BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Ilmu
Pengetahuan Sosial merupakan
mata pelajaran yang
berperan untuk memfungsionalkan
dan merealisasikan ilmu-ilmu
sosial yang bersifat
teoritik kedalam kehidupan
nyata di masyarakat.
Oleh karena itu
secara substansi IPS mengintegrasikannya secara
pedagogik dari berbagai
ilmu sosial sehingga
siswa tidak hanya mampu
menguasai teori-teori kehidupan
tetapi juga mampu
menjalani kehidupan nyata di masyarakat sebagai insan sosial Hal
yang menyebabkan kurangnya pemahaman siswa
dalam mata pelajaran
IPS adalah
pendekatan yang selama
ini digunakan adalah
pendekatan tradisional
dengan metode ceramah,
latihan, dan pemberian
tugas, terpaku pada
buku sumber, dan kurangnya
ketertarikan siswa pada
materi pembelajaran IPS.
Sehingga pembelajaran
menjadi sesuatu yang
membosankan sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan
siswa belum memenuhi
harapan. Oleh karena
itu penulis menganggap penting
mengadakan perbaikan pembelajaran
untuk meningkatkan pemahaman konsep
IPS dengan menggunakan
penerapan metode cooperative learning. Diharapkan siswa
akan terangsang untuk
kritis, teliti, dan
memahami konsep yang jelas mengenai materi koperasi dalam perekonomian
di Indonesia.
Seperti
halnya pada pembelajaran mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian
di Indonesia menunjukkan hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Dari 39
orang siswa yang mengikuti proses pembelajaran hanya enam orang siswa (15,38%) yang memperoleh nilai 80 ke
atas dan 33 orang siswa (84,62%) yang
memperoleh nilai di bawah nilai 80, dengan perolehan nilai rata-rata hasil
belajar secara klasikal 65,90 serta motivasi belajar sebesar 25,64% atau 10 orang
siswa dari jumlah siswa yang mengikuti proses pembelajaran sebanyak 39 orang.
Perolehan nilai di atas menunjukkan bahwa tingkat penguasaan materi siswa masih
rendah, sehingga banyak siswa yang tidak tuntas belajarnya. Namun itu tidak
terjadi dengan sendirinya, melainkan efek dari pengelolaan proses pembelajaran
yang dilakukan kurang dipahami oleh siswa sehingga tingkat penyerapan materi
pembelajaran menjadi berkurang. Salah satunya adalah pemilihan metode pembelajaran
yang kurang kompetitif, sehingga upaya yang dilakukan adalah menerapkan metode cooperative
learning pada pembelajaran, sehingga diharapkan
terjadi peningkatan minat dan hasil
belajar siswa.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana latar belakang masalah di atas, peneliti
meminta bantuan supervisor dan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi
kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Dari hasil diskusi terungkap
beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu :
a. Rendahnya motivasi belajar siswa pada
pembelajaran ilmu pengetahuan sosial materi koperasi dalam perekonomian di
Indonesia.
b. Rendahnya prestasi belajar siswa pada
pembelajaran pembelajaran ilmu pengetahuan sosial materi koperasi dalam
perekonomian di Indonesia.
2. Analisis Masalah
Melalui refleksi diri, kaji literatur dan diskusi dengan supervisor dan
teman sejawat dapat diketahui bahwa kemungkinan faktor penyebab timbulnya
masalah di atas adalah :
a. Metode pembelajaran yang digunakan kurang
tepat.
b. Guru tidak mampu mengembangkan model
dialog yang efektif, aktif dan kreatif.
c. Guru tidak memberikan motivasi kepada
siswa selama proses pembelajaran.
Melihat permasalahan
sebagaimana tersebut di atas, peneliti berusaha untuk mengatasi masalah tersebut
agar proses pembelajaran berjalan dengan baik sehingga motivasi dan hasil
belajar siswa dapat meningkat dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas
pada pembelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia di kelas
IV ............... dengan menerapakan metode cooperative learning.
C. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana penerapan metode cooperative learning pada pembelajaran
mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia dapat
meningkatkan minat belajar siswa ?
2. Bagaimana penerapan metode cooperative learning pada pembelajaran
mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia dapat
meningkatkan hasil belajar siswa ?
B. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, agar memiliki arah yang jelas,
ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk memperbaiki model pembelajaran IPS
tentang materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia agar minat siswa meningkat dengan menerapkan metode cooperative learning..
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa pada pembelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia
melalui metode cooperative learning.
3. Untuk mengetahui peningkatan ketuntasan
belajar siswa pada pembelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di
Indonesia melalui metode cooperative
learning.
D. Manfaat
Penelitian
Diharapkan
penelitian tindakan kelas ini juga dapat memberikan manfaat bagi :
- Bagi siswa
a.
Menumbuhkan
kerja sama antar
siswa dalam pembelajaran
IPS dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif (cooperative
learning).
b.
Memberikan
pengalaman belajar (learning experiences) dalam memecahkan masalah dengan terlibat
langsung dalam proses pembelajaran.
c.
Melatih
keberanian, keterampilan dan
rasa percaya diri
pada saat pembelajaran IPS
d.
Meningkatkan
kemampuan siswa dalam
mengemukakan pendapatnya pada pembelajaran IPS
- Bagi guru
a.
Memberikan
pengalaman untuk guru
dalam merancang penggunaan
model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning)
pada pembelajaran IPS di
sekolah dasar.
b.
Mengembangkan
kemampuan guru dalam
memodifikasi model pembelajaran
IPS.
c.
Mengembangkan
potensi guru sebagai
pengembang kurikulum, perencana, pelaksana serta sebagai motivator.
- Bagi Lembaga Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan memberikan
sumbangsih kepada dunia pendidikan
pada umumnya dan SD
……………. pada khususnya dalam
rangka meningkatkan situasi
pembelajaran IPS yang disenangi siswa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka
Teori
1.
Konsep Cooperative Learning
a.
Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah pembelajaran yang secara
sadar dan sengaja mengembangkan
interaksi yang saling
asuh antar siswa
untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan. (Anita
Lie, 2010: 15)
Cooperative
Learning adalah suatu
metode pembelajaran dimana
siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri
dari 4 sampai
8 orang, dengan
struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. (Slavin, 1984 dalam
Solihatin, dkk 2008:4).
b.
Unsur-unsur Cooperative Learning
1)
Saling Ketergantungan Positif
Dalam Cooperative Learning, guru menciptakan suasana
yang mendorong agar siswa merasa
saling membutuhkan antar
sesama. Dengan saling membutuhkan antar
sesama, maka mereka
merasa saling ketergantungan satu sama
lain. Saling ketergantungan tersebut
dapat dicapai melalui:
(1) saling ketergantungan pencapaian
tujuan, (2) saling
ketergantungan dalam
menyelesaikan pekerjaan, (3)
ketergantungan bahan atau
sumber untuk menyelesaikan
pekerjaan (4) saling ketergantungan peran
2)
Interaksi tatap muka
Interaksi
tatap muka menuntut
para siswa dalam
kelompok dapat saling beratatap muka
sehingga mereka dapat
melakukan dialog, tidak
hanya dengan guru, tetapi
juga dengan sesama
siswa dengan interaksi
tatap muka, memungkinkan para
siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi
bervariasi. Dengan interaksi
ini diharapkan akan
memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi atau
konsep.
3)
Akuntabilitas Individual
Meskipun
Cooperative Learning menampilkan
wujudnya dalam belajar kelompok tetapi
penilaian dalam rangka
mengetahui tingkat penguasaan
siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil
penilaian secara individual
tersebut selanjutnya disampaikan
oleh guru kepada
kelompok agar semua anggota
kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan
siapa anggota kelompok
yang dapat memberikan
bantuan. Nilai kelompok didasarkan
atas rata-rata hasil
belajar semua anggotanya,
oleh karena itu tiap
anggota kelompok harus
memberikan kontribusi demi
keberhasilan kelompok.
Penilaian kelompok yang
didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok
secara individu inilah
yang dimaksud dengan
akuntabilitas individual.
4)
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Melalui
Cooperative Learning akan
menimbulkan keterampilan menjalin hubungan antar
pribadi. Hal ini
ini dikarenakan dalam
Cooperative Learning menekankan
aspek tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan kritik orangnya, berani
mempertahankan fikiran logis,
tidak medominasi orang lain,
mandiri dan berbagai sifat positif lainnya .
Sedangkan
menurut Muslimin Ibrahim
dkk (2000) unsur-unsur Cooperative Learning adalah (1)
siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup
sepenanggungan bersama” ; (2) siswa bertanggung jawab atas segala
sesuatu di dalam kelompoknya; (3)
siswa haruslah melihat
bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4)
siswa harus membagi tugas dan
tanggung jawab yang
sama diantara anggota
kelompoknya; (5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah./penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota
kelompok; (6) siswa berbagi kepemimpinan dan
mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama;
(7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok Cooperative.
c.
Pentingnya Cooperative Leraning
Hasil penelitian melalui metode metaanalisis yang
dilakukan oleh Johnson dan Johnson (1984
dalam Nurhadi, 2003)
menunjukkan adanya berbagai keunggulan Cooperative Learning,
yakni:
1)
Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
2)
Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati
3)
Memungkinkan
para siswa saling
belajar mengenai sikap,
keterampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan
4)
Memungkinkan
terbentuk dan berkembangnya
nilai-nilai sosial dan komitemen
5)
Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
6)
Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau
egois dan egosentris
7)
Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian
atau keterasingan
8)
Dapat
menjadi acuan bagi
perkembangan kepribadian yang
sehat dan terintegrasi
9)
Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga
dewasa
10) Mencegah
timbulnya gangguan kejiwaan
11) Mencegah
terjadinya kenakalan dimasa remaja
12) Menimbulkan
perilaku rasional di masa remaja
13) Berabagai keterampilan
sosial yang diperlukan
untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan
dan dipraktekan
14) Meningkatkan
rasa saling percaya kepada sesama manusia
15) Meningkatkan kemampuan
memandang masalah dan
situasi dari berbagai perspektif
16) Meningkatkan
perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup
17) Meningkatkan
keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri
18) Meningkatkan kesediaan
menggunakan ide orang
lain yang dirasakan
lebih baik
19) Meningkatkan
motivasi belajar
20) Meningkatkan kegemaran
berteman tanpa memandang
perbedaan kemampuan, jenis kelamin,
norma atau cacat,
etnis, kelas sosial,
agama, dan orientasi tugas
21) Mengembangkan
kesadaran tanggung jawab dan saling menjaga perasaan
22) Meningkatkan
sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar
23) Meningkatkan
keterampilan hidup bergotong royong
24) Meningkatkan
kesehatan psikologis
25) Meningkatkan
sikap tenggang rasa
26) Meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif
27) Memungkinkan siswa
mampu mengubah pandangan
klise dan stereotip menjadi pandangan yang dinamis dan
realistis
28) Meningkatkan rasa
harga diri (Self
Esteem) dan penerimaan
diri (Self Acceptance)
29) Memberikan harapan
yang lebih besar
bagi terbentuknya manusia
dewasa yang menjalin hubungan
positif terhadap sesamanya
baik ditempat kerja maupun dimsayarakat
30) Meningkatkan hubungan
positif antara siswa
dengan guru dan
personil sekolah
31) Meningkatkan pandangan
siswa terhadap guru
yang bukan hanya
sebagai penunjang
keberhasilan akademik, tetapi
juga perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi
32) Meningkatkan pandangan
siswa terhadap guru
yang bukan hanya
pengajar tetapi juga pendidik
d.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning)
Dalam
menerapkan model pembelajaran
kooperatif (Cooperative Learning)
di dalam kelas, ada beberapa prinsip mendasar yang perlu diperhatikan
dan diupayakan oleh guru sebagai
perancang dan pelaksana
pembelajaran dengan menggunakan model ini. Menurut Solihatin, dkk
(2008:6-10) prinsip-prinsip tersebut adalah :
1)
Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas
Sebelum
menerapkan model pembelajaran
kooperatif (Cooperative
Learning), guru hendaknya
memulai dengan merumuskan
tujuan pembelajaran dengan jelas
dan spesifik. Tujuan
tersebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan
oleh siswa dalam pembelajaran. Perumusan
tujuan harus disesuaikan
dengan tujuan kurikulum
dan tujuan pembelajaran.
2)
Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan
belajar
Siswa
dikondisikan untuk mengetahui
dan menerima kenyataan
bahwa setiap orang dalam
kelompoknya menerima dirinya
untuk bekerja sama dalam
mempelajari seperangkat pengetahuan
dan keterampilan yang
telah ditetapkan.
3)
Ketergantungan yang bersifat positif
Guru
merancang struktur kelompok
dan tugas-tugas kelompok
yang memungkinkan setiap siswa
untuk belajar dan
mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya, kondisi belajar ini
memungkinkan siswa untuk merasa tergantung
secara positif pada
anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
4)
Interaksi yang bersifat terbuka
Dalam
kelompok belajar, interaksi
yang terjadi bersifat
langsung terbuka dalam
mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
5)
Tanggung jawab individu
Keberhasilan
belajar dalam model
pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) dipengaruhi oleh
kemampuan individu siswa
dalam menerima dan memberi apa
yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya.
6)
Kelompok bersifat heterogen
Dalam
pembentukan kelompok belajar,
keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen
sehingga interaksi kerja
sama yang terjadi
merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda.
7)
Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif
Pada
kegiatan bekerja dalam
kelompok, siswa harus
belajar bagaimana
meningkatkan kemampuan interaksinya
dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan
mengklarifikasi berbagai masalah
dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok.
8)
Tindak lanjut
Guru
mengevaluasi dan memberikan
berbagai masukan terhadap
hasil pekerjaan siswa dan
aktivitas mereka selama
belajar dalam kelompok tersebut.
9)
Kepuasaan dalam belajar
Setiap
siswa dan kelompok
harus memperoleh waktu
yang cukup untuk belajar
dalam mengembangkan pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilannya.
e.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran
kooperatif disusun dalam
sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi
siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kelompok,
serta memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berinteraksi
dan belajar bersama-sama
dengan siswa yang
berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007:42).
Jadi,
dalam pembelajaran kooperatif
siswa berperan ganda
yaitu sebagai siswa ataupun
sebagai guru. Dengan
bekerja secara kolaboratif
untuk mencapai sebuah tujuan
bersama, maka siswa
akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan
sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. ‘Pembelajaran kooperatif
mempunyai efek yang
berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras,
budaya dan agama, strata social, kemampuan, dan ketidakmampuan’ (Ibrahim
dalam Trianto 2007:44).
Pembelajaran
kooperatifmemberikan peluang kepada
siswa yang berbeda
latar belakang dan kondisi
untuk bekerja saling bergantung
satu sama lain
atas tugas-tugas bersama,
dan melalui penggunaan struktur
penghargaan kooperatif, belajar
untuk menghargai satu
sama lain. Keterampilan
sosial atau kooperatif
berkembang secara signifikan
dalam pembelajaran
kooperatif. ‘Pembelajaran kooperatif
sangat tepat digunakan
untuk melatih keterampilan-keterampilan kerja sama dan kolaborasi, dan
juga keterampilan-keterampilan tanya-jawab’ (Ibrahim dalam Trianto 2007:45).
2.
Hakikat Pembelajaran IPS
a.
Konsep dan Pengertian Pembelajaran IPS
Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) tahun
2006 dikemukakan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan salah satu
mata pelajaran yang diberikan
mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. Di
dalam KTSP ini mata pelajaran IPS adalah untuk mengkaji seperangkat
peristiwa, fakta, konsep,
dan generalisasi yang
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dan
isu-isu sosial. Pada jenjang SD/MI
mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah,
Sosiologi dan Ekonomi.
Melalui mata pelajaran
IPS siswa diarahkan
untuk dapat menjadi
warga negara Indonesia
yang bertanggung jawab
dan dapat menghadapi permasalahan-permasalahan sosial
di kehidupan nanti.
Menurut A Kosasih
Djahiri (1989 :
2) “merumuskan Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai
ilmu pengetahuan yang
memadukan sejumlah konsep
pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya
kemudian diolah berdasarkan prinsip
pendidikan dan didaktik
untuk dijadikan program
pengajaran pada tingkat
persekolahan”.
Pembelajaran
IPS bersifat integrativ
karena materi yang
diajarkan merupakan akumulasi
sejumlah disiplin ilmu
sosial. Pembelajaran IPS lebih
menekankan aspek pendidikan
dibanding transper konsep
karena melaluipembelajaran IPS
diharapkan siswa memahami
sejumlah konsep dan
melatih sikap, nilai, moral,
dan keterampilannya berdasarkan
konsep yang telah dimilikinya (Suarti,
2007:19). Selain itu
pengertian IPS menurut
pendapat Sapriya, dkk
2009 :6 )
“bahwa IPS sebagai
suatu pengajaran yang
membimbing para
pemuda-pemudi ke arah
menjadi aktivitas warga negara
yang cerdas, hidup fungsional, efektif, produktif dan
berguna bagi bangsa”.
IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang
merupakan penyederhanaan,
adaptasi, seleksi dan
modifikasi yang diorganisasikan dari
konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah,
Geografi, Sosiologi, Antropologi,
dan Ekonomi (Puskur,
2001: 9). Geografi,
Sejarah dan Antropologi
merupakan disiplin ilmu
yang memiliki keterpaduan
yang tinggi. Pembelajaran
Geografi memberikan wawasan
berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dengan
wilayah- wilayah, sedangkan Sejarah
memberikan kebulatan wawasan
berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari
berbagai periode. Antropologi
meliputi studi-studi komparatif
yang berkenaan dengan
nilai-nilai kepercayaan, struktur
sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi,
organisasi politik, ekspresi-ekpresi dan
spritual, teknologi, dan
benda-benda budaya dari
budaya-budaya terpilih. Ilmu
Ekonomi tergolong kedalam
ilmu-ilmu tentang kebijakan
pada aktivitas-aktivitas yang
berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu
tentang perilaku seperti
konsep peran, kelompok,
institusi, proses interaksi
dan kontrol sosial.
IPS menggambarkan interaksi
individu atau kelompok
dalam masyarakat baik dalam lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Interaksi antar individu dalam
ruang lingkup lingkungan
mulai dari yang terkecil misalkan
keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga,
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten,
pendidikan IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran tersebut
dalam satu bidang
studi. Materi pelajaran
IPS merupakan penggunaan
konsep-konsep dari ilmu
sosial yang terintegrasi
dalam tema-tema tertentu. Misalkan
materi tentang pasar, maka
harus ditampilkan kapan
atau bagaimana proses
berdirinya (sejarah), dimana
pasar itu berdiri (Geografi), bagaimana hubungan antara orang-orang yang
berada di pasar
(Sosiologi), bagaimana kebiasaan-kebiasaan orang
menjual atau membeli
di pasar (Antropologi)
dan berapa jenis-jenis
barang yang diperjualbelikan (Ekonomi).
Dengan
demikian Pendidikan IPS di
sekolah
dasar adalah disiplin
ilmu-ilmu sosial seperti yang
disajikan pada tingkat menengah dan universitas, hanya karena pertimbangan
tingkat kecerdasan, kematangan
jiwa peserta didik,
maka bahan pendidikannya
disederhanakan, diseleksi, diadaptasi
dan dimodifikasi untuk
tujuan institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997). Pembelajaran
IPS di SD
merupakan salah satu
progarm pengajaran yang
dipersiapkan untuk masa
yang akan datang
dalam menghadapi tantangan
globalisasi. Oleh karena
itu IPS dirancang
untuk mengembangkan, pengetahuan,
pemahaman dan kemampuan
analisis terhadap kondisi
sosial masyarakat dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Ada
pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran IPS
di SD dalam
mengembangkan program maupun metode pembelajaran antara lain :
1)
Siswa sentris yaitu faktor siswa yang diutamakan dalam
pembelajaran
2)
Kemasyarakatan
sentris (community Oriented)
yaitu masalah kehidupan
nyata (riil) dan
kemasyarakatan yang dijadikan
sumber dan bahan pembelajaran.
3)
Ekosistem
yaitu faktor baik
fisik maupun budaya
selalu dijadikan pertimbangan dalam pembelajaran IPS.
4)
Bersifat
meluas (komprehensif, broadfield,
multimensional) dengan pola
pengorganisasian bahan yang
terpadu (integrated) dan
bersifat korelated (bertautan dan berkesinambungan).
Adapun ruang lingkup pembelajaran IPS berdasarkan
KTSP 2006 meliputi aspek-aspek sebagai
berikut (a) manusia, tempat dan lingkungan, (b) sistem sosial dan budaya, (c) prilaku
ekonomi dan kesejahteraan, dan (d) waktu, keberlanjutan dan perubahan.
b.
Fungsi Pembelajaran IPS
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
pada jenjang pendidikan
dasar memfokuskan kajiannya kepada
hubungan antar manusia
dan proses membantu pengembangan kemampuan dalam hubungan
tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang dikembangkan melalui
kajian ini ditunjukan
untuk mencapai keserasian
dan keselarasan dalam
kehidupan masyarakat. Pendidikan
IPS sudah lama
dikembangkan dan dilaksanakan
dalam kurikulum-kurikulum di
Indonesia, khususnya pada
jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan ini tidak
dapat disangkal telah
membawa beberapa hasil,
walaupun belum optimal.
Secara umum penguasaan
pengetahuan sosial atau
kewarganegaraan lulusan pendidikan dasar relatif cukup,
tetapi penguasaan nilai
dalam arti penerapan
nilai, keterampilan sosial dan partisipasi sosial
hasilnya belum menggembirakan. Kelemahan tersebut sudah tertentu terkait
atau dilatarbelakangi oleh
banyak hal, terutama
proses pendidikan atau
pembelajarannya, kurikulum, para
pengelola dan pelaksananya serta faktor-faktor yang berpengaruh lainnya.
Banyak
penyebab yang melatarbelakangi pendidikan
IPS belum dapat memberikan
hasil seperti yang diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal dari
kurikulum, rancangan, pelaksana,
pelaksanaan ataupun faktor-faktor pendukung
pembelajaran. Berkenaan dengan
kurikulum dan rancangan pembelajaran
IPS, beberapa penelitian
memberi gambaran tentang
kondisi tersebut. Hasil
penelitian Balitbang, Depdikbud
tahun 1999 menyebutkan bahwa “Kurikulum
1994 tidak disusun
berdasarkan basic competencies
melainkan pada materi,
sehingga dalam kurikulumnya
banyak memuat konsep-konsep
teoritis”
(Boediono,
1999: 84). Hasil
evaluasi kurikulum IPS
SD tahun 1994 menggambarkan adanya
kesenjangan kesiapan siswa
dengan bobot materi
sehingga
materi yang disajikan,
terlalu dianggap sulit
bagi siswa, kesenjangan antara tuntutan
materi dengan fasilitas
pembelajaran dan buku
sumber, kesulitan manajemen
waktu serta keterbatasan
kemampuan melakukan pembaharuan metode mengajar (Depdikbud, 1999).
Berdasarkan
hal-hal di atas
nampak, bahwa pada
satu sisi betapa pentingnya
fungsi pembelajaran IPS
dalam mengembangkan pengetahuan,
nilai. sikap, dan keterampilan
sosial agar siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang baik
namun di pihak
lain masih banyak
masalah-masalah tersebut
diperlukan penelitian berkaitan dengan pembelajaran IPS.
Adapun fungsi pembelajaran IPS adalah :
1)
Membekali
siswa dengan pengetahuan
sosial yang berguna,
keterampilan sosial dan
intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian sosial nya sebagai
SDM yang bertanggung
jawab dalam merealisasikan tujuan nasional
2)
Membina
siswa menjadi warga
negara yang baik
yang memiliki pengetahuan
keterampilan dan kepedulian
sosial yang berguna
bagi dirinya sendiri serta bagi
masyarakat dan negara.
3)
Mendidik
siswa untuk dapat
berkomunikasi, bekerjasama dalam masyarakat
yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global.
4)
Mengarahkan siswa dalam berfikir kritis dan memecahkan
masalah sosial yang dihadapinya.
c.
Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan
utama Ilmu Pengetahuan
Sosial ialah untuk
mengembangkan potensi peserta
didik agar peka
terhadap masalah sosial
yang terjadi di
masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan
terampil mengatasi setiap
masalah yang terjadi sehari-hari baik
yang menimpa dirinya
sendiri maupun yang
menimpa masyarakat.
Menurut Awan Mutakin, (1998:99) bahwa tujuan
Pembelajaran IPS adalah :
1)
Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat
atau lingkungannya, melalui pemahaman
terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan mastarakat.
2)
Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu
menggunakan metode yang diadaptasi dari
ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3)
Mampu
menggunakan model-model dan
proses berpikir serta
membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan
masalah yang berkembang di masyarakat.
4)
Menaruh
perhatian terhadap isu-isu
dan masalah-masalah sosial,
serta mampu membuat
analisis yang kritis,
selanjutnya mampu mengambil
tindakan yang tepat.
5)
Mampu
mengembangkan berbagai potensi
sehingga mampu membangun
diri sendiri agar survive
yang kemudian bertanggung
jawab membangun masyarakat.
Menurut
Noman Sumantri (1999:45-46) bahwa tujuan
Pendidikan IPS pada tingkat
sekolah adalah:
1)
Menekankan
tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral,
ideologi negara dan agama.
2)
Menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuwan.
Tujuan
Pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar berdasarkan
KTSP 2006 adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
bermasyarakat dan lingkungannya.
2)
Memiliki
kemampuan dasar untuk
berfikir logis dan
kritis, rasa ingin tahu, inquiri,
memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial.
3)
Memiliki
komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial
dan kemanusiaan.
4)
Memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama
dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat
lokal, nasional dan global.
Dalam proses pendidikan IPS di SD, pembelajarannya
kurang memperhatikan karakteristik anak
usia sekolah dasar,
yakni terkait dengan
perkembangan psikologis siswa.
Menurut Jean Piaget (1963), anak dalam kelompok usia SD (6 12 tahun)
berada dalam perkembangan
kemampuan
intelektual/kognitifnya pada tingkatan
konkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh
dan menganggap tahun
yang akan datang
sebagai waktu yang masih
jauh. Yang mereka
pedulikan adalah sekarang
(konkrit) dan bukan
masa depan yang belum bisa
mereka pahami (abstrak).
Padahal bahan materi
IPS penuh dengan pesan-pesan
yang bersifat abstrak.
Konsep-konsep seperti waktu,
perubahan, kesinambungan (continuity)
arah mata angin,
lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan
atau kelangkaan adalah konsep- konsep
abstrak yang dalam
program studi IPS
harus dibelajarkan kepada
siswa SD. Jika hal ini dibiarkan
terus, maka pembelajaran IPS dapat
menjadi pelajaran yang membosankan
bagi siswa. Dan
baik secara langsung
maupun tidak akan berdampak pada
tujuan pendidikan IPS
yang diharapkan. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut
diperlukanlah model pembelajaran
yang sesuai untuk materi
IPS di SD dan memperhatikan karakteristik anak usia SD.
d.
Karakteristik Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) tahun
2006 dikemukakan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan salah satu
mata pelajaran yang diberikan
mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. Di
dalam KTSP ini mata pelajaran IPS adalah untuk mengkaji seperangkat
peristiwa, fakta, konsep,
dan generalisasi yang
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dan
isu-isu sosial. Pada jenjang SD/MI
mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi. Pendidikan IPS di sekolah dasar adalah
disiplin ilmu-ilmu sosial seperti yang
disajikan pada tingkat
menengah dan universitas,
hanya karena pertimbangan tingkat kecerdasan,
kematangan jiwa peserta
didik, maka bahan pendidikannya
disederhanakan, diseleksi, diadaptasi
dan dimodifikasi untuk
tujuan institusional didaksmen
(Sidiharjo, 1997:88).
Ada beberapa karakteristik pembelajaran IPS yang
dikaji bersama ciri dan
pembelajaran IPS menurut
A Kosasih Djahiri
(1979 :4) adalah
sebagai berikut :
1)
IPS
berusaha mempertautkan teori
ilmu dengan fakta atau
sebaliknya (menelaah fakta dari
segi ilmu)
2)
b. Penelaahan
dan pembahasan IPS tidak hanya dari satu bidang disiplin ilmu
saja melainkan bersifat
komprehensif (meluas) dari
berbagai ilmu sosial
dan lainya sehingga
berbagai konsep ilmu
secara terintegrasi terpadu
digunakan untuk menelaah
satu masalah/tema/topic.
3)
c.
Mengutamakan peran aktif
siswa melalui proses
belajar inquiri agar
siswa mampu mengembangkan berfikir kritis, rasional dan analitis.
Program pembelajaran disusun
dengan meningkatkan /menghubungkan bahan-bahan
dari berbagai disiplin
ilmu sosial dan
lainya dengan kehidupan
nyata di masyarakat,
pengalaman, permasalahan,
kebutuhan dan memproyeksikannya kepada
kehidupan di masa
yang akan datang
baik dari lingkungan
fisik maupun budayanya.
4)
IPS
dihadapkan pada konsep
dan kehidupan sosial
yang sangat labil
(mudah berubah) sehingga
titik berat pembelajaran
adalah proses internalisasi
secara mantap dan
aktif pada diri
siswa agar memiliki
kebiasaan dan kemahiran
untuk menelaah permasalahan
kehidupan nyata pada masyarakat.
5)
IPS mengutamakan hal-hal
arti dan penghayatan
hubungan antar manusia yang bersifat manusiawi.
6)
Pembelajaran
IPS tidak hanya
mengutamakan pengetahuan semata
juga nilai dan keterampilannya.
7)
Pembelajaran
IPS berusaha untuk
memuaskan setiap siswa
yang berbeda melalui
program dalam arti
memperhatikan minat siswa
dan masalah-masalah
kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya.
8)
Dalam
pengembangan Program pembelajaran
IPS senantiasa melaksanakan
prinsip-prinsip,
karakteristik (sipat dasar)
dan pendekatan-pendekatan yang
menjadi ciri IPS itu sendiri.
3.
Belajar
Belajar
menurut bahasa adalah “usaha (berlatih) dan sebagai upaya mendapatkan
kepandaian” (Poerwadarminta, 1990:965). Sedangkan menurut istilah yang dipaparkan oleh beberapa ahli, di antaranya
oleh Ahmad Fauzi (2004:44) yang
mengemukakan belajar adalah “Suatu proses di mana suatu tingkah laku ditimbulkan atau
diperbaiki melalui serentetan
reaksi atas situasi
(atau rangsang) yang terjadi”
Berbicara
tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang
berubah sebagai akibat pengalaman (Snelbeker 1974 dalam Toeti 1992:10) Dari
pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar
atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar dikelas
seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar
yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah suatu proses atau usaha seseorang yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik berupa diperolehnya pengetahuan, sikap maupun
ketrampilan baru. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu
merupakan proses belajar.
Sedangkan
perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar (Herman Hudoyo 1988: 1). Peristiwa belajar yang
disertai proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik dari pada
belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses
pembelajaran ada peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja
diciptakan
Belajar merupakan proses perkembangan hidup manusia.
Dengan belajar manusia melakukan perubahan yang bersentuhan dengan aspek
kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku individu sehingga tingkah lakunya
berkembang. Dengan demikian tidak semua perubahan tingkah laku adalah hasil
belajar seperti tingkah laku akibat tabrakan, akibat gila, dan sebagainya (Abu
Ahmadi dan Widodo,2003:127).
Anak usia SD memiliki karakteristik senang bermain, senang bergerak, senang
belajar / bekerja dalam kelompok dan senang melakukan atau melaksanakan atau
memperagakan sesuatu secara langsung. (Robert J. Havighurt, dalam Rusna Ristasa
dan Prayitno, 2006:43).
Adanya karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus mampu merancang
model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan, anak berpindah
atau bergerak, anak belajar atau bekerja dalam kelompok, dan anak terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran dan penemuan informasi. Hal senada juga
diungkapkan oleh Epon Ningrum (dalam Rusna Ristasa dan Prayitno, 2006:44)
“Mengajar adalah membina siswa bagaimana belajar, bagaimana berfikir dan
bagaimana mencari informasi”
Menurut ahli lain yang memberi rambu-rambu (guidelines) dalam merujuk model pembelajaran adalah Jean Piaget
(dalam Abim Syamsudin : 50). Menurut Jean Piaget perkembangan kognitif anak SD
berada pada tahap perkembangan operasional kongkret. Pada anak usia ini akan
lebih mudah dipahami jika menggunakan objek-objek kongkret dan terlibat
langsung di dalamnya. Hal ini mengisyaratkan kepada guru untuk mampu
mengeksploitasi sumber daya yang ada untuk dijadikan sumber dan alat bantu
dalam pembelajaran dan mampu merancang pembelajaran yang dapat melibatkan anak
secara aktif. Alat bantu memiliki peran penting dalam pembelajaran.
4.
Motivasi dalam
Belajar
a. Pengertian dan Jenis Motivasi
Guru-guru sangat
menyadari pentingnya motivasi
dalam bimbingan belajar
siswa berbagai macam
teknik misalnya penghargaan,
pujian dan celaan telah dipergunakan untuk mendorong para siswa
agar mau belajar. Seorang guru dalam proses
belajar mengajar harus
benar-benar mengoptimalkan dalam memanfaatkan atau
menggunakan sarana dan
prasarana pendidikan yang telah
tersedia. Oleh
karena itu, masalah
memotivasi siswa dalam
belajar, merupakan masalah yang
sangat kompleks. Guru
hendaknya mengetahui prinsip-prinsip motivasi
yang dapat membantu
pelaksanaan tugas mengajar
dan dapat membangkitkan
motivasi belajar siswa,
sehingga mereka dapat
mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Motif adalah
dorongan atau kekuatan
dari dalam diri
seseorang yang mendorong
orang untuk bertingkah laku
atau berbuat sesuatu
untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Motif
dapat berupa kebutuhan
dan cita- cita. Motif
ini merupakan tahap
awal dari proses
motivasi, sehingga motif baru merupakan suatu kondisi intern atau
disposisi (kesiapsiagaan) saja. Sebab
motif tidak selamanya
aktif. Motif aktif
pada saat tertentu saja,
yaitu apabila kebutuhan
untuk mencapai tujuan
sangat mendesak.(Abdul Rahman
Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, 2004). Jadi,
apabila suatu kebutuhan
dirasakan mendesak untuk
dipenuhi maka motif
atau daya penggerak
menjadi aktif. Motif
atau daya penggerak
yang telah menjadi aktif inilah yang disebut motivasi.
Menurut Alisuf Sabri, Motivasi adalah segala sesuatu
yang menjadi pendorong
tingkah laku yang
menuntut/mendorong orang untuk
memenuhi suatu kebutuhan. Dan sesuatu yang dijadikan motivasi itu merupakan
suatu keputusan yang
telah ditetapkan individu
sebagai suatu kebutuahan/tujuan yang
nyata ingin dicapai.( M.
Alisuf Sabri,1993:128).
Dengan
demikian, kebutuhan inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motif untuk
melakukan tindakan tertentu,
di mana diyakini
bahwa jika perbuatan
itu telah dilakukan, maka
tercapailah keadaan keseimbangan dan timbullah perasaan puas dalam diri individu. Adapun Jenis
motivasi dapat dipandang
dari segi sumber,
maka dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1) Motivasi Intrinsik
Motivasi
intrinsik timbul dari setiap individu seperti kebutuhan, bakat, kemauan,
minat dan harapan
yang terdapat pada
diri seseorang. Sebagai misal,
seseorang yang gemar
membaca tidak memerlukan
orang lain yang memotivasinya tetapi
ia sendiri butuh,
berminat atau berkemauan
untuk mencari sumber-sumber bacaan
dan rajin membacanya.
2) Motivasi Ekstrinsik
Yaitu motivasi
yang datang dari
luar diri seseorang,
timbul karena adanya
stimulus (rangsangan) dari
luar lingkungannya. Sebagai
contoh, seseorang yang berlatih
atletik karena terangsang oleh gelar kejuaraan, hadiah, dan meningkatkan nama baik organisasi olah
raga yang ia masuki. Dengan
demikian bahwa motivasi
yang berasal dari
diri sendiri (intrinsik)
dan motivasi yang
berasal dari luar
diri (ekstrinsik), kedua-duanya sangatlah
berpengaruh pada tindakan
seseorang. Dengan adanya
kedua motivasi tersebut,
maka seseorang dapat
melakukan tindakan-tindakan atau
perbuatan- perbuatan dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
b. Motivasi Sebagai Penunjang Belajar
Thomas M.
Risak yang mengemukakan tentang motivasi sebagai berikut: We may now define motivation, in a
pedagogical sense, as the conscious effort
on the part of the teacher to establish in studens motives leading to sustained activity toward the learning goals dan diterjemahkan
oleh Zakiah Daradjat,
dkk, motivasi adalah
usaha yang disadari
oleh pihak guru
untuk menimbulkan motif-motif
pada diri murid yang
menunjang kegiatan kearah
tujuan-tujuan belajar. (Zakiah Daradjat
dkk, 1995 : 40).
Pada
dasarnya perbuatan-perbuatan yang kita lakukan sehari-hari banyak yang didorong oleh motif-motif ekstrinsik,
tetapi banyak pula yang didorong oleh motif-motif
intrinsik atau oleh kedua-duanya. Seperti halnya dalam dunia pendidikan,
khususnya dalam proses belajar mengajar
untuk menacapai tujuan
dan hasil belajar
yang optimal, siswa
banyak terpengaruh oleh
motif-motif yang berasal dari luar dirinya maupun yang berasal dari
dalam dirinya, atau
mungkin dapat terpengaruh
secara bersamaan sesuai dengan situasi yang berkembang.
Di antara
motivasi tersebut, maka
menurut penulis motivasi
intrinsiklah yang jauh
lebih baik, berkesan
lama serta dapat
memberikan hasil yang memuaskan
pada diri seseorang, karena motivasi ini timbul atas dasar kesadaran sendiri
untuk memperoleh hasil
yang diinginkan, tetapi
tidak dengan mengesampingkan motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik
juga sangatlah berpengaruh
pada diri seseorang, karena
manusia adalah makhluk
sosial yang saling
membutuhkan serta mempunyai
lingkungan disekitarnya, baik
lingkungan sekolah, keluarga
dan masyarakat. Apabila
lingkungan sekitarnya baik dan dapat memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan yang baik, maka seseorang itu dapat mencapai
tujuan yang diinginkan dan sebaliknya,
apabila lingkungan disekitarnya buruk dan malah membuat seseorang melakukan tindakan yang
buruk, maka orang itu tidak dapat termotivasi dan tidak dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. Dengan demikian,
motivasi sangatlah penting baik motivasi yang berasal dari dalam diri (intrinsik) maupun motivasi
yang berasal dari luar diri (ekstrinsik), karena
kedua-duanya dapat menjadi
pendorong untuk belajar
dan agar proses belajar
mengajar dan berjalan
dengan lancar, aktifitas
dalam belajarnya memberikan
kepuasan/ganjaran diakhir kegiatan
belajarnya serta sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
c. Peranan dan Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi sangat
berperan dalam belajar.
Dengan motivasi inilah
siswa menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan
motivasi itu pulalah kualitas hasil belajar
siswa juga kemungkinannya dapat diwujudkan.
Siswa yang dalam
proses belajar mempunyai
motivasi yang kuat
dan jelas pasti akan
tekun dan berhasil
belajarnya. Kepastian itu dimungkinkan oleh sebab adanya ketiga
fungsi motivasi sebagai berikut:
1) Pendorong orang untuk berbuat dalam
mencapai tujuan.
2) Penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan
yang hendak dicapai.
3) Penseleksi
perbuatan sehingga perbuatan
orang yang mempunyai motivasi senantiasa
selektif dan tetap
terarah kepada tujuan
yang ingin dicapai. (M. Alisuf Sabri, 1996 : 86)
Motif itu
mendorong manusia untuk
berbuat atau bertindak,
motif itu berfungsi
sebagai penggerak atau
sabagai motor yang
memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan
suatu tugas. Motif itu menentukan arah perbuatan,
yakni kearah perwujudan
suatu tujuan atau
cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan
suatu tujuan atau
cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus
ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas
tujuan itu, makin
jelas pula terbentang
jalan yang harus
ditempuh. Berdasarkan arti dan
fungsi motivasi di
atas dapat disimpulkan
bahwa motivasiitu bukan hanya
berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan tetapi juga merupakan
penentu hasil perbuatan. Motivasi akan
mendorong untuk bekerja
atau melakukan sesuatu perbuatan dengan
sungguh-sungguh (tekun) dan
selanjutnya akan menentukan pula hasil pekerjaannya.
5.
Konsep Prestasi Belajar
a.
Pengertian Prestasi Belajar
Menurut
Anwar (2001) belajar
adalah berusaha, berlatih,
untuk mendapatkan
pengetahuan, sedangkan prestasi
adalah hasil yang
telah dicapai, dilakukan, dikerjakan,
dan sebaginya. Prestasi
belajar siswa adalah
kemampuan, kecakapan, atau aktifitas
nyata yang dimiliki
oleh individu setelah
melalui pengalaman atau proses
belajar mengajar yang
sesuai dengan program
atau kriteria penilaian. Untuk
mngetahui keberhasilan dari
suatu penyampaian pesan atau
proses komunikasi dalam
proses pembelajaran, harus
dilihat dari perubahan tingkah laku
yang dicapai oleh siswa
setelah mengikuti pembelajaran
tersebut,
Malik (dalam Suliyati 2003) mengemukakan bahwa: Hasil
belajar ditandai dengan
perubahan tingkah laku
pada diri siswa, dimana
tingkah laku tersebut
dipengaruhi oleh proses-proses
dalam diri siswa seperti
pengalaman masa lampau, juga ditentukan oleh kapsitas yang dimiliki oleh siswa
seperti abilitas dan intelejensi.
Sudjana
(1983:125) mengungkapkan bahwa
hasil belajar masih
bersifat umum, tetapi bila
hasil belajar tersebut
diartikan dengan patokan
tertentu, maka hasil belajar itu
dapat dikatakan sebagai suatu prestasi yang dicapai dalam belajar.
Surya (1983:125) mengungkapkan bahwa prestasi belajar
merupakan keseluruhan kecakapan hasil prestasi
yang dicapai melalui
proses belajar disekolah,
yang dinyatakan dengan nilai-nilai
hasil belajar berdasarkan
hasil tes. Selanjutnya,
Arikunto
(1993:17) mengemukakan bahwa
prestasi belajar ialah
tingkat pencapaian lulusan sekolah setelah mengikuti program.
Sehubungan
dengan konsep prestasi
belajar, Burhanudin (1990:65) mengemukakan bahwa: Prestasi
siswa berhubungan dengan
tingkat atau hasil
yang dicapai siswa dalam
mengetahui, memahami, menyikapi,
atau menguasai suatu pengetahuan dalam
materi tertentu menurut
ukuran yang ditetapkan,
baik ukuran yang bersifat
konkrit berupa perolehan
prestasi belajar maupun yang bersifat abstrak berupa perilaku
yang ditampilkan oleh siswa.
Selanjutnya
secara lebih jelas
dan lengkap Syaodih
(1997:124) mengemukakan bahwa: Prestasi
belajar merupakan segala
perilaku yang dimiliki
siswa sebagai akibat dari
proses belajar yang
telah ditempuhnya, meliputi
semua akibat dari proses
belajar yang berlangsung
disekolah atau diluar
sekolah, yang bersifat kognitif,
afektif, maupun psikomotor yang disengaja maupun tidak disengaja.
Berdasarkan
konsep tersebut, maka
prestasi belajar siswa
adalah tingkat atau hasil
yang dicapai siswa
dalam mengetahui dan
memahami materi tertentu yang
dituangkan dalam bentuk
daftar nilai sebagai
cerminan pengetahuan, maupun sikap
atau keterampilan tertentu
yang dimiliki setelah
selesai melaksanakan proses belajar mengajar.
b.
Indikator Prestasi Belajar
Untuk
memahami indikator prestasi
belajar siswa, maka
perlu diketahui macam-macam prestasi
belajar. Sudjana (dalam
Sugiyarti 2004) mengemukakan bahwa prestasi belajar siswa
terbagi menjadi tiga macam, yaitu: 1) keterampilan dan kebiasaan, 2) pengetahuan
dan pengertian, 3)sikap dan cita-cita Makmun (1990:15)
membagi prestasi belajar
siswa pada tiga
kawasan, yaitu: 1) kawasan
kognitif, 2) kawasan afektif, 3) psikomotorik.
Khusus
mengenai kawasan kognitif
dan psikomotor yang menjadi
sorotan dan kajian
ini memiliki enam
jenjang, sebagaimana dikemukakan
oleh Makmun (1990:15), Meliputi:
1)
Knowledge (Pengetahuan), yaitu mengingat kembali sesuatu yang sebelumnya
sudah dikenal.
2)
Comprehention (Pemahaman), yaitu
memahami bahan yang
akan dikomunikasikan dengan tidak dikaitkan dengan bahan lain
3)
Aplication (Aplikasi), yaitu menggunakan suatu abstraksi dengan situasi
nyata atau khusus, dalam
arti bahwa dapat
memberikan contoh atau
menggunakan dengan tepat atau memecahkan masalah.
4)
Analysis (Analisis), yaitu
menghubungkan elemen-elemen menjadi
kesatuan yang membentuk keseluruhan.
5)
Syntesa (Sintesa), yaitu
dalam bentuk komunikasi,
rencana dan kesimpulan tentang berbagai hubungan yang
abstrak.
6)
Evaluation (Penilaian), yaitu memberikan penilaian pada program atau
materi yang telah diberikan.
Sedangkan
kawasan psikomotor, Travers
dan Sinpson (Sudjana
1987) mengklasifikasikan menjadi 5 kategori keterampilan, yaitu:
1)
Keterampilan yang berkaitan
dengan mengemukakan fikiran,
menangani sesuatu,
memecahkan masalah dan
kegiatan lain yang
membutuhkan keterampilan berfikir.
2)
Keterampilan sosial, berkaitan
dengan kegiatan yang
berhubungan dengan orang lain
3)
Keterampilan gerak, berhubungan
dengan penampilan gerakan
badan, baik dalam kegiatan
olahraga maupun tari
4)
Keterampilan produktif, berhubungan
dengan kegiatan untuk
menghasilkan suatu benda seperti pembuatan bahan makanan, pakaian,
alat-alat hiasan dan sebagainya.
5)
Keterampilan teknik, berhubungan
dengan kegiatan untuk
memperbaiki, membuat dan
meningkatkan kualitas barang
dan alat yang
digunakan oleh manusia dalam
otomotif, elektronik dan sebagainya.
c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi belajar
Belajar
merupakan suatu proses
yang menimbulkan terjadinya
perubahan atau pembaharuan dalam
tingkah laku atau
kecakapan fisik para
ahli mengemukakan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi
belajar, diantaranya
Burhanudin (dalam Sugiyarti
2004) mengemukakan bahwa
yang mempengaruhi yaitu terdiri
dari faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (dari
luar diri siswa).
Sejalan dengan pendapat
Suryabrata (1994:253)
mengklasifikasikan faktor-faktor
prestasi belajar menjadi dua, yaitu:
1)
Faktor-faktor
yang berasal dari
luar diri siswa
yaitu: faktor sosial
dan non sosial
2)
Faktor yang berasal
dari dalam diri
siswa yaitu: faktor
fisiologis dan psikologis.
Selanjutnya
Surya (1989:34) membagi
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi:
1)
Karakteristik peserta didik
2)
Karakteristik guru
3)
Interaksi peserta didik dengan guru
4)
Fasilitas fisik
5)
Karakteristik kelompok
6)
Materi pelajaran
7)
Lingkungan
6.
Konsep Koperasi
Istilah
koperasi berasal dari
kata cooperation. Co
berarti bersama-sama dan operation berarti
bekerja. Dari dua
kata tersebut diperoleh
kata kooperasi yang berarti
bekerja bersama-sama. Pekerjaan
yang dikerjakan secara
bersama-sama itu lebih
baik daripada secara
sendiri-sendiri, karena pekerjaan
yang diselesaikan secara bersama-sama akan lebih cepat selesai dan lebih
ringan.Koperasi merupakan usaha
bersama yang disusun
berdasarkan asas
kekeluargaan. Koperasi merupakan
bentuk usaha pemerintah
untuk memperbaiki
perekonomian rakyat di
Indonesia. Kegiatan koperasi
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan
anggota dengan harga
yang murah. Di
dalam koperasi, setiap anggota
mempunyai kewajiban dan hak yang sama.
Kegiatan koperasi mempunyai banyak manfaat. Beberapa manfaat anggota
koperasi antara lain: dapat memenuhi kebutuhan dengan harga yang murah, dapat
membayar dengan cara kredit, dalam keadaan mendesak anggota dapat meminjam
uang, mencegah anggota
koperasi terjerumus pada
riba atau lindah
darat, berarti berlatih bekerjasama
dan bergotong royong, mendapat jasa yang berupa Sisa Hasil Usaha (SHU),
berlatih berorganisasi dan
termasuk mengamalkan Pancasila terutama sila Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab.
B. Hasil
Penelitian yang Relevan
Dalam penulisan laporan perbaikan
pembelajaran ini, peneliti mengambil beberapa referensi dari berbagai literatur
yang ada, salah satunya adalah dengan mengambil referensi berupa literatur
penulisan laporan yang relevan dengan judul penulisan laporan perbaikan
pembelajaran yang akan peneliti susun, diantaranya :
- Agustiani, Sofi. 2010. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Koperasi Mata Pelajaran IPS. Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan. Program S1 PGSD Bumi Siliwangi. UPI Bandung. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah yang ditemukan dilapangan yang berkaitan dengan kemampuan siswa yang belum memenuhi harapan dalam memahami konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) hal ini dikarenakan metode yang selama ini digunakan masih klasikal yaitu metode ceramah. Atas dasar permasalahan diatas penulis merumuskan masalah lebih khusus yaitu (1) Bagaimana perencanaan pembelajaran IPS dengan langkah Cooperative Learning di kelas IV SDN Maleber III Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur, (2) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan penerapan Cooperative Learning di kelas IV SDN Maleber III Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur, (3) Bagaimana hasil pembelajaran IPS setelah pelaksanaan Cooperative Learning diterapkan di kelas IV SDN Maleber III Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur, Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus hasilnya menunjukkan peningkatan pada setiap tindakan, hal ini terlihat dari nilai evaluasi yang meningkat, begitupun dengan minat siswa terhadap pembelajarn IPS yang mereka senangi hal ini terlihat dari kegiatan siswa yang antusias dan sungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran Cooperative Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Perolehan rata-rata nilai akhir pada siklus I adalah 64 dan pada siklus II meningkat menjadi 71..
- Berlianingtyas, Ajeng. 2011. Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPS Menggunakan Cooperative Learning Siswa Kelas III SDN Tulusrejo II Kota Malang. Skripsi. Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah. FIP. Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Toha Mashudi, M.Pd, (2) I Wayan Sutama, M.Pd. Pembelajaran IPS di sekolah dasar diarahkan agar siswa memahami gejala-gejala sosial dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan hal tersebut dapat terjadi apabila siswa terlibat dan mengalami sendiri pembelajaran di kelas. Tetapi kenyataan yang terjadi di SDN Tulusrejo 2 Malang, siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran IPS dan berpengaruh pula terhadap hasil belajar mereka. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran IPS masih bersifat konvensinal dan didominasi oleh guru. Siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran. Permasalahan tersebut coba diatasi dengan model pembelajaran cooperative learning yang menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran dan hal tersebut juga akan berdampak pada hasil belajar siswa. Kegiatan belajarnya berkelompok dengan membahas materi dan soal dari guru. Semua siswa dalam kelompok aktif karena memiliki tugas yang jelas. Tujuan penelitian ini, yaitu: (1) Menerapkan model cooperative learning pada mata pelajaran IPS siswa kelas III di SDN Tulusrejo II Kota Malang, (2) Menerapkan model cooperative learning untuk meningkatkan proses belajar siswa kelas III pada mata pelajaran IPS, (3) Menerapkan model cooperative learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas III pada mata pelajaran IPS. Pada siklus satu yang terdiri dari dua pertemuan dan pada siklus dua terdiri satu pertemuan. Subyek penelitian ini adalah 43 siswa kelas III SDN Tulusrejo 2 Kota Malang. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil yaitu: skor postes rata-rata siklus I dapat diketahui bahwa dari 43 siswa sebanyak 22 siswa (31%) telah mencapai ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu 70, sedangkan 21 siswa (46%) belum mencapai ketuntasan belajar. Pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ketuntasan belajar klasikal mencapai (86%).
C. Kerangka
Berpikir
Rendahnya
kemampuan siswa menyerap materi pelajaran berakibat pada rendahnya keaktifan dan
hasil belajar siswa. Upaya
yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran sebagaimana hal di
atas adalah dengan melaksanakan perbaikan proses pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan menerapkan metode diskusi pada pelaksanaan
pembelajaran IPS materi mengenal
pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pelaksanaan perbaikan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa belajar
sehingga tingkat ketuntasan belajar siswa dapat tercapai.
Kondisi akhir yang diharapkan adalah untuk meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa sehingga tingkat ketuntasan belajar siswa dapat tercapai,
memperbaiki proses pembelajaran yang diterimanya sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik serta
tercapainya tujuan pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu meningkatnya
keaktifan dan hasil belajar siswa minimal 85% dari seluruh siswa yang mengikuti
pembelajaran.
Secara rinci kerangka pikir pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan
menggunakan metode diskusi sebagaimana gambar di bawah ini :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
C. Hipotesis
Tindakan
Setelah melalui pertimbangan dan konsultasi dengan
teman sejawat dan kepala sekolah, peneliti mengambil keputusan bahwa hipotesis
yang diajukan layak diteliti adalah :
1. Penggunakan
metode cooperative learning dalam
pembelajaran mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
kelas IV ...............
2. Penggunakan
metode cooperative learning dalam
pembelajaran mata pelajaran IPS materi koperasi dalam perekonomian di Indonesia
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas IV ......................
Konfirmasi file secara utuh, silahkan hub. 081327121707 (SMS only)
Mohon tidak disadur secara utuh, hanya sebagai referensi penulisan. Terima kasih atas kerjasamanya.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih