BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa berperan
sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat
Widyamartaya (1984:11) yang menyatakan bahwa bahasa merupakan sarana atau alat
bagi manusia untuk mengekspresikan diri. Salah satu keterampilan berbahasa
adalah bercerita. Permatasari (2009:18) menyatakan bahwa bercerita merupakan
aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman,
atau suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi atau rekaan.
Bercerita memiliki
manfaat yang besar bagi anak-anak. Sesuai dengan Sudarmadji, dkk. (2009:5-9)
menyatakan bahwa bercerita pada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang sangat
penting, yaitu sebagai (a) kontak batin, (b) media penyampai pesan moral dan
nilai, (c) pendidikan imajinasi/fantasi, (d) pendidikan emosi, (e) membantu
proses identifikasi diri dan perbuatan, (f) memperkaya pengalaman batin, dan
(g) hiburan dan penarik perhatian. Dengan demikian, aktivitas bercerita perlu
dilatih dan dikembangkan pada peserta didik.
Sebagai institusi
pendidikan formal, sekolah memiliki fungsi dan peran strategis dalam melahirkan
generasi-generasi masa depan yang terampil berbahasa Indonesia secara baik dan
benar. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia, parapeserta didik diajak untuk
berlatih dan belajar berbahasa melalui aspek keterampilan mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis. Dengan memiliki keterampilan berbahasa
Indonesia secara baik dan benar, kelak mereka diharapkan menjadi generasi yang
cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya. (Dardjowidjojo, 2003:69).
Namun, harus
diakui secara jujur, keterampilan berbicara dikalangan siswa sekolah dasar,
khususnya keterampilan bercerita, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini
tidak lepas dari proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai
telah gagal dalam membantu siswa terampil berpikir dan berbahasa sekaligus, yang
lebih memprihatinkan, ada pihak yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa
tidak ada mata pelajaran Bahasa Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia
seperti saat ini, asalkan mereka diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh
guru (Depdiknas 2004:9).
Sementara itu, prestasi observasi empirik di lapangan juga menunjukkan
fenomena yang hampir sama. Keterampilan bercerita siswa SD berada pada tingkat yang rendah, diksi (pilihan kata)-nya kurang, kalimatnya tidak efektif, struktur tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runtut dan kohesif.
Demikian juga keterampilan berbicara siswa kelas III SD Negeri ........... 02.
Sementara itu, prestasi observasi empirik di lapangan juga menunjukkan
fenomena yang hampir sama. Keterampilan bercerita siswa SD berada pada tingkat yang rendah, diksi (pilihan kata)-nya kurang, kalimatnya tidak efektif, struktur tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runtut dan kohesif.
Demikian juga keterampilan berbicara siswa kelas III SD Negeri ........... 02.
Berdasarkan
observasi, hanya 30,76% (8 siswa) dari 26 siswa yang dinilai sudah terampil
bercerita dalam situasi formal di depan kelas. Indikator yang digunakan untuk
mengukur keterampilan siswa dalam bercerita, di antaranya kelancaran berbicara,
ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan
kontak mata.
Paling tidak, ada
dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam
bercerita, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk faktor
eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga
yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di
lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia di
tengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana
komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada
umumnya belum memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar.
Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks
dan situasi tutur.
Dari faktor
internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber pembelajaran yang
digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat
keterampilan bercerita bagi siswa sekolah dasar. Pada umumnya, guru bahasa
Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan miskin inovasi
sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan bercerita berlangsung monoton dan
membosankan. Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi
cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru
di kelas bukan bagaimana siswa bercerita sesuai konteks dan situasi tutur,
melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang bercerita. Akibatnya,
keterampilan bercerita hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu
yang rasional dan kognitif belaka, belum manunggal secara emosional dan
afektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan bercerita bisa menjadi hambatan
serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan
berbudaya.
Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia telah menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa (talk about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using language). Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus). Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (Nurhadi, 2000:79).
Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia telah menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa (talk about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using language). Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus). Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (Nurhadi, 2000:79).
Pembelajaran bahasa Indonesia dewasa
ini cenderung kepada
pembelajaran bersifat
konvensional yaitu hanya
menggunakan metode ceramah.
Sedangkan pada hakekatnya pembelajaran
bahasa Indonesia menuntut siswa dapat
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, siswa
dapat mencari dan
menemukan masalahnya sendiri.
Kondisi yang tidak jauh
berbeda dapat kita
lihat di sekolah-sekolah di
sekitar kita, seperti pembelajaran bahasa Indonesia di SD Negeri
........... 02.
1.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan keadaan tersebut peneliti meminta
bantuan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi masalah dalam proses
pembelajaran. Dari prestasi diskusi terungkap beberapa masalah sebagai berikut
:
a. Rendahnya minat siswa terhadap materi
pembelajaran
b. Siswa menyepelekan materi pembelajaran
yang dianggap terlalu mudah.
c. Suasana pembelajaran yang terkesan monoton
dan kurang menarik siswa.
d. Siswa kurang terlibat aktif dalam
pembelajaran.
e. Kondisi lingkungan di kelas yang tidak
mendukung proses pembelajaran secara aktif.
f. Rendahnya tingkat penguasaan siswa
terhadap materi pembelajaran yang disampaikan.
2.
Analisis
Masalah
Sehubungan dengan rendahnya prestasi belajar
tersebut, peneliti merenung, merefleksi,
dan berdiskusi dengan teman sejawat. Dari prestasi diskusi tersebut
penyebab rendahnya prestasi belajar siswa antara lain :
a. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam penyampaian
materi kurang tepat
b. Guru kurang mampu meningkatkan peran aktif
siswa dalam pembelajaran.
c. Guru belum dapat menciptakan kondisi
pembelajaran yang lebih aktif bagi siswa.
d. Metode penyajian materi yang digunakan
guru tidak sesuai dengan karakteristik dan tahap perkembangan siswa sekolah
dasar
e. Guru kurang mampu mengelola kelas dan ini
berdampak pada proses edukatif yang diharapkan kurang berprestasi
3.
Alternatif
Pemecahan Masalah
Melihat kondisi awal sebagaimana tersebut di atas,
maka peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga prestasi belajar siswa dapat
tercapai dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran bahasa Indonesia materi
kegiatan menceritakan peristiwa.
Adapun prioritas masalah yang menjadi tujuan
perbaikan proses pembelajaran adalah :
a. Memperbaiki proses pembelajaran bahasa Indonesia materi kegiatan menceritakan
peristiwa dengan penerapan metode bermain peran
b. Meningkatkan keaktifan dan prestasi
belajar siswa belajar sehingga tingkat ketuntasan belajar siswa dapat tercapai.
Dengan memperhatikan
akar masalah tersebut di atas, dan atas saran supervisor, penulis mencoba memilih alternatif pemecahan masalah
melalui penggunaan metode bermain peran.
Melalui penggunaan metode bermain peran diharapkan:
a. Pembelajaran yang
dilakukan sesuai dengan hakekat dan esensi pembelajaran bahasa Indonesia serta
karakteristik belajar siswa,
b. Kemampuan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada
materi menceritakan peristiwa dapat ditingkatkan
c. Siswa dapat membangun
pengalaman belajarnya sendiri sehingga prestasi belajarnya bisa meningkat,
Upaya perbaikan yang peneliti lakukan dengan
mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di Kelas III Negeri ...........
02 pada pembelajaran bahasa Indonesia materi menceritakan peristiwa dengan
menggunakan metode bermain peran.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan rumuskan masalah yang menjadi fokus perbaikan adalah :
1.
Apakah dengan penerapan metode
bermain peran dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi menceritakan peristiwa dapat meningkatkan keaktifan
siswa kelas III SD Negeri ........... 02?
2.
Apakah dengan penerapan metode
bermain peran dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi kegiatan menceritakan peristiwa dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III SD Negeri ........... 02?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan keaktifan belajar dalam
pembelajaran bahasa Indonesia materi menceritakan peristiwa melalui metode bermain
peran siswa kelas III SD Negeri ...........
02.
2. Untuk meningkatkan prestasi belajar
dalam pembelajaran bahasa Indonesia
materi menceritakan peristiwa melalui
metode bermain peran siswa kelas
III SD Negeri ........... 02.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan
pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat bagi :
- Siswa yaitu :
a. Memperbaiki cara belajar siswa agar lebih
baik lagi
b. Memberikan rangsangan dan motivasi belajar
siswa
c. Meningkatkan prestasi belajar siswa
- Guru yaitu :
a. Dapat memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya
karena sasaran akhir dari penelitian ini adalah perbaikan pembelajaran
b. Guru dapat berkembang secara profesional
karena dapat menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran
yang dikelolanya
c. Membuat guru jadi lebih percaya diri
d. Guru mendapat kesempatan untuk berperan
aktif mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan sendiri.
- Sekolah yaitu :
a. Mengembangkan mutu dan prestasi belajarnya
b. Meningkatkan kualitas pendidikan
c. Mempunyai kesempatan untuk berkembang
pesat
d. Menciptakan hubungan kolegial yang sehat
e. Menumbuhkan iklim kerjasama yang kondusif
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih