Lencana Facebook

banner image

Thursday 27 June 2013

Proposal Skripsi Home Schooling



PROPOSAL SKRIPSI
KONSEP HOME SCHOOLING DALAM PERSEPEKTIF ISLAM

A.    Latar Belakang Masalah
Di Indonesia homeschooling sudah ada sejak lama. Sedangkan pengertian Homeschooling (HS) sendiri adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Tak ada sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling. Selain homeschooling, ada istilah “home education”, atau “home-based learning” yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama.
Dalam bahasa Indonesia, ada yang menggunakan istilah “sekolah rumah”. Ada juga orang tua yang secara pribadi lebih suka mengartikan homeschooling dengan istilah “sekolah mandiri”. Tapi nama bukanlah sebuah isu. Disebut apapun, yang terpenting adalah esensinya.
Salah satu pengertian umum home schooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada home schooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah.
Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama homeschooling, tetapi pendidikan home schooling tidak hanya dan tidak harus dilakukan oleh orang tua. Selain mengajar sendiri, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya.
Sesuai namanya, proses home schooling memang berpusat di rumah. Tetapi, proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan home schooling anaknya.
Keberadaan home schooling Indonesia telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (10) yang berbunyi : “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”.
Dalam praktek homeschooling tidak harus memenuhi penyetaraan pendidikan. Pendidikan kesetaraan adalah hak dan bersifat opsional. Jika praktisi homeschooling menginginkannya, mereka dapat menempuhnya. Jika tidak, mereka tetap dapat memilih dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tetapi Penyetaraan ini digunakan untuk dapat dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal, tentu setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Penyetaraan dalam praktek home schooling yaitu penyetaraan ujian, penilaian, penyelenggaraan, dan tujuan pendidikan. Pendidikan kesetaraan dalam ujian nasional meliputi program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Substansi dari bersekolah (schooling) sebenarnya adalah belajar (learning). Belajar dapat dilakukan di manapun. Bersekolah hanyalah salah satu cara untuk belajar. Jadi, para orangtua tak perlu merasa bersalah atau rendah diri dengan menjalankan home schooling. Juga, mereka yang menyekolahkan anaknya ke sekolah massal pun jangan dulu berbangga hati.
Sebab, kalau kita mau lebih menukik pada kedalaman realitas, kita patut mempertanyakan : Apakah benar bersekolah itu otomatis sama dengan belajar ? Jawabannya : Belum tentu ! Mari kita pelajari faktanya ! Saat ini, berapa puluh juta lulusan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi ? Di sisi lain, berapa puluh juta pula yang berstatus pengangguran ? Padahal, betapa besar karunia Allah berupa kekayaan alam di negeri ini. Apa yang mereka pelajari di sekolah ? Inilah salah satu fakta bahwa belajar di sekolah belum tentu efektif. Dengan kata lain bersekolah belum tentu berarti belajar.
Dalam banyak kasus, bersekolah bahkan menjadi penyebab kegagalan hidup seorang anak. Tidak sedikit anak yang terjerumus kepada hal-hal negatif yang menghancurkan hidup mereka, justeru mereka dapatkan lewat pergaulan di sekolah, baik dari (oknum) guru-guru mereka atau dari (oknum) kawan-kawan mereka. Tanpa perlu penelitian mendalam, banyak yang menilai bahwa metode pembelajaran dan sistem evaluasi yang sekarang berjalan pun cenderung menciptakan mental-block (hambatan mental) yang menghambat laju kreatifitas anak, padahal justeru hal itu amat dibutuhkan di era informasi global saat ini.
Sekiranya otak anak terus menerus hanya dijadikan keranjang informasi IPTEK (itupun hanya sebatas untuk keperluan menyelesaikan soal-soal ujian). Maka dapat dibayangkan, betapa akan kesusahannya dia mengejar laju pertambahan informasi IPTEK yang terus berkembang dalam hitungan jam, atau bahkan menit. Mengapa tidak terpikirkan oleh kita para orang tua untuk melatih dan mengasah otak mereka yang ajaib itu agar mampu memola ulang informasi tersebut, sehingga akhirnya mereka mampu menciptakan informasi baru ? Merangsang anak untuk bertanya apa ? , mengapa  ? dan bagaimana ? adalah hal yang penting sekali. Keingintahuan adalah tabiat dasar mereka. Namun di samping itu, kita pun perlu merangsang anak untuk bertanya : mengapa tidak ? dan bagaimana jika ?. Agar mereka menjadi insan-insan kreatif. Jangan keliru, kreatifitas pun sebenarnya adalah bakat alamiah setiap anak, jika saja para orangtua tidak malas mengasahnya. Atau, malah menyia-siakannya.
Sayang sekali, keingintahuan (curiosity) dan kreatifitas (creativity) – dua mutiara terpendam dalam jiwa anak – saat ini justeru banyak ditelantarkan di sekolah massal (formal). Ada alasan lain : “Keunikan”. Anak itu unik! Cara belajar mereka juga unik, seunik sidik jari mereka; yakni masing-masing anak secara individual memiliki pembawaan dan cara yang khas dalam menyerap serta menggali pengetahuan. Jadi, bagaimana mungkin anak-anak dapat menemukan cara belajar mereka yang unik, jika mereka dituntut harus “berseragam” di sekolah ?
Berdasarkan penelitian bahwa seseorang menjadi jenius adalah pada saat dia mampu menemukan sendiri cara belajarnya yang unik dan orisinil. Seperti dikatakan Enstein : “Saya tidak memiliki bakat-bakat khusus, tetapi hanya memiliki rasa keingintahuan yang besar sekali.”Keingintahuan yang sangat besar dilandasi keikhlasan jugalah nampaknya yang membuat Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah mampu bersabar duduk berjam-jam lamanya di sudut sepi perpustakaan. Beliau lakukan itu berpuluh-puluh tahun lamanya hingga akhirnya menjadi jenius di bidang hadits dan ilmu-ilmu syar’i lainnya. Menjadi mujaddid abad ini sebagaimana diakui ulama besar yang sezaman dengan beliau, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah. Namun, agar tidak memunculkan kontroversi yang sia-sia, perlu ditegaskan di sini bahwa : (1) menyelenggarakan home-schooling tidak berarti hendak mengingkari atau menggugat profesi keguruan, dan (2) menyelenggarakan home-schooling tidak berarti hendak mengingkari atau menggugat peran sekolah formal yang sudah ada dan banyak memberikan kontribusi kepada masyarakat.
Dalam Islam pun terdapat wadah atau perkumpulan home scholling yang bercirikan Islami yaitu berdirinya Islamic Home Scholling( HIS). Adalah  Home-Schooling yang diselenggarakan bertitik tolak dari pertimbangan syar’i, yakni kewajiban orangtua untuk mengasuh dan mendidik anak, serta dijalankan dengan mengikuti tuntunan Al-Quran dan As Sunnah sebagaimana dipahami dan diamalkan para pendahulu ummat ini yang shalih (As Salafush Sholih).
Permasalahan home scholling masih terbilang baru dan sedang banyak dibicarakan untuk diteliti kegunaannya untuk itulah peneliti mencoba untuk mengangkat permasalahan tersebut berdasarkan pandangan secara Islami dengan judul skripsi “KONSEP HOME SCHOLLING DALAM PERSEPEKTIF ISLAM”.
B.     Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman arti dan penafsiran terhadap judul , maka kiranya perlu diuraikan peristilahan-peristilahan yang ada dalam judul tersebut, sehingga diperoleh suatu pemahaman yang sesuai dengan apa yang dimaksudkan secara tepat dan benar. Adapun peristilahan (pharafrase) yang perlu untuk ditegaskan dalam judul di atas, adalah sebagai berikut:
1.      Konsep home scholling
Konsep berarti rancangan, sedangkan kata dasar berarti pokok atau pangkal suatu pendapat (ajaran atau aturan). Home schooling secara tata bahasa adalah bersekolah dirumah, berasal dari kata home ; rumah dan scholling adalah pendidikan atau pengajaran (Setyo Lukito : 340). Konsep home scholling disini dengan maksud suatu rancangan pendapat mengenai pendidikan dan pengajaran dirumah.
2.      Persepektif  Islam.
Berasal dari kata persepektif dan Islam, dimana persepektif menurut pengertian secara bahasa adalah cara melukiskan atau menggambarkan sesuatu hal (Safuan Alfandi : 411). Dan Islam adalah suatu ajaran atau keyakinan yang hanya percaya kepada satu Tuhan Yaitu Alloh SWT yang mengajarkan kepada umatnya segala kebajikan dan kebaikan berdasarkan Al-Quran dan Hadist. Persepektif Islam disini adalah bagaimana suatu ajaran atau keyakinan dalam menggambarkan dan melukiskan sesuatu hal.
Jadi yang dimaksud dengan judul skripsi di atas Konsep Home schooling Menurut Persepektif Islam adalah  suatu rancangan pendapat mengenai pendidikan dan pengajaran dirumah berdasarkan gambaran atau lukisan secara Islami.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka pokok permasalahan yang akan dibahas adalah ” bagaimana pandangan Islam terhadap konsep home scholling serta apa kelebihan serta kekurangan pendidikan home scholling?

D.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
a.       Tujuan Penelitian
Adalah untuk menjelaskan pandangan Islam terhadap konsep home scholling.
b.      Manfaat Penelitian
1.      Diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang konsep home scholling sehingga dikemudian hari dapat menjadi alternatif yang baik dalam pemilihan pendidikan untuk putra-putrinya.
2.      Diharapkan dapat memberi gambaran secara rinci mengenai konsep home schooling dalam perspektif Hukum Islam.
3.      Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi khazanah ilmu pengetahuan Islam khususnya bidang ilmu pendidikan tentang konsep home schooling serta memberikan sumbangan bagi bangsa dan negara.
E.     Telaah Pustaka
Sebelum menganalisa lebih lanjut, penyusun akan menelaah karya-karya yang ada kaitannya dengan permasalahan ini, baik dari permasalahan pendidikan dan konsep home schooling dalam pandangan Islam . Di antara buku-buku dan literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dikaji dalam penyusunan skripsi ini adalah  :
Buku dengan judul Sekolah Alternatif Mengapa Tidak? Karya Satmoko Budi Santoso dengan penerbit Diva Press berisikan tentang jenis-jenis sekolah alternatif yang dapat dipilih oleh para orang tua, pengertian home scholling, manfaat serta kelebihan dari home scholling serta pendidikan yang cocok untuk anak-anak dengan penderita autis.
Mendidik Anak Secara Islami karya Jaudah Muhammad Awwad diterbitkan oleh Gema Insani Jakarta berisikan tentang menyingkap bakat anak, pengaruh lingkungan terhadap anak serta proses belajar mengajar secara Islami.
Pendidikan Dalam Keluarga karya DR. M.I. Soelaeman penerbit CV Alfabeta memuat tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga, fungsi dan peranan keluarga serta tanggung jawab keluarga dalam pendidikan putra-putrinya.
Strategi Pembelajaran Aktif karya Hisyam Zaini penerbit Insan Madani berisikan tentang strategi pembelajaran yang dapat diambil ketika para orang tua memilih konsep home scholling untuk pendidikan putra-putrinya, dijelaskan berbagai strategi pembelajaran dengan kelebihan serta kekurangannya.
Pendidikan Islam di Rumah karya Abdurrahman An Nahlawi penerbit Gema Insani Press, memuat tentang konsepsi Islam tentang pendidikan, dasar-dasar pendidikan dalam Islam, sasaran dan tujuan pendidikan Islam, media dalam pendidikan Islamdan metode pendidikan secara Islami.
Di samping dari buku-buku di atas penulis juga mencari beberapa artikel  dari internet. Namun sejauh ini penulis belum menemukan sebuah karya ilmiah yang memuat dan meneliti tentang konsep home scholling secara pandangan Islam.

file lengkap hub. 081327121707