BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan dalam
memberikan materi pelajaran. Dari faktor anak, tingkat intelegensi dan latar
belakang anak didik yang berbeda-beda menyebabkan hasil pembelajaran yang tidak
sama pula. Sedangkan penyebab lain dari pihak guru adalah cara penyampaian
materi yang dianggap anak didik sulit memahaminya, kurangnya media
pembelajaran, metode pembelajaran yang salah, sehingga tujuan pembelajaran
kepada anak didik tidak mengenai sasaran, dan masih banyak lagi sebab-sebab
kegagalan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dengan adanya kegagalan dalam memberikan materi
pelajaran kepada anak didik, penulis menggunakan hal ini sebagai dasar dalam
usaha memperbaiki pembelajaran. Penulis mencoba memperbaiki pembelajaran
melalui prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sesuai dengan karakteristik
PTK yaitu adanya masalah dalam PTK dipicu oleh kesadaran pada diri guru bahwa
praktek yang dilakukan di kelas mempunyai masalah yang harus diselesaikan dan ditindaklanjuti
agar terjadi perubahan pada keberhasilan anak didik. Penulis melakukan PTK yang
diawali dengan refleksi diri, mengidentifikasi permasalahan pembelajaran dengan
bantuan teman sejawat.
Seperti halnya pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dengan materi penggunaan energi listrik. Kegagalan
penulis dalam pembelajaran mata pelajaran IPA ini ditandai dengan rendahnya
nilai yang diperoleh siswa pada akhir pembahasan materi. Pada
pembelajaran awal, hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
materi penggunaan energi listrik sangat rendah, yaitu mencapai 25,53% (12 siswa) dari 47 siswa yang
tuntas dalam belajar, dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar 68,72
serta motivasi belajar 31,91 atau 15 siswa dari jumlah siswa seluruhnya 47
orang. Hal ini menunjukkan motivasi dan ketuntasan siswa dalam menguasai materi
penggunaan energi listrik sangat sangat rendah.
Berdasarkan hal tersebut,
peneliti meminta bantuan supervisor, kepala sekolah dan teman sejawat untuk
membantu mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Dari
hasil diskusi terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran yaitu
:
1. Identifikasi
Masalah
Adapun hasil diskusi,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Dari hasil diskusi terungkap beberapa masalah sebagai berikut :
a. Siswa kurang menguasai materi pembelajaran
b. Kreativitas siswa untuk menanyakan sesuatu
kepada guru sama sekali tidak muncul.
c. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan
pada saat proses mempelajari materi ajar, dan ini telah menyebabkan mereka
tidak tuntas belajar karena kekurang tepatan pemilihan metode pembelajaran
d. Ketidakaktifan siswa dalam proses
pembelajaran dan penemuan informasi pada saat proses pembelajaran berlansung.
2. Analisis
Masalah
Sehubungan dengan rendahnya
hasil belajar tersebut, peneliti merefleksi
dan berdiskusi dengan teman sejawat. Dari hasil diskusi
tersebut dapat dimungkinkan penyebab rendahnya hasil belajar siswa antara lain :
1. Model pembelajaran yang diambil tidak
tepat dan penjelasan materi terlalu cepat, sehingga kurangnya model dialog yang
interaktif, efektif dan kreatif.
2. Guru tidak mampu menciptakan partisipasi
aktif siswa dalam proses pembelajaran dan penemuan informasi
3. Guru harus dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang lebih menarik.
4. Guru harus lebih teliti melihat siswa yang
kurang aktif dalam proses pembelajaran berlangsung.
Melihat permasalahan di atas,
upaya yang dilakukan memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilakukan
sebelumnya akan dilakukan melalui upaya penelitian tindakan kelas dengan metode
eksperimen pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi penggunaan energi listrik siswa
kelas II Sekolah Dasar Negeri ......................
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
penelitian di atas, maka dapat disimpulkan perumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana meningkatkan motivasi belajar
siswa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi penggunaan energi listrik melalui
penerapan metode eksperimen ?
2. Bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi penggunaan energi listrik melalui
penerapan metode eksperimen ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di
atas, agar memiliki arah yang jelas, maka ditetapkan tujuan sebagai berikut :
- Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi penggunaan energi listrik penerapan metode eksperimen.
- Untuk meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi penggunaan energi listrik dengan penerapan metode eksperimen.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini
juga dapat memberikan manfaat bagi :
- Siswa
a. Memperbaiki belajar siswa, agar hasil
belajar siswa meningkat
b. Siswa merasa mendapat perhatian khusus
dari guru sehingga minat belajar siswa meningkat
c. Siswa dapat berperan sebagai peneliti bagi
hasil belajarnya sendiri
d. Untuk memperbaiki pembelajaran yang telah
dilakukan sebelumnya, sehingga hasil belajar siswa dan motivasi belajar siswa
meningkat.
- Guru
a. Untuk memperbaiki pembelajaran yang
dikeloloanya
b. Memperbaiki kinerja guru untuk berkembang
secara profesional
c. Meningkatkan aktifitas guru dalam
pembelajaran untuk berperan aktif
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.
- Sekolah
a. Membantu sekolah untuk berkembang karena
adanya peningkatan kemampuan pada diri guru dan pendidikan di sekolah
b. Meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan
bagi siswa
c. Mempunyai kesempatan yang besar untuk
berubah secara menyeluruh
d. Menumbuhkan iklim kerjasama yang kondusif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran IPA
a.
Hakikat Pembelajaran IPA
Berbagai pendapat
menyatakan tentang pengertian
IPA, ada yang menyatakan bahwa
IPA adalah sekumpulan
ilmu pengetahuan yang
dapat menjelaskan tentang kejadian
alam, ada juga
yang memandang bahwa
IPA bukan sekedar ilmu pengetahuan yang harus dipelajari dalam bentuk
teori tapi juga dalam bentuk
proses. Berikut pendapat
dari para ahli
: Nas , Carin
dan Sund, Rom Harre tentang pengertian IPA:
1)
Nash dalam
bukunya The Nature of
Natural Science (Darmojo
dan Kaligis, 1992 : 3), menyatakan bahwa “Science is away of looking at the world”. IPA
itu suatu cara
atau metode untuk
mengamati alam. Selanjutnya Nash
juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analitis,
lengkap, cermat, serta
menghubungkan antara satu fenomena
dengan fenomena yang
lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu
perspektif yang baru
tentang objek yang
diamatinya itu.
2)
Carin dan
Sund (Margo, Syahrudin,
1999 : 2)
menyatakan bahwa ‘IPA merupakan suatu
“system of
knowing” atau sistem
untuk mengetahui alam, dan
IPA merupakan kumpulan
pengetahuan Alam yang
berfungsi untuk menjelaskan apa yang diperoleh.
3)
Rom Harre
seorang ahli falsafah
IPA dalam bukunya
“The Philosophies of science”
(Darmojo dan Kaligis,
1992 : 4)
menyatakan bahwa ‘IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya, yang menjelaskan tentang pola-pola
keteraturan dari gejala
alam yang diamati
secara seksama’.
4)
Suyoso(1998 :
23 ) merupakan”pengetahuan hasil
kegiatan manusia yang bersipat
aktif dan dinamis.Tiada
hentinya serta diperoleh
melalui metode tertentu yaitu
teratur,
sistemmatis,berobjek,bermetode,dan berlaku secara universal.”
5)
Abdulah (1998
: 18) IPA
merupakan pemgetahuan yang
teoritis yang diperoleh atau
disusun dengan cara
yang has atau
khusus yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi,
penyimpulan penyusunan teori dan seterusnya merangkai antara cara yang satu
dengan cara yang lain,
Dari uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa IPA adalah suatu ilmu pengetahuan yang dapat menjelaskan
tentang fakta-fakta yang terjadi di alam
berdasarkan alasan yang
rasional atau masuk
akal. IPA juga menekankan bagaimana
cara memperoleh suatu
fakta sehingga didapatkan data yang analitis dan sintesis
atau dengan kata lain IPA juga dapat dipandang sebagai suatu
proses. Dalam proses
pencarian data-data yang
dibutuhkan untuk menjelaskan suatu fenomena atau kejadian maka IPA juga
mengajarkan bagaimana cara bersikap ilmiah berdasarkan data yang telah
diperoleh.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah
ilmu yang mempelajari tentang alam semesta
di sekolah dasar,
dengan menggunakan metode-metode
sains. IPA membahas tentang
gejala-gejala alam yang
disusun secara sistematis
yang didasarkan pada hasil
percobaan dan pengamatan
yang dilakukan oleh
manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukan oleh Powler (dalam
Wina-Putra 1992 : 122) bahwa IPA merupakan
ilmu yang berhubungan
dengan gejala-gejala alam
dan kebendaan yang sistematis
yang tersusun secara
teratur, berlaku umum
yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Berdasarkan
pengertian di atas, tujuan pembelajaran IPA adalah untuk membekali siswa
tentang : 1) Pengetahuan alam atau
sains, 2) Kemampuan mengindentifikasi, menganalisis,
dan menyusun alternatif pemecahan masalah secara kritis
berdasarkan prinsip-prinsip sains, 3)
Kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu
yang didapat dari
sekolah dengan kehidupan sehari-hari yang berkenaan dengan pengetahuan
alam, 4) Kesadaran sikap mental yang
kritis positif dan keterampilan ilmiah terhadap lingkungan hidup, dan 5) Kemampuan mengembangkan pengetahuan
IPA.Dengan demikian pada
hakekatnya pembelajaran IPA
di SD akan membentuk individu-individu yang
berkemampuan ilmiah dan
kritis dalam menghadapi masalah
serta gejala-gejala yang
terjadi di lingkungan
sekitar dalam kehidupan
Pembelajaran merupakan kegiatan belajar
mengajar ditinjau dari sudut
kegiatan siswa berupa
pengalaman belajar siswa
yaitu kegiatan siswa yang
direncanakan guru untuk
dialami siswa selama
kegiatan belajar mengajar (Mulyani,2000). Fungsi pembelajaran Sains di
sekolah dasar antara lain
adalah memberikan pengetahuan
tentang lingkungan alam dan
lingkungan buatan, dan keterkaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan
sehari-hari, pengembangan keterampilan
proses sains, mengembangkan wawasan,
sikap, nilai dan
keterampilan yang berguna untuk
meningkatkan kualitas hidup.
Tujuan pembelajaran
sains tidak hanya
untuk memahami pengetahuan,
tetapi juga memberikan kesempatan agar
siswa terlibat dalam
belajar dengan menggunakan berpikir ilmiah,
sehingga hasil yang
diperoleh adalah pengetahuan
cara berpikir, sikap, dan keterampilan termasuk keterampilan komunikasi.
Menurut Kurikulum 2004,
Sains adalah cara
mencari tahu tentang alam
secara sistematis untuk
menguasai pengetahuan, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip
prinsip, proses penemuan
dan memiliki sikap ilmiah.
Berdasarkan kamus lain, science
berasal dari kata “scientia” yang
berarti pengetahuan tentang,
tahu tentang ilmu, pengertian atau keahlian atau juga paham
yang benar-benar. Nash (1963)
dalam bukunya The nature
of natural sciences menyatakan bahwa
sains adalah suatu
cara atau metode
untuk mengamati alam. Nash
menjelaskan bahwa cara
sains mengamati alam ini
bersifat analitis, cermat
dan lengkap serta
menghubungkan satu fenomena dengan
fenomena lain sehingga
keseluruhannya membentuk suatu
perspektif yang baru tentang objek yang di amati itu. Bahwa sains merupakan
suatu cara atau metode berpikir yang di perkuat oleh Einstein yang juga di
kutip dalam buku Nash tersebut. Carin
dan Sund (1985) dalam bukunya Teahing
Modern Science menyatakan bahwa sains merupakan system untuk menjelaskan
apa yang di peroleh . Ada enam pertimbangan
yang perlu diperhatikan
dalam melaksanakan pembelajaran sains, yaitu :
1)
Empat pilar
pendidikan (belajar untuk
mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar
untuk hidup dalam
kebersamaan dan belajar
untuk menjadi dirinya sendiri)
2)
Inkuiri Sains
3)
Konstruktivisme
4)
Sains, lingkungan, teknologi
dan masyarakat
5)
Pemecahan masalah
6)
Pembelajaran sains yang
bermuatan nilai.
Pembelajaran Sains
dapat dilakukan melalui
berbagai kegiatan seperti pengamatan,
pengujian/penelitian,
diskusi, penggalian informasi mandiri melalui tugas
baca, wawancara narasumber,
simulasi/bermain peran, nyanyian,
demostrasi peragaan model. Kegiatan pembelajaran lebih diarahkan pada
pengalaman belajar langsung
daripada pengajaran (belajar).
Guru berperan sebagai fasilitator
sehingga siswa lebih
aktif berperan dalam proses
belajar. Guru harus
memberi respon yang
mengaktifkan semua siswa secara
positif dan edukatif.
b.
Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses
interaksi antar paserta
didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah
yang lebih baik (Mulyasa,2003:100).
Pembelajaran pada hakekatnya
merupakan suatu proses interaksi antara
guru dengan siswa,
baik interaksi antar
guru dengan siswa,
baik interaksi secara langsung
seperti kegiatan tatap
muka maupun kegiatan
tidak langsung yaitu dengan cara menggunakan berbagai media. (Rusman,
2008:100). Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) sebagai disiplin
ilmu yang berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang
alam yang sistematis,
sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan
berupa fakta, konsep
atau prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu
proses penemuan. Pembelajaran
IPA di harapkan dapat menjadi
wahana peserta didik
untuk mempalajari diri
sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam
menerapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran IPA
menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi
agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara
inkuiri ilmiah untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir,
bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai
aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan
pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan dan
proses sikap ilmiah.
Sebagaimana dalam kurikulum
2006 (KTSP) tujuan mata
pelajaran IPA diantaranya
untuk mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat
di terapkan dalam kehidupan
sehari-hari, mengembangkan rasa
ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan
masyarakat serta mengembangkan
keterampilan proses untuk menyelidiki
alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan. IPA sebagai hasil kegiatan
manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang
alam sekitar melalui penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan. Melalui pembelajaran
IPA, kerja ilmiah seperti melakukan pengamatan,
memprediksi, dan keterampilan
IPA lainnya serta
keterampilan berfikir dapat dilatih
kepada peserta didik
dalam usaha memberi
bekal pengetahuan,
keterampilan, nilai dan
sikap yang diperlukan
untuk melanjutkan
pendidikan maupun untuk dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan–perubahan di
sekelilingnya. Oleh karena
itu pengembangan kurikulum
IPA beralih dari pengembangan kurikulum
berbasis materi (content-based) atau
siswa belajar sejumlah fakta
ke pengembangan kurikulum
berbasis kopetensi (competency-based), di
mana ada keseimbangan
peningkatan kemampuan konseptual
dan procedural. Pendidikan IPA
menekankan pada pemberian
pengalaman langsung. Pada prinsipnya IPA di sekolah dasar
membekali siswa untuk mengembangkan
kemampuan berbagai cara
“mengetahui” dan suatu
cara “mengerjakan” yang dapat
membantu siswa untuk
memahami alam sekitar
secara mendalam dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dunia yang sangat cepat.
c.
Tujuan Pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar
Pendidikan IPA
di SD tidak
terlepas dari fungsi
sosial pendidikan di
atas namun IPA memiliki
ciri-ciri tersendiri yang
membedakannya dari pendidikan lain seperti IPS, Matematika, dan
sebagainya. Di dalam kurikulum 2006 diuraikan bahwa IPA berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari
diri sendiri dan
alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan mata
pelajaran IPA di
Sekolah Dasar berdasarkan
Kurikulum 2006, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)
Memperoleh keyakinan
terhadap kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan
keteraturan alam ciptaan-Nya.
2)
Mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3)
Mengembangkan rasa ingin tahu,
sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang
saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat.
4)
Mengembangkan keterampilan
proses untuk menyelidiki
alam sekitar, memecahkan masalah
dan membuat keputusan.
5)
Meningkatkan kesadaran
untuk menghargai alam
dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan
Tuhan.
6)
Memperoleh pengetahuan, konsep
dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs
(Depdiknas, 23006:84-85).
d.
Karakteristik Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA
di SD hendaknya
dilangsungkan selaras dengan perkembangan siswa
yang ditinjau dari
perkembangan aspek kognitif, perkembangan aspek
social dan kemandirian.
Pembelajaran IPA tidak
hanya dilangsungkan sebagai sumber
belajar sehingga siswa
dapat langsung berinteraksi
dengan alam dan mengekspresikan alam sekitar mereka.Sedangkan menurut
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan SD (2006
: 454) bahwa : IPA berhubungan dengan
cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan
pengetahuan yang bersifat
fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi
juga merupakan suatu
proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari
diri sendiri dan
alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih
lanjut dalam dalam kehidupan
sehari-hari.
e.
Fungsi IPA
Darmojo & Kaligis,
1992 : 67-68
menyebutkan bahwa lmu pengetahuan alam diperlukan di SD karena dapat
memberikan kontribusi untuk tercapainya sebagian dari tujuan pendidikan di SD.
Dengan pengajaran IPA diharapkan siswa akan dapat :
1) Memahami
alam sekitarnya, meliputi
benda-benda alam dan
buatan manusia serta konsep-konsep
IPA yang terkandung
didalamnya. Memiliki
keterampilan untuk mendapatkan
ilmu khususnya IPA berupa
“ketrampilan proses atau
metode ilmiah yang
sederhana”. Memiliki sifat ilmiah
didalam mengenal alam
sekitarnya dan memecahkan masalah
yang dihadapinya, serta
menyadari kebesaran penciptanya.
2) Memiliki bekal pengetahuan dasar yang
diperlukan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Secara
khusus fungsi Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar, yaitu :
1) Memberikan
pengetahuan tentang berbagai
jenis lingkungan alam dan
lingkungan buatan dalam
kaitannya dengan pemanfaatan
bagi kehidupan sehari-hari.
2) Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai
yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan kesadaran
hubungan keterkaitan yang
saling mempengaruhi antara kemajuan
IPA dan teknologi
dengan keadaan lingkungan dan
manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari.
4) Mengembangkan kemampuan
untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek),
serta ketrampilan yang
berguna untuk kehidupan sehari-hari
maupun untuk melanjutkan
pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi.
5) Pernyataan
di atas lebih menekankan
kepada yang seharusnya dilakukan pelajaran ilmu pengetahuan alam.
Dengan kata lain fungsi ilmu pengetahuan alam
akan menjadi acuan
dalam melakukan kewajiban
sehingga apa yang
tertulis di dalam fungsi
mata pelajaran IPA
dapat diimplementasikan dalam
kegiatan belajar mengajar dalam kehidupan sehari-hari.
2. Motivasi
a.
Pengertian Motivasi
Kata
“motif” diartikan sebagai
daya upaya yang
mendorong seseorang
melakukan sesuatu. Motif
dapat dikatakan sebagai
daya penggerak dari dalam
dan dalam subjek
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
demi mencapai suatu
tujuan. Bahkan motif
dapat diartikan sebagai suatu
kondisi intern. Berawal
dari kata motif
itu, maka motivasi dapat
diartikan sebagai daya
penggerak yang telah
menjadi aktif.
Motif
menjadi aktif pada
saat-saat tertentu, terutama
bila kebutuhan untuk mencapai tujuan dirasakan atau
mendesak. Motivasi merupakan proses
pengarahan atau pemberian
perangsang terhadap individu dalam
rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan. Motivasi menyangkut
proses psikologis, yang
sifatnya kompleks yang di dalamnya terkandung
berbagai aspek yang
mempengaruhi kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan oleh individu.
Adam Ibrahim Wijaya (1983:62) mengemukakan bahwa “...motivasi sesungguhnya merupakan
proses psikologis dalam
mana terjadinya interaksi sikap,
kebutuhan, persepsi, proses
belajar, dan pemecahan masalah...”
Mc. Donald dalam Sardiman (2007: 73)
menyatakan bahwa motivasi adalah
perubahan energi dalam
diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya feeling
dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Berdasarkan
pegertian tersebut dapat
diartikan bahwa motivasi menyebabkan adanya
perubahan energi pada
diri seseorang yang dapat
menentukan tingkah laku
individu tersebut yang
terdorong oleh adanya tujuan. Pada dasarnya
karakteristik motivasi ialah
sebagai hasil dari kebutuhan, terarah
pada suatu tujuan,
dan menopang perilaku.
Motivasi suatu individu yang tinggi akan mengarahkan perilaku yang baik
dan sesuai dengan arah tujuan
sehingga membawa hasil
yang baik. Sebaliknya
jika motivasi yang dimiliki
lemah maka perilaku
atau perbuatan yang dikerjakan akan
tidak sungguh-sungguh, tidak
terarah dan kemungkinan besar tidak akan membawa hasil.
Menurut beberapa
ahli psikologi, pada
diri seseorang terdapat penentuan tingkah laku.
Faktor penentu tersebut adalah
motivasi atau daya penggerak tingkah
laku manusia. Motivasi
merupakan dorongan keras dalam
diri seseorang untuk
melakukan tujuan tertentu
yang ingin dicapainya.
Arcy
(Soeharto 1998: 116)
dalam the Science and
Art of Teaching memberikan batasan
tentang motivasi sebagai
berikut “An internal state that
leads to effort
expended toward objectives” atau
jika diterjemahkan secara bebas
adalah kondisi internal dalam diri seseorang yang mempunyai peranan penting
dalam mengupayakan tercapainya tujuan instruksional. Sutadipura
(1985: 114) menyatakan
bahwa motivasi adalah
suatu proses yang dapat:
1) membimbing anak-anak
didik kita ke arah pengalaman-pengalaman dimana
kegiatan belajar itu
dapat berlangsung; 2) memberikan
kepada pesrta didik
kekuatan dan keaktifan
serta memberikan kepadanya kewaspadaan
yang memadai; 3)
pada suatu saat
mengarahkan perhatian mereka terhadap suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang
telah disampaikan oleh para
ahli dapat disimpulkan
bahwa apabila motivasi diterapkan
dalam bidang pendidikan maka motivasi belajar dapat diartikan
sebagai dorongan dalam diri
individu berupa gairah,
kesenangan, maupun semangat
untuk melakukan sesuatu dalam
hal ini belajar
guna mencapai tujuan
tertentu. Siswa yang mempunyai
motivasi belajar yang
kuat akan mempunyai banyak energi
untuk melakukan kegiatan
dalam rangka proses
belajar. Motivasi belajar dalam
penelitian ini akan
diamati dan diukur
melalui respon dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
dikelas yang dilihat dari
banyaknya siswa yang
bertanya, menjawab pertanyaan, menyimak pelajaran, dan
lain-lain. Selain itu, respon siswa dapat diketahui dari hasil obsevasi dan
diskusi dengan guru dan siswa.
b.
Jenis-jenis Motivasi
Lebih
lanjut Komaruddin (1983:306)
menggolongkan motivasi ke dalam
dua jenis, yaitu:
1) Motivasi
Intrinsik, adalah motivasi
yang timbul dari
dalam diri seseorang, motivasi ini sering di sebut
motivasi murni.
2) Motivasi
ekstrinsik, yang timbul
disebabkan oleh faktor
yang datang dari
luar diri seseorang
misalnya: pujian, hadiah,
kenaikan pangkat dan gaji.
Dari
pengertian di atas,
motivasi intrinsik adalah
daya penggerak yang
timbul dari dalam
diri individu yang
mempengaruhi, dan membimbing
ke arah aktivitas
yang sifatnya khas
dan berbeda antara
individu yang satu dengan individu yang lain. Motivasi
dipandang sebagai dorongan
mental yang menggerakan
dan yang mengarahkan
perilaku manusia, termasuk
prilaku belajar. Dalam motivasi
terkandung adanya keinginan
yang mengaktifkan, menggerakan,
menyalurkan, dan mengarahkan
sikap dan prilaku
individu belajar (Koeswara, 1989; Siagian, 1989; Schein, 1991;
Biggs dan Telfer, 1987).
Ada
tiga komponen utama dalam motivasi (Koeswara,
1989; Siagian, 1989; Schein, 1991; Biggs dan Telfer, 1987) yaitu:
1)
Kebutuhan.
Kebutuhan terjadi
bila individu merasa ada
ketidak seimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan.
2)
Dorongan.
Dorongan merupakan kekutan mental untuk melakukan
kegiatan dalam rangka memenuhi
harapan. Dorongan merupakan
kekuatan mental yang
berorientasi pada pemenuhan
harapan atau pencapaian
tujuan. Dorongan yang
berorientasi pada tujuan merupakan inti motivasi.
3)
c. Tujuan.
Tujuan
adalah hal yang
ingin dicapai oleh
seorang individu. Tujuan
tersebut mengarahkan prilaku dalam hal ini prilaku belajar.
Nurhayati (dalam
Maulana 2009:17) berpendapat bahwa
“...Motivasi adalah dorongan
atau usaha untuk
menciptakan situasi, kondisi
dan aktivitas belajar,
karena didorong adanya
kebutuhan untuk mencapai
tujuan belajar...”
Hamalik (1995:
109, dalam Saputri :
2004) mengungkapkan bahwa
motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
1)
Motivasi menentukan tingkat
keberhasilan siswa
2)
Motivasi merupakan pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan
3)
Motivasi menuntut
adanya kreativitas dan
imajinasi guru untuk
berupaya bersungguh-sungguh mencari
cara yang relevan
dan sesuai guna memelihara motivsi siswa.
4)
Kedisiplinan kelas tergantung
pada motivasi siswa
5)
Penggunaan azas
motivasi belajar merupakan
sesuatu yang essensial
dalam proses belajar dan pembelajaran.
Motivasi
dapat diartikan sebagai
suatu upaya untuk
menimbulkan atau meningkatkan
dorongan untuk mewujudkan
perilaku tertentu yang
terarah pada pencapaian suatu tujuan tertentu (Mohamad Surya, 2003: 16). Motivasi
mempunyai karakteristik (Mohamad
Surya, 2003: 18)
sebagai berikut: 1) Sebagai hasil
dari kebutuhan, 2) Terarah kepada tujuan
dan 3) Menopang perilaku.
Motivasi dapat
digambarkan dalam kerangka
bentuk yang sederhana (Mohamad Surya: 2003). yaitu:
Motif → perilaku → tujuan. Kerangka
di atas merupakan
model proses motivasi
yang bersifat umum.
Dalam kenyataannya motivasi
merupakan suatu proses
yang kompleks sesuai
dengan kompleksnya kondisi
prilaku manusia dengan
segala aspek yang terkait baik eksternal maupun internal.
Berdasarkan hal-hal
di atas, beberapa
prinsip motivasi yang
dapat dijadikan acuan adalah
antara lain:
1)
Prinsip kompetisi
Prinsip
kompetisi merupakan persaingan
secara sehat baik
inter maupun antara pribadi.
2)
Prinsip pemacu
Dorongan
untuk melakukan berbagai
tindakan akan terjadi
apabila ada pemacu
tertentu. Pemicu dapat
berupa informasi, nasehat,
amanat, peringatan, dan lain
sebagainya.
3)
Prinsip pengajaran dan hukum
Ganjaran
yang diterima seseorang
dapt meningkatkan motivasi
untuk melakukan tindakan yang
menimbulkan ganjaran itu.
4)
Kejelasan dan kedekatan tujuan
Makin jelas dan makin dekat suatu tujuan maka akan makin
mendorong seseorang untuk melakukan
tindakan.
5)
Pemahaman hasil
Hasil yang dicapai
seseorang akan merupakan
balikan dari upaya yang
telah dilakukannya, dan
itu semua dapat
memberikan motivasi untuk
melakukan tindakan selanjutnya.
6)
Pengembangan minat
Motivasi
seseorang cenderung akan
meningkat apabila yang
bersangkutan memiliki minat yang besar terhadap tindakannya.
7)
lingkungan yang kondusif
Lingkungan kerja
yang kondusif baik
lingkungan fisik, sosial,
maupun psikologis dapat
menumbuhkan dan mengembangkan
motif untuk bekerja dengan baik.
8)
Keteladanan
Prilaku guru
dapat meningkatkan motivasi
belajar para siswa
dan sebaliknya dapat menurunkan
motivasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian
di atas motivasi merupakan
salah satu faktor yang
dapat menentukan suatu kegiatan pembelajaran yang efektif.
c.
Indikator Motivasi Belajar
Sardiman (Hasna,
2008: 77) mengungkapkan
bahwa dalam proses
pembelajaran, motivasi memiliki peranan yang sangat penting untuk
menciptakan suatu pelajaran
yang baik. Adanya
motivasi yang tinggi
pada diri siswa memungkinkan dirinya
dapat mengembangkan aktivitas
dalam setiap kegiatan belajar yang
dilakukan. Motivasi dapat
mengarahkan dan menjaga
ketekunan siswa dalam belajar baik di kelas maupun diluar kelas.
Motivasi yang
dapat diamati secara
langsung adalah tingkah
laku yang didorongnya yaitu dengan cara
mengidentifikasi beberapa indikator tingkah laku yang memperlihatkan adanya motivasi belajar.
Indikator tersebut diantaranya:
1)
Durasi kegiatan
(berapa lama kemampuan
penggunaan waktunya untuk
melakukan kegiatan)
2)
Frekwensi kegiaatan
( berapa sering
kegiatan dilakukan dalam
periode tertentu)
3)
Persitensinya (ketepatan dan
kelekatannya) pada tujuan kegiatan.
4)
Ketabahan, keuletan,
dan kemampuan dalam
menghadapi rintangan dan
kesultan dalam mencapai tujuan
5)
Tingkatan aspirasinya (maksud,
rencana,cita-cita, sasaran atau target, dan
idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
6)
Tingkatan kualifikasi prestasi
atau produk yang dicapai dari kegiatannya.
3. Hasil
Belajar Siswa
a. Hasil Belajar
Hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar
mempunyai peranan penting
dalam proses pembelajaran. Proses
penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru
tentang kemajuan siswa
dalam upaya mencapai
tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Menurut Dimyati dan
Mudjiono (2007:213) mengungkap bahwa
hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi
siswa dan dari sisi guru.
Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental
yang lebih baik
bila dibandingkan pada
saat sebelum belajar.
Prestasi adalah
hasil yang telah
dicapai seseorang dalam
melakukan kegiatan. menurut
Bloom dalam Suharsimi
Arikunto (1990: 110)
bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Oemar
Hamalik (2000:67) mengatakan bahwa
“hasil belajar adalah
bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan
tingkah laku pada
orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan
dari tidak mengerti menjadi mengerti.”
Hasil belajar
merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan belajar, karena
kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan
prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil
belajar yaitu : Keterampilan dan
kebiasaan, pengetahuan dan
pengertian, sikap dan
cita-cita yang masing-masing
golongan dapat diisi
dengan bahan yang
ada pada kurikulum sekolah (Nana Sudjana, 2004:22).
Berdasarkan teori
Taksonomi Bloom hasil
belajar dalam rangka
studi dicapai melalui tiga kategori
ranah antara lain
kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai
berikut:
1) Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan
penilaian.
2) Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan
nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu
menerima, menjawab atau
reaksi, menilai, organisasi
dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3) Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan
motorik, manipulasi benda-benda,
koordinasi neuromuscular
(menghubungkan, mengamati).
b. Belajar Siswa
Belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian
kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek
belajar itu mengalami atau melakukannya. Belajar sebagai
kegiatan individu sebenarnya
merupakan
rangsangan-rangsangan
individu yang dikirim
kepadanya oleh lingkungan.
Dengan demikian terjadinya
kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang individu dapat dijelaskan dengan
rumus antara individu dan lingkungan. Sedangkan
pengertian belajar (Depdikbud,
1995: 14) adalah
berusaha mencapai memperoleh kepandaian
atau ilmu. Namun
banyak orang yang beranggapan bahwa
yang dimaksud dengan
belajar adalah mencari
ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi
yang lebih khusus
mengartikan bahwa belajar
adalah menyerap pengetahuan.
Belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam tingkah laku manusia. Proses
tersebut tidak akan
terjadi apabila tidak
ada sesuatu yang
mendorong pribadi yang bersangkutan. Hasil belajar
dikatakan sempurna apabila
memenuhi tiga aspek,
yaitu : kognitif, afektif,
dan psikomotor. Sebaliknya
dikatakan hasil kurang
memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga aspek
tersebut.
Berdasarkan
pengertian di atas, maka dapat di jelaskan bahwa hasil belajar merupakan tingkat
kemanusiaan yang dimilki
siswa dalam menerima,
menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses
belajar mengajar. Hasil belajar sesorang
sesuai dengan tingkat
keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi
pelajaran yang dinyatakan
dalam bentuk nilai
raport setiap bidang studi
setelah mengalami proses belajar mengajar. Hasil belajar siswa dapat
diketahui setelah diadakan
evaluasi, hasil dari
evalusai dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya
prestasi belajar siswa.
Untuk mencapai
hasil belajar siswa
sebagaimana yang diharapkan
maka perlu diperhatikan beberapa faktor yamg mempengaruhi hasil dan
prestasi belajar, anatar lain : faktor yang terdapat dalam diri siswa (intern)
dan faktor yang terdiri dari luar diri
siswa (ekstern). Faktor
yang berasal dari
dalam diri anak bersifat biologis, sedangkan faktor yang
berasal dari luar diri anak yaitu, faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan
sebagainya.
c. Faktor-faktor Keberhasilan Belajar
Setiap proses
belajar mengajar selalu
menghasilkan hasil belajar, masalah yang dihadapi adalah sampai
tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa adalah
tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, bahan dan alat evaluasi, dan
suasana evaluasi. (Syaiful B, Aswan Z ; 2002)
1) Tujuan
Tujuan adalah
pedoman sekaligus sebagai
sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar.
Kepastian dari perjalanan proses belajar
mengajar berpangkal tolak
dari jelas tidaknya
perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya
tujuan sama halnya
keberhasilan pengajaran.
Akhirnya, tujuan merupakan
salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar dalam setiap kali pertemuan kelas.
2) Guru
Guru adalah
tenaga pengajar yang
memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada
anak didik disekolah.
Guru adalah orang
yang berpengalaman dalam bidang
profesinya dengan keilmuan
yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang
cerdas.
3) Anak Didik
Anak didik
adalah orang yang
dengan sengaja datang
ke sekolah untuk di didik agar
menjadi orang yang berilmu pengetahuan
dikemudian hari, tugas itu diemban oleh guru dengan penuh tanggung jawab. Sikap
minat, bakat dan motivasi anak terhadap pelajaran pun akan mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar. Anak
didik adalah unsur manusia yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari
kegiatan itu, yaitu keberhasilan belajar mengajar.
4) Kegiatan Pengajaran
Kegiatan
pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik, guru
menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik
adalah orang yang dibimbing kedalam lingkungan belajar yang
telah diciptakan oleh
guru. Gaya mengajar
dapat mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Penggunaan metode
mengajar akan mempengaruhi
tinggi rendahnya keberhasilan belajar mengajar.
5) Bahan dan Alat Evaluasi
Bahan evaluasi
adalah suatu bahan
yang terdapat didalam kurikulum yang
sudah dipelajari oleh
anak didik guna
kepentingan ulangan.
Biasanya bahan pelajaran
itu sudah dikemas
dalam bentuk buku paket
untuk dipakai oleh
anak didik, guna
kepentingan belajar mengajar di kelas.
6) Suasana Evaluasi
Suasana evaluasi
merupakan faktor yang
mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar, pelaksanaan
evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam
kelas, semua anak
didik dibagi menurut
kelas dan tingkatannya. Besar
kecilnya jumlah anak didik
yang dikumpulkan di dalam kelas
akan mempengaruhi suasana
dalam kelas, sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang
dilakukan.
d. Tipe-tipe Hasil Belajar
Tipe-tipe hasil
belajar sangat penting
diketahui oleh seorang
guru agar dapat menyusun
perencanaan pengajaran, khususnya
dalam merumuskan rencana tujuan
pengajaran. Biasanya tujuan
pengajaran dirumuskan dalam bentuk
kognitif, afektif, dan
psikomotor yang diharapkan dapat
memiliki atau dikuasai oleh siswa setelah menyelesaikan pelajaran.
4. Ketuntasan Belajar
Konsep
ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran
tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”.
Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas,
artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa
mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil
belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk
mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami
pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor
tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas.
Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah
ditetapkan.
Block,
James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery learning dapat memberikan
semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat membantu mengembangkan minat
dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam
pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain: (1)
pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center), (2)
mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual
personal), (3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous
progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental
units) (KTSP SDN Sumberkembar 02, 2007).
Dalam pembelajaran tuntas seorang siswa yang dapat mempelajari unit
pelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika
siswa yang bersangkutan telah menguasai secara tuntas sesuai standar ketuntasan
belajar minimal yang telah ditentukan oleh sekolah. Dalam pembelajaran tuntas
terdapat dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial
dan layanan program pengayaan. Pertama, layanan program remedial
dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan
bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan tugas-tugas atau perlakuan
secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran
reguler, (c) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang
belum dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah
siswa mengikuti tes/ujian semester.
Kedua,
layanan program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bacaan
tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan yang masih dalam
lingkup seputar KD yang dipelajari, (b) eksperimenuntuk melakukan analisis
gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (c) memberikan soal-aoal
latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (d) membantu guru dalam rangka
membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (e) materi pengayaan
diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, (f) program pengayaan dilaksanakan
setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran tuntas menjadi dasar dari konsep ketuntasan belajar. Sehingga guru
diharapkan menerapkan pembelajaran tuntas dalam kegiatan belajar mengajar.
Dengan pembelajaran tuntas, siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar
yang ideal.
Ketuntasan
belajar adalah proses belajar mengajar yang juga bertujuan agar bahan ajaran
dikuasai secara tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Sebagai guru
yang dalam mengajar menggunakan pendekatan mastery
learning apabila menemukan siswanya mempunyai kemampuan yang berbeda-beda
dalam menangkap pelajaran, hendaknya guru benar-benar memahami apa saja beberapa
variabel ketuntasan belajar. Variabel ketuntasan belajar antara lain:
1) Bakat siswa (guru hendaknya
mengetahui bakat terbesar yang dipunyai siswa agar siswa bisa langsung
diarahkan dengan tepat sehingga nantinya ada korelasi antara bakat dengan hasil
belajar
2) Ketekunan belajar (guru harus
bisa mendorong siswanya agar mempunyai motivasi untuk belajar.misalnya saja
dengan diadakanya pretest sehingga mau tidak mau siswa harus belajar)
3) Kualitas pembelajaran (kualitas
pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan
unsur-unsur tugas belajar jadi berkualitas atau tidaknya suatu pembelajaran ada
di tangan guru)
4) Kesempatan yang tersedia untuk belajar dalam
memahami mata pelajaran, bidang studi,atau pokok bahasan yang berbeda-beda
sesuai dengan tingkat kesulitannya dalam hal ini guru harus benar-benar paham)
Ketuntasan
belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan
siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan
belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya
untuk masing-masing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri
kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria
ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara
berkelanjutan sampai mendekati ideal.
5. Metode Pembelajaran
Menurut
Winarno Surakhmad (1984 : 19), metode adalah cara yang di dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, berlaku baik bagi guru maupun siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran
ditentukan oleh ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran sesuai dengan
materi yang harus disampaikan pada siswa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
suatu metode, diantaranya adalah siswa, tujuan pembelajaran, situasi setempat,
fasilitas yang terdapat dalam kelas, dan profesionalisme guru.
Ada beberapa
metode yang lazim digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengatahuan Alam, antara
lain adalah metode diskusi, demonstrasi dan eksperimen. dimana masing-masing
metode mempunyai suatu karakteristik dan kelebihan atau kekurangan. Tidak ada
suatu metode yang paling baik, tetapi penggunaan metode harus disesuaikan
dengan kebutuhan.
Pendekatan
khusus dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah pendekatan keterampilan
proses yaitu seluruh keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh,
mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip–prinsip, hukum–hukum,
keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. (Nuryani dan Andrian Rustam,
1997 : 45)
6. Metode Eksperimen dalam Pembelajaran
IPA
a. Pengertian Metode Eksperimen
Proses belajar
dan mengajar yang
efektif memerlukan penggunaan strategi, metode dan
media pembelajaran yang
tepat. ‘’metode pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara-cara yang
dilaksanakan untuk mengadakan interaksi belajar
mengajar dalam rangka
mencapai tunjuan pembelajaran’’ (Suharjo, 2006:56).
Metode pembelajaran
harus dipilih dan
dikembangkan untuk
meningkatkan aktipitas dan
kreatifitas peserta didk.
Didalam pembelajaran IPA banyak
metode metode-metode yang
digunakan salah satu
diantaranya adalah metode eksperimen.
Dalam proses pembelajaran IPA, keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga
peserta didik dapat
mengalami proses pembelajaran
secara utuh, memahami fenomena dan melalui kegiatan pemecahan
masalah.
Schoner (1996)
yang dikutip oleh
Palendeng (2003:81) menyatakan
metode eksperimen adalah
metode yang sesuai
untuk pembelajaran IPA (Sains), karena metode eksperimen maupun
memberikan kondisi belajar yang tepat
mengembangkan kemampuan berpikir
dan kreatifitas secara
optimal. Siswa diberi kesempatan
untuk menyusun sendiri
konsep-konsep dalam stuktur
kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidu-pannya. Keberhasilan proses
belajar mengajar (PBM)
tergantung pada banyak faktor
salah satunya adalah metode
mengajar yang dilakukan
oleh pendidik (guru). Guru
yang megajar dengan
metode yang tepat
akan membuat siswa senang,
tekun, antusias, dan
mudah memahami materi
pelajaran sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai secara
optimal. Ada berbagai
macam metode mengajar yang dapat dilakukan oleh guru salah satunya
adalah metode eksperimen. Salah satu
metode mengajar yang
penting dan erat
kaitannya dengan
pembelajaran IPA adalah
metode eksperimen. Metode
eksperimen merupakan suatu metode
mengajar dimana guru
bersama siswa mencoba mengerjakan sesuatu
serta mengamati proses
dari hasil percobaan
itu, misalnya ingin memperoleh
jawaban tentang kebenaran
sesuatu, mencari cara-cara yang
lebih baik, mengetahui
elemen atau unsur-unsur
apakah yang ada pada
suatu benda, ingin
mengetahui apakah yang
akan terjadi, dan sebagainya.
Metode eksperimen
adalah metode yang
menekankan untuk menemukan kebenaran
atas pendapat orang
lain tentang satu
teori. Satu hal yang
penting dalam eksperimen yaitu
siswa yang melakukan
percobaan itu dapat menguasai
situasi yang berarti bahwa yang melakukan percobaan harus dapat menghilangkan atau
menimbulkan berbagai macam
situasi sesuai dengan
kehendaknya. Eksperimen adalah cara
penyajian pelajaran dimana
siswa melakukan percobaan dengan
mengalami dan membuktikan
sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam
proses pembelajaran melalui
metode eksperimen, siswa diberi
kesempatan untuk mengalami
sendiri, atau melakukan
sendiri, mengikuti suatu proses,
mengamati suatu objek,
menganalisis, membuktikan, dan
menarik kesimpulan sendiri tentang objek, keadaan atau proses tertentu.
Berdasarkan hasil
penemuan Dr. Umar
Fauzi (dalam (Herawati, 2006:11-12),
metode eksperimen dalam pembelajaran
IPA mempunyai 3
manfaat, antara lain :
1) Mendorong siswa untuk berpikir
kritis, kreatif dan
inovatif dengan bekal
onsep yang diajarkan. 2) menuntun
siswa melakukan pengatan, melakukan penafsiran dan dugaan terhadap
data. 3) Memandu
siswa menemukan sendiri
suatu kaidah, aturan atau
hukum alam yang
sering dipakai dalam
pembahasan IPA.
Dalam proses
belajar mengajar dengan
metode eksperimen
(percobaan) ini siswa
diberi kesempatan untuk
mengalami sendir atau melakukan sendiri,
mengikuti proses, mengamati
objek, menganalisis,
membuktikan dan menarik
kesimpulan sendiri tentang
suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian
siswa dituntut untuk
mengalami sendiri, mencari tahu
suatu kebenaran, atau
mencoba mencari data
baru yang diperlukannya, mengolah sendiri
membuktikan suatu hukum
atau aidil, dan
menarik kesimpulan atau proses yang dialaminya.
Ditinjau dari
teori perkembangan kagnitif
Piaget, siswa berada
pada tahap operasional konkrit. Oleh karena itu siswa akan lebih mudah
memahami konsep-konsep melalui peristiwa nyata. Brunner (dalam (Hilda dan Margareta, 2002:42). menyatakan bahwa
cara berpikir kongkret
akan membawa siswa kearah
berpikir konseptual dengan
cara yang lebih
mudah. Artinya melalui pengalaman
langsung dan objek nyata mempersiapkan siswa berpikir ketahap yang lebih tinggi
yakni tahap simbol/pictorial.
Penggunaan metode
ini bertujuan agar
siswa mampu mencari
dan menemukan sendiri berbagai
jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan
mengadakan eksperimen sendiri
dan juga dapat
terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking ). Metode eksperimen
diartikan sebagai cara
belajar mengajar yang melibatkan aktifkan
peserta didik mengalami
dan membuktikan sendri
hasil percobaan itu. (Sumantri dan Permana, 1998/1999).
Dalam
melakukan eksperimen dalam pembelajaran IPA, bahan-bahan yang digunakan tidak
harus tetbuat dari bahan-bahan yang maahal, sebab IPA dipelajari dengan memakai bahan-bahan
sederhana yang biasa dijumpai anak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
alat-alat dan bahan sederhana yang telah mereka kenal pusat perhatian siswa
akan lebih terpusat obyek yang diselidiki. Dengan demikian
penggunaan alat dan
bahan sederhana eksperimen dapat memberikan
kesempatan pada siswa
untuk mengembangkan berfikir dalam memecahkan suatu masalah.
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan
bahwa metode eksperimen dalam
pembelajaran sangat penting
dilakukan terutama untuk menggali dan
mengembangkan potensi peserta
didik. Pengguna metode eksperimen dalam
pembelajaran IPA merupakan
hal yang sangat
tepat, sehingga anak terbiasa
untuk berpikir dan
memecahkan masalah sendiri melalui kegiatan
eksperimen sehingga pada
akhirnya tingkat berpikir
anak akan terlatih dan berkembang secara optimal.
b. Kelebihan dan Kekurangan Metode
Eksperimen
Metode
eksperimen lebih sesuai untuk menyajikan pembelajaran IPA, namun seperti
metode lainnya. Metode
eksperimen juga memiliki
kelebihan dan kekurangan.
1) Membuat
peserta didk percaya
pada kebenaran kesimpulan percobaannya sendiri
dari pada hanya
menerima kata guru
atau dari buku.
2) Peserta
didik aktif terlibat
mengumpulkan fakta, informasi
atau data yang diperlukan
melaluui percobaan yang dilakukan.
3) Dapat
menggunakan dan menjelaskan
prosedur metode ilmiah
dan bepikir ilmiah.
4) Memperkaya
pengalaman dengan hal-hal
yang bersifat objektif realistis dan menghilangkan
verbalisme.
Selain kelebihan
tersebut, metode eksperimen
juga memiliki kelemahan, yang
sebagai berikut:
1) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan
bidang IPA dan teknologi.
2) Metode ini menuntut ketelitian, keuletan,
dan ketabahan.
3) Setiap eksperimen tidak selalu memberikan
hasil yang diharapkan.
4) Dalam kehidupan tidak semua hal dapat
dijadikan materi eksperimen.
c. Pelaksanaan Metode Eksperimen
Meskipun metode
eksperimen memiliki beberapa
kekurangan, tetap dianggap baik
digunakan guru asalkan
dilakukan dengan pertimbangan
yang matang dilaksanakan secara
efektif sehingga menggunakan
metode ini berhasil sesuai
dengan apa yang
diharapkan. Terhadap beberapa
langkah-langkah yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Persiapan Eksperimen
Persiapan ekperimen
yang matang mutlak
diperlukan untuk mengadakan
sesuatu eksperimen, yang perlu dipersiapkan
atara lain:
a) Menetapkan tujuan eksperimen
b) Mempersiapkan berbagai alat atau bahan
yang diperlukan
c) Mempersiapkan tempat eksperimen
d) Mempertimbangkan tujuan
siswa dengan alat
yang diperlukan dengan tempat
eksperimen
e) Mempersiapkan soal
dan keamanan dan
kesehatann agar dapat memperkecil atau
menghindarkan resiko berbahaya
atau merugikan
f) Memperhatikan soal
disiplin atau tata
tertib, terutama dalam menjaga peralatan dan bahan yang akan
digunakan
g) Memberikaan penjelasan tentang apa yang
harus diperhatikan dan tahapan-tahapan
yang mesti dilakukan
siswa, termasuk yang dilarang atau yang membahayakan
2) Pelaksanaan Eksperimen
Setelah semua
diperiksakan, termasuk apa
yang seharusnya dilakukan siswa
dan dalam mengadakan eksperimen, kegiatan selanjutnya ialah:
a) Siswa memulai percobaan
b) Pada waktu percobaan yang dilakukan guru,
memperhatikan apabila perlu,
mendekati untuk mengamati
proses percobaan yang
dilakukan siswa atau
mendiskusikan gejala-gejala yang ditemukan siswa serta
memberikan dorongan dan
bantuan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa.
c) Selama
proses berjalan, guru
hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan
3) Tindakan Lanjut Eksperimen
Setelah eksperimen
dilakukan siswa, kegiatan-kegiatan selanjutnya antara lain:
a) Meminta siswa untuk mengumpulkan laporan
eksperimen siswa untuk diperiksa guru.
b) Mendiskusikan masalah-masalah yang
ditemukan eksperimen.
c) Memeriksa
dan menyimpan segala
peralatan yang digunakan
dengan membersihkannya terlebih dahulu. (Rusyan, dkk, 1991:99).
Metode
eksperimen adalah alat yang penting untuk mendapatkan data yang baik pembelajaran
dengan metode ekperimen menurut Palendeng (2003:102) meliputi tahap-tahap
sebagai berikut:
a) Meminta siswa mengumpulkan eksperimen
siswa diperiksa guru.
b) Mendiskusikan masalah-masalah yang
ditemukan selama eksperimen
c) Memeriksa dan menyimpan kembali segala
peralatan yang digunakan dengan membersihkannya terlebih dahulu. (Rusyan, dkk,
1991:102).
Metode
eksperimen adalah alat yang penting untuk mendapatkan data yang baik
pembelajaran metode eksperimen
menurut Palendeng (2003:104) meliputi tahap-tahap sebagai
berikut:
a) Percobaan
awal, pembelajaran diawali
dengan melakukan percobaan yang didemokratisikan guru
atau dengan mengamati
fenomena alam. Demontrasi ini
menampilkan yang berkaitan dengan materi
yang akan dipelajari.
b) Pengamatan, merupakan
kegiatan siswa saat
guru melakukan percobaan. Siswa
diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.
c) Hipotesis
awal ,siswa dapat
merumuskan hipotesis sementara bedasarkan hasil pengamatannya.
d) Vertifikasi, kegiatan
untuk membuktikan kebenaran
dari dugaan awal yang
telah dirumuskan dan
dilakukan melalui kerja
kelompok. Siswa diharapkan merumuskan hasil
percobaan dan membuat
kesimpulan, selanjutnya dilaporkan hasilnya.
e) Aplikasi
konsep, setelah siswa
merumuskan dan menemukan
konsep, hasilnya
diaplikasikan dalam kehidupan.
Kegiatan ini merupakan pemantapan konsepyang
dipelajari.
f) Evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah
selesai konsep. Penerapan
pembelejaran dengan metode
eksperimen akan membantu siswa untuk
memahami konsep. Pemahaman konsep dapat diketahui apabila
siswa mampu mengutarakan
secara lisan, tulisan,
maupun aplikasi dalam kehidupannya. Dengan
kata lain, siswa
memiliki kemampuan menjelaskan, menyebutkan, memberikan
contoh, dan menerapkan
konsep terkait dengan meteri pembelajaran.
Roestiyah (2001:44)
menyatakan tentang prosedur
eksperimen adalah sebagai berikut:
(1) Perlu dilaksanakan
kepada siswa tentang
tujuan eksperimen, mereka harus memahami masalah yang
akan dibuktikan melalui eksperimen,
(2) Memberi penjelasan
kepada siswa tentang
alat-alat serta bahan-bahan yang
akan dipergunakan dalam
eksperimen, hal-hal yang
perlu dikontrol ketat, urutan eksperimen dan hal-hal yang perlu dicatat, (3) Selama
eksperimen berlangsung guru
harus mengawasi pekerjaan
siswa, bila perlu memberi saran atau
pertayaan yang menunjang
kesempurnaan berjalannya
eksperimen, (4) Setelah
eksperimen selesai, guru
harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, berdiskusi di kelas
dan mengevaluasi tes atau tanya jawab
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Untuk menambah literatur dan bahan kajian dalam penulisan laporan
pelaksanaan pembelajaran ini, penulis menggunakan beberapa sumber literatur
berupa hasil penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang peneliti
laksanakan, antara lain :
1. Ulum, Nurul. 2009. Penerapan metode
eksperimen untuk meningkatkan hasil belajar IPA konsep benda dan sifatnya Kelas
IV SDN Plososari III Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan. Skripsi, Program Studi S1 pendidikan guru
sekolah dasar, Jurusan kependidikan sekolah dasar dan prasekolah, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Pembimbing : Dra. Sukamti, M.Pd. (2)
Drs. H. Syaiful Imam, M.Pd.
Hasil
penelitian setelah diterapkan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA konsep
benda dan sifatnya menunjukkan adanya peningkatan kerja ilmiah siswa dari
siklus I dengan rata-rata 67,5% ke siklus II meningkat rata-ratanya menjadi
70%. Sehingga dapat diketahui bahwa ada peningkatan kerja ilmiah sebesar 2,5%.
Begitu juga dengan hasil belajar kognitif siswa meningkat dari siklus I dengan
rata-rata 71,87 ke siklus II meningkat rata-ratanya menjadi 76,25. persentase
ketuntasan kelas pada siklus I adalah 71%, dan pada siklus II meningkat menjadi
93%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan agar di dalam pembelajaran
IPA dapat menerapkan metode eksperimen untuk meningkatkan kerja ilmiah dan
hasil belajar kognitif siswa.
2.
Sumiyati,
Wiwik 2010. Penerapan Metode Eksperimen
Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran IPA Pada Siswa
Kelas V SDN Pagentan 05 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang Tahun Pelajaran
2009/2010. UAP. Program
Studi PJJ S-I PGSD Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Pembimbing :
Dra. Hj. Sukamti, M. Pd
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang dilakukan pada satu kelas agar diperoleh pengamatan yang
mendalam. Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2
pertemuan. Evaluasi dilaksanakan dua kali setelah pertemuan 2 dan pertemuan 4
selesai. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu tahap rencana tindakan
(planning, pelaksanaan tindakan (action), mengamati (observasi) dan melakukan
refleksi (reflection).
Ketuntasan belajar yang dapat dicapai
oleh siswa pada pra tindakan adalah 24 % (6 siswa), pada siklus I ketuntasan
belajar siswa mencapai 32 % (8 siswa) dan pada siklus 2 nilai ketuntasan
belajar siswa mencapai 84 %. (29 siswa). Nilai rata-rata yang dapat dicapai
oleh siswa adalah 69,92 % SKBM untuk mata pelajaran IPA adalah 60 %. Ini
berarti sudah mencapai SKIM yang telah ditentukan oleh Dinas Pendidikan
Kecamatan Singosari. Pada penelitian ini rata-rata nilai IPA yang diperoleh
siswa mencapai > 70, ini berarti secara klasikal dianggap telah tuntas
belajar.
3.
Hakim, Lukman. 2010. Penerapan
Model Pembelajaran Eksperimen untuk meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa kelas
V SDN Kandung Pasuruan. Skripsi. Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Pra Sekolah. Program Studi S
I PGSD. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Pembimbing (I) Drs.
Heru Agus Triwidjaja, M. Pd. Pembimbing (II). Dr. Musa
Sukardi. M. Pd.
Penelitian
ini dilakukan oleh peneliti sendiri dengan dibantu oleh guru wali kelas V SDN
Kandung Pasuruan dan teman mahasiswa sebagai observer, penelitian ini dilakukan
melalui tiga tahapan yaitu : Pra tindakan, siklus I, dan siklus II. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran eksperimen dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN kandung. Hal ini dapat ditunjukkan
pada kemampuan guru dalam membuat RPP mengalami peningkatan dari (87, 5) pada
siklus I menjadi (89) pada siklus II, sedangkan kemampuan guru dalam menerapkan
model pembelajaran eksperimen menunjukkan peningkatan dari (84, 1) pada
siklus I menjadi (87, 5) pada siklus II. Aktivitas belajar siswa pada siklus I
terdapat 9 siswa yang mendapatkan skor antara (56-70) dengan
tingkat keberhasilan cukup, dan 19 siswa yang mendapatkan skor antara (71-85)
dengan tingkat keberhasilan baik. Pada siklus II terdapat 4 siswa yang
mendapatkan skor antara (56-70) dengan taraf keberhasilan cukup, 21 siswa yang
mendapatkan skor antara (71-85) dengan taraf keberhasilan baik, dan 3 siswa
yang mendapatkan skor antara (86-100) dengan taraf keberhasilan baik sekali.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada pra tindakan adalah (36, 1), dan
terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar pada siklus I menjadi (77, 6),
rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II meningkat lagi menjadi (87, 7)
C. Kerangka Berpikir
Permasalahan
pembelajaran di kelas tempat peneliti mengajar adalah hasil belajar siswa tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Siswa pasif, tidak berani bertanya, tidak berani
menjawab pertanyaan dan hasil yang dicapai rendah. Upaya memperbaiki hasil pembelajaran
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada materi perubahan bentuk benda
dilakukan peneliti dengan maksud untuk memperbaiki hasil belajar siswa agar
mengalami perubahan ke arah yang diharapkan.
Upaya yang
dilakukan adalah dengan memperbaiki proses pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan melalui metode eksperimen pada materi pembelajaran IPA materi
penggunaan energi listrik dengan harapan upaya pelaksanaan perbaikan
pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan
motivasi, motivasi dan prestasi belajar
siswa sehingga tingkat ketuntasan belajar dapat tercapai.
Kondisi
akhir yang diharapkan adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehingga
tingkat ketuntasan belajar siswa dapat tercapai, memperbaiki proses dan
memberikan pengalaman nyata kepada
siswa tentang konsep pembelajaran yang
diterimanya sehingga proses pembelajaran
dapat berjalan dengan baik serta tercapainya tujuan pelaksanaan proses
pembelajaran, yaitu meningkatnya motivasi dan hasil belajar siswa.
Dalam bentuk
bagan, kerangka pikir pelaksanaan perbaikan pembelajaran IPA materi penggunaan
energi listrik dengan penerapan metode
eksperimen pada siswa kelas II .................... sebagaimana gambar di bawah
ini :
|
|||
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
kajian teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Penerapan metode eksperimen akan
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas II ......................... materi penggunaan energi listrik.
2. Penerapan metode eksperimen akan
meningkatkan hasil belajar siswa kelas II ...................... materi penggunaan
energi listrik.
Konfirmasi file secara utuh, silahkan hub. 081327121707 (SMS only)
Mohon tidak disadur secara utuh, hanya sebagai referensi penulisan. Terima kasih atas kerjasamanya.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih