BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Salah satu cara
untuk meningkatkan pendidikan
di Indonesia adalah dengan
cara melakukan perubahan
dan peningkatan dalam
proses pembelajaran, maka perlu
diadakan upaya dalam
perbaikan pembelajaran.
Tujuan utama pembelajaran
adalah siswa dapat
menguasai materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang pendidik sudah
berupaya dari penyusunan
rencana pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran sampai pelaksanaan
evaluasi. Namun dalam kenyataannya setelah kegiatan belajar
mengajar selesai, masih ada siswa yang tidak menguasai pembelajaran.
Guru dituntut untuk
menggunakan metode pembelajaran
yang bervariasi tidak hanya
secara monoton dengan
menggunakan ceramah saja. Dengan
menggunakan metode pembelajaran
yang bervariasi membuat
peserta didik lebih tertarik
dalam pelajaran yang
diajarkan sehingga metode
mempunyai andil yang
cukup besar dalam
kegiatan belajar mengajar. “Ada banyak metode
pembelajaran yang diterapkan dalam
proses belajar mengajar”
Jadi pemilihan
metode menjadi sangat penting
untuk diperhatikan karena metode
adalah salah satu
alat untuk mencapai
tujuan dengan memanfaatkan metode
pembelajaran secara akurat
guru akan terbantu dalam proses pencapaian tujuan
pembelajaran. Hasil belajar yang
baik salah satunya
didukung dalam penggunaan metode yang sesuai. Metode yang
baik adalah yang disesuaikan dengan materi yang
akan disampaikan. Oleh
karena itu perlu
meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga
siswa mampu untuk bekerja sama.
Dari penjelasan latar belakang masalah sebagaimana
tersebut di atas, dan dikaitkan dengan hasil belajar siswa mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) materi cuaca. Dari hasil tes pada studi pendahuluan menunjukan
2 orang siswa (11,11%) yang memperoleh nilai 80 ke atas dan 16 orang siswa (88,89%)
yang memperoleh nilai di bawah nilai 80, dengan penjelasan mengenai nilai rata-rata
hasil belajar 68,89 dan partisipasi siswa sebear 33,33% atau 6 orang siswa dari
18 siswa.
1.
Indentifikasi Masalah
Berdasarkan data di atas peneliti melakukan konsultasi
kepada supervisor dan teman sejawat, untuk mengidentifikasi kelemahan dan atau kekurangan
yang telah menyebabkan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran yang telah
dilaksanakan kurang memenuhi tuntutan yang diharapkan. Sehingga, dampaknya pada
hasil belajar siswa tidak memenuhi target pembelajaran. Melalui hasil diskusi,
diperoleh identifikasi masalah sebagai berikut.
a. Rendahnya minat siswa terhadap materi pembelajaran
b. Siswa menyepelekan materi pembelajaran yang dianggap terlalu mudah.
c. Suasana pembelajaran yang terkesan monoton dan kurang menarik siswa.
d. Siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran.
e. Kondisi lingkungan di kelas yang tidak mendukung proses pembelajaran secara
aktif.
f. Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran yang
disampaikan.
2.
Analisis Masalah
Untuk mengetahui masalah yang sedang terjadi, peneliti
melakukan anlisis masalah dan menempuh refleksi terhadap kinerja yang telah
dilakukan, mengkaji literatur, serta diskusi dengan supervisor dan teman
sejawat. Hasil analisis masalah yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
kemungkinan yang menjadi faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa dan
aktivitas pembelajaran kurang kondusif adalah sebagai berikut.
a. Partisipasi belajar siswa pada pembelajaran IPA rendah
b. Metode pembelajaran yang digunakan
oleh guru dalam penyampaian materi kurang tepat
c. Guru kurang mampu meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
d. Guru kurang mampu membuat kondisi lingkungan kelas yang lebih
kondusif dalam pelaksanaan pembelajaran
e. Metode penyajian materi
yang digunakan guru tidak sesuai dengan karakteristik dan tahap perkembangan
siswa sekolah dasar
Metode yang
digunakan dalam pembelajaran
ini ialah metode kerja kelompok.
Kedua ialah metode kerja kelompok merupakan metode pembelajaran kooperatif
yang diharapkan mampu
untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan metode kerja kelompok yang diharapkan peserta
didik mampu untuk mandiri. Metode kerja kelompok merupakan metode
pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana yang diharapkan
juga mampu untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dibanding dengan metode
pembelajaran yang konvensional dimana siswa mempunyai aktivitas
dalam pembelajaran kelompok
tetapi juga tidak
lupakan kemandirian siswa. Dengan
kedua metode tersebut
diharapkan hasil belajar
siswa meningkat dari
sebelumya.
Upaya perbaikan yang peneliti lakukan dengan mengadakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di Kelas III SD Negeri ............. Kecamatan .............
Kabupaten ............. Tahun Pelajaran 2011/2012 pada pembelajaran IPA materi cuaca
dengan merapkan metode kerja kelompok.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
untuk menjadi fokus perbaikan pembelajaran adalah :
1.
Bagaimana upaya meningkatkan partisipasi aktif siswa kelas III Sekolah
Dasar Negeri ...................................... dengan penerapan metode
kerja kelompok dalam pembelajaran IPA materi cuaca?
2.
Bagaimana upaya
meningkatkan hasil siswa kelas III
Sekolah Dasar Negeri ...................................... dengan penerapan
metode kerja kelompok dalam pembelajaran IPA materi cuaca?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian
perbaikan pembelajaran ini adalah sebagai berikut
1.
Untuk meningkatkan partisipasi siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri ......................................
melalui
metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPA materi cuaca.
2.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri ......................................
melalui
metode diskusi kelompok pada pembelajaran IPA materi cuaca.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian perbaikan
pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagi Guru
Guru dapat memperbaiki kinerjanya untuk berkembang lebih
profesional, dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, dan untuk ikut aktif
mengembangkan inovasi pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA.
2.
Bagi siswa
Siswa dapat memperbaiki partisipasi dan hasil belajar
menjadi lebih baik dan menumbuhkan sikap kritis terhadap hasil belajarnya.
3.
Bagi Sekolah
Sekolah dapat berkembang karena adanya peningkatan
kemampuan profesioanal guru dan kemampuan siswa, yang mana hal ini akan membawa
citra positif bagi sekolah yang bersangkutan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1.
Hakikat Pembelajaran IPA
a. Pengertian Pembelajaran IPA
IPA
merupakan singkatan dari
Ilmu Pengetahuan Alam (Natural
Science atau Science). Dalam
bahasa Indonesia istilah
Science sering digunakan
namun penulisannya telah disesuaikan dengan bahasa Indonesia yaitu
Sains. Sebelum membuat batasan
tentang hakikat IPA
terlebih dahulu dikemukakan beberapa
pendapat tentang IPA
yang telah diekspresikan oleh para ilmuwan. Nash (Rusmiati, Esih 2009:16) menyatakan bahwa ‘sains itu suatu cara
atau metode untuk
mengamati alam (science is
away of looking
at the world).’ Selanjutnya Kemeny
(Rusmiati, Esih 2009:17)
mendefinisikan sains sebagai semua pengetahuan yang dikumpulkan
melalui metode ilmiah.
Beberapa
ilmuwan memberikan definisi IPA sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and exploring
the universe and finding and expressing it’s hidden order, yaitu “ Suatu
kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan dan
pengungkapan serangkaian rahasia alam.”
IPA mengandung makna pengajuan
pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam
sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas,2002a: 1).
Belajar IPA tidak sekedar belajar
informasi IPA tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan
deklaratif’, akan tetapi belajar IPA juga belajar tentang cara memperoleh informasi
IPA, cara IPA dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan
metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Pernyataan di atas selaras dengan
pendapat Carin yang menyatakan bahwa IPA sebagai produk atau isi mencakup
fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum dan teori IPA. Fakta merupakan
kegiatan-kegiatan empiris di dalam IPA dan konsep, prinsip, hukum-hukum, teori
merupakan kegiatan-kegiatan analisis di dalam IPA. Sebagai proses IPA dipandang
sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti
yang dikenal dengan proses ilmiah atau metode ilmiah, melalui keterampilan
menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan
keterampilan spesial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga, mendefinisikan
secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data, mengontrol
variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap IPA dipandang sebagai sikap
ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi
skeptis, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai
suatu hal yang positif.
b. Tujuan Pendidikan IPA
Tujuan pendidikan IPA di SD berdasarkan
kurikulum 2006 (KTSP) adalah agar peserta didik mampu memiliki kemampuan
sebagai berikut :
1) Memproses
keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan YME berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.
2) Mengembangkan
pegetahuan dan pemahaman
konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan
rasa ingin tahu,
sikap positif dan
kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi,
masyarakat.
4) Mengembangkan
keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan
kesadaran untuk berperan
serta memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan
kesadaran untuk menghargai
alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh
proses bekal pengetahuan,
konsep dan keterampilan
IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
ke SMP atau MTs.
Tujuan di atas mengisyaratkan bahwa
pembelajaran IPA di SD hendaknya tidak
menitikberatkan pada upaya
penuangan materi atau
konsep secara informatif.
c. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Berdasarkan kurikulum
2006 (KTSP), ruang
lingkup bahan kajian
IPA meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu
:
1)
Makhluk hidup
dan proses kehidupan,
yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta
kesehatan.
2)
Benda atau
materi, sifat-sifat dan
kegunaannya. Meliputi :
benda cair, padat, gas.
3)
Energi dan
perubahannya. Meliputi : magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4)
Bumi dan
alam semesta. Meliputi
: tanah, bumi,
tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
d. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Dalam
melaksanakan pembelajaran IPA disekolah dasar hendaknya guru memahami karakteristik
siswa, tujuan dan
karakteristik mata pelajaran
IPA itu sendiri. Menurut
teori perkembangan kognitif
yang dikemukakan oleh
Jean Piaget (Iskandar, S
1997 : 27-28)
bahwa siswa SD
berada pada tahap operasional konkrit (6-11 atau 6-12
tahun). Pada tahap ini anak :
1) Mulai
memandang dunia secara
obyektif bergeser dari
satu aspek situasi ke
aspek lain secara
reflektif dan memandang
unsure-unsur kesatuan secara serempak.
2) Mulai
berpikir secara operasional,
misalnya kelompok elemen menjadi satu
kesatuan yang utuh
dan dapat melihat
hubungan elemen dengan kesatuan / keseluruhan secara bolak-balik.
3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk
mengklasifikasikan benda-benda.
4) Membentuk
dan mempergunakan keterhubungan
aturan-aturan, prinsip
ilmiah sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat.
5) Memahami
konsep substansi, volume
zat cair, panjang,
lebar, luas dan berat.
Dari pernyataan
di atas untuk
lebih menarik rasa
ingin tahu siswa yang
kuat, penggunaan benda-benda
konkrit sangat diperlukan dalam pembelajaran IPA di Sekolah
Dasar. Hal ini disebabkan anak-anak
yang berada pada
tahap berpkir konkrik
harus bekerja dengan benda-benda konkrik
dulu sebelum mereka
dapat menangkap dan memahami hal-hal yang bersifat abstrk
(Iskandar, s. 1996 :29).
Mengenai
definisi IPA menurut Paolo dan Marten (Iskandar, S. 1996 : 15) IPA untuk
anak-anak yaitu :
1)
Mengamati apa yang terjadi,
2)
Mencoba memahami apa yang diamati,
3)
Mempergunakan pengetahuan baru
untuk meramalkan apa yang terjadi,
4)
Menguji ramalan-ramalan dibawah
kondisis-kondisi untuk melihat
apakah ramalan tersebut benar.”
Sedangkan menurut KTSP SD (2006 : 484) bahwa :
“IPA berhubungan dengan
cara mencari tahu
tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu
proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk memperlajari
diri sendiri dan
alam sekitar, serta
prospekpengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di
dalam kehidupan sehari-hari.”
Karakteristik IPA adalah
adanya sifat coba-coba
dan melakukan kesalahan, gagal
dan coba lagi. IPA
tidak menyediakan semua
jawaban unuk masalah yang
kita ajukan. Dalam
IPA anak-anak harus
bersikap skeptic sehingga kita
selalu siap memodifikasi
model-model yang kita
punyai tentang alam ini.
Sejalan dengan penemuan-penemuan yang
kita dapatkan. Selain
itu materi IPA harus
kita modifikasi dan
keterampilan-keterampilan
proses IPA yang akan dilatihkan
juga harus disesuaikan dengan perkembangan anak
2.
Belajar
Belajar
merupakan proses perubahan
yang terjadi pada diri
seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga
terjadi perubahan yang bersifat permanen dan
persisten pada dirinya
sebagai hasil pengalaman
(learning is a
change of behavior
as a result
experience) demikian pendapat
John Dewey, salah seorang ahli
pendidikan Amerika Serikat dari aliran behavioral approach.
Belajar adalah suatu
proses dimana suatu organisme dalam tubuh berubah
perilakunya sebagai akibat dari pengalaman (Gagne dalam Sagala,
23010:132). Sedangkan menurut
Skinner (dalam Sagala, 2010:14)“ belajar
adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif”.
Oleh karena itu proses pembelajaran di kelas harus
merupakan sebuah proses yang
berkesinambungan antara guru
dan siswa yang
disinergikan dalam sebuah metode
pembelajaran yang terpadu.Pengetahuan dibangun
anak sedikit demi
sedikit yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang
tak terbatas dan
tidak sekonyong-konyong hasilnya.
Sebuah metode pembelajaran
menjadi komponen yang
sangat penting untuk membangun
sebuah pembelajaran yang
bermakna bagi siwa,
karena pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta, konsep, atau
kaidah yang siap
untuk diambil dan di
ingat anak tetapi
harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan member makna melalui
pengalaman yang nyata.
Teori Piaget ( Thomas L. Good dan jere E. Brophy,1990:51-52
) mengangkat konsep kesiapan dalam arti kognitif.Piaget memandang bahwa pikiran
anak merupakan suatu struktur yang secara terus menerus berkembang kearah
tingkat organisasi dan integrasi lebih tinggi. konsep kesiapan ini lebih luas,
tidak hanya mencakup aspek fisik, tetapi juga mencakup aspek kognitif, dan
minat.
Suprayekti, (2003 : 18) mengemukakan pendapatnya bahwa
belajar merupakan salah
satu bentuk perilaku
yang amat penting
bagi kelangsungan hidup manusia.
Belajar membantu manusia menyesuaikan
diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan
adanya proses belajar
inilah manusia bertahan
hidup (survived). Belajar
secara sederhana dikatakan
sebagai proses perubahan
dari belum mampu menjadi
sudah mampu, tejadi dalam
jangka waktu waktu
tertentu. Perubahan yang itu harus secara relatif bersifat menetap (permanent) dan tidak hanya
terjadi pada perilaku yang saat
ini nampak (immediate behavior)
tetapi juga pada
perilaku yang mungkin terjadi di
masa mendatang (potential behavior).
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan tersebut
terjadi karena pengalamanSkinner
berpandangan bahwa belajar
adalah suatu perilaku.
Pada saat orang belajar
maka responnya menjadi
lebih baik dan
sebaliknya bila tidak belajar
responnya menjadi menurun. Sedangkan
menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah
sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan
informasi, menjadi kapasitas
baru (Dimyati, 200210).
Sedangkan menurut kamus umum
bahasa Indonesia, belajar
diartikan berusaha (berlatih,
dsb) supaya mendapat suatu kepandaian (Purwadarminta : 109).
Belajar dalam penelitian
ini diartikan segala
usaha yang diberikan
oleh guru agar peserta
didik dapat menguasai
dan mampu memahami
materi dalam pelajaran IPA. Menurut
Gagne (Dahar, 1989:11)
‘belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses di
mana suatu organisme
berubah perilakunya sebagai
akibat.
Menurut
pengertian di atas,
dikatakan bahwa seorang
yang belajar perilakunya akan
berubah dari sebelumnya.
Belajar tidak hanya
berkaitan dengan aspek intelektual, tetapi meliputi seluruh aspek.
Menurut Bruner (Dahar, 1989:101) bahwa : Belajar melibatkan
tiga proses yang
berlangsung hamper bersamaan. Ketiga
prose situ adalah
memperoleh informasi baru merupakan penghalusan
dari informasi sebelumnya,
transformasi informasi
menyangkut cara memperlakukana pengetahuan
dengan menilai cara memperlakukan pengetahuan itu dengan tugas yang ada.
Dalam proses
pendidikan, tidak terlepas dari kata belajar mengajar. Keduanya merupakan
komponen utama dalam pendidikan. Belajar merupakan suatu proses yang
menghasilkan perubahan. Menurut Ngalim Purwanto (1995: 85) mengemukakan bahwa
belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku yang buruk.
Suatu proses
pembelajaran tidak luput dari kata mengajar, guru sebagai tenaga pendidik
memfasilitasi serta memberi pengetahuan terhadap peserta didik. Menurut Abu
Ahmad (1997: 39) pembelajaran adalah suatu proses penanaman pengetahuan
sebanyak-banyaknya dalam peserta didik. Agar proses pembelajaran berlangsung
dengan baik, maka hendaknya guru memberikan materi pelajaran secara bervarasi,
dapat menggunakan media/alat peraga sebagai alat bantu dalam mengajar serta
menggunakan metode yang tepat. Menurut Abu Ahmadi dkk, (1997: 52) metode
mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan
oleh seorang guru atau instruktur.
Kata ‘media’ berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk dari kata ‘medium’ yang secara harfiah berarti ‘perantara atau pengantar’. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Djamarah (1997: 136). Sedangkan menurut Hamalik (1989: 124) media pendidikan adalah cara atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan.
Kata ‘media’ berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk dari kata ‘medium’ yang secara harfiah berarti ‘perantara atau pengantar’. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Djamarah (1997: 136). Sedangkan menurut Hamalik (1989: 124) media pendidikan adalah cara atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan.
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku
atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang
diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur,
yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur.
Berbicara tentang belajar pada
dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai
akibat pengalaman. Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar
terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan
belajar mengajar di kelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan
berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman
belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat
pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada
tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama
dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan
tingkahlaku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru untuk
menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal
disebut dengan kegiatan pembelajaran.
Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang
belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi
lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus
mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang
paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam
pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan. (Arief Sukadi
1984:8)
Tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam
kurikulum yang berlaku. Peran guru di sini adalah sebagai pengelola proses
belajar mengajar tersebut. Dalam sistem pendidikan kita (UU. No. 20 Tahun 2003),
seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan
materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik.
Davies mengatakan untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seorang guru
perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai prinsip-prinsip belajar,
khususnyai prinsip berikut:
1.
Apapun yang dipelajari siswa, maka siswalah yang harus
belajar, bukan orang lain. Untuk itu
siswalah yang harus bertindak aktif;
2.
Setiap mahasiswa akan belajar sesuai dengan tingkat
kemampuannya;
3.
Seorang siswa akan belajar lebih baik apabila mempengoleh
penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajarnya
terjadi
4.
Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang
dilakukan mahasiswa akan membuat proses belajar lebih berarti; dan
5.
Seorang siswa akan lebih meningkat lagi motivasinya untuk
belajar apabula ia diberi tangungjawab serta kepercayaan penuh atas belajarnya
(Davies dalam
Tahalele,
1988 : 46-48).
3.
Keaktifan
Keaktifan adalah
kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau
kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Aktivitas tidak
hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh
aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang
dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif (Sanjaya
(2007:101-106).
Belajar aktif
adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang
berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat
diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika
siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul
kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh
karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru
saja diterima dari guru.
Menjelaskan
bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala :
(1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan
sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan
pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4)
pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa,
meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai
konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Raka Joni, 1992: 19-20) dan Martinis
Yamin, 2007: 80- 81)
Menurut kamus
besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan sedang belajar merupakan
proses perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap
berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu
kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri
individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu
dengan lingkungan (Poerwodarminto, 1992 : 17).
Keaktifan
belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu
baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi
pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi
memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya
situasi stimulus tersebut.
Keaktifan belajar
adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut
harus terkait, sehingga akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal (Sardiman: 2001: 99).
Keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang
dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk berfikir kritis, dan dapat
memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping
itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga
merangsang keaktivan siswa dalam proses pembelajaran. Faktor-faktor yang dapat
menumbuhkan timbulnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu :
a. Memberikan motivasi atau menarik
perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
b. Menjelaskan tujuan intruksional
(kemampuan dasar kepada siswa).
c. Mengingatkan kompetensi belajar
kepada siswa.
d. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
e. Memberi petunjuk kepada siswa
cara mempelajarinya.
f. Memunculkan aktivitas,
partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
g. Memberi umpan balik (feed back)
h. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga
kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.
i. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.
(Martinis, 2007: 84)
Kata keaktifan adalah berasal dari kata aktif yang
artinya giat atau
sibuk dan mendapat awalan ke dan akhiran –an. Kata keaktifan sama
artinya dengan kegiatan dan kesibukan. Maksud dari keaktifan disini adalah segala aktifitas atau kegiatan yang dilakukan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.
sibuk dan mendapat awalan ke dan akhiran –an. Kata keaktifan sama
artinya dengan kegiatan dan kesibukan. Maksud dari keaktifan disini adalah segala aktifitas atau kegiatan yang dilakukan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.
Sedangkan definisi belajar sangat banyak dan banyak juga
perbedaan pendapat dikalangan para ahli, diantaranya:
a. Belajar menurut pendapat
Skinner
Belajar adalah suatu
perilaku pada saat orang belajar, maka responnya
menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila tidak belajar maka responnya
menurun.
menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila tidak belajar maka responnya
menurun.
b. Belajar menurut pendapat
Gagne
Belajar merupakan
kegiatan yang kompleks. Setelah belajar orang
memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap nilai.
memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap nilai.
c. Belajar menurut pandangan
Plaget
Belajar adalah
pengetahuan yang dibentuk oleh individu, sebab
individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan dan lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi
dengan lingkungan, maka fungsi intelek semakin berkembang.
individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan dan lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi
dengan lingkungan, maka fungsi intelek semakin berkembang.
d. Belajar menurut pandangan
Slameto
Belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar
adalah perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan dan
pengalaman dalam interaksi dengan lingkungannya. Seseorang dikatakan
telah mengalami peristiwa belajar apabila ia mengalami perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak berkompeten menjadi berkompeten
serta cara memandang suatu masalah mengalami peningkatan kualitas.
Jadi, dari kedua pengertian tersebut yaitu keaktifan dan belajar
dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian keaktifan belajar siswa adalah
keaktifan yang menghasilkan pada diri individu baik mengenai tingkat
kemajuan dalam proses perkembangan psikis, sikap, pengertian,
kecakapan, minat, dan penyesuaian diri dalam hal cara belajar aktif.
adalah perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan dan
pengalaman dalam interaksi dengan lingkungannya. Seseorang dikatakan
telah mengalami peristiwa belajar apabila ia mengalami perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak berkompeten menjadi berkompeten
serta cara memandang suatu masalah mengalami peningkatan kualitas.
Jadi, dari kedua pengertian tersebut yaitu keaktifan dan belajar
dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian keaktifan belajar siswa adalah
keaktifan yang menghasilkan pada diri individu baik mengenai tingkat
kemajuan dalam proses perkembangan psikis, sikap, pengertian,
kecakapan, minat, dan penyesuaian diri dalam hal cara belajar aktif.
4.
Prestasi Hasil Belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau
diciptakan secara individu maupun secara kelompok” Pendapat ini berarti
prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan
kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah
dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi
belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar.
Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari
prestasi belajar seseorang tersebut (Syaiful Bahri Djamarah, 1989 : 61).
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau
diciptakan secara individu maupun secara kelompok. Pendapat ini berarti
prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan
kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah
dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi
belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar.
Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari
prestasi belajar seseorang tersebut. (Syaiful Bahri Djamarah, 2002 : 56)
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam
memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar
maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang
diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapun prestasi
dapat diartikan hasil diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah
dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar
adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan
bahwa belajar adalah menyerap oengetahuan. Belajar adalah perubahan yang
terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila
tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan.
Prestasi belajar dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu : 1)
keterampilan intelektual, 2) informasi verbal, 3) strategi kognitif, 4) keterampilan motorik,
dan 5) sikap”. Prestasi belajar yang
dicapai oleh siswa dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik”. (Poerwanto, 1986:28)
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan
hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis
besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu
para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan
yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu
titik persamaan. Sehubungan dengan prestasi belajar, memberikan pengertian
prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar
sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.” Prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. (Winkel, 1996:162).
Prestasi belajar adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam
berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila
memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya
dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target
dalam ketiga kriteria tersebut.” (S. Nasution, 1996:17)
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi
belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima,
menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar
mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu
dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau
raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi
belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi
dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil belajar atau yang sering
disebut prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi
seseorang dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari atau kegiatan yang dilakukan.
5.
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara dan tindakan yang ditempuh seorang guru
dalam pembelajaran agar berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran/kompetensi yang diharapkan. cara bertingkah laku yang baru berkat
pengalaman dan latihan. Menurut
Witherington (dalam Martinis Yamin, 2006 : 18), belajar merupakan
perubahan dalam kepribadian, yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola
respons yang baru yang berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan.
Metode merupakan sesuatu yang penting dalam proses belajar pembelajaran.
Karena metode termasuk unsur pengajaran dan salah satu faktor yang ikut dalam
menentukan tercapainya tujuan yang diinginkan. Agar proses belajar pembelajaran
dapat berjalan dengan lancar dan tercapainya tujuan yang dikehendaki, guru
harus memiliki metode yang tepat dalam menyampaikan materi kepada siswa sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh Prof. Mahmud Yunus (Aththoriqu ahammu minal
maddah) metode lebih penting dari substansi (materi itu sendiri).
6.
Metode Kerja Kelompok
Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar di mana
siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas
kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran tertentu.
Sebagai metode mengajar, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai barmacam
macam tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa fäktor
misalnya tujuan khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan siswa, serta fasilitas
pengajaran di dalam keIas. (Martinis Yamin, 2006 : 152-154).
Penggunaan metode kerja kelompok :
a. Pengelompokan untuk
mengatasi kekurangan alat-alat pelajaran : Dalam sebuah kelas, guru akan
mengajarkan Sejarah Mesir kuno; Ia tidak mempunyai bahan bacaan yang cukup
untuk tiap siswa. Maka untuk memberi kesempatan yang sebesar-besamya kepada
siswa, kelas dibagi atas beberapa kelompok. Tiap kelompok diberi sebuah buku
untuk dibaca dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan guru.
b. Pengelompokan atas dasar
perbedaan kemampuan belajar : Di suatu kelas, guru dihadapkan pada persoalan
bagai mana melaksanakan tugas sebaik-baiknya terhadap kelas yang sifatnya
heterogen, yakin berbeda-beda dalam kemampuan belajar. Pada waktu pelajaran matematika,
Ia menemukan bahwa ada lima orang siswa tidak sanggup memecahkan soal seperti
teman-teman lainnya. Guru menyadari bahwa ia tidak mungkin rnengajar kelas
dengan menyamaratakan seluruh siswa, karena ada perbedaan dalam kesanggupan
belajar. Maka ia membagi para siswa dalam beberapa kelompok dengan anggota yang
mempunyai kemampuan setaraf kemudian diberi tugas sesuai dengan kemampuan
mereka. Sekali-kali ia meninjau secara bergilir untuk melihat kelompok mana
yang membutuhkan pertolongan atau perhatian sepenuhnya.
c. Pengelompokan atas dasar
perbedaan minat belajar : Pada suatu saat para siswa perlu mendapat kesempatan
untuk memilih suatu materi pokok yang sesuai dengan minatnya. Untuk keperluan
ini guru memberikan suatu materi pokok yang terdiri dari beberapa sub-materi
pokok. Siswa yang berminat sama dapat berkumpul pada suatu kelompok untuk
mempelajari sub-materi pokok yang dimaksud.
d. Pengelompokan untuk
memperbesar partisipasi tiap siswa :
Di suatu kelas, guru sedang mengajarkan kesusastraan. Ia memilih suatu masalah tentang lahirnya sastra baru. Dikemukakanlah masalah-masalah khusus, satu diantaranya ialah mengapa ada pendapat yang mengatakan bahwa kesadaran kebangsaanlah yang menjadi perbedaan hakiki antara kesusastraan Melayu dengan kesusastraan Indonesia. Guru tidak mempunyai waktu yang berlebihan, akan tetapi ia mengingjnkan setiap siswa berpartisipasi secara penuh. Untuk setiap masalah diperlukan pendapat atau diskusi. Maka dipecahkan kesatuan kelas itu menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil dengan tugas membahas permasalahan tersebut dalam waktu yang sangat terbatas. Selesai pembahasan kelompok, setiap kelompok rnengemukakan pendapat yang dianggap pendapat kelompok tersebut..
Di suatu kelas, guru sedang mengajarkan kesusastraan. Ia memilih suatu masalah tentang lahirnya sastra baru. Dikemukakanlah masalah-masalah khusus, satu diantaranya ialah mengapa ada pendapat yang mengatakan bahwa kesadaran kebangsaanlah yang menjadi perbedaan hakiki antara kesusastraan Melayu dengan kesusastraan Indonesia. Guru tidak mempunyai waktu yang berlebihan, akan tetapi ia mengingjnkan setiap siswa berpartisipasi secara penuh. Untuk setiap masalah diperlukan pendapat atau diskusi. Maka dipecahkan kesatuan kelas itu menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil dengan tugas membahas permasalahan tersebut dalam waktu yang sangat terbatas. Selesai pembahasan kelompok, setiap kelompok rnengemukakan pendapat yang dianggap pendapat kelompok tersebut..
e. Pengelompokan untuk pembagian
pekerjaan : Pengelompokkan ini didasarkan pada luasnya masalah, serta
membutuhkan waktu untuk mem peroleh berbagal informasi yang dapat menunjang
pemecahan persoalan. Untuk keperluan ini pokok persoalan harus diuraikan dahulu
menjadi beberapa aspek yang akan dibagikan kepada tiap kelompok (tiap kelompok
menyelesaikan satu aspek persoalan). Siswa
harus mengumpulkan data, baik dari lingkungan sekitar maupun melalui bahan
kepustakaan. Oleh karena itu proyek ini tidak mungkin diselesaikan dalam waktu dekat
seperti halnya rapat kilat, melainkan kemungkinan membutuhkan waktu beberapa
minggu. Jadi pengelompokkan disini bertujuan membagi pekerjaan yang mempunyai
cakupan agak luas. Kerja kelonipok ini membutuhkan waktu yang panjang.
f. Pengelompokan untuk belajar bekerja sama secara
efisien menuju ke suatu tujuan : Langkah pertama adalah menjelaskan tujuan dari
tugas yang harus dikerjakan siswa, kemudian membagi siswa menurut jenis dan
sifat tugas, mengawasi jalannya kerja kelompok, dan menyimpulkan kemajuan kelompok.
Di sini jelas walaupun siswa bekerja dalam kelompok masing-masing dan
melaksanakan bagiannya sendiri-sendiri, namun mereka harus memusatkan perhatian
pada tujuan yang akan dicapai, dan menjaga agar jangan sampai keluar dan
persoalan pokok. Lain halnya dengan pengelompokkan untuk pembagian pekerjaan
seperti tersebut di atas, tugas kelompok di sini tidak penlu diselesaikan dalam
jangka waktu panjang, guru dapat memilih persoalan yang dapat didlskusikan di
kelas.
Kelebihan
metode kerja kelompok pada pelaksanaan pembelajaran
antara lain :
a. Menumbuhkan rasa kebersamaan dan toleransi dalam sikap
dan perbuatan
b. Menumbuhkan rasa ingin maju dan mendorong anggota
kelompok untuk tampil sebagai kelompok yang terbaik sehingga dengan demikian
terjadilah persaingan yang sehat, untuk berlomba-lomba mencari kemajuan dan
prestasi dalam kelompoknya
c. Kemungkinan terjadi adanya transfer pengetahuan antar
sesama dalam kelompok yang masing-masing dapat saling isi mengisi dan
melengkapi kekurangan dan kelebihan antar mereka
d. Timbul rasa kesetiakawanan sosial antar kelompok/group
yangb dilandasi motivasi kerja sama untuk kepentingan dan kebaikan bersama
e. Dapat meringankan tugas guru atau pemimpin sekolah
Kekurangan
metode kerja kelompok pada pelaksanaan pembelajaran antara lain :
a. Melalui metode kerja kelompok, memerlukan persiapan
dan perencanaan yang matang
b. Persaingan yang tidak sehat akan terjadi manakala guru
tidak dapat memberikan pengertian kepada siswa. Bahkan pembagian tugas yang
dilakukan bukanlah dimaksudkan membeda-bedakan satu dengan yang lainnya dalam
arti yang luas
c. Bagi siswa yang tidak memiliki disiplin diri dan
pemalas terbuka kemungkinan untuk pasif dalam kelompoknya, dan hal ini
berpengaruh kepada aktivitas kelompok secara kolektif
d. Sifat dan kemampuan individualitas kadang-kadang
terasa diabaikan
e. Jika tugas yang diberikan kepada kelompok
masing-masing kemudian tidak diberikan batas-batas waktu tertentu, maka
cenderung tugas tersebut diabaikan /terlupakan
f. Tugas juga dapat terbengkalai manakala tidak
mempertimbangkan segi psikologis dan didaktis anak didik
B. Hasil Penelitian
yang Relevan
1. Sutrisna,
Donna. 2010. Penggunaan Metode Kerja
Kelompok untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Siswa Kelas V SDN Tegalweru Kecamatan Dau
Kabupaten Malang. Skripsi, Jurusan KSDP Prodi SI-PGSD FIP Universitas
Negeri Malang. Pembimbing: (1) Drs. Suharjo, M.S, M.A, (2) Dra. Sri Sugiharti,
M.Pd. Salah satu disiplin ilmu yang diajarkan di sekolah dasar dan erat
kaitannya dengan masalah kehidupan Alam dan lingkungan masyarakat di sekitar
siswa adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Di SDN Tegalweru
Kecamatan Dau Kabupaten Malang, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih saja
cenderung pada metode pembelajaran klasik, yaitu metode ceramah yang
kegiatan pembelajarannya hanya didominasi oleh guru, pembelajaran yang kurang
berorientasi pada siswa, siswa hanya mendengarkan, mencatat dan melakukan
kegiatan sesuai perintah guru yang menyebabkan siswa pasif dan tidak mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan kecakapan berpikir. Frekuensi penggunaan metode
ceramah, pemberian tugas dan tanya jawab terlalu mendominasi. Dari hasil
PreTest (tindakan awal/tes awal) yang telah diberikan kepada 29 anak (tes
diberikan secara individu), maka dapat diketahui data siswa yang mengalami
kesulitan belajar, sebesar 72,4% (21 anak) mendapat nilai di bawah 70,
sisanya 27,6% (8 anak) memperoleh nilai diatas 70 dengan nilai rata-rata kelas
56,72. Untuk mengarah pada perubahan yang lebih baik dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam di SDN Tegalweru Kecamatan Dau Kabupaten Malang, maka peneliti
mencoba dengan menerapkan metode kerja kelompok, dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis PTK, model
Kemmis & Taggart. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua
siklus yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi, dengan instrumen penelitian wawancara, tes dan
dokumentasi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Tegalweru Kecamatan
Dau Kabupaten Malang. Data yang dianalisis adalah data tentang kemampuan guru
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kerja kelompok, tingkat pemahaman siswa terhadap materi cuaca yang
diukur dari aspek kognitif yang berupa soal pre-test dan post-tes,
aktivitas siswa serta tingkat keberhasilan siswa yang diukur dari pengamatan
keseharian siswa di lingkungan sekolah selama siklus I dan siklus II. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode
kerja kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas V SDN Tegalweru. Hal ini terbukti
dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas sebelum menggunakan metode kerja kelompok adalah 56.72. Setelah
peneliti menerapkan metode kerja kelompok,
pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa di kelas mengalami peningkatan,
yaitu menjadi 71.20, atau mengalami peningkatan 44.83%. Pada penerapan
metode kerja kelompok siklus
II, rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 84.13, atau mengalami
peningkatan 24.19%. Siswa yang mengalami ketuntasan belajar individu adalah
sebanyak 28 siswa (96.6%) dan siswa yang belum mengalami tuntas belajar
sebanyak 1 siswa (3.4%). Ketuntasan belajar kelas sudah tercapai karena
ketuntasan belajar individu telah mencapai 80% dari jumlah siswa. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode kerja
kelompok dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu
Pengetahuan Alam siswa SDN Tegalweru Kecamatan Dau Kabupaten Malang. yang
ditandai dengan meningkatnya hasil belajar siswa (aspek kognitif), metode kerja kelompok juga mampu
meningkatkan aspek afektif dan aspek psikomotor siswa. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya kerjasama, keberanian dan kedisiplinan siswa dalam pembelajaran.
2. Asri, Mahatma (2011) Studi Komparasi Antara Metode Kerja
Kelompok Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Pucangan 04
Kartasura Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar IPA siswa kelas
IV SDN Pucangan 04 Kartasura yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran
kerja kelompok dan metode pembelajaran demonstrasi pada pokok bahasan Rangka
Tubuh Manusia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yang berlokasi di
SDN Pucangan 04 Kartasura. Populasinya adalah seluruh siswa kelas IV SDN
Pucangan 04 Kartasura tahun ajaran 2011/2012. Sebelum dilakukan penelitian,
dilakukan uji homogenitas dengan metode Barlett pada taraf signifikansi 5%.
Hasil uji homogenitas untuk data hasil belajar IPA siswa diperoleh harga
statistik uji χ2 hitung < χ2 tabel, yaitu 0,280 < 3,841 Dengan demikian
diperoleh keputusan uji bahwa H0 diterima, hal ini menunjukkan bahwa kedua
kelompok memiliki variansi yang homogen. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah metode tes dan metode dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan uji
t-test. Sebelum analisis dilakukan uji normalitas data dengan metode Liliefors
pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji normalitas data dengan SPSS 15.0
menunjukkan bahwa hasil belajar kedua kelompok berdistribusi normal (Lhitung
kerja kelompok= 0,0815 dan Lhitung demonstrasi= 0,0713). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada α = 5% di peroleh thitung > ttabel, (2,096 >
1,998) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar Mata
Pelajaran IPA antara menggunakan metode kerja kelompok dan metode demonstrasi pada
pokok bahasan Rangka Tubuh Manusia.
3.
Agus Purmantoro. 2010. Universitas Sebelas Maret. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep
Penjumlahan Pecahan Melalui Metode Kerja Kelompok pada Siswa Kelas V SD Negeri
04 Beluk Pemalang Tahun 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan pecahan dengan menggunakan metode
kerja kelompok pada siswa kelas V SD Negeri 04 Beluk tahun 2010. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas dengan menggunakan model siklus. Tiap siklus terdiri 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaa tindakan,
observasi dan refleksi. Sebagai subjek adalah siswa kelas V SD Negeri 04 Beluk,
Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang yang berjumlah 54 siswa. Subjek diambil
dengan alasan peneliti dalam mengambil subjek secara klasikal.Teknik
pengumpulan data digunakan observasi, wawancara, tes dan dokumentasi. Uji
validasi data yang digunakan dengan trianggulasi sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah model
analisis diskriptif dan analisis interaktif. Berdasarkan penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut : penggunaan metode kerja kelompok dapat
meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan pecahan siswa. Penggunaan metode
kerja kelompok pada siswa untuk memahami konsep penjumlahan pecahan secara
kontinu dan berkesinambungan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Hal ini
terbukti nilai yang diperoleh siswa yaitu nilai rata-rata pra siklus 56,48,
nilai rata-rata tes akhir siklus I 69,41, dan nilai rata-rata tes akhir siklus
II adalah 81,07 sedang nilai rata-rata pengamatan kerja kelompok setelah siklus
II adalah 3,42 (baik sekali).
4. Setyorini, Ani (2012) Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi
Fungsi Dan Bagian-Bagian Tumbuhan Melalui Metode Kerja KelompokPada Siswa Kelas
IV SD Negeri Malanggaten 3 Kebakkramat Karanganyar Tahun Ajaran 2011/2012.
Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pembelajaran yang biasa
diterapkan selama ini adalah pembelajaran yang menggunakan metode konvensional,
dimana proses pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat
dalam proses pembelajaran. Hal tersebut merupakan masalah sehingga perlu adanya
model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa untuk terlibat aktif dalam
proses pembelajaran khususnya pada pembelajaran IPA. Salah satu model
pembelajaran yang diterapkan adalah metode kerja kelompok. Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA materi
fungsi dan bagian-bagian tumbuhan dengan menerapkan metode kerja kelompok pada siswa
kelas IV Sd Negeri Malanggaten 3 Kebakkramat Karanganyar tahun ajaran
2011/2012. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri atas
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dilakukan dalam dua siklus.
Data mengenai keaktifan siswa diperoleh melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan deskriptif
kualitatif, yaitu dengan cara menganalisis data perkembangan siswa dari siklus
I sampai siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Malanggaten 3 Kebakkramat Karanganyar
dalam pembelajaran IPA materi fungsi dan bagaian-bagian tumbuhan melalui metode
kerja kelompok. Sebelum tindakan diperoleh 26,31% dari 19 siswa mendapatkan
nilai ≥ 66 (KKM). Pada siklus I hasil belajar siswa meningkat dengan diperoleh
52,63% dari 19 siswa mendapatkan nilai ≥ 66 (KKM). Pada siklus II diperoleh
mencapai 84,21% dari 19 siswa mendapatkan nilai ≥ 66 (KKM).
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir berbeda dengan sekumpulan informasi
atau hanya sekedar sebuah pemahaman. Lebih dari itu kerangka berpikir adalah
sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah
pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran
selanjutnya.
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
D. Hipotesis Tindakan
Dengan mempertimbangakan dan merujuk kepada beberapa pendapat para pakar di
atas, disusunlah hipotesis sebagai berikut :
1. Penggunaan metode kerja kelompok pada pembelajaran mata pelajaran IPA pada
materi cuaca dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa Kelas III SD Negeri Palugon
02 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2011/2012.
2. Penggunaan metode kerja kelompok pada pembelajaran mata pelajaran IPA pada
materi cuaca dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III SD Negeri Palugon
02 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2011/2012.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih