CRITICAL REVIEW
JURNAL KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA : LITERATURE REVIEW
![]() |
……………………………………..
NIM. ………………….
PROGRAM STUDI
MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS TERBUKA
…………………………
2025
BAB I
PENDAHULUAN
1. Penulis
Jurnal yang diambil untuk tugas ini bersumber dari jurnal EL MUHASABA: Jurnal Akuntansi (e-Journal) 12(2) (2021) yang ditulis oleh ditulis oleh Farah Faadillah Herindraningrum dan Indrawati Yuhertiana, berjudul Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia : Literature Review.
2. Rumusan Masalah
Permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus ulasan dalam artikel ini diuraikan sebagai berikut.
a. Bagaimana pemetaan penelitian terkait kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia selama periode 2015–2020?
b. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia?
c. Bagaimana peran akuntabilitas dan transparansi terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia?
3. Tujuan Penelitian dan Substansi Artikel
a. Tujuan dari penelitian adalah
1) Untuk memetakan tren dan perkembangan penelitian terkait kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia dalam periode 2015–2020 melalui metode Systematic Literature Review (SLR).
2) Untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan faktor-faktor yang memengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia, baik faktor internal (seperti kompetensi SDM, sistem akuntansi, pengendalian internal) maupun eksternal (seperti audit, regulasi).
3) Untuk menganalisis peran akuntabilitas dan transparansi dalam mendukung dan meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
b. Substansi Artikel
Artikel ini merupakan kajian sistematis (Systematic Literature Review) yang memetakan penelitian terkait kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia periode 2015–2020 dengan menganalisis 28 jurnal terpilih. Penulis mengevaluasi berbagai pendekatan metodologis dan variabel yang digunakan dalam studi-studi sebelumnya untuk menilai sejauhmana laporan keuangan mencerminkan prinsip akuntabilitas dan transparansi sebagai bagian dari upaya mewujudkan good governance.
Berdasarkan hasil telaah, ditemukan sembilan faktor kunci yang berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Faktor-faktor tersebut meliputi: kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, tingkat akuntabilitas, tingkat transparansi, mutu audit, sistem akuntansi yang diterapkan, prosedur akuntansi, standar akuntansi yang digunakan, serta efektivitas pengendalian internal. Di antara seluruh faktor tersebut, kompetensi sumber daya manusia menempati posisi paling signifikan, diikuti oleh pengendalian internal dan sistem akuntansi sebagai faktor berikutnya yang menonjol.
Secara konseptual, artikel ini menegaskan bahwa akuntabilitas dan transparansi bukan hanya elemen pendukung, melainkan fondasi utama dalam menciptakan laporan keuangan yang berkualitas dan dapat dipercaya. Laporan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan akan meningkatkan kepercayaan publik, memperkuat legitimasi pemerintah daerah, serta mendukung pengambilan keputusan berbasis informasi yang akurat dan relevan.
4. Tujuan Review
Tujuan dilakukan review dalam artikel “Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia: Literature Review” tidak hanya sebatas memetakan atau merangkum, tetapi juga mengkritisi, membandingkan, dan mengevaluasi secara mendalam hasil-hasil penelitian terdahulu, diantaranya :
a. Untuk mengevaluasi secara kritis konsistensi dan kualitas metodologi yang digunakan dalam berbagai penelitian sebelumnya mengenai kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia, termasuk pendekatan kuantitatif, kualitatif, mix-method, dan literature review.
b. Untuk mengkritisi keberagaman variabel yang digunakan dalam penelitian terdahulu khususnya bagaimana sembilan faktor seperti kompetensi SDM, sistem pengendalian internal, dan teknologi informasi memiliki tingkat pengaruh yang bervariasi dan terkadang kontradiktif terhadap kualitas laporan keuangan.
c. Untuk mengidentifikasi kesenjangan (gaps) dalam literatur, misalnya minimnya kajian yang membahas interaksi antar faktor atau kurangnya pendekatan kontekstual berdasarkan tipe pemerintahan (provinsi vs desa), serta masih terbatasnya penelitian dengan pendekatan longitudinal atau studi komparatif antar wilayah.
d. Untuk menilai secara kritis efektivitas implementasi prinsip akuntabilitas dan transparansi, dengan melihat apakah studi-studi sebelumnya hanya bersifat normatif atau benar-benar mengukur dampak dua prinsip ini terhadap kualitas laporan keuangan secara empiris.
e. Untuk memberikan kontribusi konseptual dan metodologis bagi penelitian ke depan, khususnya dalam merancang studi yang lebih integratif, berbasis bukti, dan relevan secara kebijakan dalam upaya memperbaiki tata kelola keuangan daerah.
5. Ringkasan Artikel
Artikel ini merupakan kajian sistematis terhadap 28 penelitian yang membahas kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) di Indonesia selama periode 2015–2020. Dengan menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR), Herindraningrum dan Yuhertiana (2021) memetakan faktor-faktor yang memengaruhi kualitas LKPD, di antaranya kapabilitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi, efektivitas sistem akuntansi, mutu pelaksanaan audit, implementasi prosedur akuntansi, kepatuhan terhadap standar akuntansi, serta kekuatan sistem pengendalian internal..
Penelitian ini menekankan bahwa akuntabilitas dan transparansi merupakan komponen penting dalam pelaporan keuangan yang berkualitas. Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual sebagaimana diatur dalam PP No. 71 Tahun 2010 dinilai mampu meningkatkan relevansi dan keandalan informasi keuangan (Jati, 2019; Yuliati et al., 2019). Eefektivitas audit dan sistem pengendalian internal yang baik dapat memperkuat integritas laporan keuangan serta mempercepat terwujudnya transparansi fiskal (Mardiasmo, 2021; Kaawase et al., 2021).
Ttantangan signifikan masih dihadapi terutama di daerah dengan kapasitas kelembagaan yang terbatas. Minimnya pelatihan, rendahnya literasi keuangan, dan lemahnya budaya pengawasan menjadi kendala dalam implementasi pelaporan berbasis akrual. Oleh karena itu, reformasi pengelolaan keuangan publik harus mencakup penguatan budaya kerja dan komitmen kepemimpinan untuk menjamin keberhasilan tata kelola keuangan daerah yang akuntabel dan transparan (Talitha & Aswar, 2021).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kelebihan/Kekuatan Substansi Artikel
Artikel “Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia: Literature Review” karya Farah Faadillah Herindraningrum dan Indrawati Yuhertiana memiliki sejumlah kekuatan substantif yang relevan dan signifikan dalam konteks pengembangan akuntansi sektor publik di Indonesia. Kekuatan utama dari artikel ini terletak pada penerapan metode Systematic Literature Review (SLR), yang memberikan struktur metodologis yang kuat untuk mengidentifikasi, menyeleksi, dan menganalisis 28 jurnal ilmiah dari total 243 artikel yang relevan dalam kurun waktu 2015–2020. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan validitas akademik dari temuan yang disajikan, tetapi juga memudahkan replikasi dan pengembangan riset lanjutan di bidang serupa (Wahono, 2020).
Selain kekuatan metodologis, artikel ini secara substansial berhasil memetakan sembilan faktor utama yang memengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Faktor-faktor tersebut meliputi: kompetensi sumber daya manusia (SDM), teknologi informasi, akuntabilitas, transparansi, kualitas audit, sistem akuntansi, prosedur akuntansi, standar akuntansi, dan pengendalian internal. Pemetaan ini didasarkan pada data kuantitatif yang tajam, yang menunjukkan frekuensi tiap faktor dalam literatur yang ditinjau dengan kompetensi SDM sebagai faktor paling dominan (15 kali muncul dalam studi yang dianalisis).
Salah satu kekuatan artikulatif artikel ini adalah penekanan yang kuat terhadap peran akuntabilitas dan transparansi dalam membentuk kualitas laporan keuangan. Akuntabilitas diposisikan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam pelaporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, sedangkan transparansi dipahami sebagai keterbukaan informasi yang memperkuat kepercayaan masyarakat (Setyowati et al., 2016; Ginting, 2011). Artikel ini tidak hanya menjabarkan kedua konsep tersebut secara teoretis, tetapi juga menunjukkan pengaruh positifnya melalui berbagai studi empiris yang dijadikan rujukan, termasuk data opini audit dari BPK RI (2018).
Aspek menarik lain dari artikel ini adalah kontekstualisasi hasil studi berdasarkan tingkat pemerintahan provinsi, kabupaten/kota, dan desa. Hal ini menunjukkan kesadaran kritis penulis terhadap kompleksitas penerapan standar akuntansi di tingkat lokal, serta menunjukkan bahwa variabel yang memengaruhi kualitas laporan keuangan tidak bersifat universal, tetapi sangat tergantung pada kondisi struktural dan kapasitas institusional masing-masing daerah (Pradono & Basukianto, 2015; Rifandi, 2019).
Terakhir, kekayaan referensi yang digunakan dalam artikel ini juga menjadi kekuatan tersendiri. Dengan merujuk pada berbagai jurnal nasional dan hasil penelitian empiris lintas daerah, artikel ini tidak hanya menggambarkan kondisi pelaporan keuangan pemerintah daerah secara deskriptif, tetapi juga memberikan sintesis analitis yang mendalam dan aplikatif.
2. Kekurangan/Kelemahan Substansi Artikel
Meskipun artikel “Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia: Literature Review” menunjukkan kontribusi yang berarti, terdapat beberapa kekurangan substansial yang perlu dikritisi secara akademis.
Pertama, analisis teoritis dalam artikel ini masih dangkal. Penulis belum membangun kerangka konseptual yang integratif untuk menjelaskan hubungan antar faktor, seperti bagaimana kompetensi SDM berinteraksi dengan pengendalian internal atau teknologi informasi dalam membentuk kualitas laporan (Setyowati et al., 2016). Kedua, pemilihan literatur kurang transparan. Meskipun disebutkan 28 jurnal dipilih dari 243, kriteria eksklusi dan validasi kualitas jurnal tidak dijelaskan secara eksplisit, sehingga mengurangi replikasi dan kredibilitas metodologi SLR (Wahono, 2013). Ketiga, penekanan terhadap frekuensi faktor tanpa pembobotan analitis membuat analisis cenderung deskriptif, bukan evaluatif. Dominasi kompetensi SDM dalam literatur, misalnya, tidak diikuti dengan justifikasi mengapa faktor tersebut lebih menentukan dibanding lainnya (Herindraningrum & Yuhertiana, 2021). Terakhir, implikasi kebijakan praktis belum tergali. Artikel tidak menjelaskan bagaimana temuan dapat diterapkan oleh pemda atau regulator untuk meningkatkan tata kelola keuangan secara konkret (Yuliani & Agustini, 2016).
3. Analisis Pertanyaan Penugasan
a. Kontektualitas Paradigma Good Governance terhadap LKPD
Dalam artikel Herindraningrum & Yuhertiana (2021), prinsip Good Governance secara eksplisit ditarik ke dalam diskursus kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) melalui dua dimensi utama: akuntabilitas dan transparansi. Meski demikian, dalam kerangka critical review, relasi ini perlu ditelaah lebih jauh, bukan hanya sebagai keterkaitan normatif, tetapi sebagai proses evaluatif terhadap efektivitas dan realitas penerapannya di tingkat daerah.
1) Reduksi Good Governance ke Dua Dimensi
Kritik utama yang dapat diarahkan adalah penyempitan makna Good Governance hanya pada dua variabel: akuntabilitas dan transparansi (Isnaeni et all, 2024). Padahal, sebagaimana dinyatakan oleh UNDP dan World Bank, Good Governance juga mencakup elemen partisipasi publik, supremasi hukum, efektivitas, efisiensi, inklusivitas, dan responsivitas. Artikel ini, walaupun menyebut dimensi lain secara singkat, gagal menyajikan analisis yang menyeluruh atas kompleksitas governance dan implikasinya terhadap struktur dan proses pelaporan keuangan.
2) Paradigma Normatif Tanpa Kritik Kontekstual yang Tajam
Akuntabilitas dan transparansi memang disebut sebagai tujuan utama reformasi pelaporan keuangan sektor publik, tetapi pendekatan artikel masih terlalu normatif (Noviana & Haryanto, 2023). Misalnya, meskipun disebutkan bahwa laporan keuangan berkualitas tinggi ditunjukkan oleh opini WTP dari BPK, tidak ada pembahasan mendalam mengenai apakah opini WTP itu sendiri benar-benar mencerminkan praktik good governance, atau hanya hasil dari kepatuhan administratif yang belum tentu disertai substansi pengelolaan yang baik. Hal ini mengindikasikan absennya kritik terhadap indikator formal sebagai pengganti kualitas substantif.
3) Minimnya Pembacaan Terhadap Asimetri Informasi Daerah
Artikel ini belum cukup mengeksplorasi bahwa penerapan prinsip good governance bersifat sangat asimetris secara spasial dan institusional. Data yang menunjukkan ketimpangan opini LKPD antar provinsi dan kabupaten/kota tidak diikuti dengan analisis kritis terhadap akar perbedaan kapasitas institusional, budaya organisasi, atau political will lokal (Hendra & Halbadika 2024). Di sinilah seharusnya prinsip contextual governance masuk sebagai pembacaan kritis yang mengakui bahwa good governance tidak bisa ditegakkan secara seragam di seluruh daerah.
4) Keterputusan antara Reformasi Akuntansi dan Tata Kelola
Artikel ini secara historis menyebut adanya transisi dari sistem kas menuju akuntansi berbasis akrual sebagai bagian dari reformasi akuntansi publik. Namun secara analitis, tidak dibahas bagaimana reformasi ini mendukung atau malah menyulitkan pencapaian prinsip good governance. Tidak dijelaskan apakah penerapan akuntansi akrual secara nasional telah mempersempit celah korupsi dan memperkuat kontrol publik, atau justru hanya menambah beban teknis bagi daerah dengan kapasitas rendah (Saptono & Purwanto, 2022). Ketidakhadiran evaluasi kritis ini melemahkan posisi artikel sebagai telaah substantif terhadap efektivitas reformasi dalam kerangka governance.
Artikel ini berhasil mengangkat relevansi prinsip good governance dalam konteks pelaporan keuangan daerah, khususnya melalui lensa akuntabilitas dan transparansi. Namun, pendekatan yang digunakan masih bersifat deskriptif dan normatif, belum sepenuhnya mencerminkan analisis kritis terhadap realitas implementasi di lapangan. Reduksi konsep, kurangnya kritik terhadap metrik formal (WTP), serta absennya pembacaan struktural terhadap variasi kapasitas daerah menunjukkan bahwa integrasi paradigma good governance dalam kajian ini masih memerlukan penguatan dalam aspek kontekstual, kritis, dan evaluatif.
b. Kompetensi SDM dan Pengendalian Internal dalam Literatur Terkait LKPD
Sebanyak 28 artikel yang dianalisis, mayoritas menunjukkan bahwa kompetensi SDM dan pengendalian internal memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas LKPD. Alasannya sebagai berikut.
1) Kompetensi SDM
a) Kompetensi adalah fondasi pelaksanaan sistem pelaporan yang akuntabel.
b) SDM yang memahami SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) dan sistem informasi keuangan mampu menyusun laporan yang tepat waktu dan andal.
c) Penelitian oleh Andiansyah et al., (2022) menunjukkan kompetensi berpengaruh langsung terhadap penyajian laporan keuangan berbasis akrual.
2) Pengendalian Internal
a) Sistem pengendalian internal mencegah kesalahan dan kecurangan dalam pencatatan transaksi.
b) Internal control juga terkait erat dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
c) Studi Wulandari et al., (2019) menemukan bahwa pengendalian internal berperan sebagai filter atas risiko akuntansi di tingkat OPD.
Keduanya sering saling berkelindan tanpa SDM kompeten, maka pengendalian internal sulit diterapkan dengan baik; sebaliknya, tanpa sistem kontrol yang efektif, kompetensi SDM tidak akan mampu menjamin laporan berkualitas. Dalam berbagai penelitian yang mengkaji kualitas laporan keuangan pemerintah daerah, sebagian besar menekankan dua faktor utama yang dominan mempengaruhi kualitas tersebut, yaitu kompetensi sumber daya manusia (SDM) dan sistem pengendalian internal. Kompetensi SDM menjadi faktor fundamental karena penyusunan laporan keuangan memerlukan pemahaman teknis yang memadai terhadap akuntansi pemerintahan, pemanfaatan teknologi informasi keuangan, serta penguasaan terhadap regulasi pengelolaan keuangan negara. Aparatur daerah yang tidak memahami prinsip-prinsip akrual, misalnya, akan kesulitan mencatat transaksi sesuai dengan substansi ekonominya, yang dapat mengarah pada penyajian informasi keuangan yang menyesatkan atau tidak dapat diandalkan.
Pengendalian internal, di sisi lain, merupakan mekanisme yang memastikan bahwa proses penyusunan dan pelaporan keuangan berjalan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku. Sistem ini mencakup pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran, pencatatan transaksi, serta pemeriksaan dokumen pendukung keuangan. Ketika pengendalian internal berjalan dengan baik, risiko kesalahan, manipulasi, dan penyalahgunaan keuangan dapat ditekan secara signifikan. Oleh karena itu, dalam banyak studi ditemukan bahwa keterkaitan antara kompetensi SDM dan pengendalian internal bersifat saling menguatkan: SDM yang kompeten cenderung mampu merancang dan menjalankan pengendalian internal secara efektif, dan sebaliknya, keberadaan sistem pengendalian internal yang kuat dapat meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas SDM dalam menjalankan tugasnya.
c. Learning Analytic terhadap LKPD terrekomendasi WTP, WDP, TW dan Disclaimer
Opini audit WTP diberikan bila laporan keuangan dianggap wajar dalam semua hal yang material, sedangkan disclaimer menandakan auditor tidak dapat memberikan opini karena keterbatasan bukti atau ketidakpastian yang signifikan.
1) Faktor Daerah yang Konsisten WTP
a) Komitmen Kepala Daerah terhadap pengelolaan keuangan transparan dan profesional.
b) Tingkat Kematangan SPI (Sistem Pengendalian Intern) yang tinggi.
c) Penerapan sistem keuangan digital dan terintegrasi, seperti SIPD dan SIMDA.
d) Sinergi antarunit (BPKAD, Inspektorat, OPD) yang kuat.
2) Faktor Daerah dengan Disclaimer:
a) Minimnya kualitas dokumen pendukung transaksi, terutama di daerah terpencil.
b) Keterbatasan SDM dan rendahnya literasi keuangan aparatur desa/OPD.
c) Dualisme kebijakan pusat dan daerah, yang membuat proses penyusunan laporan tidak sinkron.
d) Motif politis dan konflik kepentingan, yang menjadikan akuntansi sebagai alat politik, bukan kontrol publik.
Ironi terbesar adalah bahwa opini WTP bukan jaminan tidak adanya korupsi. Beberapa daerah dengan opini WTP berkali-kali justru terjerat kasus korupsi, menandakan bahwa opini audit adalah indikator teknis, bukan moralitas.Salah satu indikator penting dalam menilai kualitas laporan keuangan pemerintah daerah adalah opini audit yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan Tidak Memberikan Pendapat atau Disclaimer. Dalam praktiknya, terdapat kontras yang mencolok antara daerah yang secara konsisten mendapatkan opini WTP dan daerah yang justru berkali-kali mendapatkan opini disclaimer. Daerah yang memperoleh WTP umumnya menunjukkan komitmen tinggi dari kepala daerah terhadap pengelolaan keuangan yang profesional, memiliki sistem pengendalian intern yang matang, serta mampu mengintegrasikan penggunaan teknologi keuangan dalam setiap tahapan pengelolaan anggaran. Selain itu, koordinasi antar-unit seperti Badan Keuangan Daerah, Inspektorat, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan dengan baik dan harmonis.
Sebaliknya, daerah yang menerima opini disclaimer biasanya menghadapi berbagai persoalan mendasar, mulai dari lemahnya dokumentasi transaksi, rendahnya kualitas SDM pengelola keuangan, hingga belum berfungsinya sistem informasi keuangan secara optimal. Di beberapa kasus, daerah yang menerima disclaimer juga mengalami konflik kepentingan antar-elite lokal yang menyebabkan stagnasi pelaporan dan pengabaian terhadap kewajiban administratif. Bahkan dalam beberapa hal, opini disclaimer muncul akibat kegagalan auditor mendapatkan bukti-bukti audit yang cukup dan meyakinkan akibat minimnya pelaporan dan lemahnya pengawasan internal.
Menariknya, capaian opini WTP juga bukan jaminan mutlak atas bersihnya tata kelola keuangan. Terdapat sejumlah kasus di mana pemerintah daerah yang secara administratif mendapatkan opini WTP, namun kepala daerah atau pejabatnya terlibat dalam tindak pidana korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa opini audit lebih mencerminkan kepatuhan administratif dan prosedural, bukan semata-mata integritas atau efisiensi penggunaan anggaran. Oleh sebab itu, WTP harus dilihat sebagai alat evaluasi teknis yang tetap perlu dikritisi dan dipantau dengan pendekatan integratif melalui pengawasan publik, penguatan regulasi, dan pemberdayaan masyarakat sipil. Dengan demikian, kajian ini menegaskan bahwa kualitas laporan keuangan pemerintah daerah tidak hanya ditentukan oleh aspek teknis seperti standar akuntansi atau prosedur audit, tetapi juga oleh komitmen etis, budaya birokrasi, dan sistem kelembagaan yang mendukung prinsip good governance secara utuh. Tantangan untuk mewujudkan laporan keuangan yang akuntabel dan transparan memang tidak ringan, tetapi dapat diatasi dengan sinergi antara peningkatan kapasitas SDM, penguatan sistem pengendalian internal, serta perbaikan tata kelola kelembagaan secara menyeluruh.
BAB III
SIMPULAN
Artikel “Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia: Literature Review” oleh Herindraningrum dan Yuhertiana mengklaim sebagai sebuah pemetaan literatur yang sistematis atas faktor-faktor yang memengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah, dengan titik berat pada akuntabilitas dan transparansi. Namun, secara kritis, konstruksi penelitian ini terkesan deskriptif dan normatif, tanpa memperlihatkan adanya kedalaman analitis dalam membedah relasi kausal antar variabel. Meskipun kerangka PICOC digunakan untuk menyusun arah penelitian, tidak terlihat adanya refleksi teoritik yang memadai dalam mengintegrasikan hasil-hasil studi terdahulu secara kritis. Artikel hanya menyusun daftar variabel dominan dari berbagai studi tanpa mengevaluasi keterbatasan epistemologis maupun konteks metodologis dari masing-masing pendekatan.
Lebih jauh, dominasi pendekatan kuantitatif (20 dari 28 artikel) dalam studi-studi yang direview menunjukkan bias terhadap paradigma positivistik. Ironisnya, artikel ini tidak mengulas secara kritis mengapa pendekatan kualitatif dan mixed methods yang secara teoritis lebih mampu menangkap kompleksitas sosial dan kelembagaan di tingkat lokal sangat minim. Tidak ada pembahasan mendalam mengenai bagaimana pendekatan riset yang berbeda justru menghasilkan pemahaman yang bisa saja bertentangan atau saling melengkapi dalam menilai kualitas pelaporan keuangan. Dengan demikian, keberagaman desain penelitian hanya ditampilkan secara statistik, tanpa disertai analisis paradigmatik yang memadai.
Aspek paling problematik adalah asumsi dasar yang tidak diuji secara kritis. Penulis secara implisit mengasumsikan bahwa peningkatan kompetensi SDM, penggunaan teknologi informasi, serta penerapan standar akuntansi akan secara otomatis meningkatkan kualitas laporan keuangan. Asumsi ini terlalu teknokratis dan mengabaikan faktor-faktor kontekstual seperti resistensi birokrasi, budaya kerja sektoral, dan politisasi akuntabilitas. Penelitian ini juga gagal mengkritisi bahwa transparansi dan akuntabilitas bukan hanya soal prosedur dan sistem, tetapi juga soal kekuasaan, relasi antaraktor, dan keberanian membuka ruang partisipasi. Ketiadaan lensa kritis terhadap dinamika institusional dan sosial membuat simpulan yang ditarik cenderung normatif dan tidak menyentuh akar problematika implementasi akuntabilitas fiskal di tingkat daerah.
Secara keseluruhan, artikel ini berhasil mengompilasi berbagai studi yang relevan, namun gagal mengangkat diskursus kritikal terhadap bagaimana kualitas laporan keuangan seharusnya dipahami, dinilai, dan ditransformasikan. Alih-alih sekadar menegaskan pentingnya akuntabilitas dan transparansi, sebuah review yang kritis semestinya juga mempertanyakan: Akuntabilitas versi siapa? Transparansi untuk siapa? Dan bagaimana struktur kekuasaan memediasi kedua konsep ini dalam praktik pelaporan keuangan di level pemerintahan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Andiansyah, F., Hanafi, S. M., Haryono, S., & Wau, T. (2022). Pengaruh Instrumen Keuangan Syariah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Al-Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan Dan Perbankan, 7(1), 69–86
Febrian Cahyo Pradono, & Basukianto. (2015). Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah: Faktor Yang Mempengaruhi Dan Implikasi Kebijakan (Studi Pada SKPD Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Bisnis Dan Ekonomi (JBE), 22(2),
1–13.
Hendra, H., & Halbadika Fahlevi, A. (2024). Implementation of Good Corporate Governance (GCG) Principles in PDAM Tirta Ogan, Ogan Ilir District. Iapa Proceedings Conference, , 187-19
Isnaeni, Rita, Maftukhin, & Rahmawati, Titi. (2024). Penerapan Prinsip Good Governance Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa Sarireja Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes. Jurnal Rimba : Riset Ilmu Manajemen Bisnis dan Akuntansi, 2(2), 85–100.
Jati, B. P. (2019). Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Wahana, 22(1), 1–14.
Kaawaase, T. K., Nairuba, C., Akankunda, B., & Bananuka, J. (2021). Corporate governance, internal audit quality and financial reporting quality of financial institutions. Asian Journal of Accounting Research, 6(3), 348–366.
Mardiasmo, M. B. A. (2021). Akuntansi sektor publik-edisi terbaru. Penerbit Andi.
Noviana, K. Y., & Haryanto, H. (2023). Analisis Akuntabilitas, Transparansi, Dan Sumber Daya Manusia Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa Demi Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus pada Pemerintah Desa Kabupaten Brebes). Diponegoro Journal of Accounting, 12(4).1-9
Rifandi, Z. W. (2019). Pengaruh Implementasi Aplikasi Sistem
Keuangan Desa,
Kompetensi Sumber Daya Manusia, Dan Transparansi Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Desa. Jurnal Riset Akuntansi Tirtayasa, 04(01),
1–17.
Saptono, P. B. ., & Purwanto, D. (2022). Analysis of good corporate governance’s ineffectiveness in preventing corruption in BUMN. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 8(1), 77-94
Setyowati, L., Isthika, W., & Pratiwi, R. D. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Semarang. Kinerja, 20(2), 179.
Ginting, A. (2011). Hard Milling of Hardened Tool Steel: Tool Wear and Tool Life. Jurnal Sistem Teknik Industri, 7(4), 96–99.
Talitha, V., & Aswar, K. (2021). Implementation of Accrual-Based Government Accounting Standards in Indonesia: A Review of Organizational Factors. Journal of Economics and Behavioral Studies, 13(5), 22–31
Wahono, R. S. (2020). Systematic Literature Review: Pengantar, tahapan dan studi kasus. Romisatriawahono. Net.
Wulandari, P., Hasan, A., & Rasuli, M. R. M. (2019). Pengaruh Independensi, Kompetensi Kerja, Peran Auditor Internal Terhadap Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Dengan Kinerja Auditor Internal Sebagai Pemoderasi (Studi Empiris pada Perguruan Tinggi se Sumatera). Jurnal Akuntansi (Media Riset Akuntansi & Keuangan), 8(1), 52–66.
Yuliani, N. L., & Agustini, R. D. (2016). Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. Bisnis & Ekonomi, 14(1), 56–64.
Yuliati, R., Yuliansyah, Y., & Adelina, Y. E. (2019). The implementation of accrual basis accounting by Indonesia’s local governments. International Review of Public Administration, 24(2), 67–80.
Untuk tindak lanjut silahkan : klik DOWNLOAD atau hub. (WA) 081327121707 - (WA) 081327789201 terima kasih
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih