku dalam pembelajaran
menulis merupakan hasil pengaruh kemampuan berpikir, berbuat, dan merasakan
perihal apa yang disampaikan sebagai bahan pembelajaran menulis.
Bertumpu
pada pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis adalah
upaya membantu dan mendorong siswa mengekspresikan bahasa dalam bentuk tulis,
atau komponen yang disiapkan pendidik untuk menghasilkan perubahan tingkah laku
dalam pembelajaran menulis.
c. Tujuan Menulis
Setiap
jenis tulisan memiliki tujuan yang beranekaragam, yaitu memberitahukan atau
mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan
atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api. Bagi penulis yang
belum berpengalaman, ada baiknya memperhatikan tujuan menulis (Tarigan,
1986:23).
Tulisan
yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif
(informative discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan ingin memberitahu
atau mengajarkan sesuatu kepada pembaca sehingga pembaca menjadi tahu mengenai
sesuatu yang disampaikan oleh penulis. Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan
atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse). Melalui tulisan,
pengarang bertujuan ingin meyakinkan pembacanya akan kebenaran gagasan yang
disampaikan sehingga pembaca dapat dipengaruhi dan merasa yakin akan gagasan
penulis.
Tulisan
yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan
estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan (literary discourse).
Penulis bertujuan untuk menyenangkan dan menghindarkan kedukaan para pembaca.
Melalui tulisan, penulis ingin menolong para pembaca memahami, menghargai
perasaan dan penalarannya, serta membuat hidup para pembaca lebih mudah dan
menyenangkan dengan karyanya itu. Tulisan
yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut
wacana ekspresif (ekspresive discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan
untuk mengekspresikan perasaan dan emosi agar pembaca dapat memahami makna yang
ada dalam tulisan.
Menurut
Suriamiharja, dkk. (1996:2), tujuan menulis adalah agar tulisan yang dibuat
dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian
terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, keterampilan menulis
menjadi salah satu cara berkomunikasi karena dalam pengertian tersebut muncul
satu kesan adanya pengiriman dan penerimaan pesan.
Dari
kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis mempunyai tujuan untuk
memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau
menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang
berapi-api agar dipahami oleh orang lain.
d. Manfaat Menulis
Menulis
merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting di
dalam kehidupan manusia. Dengan menulis, seseorang dapat mengutarakan pikiran
dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1986:22),
menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir.
Menulis juga dapat mendorong kita untuk berpikir secara kritis, memudahkan
penulis memahami hubungan gagasan dalam tulisan, memperdalam daya tanggap atau
persepsi, memecahkan masalah yang dihadapi, dan mampu menambah pengalaman
menulis.
Menurut
pendapat Akhadiah, dkk. (1988:1), banyak keuntungan yang diperoleh dari
kegiatan menulis. Keuntungan yang pertama adalah dengan menulis seseorang dapat
mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Penulis dapat mengetahui sampai di
mana pengetahuannya tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu, penulis
harus berpikir untuk memperoleh pengetahuan dan pengalamannya.
Kedua,
melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengembangkan berbagai gagasan. Dengan
menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta membandingkan
fakta-fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya. keuntungan ketiga, penulis
lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi yang berhubungan
dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan
secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.
Keempat,
penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta
mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelaskan
permasalahan yang semula masih samar. Keuntungan kelima, melalui tulisan,penulis
dapat meninjau serta menilai gagasannya secara lebih objektif. Keenam, dengan
menuliskan sesuatu di kertas, penulis akan mudah memecahkan permasalahan, yaitu
dengan menganalisis secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. Ketujuh,
dengan menulis mengenai suatu topik, penulis terdorong untuk belajar secara
aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekadar menjadi
penyadap informasi dari orang lain. Keuntungan kedelapan, kegiatan menulis yang
terencana akan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib.
Dari
kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis sangat bermanfaat dalam
kehidupan. Menulis dapat meningkatkan penalaran untuk mengembangkan berbagai
gagasan yang dapat memperluas wawasan dan pengetahuan.
e. Ragam Tulisan
Telah
banyak ahli yang membuat klasifikasi mengenai tulisan. Beberapa klasifikasi
yang pernah dibuat seperti yang disampaikan oleh Tarigan (1986:26) adalah
tulisan bentuk objektif dan tulisan bentuk subjektif. Tulisan yang berbentuk objektif
mencakup penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan, dan
dokumen. Tulisan yang berbentuk subjektif mencakup otobiografi, surat-surat,
penilaian pribadi, esei informal, potret atau gambaran, dan satire.
Berdasarkan
bentuknya, Tarigan (1986:27) juga menyampaikan klasifikasi yang lain, yaitu
eksposisi, deskripsi, narasi, dan argumentasi. Selain itu terdapat klasifikasi
lain, yaitu tulisan kreatif yang memberi penekanan pada ekspresi diri secara
pribadi dan tulisan ekspositori yang mencakup penulisan surat, penulisan laporan, timbangan buku,
resensi buku, dan rencana penelitian.
Keraf
(2002:24) membuat klasifikasi tulisan menjadi empat jenis, yaitu deskripsi,
narasi, argumentasi, dan eksposisi. Deskripsi adalah bentuk tulisan yang menceritakan
suatu objek atau suatu hal sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata
dan dilihat sendiri oleh pembaca. Narasi adalah bentuk tulisan yang
menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang seolah-olah dialami sendiri
oleh pembaca. Argumentasi adalah bentuk tulisan yang berusaha membuktikan suatu
kebenaran. Eksposisi adalah bentuk tulisan yang menguraikan suatu objek yang
memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca.
5. Puisi
a. Definisi Puisi
Kata puisi
berasal dari bahasa
Yunani “Poises” yang
berarti penciptaan. Puisi dapat
di definisikan sebagai karya sastra yang cenderung pada
irama (ritme) yang
dibangun dengan irama,
bait, dan baris.
Irama merupakan nada-nada yang
ada pada suatu puisi. (Djuanda 2: 2006 dalam
Windy Nur Azhar).
Adapun pengertian
dari para ahli
adalah sebagai berikut
menurut (Salam, dalam Erlina
Yulianingsih, 2010) menjelaskan bahwa puisi adalah pengungkapan
pikiran, perasaan, dan
pengalaman dengan susunan
kata yang kaya
imajinasi dengan penyingkapan
pendirian atau keyakinan penulisnya. Waluyo
1991: 25 (dalam
Windy Nur Azhar
: 2010) menjelaskan bahwa
puisi adalah karya
sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua
kekuatan bahasa dengan
pengonsentrasian struktur fisik
dan struktur batinnya.
Menurut Pradopo
2002: 7 (dalam
Sri Purwantini, 2010)
menjelaskan bahwa puisi
adalah merupakan ekspresi
pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi
pancaindera ke dalam susunan yang berirama.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan perwujudan pikiran, perasaan, dan pengalaman
intelektual seorang penyair yang bersifat
imajinatif yang diungkapkan
melalui bahasa yang
memikat dengan didukung
oleh kekuatan dua
unsurnya yaitu struktur
fisik dan struktur batinnya.
b. Hakikat Puisi (Struktur
Batin Puisi)
1) Tema
Tema adalah
gagasan pokok yang
dikemukan penyair lewat puisinya. Tema
puisi biasanya mengungkapkan
persoalan manusia yang
bersifat hakiki, seperti
cinta kasih, ketakutan,
kebahagiaan, kedukaan, kesengsaraan
hidup, keadilan dan
kebenaran, ketuhanan, kritik social, dan protes. Tema puisi kadang-kadang
sering disebut pula dengan makna puisi
atau sense. (Djuanda 21: 2006 dalam Windy Nur Azhar)
2) Rasa (feeling)
Dalam puisi
diungkapkan perasaan penyair,
gembira, sedih, terharu, takut,
gelisah, rindu, penasaran,
benci, cinta, dendam dan sebagainya. Perasaan
yang diungkapkan penyair
bersifat total artinya tidak setengah-setengah, rasa atau sikap dalam
dunia puisi merupakan salah satu
aspek penting berkanaan
dengan apresiasi puisi.
(Djuanda 41: 2006 dalam Wndy Nur
Azhar)
3) Nada
Nada sering
dikatkan dengan suasana.
Jika nada berarti
sikap penyair terhadap pokok
persoalan (feeling) dan sikap penyair terhadap pembaca
(tone) suasana. Berarti
keadaan perasaan yang
dapat ditangkap oleh panca indera
menurut Efendi, 1982: 134 (dalam Windy Nur
Azhar)
4) Amanat
Amanat merupakan
pesan-pesan yang ingin
disampaikan penyair kepada pembaca. Di dalam satu puisi bisa saja
terdapat lebih dari satu amanat. Amanat
ada yang diungkapkan
secara langsung dan ada juga yang teselubung.
Melalui amanat inilah,
mungkin saja penyair mengharapkan
pembaca marah, benci,
menyenangi sesuatu atau berontak dan
berbuat sesuatu. Barangkali
juga penyair mengharapkan pembaca
untuk merenung dan
menjadi bijak setelah
membaca puisi. Amanat
ini kadang-kadang juga
disebut pemecahan persoalan
yang dikemukakan dalam tema.
c. Metode Puisi (Struktur Fisik
Puisi)
1) Diksi
Diksi atau
pilihan kata yaitu
pemilihan kata dalam sajak (Pradopo,
2009: 54 dalam
Erlina Yulianingsih). Ciri
umum puisi yang
membedakannya dengan karya
sastra lain yaitu
penggunaan bahasa puisi
yang dibentuk oleh
susunan pilihan kata
yang relatif singkat,
padat, dan indah.
Pilhan kata yang diperlukan
untuk menciptakan kepadatan, kepuitisan,
dan nilai estetik.
Pradopo (2009: 54) mengemukakan
bahwa bila kata-kata dipilh dan disusun dengan cara
yang sedemikian rupa
hingga artinya menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya
itu disebut diksi
puitis. Penggunaan kata-kata
bahasa sehari-hari dalam
puisi dapat memberi efek gaya yang realistis, sedangkan
penggunaan kata-kata bahasa yang
puitis dapat memberi
efek yang romantic.
Untuk ketepatan penggunaan kata
dalm puisi, penyair dapat memperbaiki pilihan
kata yang dirasa belum tepat dalam puisinya. (dalam Erlina Yulianingsih, 2010)
2) Pengimajian
Pengimajian disebut
juga pencitraan. Pengimajian
dapat memberi gambaran yang
jelas, menimbulkan suasana yang khusus, membuat hidup
(lebih hidup) gambaran
dalam pikiran, dan penginderaan untuk
menarik perhatian, untuk
memberikan kesan mental
atau bayangan visual
penyair, menggunakan gambaran-gambaran angan.
Imaji adalah gambaran-gambaran angan, gambaran
pikiran, kesan mental
atau bayangan visual
dan bahasa yang menggambarkannya. (dalam Windy Nur Azhar)
3) Kata Konkret
Kata kongkrit
digunakan untuk membangkitkan
imaji (daya bayang) pembaca. Jika penyair berhasil
memperkongkret kata-kata maka pembaca
seolah-olah melihat, mendengar,
atau merasa apa yang dilukiskan
oleh penyair. Dengan
kata yang diperkongkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas
peristiwa atau keadaan yang dilukiskan
oleh penyair.
4) Bahasa Figuratif (Gaya Bahasa)
Bahasa figuratif
merupakan bahasa yang
digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan
pengiasan, yakni secara
tidak langsung dalam
mengungkapkan makna sehingga
menuntut pembaca untuk dapat
menafsirkan kiasan tersebut. Dengan bahasa figuratif, membuat puisi lebih indah, artinya
memancarkan banyak makna atau
kaya akan makna.
Bahasa figuratif dipakai
untuk menghidupkan lukisan,
untuk mengkonkretkan dan
lebih mengekpresikan perasaan
yang diungkapkan. Denagn
demikian, pemakaian bahasa
figuratif menyebabakan konsep-konsep
abstrk terasa dekat
pada pembaca karena
dalam bahasa figurative
oleh penyair diciptakan
kekonkretan, kedekatan, keakraban,
dan kesegaran.
5) Irama dan Rima
Rima
adalah bunyi yang berselang/berulang, baik di dalam larik puisi
maupun pada akhir
larik-larik puisi (Aminuddin,
2009: 137 dalam Erlina Yulianingsih). Irama
adalah paduan bunyi
yang menimbulkan unsur musikalitas,
baik berupa alunan
keras-lemah yang keseluruhannya mampu
menumbuhkan kemerduan, kesan
suasana, serta nuansa makna tertentu. Irama dalam puisi berkaitan
dengan gerak, alunan, bunyi yang
teratur ritmis, dan
itu akan terasa
jika puisi itu
dibaca dan di dengarkan.
6) Tipografi
Tipografi atau
tata wajah yaitu
cara penulisan suatu
puisi sehingga menampilkan
bentuk-bentuk tertentu yang
dapat diamati secara
visual (Aminuddin, 2009:
146). Tipografi merupakan pembeda
yang paling awal
dapat dilihat dalam
membedakan puisi dengan
prosa fiksi dan
drama. Tipografi merupakan
bentuk dari puisi
yang bermacam-macam tergantung
yang mengarangnya. Adapun
fungsi tipografi adalah
untuk keindahan indrawi
dan mendukung makna.
6. Media Gambar Seri
a. Pengertian
Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah yang
berarti tengah, perantara, atau pengantar.
Menurut Arsyad (2004 : 4)
mengatakan bahwa ”istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara
sumber dan penerima. Jadi, TV, film, foto, radio, rekaman audio, gambar,
bahan-bahan cetakan, dan sejenis adalah media komunikas”i. Hamidjojo (dalam
Arsyad 2004) memberikan batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan
manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, dan pendapat sehingga
ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang
dituju. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006:124) mengemukakan
bahwa:
Media gambar
seri (gambar seri) adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan .gambar
seri ini ada yang menampilkan gambar diam sepert film strip (film
rangkai),slide (film bingkai) foto,gambar atau lukisan,dan cetakan.adapula gambar
seri yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film
kartun.
Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa media gambar
seri masuk dalam bagian gambar seri yang memungkinkann seorang guru dapat
menggunakannya sebagai media didalam menyampaikan pesan pembelajaran agar pesan
yang disampaikan lebih mudah dipahami. salah satu penyampaian pesan ini yaitu
menggunakan gambar seri didalam meningkatkan keterampilan menulis puisi pada
pelajaran bahasa Indonesia.
Meningkatkan keterampilan menulis puisi berdasarkan
urutan gambar seri merupakan salah satu keterampilan menulis yang diajarkan di
kelas II SD. Gambar seri yang kelihatan sangat sederhana sebenarnya mengandung
banyak arti. Oleh karena itu, pemilihan gambar harus tepat, menarik dan
merangsang siswa. Selain gambar seri dapat pula digunakan diagram, grafik,
skema dan sejenisnya sebagai media untuk menulis. menulis dengan media gambar
seri berarti melatih dan mempertajam daya imajinatif siswa.
b. Kelebihan dan Keterbatasan
Gambar Seri
Wibawa dan Mukti
(1992: 29) mengemukakan kelebihan dan keterbatasan gambar seri yaitu gambar
seri memiliki kelebihan sebagai berikut : (1) umumnya murah harganya, (2) mudah
didapat, (3) mudah digunakanya, (4) dapat memperjelas suatu masalah, (5) lebih
realitis, (6) dapat membantu mengatasi keterbatasan pengamatan, (7) dapat
mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Gambar seri juga memiliki keterbatasan,
antara lain: (1) semata-mata hanya medium visual, (2) ukuran gambar sering kali
kurang tepat untuk pengajaran dalam kelompok besar, (3) memerlukan ketersediaan
sumber, keterampilan dan kejelian guru untuk dapat memanfaatkannya.
Sejalan yang
dikemukakan oleh Wibawa dan Mukti di atas
menurut Amir (2007:31) memberikan beberapa prinsip tentang pertimbangan yaang
harus dilakukan oleh seorang guru didalam menggunakan media pembelajaran yaitu:
(1) tidak ada media yang paling unggul untuk semua tujuan.suatu media hanya
cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu,tetapi mungkin tidak cocok untuk yang
lain. (2) media adalah bagian integral dari proses belajar-mengajar.Hala ini berarti
bahwa media bukkan hanyya sekedar alat bantu mengajar guru saja,tetapi
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar – mengajar.
(3) media apapun yang digunakan ,sasaran akhirnya adalah untuk memudahkan
belajar siswa. (4) penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan pembelajaran
bukan hanya sekedar selingan /pengisi waktu atau hiburan , melainkan mempunyai
tujuan yang menyatu dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. (5) pemilihan
media hendaknya objektif,tidak didasarkan pada kesenangan pribadi. (6)
pengunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan siswa penggunaan
multi media tidak berarti menggunakan media yang banyak sekaligus,tetapi media
tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan media yang lain untuk tujuan yang
lain pula. (7) kebaikan dan keburukan media tidak tergantung pada kekonkritan
dan keabstrakannya.media yang konkrit wujudnya mungkin sukar untuk dipahami
karena rumitnya,tetapi media yang abstrak dapat pula memberikan pengertian yang
tepat.
Olehnya itu keberhasilan
dari media yang digunakan dalam setiap pembelajaran bukan tergantung hanya pada
orang yang menggunakan media tersebut akan tetapi ketidak optimalan dari hasil
penggunaan media yang kita gunakan dalam PBM juga sangat tergantung pada siapa
dan di mana tempaat media yang kita gunakan pada saat kegiatan PBM berlangsung
serta kesesuain media yang digunakan dengan karakteristik siswa yang diajar.
c. Fungsi Gambar Seri (Gambar
seri)
Levie dan Lentz (dalam Arsyad, 2004: 16)
mengemukakan empat fungsi media pembelajaran,khususnya gambar seri yaitu : (a) fungsi atensi gambar seri, merupakan inti
yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi
pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai
teks materi pelajaran, (b) fumgsi afektif gambar seri dapat terlihat dari
tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (membaca) teks yang bergambar,(c)
fungsi kognitif gambar seri terlihat dari temuan-temuan peneliti yang
mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan
untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar,
(d) fungsi kompensatoris gambar seri yang memberikan konteks untuk memahami
teks dalam membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan
informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
Selanjutnya Wibawa dan
Mukti (1992 : 31) mengemukakan gambar seri dalam proses belajar mengajar dapat
berfungsi untuk: (a) mengembangkan kemampuan visual, (b) mengembangkan
imajinasi anak, (c) membantu meningkatkan penguasaan anak terhadap hal-hal yang
abstrak, atau peristiwa yang tidak mungkin dihadirkan didalam kelas, (d)
mengembangkan kreativitas siswa.
7. Penggunaan Media Gambar Seri
dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis puisi.
Tujuan pengajaran
menulis di SD menurut kurikulum pendidikan dasar 1994 tercermin dalam tujuan
penggunaan (dalam Nur Mustakim dan Syamsudin, 2007: 24), yakni ”(1) siswa mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, informasi, pesan, dan perasaan
secara tertulis, (2) siswa memiliki kegemaran menulis (3) siswa mampu
memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan dalam menulis”.
Untuk mencapai tujuan
tersebut guru dituntut mengupayakan strategi dan model pembelajaran yang baik
serta ketepatan dalam menggunakan media dalam proses pembelajaran. Untuk itu
pembelajaran hendaknya dikemas dalam aktivitas yang menarik, bermakna,
bervariasi, menantang, dan sesuai dengan dunia anak. Untuk itu pembelajaran
harus di bentuk sedemikian rupa sehingga tampak menyenangkan anak, misalnya
dengan permainan, pengalaman praktis ataupun penggunaan media yang bisa menarik
perhatian siswa yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dewasa ini
keterampilan menulis siswa dikelas awal belum begitu menggembirakan. Kendala
yang sering dihadapi dalam pembelajaran menulis salah satunya adalah penggunaan
media pembelajaran yang kurang menarik perhatian siswa. Penggunaan media dalam
proses pembelajaran merupakan salah satu alternatif yang tepat didalam proses
pembelajaran khususnya penggunaan media gambar seri didalam meningkatkan
keterampilan menulis puisi siswa kelas II.
Untuk lebih jelasnya
dari penggunaan media gambar seri dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi
maka, dapat dilakukan dengan langkah- langkah pembelajaran sebagai berikut:
a.
Menyampaikan
kompetensi yang akan dicapai
Pada langkah ini, guru menjelaskan kompetensi yang
menjadi target serta indikator apa saja yang ada di dalamnya.
b.
Menyajikan
meteri sebagai pengantar
Tahap berikutnya adalah guru menyajikan materi. Dalam
penyajian materi ini, guru memperkenalkan materi yang akan dibawakan serta
memeberikan pengetahuan awal kepada siswa tentang pembelajaran menulis puisi
dengan penggunaan media gambar seri.
c.
Memperlihatkan
gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
Setelah guru menyajikan materi sebagai pengantar,
tindakan selanjutnya adalah guru memperlihatkan gambar seri yang disusun secara
acak di papan tulis.
d.
Memanggil
siswa secara bergantian mengurutkan menjadi urutan yang logis
Pada langkah ini, guru meminta siswa maju ke papan tulis
untuk mengurutkan gamabr seri yang acak tersebut menjadi gambar seri yang
runtut dan sesuai denagn alurnya. Hal ini dilakukan secara bergantian untuk
mendapatkan susnan gambar seri yang sesuai dan benar.
e.
Menanyakan
alasan pemikiran urutan gambar tersebut
Selanjutnya guru meminta siswa untuk memberikan alasan
yang logis tentang pemilihan urutan gambar seri yang diberikan.
f.
Guru
menanamkan konsep sesuai kompetensi yang akan dicapai
Selanjutnya guru memberikan konsep kepada siswa tentang
bagaiman cara menulis puisi berdasarkan gambar seri yang baik dan benar. Dalam
menulis puisi berdasarkan gambar seri ini, ada beberapa aspek yang
diperkenalkan kepada siswa dan aspek ini yang menjadi acuan dalam memberikan
penilaian terhadap hasil tulisan siswa. Aspek tersebut adalah pengembangan
topik (logis, relevan, dan jelas), pengorganisasian isi (runtut, utuh, dan
koheren), struktur (morfologi, sintaksis), pilihan kata (diksi), dan penerapan
ejaan dan kerapihan.
g.
Menulis
puisi berdasarkan gambar tersebut
Langkah berikutnya adalah siswa diminta untuk menulis
puisi berdasarkan gambar seri dengan memperhatikan aspek dalam menulis puisi.
h.
Kesimpulan
Kegiatan berikutnya adalah guru bersama denagn siswa
menyimpulkan materi.
i.
Evaluasi
Langkah terakhir yang dilakukan adalah memberikan
evaluasi berupa tes formatif yakni mengurutka gambar seri yang acak kemudian
menulis puisi berdasarkan gambar seri yang telah diururkan. Evaluasi dilakukan
untuk memperoleh data tentang kemampuan siswa dalam menulis puisi berdasarkan
gambar seri.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1.
Alfiah, 2010, Penggunaan Media Gambar Seri
untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Siswa Kelas III SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan,
Skripsi, Jurusan KSDP Program S1 PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Malang. Pada hakikatnya belajar
bahasa adalah belajar berkomunikasi. Dengan pendekatan komunikatif ini siswa
harus diberi kesempatan untuk melakukan komunikasi baik secara lisan maupun
tulis. Supaya siswa mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, maka siswa perlu dilatih sebanyak-banyaknya atau diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan kegiatan berkomunikasi. Dengan
mempertimbangkan karakteristik anak yang lebih memperhatikan terhadap sesuatu
yang menarik perhatian mereka, membangkitkan minat dan motivasi belajar serta
melatih imajinasi anak, maka penggunaan media gambar dalam pembelajaran
bahasa Indonesia khususnya untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak dapat
dilakukan secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan
cara menggunakan media gambar seri untuk meningkatkan kemampuan bercerita pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten
Pasuruan, (2) Mendeskripsikan adanya peningkatan kemampuan bercerita siswa
dengan penggunaan media gambar seri pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia di SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan. Penelitian
ini merupakan bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, (4) refleksi. Subyek penelitian
ini adalah siswa kelas III SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten
Pasuruan yang berjumlah 13 siswa yang terdiri dari siswa laki-laki dan siswa
perempuan dan seorang guru kelas. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: Lembar Kerja Siswa (LKS), soal tes, pedoman wawancara, catatan
lapangan serta rencana pelaksanaan tindakan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa: Penerapan pembelajaran dengan menggunakan media gambar seri tidak hanya dapat
meningkatkan aspek kognitif saja, tetapi juga kelancaran membaca, keberanian
dan semua aspek yang menyangkut perkembangan siswa dalam pembelajaran seperti
kemampuan bekerja sama serta partisipasi siswa dalam pembelajaran itu, selain
itu pembelajaran ini juga dapat meningkatkan kemampuan guru dalam merancang
serta mengelola pembelajaran secara individual, klasikal maupun berkelompok. 2)
Penerapan pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa
kelas III SDN Palangsari II, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan. Hal ini dapat
dilihat dari peningkatan prestasi murid di setiap siklus, pada siklus I
mencapai rata-rata 69,12 dan meningkat menjadi rata-rata 77,15 (100%) pada
siklus II. Pada pratindakan kosa kata yang dikuasai murid masih sangat kurang,
setelah adanya pembelajaran dengan menggunakan gambar seri untuk kemampuan bercerita diadakan wawancara dengan
murid, perbendaharaan kata yang terkuasai bertambah, keberanian anak untuk
mengungkapkan pertanyaan balik dengan peneliti patut diacungi jempol.
2.
Sriyati, 2010. Pengggunaan
Media Gambar Seri untuk
Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Pada Siswa Kelas III SDN Mergosono II
Malang Ujian Akhir Progam,Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan
Kependidikan Sekolah dan Prasekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Malang. Dosen Pembimbing: Dr. Musa Sukardi, M.Pd. Masalah mendasar yang
dikeluhkan guru kelas II SDN Mergosono II pada pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah rendahnya kemampuan menulis siswa, terutama pada pembelajaran menulis
karangan.Hal tersebut ditandai antara lain oleh rendahnya kemampuan siswa dalam
menemukan ide yang akan dituliskannya ke dalam bentuk karangan sehingga
karangan yang ditulisnya hanya seadanya, biasanya hanya terdiri atas 4-5
kalimat. Peneliti menggunakan gambar seri sebagai media
pembelajaran karena gambar seri
baik sekali untuk dijadikan media pembelajaran karena gambarnya sederhana,
menarik dan langsung selesai. Hal ini sesuai dengan sifat anak kelas III yang
berusia rata-rata 9 tahun. Pada tahap ini, anak mulai melakukan identifikasi
terhadap tokoh tertentu yang menarik perhatiannya. Selain itu gambar
seri juga berfungsi sebagai sarana berpikir anak. Sebab
dengan melihat gambar, fantasi dan daya cipta anak akan
berpikir sesuai alur cerita dalam gambar seri. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti
diperoleh data bahwa penggunaan media gambar seri terbukti mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam
mennulis karangan. Pada siklus I pertemuan ke-1 nilai rata-rata kemampuan siswa
menulis karangan mencapai 72,1. Pada pertemuan ke-2 meningkat menjadi 75,8.
Pada siklus II pertemuan ke-1 nilai rata-rata kemampuan siswa dalam menulis
karangan mencapai 77,9 sedangkan pada pertemuan ke-2 nilai rata-rata kemampuan
siswa dalam menulis karangan meningkat menjadi 82,0
C. Kerangka Berpikir
Adanya
kemampuan menulis yang rendah
dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia, hal ini dikarenakan
pembelajaran yang dilaksanakan
guru masih bersifat konvensional
yang hanya berceramah dan menggunakan metode penugasan
sehingga siswa kurang
tertarik dalam mengikuti
pelajaran, hal juga mengakibatkan
siswa kurang mengerti
makna dan tujuan
dari pembelajaran sehingga
Bahasa Indonesia selalu
dianggap sebagai mata pelajaran
yang sulit, rumit dan kurang menarik dan membosankan.
Untuk
mengatasi hal tersebut
di atas perlu
diadakan pembenahan dalam
proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru
khususnya dalam pembelajaran
menulis khususnya menulis puisi. Atas dasar uraian tersebut di atas,
hendaknya guru mempertimbangkan penggunaan media gambar seri di dalam
pelaksanaan proses
belajar mengajar terutama dalam pengajaran menulis puisi, karena dengan gambar
dapat merangsang imajinasi siswa untuk menulis tentang gambar yang dilihatnya
sehingga keterampilan siswa dalam menulis cerita dapat meningkat.
Untuk mempermudah kita dalam memahami alur dari penelitian
tindakan kelas ini maka kami membuat kerangka pikir yang disesuaikan dengan
langkah-langkah strategi dari pembelajaran keterampilan menulis berdasarkan
gambar seri.sehingga dengan hanya melihat dan membaca kerangka pikir ini kita
bisa melihat gambaran apa saja yang peneliti lakukan didalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi peneliti yaitu rendahnya kemampuan menulis puisi
anak pada siswa kelas .............................
Kerangka pikir adalah gambaran mengenai hubungan
antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran
menurut kerangka logis. Adapun kerangka berpikir dalam
pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah :
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan
Kelas
D.
Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan
kerangka teoritik di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk
penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Melalui penerapan media gambar seri pada
pembelajaran bahasa Indonesia materi menulis puisi anak diharapkan dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas II ...............................
2. Penerapan media gambar seri diharapkan
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas
II ......................... pada pembelajaran bahasa Indonesia materi menulis
puisi anak.
Konfirmasi file secara utuh, silahkan hub. 081327121707 (SMS only)
Mohon tidak disadur secara utuh, hanya sebagai referensi penulisan. Terima kasih atas kerjasamanya.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih