BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran matematika
di Sekolah Dasar
adalah hal yang
sangat menentukan bagi pemahaman
belajar matematika siswa
di jenjang selanjutnya.
Matematika merupakan salah
satu ilmu dasar
yang mempunyai peranan
yang cukup besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
pengembangan ilmu dan teknologi.
Untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap
pengenalan jaring-jaring kubus
dan balok dilakukan
perbaikan pembelajaran melalui serangkaian proses Penelitian
Tindakan Kelas (PTK).
Pada prinsipnya tujuan
pengajaran metode discovery membantu
siswa bagaimana merumuskan
pertanyaan, mencari jawaban atau
pemecahan untuk memuaskan
keingintahuannya dan untuk
membantu teori dan gagasannya
tentang dunia. Lebih
jauh lagi dikatakan
bahwa pembelajaran metode discovery bertujuan
untuk mengembangkan tingkat
berpikir dan juga
keterampilan berpikir kritis.
Dalam studi
awal pembelajaran matematika tentang materi
jaring-jaring bangun ruang, peneliti telah melaksanakan tugasnya sebagai guru
dalam mengajar dengan mengeluarkan segenap kemampuan yang dimiliki secara
optimal. Akan tetapi, pada studi awal dengan pelaksanaan tes formatif
menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan
terhadap materi yang diajarkan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa hanya enam
siswa (17,65%) dari 34 siswa Kelas V SD Negeri Cibalung 01 yang mencapai
pengusaan materi di atas 70%, sehingga masih terdapat 29 atau 85,29% siswa yang
belum tuntas belajar karena perolehan nilai di bawah KKM sebesar 65, dengan
perolehan nilai rata-rata hasil belajar secara klasikal sebesar 67,35 serta
keaktifan siswa sebesar 35,29% atau sebanyak 12
siswa dari jumlah siswa sebanyak 34.
Berdasarkan
data di atas peneliti berupaya bekerja sama dengan supervisor dan kepada
sekolah untuk mencari solusi, sehingga permasalahan dapat terselesaikan.
Kegiatan diskusi, pengamatan langsung (observasi) kepada siswa, perhatian
khusus kepada siswa yang bermasalah adalah salah satu cara untuk meningkatkan
hasil belajar siswa.
Melalui
pengamatan dan diskusi terindentifikasi beberapa masalah yang mempengaruhi
pembelajaran antara lain :
1. Pada
umumnya siswa takut
untuk mencoba sendiri
menyelesaikan masalah-masalah
dalam pembelajaran matematika
khususnya dalam membuat jaring-jaring
bangun ruang.
2. Kurangnya variasi
pembelajaran sehingga siswa
kurang kreatif untuk menyelesaikan pembelajaran
matematika, khususnya dalam
pembelajaran jaring-jaring bangun ruang.
3. Pada
umumnya siswa tidak
dilibatkan dalam pembelajaran
matematika, sehingga
aktivitas siswa pada
proses pembelajaran sangat
kurang. Hal ini ditunjukkan dengan
minimnya respon siswa
pada saat guru
bertanya, minimnya pertanyaan
yang diajukan siswa
pada guru, dan kurangnya perhatian siswa pada saat guru
berbicara.
Melalui
diskusi dengan supervisor, kajian
literatur dan refleksi diri ditemukan permasalahan penyebab rendahnya
penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran matematika jaring-jaring bangun
ruang antara lain :
1. Ketidakmampuan guru
memperhatikan perbedaan kemampuan siswa.
2. Guru belum melibatkan siswa secara aktif dalam proses kegiatan belajar
mengajar
3. Penyampaian materi pembelajaran oleh guru
kurang mengena pada peserta didik
4. Guru kurang mampu mengaitkan materi yang
dipelajari dengan konsep nyata yang ada dalam keseharian siswa.
Kondisi
awal sebagaimana tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik,
sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa dapat meningkat dengan melaksanakan
perbaikan pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang dengan
menggunakan metode discovery. Langkah
yang diambil penulis sebagai upaya untuk mengatasi hal itu, peneliti mencoba
berkolaborasi dengan kepala sekolah, rekan sejawat, dan supervisor. Hasil
diskusi dengan mereka, akhirnya dapat teridentifikasi beberapa masalah adalah
siswa kurang memahami materi yang disampaikan guru, sehubungan dengan
metode yang digunakan guru terkesan membosankan mereka dan siswa merasa kesulitan dalam
memahami materi tentang jaring-jaring bangun ruang karena materi tersebut belum mereka kuasai
dengan benar pada pada pembelajaran di kelas sebelumnya.
Menyikapi persoalan-persoalan tersebut
di atas, penggunaan
atau pendekatan model pembelajaran
yang tepat akan
sangat berpengaruh pada
hasil belajar siswa. Selain
itu, metode pembelajaran biasa
memperkaya kemampuan dan
pengetahuan guru. Guru harus mempunyai pengetahuan dan berbagai strategi,
dalam cara mengajar yang melibatkan siswa dalam
proses kegiatan melalui
tukar pendapat, dengan diskusi, membaca
sendiri dan, mencoba
sendiri agar siswa dapat
belajar sendiri. Penggunaan
teknik discovery ini berusaha
meningkatkan aktifitas siswa dalam
proses belajar mengajar, sehingga dengan
metode discovery ini siswa
diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Dari kenyataan
tersebut peneliti ingin melaksanakan penelitian
tindakan kelas pada pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang dengan
menggunakan metode discovery siswa kelas
V SD Negeri Cibalung 01.
B.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah
dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Bagaimana upaya meningkatkan keaktifan
belajar siswa Kelas V SD Negeri Cibalung
01 dalam pembelajaran Matematika dengan materi jaring-jaring bangun ruang
melalui penerapan metode discovery?
2. Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar
siswa Kelas V SD Negeri Cibalung 01 dalam
pembelajaran Matematika dengan materi jaring-jaring bangun ruang melalui penerapan
metode discovery?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah :
1. Untuk meningkatkan keaktifan siswa Kelas
V SD Negeri Cibalung 01 pada pembelajaran
matematika materi jaring-jaring bangun ruang setelah dilaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan metode discovery.
2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V
SD Negeri Cibalung 01 pada pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun
ruang dengan menggunakan metode discovery.
D.
Manfaat Penelitian
Diharapkan
hasil pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat memberikan manfaat :
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan dan sumber rujukan
pihak-pihak terkait (Dinas Pendidikan, sekolah,
guru dan institusi
pendidikan lainnya) dalam
pengambilan kebijakan mutu pendidikan.
b. Sebagai upaya optimalisasi
pelaksanaan pembelajaran aktif dan peningkatan profesionalisme guru dan praktek
pembelajaran di kelas.
2. Manfaat
Praktis
a. Siswa, yaitu
meningkatnya aktivitas dan hasil pembelajaran
matematika karena adanya unsur
penemuan dan suasana
menyenangkan dalam proses pembelajaran matematika.
b. Guru, yaitu
tambahan pengetahuan dan
keterampilan mengajar yang
lebih bervariatif dalam pelaksanaan pembelajaran, khususnya mata
pelajaran matematika.
c. Sekolah, yaitu
sebagai sumber informasi
dan referensi kajian
dalam pengambilan keputusan menyangkut peningkatan profesionalisme guru
dan pencapaian kualitas pendidikan sekolah.
d. Peneliti, sebagai
sarana mengimplementasikan model
pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan bagi siswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kerangka Teori
1.
Pembelajaran Matematika
a.
Pengertian Matematika
Batasan
mengenai pengertian matematika
banyak ditulis oleh
para ilmuan. Berbagai pendapat
muncul tentang pengertian
matematika tersebut, dipandang
dari pengetahuan dan pengalaman
masing-masing yang berbeda-beda.
Seperti yang dikemukakan. Lunhins
dan Luchins : “Apakah
matematika itu? Dapat dijawab
secara berbeda-beda tergantung pada
bilamana pertanyaan itu
dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang
menjawabnya dan apa sajakah
yang dipandang termasuk
matematika” (Suherman, 2003:134).
Matematika
merupakan ilmu tentang
logika mengenai bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep
yang berhubungan lainnya
dengan jumlah yang
banyak, yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan
geometri. Masih banyak pendapat
yang lain, diantaranya
adalah: matematika adalah
bahasa yang berisi lambang-lambang yang artifisial yang
berlaku secara internasional; matematika adalah seni, sebab
dalam matematika terlihat
adanya unsur keteraturan,
keterurutan, dan konsisten
sehingga matematika indah dipandang dan diresapi sebagai seni.Pembelajaran
merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu
saling bertukar informasi. Pembelajaran
adalah kegiatan memilih, menetapkan,
dan mengembangkan metode
atau strategi yang
optimal untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan
(Degeng, dalam Bharata, 2002: 10).
Pengertian
matematika dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia
oleh tim penyusun kamus
Pusat Pembinaan dan
Perkembangan Bahasa disebutkan
bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara
bilangan dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian
masalah bilangan.
Nickson
(Hudojo, 1998: 6)
berpendapat bahwa pembelajaran
matematika adalah pemberian kepada
siswa untuk membangun
konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika
dengan kemampuan sendiri
sehingga konsep atau
prinsip itu terbangun.
Sedangkan menurut Soedjadi dan Mesono (Bharata, 2002:
10) mengemukakanpembelajaran
matematika bermaksud menata
nalar, membentuk sikap
dan menumbuhkan kemampuan menggunakan
dan menetapkan matematika.
Ini berarti bahwa dalam
pembelajaran tidaklah cukup
hanya memberikan tekanan pada
keterampilan berhitung dan
menyelesaikan soal, tetapi
penekanan harus diberikan pada
bagaimana nalar dan
sikap siswa terbentuk
untuk kehidupan nyatanya.
Matematika dapat ditinjau dari segala sudut dan dapat
memasuki seluruh segi kehidupan
manusia. Jelasnya, matematika
mencakup bahasa, yaitu
bahasa matematika. Melalui matematika
dapat dilatih berfikir
secara logis, dan
dengan matematika ilmu pengetahuan
lainnya bisa berkembang
dengan cepat. Namun demikian, untuk
mengetahui apakah matematika
itu, seorang harus
mempelajari sendiri ilmu matematika itu, yaitu dengan mengkaji dan
mengerjakannya.
b.
Pembelajaran Matematika Sekolah
Pada
penelitian ini matematika
yang dimaksud adalah
matematika sekolah. Dalam kurikulum
pendidikan dasar, matematika
sekolah adalah matematika
yang diajarkan pada pendidikan
dasar dan menengah.
Matematika sekolah terdiri
atas bagian matematika yang
dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan
membentuk pribadi siswa
serta berpadu kepada
pekembangan iptek yang
berfungsi sebagai salah
satu unsur masukan
instrumental yang memiliki
obyek dasar astrak dan berlandaskan kebenarankonsistensi, dalam sistem
proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan (Suherman,
2003:87).
Sesuai
dengan tujuan pendidikan
matematika di sekolah
matematika sekolah berperan:
1) Mempersiapkan anak
didik agar sanggup
menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan yang
senantiasa berubah, melalui
latihan bertindak atas
dasar pemikiran logis dan
rasional, kristis dan cermat, obyektif, kreatif, dan efektif.
2) Untuk mempersiapkan
anak didik agar menggunakan matematika
secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi
ilmu pengetahuan.
Peran
matematika tersebut di
atas diwujudkan dalam
kegiatan belajar mengajar, yang
mempunyai tujuan sebagai berikut.
1)
Siswa
memahami
pengertian-pengertian matematika, memilik
keterampilan untuk menerapkan pengertian
tersebut baik dalam
matematika sendiri, mata
pelajaran lainnya, maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Siswa
memiliki pemahaman tentang hubungan
antara bagian-bagian matematika, memiliki kemampuan menganalisa dan
menarik kesimpulan serta memiliki sikap dan kebiasaan berpikir
logis, kritis, dan
sistematis, bekerja cermat,
tekun, dan bertanggung jawab (Suherman,
2003:91).
c.
Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Tujuan
umum diberikannya Matematika
di jenjang pendidikan dasar adalah sebagai berikut:
1)
Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan
keadaan di dalam kehidupan dan
di dunia yang
selalu berkembang, melalui
latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara
logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif.
2)
Mempersiapkan
siswa agar dapat
menggunakan matematika dan
pola pikir matematika
dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Depdikbud
1993:96).
Dengan
demikian, tujuan umum
pendidikan Matematika pada jenjang
pendidikan dasar tersebut
memberikan tekanan pada
penataan nalar dan pembentukan
sikap serta keterampilan
dalam penerapan matematika. Siswa
SD setelah selesai mempelajari matematika bukan saja diharapkan memiliki sikap
kritis, cermat, dan jujur, serta cara berfikir yang logis dan
rasional dalam menyelesaikan
suatu masalah, melainkan
juga harus mampu menerapkan
matematika dalam kehidupan
sehari-hari serta memiliki pengetahuan
matematika yang cukup
kuat sebagai bekal
untuk mempelajari matematika lebih
lanjut dan dalam
mempelajari ilmu-ilmu lain.
d.
Ruang Lingkup Materi Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dasar.
Ruang lingkup materi pembelajaran di Sekolah Dasar
yang berlaku. Kurikulum Pendidikan Dasar 1994 (1995/1996: 97) disebutkan bahwa
“Bahan kajian matematika di sekolah
dasar mencakup artimetika (pengaturan
statistik), pengantar aljabar, geometri, pengukuran dan kajian data (pengatur
statistik). Penekanan diberikan
pada penguasaan bilangan (number sense)
termasuk bilangan”. Dalam kurikulum
2004 (Depdiknas, 2003:
2) yang menyangkut ruang lingkup
matematika dinyatakan sebagai
berikut: “Standar Kopetensi Matematika merupakan
seperangkat kompetensi matematika
yang dibakuakan dan harus dicapai
oleh siswa pada akhir pembelajaran. Standar ini
dikelompokan dalam kemahiran Matematika, bilangan,
pengukur, dan geometri,
aljabar, statistika dan peluang, dan kalkulus”.
e.
Kompetensi Matematika di Sekoalah Dasar
Kompetensi mata pelajaran Matematika atau mata
pelajaran lainnya mengacu pada
rumusan dan tujuan
pendidikan yang terdapat
pada Pasal 3 Undang
undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu:
Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkanya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang
beriman terhadap Tuhan
Yang Mana Esa,
berahklak mulia, sehat berilmu, cakap, kretif, dan menjadi
warga yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengacu
pada rumusan tujuan
di atas terdapat
jumlah kopetensi yang diharapkan muncul
setelah dilakukan peroses
pendidikan. Kompetensi yang harus dikuasai oleh
pesera didik dalam
mata pelajaran matematika
adalah berupa keterampilan intelektual
yang meliputi keterampilan
dasar sebagai kemampuan terendah, kemudian
diikuti dengan keterampilan
tertinggi berupa keterampilan investigasi.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
2006 hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep
matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga,
atau media lainnya.
Mata pelajaran matematika Sekolah Dasar bertujuan
agar siswa memiliki kemampuan, sebagai berikut:
a.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
b.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.
Memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami,
merancang model, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan dan masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Ruang
lingkup pembelajaran mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah
Dasar, meliputi aspek-aspek: Bilangan, Geometri dan Pengukuran, dan Pengolahan
Data.
2.
Belajar dan Pembelajaran
a. Belajar
Menurut Gagne belajar
merupakan dis posisi
atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu
tertentu dan perubahan prilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan
(Anonim, 2004: 4). Suparno (2001: 2)
belajar yaitu suatu
aktifitas yang menimbulkan perubahan yang
relative permanen sebagai
akibat dari upaya-upaya
yang dilakukan.
Perubahan-perubahan tersebut tidak
disebabkan factor kelemahan, kematangan ataupun mengkonsumsi
obat.
Selanjutnya
Suparno (2001: 11)
menyimpulkan tentang pengertian
belajat yaitu:
1)
bahan
belajar itu menambah
perubahan (behavioral chage, actual maupun pontensial)
2)
bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkan
kecakapan baru.
3)
bahan perubahan itu terjadi karena usaha (dengan
sengaja).
Anonim dalam Psikologi Belajar
(2004: 2) mengungkapkan
bahwa konsep tentang belajar mengajar unsur utama yaitu:
1)
Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku
2)
perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh
proses pengalaman.
3)
Perubahan perilaku karena belaja bersifat relatif
permanen.
Dapat
disimpulkan dari ke empat
pendapat di atas bahwa belajar
adalah suatu perubahan dalam
tingkah laku, dimana
perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku
yang lebih baik
atau kemungkinan mengarah
pada tingkah laku yang
lebih buruk yang
terjadi melalui latihan
atau pengalaman dan perubahan
itu harus relatif
mantap, harus merupakan
akhir dari pada
suatuperiode waktu yang
cukup panjang dimana
berapa lama periode
waktu itu berlangsung.
Selama
hidup manusia selalu
mengalami proses belajar
tetapi manusia tidak pernah
menyadari bahwa manusia
sedang belajar. Dalam
pendidikan sekolah, siswa merasakan
belajar karena system
pengajaran di sekolah
telah terarah memiliki tujuan
tertentu. Untuk mencapai
tujuan yang telah
ditentukan tersebut, maka para
guru mengunaka sebagai
macam metode mengajar
dan media pembelajaran agar
kelak di kemudian hari
para siswa mampu menerapkan apa yang telah diperolehnya
dalam kehidupan di masa mendatang.
b. Pembelajaran
Pembelajaran adalah
upaya menciptakan iklim
dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi,
minat, bakat dan
kebutuhan siswa yang
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan
siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:2). Matematika merupakan
mata pelajaran yang
cukup mendasar, hampir
di setiap jenjang pendidikan
diajarkan. Beberapa sifat
atau karakteristik pembelajaran matematika adalah sebagai
berikut.
1)
Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).
2)
Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.
3)
Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.
4)
Pembelajaran matematika mengikuti kebenaran
konsistensi. (Suherman dkk, 2003:68).
Prinsip
pembelajaran yang bersumber
dari teori behavioristik yaitu
pembelajaran dapat menimbulkan proses belajar dengan baik bila
(1) si belajar berpartisipasi secara aktif, (2) materi disusun dalam bentuk
unitunit kecil dan diorganisir secara
sistematis dan logis,
dan (3) tiap
respon si pebelajar
diberibalikan dan disertai
penguatan (Sugandi, 2004:10).
Menurut Mandigers agar
anak mudah dan berhasil
dalam belajar, dalam
mengajar guru perlu
memperhatikan, (1) prinsip aktivitas
mental, (2) prinsip
menarik perhatian, (3)
prinsip penyesuaian perkembangan siswa,
(4) prinsip apersepsi,
(5) prinsip peragaan,
dan (6) prinsip aktivitas motorik (Sugandi, 2004:12). Piaget
mengemukakan tiga prinsip
utama pembelajaran, yaitu
(1) belajar aktif,
(2) belajar lewat interaksi sosial,
dan (3) belajar
lewat pengalaman sendiri.
Belajar aktif merupakan
proses pembelajaran yang
aktif karena pengetahuan
terbentuk dari dalam subjek belajar.
Belajar lewat interaksi
sosial yaitu proses
pembelajaran perlu diciptakan
suasana yang memungkinkan
terjadinya terjadinya interaksi
di antara subjek
belajar. Sedangkan belajar
lewat pengalaman sendiri
berarti dalam proses pembelajaran dapat memberikan pengalaman nyata
kepada siswa (Sugandi, 2004:36).
Pengembangan
model pembelajaran dilakukan
dengan pengembangan panduan
pembelajaran yang selanjutnya
diimplikasikan. Dengan tersusunnya
paket panduan pelaksanaan
pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga, lengkap
dengan prototipe alat
peraganya; diharapkan guru
mampu menciptakan pembelajaran aktif
yang kondusif sehingga
akan : (1)
member kesempatan kepada siswa SD lebih banyak memperoleh pengalaman
belajar secara langsung; yaitu belajar dengan cara
mencoba-coba dan mengalami
sendiri; (2) mempermudah
siswa memahami matematika.
Sesuai dengan sifat
matematika yang abstrak,
pembelajaran matematika dengan
pendayagunaan alat peraga
akan menyajikan pembelajaran
dari konkret (dengan bantuan alat
peraga) – semi abstrak (dengan model gambar) – abstrak (konsep); (3) menyeragamkan gambaran atau
persepsi siswa tentang sesuatu (konsep) yang
dipelajari; (4) memberikan motivasi siswa untuk selalu belajar matematika.
Pembelajaran
matematika dengan pendayagunaan
alat peraga dapat dilaksanakan dengan
variasi/pendekatan/teknik.
Pembelajaran tidak hanya
dapat dilakukan dengan
demonstrasi oleh guru,
tetapi juga oleh
siswa. Dengan bimbingan guru,
siswa menemukan sendiri
konsep/prinsip, siswa diberi
kesempatan bekerja dengan
kelompoknya. Dengan bernyanyi
atau bermain siswa
belajar/menerapkan konsep/prinsip
matematika, siswa tidak merasa bosan, tetapi termotivasi.
3.
Keaktifan Belajar
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah
kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau
kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007:101-106) aktivitas tidak
hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh
aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang
dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut
Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu
sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan
antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan
oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif
atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk
cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses
pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek
yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan.
Menurut
Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa
keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1)
pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan
sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan
pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4)
pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa,
meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu
menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai
aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 :
17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang
lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi
keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan
kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan
belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu
baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi
pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi
memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya
situasi stimulus tersebut.
Selama
proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan
dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan
para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan,
keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan
siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan kondusif dalam
belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator
dan pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar serta
mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Keaktifan
belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental (Sardiman: 2001:
99). Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut harus terkait, sehingga
akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal.
4.
Hasil Belajar
Hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya
(Sudjana, 1990: 22).
Gagne dalam Sudjana
(1990: 22) membagi lima
kata gori hasil
belajar, yakni informasi
verbal, keterampilan intelektual,
strategi kognitif, sikap dan keterampilan
motoris. Horward Kingsley dalam Sudjana (1990: 22) membagi
tiga macam hasil belajar, yaitu: keterampilan dan kebiasaan, pengertian dan
pengetahuan serta sikap dan ciri-ciri. Masing-masing jenis hasil belajar dapat
diisi dengan bahan yang telah ditetepkan dalam kurikulum. Sistem pendidikan
Nasional merumuskan tujuan
pendidikan, baik tujuh kurikulum maupun
tujuh intstuksional, mengunakan
klasifikasi hasil belajar
dari Benyamin Bioom yang
secara garis membaginya
menjadi tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif
dan ranah pisikomotoris.
1) Ranah
kognitif berkenaan dengan
hasil belajar intelektual
yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisa, sintesis, dan evaluasi.kedua
aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah
dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitf tingkat
tinggi.
2) Ranah
afektif berkenaan dengan
sikap yang terdiri
dari lima aspek
yakni, penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
3) Ranah pisikomotoris berkenaan dengan hasi
belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Ada enam aspek
ranah pisikomotoris, yakni
gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perceptual, keharmonisan
atau keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpresif.
Ketiga ranah
tersebut menjadi penilaian
hasil belajar. Diantara
ketiga ranah itu, ranahkognitif
yang paling banyak
yang dinilai para
guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa
dalam menguasai pelajaran.
Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian
diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan
suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria.
Misalnya untuk dapat mengatakan baik, sedang, kurang, diperlukan adanya ukuran
yang jelas bagaimana yang baik, yang sedang, dan yang kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria.
Dari
pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa ciri penilaian adalah adanya objek
atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan
antara apa yang dicapai dengan kriteria yang harus dicapai. Perbandingan bisa bersifat mutlak, bisa pula
bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut
menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku.
Sedangkan perbandingan yang bersifat relatif artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan
posisi suatu objek yang dinilai terhadap objek lainnya dengan bersumber pada
kriteria yang sama. Dengan demikian, inti penilaian adalah proses mementukan
nilai suatu objek tertentu berdasarkan kriteria tertentu.
Proses pemberian nilai tersebut
berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan judgment.
Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan
adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi
tertentu. Atas dasar itu maka dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program
yang dinilai, ada kriteria, dan ada interpretasi/judgment.
Penilaian hasil belajar adalah proses
pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria
tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil
belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah
laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian
hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa
(kompetensi) menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian
proses pebelajaran adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan
pengajaran.
Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana
keefektifan proses pebelajaran dalam mengupayakan perubahan tingkah laku siswa.
Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama
lain sebab hasil belajar yang dicapai siswa merupakan akibat dari proses pembelajaran
yang ditempuhnya (pengalaman belajarnya). Sejalan dengan pengertian diatas maka
penilaian berfungsi sebagai berikut:
a. Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan
pembelajaran. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu pada rumusan-rumusan
tujuan pembelajaran sebagai penjabaran dari kompetensi mata pelajaran.
b. Umpan balik
bagi perbaikan proses belajar-mengajar. Perbaikan mungkin dilakukan dalam hal
tujuan pembelajaran, kegiatan atau pengalaman belajar siswa, strategi
pembelajaran yang digunakan guru, media pembelajaran, dan lain-lain
c. Dasar dalam
menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya. Dalam laporan
tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai
bidang studi atau mata pelajaran dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang
dicapainya.
5.
Ketuntasan Belajar
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas.
Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah “mastery Learning”. Nasution, S (1982:
36) menyebutkan bahwa mastery learning
atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat
dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang
dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982:
38) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu:
(1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk
memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar.
Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan
pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai
kriteria yang telah ditetapkan.
Block, James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery
learningdapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat
membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang
berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern.
Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih
berpusat pada siswa (child center),
(2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual personal), (3) strategi
pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous
progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental units).
Dalam pembelajaran tuntas seorang siswa yang dapat mempelajari unit
pelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika
siswa yang bersangkutan telah menguasai secara tuntas sesuai standar ketuntasan
belajar minimal yang telah ditentukan oleh sekolah. Dalam pembelajaran tuntas
terdapat dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial
dan layanan program pengayaan. Pertama, layanan program remedial
dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan
bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan tugas-tugas atau perlakuan
secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran
reguler, (c) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD)
yang belum dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial
dilakukan setelah siswa mengikuti tes/ujian semester.
Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (a)
memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan
yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (b) pemberian tugas untuk
melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (c)
memberikan soal-aoal latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (d) membantu
guru dalam rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (e)
materi pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, (f) program
pengayaan dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian
semester. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tuntas menjadi
dasar dari konsep ketuntasan belajar. Sehingga guru diharapkan menerapkan
pembelajaran tuntas dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan pembelajaran
tuntas, siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar yang ideal.
Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil
prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu.
Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masing-masing indikator
mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar
sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria ketuntasan belajar dan
meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati
ideal
6.
Pengertian Metode
Metode merupakan langkah
operasional dari strategi
pembelajaran yang dipilih dalam
mencapai tujuan belajar,
sehingga bagi sumber
belajar dalam strategi yang digunakan. Istilah metode
dapat digunakan dalam
berbagai bidang kehidupan,
sebab secara umum menurut
kamus Purwadarminta (1996) adalah sebagai berikut, “metode adalah
cara yang telah teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud”.
Sedangkan menurut kamus
Besar Bahasa Indonesia,
metode adalah cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan. Metode
berasal dari kata Method
(Inggris), artinya melalui, melewati, jalan atau cara untuk memperoleh
sesuatu.
Berdasarkan pernyataan tersebut
di atas jelas bahwa
pengerian metode pada prinsipnya sama yaitu merupakan suatu
cara dalam rangka pencapaian tujuan, dalam hal
ini dapat menyangkut
dalam kehidupan ekonomi,
social, politik, maupun keagamaan.
Adapun metode yang
digunakan dalam pembahasan
ini yaitu metode yang
digunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap
upaya yang sistematik
dan disengaja untuk
menciptakan kondisi-kondisi agar kegiatan
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Metode dalam pembelajaran
tidak hanya berfungsi
sebagai cara untuk menyampaikan materi
saja, akan tetapi
berfungsi sebagai pengelola
kegiatan pembelajaran agar lebih
teratur, supaya mencapai tujuan yang diharapkan.
7.
Kedudukan Metode dalam Pembelajaran
Menurut Sudjana (2003:10),
kedudukan metode dalam
pembelajaran mempunyai ruang lingkup
sebagai cara dalam:
a.
Pemberi
dorongan, yaitu cara
yang digunakan sumber
belajar dalam rangka memberikan dorongan kepada siswa dan
warga untuk terus belajar.
b.
Mengungkap
tumbuhnya minat belajar,
yaitu cara untuk
menumbuhkan rangsangan untuk tumbuhnya
minat belajar warga
belajar didasarkan pada kedudukanya.
c.
Menyampaikan
bahan belajar, yaitu
cara yang digunakan
dalam sumber belajar dalam
menyampaikan bahan dalam kegiatamn pembelajaran.
d.
Pencipta
iklim belajar yang
kondusif, yaitu cara
untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi warga
belajar untuk belajar.
e.
Tenaga
untuk melahirkan kreativitas,
yaitu cara untuk
menumbuhkan kretivitas warga belajar sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
f.
Pendorong
untuk penilaian diri
dalam peruses dan
hasil belajar, yaitu
cara untuk engetahui keberhasilan
pembelajaran.
g.
Pendorong
dalam melengkapi kelemahan
hasil belajar, yaitu
cara untuk mencari pemecahan
masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan keterkaitan definisi,
kedudukan metode dalam
pengertian pembelajaran diliata secara harfiah dan dari arti sempit,
maka pembelajaran dapat pula dikatagorikan
sebagai salah satu metode dalam pembelajaran.
8.
Model Pembelajaran Discovery
Metode penemuan terbimbing sering disebut metode discovery, dalam metode penemuan terbimbing,
para siswa diberi
bimbingan singkat untuk menemukan jawabannya. Harus
diusahakan agar jawaban
atau hasil akhir
itu tetap ditemukan sendiri oleh siswa (Suyitno,
2004:5). Jika siswa belajar menemukan sesuatu dikatakan ia belajar melalui
penemuan. Bila guru mengajar
siswa tidak dengan
memberitahu tetapi memberikan
kesempatan atau berdialog dengan siswa agar ia menemukan sendiri, cara
guru mengajar demikian disebut metode penemuan (Ruseffendi, 1980:88)
Metode penemuan merupakan komponen dari suatu bagian
praktik pendidikan yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik,
yakni suatu jenis mengajar yang meliputi
metode-metode yang dirancang
untuk meningkatkan rentangan keaktifan
siswa yang lebih
besar, berorientasi kepada
proses, mengarahkan pada
diri sendiri, mencari
sendiri, dan refleksi
yang sering muncul
sebagai kegiatan belajar.
Metode
penemuan adalah poses
mental dimana siswa
mampu mengasimilasikan sesuatu
konsep atau prinsip.
Proses mental yang
dimaksud adalah mengamati, mencerna,
menggolong golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur
dan membuat kesimpulan.
Metode penemuan sebagai metode belajar mengajar
digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar dengan tujuan sebagai berikut.
a. Meningkatkan keterlibatan
siswa secara aktif
dalam memperoleh dan memproses
perolehan belajar.
b. Mengarahkan
para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
c. Mengurangi
ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa.
d.
Melatih para
siswa mengeksplorasi atau
memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber informasi yang tidak
pernah tuntas digali.
Kata
penemuan sebagai metode
mengajar merupakan penemuan
yang dilakukan oleh siswa.
Siswa menemukan sendiri
sesuatu yang baru,
ini tidak berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab
sudah diketahui oleh orang lain (Suyitno, 2004:5).
Metode Discovery memungkinkan
para siswa menemukan
sendiri informasi- informasi yang
diperlukan untuk mencapai
tujuan instruksional. Ini
berarti berpengaruh terhadap
peranan guru sebagai
penyampai informasi kearah
peran guru sebagai pengelola
interaksi belajar mengajar kelas.
Model
pembelajaran discovery dirancang agar
siswa-siswi dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses
mentalnya sendiri. Metode pembelajaran discovery
(penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa
sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu
tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam
pembelajaran discovery (penemuan)
kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.
Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa
konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara
lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini
siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru
hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan
berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar
sendiri.
Metode
pembelajaran discovery merupakan
suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam
belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak
sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan
konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Langkah-langkah
pelaksanaan pembelajaran discovery
adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi kebutuhan siswa;
b. Seleksi pendahuluan terhadap
prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
c. Seleksi bahan, problema/
tugas-tugas;
d. Membantu dan memperjelas tugas/
problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
e. Mempersiapkan kelas dan alat-alat
yang diperlukan;
f. Mengecek pemahaman siswa
terhadap masalah yang akan dipecahkan;
g. Memberi kesempatan pada siswa
untuk melakukan penemuan;
h. Membantu siswa dengan informasi/
data jika diperlukan oleh siswa;
i. Memimpin analisis sendiri (self
analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
j. Merangsang terjadinya interaksi
antara siswa dengan siswa;
k. Membantu
siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak
digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan
suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan
dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan
tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang
ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah
digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah
satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar
berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri,
kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Setiap
metode pembelajaran memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing, Mulyani Sumantri dan Johar
dalam Hadiningsih (2009:33) mengemukakan kelebihan
dan kelemahan dari
model discovery sebagai
berikut:
a.
Kelebihan model discovery
1) `Dianggap membantu siswa
mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan
penguasaan keterampilan dari
proses kognitif siswa,
andai kata siswa itu dilibatkan terus dalam discovery.
2)
Pengetahuan diperoleh dari
strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan
suatu pengetahuan yang
sangat kukuh, dalam
arti pendalaman dari pengertian, retensi dan transfer.
3) Model pembelajaran
discovery membangkitkan
gairah pada siswa misalnya
siswa merasakan jerih
payah penyelidikan, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.
4)
Model pembelajaran discovery
memberikan kesempatan pada siswa untuk
bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5) Model pembelajaran
discovery menyebabkan
siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga siswa lebih
merasa terlibat dan termotivasi sendiri
untuk belajar.
6)
Model pembelajaran discovery dapat
membantu dan memperkuat pribadi
siswa dengan bertambahnya
kepercayaan pada diri sendiri
melalui proses-proses discovery. Dapat
memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.
7) Model pembelajaran
discovery berpusat
pada siswa, misalnya memberi
kesempatan pada siswa,
dan guru berpartisipasi untuk
mengecek ide. Guru
menjadi pembimbing belajar,
terutama dalam situasi discovery
yang jawabannya belum diketahui siswa sebelumnya.
8)
Membantu perkembangan siswa
dalam menemukan kebenaran
akhir yang mutlak.
b. Kekurangan
model discovery
1)
Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk
cara belajar ini. Model
pembelajaran discovery kurang
baik untuk mengajar
kelas besar.
2)
Harapan
yang ditumpahkan pada
model ini mungkin
mengecewakan guru dan
siswa yang sudah biasa
dengan perencanaan dan
pengajaran secara tradisional.
3)
Mengajar dengan discovery
mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan perolehan
pengertian dan kurang
memperhatikan diperolehnya sikap
dan keterampilan. Sedangkan
sikap dan ketrampilan diperlukan
untuk memperoleh pengertian atau
sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.
Untuk
mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat
dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi
secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar
kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran
dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SD adalah metode penemuan terbimbing.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SD adalah metode penemuan terbimbing.
9.
Jaring-jaring Bangun Ruang
Burhan Mustaqim, dkk (2008:214) menyebutkan bahwa
jaring bangun ruang adalah gabungan dari beberapa bangun datar yang membentuk
suatu bangun ruang. Gabungan dari beberapa persegi yang membentuk kubus
disebut jaring-jaring kubus, dan
jaring-jaring balok adalah gabungan dari beberapa persegi panjang yang
membentuk balok.
Jaring-jaring
bangun ruang terdiri dari beberapa bangun datar yang dirangkai. Jaring-jaring
dapat dibuat dari berbagai bangun ruang. Sebuah kotak mempunyai rusuk.
Rusuk-rusuk itu juga merupakan jaring-jaring. Jika sebuah kotak kita lepas
perekatnya, maka akan terbentuk jaring-jaring
a. Jaring-jaring
Kubus
Kubus mempunyai lebih dari satu jaring-jaring.
b. Jaring-jaring
Balok
Seperti halnya kubus, balok mempunyai lebih dari satu jaringjaring.
c. Jaring-Jaring Prisma Segitiga
d. Jaring-Jaring Limas Segiempat
e. Jaring-Jaring Limas Segitiga
f. Jaring-Jaring
Tabung
g. Jaring-Jaring Kerucut
B.
Hipotesis Tindakan
Dengan mempertimbangkan
dan merujuk pada beberapa pendapat di
atas disusunlah hipotesis tindakan sebagai berikut :
1. Penggunaan metode discovery pada pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang dapat meningkatkan
keaktifan belajar siswa kelas V SD
Negeri Cibalung 01.
2. Penggunaan metode discovery pada pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun
ruang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Cibalung 01.
C.
Indikator dan Kriteria Keberhasilan
Indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan
hasil dan ketuntasan belajar siswa dalam mempelajari materi pembelajaran. Siswa
dinyatakan tuntas dengan kriteria mencapai penguasaan materi di atas KKM atau
mendapat nilai minimal 65. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur
peningkatan keaktifan belajar adalah
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan pelaksanaan tugas
selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa dinyatakan terlibat secara aktif
jika siswa memberikan respon aktif terhadap penjelasan dan pertanyaan yang
diajukan guru, aktif dalam melaksanakan tugas guru, aktif belajar dan bekerja
kelompok, serta aktif mengkomunikasi hasil proses pembelajaran.
Kriteria untuk mengukur tingkat keberhasilan upaya
perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.
Proses perbaikan pembelajaran matematika
pada materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery dinyatakan berhasil apabila siswa dapat
menguasai minimal 70% dari materi pembelajaran atau mendapat nilai di atas KKM
minimal 65.
2.
Proses perbaikan pembelajaran matematika
pada materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery dinyatakan berhasil apabila 75%
dari jumlah siswa tuntas belajar.
3.
Proses perbaikan pembelajaran matematika
pada materi jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan metode discovery dinyatakan berhasil apabila 75%
dari jumlah siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih