BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam
merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang
sangat luas terkait
dengan kehidupan manusia.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan
teknologi, karena IPA
memiliki upaya untuk
membangkitkan minat manusia
serta kemampuan dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pemahaman tentang
alam semesta yang
mempunyai banyak fakta
yang belum terungkap dan
masih bersifat rahasia
sehingga hasil penemuannya
dapat dikembangkan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari..
Selama ini
pengajaran pendidikan IPA
lebih banyak dilakukan
di dalam kelas dengan hanya berpedoman pada buku-buku
pendamping saja, siswa kurang dilibatkan dalam
kegiatan yang sebenarnya.
Perlu disadari bahwa
keberhasilan proses
pembelajaran IPA di
tentukan oleh banyak
faktor, antara lain
: guru, siswa, lingkungan, proses
pembelajaran, sarana prasarana
penunjang lainnya. Kondisi pembelajaran yang
relatif majemuk dengan
penggunaan metode yang
sama dan monoton menyebabkan
kebosanan belajar bagi
siswa. Hal ini
menyebabkan rendahnya
aktivitas siswa, siswa
pasif dan suasana
kelas kurang komunikatif sehingga menyebabkan keaktifan
dan hasil belajar siswa rendah. Kurang
diminatinya pelajaran IPA
karena proses pembelajarannya hanya
di dalam kelas dan metode pembelajaran kurang bervariasi. Hal tersebut
mengakibatkan masih banyaknya siswa mendapatkan nilai di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan.
Dalam pembelajaran bidang
studi Ilmu Pengetahuan Alam materi kedudukan matahari, guru telah berusaha mengajar
dengan sebaik-baiknya, membuat rencana perbaikan, melaksanakan rencana
pembelajaran dan melaksanakan evaluasi. Dalam kegiatan belajar mengajar banyak
faktor yang menentukan keberhasilan belajar. Keberhasilan dalam melaksanakan
tugas mengajar tentu menjadi harapan semua guru.
Pada studi awal pembelajaran IPA materi penerapan
konsep energi panas, hasil dari tes formatif menunjukkan rendahnya tingkat
penguasaan materi yang diajarkan. Ini dapat ditunjukkan hanya delapan siswa
dari 33 siswa (24,24) yang mengikuti tes formatif dapat mencapai tingkat
penguasaan materi 80% ke atas, dengan rata-rata hasil belajar sebesar 66,97
serta motivasi siswa sebesar 30,30% atau hanya 10 siswa dari 33 siswa
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan data tersebut,
peneliti meminta bantuan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi masalah
dalam proses pembelajaran. Dari hasil diskusi terungkap beberapa masalah
sebagai berikut :
a. Siswa tampak ragu-ragu dan bingung saat
menjawab pertanyaan guru
b. Siswa kurang menguasai materi pembelajaran
c. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran
d. Hasil ulangan Ilmu Pengetahuan Alam yang
diperoleh masih sangat rendah.
2. Analisis Masalah
Dengan melakukan refleksi
diri, kaji literatur dan diskusi dengan teman sejawat dapat diketahui bahwa
kemungkinan faktor penyebab timbulnya masalah di atas adalah :
a. Metode pembelajaran kurang menarik siswa
b. Guru tidak melibatkan siswa untuk aktif
dalam pembelajaran
c. Guru kurang memotivasi siswa dalam
pembelajaran
d. Guru kurang memberikan soal-soal latihan.
Berdasarkan uraian tentang indentifikasi dan analisis
masalah sebagaimana dijelaskan di atas yang menjadi fokus perbaikan
pembelajaran adalah bagaimana meningkatan
keaktifan dan hasil belajar siswa
melalui penerapan metode
percobaan pada pembelajaran IPA materi
kedudukan matahari. Diharapkan melalui
penerapan metode eksperimen akan dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa. Dari
kenyataan mengenai permasalahan pembelajaran tersebut penulis
tertarik untuk melakukan
penelitian tindakan kelas dengan
peningkatan keaktifan dan hasil belajar materi kedudukan matahari
melalui penerapan metode percobaan pada siswa kelas II ..........................
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
penelitian di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana upaya meningkatkan keaktifan
belajar siswa kelas II .................... pada pembelajaran IPA materi kedudukan
matahari melalui penerapan metode percobaan?
2. Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar
siswa kelas II ..................... pada pembelajaran IPA materi kedudukan
matahari melalui penerapan metode percobaan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di
atas, agar memiliki arah yang jelas, maka ditetapkan tujuan sebagai berikut :
- Untuk mengetahui peningkatan keaktifan belajar siswa kelas II ....................... pada pembelajaran IPA materi kedudukan matahari penerapan metode percobaan.
- Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa siswa kelas ...................... pada IPA materi kedudukan matahari penerapan metode percobaan.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini
juga dapat memberikan manfaat :
- Manfaat Teoritis
a. Untuk
menambah khasanah hasil
penelitian dan memperluas cakrawala pengetahuan guru dan siswa.
b. Bagi para pengembang pengetahuan, hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan penelitian
lebih lanjut, khususnya dalam mendesain metode pembelajaran di Sekolah
Dasar.
- Manfaat Praktis
a. Siswa
1) Keaktifan siswa dalam belajar dan
mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok lebih baik dan meningkat.
2) Hasil belajar siswa dalam proses
pembelajaran IPA dapat ditingkatkan.
b. Guru
1) Proses belajar mengajar mata pelajaran IPA
tidak lagi berjalan secara monoton.
2) Ditemukannya strategi pembelajaran yang
tepat.
3) Metode
yang digunakan tidak
lagi bersifat konvensional,
tetapi lebih bersifat variatif
dan inovatif.
4) Dapat
memberikan informasi yang bisa
dijadikan dalam peningkatan hasil belajar melalui pendekatan
kooperatif.
c. Sekolah
1) Membantu sekolah untuk berkembang karena
adanya peningkatan kemampuan pada diri guru dan pendidikan di sekolah
2) Meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan
bagi siswa
3) Mempunyai kesempatan yang besar untuk
berubah secara menyeluruh
4) Menumbuhkan iklim kerjasama yang kondusif
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
a. Pengertian
Istilah
Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains
ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia
yang berarti ”saya tahu”. Dalam
bahasa Inggris, kata sains berasal
dari kata science yang berarti ”pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial
(IPS) dan natural science
yang dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan ilmu
pengetahuan alam (IPA).
1)
Nash dalam
bukunya The Nature
of Natural Science
(Darmojo dan Kaligis, 1992 : 3),
menyatakan bahwa “Science is away of looking at the world”. IPA
itu suatu cara
atau metode untuk
mengamati alam. Selanjutnya Nash
juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analitis,
lengkap, cermat, serta
menghubungkan antara satu fenomena
dengan fenomena yang
lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu
perspektif yang baru
tentang objek yang
diamatinya itu.
2)
Carin dan
Sund (Margo, Syahrudin,
1999 : 2)
menyatakan bahwa ‘IPA merupakan suatu
“system of knowing”
atau sistem untuk
mengetahui alam, dan IPA
merupakan kumpulan pengetahuan
Alam yang berfungsi untuk menjelaskan apa yang
diperoleh.
3)
Rom Harre
seorang ahli falsafah
IPA dalam bukunya
“The Philosophies of science”
(Darmojo dan Kaligis,
1992 : 4)
menyatakan bahwa ‘IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya, yang menjelaskan tentang pola-pola
keteraturan dari gejala
alam yang diamati
secara seksama’.
4)
Suyoso(1998 :
23 ) merupakan”pengetahuan hasil
kegiatan manusia yang bersipat
aktif dan dinamis.Tiada
hentinya serta diperoleh
melalui metode tertentu yaitu
teratur,
sistemmatis,berobjek,bermetode,dan berlaku secara universal.”
Beberapa ilmuwan memberikan definisi
sains sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan
science sebagai The activity of
questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden
order, yaitu “ Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam
semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.” Sains mengandung
makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan
jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara
sistematis (Depdiknas,2002a: 1).
IPA secara sederhana
didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alamsemesta. Dalam kurikulum
pendidikan dasar terdahulu (2004) dijelaskan pengertian IPA (sains) sebagai hasil kegiatan manusia
berupa pengetahun, gagasan, dankonsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalamanmelalui serangkaian
proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan.
Sedangkan dalam kurikulum 2006 sains (IPA)
diartikan sebagai cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta.
Menurut Hendro dan Jenny (1993:3) ucapan Einstein: Science is theatempt to make the chaotic
diversity of our sense experience correspond to a logi-cally uniform system of
thought, mempertegas bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai
pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikiryang logis tertentu, yang dikenal
dengan istilah pola berpikir ilmiah.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada
hakikat IPA ada
tiga yaitu :
1.
IPA sebagai proses
Merupakan: cara
kerja, cara berpikir
dan cara memecahkan
masalah dengan menggunakan
sikap-sikap tertentu yang
dapat menunjang pencapaian
hasil yang diharapkan.
2.
IPA sebagai produk
Merupakan: hasil yang diperoleh dari
proses IPA. Bentuk-bentuknya berupa:
a)
Fakta yaitu sesuatu yang
benar-benar ada atau peristiwa yang betul-betul
terjadi.
b)
Konsep adalah kumpulan beberapa
fakta yang saling berkaitan.
c)
Prinsip yaitu gabungan
konsep-konsep.
d)
Teori atau hukum adalah
ketentuan mengenai peristiwa alam.
3.
IPA sebagai sikap ilmiah
Merupakan: perilaku
yang ada di
dalam diri seseorang
yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam proses IPA
b. Pendidikan IPA
di Sekolah Dasar
Mata
Pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa : memahami konsep-konsep
IPA, memiliki keterampilan proses, mempunyai minat mempelajari alam sekitar, bersikap
ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam
dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, mencintai alam sekitar,
serta menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan. Berdasarkan tujuan di atas, maka
pembelajaran pendidikan IPA di SD menuntut proses belajar mengajar yang tidak
terlalu akademis dan verbalistik.
Selain
itu dalam kondisi ketergantungan hidup manusia akan ilmu dan teknologi yang
sangat tinggi, maka pembelajaran IPA di SD harus dijadikan sebagai mata pelajaran
dasar dan diarahkan untuk menghasilkan warga Negara yang melek IPA. Rutherford
dan Ahlgren (1990) dalam kata pengantarnya untuk buku Science for All
Americans mengemukakan beberapa alasan mengapa IPA layak dijadikan sebagai
mata pelajaran dasar dalam pendidikan : Pertama, IPA dapat memberi
seseorang pengetahuan tentang lingkungan biofisik dan perilaku social yang
diperlukan untuk pengembangan pemecahan yang efektif bagi masalah-masalah local
dan global; Kedua, dengan penekanan dan penjelasan akan adanya saling
ketergantungan antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup yang
lain beserta lingkungannya, IPA akan membantu mengembangkan sikap berpikir
seseorang terhadap lingkungan dan dalam memanfaatkan teknologi; Ketiga, Kebiasaan
berpikir ilmiah dapat membantu seseorang dalam setiap kegiatan kehidupan
sehingga peka terhadap permasalahan yang seringkali melibatkan sejumlah bukti,
pertimbangan kuantitatif, alasan logis, dan ketidak pastian; Keempat, prinsip-prinsip
teknologi memberi sesorang dasar yang kuat untuk menilai penggunaan teknologi
baru beserta implikasinya bagi lingkungan dan budaya; Kelima, pendidikan
IPA dan teknologi secara terus menerus dapat memberikan piranti untuk
menentukan sikap terhadap sejumlah masalah dan pengetahuan baru yang penting; Keenam,
potensi IPA dan teknologi guna meningkatkan kehidupan tidak akan
terealisasikan tanpa didukung oleh pemahaman masyarakat umum terhadap IPA,
matematika, dan teknologi, serta kebiasaan berpikir ilmiah.
Carin
dan Sund (1989:87) memberikan petunjuk tentang bagaimana seharusnya IPA
diajarkan pada pendidikan dasar. Salah satu diantaranya adalah menanamkan ke
dalam diri siswa keingintahuan akan alam sekitar, serta dapat memahami
pejelasan-penjelasan ilmiah tentang fenomena alam. Hal ini sesuai dengan salah
satu tujuan pendidikan IPA yaitu bahwa IPA harus mampu meberikan pengetahuan
kepada siswa tentang dunia dimana kita hidup, dan bagaimana kita sebagai
makhluk hidup harus bersikap terhadap alam.
Secara
singkat, Connor (1990:124) mengemukakan, pendidikan IPA di SD harus secara
konsisten berorientasi pada (a) pengembangan keterampilan proses, (b)
pengembangan konsep, (c) aplikasi, dan (d) isu sosial yang berdasar pada IPA.
Khusus untuk keterampilan proses dalam pembelajaran IPA, Mechling dan Oliver
(1983:156) mengemukakan bahwa penekanan yang diberikan dalam pengajaran
keterampilan proses IPA adalah pada keterampilan-keterampilan berpikir.
Keterampilan berpikir ini dapat berkembang pada anak selama anak diberi
kesempatan untuk berlatih menggunakan keterampilan-keterampilan tersebut.
Dengan keterampilan-keterampilan proses IPA, yang salah satu diantaranya adalah
keterampilan mengajukan pertanyaan, maka siswa sekolah dasar dapat mempelajari
IPA sebanyak-banyaknya, sesuai dengan keinginan mereka untuk mengetahui dan
mempelajari IPA tersebut selama hidupnya.
Marek
(1997:88) menyebutkan ciri-ciri siswa SD, antara lain rasa ingin tahu yang
berlebih, mengeksplorasi, menemukan, mempelajari sesuatu yang baru, dan
berkreasi. Untuk mendorong munculnya rasa ingin tahu siswa SD tersebut,
terlebih dahulu perlu dilakukan eksplorasi terhadap apa yang akan dipelajari,
sehingga pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari kegiatan eksplorasi tersebut
dapat dijawab dengan percobaan yang dilakukan oleh siswa sendiri untuk menemukan
konsep-konsep baru.
Berdasarkan
pada beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, maka sebaiknya pembelajaran
IPA di SD menggunakan perasaan keingintahuan siswa sebagai titik awal dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan penyelidikan atau percobaan. Kegiatan-kegiatan
ini dilakukan untuk menemukan dan menanamkan pemahaman konsep-konsep baru dan
mengaplikasikannya untuk memecahkan masalah-masalah yang ditemui oleh siswa SD
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini penting untk dilaksanakan karena langkah
awal untuk menghasilkan orang dewasa yang melek IPA adalah dengan melibatkan
anak-anak, dalam hal ini adalah anak-anak SD secar aktif sejak dini ke dalam
kegiatan IPA seperti disebutkan di atas.
c. Tujuan Pendidikan
IPA di Sekolah Dasar
Suatu tujuan
pendidikan ditetapkan untuk
menentukan arah kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan.
Menurut Sandall &
Barbara (2003:176) tujuan
pembelajaran IPA di
sekolah dasar adalah
membangun rasa ingin
tahu siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya,
dan menyediakan kesempatan untuk
mempraktekkan metode ilmiah
serta mengkomunikasikannya. Tujuan
pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam tujuan kurikuler
mata pelajaran IPA Sekolah Dasar
yang dinyatakan dalam
peraturan menteri (PERMEN)
No. 22 tahun
2006 Tentang Standar Isi sebagai
cakupan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. “Kelompok
mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi
pada SD/MI/SDLB dimaksudkan
untuk mengenal, menyikapi,
dan mengapresiasi ilmu
pengetahuan dan teknologi,
serta menanamkan kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang
kritis, kreatif dan mandiri”.
Tujuan
kurikuler tersebut diuraikan secara rinci dalam lampiran standar isi PERMEN
No. 22 tahun
2006. Berdasarkan PERMEN
No. 22 tahun
2006 mata Pelajaran
IPA di SD/MI
bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan
sebagai berikut: a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang
Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan
dan keteraturan alam
ciptaan-Nya; b) Mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari; c)
Mengembangkan rasa ingin
tahu, sikap positip
dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang
saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat; d)
Mengembangkan keterampilan proses
untuk menyelidiki alam
sekitar memecahkan masalah
dan membuat keputusan;
e) Meningkatkan kesadaran
untuk berperan dalam
memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam;
f) Meningkatkan kesadaran
untuk menghargai alam
dan segala keteraturannya sebagai
salah satu ciptaan
Tuhan; g) Memperoleh
bekal pengetahuan, konsep
dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke
SMP/MTs.
Dengan melihat
rumusan tujuan yang
tertuang dalam PERMEN
No.22 tahun 2006,
maka dapat dikatakan
bahwa tujuan pembelajaran
IPA di Sekolah
Dasar mencakup ranah
kognitif, afektif dan
psikomotor. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran
IPA di Sekolah
Dasar bedasarkan PERMEN
No. 22 tahun
2006 tentang Standar
Isi mengandung ketiga
unsur hakikat pembelajaran IPA, yaitu sebagai proses,
produk dan nilai. Tujuan yang tertuang
dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar
Isi dirumuskan untuk
mencapai kompetensi lulusan
yang memiliki kemampuan
sebagai berikut: a)
Dapat melakukan pengamatan
terhadap gejala alam
dan menceritakan hasil
pengamatannya secara lisan
dan tertulis; b)
Memahami penggolongan hewan
dan tumbuhan, serta
manfaat hewan dan
tumbuhan bagi manusia,
upaya pelestariannya dan
interaksi antara mahluk
hidup dengan lingkungannya; c)
Memahami bagian-bagian tubuh
pada manusia, hewan
dan tumbuhan serta
fungsinya dan perubahan
pada makhluk hidup;
d) Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan
penyusunnya, perubahan wujud benda
dan kegunaanya; e)
Memahami berbagai bentuk
energi, perubahan dan
kemanfaatnya; f) Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan
dan perubahan permukaan
bumi dan hubungan
peristiwa alam dengan
kegiatan manusia (PERMEN No. 23
Tahun 2006).
d.
Strategi Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Setiap
siswa merupakan individu yang memiliki karakteristik tertentu yang sifatnya
khusus dan unik.
Secara garis besar
karakteristik siswa dapat
dibedakan menjadi karakteristik yang berkaitan dengan aspek fisik dan
psikis yang keduanya saling mempengaruhi satu sama lain (Sukmadinata, 2004:45).
Siswa di sekolah dasar ditandai dengan
karakteristik secara fisik
yang senantiasa mengalami perkembangan. Dengan demikian,
salah satu fungsi pembelajaran si sekolah dasar adalah membantu siswa untuk
untuk mencapi perkembangan yang optimal.
Dalam segi
psikis, perkembangan siswa
dapat terjadi dalam
berbagai macam aspek,
yaitu: perkembangan aspek
kognitif, perkembangan aspek
sosial dan kemandirian,
perkembangan dalam hal erotis (rangsangan
seksual), perkembangan dalam hal
motivasi dan perkembangan dalam segi moral. Menurut Boyd
(1996:78) pembelajaran di
sekolah dasar hendaknya
dilangsungkan selaras dengan
karakteristik perkembangan siswa
baik yang ditinjau
dari empat aspek perkembangan
yang telah disebutkan di atas.
Perkembangan aspek kognitif
yang banyak diacu
dalam pendidikan adalah perkembangan yang
digagaskan oleh Piaget.
Piaget (1990:24) menyatakan
bahwa tahapan perkembangan
individu terjadi dalam
empat tahap, yaitu:
1) Tahap sensori
motor (usia 0-2
tahun). Pada tahap
ini anak berpikir
melalui proses penginderaan,
melihat, mendengar, meraba,
mencium, dan mengecap;
2) Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun). Pada tahap
ini pemikiran anak masih dalam taraf pra konsep
dan masih banyak
terkait dengan intuisi
serta fantasi; 3)
Tahap operasional konkrit
(usia 7 – 11
tahun). Dalam tahap
ini anak sudah
mampu berpikir secara
logis namun masih
terkait dengan hal-hal
konkrit; dan 4)
Tahap operasional formal
(usia 11 tahun
ke atas). Pada
tahap ini anak
sudah mencapai tahap berpikir tingkat tinggi,
analisis-sintesis, evaluasi, pemecahan masalah dan lain-lain.
Dengan
mengacu pada perkembangan siswa yang di uraikan di atas, maka siswa
kelas empat dan
lima SD dari
aspek perkembangan kognitif
berada pada tahap-tahap
operasional kongkrit, dimana
dalam tahap ini
mereka sudah mampu berpikir secara
logis namun masih
terkait dengan hal-hal
kongkrit. Dari aspek perkembangan
sosial dan kemandirian, mereka berada pada tahap industry versus inferiority, dimana
anak sudah mampu
menghasilkan suatu karya
tetapi masih disertai
dengan rasa rendah
diri terhadap hasil
karya yang dihasilkannya. Berdasarkan
ciri dari aspek perkembangan kognitif,
sosial , maka pembelajaran
di sekolah dasar termasuk di
dalamnya dalam melangsungkan
pembelajaran IPA memiliki karakteristik child centeredness yang
menempatkan siswa sebagai
subjek dalam pembelajaran,
project based learning
dimana siswa beraktivitas
untuk menghasilkan karya,
pembelajaran yang menyenangkan
dan penggunaan media dalam pembelajaran
(Boyd, 1984:40). Pembelajaran
tidak hanya dapat dilangsungkan di
dalam kelas, alam
dan lingkungan sekitar
dapat digunakan sebagai sumber belajar sehingga siswa dapat
secara langsung berinteraksi dengan alam dan
mengekplorasi alam sekitar
mereka. Sumber belajar
tidak hanya diperoleh
dari buku-buku teks
tetapi melalui pengamatan
terhadap objek-objek yang berada di sekitar siswa. Frensham et
al. (1994) mengungkapkan
bahwa pada kelas
yang lebih rendah, pembelajaran IPA di sekolah dasar harus lebih difokuskan
pada kegiatan pengamatan/observasi
terhadap objek-objek yang
ada di sekitar
siswa melalui kegiatan sederhana. Sedangkan Wortham (2006)
menyatakan bahwa pembelajaran IPA dapat
diintegrasikan dengan topik-topik lain pada bidang lain seperti bahasa, IPS
dan lain-lain yang
disajikan dalam bentuk
tema (tematik) untuk
kelas yang lebih
rendah (kelas 1
sampai kelas 3).
Pada kelas yang
lebih tinggi (4
sampai 6) lebih
dituntut untuk disajikan
melalui kegiatan individual
tanpa diintegrasikan dengan
bidang studi lain.
Siswa mulai dapat
diajak untuk melakukan
eksplorasi terhadap alam
melalui kegiatan inkuiri.
Lebih lanjut Boyd
(1984), mengungkapkan bahwa
pembelajaran di sekolah
dasar termasuk di
dalamnya pembelajaran IPA
harus menghindari subject
based dimana materi
diambil dari buku-buku teks, tetapi dikembangkan dari pengalaman yang paling dekat dengan siswa.
e.
Fungsi IPA
Darmojo & Kaligis,
1992 : 67-68
menyebutkan bahwa lmu pengetahuan alam diperlukan di SD karena dapat
memberikan kontribusi untuk tercapainya sebagian dari tujuan pendidikan di SD.
Dengan pengajaran IPA diharapkan siswa akan dapat :
1) Memahami
alam sekitarnya, meliputi
benda-benda alam dan
buatan manusia serta konsep-konsep
IPA yang terkandung
didalamnya. Memiliki
keterampilan untuk mendapatkan
ilmu khususnya IPA berupa
“ketrampilan proses atau
metode ilmiah yang
sederhana”. Memiliki sifat ilmiah
didalam mengenal alam
sekitarnya dan memecahkan masalah
yang dihadapinya, serta
menyadari kebesaran penciptanya.
2) Memiliki bekal pengetahuan dasar yang
diperlukan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Secara
khusus fungsi Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar, yaitu :
1) Memberikan
pengetahuan tentang berbagai
jenis lingkungan alam dan
lingkungan buatan dalam
kaitannya dengan pemanfaatan
bagi kehidupan sehari-hari.
2) Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai
yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan kesadaran
hubungan keterkaitan yang
saling mempengaruhi antara kemajuan
IPA dan teknologi
dengan keadaan lingkungan dan
manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari.
4) Mengembangkan kemampuan
untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek),
serta ketrampilan yang
berguna untuk kehidupan sehari-hari
maupun untuk melanjutkan
pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi.
5) Pernyataan
di atas lebih menekankan
kepada yang seharusnya dilakukan pelajaran ilmu pengetahuan alam.
Dengan kata lain fungsi ilmu pengetahuan alam
akan menjadi acuan
dalam melakukan kewajiban
sehingga apa yang
tertulis di dalam fungsi
mata pelajaran IPA
dapat diimplementasikan dalam
kegiatan belajar mengajar dalam kehidupan sehari-hari.
f.
Karakteristik Pembelajaran IPA
Objek
kajian pendidikan IPA berada pada berbagai persoalan/fenomena alam. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Supriyadi (1999: 1) bahwa objek kajian IPA adalah
segala fenomena lingkungan (alam) yang berujud titik kecil hingga alam raya
yang sangat besar. IPA menurut Depdiknas (2003: 6) merupakan cara mencari tahu tentang
alam semesta secara sistematis untuk menguasai pengetahuan fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.
Trowbidge
dan Byebee (1986: 38) mendefinisikan IPA sebagai berikut : Science is body of knowledge, formed by of continous inquiry, and
compassing the people who are engaged in the scientific enterprise. Jadi
karakteristik IPA yang kemudian membedakannya dengan ilmu pengetahuan yang lain
adalah bahwa IPA ditempuh melalui berbagai penemuan proses empiris secara
berkelanjutan yang masing-masing akan memberi kontribusi dengan berbagai jalan untuk
membentuk sistem unik yang disebut IPA.
Suyoso
(2001: 1-4) mengungkapkan bahwa nilai intelektualitas IPA menuntut kecerdasan
dan ketekunan, dalam mencari jawaban suatu persoalan didasarkan atas
pertimbangan rasional dan objektivitas dengan
melalui observasi atau kegiatan eksperimen
untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Secara
lebih terperinci. Robert B. Sund (1973: 12) menjelaskan tentang bagaimana suatu
pemahaman IPA ditemukan atau yang sekarang dikenal sebagai metode IPA
(scientific method). Setidaknya ada enam langkah untuk melakukan proses IPA ,
yaitu (1) stating the problem, (2)
formulating hypotheses, (3) designing an experiment, (4) making obsevation, (5)
collecting data from the experiment, (6) drawing conclutions.
2. Keaktifan Belajar
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 :
17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang
lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi
keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan
kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan
belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu
baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi
pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi
memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya
situasi stimulus tersebut.
Menurut
Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau
segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik
maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007: 101-106) aktivitas tidak hanya
ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas
non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan
di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif. Menurut Rochman
Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem
belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan
antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan
oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif
atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk
cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses
pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek
yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan. Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81)
menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat
dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada
siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam
belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa
(kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada
kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang
kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran
secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Secara
bahasa keaktifan berasal dari kata dasar aktif yang diberi tambahan imbuhan
awal ke- dan
imbuhan akhir -an.
Keaktifan merupakan perubahan
kata dari kata
kerja menjadi kata
sifat, yaitu dari
kata aktifitas menjadi
keaktifan. Menurut kamus
bahasa Indonesia aktifitas/activities berarti
perbuatan atau kegiatan.
Dalam setiap pembelajaran
di kelas, setiap
aktifitas yang dilakukan sangat
mendukung bagi tercapainya
pembelajaran yang sehat,
baik itu bagi
guru sebagai pendidik
maupun siswa sebagai
peserta didik. Dalam
kegiatan belajar mengajar diperlukan aktifitas, sebab pada
prinsipnya belajar adalah berbuat, untuk mengubah
tingkah laku (Sardiman,
2004:95) hal ini
juga sependapat dengan
apa yang diungkap oleh
Nasution dalam bukunya
(1986:86) yang mengungkapkan bahwa aktifitas adalah asas yang terpenting
dalam kegiatan belajar mengajar. William Burton
dalam Mohd. Uzer
Usman (1995:21) mengatakan
bahwa mengajar adalah
membimbing kegiatan belajar
siswa sehingga ia
mau belajar. Pendapat
tersebut memperlihatkan pentingnya
aktifitas yang dilakukan
siswa dalam kegiatan
belajar mengajar.
Selanjutnya, William
Burton menggolongkan aktifitas ke dalam beberapa kategori,
diantaranya:
a. aktifitas
visual (visual activities) seperti
membaca, menulis, melakukan eksperimen dan demonstrasi.
b. aktifitas
lisan (oral activities) seperti
bercerita, membaca sajak,
tanya jawab, diskusi, dan
menyanyi.
c. aktifitas
mendengarkan (listening
activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, dan pengarahan.
d. aktifitas
gerak (motor activities) seperti
senam, atletik, menari,
dan melukis.
e. aktifitas
menulis (writing activities) seperti
mengarang, membuat makalah, dan membuat surat.
Beberapa
aktifitas di atas tentunya tidak cukup mudah untuk dapat dilakukan oleh siswa
dalam setiap kegiatan
belajar mereka. Terlebih
ketika pembelajaran yang selama
ini mereka lakukan kurang mendukung untuk mereka melakukan beberapa aktifitas tersebut. Oleh karena itu dengan
melalui penerapan enrichment ke dalam kegiatan belajar
yang siswa lakukan
diharapkan dapat meningkatkan
ke lima aktifitas
yang telah dipaparkan
di atas, dengan
tentu saja berdasar
pada prinsip- prinsip dan
karakteristik yang dimiliki
oleh enrichment. Selain itu
terdapat pula beberapa
cara yang dapat
memancing siswa untuk
lebih meningkatkan keaktifannya, seperti
apa yang diungkap
Mohd. Uzer Usman
(1995:26) berikut ini:
a. Kenalilah
dan bantulah siswa-siswa
yang kurang terlibat.
Selidiki apa yang
menyebabkan dan usaha
apa yang bias
dilakukan untuk meningkatkan partisipasi siswa tersebut.
b. Siapkanlah
siswa secara tepat.
Persyaratan awal apa yang diperlukan siswa untuk mempelajari tugas yang baru.
c. Sesuaikan
pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual
siswa. Hal ini
sangat penting untuk
meningkatkan usaha dan
keinginan siswa untuk berperan secara aktif dalam proses pembelajaran.
Dengan
adanya beberapa cara meningkatkan aktifitas di atas, diharapkan di setiap pembelajaran yang dilakukan selanjutnya,
keaktifan yang terjadi pada siswa akan menjadi lebih
baik dan bermanfaat,
terutama bagi mereka
yang termasuk pada siswa
yang berbakat dan memiliki kemampuan di atas rata-rata
3. Hasil Belajar
a.
Pengertian Hasil Belajar
Menurut
Catharina Tri Anni (2002:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar.
Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar (H. Nashar,
2004: 77). Hasil belajar adalah
terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan masukan dari lingkungan berupa rancangan dan pengelolaan motivasional tidak
berpengaruh terdadap besarnya usaha yang
dicurahkan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar (Keller dalam H Nashar,
2004: 77). Seseorang dapat dikatakan
telah belajar sesuatu apabila dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan yang terjadi. Jadi hasil belajar merupakan
pencapaian tujuan belajar dan hasil
belajar sebagai produk dari proses belajar, maka didapat hasil belajar.
Siswa - Belajar dan mengajar
merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Beajar merujuk pada apa yang harus
dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk
pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep
belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu
kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa
dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga
melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai
pengajar. Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan
dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.
Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya
(Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana
membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan,
(2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan
keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima
perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan
itu dalam kehidupan sehari-hari.
Secara umum,
hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh faktor
internal, yaitu faktor –faktor yang ada dalam diri siswa dan
faktor eksternal yaitu faktor – faktor yang
ada dalam diri siswa dan faktor yang ada di luar diri pelajar.
1)
Yang tergolong faktor internal
ialah :
a)
Faktor fisiologi atau jasmani
individu baik bersifat
bawaan maupun yang diperoleh dengan
melihat, mendengar, struktur
tubuh,cacat tubuh dan sebagainya.
b)
Faktor psikologis
baik yang bersifat
bawaan maupun keturunan yang meliputi
: intelektual, sikap, minat, kebiasaan,motivasi,dll.
c)
Faktor kematangan baik fisik
maupun psikis.
2)
Yang tergolong faktor eksternal
ialah :
Pencapaian
tujuan belajar perlu
diciptakan adanya sistem
lingkungan belajar yang
kondusif. Hal ini
akan berkaitan dengan
faktor dari luar
siswa. Adapun faktor
yang mempengaruhi adalah
mendapatkan pengetahuan,penanaman
konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari
luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud
adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti
yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa
disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh
lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang
paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39). "Belajar
adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya"
(Ali Muhammad, 204 : 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi
akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara
sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan
dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu
maka belajar tidak dikatakan berhasil. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud
adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik
di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku
(psikomotorik). Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal
(internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian
hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya
usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan,
pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa
sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap,
pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan
sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
c.
Indikator Hasil Belajar
Untuk memahami indikator hasil belajar siswa, maka perlu diketahui
terlebih dahulu macam-macam hasil
belajar. Nana Sudjana (1984 : 215) mengemukakan bahwa hasil belajar siswa
terbagi menjadi tiga macam, yaitu : 1) keterampilan dan kebiasaan, 2)
pengetahuan dan pengertian, serta 3) sikap dan cita-cita.
Sementara secara lebih khusus, Suharsimi Arikunto (1996 : 105)
mengidentifikasikan “Indikator hasil belajar siswa terdiri dari nilai harian,
nilai ulangan umum, nilai tugas-tugas, cara menjawab pertanyaan di kelas, nilai ketelitian catatan,
pembuatan laporan, ketekunan, keuletan dan usaha”. Sedangkan Winarno Surakhmad
(1994 : 150) mengemukakan “ Hasil belajar tidak hanya ditentukan oleh metoda
dan media yang dipakai, akan tetapi juga oleh sejumlah lainnya yang mempengaruhi tingkah laku siswa
terhadap situasi belajar”. Selanjutnya
dari segi tujuan, Sedangkan Winarno Surakhmad (1994 : 164)
mengemukakan belajar diajukan pada 1) pengumpulan pengetahuan dan, 2) penanaman
konsep dan kecakapan (pembentukan sikap dan kebiasaan).
Benyamin Bloom, sebagaimana
dikutip Abin Syamsudin Makmun (1990 : 14) yang membagi perilaku hasil belajar pada tiga kawasan (domain), yaitu 1) kawasan kognitif (cognitif domain), 2) kawasan afektif (afektif domain) dan 3) kawasan psikomotor (psikomotor domain)”. Khusus mengenai kawasan kognitif dan
psikomotor domain yang menjadi sorotan dalam kajian ini memiliki enam jenjang,
sebagaimana dikemukakan alam Abin Syamsudin Makmun (1990 : 15) sebagai berikut
:
1)
Knowledge (pengetahuan), yaitu mengingat
kembali sesuatu yang sebelumnya sudah dikenal.
2)
Comprehension (pemahaman), yaitu memahami
bahan yang akan dikomunikasikan dengan
tidak dikaitkan dengan bahan lain.
3)
Aplication (aplikasi), yaitu menggunakan suatu
abstraksi dengan situasi nyata atau
khusus, dalam arti bahwa dapat memberikan contoh atau menggunakan dengan tepat
atau memecahkan masalah.
4)
Analysis (analisis), yaitu menghubungkan
elemen-elemen menjadi kesatuan yang membentuk
keseluruhan.
5)
Syintesa (sintesa), dalam bentuk komunikasi, rencana dan kesimpulan
tentang berbagai hubungan yang abstrak.
6)
Evaluation (evaluasi), yaitu memberikan
penilaian pada program atau yang telah diberikan.
Berdasarkan
uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka penulis dapat mengemukakan
bahwa indikator hasil belajar siswa berhubungan dengan hal yang bersifat
konkrit (nilai hasil belajar sebagai manifestasi dan pengetahuan) dan bersifat
abstrak (perilaku siswa sebagai manifestasi dan keterampilan).
4. Metode Pembelajaran
Menurut
Winarno Surakhmad (1984 : 19), metode adalah cara yang di dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, berlaku baik bagi guru maupun siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran
ditentukan oleh ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran sesuai dengan
materi yang harus disampaikan pada siswa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
suatu metode, diantaranya adalah siswa, tujuan pembelajaran, situasi setempat,
fasilitas yang terdapat dalam kelas, dan profesionalisme guru.
Ada beberapa
metode yang lazim digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengatahuan Alam, antara
lain adalah metode diskusi, demonstrasi dan eksperimen. dimana masing-masing
metode mempunyai suatu karakteristik dan kelebihan atau kekurangan. Tidak ada
suatu metode yang paling baik, tetapi penggunaan metode harus disesuaikan
dengan kebutuhan.
Pendekatan
khusus dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah pendekatan keterampilan
proses yaitu seluruh ketrampilan yang diperlukan untuk memperoleh,
mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip–prinsip, hukum–hukum,
keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. (Nuryani dan Andrian Rustam,
1997 : 45)
Sedangkan
menurut Syamsu Yusuf (1993 : 53) “proses belajar mengajar merupakan interaksi
dinamis atau transaksi antara guru dengan siswa, yang menyiratkan adanya
perbutan mengajar, belajar, tujuan pengajaran, pengajaran, kemudahan, dan
suasana sekitar pada saat belajar.
5. Metode Percobaan
Priyono, dkk (2007:156)
menyebutkan kedudukan matahari adalah Metode percobaan (eksperimen) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari
(Sri Haryati, 2010:56).
Dalam proses belajar
mengajar dengan metode
percobaan ini siswa
diberi kesempatan untuk mengalami sendiri
atau melakukan sendiri,
mengikuti suatu proses,
mengamati suatu objek, menganalisis,
membuktikan dan menarik
kesimpulan sendiri mengenai
suatu objek, keadaan,
atau proses sesuatu.
Dengan demikian, siswa
dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau
mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan
menarik kesimpulan atau
proses yang dialaminya
itu. Metode percobaan adalah metode mengajar dalam
penyajian atau pembahasan materinya melalui percobaan
dan mencobakan sesuatu
serta mengamati proses
(Syaiful Bahri Djamarah, 2002).
Kelebihan metode percobaan
sebagai berikut :
a.
Membuat siswa
lebih percaya atas
kebenaran atau kesimpulan
berdasarkan percobaannya.
b.
Dalam membina
siswa untuk membuat
terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
c.
Hasil-hasil percobaan
yang berharga dapat
dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.
d.
Anak didik
dapat mengembangkan sikap
untuk mengadakan studi eksplorasi
(menjelajahi) tentang ilmu dan
teknologi.
Kekurangan metode percobaan
sebagai berikut :
a.
Metode ini lebih sesuai dengan
bidang-bidang sains dan teknologi.
b.
Metode ini
memerlukan berbagai fasilitas
peralatan dan bahan yang
tidak selalu mudah diperoleh dan
mahal.
c.
Metode ini menuntut
ketelitian, keuletan dan ketabahan.
d.
Setiap percobaan
tidak selalu memberikan
hasil yang diharapkan
karena mungkin ada
faktor-faktor tertentu yang
berada di luar
jangkauan kemampuan atau
pengendalian.
Penggunaan teknik ini mempunyai
tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan
sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan
mengadakan percobaan sendiri.
Juga siswa dapat
terlatih dengan cara berpikir
yang ilmiah.
Cara mengatasi
kekurangan-kekurangan metode percobaaan (eksperimen) adalah sebagai berikut :
a.
Hendaknya guru
menerangkan sejelas-jelasnya tentang
hasil yang ingin dicapai sehingga
siswa mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang
perlu dijawab dengan eksperimen.
b.
Hendaknya guru
membicarakan bersama-sama dengan
siswa tentang langkah
yang dianggap baik
untuk memecahkan masalah
dalam eksperimen, serta
bahan-bahan yang diperlukan,
variabel yang perlu dikontrol
serta hal-hal yang perlu dicatat.
c.
Bila perlu,
guru menolong siswa
untuk memperoleh bahan-bahan
yang diperlukan.
d.
Guru perlu merangsang agar
setelah eksperimen atau percobaan berakhir, siswa
membanding-bandingkan
hasilnya dengan hasil
eksperimen orang lain
dan mendiskusikannya bila
ada perbedaan-perbedaan atau kekeliruan-kekeliruan.
Adapun langkah-langkah pemakaian
metode eksperimen menurut Winataputra, dkk (1993: 132) adalah sebagai
berikut :
a. Mempersiapkan eksperimen (percobaan)
1) Sebelum
eksperimen (percobaan) dimulai,
berikan penjelasan tentang tujuan-tujuan yang hendak dicapai
dalam eksperimen dan prosedur yang
ditempuh selama eksperimen
serta tata tertib
yang harus dipatuhi.
2) Kemukakan data-data
yang akan ditempuh
selama eksperimen berlangsung melalui pengamatan yang cermat.
3) Cek segala
alat dan fasilitas
untuk keperluan eksperimen
atau percobaan.
b. Pelaksanaan eksperimen (percobaan)
1) Siswa
mulai eksperimen atau percobaan dengan bantuan guru.
2) Guru membimbing
dan mengarahkan siswa
dalam melakukan percobaan.
3) Guru mendorong
siswa berbuat aktif
melakukan eksperimen dengan cermat dan penuh hati-hati.
4) Evaluasi
berlangsung selama proses percobaan.
c. Mengambil kesimpulan dari hasil eksperimen (percobaan)
1) Siswa
melaporkan hasil-hasil eksperimen
yang telah dilakukannya di depan kelas.
2) Laporan
didiskusikan bersama dengan bimbingan guru.
3) Kesimpulan-kesimpulan hasil
percobaan harus sederhana
dan terarah.
6. Kedudukan matahari
Matahari adalah
bintang terdekat dengan Bumi dengan jarak rata-rata 149.680.000 kilometer
(93.026.724 mil). Matahari serta kedelapan buah planet (yang sudah
diketahui/ditemukan oleh manusia) membentuk Tata Surya. Matahari dikategorikan
sebagai bintang kecil jenis G.
Matahari adalah suatu bola gas
yang pijar dan ternyata tidak berbentuk bulat betul. Matahari mempunyai
katulistiwa dan kutub karena gerak rotasinya. Garis tengah ekuatorialnya
864.000 mil, sedangkan garis tengah antar kutubnya 43 mil lebih pendek.
Matahari merupakan anggota Tata Surya yang paling besar, karena 98% massa Tata
Surya terkumpul pada matahari.
Di samping sebagai pusat
peredaran, matahari juga merupakan pusat sumber tenaga di lingkungan tata
surya. Matahari terdiri dari inti dan tiga lapisan kulit, masing-masing
fotosfer, kromosfer dan korona. Untuk terus bersinar, matahari, yang terdiri
dari gas panas menukar zat hidrogen dengan zat helium melalui reaksi fusi
nuklir pada kadar 600 juta ton, dengan itu kehilangan empat juta ton massa
setiap saat.
Matahari dipercayai terbentuk
pada 4,6 miliar tahun lalu. Kepadatan massa matahari adalah 1,41 berbanding
massa air. Jumlah tenaga matahari yang sampai ke permukaan Bumi yang dikenali
sebagai konstan surya menyamai 1.370 watt per meter persegi setiap saat.
Matahari sebagai pusat Tata Surya merupakan bintang generasi kedua. Material
dari matahari terbentuk dari ledakan bintang generasi pertama seperti yang
diyakini oleh ilmuwan, bahwasanya alam semesta ini terbentuk oleh ledakan big
bang sekitar 14.000 juta tahun lalu.
Jarak matahari ke bumi adalah
93.000.000 mil. Jarak ini dipakai sebagai satuan astronomi. Satu satuan
astronomi (Astronomical Unit = AU) adalah 93 juta mil = 148 juta km.
Dibandingkan dengan bumi, diameter matahari kira-kira 112 kali diameter Bumi.
Gaya tarik matahari kira-kira 30 kali gaya tarik bumi. Cahaya matahari menempuh
masa 8 menit untuk sampai ke Bumi dan cahaya matahari yang terang ini dapat
mengakibatkan siapapun yang memandang terus kepada matahari menjadi buta.
Matahari
tidak berbentuk padat melainkan dalam bentuk plasma, menyebabkan rotasinya
lebih cepat di khatulistiwa daripada di kutub. Rotasi pada wilayah
khatulistiwanya adalah sekitar 25 hari dan 35 hari pada wilayah kutub. Setiap
putaran dan mempunyai gravitasi 27,9 kali gravitasi Bumi. Terdapat julangan gas
teramat panas yang dapat mencapai hingga beribu bahkan berjuta kilometer ke
angkasa. Semburan matahari ‘sun flare’ ini dapat mengganggu gelombang
komunikasi seperti radio, TV dan radar di Bumi dan mampu merusak satelit atau
stasiun angkasa yang tidak terlindungi. Matahari juga menghasilkan gelombang
radio, gelombang ultra-violet, sinar infra-merah, sinar-X, dan angin matahari
yang merebak ke seluruh tata surya.
Bumi terlindungi daripada angin
matahari oleh medan
magnet bumi, sementara lapisan ozon pula melindungi Bumi daripada sinar
ultra-violet dan sinar infra-merah. Terdapat bintik matahari yang muncul dari
masa ke masa pada matahari yang disebabkan oleh perbedaan suhu di permukaan
matahari. Bintik matahari itu menandakan kawasan yang “kurang panas” berbanding
kawasan lain dan mencapai keluasan melebihi ukuran Bumi. Kadang-kala peredaran
Bulan mengelilingi bumi menghalangi sinaran matahari yang sampai ke Bumi, oleh
itu mengakibatkan terjadinya gerhana matahari.
Matahari mempunyai dua macam gerakan
sebagai berikut (1) Rotasi, yaitu gerakan mengelilingi sumbunya, lamanya 25 1/2
hari satu kali putaran. Gerakan rotasi dapat dibuktikan dengan terlihat
noda-noda hitam di bagian inti yang kadang-kadang berada di sebelah kanan dan
kira-kira 2 minggu berada di sebelah kiri, dan (2) bergerak di antara
gugusan-gugusan bintang. Selain berotasi, matahari bergerak diantara gugusan
bintang dengan kecepatan 20 km per detik, pergerakan itu mengelilingi pusat
galaksi.
Matahari memiliki beberapa manfaat
antara lain : (1) matahari mempunyai fungsi yang sangat penting bagi bumi, (2)
energi pancaran matahari telah membuat bumi tetap hangat bagi kehidupan,
membuat udara dan air di bumi bersirkulasi, tumbuhan bisa berfotosintesis, dan
banyak hal lainnya, dan merupakan sumber energi (sinar panas), (3) energi yang
terkandung dalam batu bara dan minyak bumi sebenarnya juga berasal dari
matahari, serta mengontrol stabilitas peredaran bumi yang juga berarti
mengontrol terjadinya siang dan malam, tahun serta mengontrol planet-planet
lainnya. Tanpa matahari, sulit dibayangkan kalau akan ada kehidupan di bumi.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1.
Penelitian yang dilakukan oleh
Wicaksono, Samsiar Tri B. 2011. Penerapan
Metode Eksperimen pada Pembelajaran IPA Kelas II Materi Kenampakan Benda-benda
Langit di SDN Oro-Oro Dowo Malang. Skripsi, Prodi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Jurusan Kependidikan Guru Sekolah Dasar dan Prasekolah, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dra. Sukamti, M.Pd, (II)
Drs. Sumanto, M.Pd. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
menghasilkan produk media pembelajaran yang dapat meingkatkan kualitas
pembelajaran. Serta, anak dapat lebih termotivasi dan tertarik untuk
memperhatikan pelajaran agar nantinya pembelajaran di SDN Oro-Oro Dowo
khususnya kelas II dapat lebih efektif.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pengembangan. Data
penelitian berupa hasil validasi, diperoleh dari ahli media, ahli materi, guru
kelas II dan siswa kelas II SDN Oro-Oro Dowo. Kegiatan analisis data dimulai
dari tahap penelaahan data, tahap identifikasi dan klasifikasi data, dan tahap
evaluasi data. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut. Penerapan Metode Eksperimen pada Pembelajaran IPA
Kelas II Materi Kenampakan Benda-benda Langit terbukti mampu meningkatkan hasil
belajar IPA kelas II di SDN Oro-Oro Dowo Malang. Hal ini dibuktikan dengan
hasil perhitungan statistik yaitu dari ahli media didapatkan skor persentase
sebesar 73,75%, ahli materi didapatkan skor persentase sebesar 93,75%,
sedangkan dari siswa/audiens perorangan didapatkan skor persentase sebesar
90,77%, dari siswa/audiens kelompok kecil didapatkan skor persentase sebesar
96,22%, dan dari siswa/audiens kelompok lapangan didapatkan skor persentase
sebesar 91,95%.
2.
Penelitian
yang dilakukan oleh Warat, Mashuri. 2011. Penerapan
Metode Percobaan untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Konsep
Kenampakan Bulan Siswa Kelas IV SDN Sukoharjo II Kota Malang . Skripsi,
Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dra.Sri Estu Winahyu M.Pd. (2)
Drs.Ir. Endro Wahyuno M.Si penerapan metode percobaan merupakan salah
satu pendekatan yang memberikan suasana belajar aktif dan memberi kesempatan
kapada siswa untuk melakukan proses penemuan. Berdasarkan data yang di peroleh
dari hasil baelajar siswa konsep kenampakan bulan menunjukan bahwa nilai
rata-rata yang diperoleh siswa kelas IV adalah 67.56. Hasil belajar siswa
tersebut masih kurang dari standar ketuntasan individu maupun klasikal yang
ditentukan 70%, pembelajaran cenderung berpusat kepada guru dikarenakan
pendekatan pembelajaran yang di gunakan masih bersifat informatif. Penelitian
ini dilaksanakan di kelas IV SDN Sukoharjo II Kota Malang. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan aktivtas dan hasil belajar melalui
penerapan metode percobaan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif jenis penelitian tindakan kelas (PTK) collaborative yang
dilakukan dengan terapan: perencanaan, pelaksanaan tindakan/observasi, dan
refleksi. Subyek dalam Penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Sukoharjo II
Kota Malang yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan dengan
jumlah keseluruhan sebanyak 39 siswa. Hasil penelitian diperoleh data bahwa
nilai rata-rata aktivitas siswa pada akhir siklus I yaitu 68,37% dan hasil
belajar akhir siklus I yaitu 70,48. Pada akhir siklus II nilai rata-rata
aktivitas siswa yaitu 87,77% dan hasil belajar akhir siklus II yaitu 90%. Hasil
tersebut telah mencapai standar ketuntasan klasikal baik aktivitas maupun hasil
belajar siswa.. Sehinggga dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA konsep
kenampakan bulan telah tuntas. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka
disimpulkan bahwa Penerapan metode percobaan pada pembelajaran IPA dapat
menciptakan suasana belajar yang lebih di peran oleh siswa dan guru sebagai
pembimbing belajar (siswa aktif dan guru pasif). Dengan menggunakan metode
percobaan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Sesuai kesimpulan
diatas maka dapat disarankan kepada: guru yang mengembangkan pembelajaran IPA
melalui metode percobaan diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal kepada
siswa untuk dapat berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Bagi
sekolah Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembagan mutu pendidikan serta
pengetahuan yang dijadikan sebagai sumber dalam menciptakan tenaga lulusan yang
Skill Continius Quality di masa yang akan datang serta bagi peneliti
dapat mengembangkan metode percobaan pada sekolah yang akan diabdinya
dan dapat lebih memperdalam lagi metode percobaan agar memperoleh hasil yang
lebih baik.
C. Kerangka Berpikir
Keaktifan dan hasil belajar siswa siswa pada pembelajaran IPA materi kedudukan
matahari pada umumnya masih rendah.
Siswa pada umumnya masih merasa sulit untuk memahami materi pelajaran
dikerenakan guru belum menerapkan metode yang tepat untuk membangkitkan keaktifan
dan hasil belajar siswa, maka dalam dalam kegiatan pembelajaran perlu
menggunakan metode yang sesuai dengan materi pelajaran dan dapat meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar siswa.
Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi kedudukan
matahari dilakukan dengan menerapkan metode percobaan berupa gerak matahari
mengelilingi bumi dan kedudukan matahari pada peristiwa pagi siang dan sore
hari. Diharapkan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggungkan metode percobaan berupa gerak matahari
mengelilingi bumi dan kedudukan matahari pada peristiwa pagi siang dan sore
hari dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi oleh siswa dengan baik,
karena pembelajaran tidak lagi dilakukan dengan kegiatan ceramah, sehingga
persepsi siswa tidak lagi abstrak terhadap materi pembelajaran yang
dilaksanakan.
Berdasarkan
uraian atas, maka pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan dengan
pelaksanaan penelitian tindakan kelas
pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi kedudukan matahari siswa
kelas ..................... dengan menerapkan metode percobaan.
Secara ringkas kerangkan berpikir
pelaksanaan perbaikan pembelajaran menggunakan metode percobaan pada
pembelajaran IPA materi kedudukan matahari sebagaimana gambar diagram di bawah
ini :
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
kajian teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Penerapan metode percobaan dapat
meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas II ................ materi kedudukan
matahari.
2. Penerapan metode percobaan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas kelas
II ................... materi kedudukan matahari.
Konfirmasi file secara utuh, silahkan hub. 081327121707 (SMS only)
Mohon tidak disadur secara utuh, hanya sebagai referensi penulisan. Terima kasih atas kerjasamanya.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih