Menerima Pembuatan TESIS-SKRIPSI-PKP UT, Silahkan Baca Cara Pemesanan di bawah ini

Lencana Facebook

banner image

Friday 14 June 2024

TESIS S2 UNIVERSITAS TERBUKA

 

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV SDN ......................

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk memfasilitasi tumbuh kembang siswa dalam melejitkan potensi diri agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, memilki kecakapan hidup, bersifat kreatif, berperilaku mandiri dan bertanggung jawab.

Pencapaian misi pendidikan tentu tidak mudah, dibutuhkan perjuangan serta berbagai cara dalam mewujudkannya. Proses belajar mengajar diupayakan mendorong siswa untuk mempunyai kemampuan berfikir kreatif, pemecahan masalah dan dapat beradaptasi dengan kemajuan zaman. Namun pada pelaksanaannya terkadang tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Banyak permasalahan-permasalahan yang ditemui selama proses pembelajaran di kelas. Contoh masalah yang sering dialami adalah rendahnya daya dukung siswa, model pembelajaran yang membosankan dan keterampilan berfikir kreatif yang rendah. Munculnya masalah tersebut tentu harus dicari penyelesaiannya supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Kemendikbud mencatat hasil studi PISA (2018) bahwa siswa Indonesia mempunyai tingkat apresiasi dalam single text dan multiple text yang rendah. Dapat dikatakan bahwa siswa di Indonesia mempunyai kemampuan untuk menelusuri informasi, menilai serta menerapkannya, akan tetapi mereka tidak mampu dalam tahap menganalisa informasi (Kemendikbud, 2019). Berdasarkan studi tersebut membuktikan jika kapasitas berpikir siswa yang ada di Indonesia masih rendah.

Kualitas sumber daya manusia menentukan kemajuan suatu negara. Hal tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019-2024 bahwa tujuan yang terkandung dari program pemerintah Indonesia mengenai pemberdayaan SDM (Sumber Daya Manusia) dengan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Fungsi pendidikan adalah suatu hal yang sangat dibutuhkan untuk menciptakan masyarakat bijaksana, tentram, transparan serta demokratis. Sehingga dibutuhkan pembaharuan dalam bidang pendidikan untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan pada suatu negara. Indonesia akan menjadi negara maju jika kualitas di bidang pendidikan meningkat.

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan membekali guru melalui berbagai pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam proses pembelajaran. Guru bergerak pada sektor formal bernama sekolah yang merupakan tempat terbaik untuk memperoleh pendidikan berkualitas tinggi. Harapan ke depan, guru dapat melahirkan siswa-siswi berkualitas yang mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman dan mampu bersaing dengan negara maju lainnya.

Pendidikan secara formal adalah hak yang harus diterima oleh seluruh anak di Indonesia. Karena pendidikan merupakan upaya dalam mempersiapkan generasi penerus melalui arahan, pembelajaran serta bimbingan supaya anak mampu untuk menjalankan fungsinya di masa yang akan datang. Proses pembelajaran di sekolah seyogyanya dilaksanakan oleh guru yang berkualitas dan mempunyai kompetensi di bidangnya agar dapat mewujudkan siswa bermutu. Mutu pendidikan dapat dilihat dari keberhasilan proses belajar dan diukur melalui hasil belajar berupa peningkatan pengetahuan, perubahan sikap sosial dan bertambahnya keterampilan yang dimiliki siswa ketika mereka selesai mengikuti pembelajaran di sekolah.

Sudjana (2009:22), hasil belajar siswa terdiri dari keterampilan dan kemampuan yang diperoleh sebagai hasil dari pengalaman pendidikannya. Hasil belajar merupakan keterampilan yang diperoleh anak melalui sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Jihad dan Haris (2012: 14). Ditambahkan pula  kemampuan seorang siswa dalam belajar adalah segala sesuatu yang menjadi miliknya sebagai hasil dari upaya pendidikannya. Hasil belajar adalah peningkatan pengetahuan, pemahaman, disposisi, dan kemampuan dan usaha yang telah diraih oleh siswa dari kegiatan belajar mengajar yang efektif. Setelah mempelajari sesuatu, kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor seseorang dalam situasi tertentu mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu dengan pemaparan materi secara berkelanjutan..

Bloom (2014), hasil belajar dikumpulkan di tiga domain: kognitif, afektif, dan psikomotor.Menurut Teni Nurrita (2018), seorang siswa menerima hasil belajar berupa evaluasi setelah mengikuti proses pengajaran, dengan evaluasi tersebut mempertimbangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa serta setiap perubahan yang dapat diamati pada tingkatannya. kompetensi.

Sjukur(2012) berpendapat bahwa hasil belajar berfungsi sebagai ukuran keberhasilan proses pembelajaran dan perolehan pengetahuan dari waktu ke waktu, dan bahwa hasil ini akan dipertahankan untuk masa mendatang dan seterusnya karena pentingnya hasil ini dalam membentuk tipe orang yang dicita-citakan pembelajar, adalah adil untuk mengatakan bahwa hasil belajar memainkan peran integral dalam membentuk tipe orang yang menjadi baik.

Hasil belajar siswa dapat ditetapkan berdasarkan kurikulum yang digunakan. Kurikulum sekolah berfungsi sebagai panduan tentang bagaimana pengajaran harus dilakukan dan tongkat pengukur seberapa baik siswa belajar. Tujuan kurikulum adalah membuka peluang kepada siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik agar tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan dan saling menguntungkan. Tujuan pengembangan kurikulum adalah memanifestasikan harapan pendidikan nasional dengan melayani siswa pada tahap perkembangannya masing-masing dan memenuhi kebutuhannya yang spesifik dalam hal lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan, dan penanaman ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna. ciri-ciri karakter untuk disiplin khusus masing-masing sekolah. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan standar tingkat pendidikan dan modalitas pengajaran.

Tujuan Kurikulum 2013 yang sedang dilaksanakan adalah mendidik dan melatih masyarakat Indonesia agar “beriman”, “produktif”, “kreatif”, “inovatif”, dan “afektif”, serta “mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat, bangsa , dan kehidupan dunia (Permendikbud, No. 69 Tahun 2013).

Negara berharap siswa akan memperoleh berbagai keterampilan. Kemampuan ini meliputi pemikiran kritis, pemecahan masalah secara kreatif, kemampuan untuk bekerja dengan baik dengan orang lain, kemampuan untuk berkolaborasi, serta rasa percaya diri yang sehat. Ada lima hal yang dikatakan pemerintah yang menjadi target karakter siswa, dan itu semua berdampak pada cara kita menilai siswa dalam ujian nasional dan inilah krisis abad ke-21 (Ariyana, 2018).

Sistem pendidikan Indonesia saat ini lebih banyak memperkuat fungsi otak kiri (intelektualitas). Sedangkan perkembangan otak kanan(kreativitas) belum berkembang hampir sejauh ini (Tampubolon & Syahputra, 2018). Seseorang fungsi otak kanan sering untuk digunakan akan mempunyai kecenderungan daya kreativitasnya dalam menyelesaikan permasalahan. Mereka akan lebih mengandalkan naluri, mampu menganalisa keadaan menyeluruh secara cepat.

Kementerian Pendidikan Republik Indonesia (2010:10) mendefinisikan berpikir secara kreatif sebagai "proses menghasilkan cara baru dalam melakukan sesuatu atau hasil yang berbeda dengan menggunakan sumber daya yang sudah ada". Kreativitas siswa di kelas dapat diukur dengan membina lingkungan yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, serta dengan memberikan tugas yang mendorong pengembangan karya seni asli atau adaptasi inventif dari karya seni yang ada.

Para ahli telah mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang harus dimiliki siswa yang sedang mengembangkan keterampilan berpikir kreatifnya. Salah satunya adalah kemampuan berpikir cepat, luas, dan mandiri, sebagaimana digariskan oleh  Munandar (2012: 192) adalah 1) pemikiran yang jernih; seseorang yang dapat mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan sampai pada penjelasan dan solusi yang masuk akal untuk masalah Seseorang yang (2) mampu berpikir luas dan menghasilkan berbagai kemungkinan jawaban atas sebuah pertanyaan, mampu berpikir kreatif dan menghasilkan bacaan dan wawasan menarik dari sumber informasi yang sudah dikenal, dan mampu berpikir kreatif dan menghasilkan wawasan baru dan menarik dari sumber informasi yang sudah dikenal, dikatakan (4) mampu berpikir asli. Karena itu, siswa memiliki waktu yang lebih sulit untuk menghasilkan ide dan solusi orisinal untuk masalah, dan mereka juga memiliki waktu yang lebih sulit secara umum tidak hanya mengembangkan keterampilan pemecahan masalah mereka sendiri, tetapi juga dalam menerapkannya ketika mereka menghadapi hambatan.

Susanto (2013:110) berpendapat bahwa  berpikir kreatif adalah proses yang mencakup unsur-unsur seperti orisinalitas, struktur, kemampuan beradaptasi, dan elaborasi. Keadaan ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif dapat mendorong pengembangan kapasitas mental yang luas yang mampu merangkum dunia secara keseluruhan dari berbagai sumber yang unik.

Mempunyai pemikiran secara kreatif akan mampu menciptakan suatu pemikiran berkualitas. Pendapat dari Sani (2014:15) mengemukakan yaitu berpikir secara kreatif adalah keterampilan dalam menuangkan gagasan yang hebat, bermutu serta sesuai dengan apa yang ditugaskan. Keadaan ini adalah bentuk pengembang diri dari gagasan-gagasan terbaru yang berkualitas tinggi. Agar keterampilan berpikir secara kreatif berkembang cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkannya adalah dengan menghasilkan pembelajaran berkualitas dan pembelajaran dengan memperlibatkan siswa dengan aktif.

Mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial sebagai salah satu mata pelajaran yang membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai komunitas dan menjadikan nilai-nilai itu sebagai bagian dari tindakan mereka sehari-hari dalam kehidupan. Harapan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi siswa untuk interaksi sosial sehari-hari, pendidikan harus dilakukan dengan presisi, baik dari pihak guru dan siswa. Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang dapat memfasilitasi untuk berkembangnya kemampuan berpikir, terutama kemampuan berpikir dengan kreatif (Sulaeman, 2016:3).

Model pembelajaran berbasis proyek adalah salah satu model yang mendukung kurikulum 2013; itu ditandai dengan fokus pada proses daripada produk, kerangka waktu yang lebih lama, konsentrasi pada masalah daripada metode, dan keterlibatan siswa dalam memecahkan masalah melalui inkuiri akademik. Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Model Pengalaman Paradigma pembelajaran berbasis proyek adalah paradigma yang menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan siswa untuk berpikir kreatif dan memecahkan masalah dikembangkan melalui partisipasi dalam proyek.Penting untuk memiliki guru yang kreatif yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitas mereka sendiri untuk mengatasi krisis kreativitas.

Sulaeman (2016:5) mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis proyek adalah metode pengajaran dimana siswa memecahkan masalah dan memperluas topik yang tercakup dalam materi pelajaran melalui implementasi proyek dunia nyata. Inovasi pembelajaran berbasis proyek ini mendorong siswa untuk mengembangkan kreativitas, inisiatif, tanggung jawab, kepercayaan diri, dan keterampilan berpikir kritis dan analitis mereka.

Menurut Kerangka Pelaksanaan Kurikulum 2013 (2018: 42), pembelajaran berbasis proyek yaitu setiap kegiatan pendidikan di mana seorang siswa mengerjakan proyek dunia nyata sebagai bagian dari proses pembelajaran untuk memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap. dicakup oleh kurikulum.Fokus pendidikan adalah upaya siswa untuk menciptakan produk dengan menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka di berbagai bidang seperti penelitian, analisis, konstruksi, dan presentasi, yang semuanya diinformasikan oleh pengalaman dunia nyata. Siswa diharapkan membuat proyek yang berhubungan dengan materi pelajaran terkait dalam model pembelajaran ini.

Penerapan model pembelajaran berbasis proyek, ide siswa digunakan untuk membuat proyek yang menawarkan metode alternatif untuk memecahkan masalah disiplin tertentu, memungkinkan siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung bagaimana memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu manfaat dari teknik pengajaran ini adalah dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah siswa, seperti dikemukakan oleh Majid dan Chaerul (2014:164).Keterampilan memecahkan masalah adalah bagian penting dari berpikir kreatif. Ini menunjukkan bagaimana salah satu manfaat dari paradigma pembelajaran berbasis proyek dapat memicu keterampilan berpikir inovatif siswa. Disisi lain, ada beberapa kelemahan dalam menggunakan paradigma pembelajaran berbasis proyek, seperti kenyataan bahwa hal itu membutuhkan instruktur yang berkualifikasi tinggi yang juga bersemangat untuk belajar, serta sumber daya yang luas, termasuk uang dan waktu, serta peralatan dan bahan khusus. Siswa yang mudah terdistraksi, kurang pengetahuan dan keterampilan, dan sulit bekerja dalam kelompok tidak akan mendapat manfaat dari metode pengajaran ini.

Pada obervasi awal di  sekolah dasar negeri  ...................... Kabupaten Tangerang yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari 28 guru yang ada, 60% guru masih melaksanakan proses belajar mengajar dengan berceramah tanpa menggunakan model pembelajaran, sehingga keadaan tersebut menjadikan pendidik lebih mendominasi pembelajaran dan kurang melibatkan aktifitas siswa. Saat pembelajaran berlangsung, siswa cenderung pasif, lebih banyak menyalin materi dari buku dan mengisi latihan-latihan yang ada pada Lembar Kerja Siswa.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru kelas IV pada 14 Juni 2022 mengungkapkan bahwa siswa di sekolah tersebut memiliki tingkat berpikir kreatif di bawah rata-rata. Hal ini dapat dilihat dari keengganan siswa untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan jawaban yang panjang terhadap suatu masalah tertentu. Bahkan para siswa tampaknya tidak menemukan ide, jawaban, atau pertanyaan yang menarik. Pada saat menjawab pertanyaan, siswa tidak menawarkan tanggapan yang berbeda dari yang biasanya diberikan oleh sebagian besar orang. Selain itu, siswa tidak dapat memusatkan perhatian pada satu solusi untuk suatu masalah.

Sementara kurikulum yang digunakan di SD Negeri ...................... masih tahun 2013 dengan beberapa penyesuaian tematik, peneliti memfokuskan pada materi pelajaran IPS. Hasil belajar pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial akan diperoleh hasil nilai harian, sedangkan nilai akhir semester berisi nilai-nilai rata-rata nilai harian serta ketuntasan. Untuk nilai harian diperoleh skor rata-rata nilai 60% dengan siswa tuntas 40,91%. Nilai akhir semester dengan pencapaian sebesar 62,84 dan siswa tuntas 36,36%. Keadaan tersebut tidak sesuai dengan KKM yang sudah ditetapkan untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial kelas 4 yaitu sebesar 70.

Selain wawancara, peneliti juga melihat langsung untuk membuktikan fakta tersebut melalui observasi pengenalan praktik lapangan terhadap siswa pada proses pembelajaran. Hasil observasi menunjukkan kelas tersebut rendah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, khususnya pada mata pelajaran IPS. Ketika pembelajaran berlangsung terlihat dari siswa yang tidak dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, sulit mengeksplor ide-ide atau gagasannya dalam pembuatan suatu produk usaha, sulit mengungkapkan jawaban yang berbeda dengan yang lain, sulit menghasilkan karya baru dalam pembuatan produk usaha, sulit mempertahankan ide atau gagasannya sendiri serta siswa terus menerus disuapi materi saja tanpa adanya suatu kegiatan bermakna untuk mengembangkan ide dan keterampilan yang dimiliki siswa.

Model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif semakin banyak digunakan dalam beberapa tahun terakhir. Namun hasil temu lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang menggunakan paradigma pengajaran berpusat pada guru sehingga menghambat kemampuan berpikir kreatif siswa. Pendekatan pendidikan yang berpusat pada guru ini tidak banyak mendorong upaya siswa untuk mengasah pemikiran kreatif dan kapasitas imajinatif mereka.

Penelitian Puspita (2019) memberi penjelasan bahwa proses belajar berjalan lancar ketika semua faktor yang relevan diperhitungkan, seperti tujuan kursus, materi pelajaran, dan strategi pembelajaran. Agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran, guru harus mampu mengintegrasikan konten dan perilaku siswa yang relevan. Salah satu pendekatan tersebut adalah penerapan Model Pembelajaran pembelajaran berbasis proyek (PjBL), yang telah terbukti meningkatkan hasil belajar siswa dan kemampuan pemecahan masalah kreatif mereka.

Febrianty (2020) menyatakan bahwa kreativitas siswa tidak rendah, hal tersebut disebabkan kurangnya kemampuan guru untuk mengorganisisr kreatifiitas siswa selama proses belajarnya. Pengajaran konvergen, sikap dan keyakinan guru tentang kreativitas siswa, motivasi lingkungan, dan keyakinan siswa sendiri tentang potensi kreatif mereka. Hal tersebut berperan dalam pengembangan imajinasi dan orisinalitas siswa. Sehingga dibutuhkan keterampilan guru untuk mengembangkan strategi pengajaran dan model kelas yang meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa sehingga tujuan tersebut dapat terwujud. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kreatif mereka meningkat saat dihadapkan pada kerangka pembelajaran berbasis proyek, dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan metode ceramah.

Kusadi(2020) menjelaskan dalam jurnal penelitiannya bahwa model pembelajaran berbasis proyek paling sesuai dengan karakteristik pendidikan IPS, serta tujuan dan laju perubahan sosial saat ini. Salah satu metode pengajaran inovatif yang menekankan pembelajaran kontekstual dan partisipasi siswa dalam proyek penelitian kolaboratif dengan dicapai melalui aktivitas menantang yang pada gilirannya memotivasi siswa untuk lebih proaktif dan banyak akal dalam mengejar tujuan pembelajaran adalah model pembelajaran berbasis proyek.

Pembelajaran berbasis proyek adalah pendekatan inovatif untuk pendidikan yang menempatkan siswa sebagai pusat proses pembelajaran dan memposisikan guru sebagai fasilitator dan motivator. Dalam model ini, siswa lebih diberi tanggung jawab atas pendidikannya sendiri dan didorong untuk bekerja secara mandiri. Siswa diperkenalkan dengan masalah secara langsung dalam model pembelajaran berbasis proyek, dan kemudian mereka berlatih menyelesaikannya melalui pekerjaan proyek aktif, meskipun tidak langsung, yang melatih mereka untuk berpikir kreatif dan memecahkan masalah dengan cara baru.

Niswara (2019), berpendapat bahwa kreativitas siswa harus diakui dengan cara yang adil dan akurat, dengan penilaian yang memperhitungkan nilai akhir dan penilaian kemajuan yang berkelanjutan. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan memasukkan lebih banyak pemikiran kritis ke dalam proses pengajaran dan penilaian. Melihat situasi seperti itu, langkah selanjutnya adalah mengubah strategi pengajaran, karena ada banyak model dan metode pengajaran baru yang sangat efektif dalam kurikulum 2013, terutama untuk siswa sekolah dasar, yang telah terbukti mendapat manfaat besar dari paparan mereka. Salah satu model tersebut adalah model pembelajaran berbasis proyek, yang didasarkan pada gagasan bahwa siswa belajar paling baik ketika mereka memiliki masalah dunia nyata untuk dipecahkan.

Permasalahan-permasalahan yang telah dijabarkan pada alenia di atas, penulis tertarik untuk dapat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek  dan Kemampuan Berfikir Kreatif Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV SDN .......................  Diharapkan peneliti mampu menganalisis dampak penggunaan model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berpikir kreatif terhadap kinerja siswa pada mata kuliah IPS sebagai hasil dari penelitian ini.

B.  Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat peneliti kumpulkan dan identifikasi agar tidak menjadi meluas adalah.

1.    Hasil belajar mata pelajaran IPS di SDN ...................... rendah.

2.    Kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPS rendah.

3.    Model pembelajaran yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar menggunakan model konvensional.

4.    Suasana pembelajaran terkesan hening dan siswa tidak aktif selain kegiatan mencatat materi dari guru.

C.  Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang hendak diteliti sebagai berikut.

1.    Apakah ada pengaruh  model pembelajaran berbasis proyek  dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Kelas IV sekolah dasar negeri ...................... ?

2.    Apakah ada pengaruh kemampuan berpikir kreatif  dengan hasil belajar siswa dada mata pelajaran IPS kelas IV sekolah dasar negeri ...................... ?

3.    Apakah ada pengaruh model pembelajaran berbasis proyek  dan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Kelas IV sekolah dasar negeri ...................... ?

 

 

D.  Tujuan Penelitian

1.    Menganalisa pengaruh model pembelajaran berbasis proyek dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Kelas IV sekolah dasar negeri Tigaraksa.

2.    Menganalisis pengaruh kemampuan berpikir dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV sekolah dasar negeri .......................

3.    Menganalisis interaksi model pembelajaran berbasis proyek  dan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV sekolah dasar negeri .......................

E.  Kegunaan Penelitian

1.    Secara Teoritis

a.    Memberikan kontribusi atau sumbangan pada pengembangan model pembelajaran berbasis proyek di Sekolah Dasar.

b.   Memberikan informasi kepada guru di tempat penelitian, bahwa penelitian bermanfaat dalam meningkatkan proses pembelajaran.

c.    Mengembangkan kajian teori terkait dengan model pembelajaran berbasis proyek, berpikir kreatif, dan keterkaitannya dengan mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar.

d.   Menambah pemahaman dan pengetahuan dan sebagai bahan implementasi dalam menerapkan model pembelajaran dalam pembelajaran IPS.

2.    Secara Praktis

a.    Peneliti

Mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana menerapkan paradigma pembelajaran berbasis proyek di kelas 4 sekolah dasar negeri Tigaraksa berdampak pada hasil belajar siswa dan kapasitas mereka untuk pemecahan masalah secara kreatif.

b.    Siswa

Penggunaan model pembelajaran berbasis proyek  bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar, menjadikan proses pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan, memberi stimulus pada keterampilan berfikir kreatif melalui sebuah proyek pada mata pelajaran IPS.

c.    Guru

Mampu dipergunakan oleh pendidik sebagai rujukan dalam menggunakan sumber belajar model pembelajaran berbasis proyek .

d.   Peneliti lain

Dapat dipergunakan sebagai bahan studi perbandingan atau bahan rujukan untuk peneliti-peneliti selanjutnya.

e.    Bagi Sekolah

Dapat menjadi acuan dalam mengembangkan sumber belajar dan metode pembelajaran berupa model pembelajaran berbasis proyek .

f.     Institusi Pendidikan

Memberikan landasan dan informasi yang tepat mengenai model pembelajaran yang tepat dan berhasil guna.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Kajian Teori

1.    Hasil Belajar

a.    Pengertian Hasil Belajar

Secara harfiah hasil belajar merupakan pengalaman dari siswa berupa hasil aktivitas belajar yang telah dilakukan. Sejauh mana siswa mengalami perubahan pengetahuan tergantung dari proses belajar dan kemampuan kognitif dalam pemahamannya pada materi pelajaran. Untuk mengukur hasil belajar pada aspek pengetahuan, dapat mengunakan instrumen tes hasil belajar dengan cara melakukan tes di akhir kegiatan pembelajaran atau dapat dilakukan pada setiap akhir semester. Perolehan hasil belajar tiap-tiap individu akan berbeda karena hal tersebut terkait dengan proses belajar yang telah dilewatinya.

Hasil belajar adalah kemampuan dari seorang siswa setelah melalui kegiatan belajar,” (Sudjana, 2009:22). Menurut Abdurrahman (dalam Jihad & Haris, 2012:14),  Hasil belajar adalah kecakapan yang didapat siswa setelah melewati suatu kegiatan yang disebut dengan belajar. Sumber lain mengatakan, Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai hasil dari kegiatan pendidikan siswa (Juliah, Jihad dan Haris, 2012, hlm. 15).  Penjelasan mengenai definisi dari hasil belajar adalah peningkatan dari kemampah kognitif, pemahaman, tingkah laku, dan keterampilan yang diperoleh seorang individu sebagai hasil dari terlibat dalam proses pembelajaran.  

Hasil belajar individu merupakan hasil dari perubahan tingkat kemampuan pada bidang kognitif, bidang afektif, dan bidang psikomotor subjek yang dikaitkan dengan konteks tertentu sebagai akibat dari pengalaman belajar yang berulang. Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Jihad dan Haris, 2008: 14-15), "hasil belajar dapat dikategorikan menjadi tiga kategori besar: kognitif, afektif, dan perilaku." Menurut Nurrita (2018), siswa mendapatkan umpan balik atas hasil belajar mereka dalam bentuk nilai setelah berpartisipasi dalam proses belajar mengajar dengan menilai tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan mereka sendiri dalam kaitannya dengan rekan-rekan mereka dan dunia di besar. Mengikuti keyakinan (Sjukur, 2012) bahwa hasil belajar adalah evaluasi dari  titik ujung suatu kegiatan pembelajaran yang berulang sehingga pengetahuan yang diperoleh akan disimpan di masa mendatang, hasil belajar memainkan peran penting dalam membentuk seseorang menjadi seperti apa.

Hasil belajar adalah wujud intrepretasi yang suatu bukti yang berkaitan dengan seseorang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru, yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran perilaku dari seseorang yang sdang dalam tahapan belajar dari tidak memahami menjadi paham dan dari tidak mengetahui menjadi mengetahui (Hamalik 2014:30).  Keberhasilan seorang siswa diukur dengan sejauh mana ia mampu berpindah dari keadaan ketidaktahuan atau ketidaktahuan tentang suatu mata pelajaran ke salah satu pengetahuan atau pengetahuan tentang mata pelajaran itu sebagai hasil dari terlibat dalam proses pembelajaran. Menurut Susanto (2015:5), hasil belajar siswa adalah keterampilan yang diperolehnya sebagai hasil dari proses belajar yang dilakukannya. Karena belajar adalah tindakan yang diambil oleh seseorang yang mencoba untuk menghasilkan perubahan yang langgeng dalam perilaku dan cara pandangnya. Baik kegiatan di dalam kelas atau di luar kelas, tujuan pembelajaran ditetapkan guru sebagai target capaian pada satu materi pelajaran. Siswa dianggap berhasil jika mereka mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan atau lebih dikenal sebagai "tujuan instruksional" pembelajaran.  

Menurut Purwanto (2014:44), dua kata “hasil” dan “belajar” membentuk istilah “hasil belajar” yang dapat dipahami dengan menyatukan keduanya. Dalam istilah fungsional, istilah "produk" mengacu pada hasil akhir dari setiap tindakan atau prosedur yang memerlukan pengeluaran beberapa sumber daya. Komoditas yang dihasilkan merupakan hasil akhir dari upaya mengubah sumber daya mentah menjadi produk jadi (finished goods).

Berdasarkan definisi hasil belajar yang diberikan di atas, dapat dikatakan bahwa hasil belajar yang dimaksud adalah perubahan perilaku siswa pada ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ditetapkan melalui penilaian pada akhir proses pembelajaran. Sedangkan pada penelitian ini difokuskan untuk menganalisis pada ranah pengetahuan yang dinyatakan dalam skor  yang diperoleh dari hasil kegiatan atau proses belajar mengajar.

b.    Unsur-Unsur yang Berpengaruh pada Hasil Belajar

Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa unsur, baik yang berasal dari dalam diri siswa sendiri maupun unsur-unsur diluar diri siswa. Dari pendapat yang dikemukakan oleh Slameto (2013) dapat diketahui tentang unsur-unsur yang berpengaruh terhadap hasil belajar diantaranya :

1)   Unsur internal

a)    Unsur jasmani

b)   Unsur psikis

2)   Unsur eksternal

a)    Unsur keluarga

b)   Unsur sekolah

c)    Unsur masyarakat

Menurut Sudjana dan Rivai (2001:39), masalah kesehatan siswa dan kondisi fisik umum mereka adalah salah satu faktor lingkungan yang secara signifikan mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar, sedangkan paparan kelompok yang terakhir terhadap bencana alam juga membuat perbedaan. Tujuh puluh persen prestasi akademik siswa di madrasah bergantung pada kemampuan siswa, sedangkan lingkungan hanya berpengaruh pada prestasi akademik hingga 30 persen.

Sedangkan Hasan (1994:94) menjelaskan tentang unsur-unsur yang dapat berpengaruh terhadap aktivitas belajar yaitu:

1)   Faktor yang muncul dari diri sendiri atau bisa disebut unsur individu dalam unsur perkembangan kematangan fisik, intelegensi dan unsur yang muncul secara pribadi.

2)   Faktor eksternal individu, yang kita sebut sebagai faktor sosiokultural, termasuk keluarga dan pengaturan tempat tinggal, metode pengajaran, bahan ajar, pengaturan kelas fisik, ketersediaan waktu dan ruang untuk belajar, dan motivasi pribadi dan sosial guru dan siswa.

Unsur-unsur yang berpengaruh pada prosedur dan hasil belajar pada seorang siswa secara ringkas sebagaimana pendapat Sabri (2010:59-60) adalah :

1)   Unsur dalam diri siswa  

a)    Unsur fisiologis siswa, termasuk kesehatan mereka dan ada atau tidak adanya penyakit fisik, serta keadaan mental mereka, terutama kemampuan mereka untuk melihat dan mendengar.

b)   Unsur psikologis siswa, seperti minat, antusiasme, pemahaman, dan motivasi mereka, serta kemampuan kognitif mereka, yang mencakup hal-hal seperti kemampuan mereka untuk memahami, mengingat, dan bernalar, dan pemahaman mereka tentang informasi mendasar.

2)   Unsur-unsur dari luar siswa

a)    Unsur Lingkungan

Unsur ini dapat dibagi menjadi dua kategori: pertama, lingkungan seperti cuaca dan kualitas udara; kedua, sosial seperti lokasi masjid atau sekolah; dan ketiga, teknologi seperti kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi. Kedua, komponen lingkungan sosial, seperti manusia dan budayanya.

b)   Unsur Instrumental

Unsur instrumental mencakup hal-hal seperti ruang kelas dan ruang fisik lainnya, alat bantu pengajaran seperti buku dan komputer, video instruksional dan bentuk media lainnya, guru dan ahli lainnya, materi kursus dan rencana pelajaran, dan pendekatan instruksional seperti menerapkan kelompok pembelajaran kooperatif.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa beberapa unsur yang mempengaruhi hasil belajrar siswa berasal dari faktor internal dan eksternal. Unsur internal dari dalam diri siswa berupa kesiapan siswa dalam menerima materi pembelajaran. Sedangkan unsur eksternalnya dilihat dari instrument yang digunakan guru dalam proses pembelajaran seperti strategi pembelajaran, model pembelajaran dan media pembelajaran yang digunakan untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Hal tersebut secara signifikan mempengaruhi upaya siswa untuk mencapai hasil belajar yang tinggi dan dapat membantu dalam pelaksanaan kegiatan instruksional untuk memastikan bahwa tujuan pembelajaran terpenuhi. Selain itu, lingkungan belajar yang nyaman juga menjadi unsur pendukung dalam keberhasilan proses pembelajaran.

c.    Pengertian Mata Pelajaran IPS

Sejak tahun 1970-an, IPS telah banyak dibahas dalam civitas akademika Indonesia, dan pada tahun 1975, secara resmi dimasukkan ke dalam kerangka kurikuler negara. Menurut Sapriya (2009:45), “ilmu sosial” (atau “pengantar ilmu sosial interdisipliner” atau “IPS”) adalah nama mata pelajaran yang diajarkan pada tingkat dasar dan tingkat menengah , serta nama program studi di tingkat sekolah dasar (SD/MI) dan menengah (SMP/MTs/SMA/SMK/MAK). Pada tingkatan universitas lebih dikenal dengan nama ilmu sosial. Namun, pengetahuan ilmu pengetahuan sosial pada tingkatan dasar  mata pelajaran ini  berdiri sendiri dan merupakan gabungan dari beberapa mata pelajaran yang berbeda.

Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan kurikulum wajib yang telah dituangkan secara sistematis dan komprehensif dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Pendidikan berbasis teori IPS bertujuan untuk memberikan wawasan dan dimensi lebar dan komprehensif kepada peserta didik tentang bidang studi terkait. Metode pengajaran yang digunakan dalam bidang ilmu sosial di Republik Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh praktik pendidikan Barat. Di berbagai belahan dunia lain khususnya di Amerika, sebutan studi sosial digunakan untuk merujuk pada materi pelajaran mengajar siswa tentang ilmu sosial. Telah dicatat bahwa banyak teori dan gagasan IPS yang memberikan pengaruh besar terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS yang menjadi struktur pembangun kurikulum di Indonesia (Sapriya 2009:34). Di Amerika Serikat, ada kelompok yang sering dikenal dengan akronimnya adalah NCSS. Menurut NCSS, tujuan pengajaran IPS adalah sebagai salah satu sarana dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menumbuhkan unsur pengetahuan, unsur keterampilan dan unsur sikap  mereka dalam konteks konteks sosial dan manusia yang beragam. Secara keseluruhan, bidang Ilmu Sosial dan Manusia mencakup berbagai subbidang akademik, termasuk Sejarah, Politik, Matematika, Agama, Hukum, Antropologi, Geografi, Sosiologi, Ekonomi, dan bidang terkait lainnya.

Akan tetapi, menurut (Depdiknas, 2007:3), ilmu sosial adalah keterpaduan beberapa bidang studi, antara lain hukum, sosiologi, geografi, sejarah, ekonomi, politik, dan praktik budaya. Untuk mewujudkan pendekatan lintas disiplin terhadap studi masyarakat dari perspektif ilmu sosial, perlu dipertimbangkan bagaimana membumikan bidang ilmu sosial dalam realitas empiris dan fenomena sosial. Pembelajaran Sosiologi sebagai mata pelajaran adalah disiplin akademis dengan tujuan menyeluruh membentuk warga global yang bertanggung jawab, demokratis, dan berwawasan global (Sapriya:2009:62). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan pembelajaran di sisi lain bertujuan untuk menciptakan manusia yang memiliki kemampuan untuk bersaing di masyarakat yang terdiri dari beberapa bagian di tingkat domestik, dalam negeri, bahkan laur negeri. Untuk mengatasi hal tersebut, inti  pembelajaran IPS dikatakan sebagai pengembangan potensi siswa supaya memiliki kepekaan terhadap fakta-fakta sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat berwawasan luas dan mempunyai sifat membangun pada upaya-upaya pembaharuan terhadap kondisi sosial. penyakit, dan diberikan rangsangan atau contoh untuk membantu mereka melakukannya.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan tersebut dapat diambil sikap bahwa IPS adalah mata pelajaran yang merupakan gabungan dari bermacam-macam bidang keilmuan yang mempunyai maksud dan tujuan mencetak pribadi-pribadi yang konsekwen, demokratis, dan mempunyai perilaku mencintai kejadian yang bersifat sosial, mempunyai   memiliki sikap cinta terhadap fenomena sosial, dan memiliki kecakapan psikologi yang baik serta memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang muncul baik dari dalam diri sendiri maupun yang bersifat kelompok, mempunyai kemampuan untuk bersaing dalam lingkungan masyarakat dari berbagai tingkatan baik tingkatan lokal, regional, nasional maupun secara global dalam lingkup dunia.

d.   Tujuan Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

Sebagai salah satu mata pelajaran wajib, maka IPS mempunyai tujuan yaitu membangun masyarakat madani yang patuh. Penjelasan mengenai tujuan utama pembelajaran IPS tersebut disampaikan Hasan (1996, 114-117) yaitu :

1)   Pengembangan nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pribadi siswa secara individu. Pola pikir, norma, dan etika yang dapat ditumbuhkan adalah

a)    Pandangan dan apresiasi terhadap nilai-nilai dan moral yang berada di masyarakat diantaranya pribadi yang kritis, kejujuran, rasa menghargai pada pemikiran orang selain diri kita, paham keagamaan, tingkat kepedulian terhadap keadaan sekitar, menghargai orang-orang yang lebih tua, serta banyak lainnya.

b)   Sikap tenggang rasa

c)    Kebersamaan dan sikap saling menolong

d)   Hak-hak dasar kemanusian

2)   Peningkatan bidang konatif adalah kapasitas dari seseorang yang menjadi petunjuk tentang bagaimana orang tersebut bukan saja mempunyai pemahaman dan pengertian, perilaku, norma dan  yaitu kapasitas yang memberikan petunjuk tentang seseorang yang bukan saja mempunyai tingkat kepandaian dan tingkat penafsiran, mempunyai kapabilitas yang tinggai dalam bidang kognitif, sikap, atura dan perwatakan serta memiliki  yang menunjukan bahwa seseorang tidak hanya memiliki pengetahuan dan pemahaman, kemampuan kognitif tinggi, sikap, norma, dan watak, dan juga mempunyai kemauan agar dapat melakukan dan memberikan pembuktian pada kehidupan nyata di kesehariannya.  Penjelasan mengenai tujuan konatif adalah :

a)    Melakukan kegiatan-kegiatan sosial

b)   Giat dalam berkerja

c)    Mempunyai kejujuran dalam bekerja

d)   Memiliki kapasitas yang baik dalam beradaptasi

3)   Memiliki pemahaman tentang nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, seperti kejujuran, kebaikan, empati, rasa hormat, dan tidak mementingkan diri sendiri; Kebanggaan nasional; dan perlunya bekerja sama untuk kebaikan bersama.

4)   Mempunyai kapasitan dalam melakukan komunikasi, berkolaborasi, dan bersaing di tengah-tengah lingkungan tempat tinggal yang beragam di tingkat domestik, dalam negeri, dan internasional

Penjelasan mengenai tujuan dari pembelajaran IPS yang dikemukana oleh Sapriya (2009:201) adalah :

1)   Mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang keterkaitan beberapa pola pikir dan mempunyai kaitan dengan lingkungan masyarakat.

2)   Mempunyai  kecakapan dasar dalam  berpikir secara logis dan responsif, sifat ingin tahu yang tinggi, keinginan bertanya, mencari solusi suatu permasalahan dan mahir bersosialisasi.

3)   Mempunyai rasa komitmen yang kuat terhadap, dan pengetahuan tentang, nilai-nilai kemanusiaan dan sosial.

4)   Mempunyai kapasitas yang baik dalam  berkomunikasi, berkolaborasi, dan bersaing dalam masyarakat yang kompleks di tingkat lokal, nasional, dan global.

Berdasarkan perspektif tersebut di atas tentang tujuan pendidikan IPS, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pendidikan IPS diharapkan akan membantu siswa mengembangkan cara berpikir yang lebih kritis dan analitis tentang masalah sosial yang mempengaruhi komunitas mereka dan membantu mereka menjadi warga negara yang lebih baik. negara mereka. Kemudian, menjadi bijaksana dan peduli terhadap komunitas dan lingkungan seseorang melalui pemahaman tentang pentingnya sejarah dan budayanya.

e.    Ruang dan Lingkup IPS Sekolah Dasar

Pembagian ruang dan lingkup pembelajaran IPS di sekolah dasar menurut Tasrif (2008:4) adalah :

1.    Ditilik dari sudut pandang hubungan yang melingkupi hubungan sosek, ilmu jiwa, kearifan lokal, histori, lingkungan tempat tinggal dan sudut pandang secara politik.

2.    Ditilik dari sudut pandang kelompok bisa berupa keluarga, RT, RW, Dusun, antar warga dalam desa, serta bentuk-bentuk organisasi kemasyarakatan dan berbangsa.

3.    Ditilik dari stratanya mencakup tingkatan lokal, tingkatan regional, serta dunia secara global.

4.    Ditilik dari sudut pandang hubungan atau korelasi bisa berbentuk kebudayaan, bidang sosial, bidang politik maupun dalam bidang ekonomi.

Pada tataran dasar, mata pelajaran IPS dirancang untuk memberikan siswa pendidikan menyeluruh yang memperhitungkan semua aspek kehidupan dan kebutuhan manusia. Untuk melestarikan umat manusia, IPS memperhatikan bagaimana orang memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan untuk memperoleh makanan, tempat tinggal, pakaian, dan hiburan; untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia di Bumi; untuk mengatur keamanan dan pemerintahan mereka sendiri; dan untuk memenuhi kebutuhan lain yang mungkin mereka miliki.

Dalam artian singkat mata pelajaran IPS difokuskan pada pembelajaran yang secara umum  untuk menyelidiki, menganalisis, dan mengevaluasi sistem sosial dan ekonomi manusia dalam konteks komunitas global. Mengingat luasnya konteks sosial manusia, maka pendidikan IPS harus dibatasi pada setiap jenjang pendidikan sesuai dengan kemampuan siswa yang terdaftar pada jenjang tersebut, sehingga ruang yang dialokasikan untuk pengajaran IPS bervariasi dari jenjang SD dan SMP. Di tingkat sekolah dasar, pengajaran IPS terbatas pada topik-topik yang sempit seperti yang tercakup dalam buku teks geografi dan sejarah. Lebih khusus lagi, kejahatan sehari-hari dan masalah sosial yang dihadapi oleh siswa sekolah dasar di lingkungan terdekat mereka.

Ruang penelitian diperluas pada tingkat pendidikan menengah. Tren serupa dapat dilihat di tingkat pendidikan atas, di mana berbagai tindakan diambil untuk memerangi penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan materi pelajaran dan penyelidikan akademis. Karena IPS di pendidikan tinggi adalah alat untuk melatih kemampuan berpikir dan berbicara siswa secara sistematis, pendekatan pengajaran interdisipliner dan multidisiplin adalah pilihan yang baik.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa materi pelajaran IPS adalah manusia dalam konteks sosialnya, maka ruang lingkup penelitian IPS meliputi (a) substansi disiplin ilmu sosial yang secara inheren peduli dengan masyarakat, dan (b) fenomena sosial. yang berdampak pada kehidupan sehari-hari. Pendekatan ganda terhadap pendidikan IPS ini diperlukan karena pendidikan IPS dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembelajar individu maupun komunitas yang lebih besar. Oleh karena itu, pendidikan IPS harus memasukkan materi yang berakar pada masyarakat (Yani, 2012:23).

f.     Karakteristik Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Dari pendapat Djahari (1989:4) dapat diuraikan secara rinci tentang karakteristik IPS di sekolah dasar yaitu :

1)   Pembelajaran IPS berupaya untuk mentautkan antara konsep dan realita maupun kenyataan sebaliknya (mengkaji bukti dari sudut pandang keilmuan) 

2)   Upaya menganalisis dan membahas mata pelajaran IPS tidak terpaku pada satu bidang ilmu saja, tapi harus berpandangan secara luas dengan mempertimbangkan bidang ilmu-ilmu yang lain sehingga mendapatkan kesimpulan bahwa IPS adalah suatu konsep ilmu yang tersusun secara runtut dan diperuntukan agar dapat menganalisis suatu permasalahan.

3)   Berfokus pada keterlibatan siswa secara aktif melalui proses pembelajaran ikuiri yang dapat meningkatkan kemampuan kritis siswa dalam berpikir secara rasional dan analitik. Rancangan pembelajaran dirangkai melalui berbagai bahan yang didapat dari ragam disiplin keilmuan, kenyataan hidup di lingkungan, dan difokuskan pada proyeksi tentang kehidupan di masa mendatang yang lebih baik.

4)   Pembelajaran IPS bersifat dinamis yang berpegang pada landasan kehidupan sosial yang ada di masyarakat, sehingga fokus pembelajaran ada pada kegiatan internal dan aktif yang ada pada diri siswa dengan tujuan mewujudkan agar siswa mempunyai kebiasaan dan keahlian untuk mencerna hal-hal nyata yang terjadi di masyarakat.

5)   Pembelajaran IPS lebih berfokus pada keadaan dan pendalaman terhadap hubungan  dalam masyarakat yang lebih menonjolkan sifat manusiawi.

6)   Mata pelajaran IPS bukan saja mengkhususkan pada aspek pengetahuan siswa secara detail tetapi juga terhadap nilai-nilai dan keterampilan yang dimiliki siswa.

7)   Mata pelajaran IPS bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang maksimal kepada siswa terutama terhadap masalah-masalah yang terjadi di dekat kehidupan siswa itu sendiri.

Prinsip, karakteristik, dan pendekatan yang menjadi inti pembelajaran IPS harus dilaksanakan secara konsisten ketika program pendidikan IPS dikembangkan sesuai dengan ciri khas yang melekat pada pembelajaran IPS tersebut.

g.    Indikator Hasil Belajar

Prestasi akademik atau lebih dikenal dengan hasil belajar siswa adalah kumpulan keterampilan yang mereka bawa ke kelas setelah diuji melalui kegiatan pembelajaran, seperti yang didefinisikan oleh Sudjana (2016:22). Taksonomi Bloom (dikutip dalam Sudjana 2016:22–23) digunakan untuk mengklasifikasikan prestasi akademik siswa dalam sistem pendidikan nasional. Taksonomi ini secara garis besar membagi kemampuan siswa menjadi tiga kategori: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam konteks pendidikan, beban kognitif mengacu pada jumlah pengetahuan siswa, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi di berbagai topik. Dua dari dimensi awal dianggap sebagai pemrosesan kognitif tingkat rendah, sedangkan empat lainnya dikategorikan sebagai pemrosesan tingkat tinggi.

Ada lima komponen cara berpikir yang matang secara emosional: kapasitas untuk menerima dan memproses informasi, kemampuan untuk mengevaluasi dan memprioritaskan tugas, kapasitas untuk mengatur dan memproses emosi diri sendiri secara introspektif, dan kapasitas untuk secara tepat menanggapi kebutuhan orang lain. yang lain. Pemeringkatan kemampuan psikomotorik dalam kaitannya dengan kinerja akademik dalam hal perolehan keterampilan dan pengembangan potensi seseorang untuk bertindak. Ada 6 komponen yang membentuk kompetensi psikomotor: (a) gerak reflektif, (b) kemampuan gerak dasar, (c) keterampilan persepsi, (d) harmoni atau presisi, (e) kompetensi gerak kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Pengkategorian hasil belajar menurutt Gagne (dalam Sudjana, 2016:22)  digolongkan menjadi 5 kategori dengan penjelasan sebnagai berikut :

1)   Kemampuan untuk menyampaikan informasi secara verbal dikenal sebagai "informasi verbal," dan itu mencakup bentuk komunikasi lisan dan tertulis. kemampuan khusus untuk bereaksi terhadap rangsangan yang sempit. Kemampuan ini tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, atau perubahan aturan.

2)   Kemampuan intelektual adalah kemampuan untuk menyampaikan ide dan konsep secara jelas. Kemampuan intelektual meliputi kemampuan kategorisasi, kemampuan analisis dan sintesis, serta kemampuan mengembangkan prinsip-prinsip ilmiah. Akal adalah kemampuan untuk terlibat dalam tugas-tugas kognitif khusus. Pengetahuan diskriminasi, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan hukum semuanya berkontribusi pada persenjataan intelektual seseorang.

a)    Berlatih diskriminasi, yaitu disparitas pada bermacam bentuk dengan perspektif yang berbeda. Seperti membandingkan dan membedakan berbagai bentuk wajah, periode waktu, ukuran pohon, dan ukuran tumbuh-tumbuhan.

b)   Berlatih kerangka konseptual. Sebuah konsep adalah simbol mental. Ini adalah hasil dari membuat interpretasi fakta.

c)    Berlatih peraturan. Hukum, pengetahuan, atau legenda urban? (aturan). Arti dari setiap dalil dan rumus yang Anda pelajari harus dipahami agar dapat memperoleh manfaat sepenuhnya.

3)   Sebuah desain kognitif adalah kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan proses mental sendiri.Keterampilan ini mencakup penggunaan konsep dan teknik untuk memecahkan masalah

4)   Keahlian pada bidang motorik adalah kemampuan untuk mengurutkan akselerasi dan deselerasi jasmani dalam masalah koordinasi, sehingga menghasilkan fenomena yang dikenal sebagai jasmani-otomatism.

5)   Kemampuan untuk menerima atau menolak suatu objek menjadi dasar penilaian seseorang terhadap objek tersebut. Keterampilan mencakup kemampuan untuk mengevaluasi makna secara internal dan eksternal. Kebijaksanaan adalah kemampuan untuk menetapkan nilai-nilai sebagai pedoman tindakan.

Mempertimbangkan hal di atas, kita dapat mengatakan bahwa pengetahuan linguistik, kecakapan intelektual, strategi kognitif, keterampilan fisik, dan disposisi adalah indikator keberhasilan belajar yang paling dapat diandalkan dalam penelitian ini.

2.    Hakikat Model Pembelajaran

a.    Definisi  Model Pembelajaran

Sebagai penggerak penting dalam roda pendidikan, guru harus percaya bahwa mereka hanya perlu memiliki kemampuan untuk membuat sedikit penyesuaian pada model pengajaran untuk meningkatkan lingkungan belajar bagi siswa mereka dan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Sekarang, pendidik tidak harus terpaku pada satu metode pengajaran; sebaliknya, mereka mungkin bereksperimen dengan beberapa pendekatan untuk menciptakan lingkungan kelas yang tidak membosankan atau mengecilkan hati siswa mereka. Di dunia yang berteknologi maju saat ini, hal ini berdampak pada pengembangan metode pengajaran baru yang bertujuan untuk membuat pengalaman pendidikan lebih menarik bagi siswa dengan menggunakan berbagai teknik dan pendekatan yang berbeda. Tujuan dari model instruksional ini jelas: untuk memastikan bahwa siswa belajar apa yang mereka butuhkan dengan segala cara yang mungkin. Untuk tujuan itu, para pendidik semakin bereksperimen dengan metode pengajaran yang berbeda dengan harapan menciptakan lingkungan kelas yang lebih menarik bagi siswa muda dan, pada gilirannya, menginspirasi keinginan mereka untuk belajar. Hasil belajar yang diinginkan adalah hasil yang diinginkan,

Bukan saja pada bidang pengetahuan tetapi juga aspek keterampilan motorik dan pola sikap dan tingkah laku yang diharapkan dapat  tidak hanya dalam tataran kognitif saja, melainkan psikomotorik dan afektifnya turut membangun dan bertambah maju yang berujung pada peningkatan kemampuan siswa. Pendidik harus mempertimbangkan dengan cermat materi pelajaran yang ingin mereka bahas sebelum memulai kegiatan pengajaran dan memilih metode metode pengajaran yang cocok untuk itu.

Mengingat kesulitan guru dalam melaksanakan tanggung jawab pedagogis mereka dan kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar, model pendidikan dapat dilihat sebagai upaya untuk memecahkan masalah ini. Menurut Hanafiah dan Suhana (2012:41), model pedagogis adalah salah satu cara terbaik untuk membantu siswa beradaptasi dan mengambil manfaat dari pengetahuan generasi baru. Model pembelajaran memiliki ikatan yang kuat dengan gaya belajar dan mengajar siswa dan guru masing-masing, yang disingkat menjadi SOLAT (Style of Learning and Teaching).

Menurut Rusman (2011:41), Model pembelajaran adalah layout atau gambaran imajiner yang memformalkan kegiatan yang teratur untuk memberikan pengalaman  dalam belajar dalam melayani pencapaian tujuan tertentu dan bermanfaat sebagai alat pemandu bagi administrator pendidikan dan guru dalam merencanakan strategi instruksional. Sagala (2009:175) menguraikan definisi model, menjelaskan bahwa itu adalah desain sederhana dari sistem kerja, deskripsi sistem yang berpotensi layak atau tidak masuk akal, dan demonstrasi langsung dalam bentuk instruksi adalah contoh dari jenis penyederhanaan ini.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2008:247),  Instruksi, atau "mengajar," adalah tindakan yang direncanakan guru dimaksudkan untuk memimpin siswa mereka untuk secara aktif terlibat dengan materi pembelajaran. Untuk mendukung proses pembelajaran bagi siswa, harus ada interaksi antara pembelajar dan sumber belajar yang memiliki kesamaan unsur tujuan, isi, metodologi, dan penilaian.

Seperti yang telah dijelaskan, model pendidikan dimaksud dimaksudkan untuk membantu guru mengatasi hambatan yang mereka hadapi dalam mendidik siswanya, khususnya dengan memungkinkan mereka untuk lebih mudah beradaptasi dengan keadaan siswanya untuk membawa perubahan yang diinginkan pada siswanya. ' sedang belajar. Sebagai kerangka atau desain konseptual (diinformasikan oleh pembelajaran dan teori pendidikan), dimaksudkan untuk membantu siswa menjadi pembelajar yang lebih aktif dengan menekankan pentingnya akses ke materi pembelajaran dalam penataan pengalaman pendidikan mereka sehingga mereka lebih mungkin untuk mencapai hasil belajar tertentu. .

Buchori (2008:101) mengidentifikasi empat konsep berikut sebagai contoh model pendidikan yang berbeda. Model yang berbeda mengajarkan perkembangan melalui kondisi yang berbeda termasuk komponen yang berbeda seperti fokus, sikap, jaringan sosial, dan struktur pendukung.

Lebih lanjut Sagala (2009) memberikan pendapatnya tentang ciri dari model-model pembelajaran yaitu :

1)   Memiliki prosedur metodis. Model pedagogis lebih dari sekadar kumpulan fakta yang tidak terhubung; itu adalah prosedur metodis untuk mengubah perilaku siswa berdasarkan premis-premis yang diandaikan.

2)   Tujuan individual untuk hasil belajar. Setiap model mengajar dengan menguraikan hasil belajar spesifik yang diharapkan dari siswa, ditunjukkan dalam sampel pekerjaan yang dapat diukur. Apa yang diharapkan siswa tunjukkan setelah jadwal kursus dipetakan dengan cermat dan khusus.

3)   Konsentrat pemeliharaan lingkungan. Menyiapkan lingkungan belajar yang sangat disesuaikan.

4)   Tingkat keberhasilan, model harus memberikan kriteria tingkat pekerjaan yang diharapkan siswa. Guru harus senantiasa mengilustrasikan dan menjelaskan hasil belajar siswa dalam bentuk tindakan yang harus mereka tunjukkan setelah menyelesaikan rencana pembelajaran.

5)   Interaksi dengan lingkungan, paradigma pengajaran yang menetapkan pedoman interaksi dan reaksi antara siswa dengan alam sekitarnya.

Model pendidikan memiliki arti yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur, menurut Trianto (2009:23). Model pembelajaran yang sukses akan memiliki empat karakteristik unik yang tidak dapat ditandingi oleh satu strategi, metodologi, atau prosedur. Elemen kuncinya adalah:

1)   Skema keacakan dan logis yang sudah diuraikan secara jelas oleh pembuat atau developernya

2)   Landasan konsep mengenai sesuatu dan dengan cara apa siswa belajar (target dari proses belajar yang hendak dipenuhi)

3)   Metode instruksional yang telah dibuang untuk kepentingan keberhasilan implementasi pola yang telah ditentukan

4)   Kondisi domain belajar yang dibutuhkan untuk pencapaian target dari pembelajaran agar dapat tercapai

Penjelasan di atas merujuk terhadap ditariknya sebuah simpulan mengenai pengertian model pembelajaran adalah rancangan kegiatan yang bersifat dinamis yang digunakan untuk meningkatkan lingkungan belajar, karena pengajaran paling efektif ketika melibatkan kolaborasi erat antara guru dan siswa dari waktu ke waktu. Setiap model lingkungan belajar harus mendasarkan kegiatannya pada tahap tertentu dari kurikulum komprehensif yang meningkatkan lingkungan belajar. Bergantung pada tujuan pembelajaran, strategi ini bisa sangat membantu guru untuk membawa siswa mereka ke tempat yang mereka inginkan. Siswa harus diarahkan pada tujuan pembelajaran dengan menggunakan model pedagogis yang telah ditentukan, diharapkan.

Dengan demikian, pemilihan model harus dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, dan teori pedagogis sebelum benar-benar menerapkannya. Oleh karena itu, dalam hal penyampaian konten, model pedagogis adalah alat atau pendekatan yang digunakan oleh guru untuk membimbing pelajaran mereka menuju tujuan pembelajaran tertentu, seperti menanamkan pengetahuan materi pelajaran kepada siswa mereka.

b.    Keistimewaan Model Pembelajaran

Kekhasan dari suatu model pembelajaran adalah pembeda yang menjadi ciri khusus yang membedakan dengan model atau teknik pembelajaran lainnya. Widdiharto (2004:3) menjelaskan tentang 4 kekhasan dari model pembelajaran, yaitu :

1)   Memiliki sifat yang logis dari sudut pandang toeri yang dibuat oleh penyusunnya

2)   Mempunyai misi khusus tentang pencapaian tujuan dari model pembelajaran tersebut

3)   Perlunya tindak mengajar agar pada pelaksanaannya model pembelajaran tersebut dapat berhasil

4)   Adanya lingkungan belajar yang mendukung pencapaian tujuan dari pembelajaran yang dilakukan

Selanjutnya menurut pendapat dari Tobing yang dikutip oleh Indrawati dan Setiawan (2009:27) mendeskripsikan 5 sifat khusus dari model pembelajaran yang dinyatakan baik, yaitu :

1)   Memiliki Proses  ilmiah

Setiap model pembelajaran wajib mempunyai proses ilmiah yang terstruktur dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjadi acuan bagi perubahan perilaku siswa dalam belajar.  Sintaks atau urutan tindakan adalah strategi dari model pembelajaran tersebut yang dijadikan pedoman baik oleh guru atau siswa dalam pelaksanannya.

2)   Detail hasil belajar yang telah disusunnya

Pada sebuah model pembelajaran wajib mencantumkan kriteria dari hasil belajar yang dihasilkan secara jelas yang berhubungan dengan kemampuan siswa.

3)   Detail dan Kondisi lingkungan tempat belajar

Pada satu jenis model pembelajaran sudah menjelaskan secara gamblang tentang keadaan lingkungan siswa dalam belajar

4)   Standar Kinerja

Sebuah model pembelajaran ditentukan oleh tingkat kinerja siswa yang diharapkan. Asumsi tentang kemampuan siswa dimasukkan ke dalam model pembelajaran, dan kinerja siswa yang sebenarnya ditunjukkan setelah serangkaian langkah pengajaran yang telah ditentukan.

 

5)   Teknis Pelaksanaan

Pada keseluruhan model pembelajaran semuanya menunjuk pada mekanisme dasar yang mengungkapkan tanggapan dan interaksi siswa dengan lingkungan mereka.

Seorang guru yang efektif harus mampu mengkonseptualisasikan bagaimana instruksi akan disampaikan. Model pedagogis adalah rencana bagaimana instruksi akan dilakukan di kelas. Melihat karakteristik dan kriteria unik model tersebut di atas, jelaslah bahwa guru harus memilih metode pengajaran sebelum memulai pelajaran. Kerangka desain instruksional yang dipikirkan dengan matang memungkinkan guru untuk menyesuaikan pelajaran mereka dengan siswa berdasarkan kebutuhan individu mereka dan konteks di mana mereka disampaikan. Akibatnya, proses pendidikan akan berjalan lancar dan tepat sesuai dengan lingkungan belajar.

c.    Jenis Model Pembelajaran

Keberhasilan dari penerapan model pembelajaran oleh seorang guru dapat dipengaruhi apakah mereka menggunakan model pengajaran yang efektif atau tidak. Hal ini memungkinkan guru untuk memilih metode pengajaran terbaik untuk memastikan siswa mereka belajar apa yang mereka butuhkan. Ada banyak jenis model pembelajaran yang dapat digunakan di kelas, seperti yang dijelaskan oleh Komalasari (2010:58-88) diantaranya.

 

1)   Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)

Barrow (dalam Barret, 2005: 14) mendefinisikan pembelajaran berbasis isu sebagai “pembelajaran yang terjadi dari tindakan bekerja menuju pengetahuan tentang pemecahan masalah”. Pembelajaran berbasis masalah, atau PBL, adalah jenis pembelajaran yang muncul dari proses bekerja menuju pemahaman tentang bagaimana memecahkan masalah. Pertama kali siswa menghadapi masalah dalam proses pembelajaran seringkali merupakan hal yang paling berkesan. Sedangkan Daniel Tillman (2013:3) berpandangan bahwa: Problem Based Learning adalah proses Inkuiri yang menjawab pertanyaan, memuaskan rasa ingin tahu, dan menghilangkan keraguan dan ketidakpastian tentang peristiwa kehidupan yang paling rumit. Pada dasarnya, sebuah isu adalah segala bentuk pertanyaan, tantangan, atau ambiguitas yang meminta, atau membutuhkan, jawaban. Pembelajaran berbasis masalah dapat dianggap sebagai prosedur investigasi untuk menjawab pertanyaan dan menjernihkan ketidakpastian dan keraguan tentang fenomena kompleks dalam kehidupan nyata. Masalah adalah ancaman, kesulitan, atau kurangnya kepercayaan diri yang mengalihkan perhatian dari atau memerlukan banyak jenis penyelesaian atau perbaikan.

2)   Cooperative Learning  

Model pembelajaran ini  menggunakan pendekatan instruksional yang mengutamakan bentuk kegiatan siswa untuk bisa bekerja secara berkelompok agar bisa memenuhi sasaran yang telah ditentukan bersama. Siswa dalam pembelajaran kooperatif terlibat dalam studi dan pekerjaan proyek dalam kelompok kecil dengan siswa lain; kelompok-kelompok ini berkisar dari empat hingga enam orang dan memiliki komposisi yang bervariasi berdasarkan materi pelajaran dan faktor lainnya.

Menurut Sugiyanto (2009:40), pembelajaran kooperatif adalah proses yang dilakukan dengan secara sadar dan sengaja mengelaborasikan hubungan yang cerdas secara emosional (memuncukan sifat kebersamaan dan saling menghargai) untuk menghindari kebingungan dan terjadinya perselisihan pendapat yang mungkin mengarah pada konflik. Hasil belajar yang diperoleh melalui pembelajaran kooperatif tidak terbatas pada nilai akademik; melainkan, mereka juga mencakup nilai-nilai moral dan spiritual seperti perasaan tanggung jawab pribadi, saling menghormati, kasih sayang, dan penghargaan atas kehadiran satu sama lain dalam hidup kita.

Pembelajaran kooperatif dan kerja kelompok berjalan beriringan, setidaknya dalam teori. Banyak guru yang bersikeras bahwa pendidikan kooperatif tanpa cacat karena mereka secara rutin menggunakannya dalam bentuk belajar kelompok, meskipun tidak setiap belajar kelompok disebut sebagai pembelajaran kooperatif. Istilah "pembelajaran kooperatif" digunakan oleh Lie (2018:12) untuk menggambarkan metode pengajaran di mana siswa bekerja sama dalam tugas terstruktur.

3)   Project Based Learning

Menurut Goodman dan Stivers (2010), model PJBL adalah kerangka program pengajaran yang disusun di atas aktivitas pembelajaran dan tanggung jawab dunia nyata yang memberi siswa tantangan yang biasa terjadi pada lingkungan sehari-hari mereka dan dimaksudkan untuk ditangani dalam kelompok kecil. Menurut Afriana (2015), metode PJBL adalah metode pengajaran yang berpusat pada siswa yang memberikan siswa pengalaman kelas yang bermakna.

Tindak tanduk belajar siswa dalam domain akademik dan konseptual dibangun di sekitar hasil pembelajaran berbasis proyek. Menurut Grant (2002), PJBL adalah metode pengajaran yang mendorong siswa untuk melakukan penelitian mendalam tentang topik tertentu. Peserta didik terlibat dalam peer review konstruktif dengan mengambil pendekatan data-informasi untuk masalah dan pertanyaan yang konkret, otentik, dan kontekstual di alam. Wena (dalam Lestari, 2015: 14) berpendapat bahwa paradigma pembelajaran berbasis proyek (PJBL) memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pengajaran di kelas dengan memasukkan pekerjaan proyek siswa. Bekerja pada sebuah proyek adalah jenis pekerjaan unik yang memberi siswa tanggung jawab kompleks berdasarkan pertanyaan dan masalah yang menarik, sementara juga mendorong mereka untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan penelitian, dan bekerja secara mandiri. Pendekatan PJBL membuat suasana belajar menjadi lebih konstruktivis di mana siswa menyusun wawasan mereka sendiri dan guru bertindak sebagai fasilitator. Dalam sebuah studi 2010 (Goodman & Stivers),

d.   Pembelajaran Berbasis Proyek

1)   Definisi  Pembelajaran Berbasis Proyek

Pendekatan Model Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL) untuk pendidikan memberi guru kebebasan untuk memasukkan pekerjaan proyek siswa ke dalam pengajaran di kelas. Pembelajaran berbasis proyek telah terbukti meningkatkan tingkat kreativitas dan motivasi siswa. Pekerjaan proyek dapat dianggap sebagai semacam pembelajaran berbasis aktivitas kontekstual terbuka, dan merupakan komponen dari proses pembelajaran yang memberikan fokus terkonsentrasi pada pemecahan masalah dalam bentuk upaya kolaboratif yang dilakukan selama proses pembelajaran selama yang telah ditentukan. kerangka waktu (Istarani, 2012:45).

Paradigma pedagogik pembelajaran berbasis proyek melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan memberi mereka kesempatan untuk bekerja secara mandiri dan kelompok. Siswa terlibat dalam memecahkan masalah dan mengerjakan tugas dengan makna selain maknanya sendiri, mereka memiliki kesempatan untuk bekerja secara mandiri untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, dan mampu memenuhi keinginannya sendiri untuk menciptakan produk nyata sebagai hasil dari pendidikannya (Wena, 2006:145). Siswa diharapkan dapat menganalisis masalah, menemukan solusi, mengambil keputusan, melakukan penelitian, dan bekerja secara mandiri sebagai bagian dari model pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek adalah metodologi yang menekankan ide-ide kunci dan konsep suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dunia nyata dan tugas yang bermakna, mendorong pembelajaran mandiri dan penciptaan karya asli, dan penghargaan siswa atas usaha mereka.

Istilah "pembelajaran berbasis proyek" mengacu pada metode pengajaran yang bertujuan untuk menghubungkan instruksi kelas dengan kehidupan sehari-hari siswa melalui penyelesaian proyek berbasis sekolah yang otentik. Pembelajaran berbasis proyek merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam penelitian. Siswa melakukan penelitian mereka sendiri atau dalam kelompok kecil sehingga mereka dapat memperoleh dan mengasah keterampilan yang akan membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan. Melalui pembelaaran berbasis proyek, guru dapat memfasilitasi siswa dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan berfikir kreatif tentang berbagai masalah. Model pembelajaran ini juga dapat melejitkan potensi siswa dan memberikan motivasi untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.

Pembelajaran berbasis proyek akan memberikan pengalaman belajar yang baru dalam proses pembelajaran, sehingga siswa akan mengkontruksi pengetahuan melalui apa yang dialaminya selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa dapat mengatur waktu mereka sendiri untuk menyelesaikan proyek mereka dan mengenali masalah mereka sendiri sebagai tantangan atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban (Warsono, 2012:153)

2)   Prosedur Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek  

Implementasi dari satu model  pembelajaran berbeda dengan model pembelajaran lainnya. Implementasi harus berdasarkan urutan tata kerja dari model pembelajaran tersebut, karena ketepatan dalam pelaksanaan akan memberikan hasil yang maksimal, salah satunya adalah penerapan model pembelajaran berbasis proyek atau biasa disebut dengan istilah project based learning.

Penjelasan mengenai urutan pelaksanaan model pembelajaran berbasis proyek ini adalah :

a)    Penetapan proyek, kegiatan belajar mengajar diawali kegiatan apersepsi berupa tanya jawab sekitar materi yang dibahas. Hal ini bertujuan agar siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Materi yang akan disampaikan disesuaikan dengan kondisi riil yang ada di lingkungan sekitar siswa.

b)   Merancang rencana proyek, kegiatan perencanaan ini dilaksanakan berkoordinasi antara guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pembelajara. Dalam perencanaan tersebut berisikan petunjuk pada saat pembuatan proyek, kegiatan yang akan dilaksanakan, peralatan serta bahan yang dipergunakan dalam pelaksanaan proyek tersebut.

c)    Membuat urutan kegiatan, dalam hal ini dilakukan bersama-sama antara guru dan siswa dalam penyusunan jadwal penyelesaian proyek dimaksud. Ketentuan waktu harus jelas, siswa diberikan pengarahan agar dapat mengatur waktu dengan baik, langkah selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk mencari hal-hal baru, dan guru bertugas memberikan arahan dan pengawasan agar kegiatan siswa sesuai dengan tujuan proyek dan tidak keluar dari alur tujuan proyek yang dilaksanakan.

d)   Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek. Guru bertugas mengamati kegiatan siswa pada saat melaksanakan kegiatan proyek dengan cara memberikan fasilitas kepada siswa pada tiap tahapan proses yang dilakukan. Hal ini mengindikasikan bahwa guru bertugas sebagai pembimbing bagi kegiatan siswa.

e)    Melakukan pengujian hasil, kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah guru dalam menilai capaian standar pembelajaran, bermanfaat dalam melakukan penilaian terhadap perkembangan siswa, menyampaian umpan balik mengenai daya serap materi yang telah dicapai siswa, serta dapat dijadikan pedoman bagi guru untuk mempersiapkan teknik pembelajaran berikutnya. Untuk memberikan penilaian terhadap produk yang dihasilkan oleh tiap-tiap kelompok dilakukan dengan kegiatan presentasi di depan kelas di hadapan masing-masing kelompok secara berganti-ganti sampai semua kelompok mempresentasikan hasil prosuknya.

Melaksanakan kegiatan evalusi terhadap pengalaman siswa, dalam hal ini guru beserta siswa melakukan kegiatan refleksi yang dilaksanakan pada akhir kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan refleksi ini bisa dilakukan dengan teknik indvidual maupun berkelompok (Soetopo, 2005:144)

Strategi pembelajaran berbasis proyek pada tahap ini, guru memberikan proyek yang ditugaskan kepada siswa untuk dikerjakan. Menentukan berapa lama proyek akan berlangsung adalah fokus dari tahap ini. Pada tahap ini, guru akan menjelaskan langkah-langkah yang terlibat dalam membuat proyek yang berkaitan dengan materi pelajaran dan siswa akan mengembangkan rencana kegiatan yang akan diselesaikan. Rencanakan evaluasi, dengan tahap saat ini melihat daftar guru beberapa tujuan evaluasi dan pemilihan alat evaluasi mana yang akan digunakan. Tahap pelaksanaan proyek ini merupakan awal dari proses pembelajaran untuk materi pelajaran yang telah direncanakan di kelas. Tahap ini adalah hasil akhir dari suatu forum khusus, yaitu ditulis atau menulis hal-hal yang penting dalam proses pembelajaran.

Prosedur penerapan pembelajaran berbasis proyek dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu :

a)    Tahapan orientasi yaitu tahapan memunculkan motivasi belajar dari diri siswa itu sendiri dan pemberian informasi dan pertanyaan penjelas.

b)   Tahapan perancangan yaitu tahapan pada saat diberikan kesempatan untuk melakukan tindak lanjut dari informasi dan pertanyaan penjelas untuk melaksanakan kegiatan merancang proyek yang akan mereka susun. Pada tahapan ini dilaksanakan juga kegiatan menyusun agenda kegiatan yang dijadikan dasar untuk penyelesaian proyek yang telah dirancang.

c)    Tahapan ketiga yaitu kegiatan inti model proyek, yaitu kegiatan pelaksanaan proyek yang telah dipersiapakan berdasarkan ketetapan waktu yang sudah disusun.

d)   Tahapan penilaian adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk melakukan penilaian terhadap proses pelaksanaan kegiatan proyek dan hasil kerja proyek itu sendiri. Tahapan penilaian ini bermanfaaat sebagai feed back bagi guru untuk merancang dan membuat konsep pembelajaran selanjutnya. Di samping itu kegiatan ini juga bermanfaat bagi guru untuk memberitahukan tingkat efektivitas rencana dan proses kegiatan proyek yang telah dilakukan dan sekaligus dijadikan dasar untuk mengukur kualitas dari produk yang dihasilkan (Sutirman, 2017:81).

Dari tahapan-tahapan di atas, ada beberapa perbedaan, tetapi tujuannya sama: diskusikan pemberian pertanyaan yang mungkin memotivasi siswa untuk belajar, kemudian minta siswa merencanakan sebuah proyek dengan bimbingan guru mereka. Tahapan selanjutnya adalah membuat jadwal proyek dengan guru. Kemudian, guru memantau prosesnya. Penilaian adalah tahapan selanjutnya, digunakan untuk menilai pengetahuan, kemampuan menerapkan, kemampuan meneliti, dan kemampuan menerapkan keterampilan untuk membuat suatu proyek atau pekerjaan.Tahapan selanjutnya adalah evaluasi, yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan pembelajaran mereka baik secara individu maupun kolektif. Jadi model ini menunjukkan bahwa penerapan paradigma pembelajaran berbasis proyek dapat membuat siswa menjadi bertambah aktif dan bertambah kreatif ketika merancang produk nyata.

3)   Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Proyek  

a)    Kelebihan Pembelajaran Berbasis Proyek 

Penerapan model pembelajaran berbasis proyek ini mempunyai manfaat yang baik terhadap guru dan siswa karena pembelajaran berbasis proyek dapat menambah minat belajar siswa dan membuat siswa tidak hanya terfokus pada bahasan materinya saja tetapi juga mengharuskan siswa untuk dapat menyusunnya menjadi sebuah proyek. Beberapa kelebihan model pembelajaran berbasis proyek diantaranya : 

(1)     Dapat menambah tingkat motivasi bejar siswa. Siswa menjadi bersungguh-sungguh dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk menyelesaikan proyek yang dilakukannya sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan.

(2)     Menambah keterampilan siswa dalam memecahkan masalah sehingga siswa dapat meningkatkan keaktifan belajarnya dan dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih komplek dalam proyek yang dilakukannya.

(3)     Meningkatkan kerjasama dan menanamkan pentingnya arti kerja secara berkelompok dalam kegiatan proyek sehingga siswa harus bisa mengembangkan dan menerapkan kemampuannya dalam berkomunikasi.

(4)     Menguatkan kemampuan siswa dalam pengelolaan sumber daya yang ada, menetapkan alokasi waktu dan bahan-bahan pendukung lainnya misalnya peralatan yang digunakan dalam kegiatan proyek.

(5)     Memacu siswa agar dapat mengupayakan perkembangan dan kemampuan praktik dalam berkomunikasi.

(6)     Menyiapkan keahliannya dalam belajar dengan keterlibatan siswa secara menyeluruh dan merancang dagar dapat berkembang sesuai kenyataan yang ada

(7)     Menambah peran siswa secara aktif dalam belajar terutama dalam pengambilan informasi dan aspek pengetahuan yang dipunyai oleh siswa untuk selanjutkan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran

(8)     Menciptkan kondisi belajar yang kondusif dan menyenangkan yang dapat membuat siswa maupun guru bisa merasakan situasi belajar yang menggembirakan. (Wena (2012:160).

Menurut Moursund (dalam Wena (2012:167), pembelajaran berbasis proyek meningkatkan motivasi belajar, sehingga siswa bekerja lebih keras untuk belajar lebih banyak dan menemukan jawaban untuk memecahkan suatu proyek. Lingkungan Berbasis Proyek membuat siswa lebih aktif dalam memecahkan masalah yang kompleks. Untuk meningkatkan keterampilan belajar, siswa harus dapat dengan cepat mendapatkan informasi dari banyak sumber Meningkatkan kerjasama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi Meningkatkan keterampilan pengelolaan sumber daya

b)   Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek 

Hanafi (2010) menguraikan kelemahan dari penggunaan model pembelajaran berbasis proyek  diantaranya :

(1)     Perlu banyak waktu untuk menyelesaikan masalah, bahkan jika sudah mengalokasikan banyak waktu masih membutuhkan lebih banyak waktu untuk mendapatkan hasil terbaik.

(2)     Biaya banyak untuk membuat sebuah proyek, tetapi berapa banyak bervariasi tergantung pada jenis proyek yang dibuat.

(3)     Ada banyak peralatan yang dibutuhkan untuk memulai proyek.

(4)     Siswa yang mengalami kesulitan dalam eksperimen dan pengumpulan data akan mengalami kesulitan di sekolah.

(5)     Kondisi kelas sulit diatur, dan siswa yang mengganggu dapat membuat pelaksanaan proyek yang sedang dilaksanakan

Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran berbasis proyek, seorang guru harus dapat memfasilitasi pemecahan masalah siswa, membatasi waktu siswa yang dihabiskan untuk proyek, menyediakan alat-alat sederhana yang tersedia di lingkungan lokal, dan menumbuhkan lingkungan belajar yang menarik (Hanafiah, 2010). :160).

Dengan demikian, setiap pendekatan pendidikan memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri; tidak terkecuali model Project-Based Learning (PJBL). PJBL memiliki potensi untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa di kelas, serta menumbuhkan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan. Namun, pendekatan ini memiliki kelemahan tertentu, termasuk sejumlah besar persediaan yang diperlukan, biaya tinggi, dan waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah. Siswa mungkin memiliki pengalaman belajar yang lebih bermakna dengan mengadopsi paradigma ini.

 

 

e.    Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek pada Pembelajaran IPS

Pembelajaran materi IPS masih sering dipandang membuat frustasi oleh siswa di dalam kelas. Ini karena siswa tidak menikmati waktu mereka di kelas, yang berkontribusi pada rendahnya rasio siswa-guru dan rendahnya nilai yang diberikan pada pendidikan siswa (Lestari, 2021). Ketika mengajar IPS di kelas di mana penekanan hanya ditempatkan pada penggunaan buku teks untuk mencapai tujuan kurikulum yang harus dicapai siswa, kemungkinan besar lingkungan belajar yang menarik dan menyenangkan bagi siswa tidak akan tercipta. Salah satu inovasi pendidikan yang telah menunjukkan keberhasilan dalam menjadikan siswa lebih kreatif, kompetitif, dan berorientasi pada tim (kooperatif) adalah penggunaan pembelajaran berbasis proyek. Dalam konteks ini, model pembelajaran berbasis proyek adalah yang terbaik untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan akademik siswa (Ahmad, 2014).

Menurut Djajadisastra (2012), model pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan tampilan baru pada kelas tradisional jika strategi yang tepat digunakan. Tujuan dari pendidikan ini adalah untuk membuat strategi pengajaran konvensional seperti kuliah dan lembar kerja kurang umum di kelas. Siswa dalam pembelajaran berbasis proyek melakukan penelitian (pengumpulan bukti) dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan menggunakan apa yang telah mereka pelajari untuk membuat produk akhir. Di luar itu, metode pengajaran ini terkenal membingungkan.

Model pembelajaran berbasis proyek termasuk instruksi yang berpusat pada siswa (student centered) yang menekankan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran, eksplorasi konten, dan konstruksi makna dari pokok bahasan yang dibahas sehingga proses pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi juga dapat dilaksanakan di luar kelas.

3.    Kemampuan Berpikir Kreatif

a.    Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif

Siswono (2008:15) menjelaskan pendapatnya secara rinci tentang berpikir kreatif adalah kegiatan yang berasal dari dalam diri sendiri dan digunakan dalam pengembangan gagasan atau rencana yang inovatif.  Pendapat lain dikemukan oleh Isaksen et al. (dalam Grieshober, 2004:181) melihat berpikir kreatif sebagai proses mengkonstruksi sebuah ide dengan penekanan pada polesan, orisinalitas, kebaruan, dan orisinalitasnya. Proses kreatif melibatkan sintesis ide, pengembangan ide-ide tersebut, perencanaan implementasinya, dan penerapannya untuk menciptakan sesuatu yang baru. Kreativitas adalah kapabilitas seseorang untuk memikirkan sesuatu yang baru dan berbeda dari apa yang orang lain pikirkan sebelumnya. Kreativitas siswa dalam pemecahan masalah merupakan produk dari keterampilan berpikir siswa yang dikembangkan.

Kemampuan untuk berpikir kreatif dada intinya adalah kecakapan yang dipunyai oleh seseorang sebagai cara untuk mewujudkan tingkat kreativitasnya. Creativity begins with original thought, which invariably produces useful and potentially groundbreaking new concepts. (Feng, 2014:1). Penjelasan mengenai definisi kreativitas  banyak dikemukakan oleh para ahli dengan norma yang berbeda-beda. Shriki (2010:160) mendefinisikan Because of the multifaceted nature of creativity, existing definitions tend to be imprecise at best.” yang artinya kreativitas adalah sesyau yang kompleks sehingga tidak dapat difenisikan secara rinci dan jelas. Ahli lain menyebutkan bahwa kreativitas memiliki berbagai arti dan interpretasi, itulah sebabnya definisi kreativitas yang diterima secara umum tetap sulit dipahami oleh banyak orang. Meskipun demikian, dengan mempelajari definisi kreativitas yang ditawarkan oleh banyak ahli, kita dapat lebih dekat untuk memahami makna sebenarnya dari kreativitas (Sriraman, 2011)

Berpikir kreatif untuk menghasilkan jawaban yang lebih luas dan bervariasi. Kreativitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali hubungan yang sebelumnya tidak disadari antara ide-ide dan menciptakan kombinasi baru dari dua atau lebih ide yang dikembangkan sebelumnya. Berpikir kreatif dapat disimpulkan sebagai kemampuan untuk menghubungkan ide-ide dengan cara-cara baru atau untuk melihat yang sesuatu melalui cara pandang yang baru. (Susanto, 2013: 109).

Setiap orang dilahirkan dengan kemampuan bawaan untuk menggunakan serangkaian pengalaman dan perspektif unik mereka sendiri untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Terkadang pemikiran kreatif dilihat sebagai upaya untuk menjalin hubungan antara hal-hal yang sebelumnya tidak berhubungan. (Rawlinson, 1989:11). Hal ini menanamkan gagasan bahwa individu yang kreatif dapat mempertahankan sikap serius terhadap masalah hidup yang paling mendesak (Munandar, 2009:33).

Seseorang dalam keadaan pikiran ini dapat melihat masalah dengan cara yang segar, orisinal, dan mungkin inovatif. Menurut Krulik dan Rudnik (dikutip dalam Saefudin, 2012:40), berpikir kreatif merupakan salah satu tingkat berpikir yang tertinggi. Tingkatan tersebut adalah sebagai berikut: mengingat kembali, berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif (berpikir kreatif). Mengingat yang lebih tinggi dari dua hukuman (penalaran). Sedangkan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, berpikir lebih mendasar, dan berpikir lebih tinggi (high order thinking).

Berpikir kreatif, sebagaimana dijelaskan oleh Guilford (sebagaimana dikutip dalam Azhari dan Somakim, 2013), adalah wujud dari bentuk opini yang selama ini belum memperoleh atensi yang baik pada ranah bidang pendidikan. Kemampuan berpikir kreatif dicirikan empat ciri, menurut Munandar (sebagaimana dikutip dalam Azhari dan Somakim, 2013): harapan, rasa ingin tahu, kejernihan berpikir, dan ketepatan dalam mengembangkan suatu gagasan.

Dari perspektif yang berbeda ini, kita dapat menyimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menanggapi peluang yang muncul dan menghasilkan hasil baru, untuk pribadi secara personal ataupun bagi komunitas di luaran.

 

b.    Indikator pada Kemampuan Berpikir Kreatif

Orang yang mempunyai cara pikir yang kreatif  lebih condong mempunyai pola pikir yang lebih inovatif, bebas dan bercabang-cabang dengan berbagai pilihan dan alternatif respon dan reaksi pada permasalahan yang dihadapinya (Rawlinson, 1974:12).

Menurut Munandar (2012) berpikir kreatif memerlukan sejumlah karakteristik, antara lain kemampuan berpikir abstrak, terbuka terhadap ide-ide baru, mencari pengalaman baru, dan tahan terhadap klise (dalam Andrianto, 2013:116). Wawasan Johnson lainnya adalah bahwa berpikir kreatif memerlukan langkah-langkah berikut: memunculkan permasalahan, mempergunakan logika pikir dalam menerima suatu informasi yang bersifat baru, menjalin sebuah hubungan, mentautkan  bermacam-macam permasalahan secara terbuka, mempergunakan visi yang jelas, dan mampu beradaptasi secara naluriah (Alwasilah, 2002). Selain itu, orang-orang kreatif memiliki keterampilan seperti keluwesan, keaslian, penjabaran, dan campuran.

Dalam penelitian ini, kami memodifikasi indikator terkait kreativitas tipe kepribadian Munandar, yaitu kekokohan, kemampuan beradaptasi, dan orisinalitas. Penjelasan mengenai indikator berpikir kreatif menurut pendapat Munandar (2012) diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif

 

Pengertian

Perilaku

Berpikir Lancar (Fluency)

1.    Mencetuskan banyak gagasan,
jawaban, penyelesaian masalah
atau jawaban.

2.    Memberikan banyak cara atau
saran untuk melakukan berbagai
hal.

3.    Memberikan banyak cara atau
saran untuk melakukan berbagai
hal.

4.    Selalu memikirkan lebih dari satu
jawaban

a.     Mengajukan banyak pertanyaan.

b.     Menjawab dengan sejumlah
jawaban jika ada pertanyaan.

c.     Mempunyai banyak gagasan
mengenai suatu masalah.

d.    Lancar mengungkapkan gagasan
gagasannya.

e.     Bekerja lebih cepat dan
melakukan lebih banyak dari
orang lain

Berpikir Luwes (Flexibility)

1. Menghasilkan gagasan, jawaban,
atau pertanyaan yang bervariasi.

2. Dapat melihat suatu masalah dari
sudut pandang yang berbeda.

3.    Mencari banyak alternatif atau
arah yang berbeda-beda

a.    Memberikan bermacam-macam
penafsiran terhadap suatu gambar,
cerita atau masalah.

b.    Menerapkan suatu konsep atau
asas dengan cara yang berbeda-beda.

c.    Jika diberi suatu masalah
biasanya memikirkan bermacam
macam cara yang berbeda untuk
menyelesaikannya.

Berpikir Original (Originality)

1.    Memberikan gagasan yang baru
dalam menyelesaikan masalah
atau memberikan jawaban yang
lain dari yang sudah biasa dalam
menjawab suatu pernyataan.

2.    Mampu membuat kombinasi yang tak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur

a.    Memikirkan masalah-masalah
atau hal yang tidak terpikirkan
orang lain.

b.    Mempertanyakan cara-cara yang
lama dan berusaha me-mikirkan
cara-cara yang baru.

c.    Memilih cara berpikir yang lain
daripada yang lain.

Berpikir Elaborasi (Elaboration)

1.    Mampu memperkaya dan
mengembangkan suatu gagasan
orang lain.

2.    Menambah atau merinci detail
detail dari suatu gagasan sehingga
menjadi lebih menarik

 

a.    Mencari arti yang lebih
mendalam terhadap jawaban atau
pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah terperinci.

b.    Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.

c.    Menambah garis-garis, warna
warna, dan detail detail (bagian
bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain

 

Dengan mempelajari proses berpikir kreatif dan banyak pengaruh di dalamnya, seseorang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif mereka melalui latihan. Keterampilan pemecahan masalah yang kreatif dapat membantu siswa di kelas meningkatkan nilai, hasil belajar, dan nilai akademis mereka secara keseluruhan. Oleh karena itu, kebebasan intelektual sangat penting untuk menumbuhkan kreativitas, di mana siswa merasa aman mengemukakan ide-ide baru di kelas. Dua sudut dapat digunakan untuk menguji kemampuan berpikir kreatif. Pendekatan pertama melibatkan memperhatikan tanggapan siswa saat mereka bekerja untuk memecahkan masalah matematika, sebuah proses yang sering dianggap termasuk pemikiran kreatif. Langkah kedua adalah menentukan kriteria pemecahan masalah yang berhasil yang mungkin dikaitkan dengan pemikiran kreatif. Setelah membaca uraian di atas, Anda harus dapat menarik kesimpulan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan kombinasi pemikiran yang jelas, unik, dan terperinci untuk menemukan solusi.

c.    Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Pembelajaran IPS

Sebagian besar pembelajaran bisa digunakan sebagai alat peningkatan kreativitas siswa. Pertanyaannya adalah bagaimana sebaiknya guru mengatur pelajaran mereka untuk memberikan pendekatan baru untuk pendidikan. Pembelajaran IPS dapat digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan kreativitas. Pembelajaran menggunakan kerangka IPS sangat meningkatkan kapasitas siswa untuk berpikir logis, kritis, berorientasi pada detail, sistematis, kreatif, dan orisinal.

Ruseffendi (1988) menegaskan ide ini, dengan alasan bahwa pemahaman manusia terdiri dari beberapa kemampuan mental yang berbeda: kecepatan memproses informasi, ketepatan tata bahasa, memori semantik, kesadaran spasial, kelancaran verbal, dan kapasitas untuk memahami dan mengkomunikasikan ide-ide yang kompleks secara lisan. Empat dari kemampuan mental ini kecepatan pemrosesan, kemampuan untuk menghukum, kesadaran spasial, dan keterampilan observasi memiliki korelasi langsung dengan pengajaran IPS. Perkembangan imajinasi siswa sangat bergantung pada kemampuan kognitif tersebut. Mengingat bahwa keempat kemampuan kognitif ini sangat terkait dengan pengajaran IPS, maka IPS memiliki potensi untuk mendorong proses berpikir inovatif siswa. Penggunaan model pembelajaran dalam pendidikan IPS juga merupakan praktik yang umum, yang dimaksudkan untuk menginspirasi siswa untuk berpikir kreatif sambil menyerap materi pelajaran.

Ada kemungkinan bahwa model pembelajaran yang berbeda dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kreatif mereka, karena siswa yang menggunakan model ini akan dapat memanipulasi jalan mereka dari satu ide ke ide lainnya. Ada berbagai pendekatan pedagogis mutakhir yang dapat digunakan untuk mengajar IPS, seperti model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran berbasis proyek, model inkuiri, model kooperatif, dan model berpikir kritis dan kreatif. Dalam konteks ini, Ruseffendi (1988) menekankan perlunya menghindari jatuh kembali pada metode mencoba-dan-benar untuk mendidik siswa kreatif (tes baku misalnya). Karena tes semacam itu ideal bagi mereka yang suka berkompromi dengan kriteria penetapan pertanyaan, dan karena pertanyaan semacam itu cenderung memunculkan hal terburuk dalam diri kreatif seseorang. Pendapat selanjutnya mengatakan bahwa kita dapat melengkapi metode yang disebutkan di atas untuk memelihara individu kreatif dengan terlibat dalam kelas, diskusi, proyek dalam pemecahan masalah.

Pemecahan masalah dengan cara yang dijelaskan oleh Ruseffendi harus dianggap sebagai alternatif metode pengajaran tradisional, khususnya dalam konteks pendidikan IPS. Menerapkan model pembelajaran pemecahan masalah untuk pengajaran IPS dapat memicu rasa ingin tahu dan motivasi siswa, menumbuhkan kapasitas mereka untuk pemikiran orisinal dan memberikan berbagai jawaban, dan memperluas wawasan mereka secara intelektual.

 

 

B.  Penelitian Terdahulu

1.    Puspita (2019). Para peneliti akan menggunakan pendekatan kuasi-eksperimental dengan kelompok kontrol yang tidak setara untuk melakukan studi mereka. Temuan penelitian adalah sebagai berikut: setelah tes awal diberikan untuk membandingkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam kelompok eksperimen dan kontrol, tes kedua diberikan untuk mengukur seberapa banyak siswa tersebut telah meningkat: tes ini, yang disebut tes "keuntungan". . Namun, sebagian besar peningkatan berasal dari penghitungan Uji Gain. Peneliti menemukan bahwa siswa di kelas eksperimen menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kreatifnya sekitar 0,5031, menempatkan peningkatan ini dalam kategori “sedang”.

2.    Aulia (2020). Peneliti menggunakan teknik yang dikenal sebagai penelitian kuasi-eksperimental, yang melibatkan pelaksanaan eksperimen di mana penempatan subjek ke dalam kelompok pembanding bersifat arbitrer daripada acak. Temuan studi tentang kemampuan berpikir kreatif meliputi pemikiran "lancar", pemikiran "fleksibel", pemikiran "asli", dan pemikiran "intens" (elaborasi). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang diajar menggunakan model Pembelajaran Berbasis Proyek (PJBL) mendapat skor 82,61 pada Skala Kreativitas, sedangkan mereka yang diajar menggunakan pendekatan pedagogis yang lebih tradisional mendapat skor 55,24. Artinya penggunaan paradigma Project Based Learning (PJBL) berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

3.    Muhammad (2022). Penelitian ini menggunakan desain pre-experimental dengan single-group pretest and posttest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa rata-rata bernilai 60,96 sebelum menggunakan model berbasis proyek dan 85,38 sebelum menggunakan model berbasis proyek. Penulis penelitian ini menarik kesimpulan bahwa metodologi pembelajaran berbasis proyek secara signifikan meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa.

4.    Febriyanti. 2020. Eksperimen semu adalah metode pilihan. Penelitian ini menggunakan Matching Only Pretest-Posttest Design untuk kelompok kontrolnya. Temuan penelitian menggunakan format tes tertulis meliputi kategori untuk "kelancaran berpikir", "fleksibilitas pemikiran", "orisinalitas pemikiran", "elaborasi pemikiran", dan "penilaian pemikiran" (evaluasi). Deskripsi proyek buku pop-up menggunakan daftar periksa tahapan dalam pengembangan dan penyelesaian proyek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pedagogik Project Based Learning (PJBL) berpengaruh signifikan terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa selama penerapan kurikulum IPA di kelas lima Kurikulum Dasar Nasional Indonesia. Kajian ini juga berhasil menghasilkan prototipe buku pop-up dua dimensi yang berpengaruh pada dimensi fluid intelligence, adaptability, dan inovatif thinking (originality).

5.    Kusadi. 2020. Studi dilakukan dengan menggunakan desain eksperimen komprehensif dengan kelompok kontrol posttest-only. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran berbasis proyek berpengaruh positif terhadap keterampilan sosial dan kemampuan berpikir kreatif siswa, (2) model pembelajaran berbasis proyek berpengaruh positif terhadap keterampilan sosial siswa, dan (3) model pembelajaran berbasis proyek berpengaruh positif terhadap siswa ' keterampilan sosial. Model pembelajaran berbasis berpengaruh positif terhadap keterampilan sosial siswa. Kemampuan siswa untuk berpikir kreatif dipengaruhi oleh paradigma pendidikan yang dihadapinya. Kurikulum pembelajaran berbasis proyek menggabungkan semua sumber daya intelektual dan sosial yang diperlukan untuk memecahkan masalah dunia nyata. Guru yang mahir dalam paradigma pendidikan ini akan menggunakannya untuk keuntungan mereka di kelas, membawa hasil belajar yang lebih baik bagi siswa mereka dan kepuasan kerja yang lebih besar untuk diri mereka sendiri.

6.    Niswara. 2019. Tes dan Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam proses penelitian. Hasil analisis akhir dari uji normalitas menunjukkan bahwa sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Saat menghitung skor akhir ujian, Anda mendapatkan harga $9,3303. Namun, harga akhir ujian adalah $2,059.5 karena fakta bahwa >, oleh karena itu hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan. Oleh karena itu, mahasiswa perlu memiliki kemampuan berpikir kritis yang tinggi di semua bidang mata kuliahnya. Persatuan dan Kesatuan Negeriku siswa yang mendapat perlakuan dengan menggunakan model indah. Alat pemecahan teka-teki berbasis media yang lebih diuntungkan dari fondasi proyek daripada yang tidak

7.    Erika. 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen, dan berbentuk eksperimen semu dengan menggunakan jenis nonequivalent control group design. Hasil penelitian berdasarkan sampling statistik menunjukkan bahwa siswa di kelas eksperimen mendapat nilai rata-rata 76,7 pada penilaian pasca pelajaran. Hasil uji histeria adalah 3.563 (thitung > ttabel), dan hasilnya telah dilaporkan secara resmi. Perkiraan ukuran dampak menghasilkan nilai 1,14 (tinggi). Ini berarti bahwa siswa kelas lima di SDN 30 Pontianak di bagian selatan Indonesia sangat diuntungkan dengan menggunakan metodologi pembelajaran berbasis proyek.

8.    Manurung (2020), Hipotesis berikut telah digunakan dalam penelitian ini: Kemampuan berpikir kreatif mempengaruhi kinerja siswa di kelas matematika (1), motivasi siswa mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif mereka (2), latar belakang pengetahuan siswa mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif mereka ( 3), pemahaman konsep dan argumen siswa (4), dan empati siswa mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif mereka (5). Temuan studi ini menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kreatif siswa mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap nilai matematika mereka di kelas lima hingga kelas tujuh, dan hasil verifikasinya menunjukkan bahwa keterampilan ini merupakan prediktor yang sangat signifikan untuk keberhasilan akademik.

9.    Santosa (2017). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan prosedur desain eksperimen yang dikenal dengan perlakuan level 2x2. Hasil tes sejarah diukur dengan menggunakan tes ganda soal pilihan ganda, sedangkan tes berpikir kreatif menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) siswa yang mengikuti metode pembelajaran pemecahan masalah mengungguli siswa yang belajar menggunakan metode tradisional, dan 2) terdapat korelasi antara metode pembelajaran pemecahan masalah dengan keterampilan berpikir kreatif siswa. Siswa yang mengikuti pembelajaran sejarah dengan metode pemecahan masalah memiliki hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran sejarah dengan metode tradisional, meskipun kedua kelompok tersebut memiliki tingkat kemampuan berpikir kreatif yang tinggi. Hasil belajar sejarah pada siswa yang mengikuti strategi pembelajaran konvensional namun memiliki tingkat kemampuan berpikir kreatif rendah lebih buruk dibandingkan dengan siswa yang mengikuti strategi pembelajaran konvensional namun memiliki tingkat kemampuan berpikir kreatif rendah.

10.     Kristania (2016). Menganalisis hipotesis penelitian menggunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat hubungan yang signifikan antara keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan berpikir positif dengan prestasi belajar matematika siswa; (2) ada hubungan yang signifikan antara kemampuan berpikir kreatif siswa dengan prestasi belajar matematika; dan (3) ada hubungan yang signifikan antara kemampuan berpikir kreatif siswa dengan prestasi belajar matematika. Penelitian membahas tentang pengaruh paradigma pembelajaran berbasis proyek terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa; sebaliknya, penelitian penulis sendiri hanya berfokus pada satu variabel.

11.     Sahwari (2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa mempengaruhi kinerja akademik mereka, dengan peningkatan besar dalam kinerja dikaitkan dengan kemampuan berpikir kreatif yang lebih besar (diukur dengan analisis regresi sederhana) terhitung 14,49% dari varian kinerja akademik.

C.  Kerangka Pikir

Proses berpikir diwakili secara konseptual oleh model berapa banyak faktor yang telah diidentifikasi sebagai isu sentral dan bagaimana faktor-faktor ini berhubungan dengan kerangka teori yang bersaing. Hasil belajar siswa ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari itu sendiri dan eksternal yang dapat mencari guru atau pendekatan pedagogik yang digunakan. Keberhasilan akademik siswa sangat didorong oleh faktor ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pedagogi Project-Based Learning (PJBL) dan kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap kinerja siswa pada tes kurikulum IPS di SDN Tigaraksa.

Langkah pertama dalam proses pendidikan akan memberikan Pretest untuk kedua kelompok pada hari yang sama dengan pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda untuk mengukur titik awal siswa dalam hal pengetahuan dan kemampuan sebelum memberikan pekerjaan rumah. Dimungkinkan untuk menemukan siswa dengan tingkat kemampuan berpikir kreatif tinggi dan rendah baik dalam kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Setelah penyerahan hasil Pretest akan ditentukan kelompok eksperimen dan kontrol, dengan kelompok eksperimen diajar menggunakan metode Project Based Learning (PJBL) dan kelompok kontrol diajar dengan cara yang lebih konvensional (seperti kuliah dan tugas rumah). Setelah pembagian tugas kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, akan diberikan Posttest kepada siswa di kedua kelompok untuk mengetahui apakah penggunaan kerangka pedagogis Pembelajaran Berbasis Proyek (PJBL) dan kemampuan berpikir kreatif siswa atau tidak. mempengaruhi kinerja mereka pada Standar Kinerja Individu (IPS).

Penjelasan mengenai kerangka pikir yang menjadi pedoman dalam kegiatan penelitian ini dapat dijelaskan dengan beberapa pernyataan yaitu :

1.    Adanya pembeda antara hasil belajar siswa dengan penggunaan model berbasis proyek dibandingkan dengan siswa menggunakan pembelajaran konvensional (ceramah dan penugasan) pada pembelajaran IPS.

2.    Adanya temuan hasil penelitian tentang pengaruh kemampuan berfikir kreatif  pada hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS.

3.    Ditemukan adanya pengaruh interaksi antara model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berpikir kreatif pada hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS.

Adapun bagan dari kerangka pikir pada kegiatan pembelajaran pada kelas yang diteliti (eksperimen dan kontrol) sebagaimana gambar di bawah ini :

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

D.  Operasionalisasi Variabel

Penjelasan tentang variabel yang digunakan pada kegiatan penelitian adalah sebagai berikut :

1.    Variabel Independen (X1) adalah model pembelajaran berbasis proyek

2.    Variabel Moderat (X2) adalah kemampuan berpikir kreatif

3.    Variabel Terikat (Y) adalah hasil belajar siswa

Sejauh mana seorang siswa telah belajar diukur dengan kualitas ujian akhir atau ujian yang diberikan pada akhir program studi atau semester. Hasil belajar yang dicapai seorang siswa bergantung pada proses belajar yang dijalaninya. Siswa yang berprestasi baik di sekolah adalah mereka yang memenuhi tujuan pembelajaran mereka dan tujuan tambahan apa pun yang ditetapkan guru mereka untuk mereka; dalam penelitian ini, "hasil belajar" mengacu pada setiap perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif, atau psikomotorik siswa yang tercermin dalam nilai atau nilai ujian mereka.

Keberhasilan atau kegagalan akademik seseorang dapat dikaitkan dengan sejumlah penyebab yang berbeda, beberapa di antaranya ada di dalam diri siswa itu sendiri (faktor internal) dan yang lainnya terletak di luar mereka (faktor eksternal) (faktor eksternal). Faktor dalam diri siswa itu sendiri, seperti minat, semangat, pemahaman, dan motivasi, serta kemampuan kognitif seperti persepsi, memori, penalaran, dan pengetahuan dasar. Lingkungan siswa, yang meliputi fasilitas fisik sekolah, bahan ajar, outlet media, guru, dan konten kursus, serta metode pengajaran dan pendekatan pedagogis, semuanya dianggap sebagai faktor eksternal.

Karena kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam melaksanakan tanggung jawabnya dan siswa dalam belajar, maka model pendidikan sering diajukan sebagai sarana penyelesaian masalah tersebut. Keefektifan dari setiap model pembelajaran yang diberikan sangat bergantung pada hasil pembelajaran yang diinginkan; dengan demikian, yang satu ini akan membantu instruktur dalam mencapai tujuan yang dinyatakan untuk siswa mereka.

Pembelajaran berbasis proyek memungkinkan guru untuk mengatur instruksi kelas dengan menggunakan proyek siswa. Pekerjaan proyek adalah jenis pekerjaan khusus yang memerlukan beberapa tanggung jawab kompleks berdasarkan pertanyaan dan masalah yang menarik, dan yang memotivasi siswa akademik untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan penelitian, dan bekerja secara mandiri. Ada empat komponen kemampuan berpikir kreatif: orisinalitas, orisinalitas bentuk, orisinalitas pemikiran, dan kemampuan mengelaborasi atau tepat ketika mengembangkan sebuah ide.

 

E.  Hipotesis

Berdasarkan penjelasan secara rinci pada kajian teori  dan kerangka pikir penelitian sebagaimana di atas maka penulis mengemukakan hal yang berkaitan dengan hipotesis penelitian diantaranya :

Ho1   : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis proyek  terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Kelas IV SDN .......................

Ha1     : Terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis proyek  terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN .......................

Ho2    :  Tidak terdapat pengaruh kemampuan berfikir kreatif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN .......................

Ha2     :  Terdapat pengaruh kemampuan berfikir kreatif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN .......................

Ho3    :  Tidak terdapat Pengaruh interaksi model pembelajaran berbasis proyek  dan kemampuan berfikir kreatif terhadap hasil helajar hiswa hada mata pelajaran IPS kelas IV SDN .......................

Ha3     :  Terdapat Pengaruh interaksi model pembelajaran berbasis proyek  dan kemampuan berfikir kreatif terhadap hasil belajar sswa pada pata pelajaran IPS kelas IV SDN ......................

Berdasakan uraian tersebut, maka dapat ditentukan hipotesis dari penelitian ini yaitu :

1.    Ditemukan  pengaruh model pembelajaran berbasis proyek terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN  ...................... pada mata pelajaran IPS.

2.    Ditemukan  pengaruh kemampuan berfikir kreatif terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN  ...................... pada mata pelajaran IPS.

3.    Ditemukan pengaruh interaksi model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berfikir kreatif terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN  ...................... pada mata pelajaran IPS.


BAB III

METODE PENELITIAN

A.  Jenis Penelitian

Dalam kegiatan penelitian ini menggunakan studi kuantitatif dengan pendekatan quasi eksperimental design yang lebih dikenal dengan istilah pengujian imajiner. Quasi eksperimental design atau pengujian imajiner yang dilaksanakan dengan cara melakukan manipulasi pada objek yang diteliti dan menggunakan sistem kontrol (Sugiyono, 2018:107). Penyebab dipilihnya model quasi eksperimental design disebabkan penelitian yang dilakukan pada dunia pendidikan lebih difokuskan pada upaya memberikan besaran pengaruh tindakan tertentu terhadap perilaku tertentu atau dilakukan untuk mengetahui muncul dan tidaknya pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang dilakukan dalam eksperimen dikenal dengan sebutan treatment berupa pemberian tindakan pada suatu kondisi untuk diberikan nilai terhadap pengaruhnya.

Pada kegiatan penelitian ini, peneliti memakai model desain sampel ganda, dengan satu kelompok sebagai subjek eksperimen dan yang lainnya sebagai kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen, pengajaran disampaikan dengan menggunakan kerangka model pembelajran berbasis proyek. Sedangkan pada kelompok kontrol, proses pembelajaran disampaikan melalui pendekatan berbasis ceramah dan diskusi yang lebih tradisional tanpa mempergunakan kerangka model berbasis proyek pada pembelajaran IPS. Metodologi penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest control group design (Sugiyono, 2018:166. Siswa dalam dua kelompok mengambil ujian pendahuluan sebelum pengajaran yang sebenarnya mulai mengukur pengetahuan mereka tentang materi pelajaran. Penelitian diakhiri dengan ujian akhir (post-test) yang diberikan kepada kedua kelompok dengan menggunakan set item soal yang sama terhadap kedua kelompok baik eksperimen maupun kontrol.

Pada pra kegiatan post-test, di kelas eksperimen yang sudah dilakukan tindakan dengan menggunakan model belajar berbasis proyek. Sesudah memperoleh data dari kelas kelas eksperimen yang sudah dilakukan tindakan dengan menggunakan model belajar berbasis proyek, langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut agar dapat diketahui pengaruh model belajar Berbasis Proyek  dan kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap perolehan nilai hasil belajar IPS.  Skenarionya dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1

Desain Penelitian

 

Kelompok

Pre test

Perlakuan

Post test

Eksperimen

T1

XA

T2

Kontrol

T1

            XB

T2

 

 

Penjelasan :

T1      :    Hasil  pre-test

XA     :    Tindakan pada kelas model PJBL

XB      :     Tindakan pada kelas kontrol dengan metode ceramah dan penugasan

T2      :    Hasil post-test

 

Dapat dilihat pada penjelasan tabel 3.1 bahwa XA adalah tindakan (treatment) pada kelas yang menerapkan model belajar berbasis proyek, adapun pada kelas kontrol XB dilakukan dengan pembelajaran biasa dengan menerapkan metode ceramah, diskusi dan penugasan tanpa menerapkan model pembelajaran berbasis proyek. Penjelasan mengenai urutan kegiatan pelaksanaan penelitian yaitu.

1.    Pada dua kelompok yang dijadikan subjek penelitian diupayakan mempunyai kesamaan, misalnya berada pada tingkatan kelas yang sejajar, perangkat pembelajaran, tingkat intelektual yang merata, dan kesamaan guru yang terjun langsung pada kegiatan penelitian.

2.    Pelaksanaan dan cara kerja dalam penelitian tidak disampaian kepada siswa baik kelompok eksperimen maupun kontrol. Tujuannya adalah untuk meminimalisir aktivitas pada siswa yang tidak sesuai dan sewajarnya yang dapat mengakibatkan gangguan pada saat dilaksanakan kegiatan penelitian.

B.  Populasi dan Sampel Penelitian

1.    Populasi Penelitian

Mempelajari populasi berarti mempelajari segala sesuatu tentangnya. Menurut Sugiyono (2018:80) menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah geografis yang dapat digeneralisasikan yang tersusun di sekitar pertanyaan penelitian. Peneliti menggunakan ukuran dan karakteristik tertentu pada objek itu sendiri untuk mempelajarinya dan menarik kesimpulan tentangnya.

Dalam kegiatan penelitian ini, banyaknya populasi ditentukan sebanyak 130 siswa yang berasal dari seluruh siswa kelas IV SD Negeri ...................... sebanyak 4 kelas.

 

 

Tabel 3.2

Besaran Populasi Penelitian

 

Nama Sekolah

Kelas

Jumlah

SD Negeri ......................

4A

32

4B

32

4C

32

4D

34

Jumlah

130

 

2.    Sampel Penelitian

Sampel mewakili ukuran dan karakteristik populasi yang bersangkutan. Sampel adalah sebagian kecil dari populasi yang ada, oleh karena itu pengumpulan ukuran sampel harus mematuhi aturan-aturan tertentu berdasarkan data saat ini (Sugiyono, 2018:81).

3.    Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian menggunakan teknik Purposive sampling dalam teknik pengumpulkan data. Teknik pengambilan sampel yang memiliki tujuan tertentu disebut pengambilan sampel bertujuan (Sugiyono, 2018:81). Karena peneliti memiliki keterbatasan waktu, tenaga, uang, dan jumlah orang yang tersedia untuk melakukan penelitian, penentuan ukuran sampel yang besar dilakukan. Oleh karena itu, peneliti perlu mengumpulkan sampel yang secara statistik valid dan reliabel (dapat mewakili). Untuk menentukan ukuran sampel, peneliti memilih dua kelas yang sama, 4A (dengan 32 siswa) dan 4B (juga dengan 32 siswa), masing-masing untuk dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kontrol. Demikian pula, sebanyak 32 siswa dari kelas 4C digunakan dalam penelitian untuk ujian uji coba.

Hasil uji pendahuluan yang dilakukan menunjukkan bahwa  grup kontrol dan eksperimen memiliki karakteristik yang hampir sama. Tujuan tes pengantar dalam konteks ini tidak terbatas pada belajar tentang kemampuan awal siswa; itu juga berfungsi untuk memastikan bahwa siswa dalam grup kontrol dan eksperimen memiliki keterampilan dasar yang sama. Pengaturan ini sangat membantu untuk memastikan bahwa siswa dalam kelompok kontrol dan eksperimen memiliki hasil belajar yang berbeda karena adanya perbedaan perilaku yang berbeda antara kedua kelompok.

Tabel 3.3

Besaran Sampel Penelitian

 

Nama Sekolah

Kelas

Jumlah

Sampel

SD Negeri ......................

4A

32

32

4B

32

32

Jumlah

64

64

 

C.  Tempat dan Waktu Penelitian

1.    Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri Tgaraksa IV yang beralamat di Jalan Aria Jaya Sentika Kel. Tigaraksa Kab. Tangerang Banten.

2.    Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara bertahap yaitu tahap pertama adalah melakukan uji coba instrumen, tahap kedua melakukan pengumpulan data, dan tahap ketiga melakukan pengolahan data dan pelaporan hasil penelitian. Berikut ini adalah tabel pelaksanaan penelitian:

 

 

 

 

 

No

 

Kegiatan

Tahun 2022

Juni-Juli

Agustus

September

Oktober

 

 

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

Pendahuluan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

Penyusunan Proposal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3

Uji Instrumen

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4

Pengumpulan Data

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5

Analisis Data

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

6

Pelaporan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

D.  Instrumen Penelitian

Instrumen adalah perangkat untuk yang dijadikan sebuah pengukur untuk memperoleh penjelasan yang bersifat spesifik dari jenis dan karakter dari informasi penelitian yang absah dan valid.

1.    Angket

Untuk menilai kemampuan berpikir kreatif siswa digunakan instrumen angket. Inventarisasi berpikir kreatif (creative thinking inventory, atau Angket) digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang perspektif siswa sebelum dan sesudah instruksi, dengan hasil yang telah dikalibrasi untuk mencerminkan kemampuan penalaran kreatif bawaan mereka. Keterampilan berpikir kreatif siswa dievaluasi dalam skala 4 poin, dari 1 sampai 4. Kriteria pemberian nilai positif pada empat kemungkinan angket adalah sebagai berikut: 1 = sangat tidak setuju, 2 = agak tidak setuju, 3 = sangat setuju, dan 4 = sangat setuju. Untuk jawaban negatif, angka 1 berarti sangat setuju, angka 2 berarti setuju sedang, angka 3 berarti agak tidak setuju, dan angka 4 berarti sangat tidak setuju. Selanjutnya indikator kemampuan berpikir kreatif siswa dituangkan dalam tabel di bawah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.    Observasi (Pengamatan)

Penilaian terhadap aktivitas guru bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang pekerjaan mengelola pembelajaran memakai paradigma model berbasis proyek. Lembar pemantauan dilakukan dengan membuat icon check-list yang sesuai dengan citra yang dianalisis. Setiap siswa diberikan koleksi alat belajar untuk membantu mereka melacak semua yang terjadi selama proses pembelajaran secara keseluruhan. Rubrik penilaian digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang kemampuan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran berbasis proyek di kelas.

Tabel 3.5

Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berbasis Proyek

 

No

Sintak Berbasis Proyek

Aspek yang diamati

Rentang Nilai

1

2

3

4

5

1

Pendahuluan

Kemampuan guru membuka
pembelajaran (memberi salam).

 

 

 

 

 

Kemampuan guru mengkondisikan fisik siswa dengan bertanya jawab tentang diri siswa.

 

 

 

 

 

Melakukan komunikasi tentang kehadiran siswa (absen)

 

 

 

 

 

Kemampuan guru menanyakan kepada siswa tentang pembelajaran yang telah lalu dan mengkonfirmasi pengetahuan awal siswa pada materi jenis-jenis pekerjaan (apersepsi)

 

 

 

 

 

Kemampuan guru menyapaikan tujuan pembalajaran yang akan dipejari.

 

 

 

 

 

2

Penentuan  Proyek

Kegiatan inti: Kemampuan guru memfasilitasi siswa mengajukan pertanyaan mendasar tentang langkah-langkah yang harus dilakukan terhadap pemecahan masalah.

 

 

 

 

 

Kemampuan guru dalam
membagikan kelompok secara
heterogen.

 

 

 

 

 

Kemampuan guru dalam

memaparkan topik yang akan dikaji tentang jenis-jenis pekerjaan

 

 

 

 

 

3

Menyusun Perencanaan Proyek

Kemampuan guru dalam

menyusun Lembar Kerja dan menyiapkan sumber bacaan serta alat dan bahan untuk pembuatan proyek pada tiap- tiap kelompok

 

 

 

 

 

Kemampuan guru dalam
mengarahkan siswa untuk
memastikan agar proyek dapat
dikerjakan berdasarkan ketersediaan bahan dan sumber belajar yang ada.

 

 

 

 

 

4

Menyusun Jadwal

Kemampuan guru menuliskan jadwal aktivitas yang mengacu pada waktu maksimal yang telah disepakati untuk menyelesaikan projek.

 

 

 

 

 

5

Memonitor Pembuatan Proyek

Kemampuan guru dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek yang akan dibuat.

 

 

 

 

 

6

Ujicoba Hasil Proyek

Kemampuan guru dalam
membimbing siswa untuk
mempresentasikan hasil dari proyek
yang telah dibuat.

 

 

 

 

 

7

Evaluasi

Penutup

Guru memberikan evaluasi tentang materi berbagai pekerjaan.

 

 

 

 

 

Kemampuan guru dalam
menyimpulkan serta
penguatan yang berkaitan dengan materi berbagai pekerjaan

 

 

 

 

 

Kemampuan guru memberikan reward kepada siswa.

 

 

 

 

 

Kemampuan guru menutup
pembelajaran.

 

 

 

 

 

Penerapan model berbasis proyek dalam proses pembelajaran

 

 

 

 

 

Jumlah

 

rata-rata

 

Kategori

 

 

 

Tabel 3.6

Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru di Kelas Kontrol

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.    Tes

Untuk menilai penguasaan konsep ekonomi siswa melalui penggunaan kerangka pembelajaran berbasis proyek diperlukan penggunaan instrumen tes. Jenis tes yang digunakan dalam penyelidikan ini adalah tes pengetahuan objektif materi IPS yang dibakukan, berbentuk soal pilihan ganda dengan empat kemungkinan jawaban (a, b, c, dan d).

Alat ukur untuk mengetahui sejauh mana paradigma pembelajaran berbasis proyek di SD Negeri ...................... meningkatkan prestasi belajar siswa pada tes standar IPS. Informasi hasil belajar IPS sebelum dan sesudah intervensi diperlukan untuk penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dua kali dengan menggunakan alat ukur berbasis pilihan yang terdiri dari 27 pertanyaan dengan skor 1 untuk akurasi dan skor 0 untuk ketidaktepatan. Pengujian pra-eksekusi (atau pra-pengujian) dan pengujian pasca-eksekusi (atau pasca-pengujian) memiliki nama yang berbeda dalam bahasa Inggris (post-test). Koleksi instrumen penilaian hasil belajar diperlukan untuk pengumpulan data menggunakan instrumen penilaian. Semua pelajaran telah diperbarui untuk mencerminkan versi terbaru dari kurikulum 2013. Berikut adalah tabel yang merinci cara menyesuaikan instrumen tes untuk mengukur hasil belajar IPS berdasarkan hasil yang diinginkan.

Instrumen yang dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana gaya belajar berbasis proyek SD Negeri ...................... meningkatkan prestasi belajar siswa pada tes mata pelajaran IPS. Meneliti hasil belajar IPS sebelum dan sesudah implementasi membutuhkan data pra dan pasca implementasi. Teknik pengumpulan data dilaksanakan dua periode dengan menggunakan instrumen alat ukur berbentuk soal multi choice sebanyak 27 butir menggunakan teknik skor apabila jawaban benar mendapat skor =1, dan sebaliknya jika jawaban salah mendapatkan skor = 0.

Kegiatan evaluasi yang dilakukan sebelum adanya perlakuan diberikan istilah tes awal (pretest) dan evaluasi yang dilakukan setelah adanya perlakuan diberikan istilah tes akhir (posttest)

Untuk pengumpulan data dengan menggunakan instrumen tes diperlukan instrumen hasil belajar dengan beberapa dimensi. Diadaptasi dari kerangka kurikulum 2013, LKS ini sangat cocok untuk materi pelajaran. Berikut adalah tabel yang merinci cara menyesuaikan instrumen tes untuk mengukur hasil belajar IPS berdasarkan hasil yang diinginkan.

Tabel 3.7

Kisi-Kisi Indikator Tes Hasil Belajar Siswa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada kegiatan awal sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti mengajukan persetujuan dan bimbingan dati tim pakar (pakar media dan pakar materi) untuk meneliti kelayakan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan kemudian instrumen  diujicobakan. Pelaksanaan pengujian instrumen dilakukan di kelas 4C sebanyak 32 siswa dan dilaksanakan sebelum pengambilan data penelitian. Data yang terkumpul dari hasil uji coba instrumen tersebut kemudian dihitung menggunakan pengujian instrumen yaitu pengujian validitas,  pengujian reabilitas, pengujian tingkat kesukaran dan pengujian daya pembeda

1.    Uji Validitas

Ukuran validitas menunjukkan sejauh mana instrumen tertentu dapat diandalkan untuk menghasilkan hasil yang dapat diandalkan (Arikunto, 2013:211). Penting untuk menguji keandalan alat penelitian untuk memastikan bahwa alat tersebut secara akurat menilai konsep yang dievaluasi dan memberikan hasil yang akurat. Menghitung reliabilitas suatu butir tes atau soal dalam penilaian kemampuan berpikir kreatif dengan menggunakan program SPSS versi 23.

Dengan kriteria pengujian jika hasil rhitung≥rtabel  sehingga dapat dijelaskan bahwa  instrumen dinyatakan valid. Untuk pernyataan tidak valid dihilangkan dan tidak pergunakan. Rumus korelasi product moment yang dipakai adalah.

 

 

 

Penjelasan :

rxy : Konstanta validitas

X    : Poin tiap butir soal  yang didapat masing-masing siswa 

Y    : Poin total yang didapat masing-masing siswa dari total siswa 

N    : Total siswa 

Hasil analisis menggunakan rumus diatas dinyatakan valid apabila rhitung≥rtabel atau jika nilai sig tailed> 0,05 sehingga instrumen dinyakana valid.

2.    Uji Reliabilitas

Masalah kepercayaan terkait dengan keandalan informasi. Dengan kata lain, jika suatu tes secara konsisten menghasilkan reliabilitas, maka dapat dikatakan tes tersebut memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi (Sugiyono, 2018 : 121). Hasil yang konsisten seperti ini disebut sebagai dapat dipercaya. Jika suatu alat ukur dapat menghasilkan hasil yang konsisten ketika digunakan oleh satu orang atau sekelompok besar orang (pada level yang sama), di lokasi yang berbeda dan pada waktu yang berbeda, maka dapat dikatakan reliabel. Mirip dengan konsistensi atau kepercayaan.

Sebuah perangkat penelitian dinyatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi apabila tes yang dibuat oleh instrumen tersebut secara konsisten memberikan hasil yang menunjukkan kemampuannya untuk mengukur. Penjelasan mengenai tingkatan nilai konstanta reliabilitas sesuai pendapat yang dikemukan oleh Guilford adalah.

Tabel 3.8

Klasifikasi Koefisiensi Reliabilitas

 

 

 

 

 

 

 

Untuk melakukan analisis terhadap hitung-hitungan pengujian reabilitas dalam penelitian perlukan aplikasi pembantu yaitu software SPSS versi 23.

3.    Tingkat Kesukaran

Metode pengumpulan informasi tentang prestasi akademik siswa dalam bentuk hasil belajar biasanya dalam bentuk soal-soal ujian. Selain validitas dan reliabilitas, tingkat kesulitan dalam menjawab soal merupakan indikator yang baik dari kualitas jawaban yang diberikan. Tingkat kesukaran dikuantifikasi dengan menghitung Indeks Kesulitan Soal untuk mengetahui Tingkat Kesulitan Soal. Aturan yang digunakan adalah:

 

 

 

Penjelasan :

 

P : besaran indeks kesukaran item soal

B : Jumlah siswa jawaban benar

Js : jumlah total siswa mengikuti tes

Paramater yang dijadikan tolak ukur ialah apabila pencapain indeks semakin mengecil maka tingkat kesulitan soal akan semakin tinggi dan sebaliknya apabila pencapain indeks semakin membesar maka tingkat kesulitan soal akan semakin rendah. Penjelasan tentang indeks kesukaran soal yaitu.

Tabel 3.9

Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal

 

 

 

 

 

Dari penjelasan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria indeks kesukaran soal dengan penjelasan apabila indeks kesukaran berada pada rentang 00-0,30 = soal sukar, 0,30-0,70 = sedang dan 0,70-1,00 = mudah

4.    Daya Pembeda

kemampuan untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah dikenal dengan istilah daya pembeda. Daya pembeda itu sebanding dengan perbedaan kemampuan butir soal siswa.  Pembedaan antara siswa yang sudah menguasai materi dan yang belum menguasai berdasarkan kriteria objektif diukur dengan menggunakan metrik yang disebut daya pembeda soal.  Penggunaan daya pembeda dibenarkan ketika ada kesenjangan yang signifikan dalam tingkat kemampuan antara siswa, yang diukur dengan nilai perbedaan hari antara siswa yang pintar dan yang tidak dimanfaatkan penggunaan rumus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Adapun pengkategorian unsur daya pembeda  pada penelitian ini dijelaskan tabel berikut.

Tabel 3.10

Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal

 

 

 

 

 

 

Penjelasan di atas adalah pengkategorian unsur daya pembeda, jadi apabila rentang nilai daya pembeda sebesar 0,00-0,20 = soal jelek, apabila rentang nilai daya pembeda 0,20-0,40 = soal cukup. apabila rentang nilai daya pembeda 0,40-0,70 = soal baik, dan apabila rentang nilai daya pembeda 0,70- 1,00 =soal sangat baik dan aapabila rentang nilai daya pembeda mempunyai nilai negatif maka dinyatakan bahwa soal tidak baik.

E.  Prosedur Pengumpulan Data

Pada perencanaan pelaksanaan penelitian ada beberapa langkah-langkah yang perlu dilakukan agar dapat memberikan informasi yang tepat tentang persoalan yang terdapat pada subjek penelitian. Di bawah ini dijelaskan urutan dan langkah-langkah kegiatan penelitian yang telah disusun peneliti dengan 3 langkah pokok, yaitu :

1.    Kegiatan Awal

Pada tahapan awal penelitian ini disusun dalam 5 langkah tindakan yaitu.

a.    Melaksanakan survey pada sekolah yang menjadi subjek penelitian.

b.    Melakukan analisis terhadap permasalahan pembelajaran yang ada

c.    Membuat instrumen penelitian

d.   Membuat perlengkapan yang akan digunakan pada proses pembelajaran

e.    Melaksanakan kegiatan uji coba instrumen dan perlengkapan yang akan digunakan pada proses pembelajaran

2.    Pelaksanaan

a.    Melakukan  Pretest yang dilaksanakan sebelum pelajaran IPS dimulai, dan mengukur kemampuan berfikir kreatif menggunakan angket.

b.    Melakukan tindakan dengan melakukan tindakan pada kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran berbasis proyek

c.    , kelompok kontrol dengan model pembelajaran sederhana (ceramah dan penugasan). Sedangkan untuk sebaran kemampuan siswa dalam berpikir kreatif tinggi dan rendah secara merata pada kedua kelompok tersebut.

d.   Penjelasan mengenai jadwal  pelaksanaan kegiatan penelitian menyesuaikan dengan jadwal pelajaran khususnya pembelajaran IPS yang telah dibuat oleh sekolah.

e.    Melakukan tindakan dengan melaksanakan  posttest  masing-masing kelompok (eksperimen dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelas kontrol menggunakan model tradisional) untuk mendapatkan nilai tentang hasil siswa dalam belajar pembelajaran IPS

3.    Kegiatan Akhir

Aktivitas peneliti pada tahapan ini adalah menganalisis hasil penelitian dan diakhiri dengan pembuatan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan fakta dan temuan yang didapat pada pelaksanaan penelitian.

 

F.   Analisa Data

Semua data yang didapatkan dari proses kegiatan penelitian dikumpulkan untuk dilakukan analisis data secara kuantitatif. Teknik analisa ini terhadap data kuantitatif menggunakan teknik statistik deskriptif dan statistik inferensial agar bisa dapat menyampaikan tanggapan yang dijelaskan pada rumusan masalah yang telah disebutkan dengan hierarki sebagai berikut.

1.    Teknik Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif merupakan langkah perhitungan  dapat dimanfaatkan pada kegiatan melakukan analisis data dengan cara menjabarkan atau memaparkan  informasi hasil penelitian yang secara kolektif sudah dalam kondisi  aslinya dengan tidak bertujuan dapat digunakan  menentukan simpulan secara global atau penyamarataan (Sugiyono, 2018:126). Tabulasi distribusi data menggunakan tahapan-tahapan  berikut ini:

a.    Menentukan range (jangkauan)

R = Xt– Xr

Keterangan.

R = range

Xt= data tertinggi

Xr= data terendah

b.    Menentukan jumlah kelas interval

K = 1 + 3,3 log n

Keterangan.

K = banyaknya kelas

n = banyaknya nilai observasi

c.    Menghitung panjang kelas interval

 

Keterangan.

p = Panjang kelas interval

R = Rentang nilai

K = Kelas interval

d.   Persentase

 

dimana

P : Angka persentase

f : Frekuensi yang di cari persentasenya

N: Banyaknya sampel responden

e.    Menghitung rata-rata (mean) dengan menggunakan rumus:

Keterangan.

  = Rata-rata variabel

fi = Frekuensi untuk variabel

xi =Tanda kelas interval variabel

f.     Menghitung simpangan baku (standar deviasi) dengan menggunakan rumus:

 

Keterangan :

SD    = Standar Deviasi

fi     = Frekuensi untuk variabel

xi    = Tanda kelas interval variabel

    = Rata-rata

n     = Jumlah populasi

    = Mean

n     = Besaran populasi

g.    Membuat tabel kategori

Pengklasifikasian terhadap data penelitian berdasarkan pada klasifikasi tingkatan pada tingkat penggolongan subjek ke dalam 5 kriteria sesuai pendapat  dari Saifuddin (2012) dengan penjelasan berikut

Tabel 3.11

Klasifikasi Presentase Hasil Observasi

 

 

 

 

 

 

 

2.    Analisis Aktivitas Guru

Perolehan data hasil penelitian yang berasal dari aktivitas guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

 

Penjelasan.

S   =   Besaran persentase

R  =   Perolehan skor

N  =   Jumlah total skor

Tabel 3.12

Kriteria Aktivitas Guru

 

 

 

 

 

 

 

3.    Analisis Statistik Inferensial

Statistik inferensial adalah cabang ilmu yang digunakan dalam mengekstrapolasi informasi yang berkaitan dengan komunitas yang lebih besar dari spesimen yang lebih kecil dan kebutuhan dalam melakukan pengujian hipotesis. berikut ini penjelasan tentang yang telah digunakan untuk pengujian validitas hipotesis yang diuji di sini.

a.    Pengujian Normalitas

Untuk menentukan kekhasan dari kumpulan data penelitian tertentu, analisis pendahuluan dilakukan; pengujian normalitas dilaksanakan terhadap keadaan sampel kapabilitas awal (pre-test) dan data kapabilitas akhir (post test). Dalam kegiatan pengujian terhadapa hipotesis, uji-u digunakan jika data mengikuti distribusi normal. Namun, kriteria menyatakan bahwa H0 dinyatakan diterima apabila angka perolehan pada probabilitas > 0,05 yang menunjukkan bahwa sampel berpangkal dari sebaran data yang dikategorikan normal. H0 ditolak apabila angka perolehan pada probabilitasnya ≤0,05 yang menunjukkan bahwa sampel berpangkal dari sebaran data yang dikategorikan tidak normal. PEngujian normalitas dilakukan berdasarkan aturan  Kolmogorov-Smirnov dijalankan di SPSS versi 23 untuk memeriksa distribusi data.

b.    Pengujian Homogenitas

Data dari kedua sampel diasumsikan berdistribusi normal dengan melakukan uji Kolmogorov-Smirnov pada SPSS versi 23.  Kegiatan berikutnya adalah melakukan pengujian taraf homogenitas. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah dua varian memiliki ukuran populasi yang setara atau tidak.  Taraf homogenitas diuji dengan One-Way Anova pada SPSS versi 23.

c.    Pengujian Hipotesis

Setelah peneliti melakukan pengujian terhadap komunitas sampel melalui pengujian normalitas dan pengujian homogenitas, maka sampel dari populasi dengan distribusi normal dan sampel dari populasi homogen diberikan perlakuan dengan pengujian signifikansi pada tingkatan signifikansi 0,05. Pengujian hipotesis dilakukan agar diperoleh data pada kelompok eksperimen mengenai memiliki mean quotient dalam kapabiltasnya  berpikir kreatif  pada tingkatan yang berbeda bila dikomparasikan pada siswa yang berada sebagai kontrol karena pada kelas eksperimen menggunakan model  yang berbeda dengan kelompok kontrol.

Model berbasis proyek dan metode tradisional yang diajarkan di kelompok kontrol. Dalam penelitian ini, kami menggunakan SPSS versi 23 dalam melaksanakan kegiatan pengujian hipotesis secara menyeluruh.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Deskripsi Lokasi dan Data Penelitian

1.    Deskripsi Lokasi Penelitian

SDN ...................... berlokasi di Jalan Aria Jaya Sentika, Kp. Tegal Baju Rt.02 Rw.04, Tigaraksa, Tangerang Provinsi Serang. SDN ...................... memiliki visi yang cukup kompetitif, yaitu  Mewujudkan terbentuknya siswa yang memiliki iman dan takwa yang kuat, memiliki prestasi, menjunjung tinggi budaya dan mempunyai wawasan lingkungan yang baik. Sedangkan Misi SDN ...................... adalah :

a. Memupuk  dan memperkuat rasa iman dan taqwa bagi seluruh warga sekolah

b. Menyelenggarakan proses belajar yang kreatif, inovatif dan dan melibatkan seluruh komponen sekolah

c. Menumbuhkan peningkatan kinerja bidang akademik, non akademik dan keagamaan.

d. Menumbuhkan mutu dan kualitas sumber daya manusia  warga sekolah.

e. Mengimplementasikan tata kelola administrasi sekolah yang melibatkan seluruh komponen sekolah agar terbentuk sebuah tim yang  tangguh

f. Mengimplementasikan tata kelola bidang kesiswaan yang melibatkan seluruh komponen sekolah agar terbentuk sebuah tim yang  tangguh

g. Meningkatkan kecakapan mental, spiritual, dan emosional.

h. Menerapkan cara hidup yang budaya tertib, disiplin, santun dalam ucapan, sopan dalam prilaku berlandaskan imam dan takwa

i. Menjaga lingkungan sekolah dan rumah yang bersih, nyaman, dan sehat

Terletak di daerah yang tenang dan menyenangkan, SD Negeri ...................... menyediakan tempat yang ideal untuk usaha pendidikan. Lokasi sekolah agak nyaman; dengan kondisi geografis yang mendukung karena terletak dekat dengan jalan raya utama dan dapat dengan mudah dicapai transportasi umum.  Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen memakai dua kelompok sebagai sampel: 4A sebagai kelompok eksperimen dengan 32 siswa dan 4B sebagai kelompok kontrol dengan 32 siswa dengan jumlah sampel 64. Sementara itu, kelompok uji sampel diperlukan untuk menentukan apakah atau tidak Instrumen penelitian layak digunakan dalam proses penelitian jika menggunakan ukuran kelas 32 siswa, seperti halnya kelompok uji sampel untuk penelitian yang menggunakan kelas 4C.

2.    Deskripsi Data Penelitian

a.    Data Ujicoba Penelitian

Setiap alat penelitian harus memenuhi dua persyaratan mendasar: validitas dan kepercayaan. Idealnya, perangkat penelitian yang digunakan untuk mengevaluasi validitas dan reliabilitas eksperimen harus dirancang untuk membidik indikator individual. Setelah mendiskusikan hasilnya dengan para ahli dan melakukan penyesuaian yang diperlukan pada peralatan pengujian, melakukan pengetesan  instrumen yang sebenarnya. Tahap pengetesan dilalui pada kelas yang terlebih besar di luar sampel penelitian, yaitu kelas 4C dengan jumlah 32 siswa, yang masih ada dalam populasi. Dari hasil pelaksanakan kegiatan uji coba didapatkan hasil antara lain.

1)   Pengujian Validitas Instrumen

Pengujian validitas dilaksanakan sebagai upaya  menentukan apakah kredensial tertentu sah atau tidak. Keabsahan suatu kuesioner ditentukan oleh dapat atau tidaknya kuesioner tersebut diminta untuk mengungkapkan informasi yang akan digunakan dalam penilaian kuesioner tersebut. Signifikansi diuji dengan membandingkan nilai yang dihitung dengan yang ditemukan dalam tabel. Dalam hal ini, ukuran sampel (n) adalah 32, dan dengan α = 0,05, nilai r yang dihitung adalah 0,349. Suatu pertanyaan atau indikator dianggap sah jika rhitung lebih besar dari rtabel.

Dari hasil perhitungan validitas bahwa jika rhitung > rtabel maka dinyatakan instrumen valid dan jika rhitung < rtabel maka instrumen dinyatakan  tidak valid. Item instrumen angket sebanyak 17 butir angket dari tabel di atas terdapat 15 butir angket yang valid dan 2 butir angket yang tidak valid. Item instrumen soal tes hasil belajar dari 27 butir soal, terdapat 25 butir soal yang valid dan 2 butir soal yang tidak valid. Item butir instrumen yang tidak valid tidak dipergunakan kembali dalam penelitian. Penyebaran item butir soal yang disusun berdasarkan  penggolongan pada tingkat validitas butir soal dan angket dijelaskan tabel berikut.

Tabel 4.1. Distribusi Butir Angket Berdasarkan Validitas

 

 

 

Berikut ini adalah diagram analisis validitas butir angket kemampuan berpikir kreatif siswa kelas 4C SD Negeri .......................

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.1 Diagram Validitas Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

 

Dari hasil uji validasi instrumen kemampuan berpikir kreatif yang berjumlah 17 butir angket diperoleh butir angket yang valid sebesar 88,24%  dan untuk butir angket yang tidak valid sebesar 11,76%,.

Tabel 4.2. Distribusi Butir Tes Soal Berdasarkan Validitas

 

 

 

Berikut ini adalah diagram analisis validitas butir tes hasil belajar  siswa kelas 4C SD Negeri .......................

 

 

 

 

 

Gambar 4.2 Diagram Validitas Tes Hasil Belajar Siswa

 

Dari hasil uji validasi instrumen tes hasil belajar yang berjumlah 27 butir soal diperoleh butir soalt yang valid sebesar 92,56%  dan untuk butir soal yang tidak valid sebesar 7,41%,.

2)   Pengujian Reliabilitas Instrumen

Tujuan dari uji reliabilitas adalah untuk menunjukkan seberapa konsisten instrumen pengukuran yang diberikan menghasilkan hasil yang sama ketika digunakan kembali. Teori Cronbach Alpha digunakan sebagai tongkat pengukur. Ketika sebuah variabel mengembalikan nilai cronbach alpha 0,70 atau lebih, kita mengatakan bahwa variabel tersebut dapat dipercaya. Hasil pengujian dengan menggunakan software SPSS adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Cronbach's Alpha untuk semua variabel penelitian lebih dari 0,70, menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat diandalkan dan harus digunakan.

3)   Tingkat Kesukaran Soal

Analisis yang dilakukan pada 27 pertanyaan pilihan ganda mengungkapkan bahwa 12 berada di kategori "mudah", 9 berada di kategori "sedang", dan 2 berada di kategori "sulit". Lihat tabel di bawah untuk perincian pertanyaan berdasarkan tingkat kesulitan soal.

Tabel 4.4. Distribusi Butir Tes Soal Berdasarkan Tingkat Kesukaran

 

 

 

Berikut ini adalah diagram analisis tingkat kesukaran tes untuk mengetahui taraf hasil belajar kelas 4C SD Negeri .......................

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.3 Diagram Tingkat Kesukaran Tes Hasil Belajar Siswa

 

Diagram gambar di atas menunjukan bahwa untuk tingkat kesukaran soal dengan tiga kriteria, kriteria mudah sebesar 33.33%, sedang sebesar 44,41% dan kriteria sukar sebesar 7,41%.

4)   Daya Beda

Analisis dari 27 pertanyaan pilihan ganda ini mengungkapkan bahwa 4 diklasifikasikan cukup, 14 memuaskan, 7 sangat baik, dan 2 buruk. Tabel berikut menunjukkan distribusi soal berdasarkan klasifikasinya berdasarkan tingkat kesulitan pembedaannya.

 

 

 

Berikut ini adalah diagram analisis daya pembeda  butir tes hasil belajar  siswa kelas 4C SD Negeri .......................

 

 

 

 

 

 

 

Diagram daya pembeda tes hasil belajar menunjukan bahwa soal dengan klasifikasi sangat baik sebesar 25,93%, klasifikasi baik sebesar 44,41%, cukup 14,81% dan klasifikasi soal jelek adalah 7,41%

b.    Data Penelitian

1)   Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Perangkat pengumpul data dipakai mencari nilai hasil kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan angket dengan 15 pernyataan dengan 4 pilihan jawaban pada masing-masing item pernyataan dengan rentang penilaian 1-4. Perolehan skor kelompok eksperimen mengalami peningkatan untuk skor pretest skor mean sebesar 50,8 skor postest sebesar 52,5. Terjadi peningkatan nilai mean sebesar 1,7. Sedangkan untuk kelompok kontrol nilai mean pretest sebesar 48,9 setelah dilakukan postest sebesar 51,6 terjadi peningkatan sebesar 2,7. Begitupun nilai mean antar kelompok terdapat perbedaan dimana nilai skor kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.

2)   Tes Hasil Belajar IPS  Siswa

Perangkat pengumpulan data yang digunakan untuk menilai penguasaan materi IPS siswa terdiri dari 25 butir soal pilihan ganda; setiap pertanyaan memiliki empat kemungkinan jawaban dengan rentang skor 0-1. Nilai hasil tes belajar pada kelompok eksperimen sebelum treatmen atau setelah dilakukan pretest didapat hasil mean sebesar 18,28 sedangkan pada kelompok kontrol nilai mean sebesar 17. Nilai postest pada kelompok eksperimen sebesar 19,94 sedangkan kelompok kontrol sebesar 17,81. Dari perolehan nilai tes hasil belajar antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terjadi perbedaan skor dimana kelompok eksperimen dengan treatmen atau perlekuan mendapat hasil lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan atau treatment.

B.  Analisis Data Penelitian

1.    Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif di sini digunakan sebagai landasan untuk memperkirakan distribusi jawaban di semua variabel, termasuk kemampuan berpikir kreatif dan prestasi akademik siswa. Saat mempresentasikan hasil survei, sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan pertanyaan survei yang menyertai survei dan pilihan jawaban langsung kepada responden melalui email. Tiga puluh dua siswa kelas 4A dan 4B di SDN ...................... diberikan angket dan tes.

a.    Sebaran  Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Pretest

Data dikumpulkan dari tanggapan yang diajukan oleh 32 siswa dan mewakili penilaian keseluruhan keterampilan berpikir kreatif mereka yang diukur dengan Pretest. Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan dengan menggunakan SPSS 23.0 for Windows, rata-rata, median, dan modus untuk variabel kemampuan berpikir kreatif pada kelas Pretest diperoleh semua sebesar 51, sedangkan standar deviasinya sebesar 3,88. Skor tertinggi yang diperoleh adalah 57, sedangkan terendah adalah 34. Oleh karena itu, rentang skor maksimum yang mungkin adalah 57–34, yaitu sama dengan 23. Aturan k = 1 + 3 untuk menentukan interval kelas. 3 log n (k adalah banyaknya kelas interval dan n adalah banyaknya observasi), maka k sama dengan 1 ditambah 3. Dibulatkan menjadi 6, maka 3 log 32 = 5,96 dibulatkan ke bawah menjadi 5. Jadi jumlah seluruh kelas adalah 6. Pada langkah selanjutnya, panjang interval kelas yang semula R/k = 23:6 = 3,88, diperluas menjadi 4. Oleh karena itu, kelas interval dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Pretest

 

Kelas Interval

Frekuensi

34-37

 1

38-41

 0

42-45

 0

46-49

 7

50-53

 17

54-57

 7

Jumlah

32

 

Penjelasan tabel di atas mengenai sebaran nilai yang didapatkan dari angket tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen pada kegiatan pretest dapat dijelaskan dalam bentuk histogram di bawah ini.

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.5 Histogram Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Pretest

Besaran mean dan besaran penyimpangan akan dijadikan dasar mengkonversi nilai kasar menjadi skala 5 menggunakan formula.

 

 

 

Dari hasil penggunaan rumus di atas maka didapatkan data rentang dan data tingkaan sebagaimana tabel.

Tabel 4.7 Kriteria Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Pretest

 

 

 

 

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.7  di atas, total 1 siswa (3,12%) mencapai nilai “sangat tinggi” pada Tes Kreativitas Angket Siswa SMA pada Pretest, 6 siswa (18,75%) mencapai nilai “tinggi” skor, 17 siswa (53,1%) mencapai nilai "baik", dan 7 siswa (21,87%) mencapai nilai "kurang". Tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa pada Pretest Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dinilai memadai, dengan skor antara 53,1 dan 53,1 persen dan berada pada kisaran modus median 49 hingga 53,1.

 

b.    Deskripsi Data Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol Pretest

Hasil dari 32 peserta pretest mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan dengan bantuan SPSS 23.0 for Windows, diperoleh bahwa rata-rata skor Pretest untuk kemampuan berpikir kreatif siswa adalah 48,87, dibulatkan menjadi 49; skor median adalah 50; skor modus adalah 48; dan simpangan bakunya adalah 4,83, dibulatkan menjadi 5.

Skor tertinggi adalah 55, sedangkan skor terendah adalah 26. Hasilnya, skor tertinggi yang mungkin diperoleh adalah antara 55 dan 26, yaitu 29. Aturan k = 1 + 3 untuk menentukan interval kelas. 3 log n (k adalah jumlah kelas interval dan n adalah jumlah pengamatan), maka k sama dengan 1 ditambah 3. Dibulatkan menjadi 6, sehingga 3 log 32 = 5,96 dibulatkan ke bawah menjadi 5. Sehingga jumlah kelas seluruhnya adalah 6. Langkah terakhir adalah memperpanjang panjang k-interval yang semula R/k = 29 : 6 = 4,86 ​​menjadi nilai 5. Dengan demikian, kelas-kelas interval dapat dipecah bawah sebagai berikut.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol Pretest

 

Kelas Interval

Frekuensi

26-30

1

31-35

0

36-40

0

41-45

1

46-50

20

51-55

10

Jumlah

32

Penjelasan tabel di atas mengenai sebaran nilai yang didapatkan dari angket tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol pada kegiatan pretest dapat dijelaskan dalam bentuk histogram di bawah ini.

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.6 Histogram Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol Pretest

 

Besaran mean dan besaran penyimpangan akan dijadikan dasar mengkonversi nilai kasar menjadi skala 5 menggunakan formula.

 

 

 

Dari hasil penggunaan rumus di atas maka didapatkan data rentang dan data tingkaan sebagaimana tabel.

 

 

Tabel 4.9 Kriteria Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol  Pretest

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.13 di atas, 6,25% siswa yang mengambil Pretes Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol memenuhi kriteria sangat tinggi, 25% memenuhi kriteria sedang, 65,6% memenuhi kriteria rendah, dan 1% tidak memenuhi kriteria keduanya. kriteria. Kreativitas Siswa dalam Pemecahan Masalah pada Pretes Kontrol Kelas Dinilai Cukup, dengan Nilai Rata-Rata di Kisaran 47 hingga 51

c.    Deskripsi Data Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Posttest

Sebanyak 32 siswa mengikuti Posttest eksperimen tersebut, yang menghasilkan data kemampuan berpikir kreatif siswa. Statistik deskriptif yang diperoleh dengan menggunakan SPSS 23.0 for Windows mengungkapkan hal berikut tentang keterampilan berpikir kreatif kelas eksperimen: rata-rata 52, median 53, modus 55, dan standar deviasi 4.024 (semua angka dibulatkan ke bawah) menjadi 4.Skor tertinggi = 58, sedangkan skor terendah adalah 36. Oleh karena itu, rentang skor maksimum yang mungkin adalah 58–36, yang sama dengan 22. Aturan k = 1 + 3 untuk menentukan interval kelas. 3 log n (k adalah jumlah kelas interval dan n adalah jumlah pengamatan), maka k sama dengan 1 ditambah 3. Dibulatkan menjadi 6, sehingga 3 log 32 = 5,96 dibulatkan ke bawah menjadi 5. Sehingga jumlah kelas seluruhnya adalah 6. Setelah itu, panjang interval kelas R/k = 23 : 6 = 3,67 diperluas menjadi 4. Dengan demikian, kelas interval dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Posttest

 

Kelas Interval

Frekuensi

36-39

1

40-43

0

44-47

1

48-51

9

52-55

16

56-58

10

Jumlah

32

 

Penjelasan tabel di atas mengenai sebaran nilai yang didapatkan dari angket tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen pada kegiatan posttest dapat dijelaskan dalam bentuk histogram di bawah ini

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.7 Histogram Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Posttest

 

Besaran mean dan besaran penyimpangan akan dijadikan dasar mengkonversi nilai kasar menjadi skala 5 menggunakan formula

M + 1.5 X SD = 52 + (1.5 x 4) = 58

M + 0.5 X SD = 52 + (0.5 x 4) = 54

M – 0.5 X SD = 52 - (0.5 x 4) = 50

M – 1.5 X SD = 52 – (1.5 x 4) = 46

 Dari hasil penggunaan rumus di atas maka didapatkan data rentang dan data tingkaan sebagaimana tabel.

Tabel 4.11 Kriteria Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Posttest

 

No

Kriteria

Interval

Jumlah

Prosentase

1

Sangat tinggi

>58

0

0,00%

2

Tinggi

54-58

15

46,88%

3

Cukup

50-54

16

50,00%

4

Kurang

46-50

6

18,75%

5

Sangat kurang

<46

1

3,13%

Total

32

100%

 

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.11 di atas, 0% responden memenuhi standar sangat tinggi, 46% memenuhi standar sedang, 50% memenuhi standar tinggi, dan 17% memenuhi standar rendah pada Posttest Kreativitas Angket Siswa di Kelas Eksperimen.Keterampilan berpikir kreatif siswa pada posttest eksperimen dianggap cukup jika memperoleh skor minimal 50% dan memiliki skor rata-rata pada kisaran 50-54%.

 

d.   Deskripsi Data Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol  Posttest

Terdapat 32 responden yang datanya digunakan untuk menghasilkan estimasi kemampuan berpikir kreatif siswa pada Posttest kelompok kontrol. Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan dengan bantuan SPSS 23.0 for windows diketahui bahwa mean (Me) untuk variabel kemampuan berpikir kreatif pada kelas eksperimen Posttest adalah 52, median (Me) adalah 52, modus (Mo ) adalah 54, dan standar deviasi (Std. Dev.) adalah 5. Skor tertinggi yang mungkin adalah 56, sedangkan skor terendah yang mungkin adalah 26. Oleh karena itu, rentang skor maksimum yang mungkin adalah 56–26, yang sama dengan 30. Nilai k = 1 + 3 aturan untuk menentukan interval kelas. 3 log n (k adalah jumlah kelas interval dan n adalah jumlah pengamatan), maka k sama dengan 1 ditambah 3. Dibulatkan menjadi 6, sehingga 3 log 32 = 5,96 dibulatkan ke bawah menjadi 5. Sehingga jumlah kelas seluruhnya adalah 6. Setelah itu panjang periode kelas menjadi R/k = 30 : 6 = 5. Dengan demikian, kelas interval dapat dipecah menjadi sebagai berikut.

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol Posttest

 

Kelas Interval

Frekuensi

26-30

1

31-35

0

36-40

0

41-45

0

46-50

8

51-56

23

Jumlah

32

 

Penjelasan tabel di atas mengenai sebaran nilai yang didapatkan dari angket tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol pada kegiatan posttest dapat dijelaskan dalam bentuk histogram di bawah ini

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.8 Histogram Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol Posttest

 

Besaran mean dan besaran penyimpangan akan dijadikan dasar mengkonversi nilai kasar menjadi skala 5 menggunakan formula.

M + 1.5 X SD = 52 + (1.5 x 4) = 58

M + 0.5 X SD = 52 + (0.5 x 4) = 54

M – 0.5 X SD = 52 - (0.5 x 4) = 50

M – 1.5 X SD = 52 – (1.5 x 4) = 46

Dari hasil penggunaan rumus di atas maka didapatkan data rentang dan data tingkaan sebagaimana tabel.

 

Tabel 4.13 Kriteria Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol  Posttest

 

No

Kriteria

Interval

Jumlah

Prosentase

1

Sangat tinggi

>58

0

0,00%

2

Tinggi

54-58

13

40,63%

3

Cukup

50-54

10

31,25%

4

Kurang

46-50

8

25,00%

5

Sangat kurang

<46

1

3,13%

Total

32

100%

 

Angket kemampuan berpikir kreatif siswa kelas kontrol posttest dapat memperoleh 0 tanggapan atau 0,00% memenuhi kriteria terketat, 13 tanggapan atau 40,63% memenuhi kriteria terketat, kemudian 10 tanggapan atau 31,25% memenuhi kriteria cukup, 8 tanggapan atau 25,00% memenuhi kriteria kurang, dan 1 tanggapan atau 3,13% memenuhi kriteria paling ketat. Angket Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas kontrol Posttest terdiri dari kategori timggi dengan perolehan 40,63% dan dengan rata-rata yang terletak pada interval 54-58

e.    Deskripsi Data Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Pretest

Data pretest tes hasil belajar ips siswa kelas eksperimen dikumpulkan dari sekitar 32 responden. Menurut analisis deskriptif yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 23.0 for Windows, nilai rata-rata (mean) 18,21 diubah menjadi 18, nilai median 18, nilai modus 17, dan nilai standar deviasi 2 ,35 dikonversi menjadi 2, untuk variabel Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Pretest. Skor maksimum dan minimum masing-masing adalah 23 dan 12. Oleh karena itu, jumlah titik (range) maksimum yang mungkin dicapai adalah 23-12 = 11. Kelas interval menggunakan rumus k = 1 + 3. 3 log n, dimana k adalah jumlah interval yang besar dan n adalah jumlah yang besar data, menghasilkan k = 1 + 3. 3 log 32 = 5,96 diubah menjadi 6.  Lalu untuk menentukan panjang interval kelas adalah R/k=11:6=1,83 yang dibulatkan = 2, sehingga dapat digolongankan kelas intervalnya yaitu.

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Pretest

 

Kelas Interval

Frekuensi

12-13

1

14-15

2

16-17

9

18-19

10

20-21

7

22-23

3

Jumlah

32

 

Penjelasan tabel di atas mengenai sebaran nilai yang didapatkan dari angket tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas  eksperimen pada kegiatan pretest dapat dijelaskan dalam bentuk histogram di bawah ini

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.9 Histogram Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Pretest

Besaran  mean dan besaran penyimpangan akan dijadikan dasar mengkonversi nilai kasar menjadi skala 5 menggunakan formula.

M + 1.5 X SD = 18 + (1.5 x 4) = 24

M + 0.5 X SD = 18 + (0.5 x 4) = 20

M – 0.5 X SD = 18 - (0.5 x 4) = 16

M – 1.5 X SD = 18 – (1.5 x 4) = 12

Dari hasil penggunaan rumus di atas maka didapatkan data rentang dan data tingkaan sebagaimana tabel.

Tabel 4.15 Kriteria Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Pretest

No

Kriteria

Interval

Jumlah

Prosentase

1

Sangat tinggi

>24

0

0,00%

2

Tinggi

20-24

10

31,25%

3

Cukup

16-20

25

78,13%

4

Kurang

12-16

3

9,38%

5

Sangat kurang

<12

0

0,00%

Total

32

100%

 

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.19 diketahui bahwa untuk Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Pretest, 0% responden memenuhi kriteria sangat tinggi, 32% memenuhi kriteria sedang, 78,13% memenuhi kriteria rendah, dan 0% memenuhi kriteria yang sangat rendah. Prestasi belajar siswa pada Tes Hasil Belajar IPS untuk Eksperimental Pretest cukup dengan skor 78,13% dan berada pada rentang rata-rata (16-20).

f.     Deskripsi Data Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol Pretest

Tiga puluh dua skor tes responden disusun untuk Pretest Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol. Analisis deskriptif yang dilakukan dengan bantuan SPSS 23.0 for Windows mengungkapkan variabel Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol Pretest sebagai berikut: mean = 17, median = 17, modus = 16, dan standar deviasi = 2,00. Skor tertinggi yang mungkin adalah 21, sedangkan skor terendah yang mungkin adalah 10. Jadi skor tertinggi yang mungkin adalah 21, dan terendah adalah 10, sehingga total rentang skor yang mungkin adalah 11. Aturan k = 1 + 3 untuk menentukan interval kelas . Karena jumlah kelas interval (k) sebanding dengan jumlah pengamatan (n), maka diperoleh k = 1 + 3. Nilai 3 log 32 = 5,96 dikalikan menjadi 6. Jadi, jumlah kelas seluruhnya adalah 6 Kemudian, panjang interval kelas R/k = 11 : 6 = 1,833 diperluas menjadi 2. Dengan demikian, kelas interval dapat dipecah sebagai berikut:

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas kontrol Pretest

 

Kelas Interval

Frekuensi

10-11

1

12-13

0

14-15

3

16-17

16

18-19

10

20-21

2

Jumlah

32

 

Penjelasan tabel di atas mengenai sebaran nilai yang didapatkan dari angket tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada  kelas kontrol  pada kegiatan pretest dapat dijelaskan dalam bentuk histogram di bawah ini

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.10 Histogram Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol Pretest

 

Besaran mean dan besaran penyimpangan akan dijadikan dasar mengkonversi nilai kasar menjadi skala 5 menggunakan formula..

 

 

 

Dari hasil penggunaan rumus di atas maka didapatkan data rentang dan data tingkaan sebagaimana tabel.

Tabel 4.17 Kriteria Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol Pretest

 

 

 

 

Sesuai dengan informasi yang disajikan pada tabel 4.21 di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk Pretest Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol, 0% responden memenuhi kriteria sangat tinggi, 21,88% memenuhi kriteria sedang, 87,50% memenuhi kriteria cukup , 3,13% memenuhi kriteria rendah, dan 1% tidak memenuhi kriteria keduanya. Hasil Tes Hasil Belajar siswa IPS berada dalam kisaran "memadai", rata-rata mencapai 87,5 persen dengan perolehan nilai rata-rata pada tentang 15-19.

g.    Deskripsi Data Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Posttest

Hasil tes standar siswa IPS versi post-experiment dari 32 orang peserta didik terhadap hasil belajarnya dipresentasikan. Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan dengan bantuan SPSS 23.0 for Windows, maka dapat ditentukan variabel Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen berikut ini: mean = 20, median = 20, modus = 20, dan simpangan baku = 2, 06, dibulatkan menjadi 2. Skor minimal yang diperoleh adalah 13 dan maksimal 25. Untuk itu, rentang skor tertinggi yang mungkin adalah 25-13, yang sama dengan 12. Aturan k = 1 + 3 untuk menentukan interval kelas. Karena banyaknya kelas interval (k) sebanding dengan banyaknya observasi (n), diperoleh k = 1 + 3. Nilai 3 log 32 = 5,96 diekspansi menjadi 6. Jadi, jumlah kelas adalah 6 Selanjutnya, panjang periode kelas adalah R/k = 12: 6 = 2. Oleh karena itu, kelas interval dapat dirinci sebagai berikut.

 

Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Posttest

 

Kelas Interval

Frekuensi

13-14

1

15-16

0

17-18

4

19-20

16

21-22

8

23-25

3

Jumlah

32

 

Penjelasan tabel di atas mengenai sebaran nilai yang didapatkan dari tes hasil belajar IPS Siswa kelas eksperimen posttest pada kegiatan posttest dapat dijelaskan dalam bentuk histogram di bawah ini

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.11 Histogram Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Posttest

 

Besaran mean dan besaran penyimpangan akan dijadikan dasar mengkonversi nilai kasar menjadi skala 5 menggunakan formula..

 

 

 

Dari hasil penggunaan rumus di atas maka didapatkan data rentang dan data tingkaan sebagaimana tabel.

Tabel 4.19 Kriteria Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Posttest

 

No

Kriteria

Interval

Jumlah

Prosentase

1

Sangat tinggi

>26

0

0,00%

2

Tinggi

24-26

1

3,13%

3

Cukup

16-24

30

93,75%

4

Kurang

14-16

0

0,00%

5

Sangat kurang

<14

1

3,13%

Total

32

100%

 

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.19, diketahui bahwa untuk Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen Posttest, 0% responden memenuhi kriteria sangat tinggi, 3,13% memenuhi kriteria sangat tinggi, 93,75% memenuhi kriteria sangat tertinggi, dan 30 responden memenuhi kriteria sangat tinggi. Hasil belajar IPS Siswa kelas Eksperimen Posttest berada pada kriteria cukup dalam rentang 16-24.

h.    Deskripsi Data Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol  Posttest

Informasi dikumpulkan dari 32 responden untuk Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol. Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan dengan bantuan SPSS 23.0 for Windows, dapat disimpulkan variabel Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol Posttest sebagai berikut: mean = 17,81, dibulatkan menjadi 18; median = 18; modus = 17; dan standar deviasi = 2.10, dibulatkan menjadi 2. Skor tertinggi yang mungkin adalah 22, sedangkan skor terendah yang mungkin adalah 12. Oleh karena itu, rentang skor maksimum yang mungkin adalah 22-12, yang sama dengan 10. Aturan k = 1 + 3 untuk menentukan interval kelas. Karena banyaknya kelas interval (k) sebanding dengan banyaknya observasi (n), diperoleh k = 1 + 3. Nilai 3 log 32 = 5,96 diekspansi menjadi 6. Jadi, jumlah kelas adalah 6 Kemudian, panjang interval kelas R/k = 10:6 = 1,67 dibulatkan menjadi 2, dan bida digolongan kedalam kelas interval di bawah ini.

Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol  Posttest

 

Kelas Interval

Frekuensi

12-13

1

14-15

4

16-17

9

18-19

11

20-21

6

21-22

1

Jumlah

32

 

Penjelasan tabel di atas mengenai sebaran nilai yang didapatkan dari tes hasil belajar IPS Siswa kelas kontrol posttest pada kegiatan posttest dapat dijelaskan dalam bentuk histogram di bawah ini

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.12 Histogram Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol Posttest

Besaran mean dan besaran penyimpangan akan dijadikan dasar mengkonversi nilai kasar menjadi skala 5 menggunakan formula..

M + 1.5 X SD = 18 + (1.5 x 4) = 24

M + 0.5 X SD = 18 + (0.5 x 4) = 20

M – 0.5 X SD = 18 - (0.5 x 4) = 16

M – 1.5 X SD = 18 – (1.5 x 4) = 12

Dari hasil penggunaan rumus di atas maka didapatkan data rentang dan data tingkaan sebagaimana tabel.

Tabel 4.21 Kriteria Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Kontrol Posttest

 

No

Kriteria

Interval

Jumlah

Prosentase

1

Sangat tinggi

>24

0

0,00%

2

Tinggi

20-24

7

21,88%

3

Cukup

16-20

20

62,50%

4

Kurang

12-16

4

12,50%

5

Sangat kurang

<12

1

3,13%

Total

32

100%

 

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.21 di bawah ini, dapat disimpulkan bahwa untuk Posttest Tes Hasil Belajar IPS Siswa Kelas Eksperimen, 0% responden memenuhi standar sangat tinggi, 21,88% memenuhi standar, 62,50% memenuhi standar, 20 responden memenuhi standar, 12,50% memenuhi standar, dan 1% memenuhi standar sangat rendah. Hasil Tes Posttest IPS untuk Siswa di Kelompok Kontrol berada dalam kriteria cukup pada rentang 16-20.

 

 

2.    Analisis Observasi Aktivitas Guru

a.    Kelas Kontrol

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengajaran konvensional memberikan skor rata-rata 65, menempatkannya dalam kategori "tepat". Data di atas juga menjelaskan bahwa masih ada beberapa keterampilan pedagogik yang kurang dan perlu diperkuat. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, ketidakmampuan guru untuk memberikan pemahaman holistik tentang proses pembelajaran kepada siswa. Akibatnya, keduanya tidak mampu membuat siswa terlibat dalam diskusi yang bermakna.

b.    Kelas Eksperimen

Hasil skala penilaian menunjukkan bahwa kegiatan pendidikan dengan paradigma pembelajaran berbasis proyek memperoleh nilai rata-rata 77,89 dengan kategori baik. Itu menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapatkan hasil yang lebih baik daripada kelompok kontrol.

3.    Analisis Statistik Inferensial

a.    Pengujian Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data yang diperoleh dari penelitian mengikuti distribusi normal. Pengujian normalitas dilakukan pada data kinerja baseline (pre-test) dan end-point (post-test) (post test). Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menentukan normalitas distribusi. Jika tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05, data dikatakan berdistribusi normal; jika tidak, dikatakan memiliki distribusi abnormal. Hasil uji normalitas ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.22  Hasil Uji Normalitas

 

Variabel

Sign

Keterangan

Angket Eksperimen Pretest

0,402

Normal

Angket Kontrol Pretest

0,412

Normal

Angket Eksperimen Posttest

0,86

Normal

Angket Kontrol Postest

0,150

Normal

Tes Eksperimen Pretest

0,200

Normal

Tes Kontrol Pretest

0,008

Normal

Tes Eksperimen Postest

0,372

Normal

Tes Kontrol Postest

0,124

Normal

 

Berdasarkan hasil pengujian normalitas pengujian terhadap variabel penelitian diketahui bahwa semua variabel penelitian memiliki tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Bahwa semua variabel penelitian mengikuti distribusi normal ditunjukkan.

b.    Pengujian Homogenitas

Pengujian homogenitas digunakan untuk membandingkan varians data sebelum dan sesudah eksperimen dengan data kelompok kontrol. Homogenitas varians diuji dengan menggunakan uji statistik uji-F, yang membandingkan nilai varians terbesar dan terkecil. Jika nilai F dan F yang ditabulasi berbeda dan p lebih dari 0,05, maka diperlukan homogenitas. Hasil uji homogenitas ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.23 Hasil Pengujian Homogenitas

 

Variabel

Fhitung

Ftabel

Sign

Keterangan

Angket Pretest

4,226

4,15

0,077

Homogen

Angket Postetst

5,36

4,15

0,467

Homogen

Tes Belajar Pretest

4,687

4,15

0,029

Homogen

Tes Belajar Posttest

16,68

4,15

0,008

Homogen

 

Semua variabel menunjukkan Fhitung > Ftabel dan nilai signifikansi > 0,005 pada p > 0,05 yang ditentukan dari hasil uji homogenitas. Hal ini berarti bahwa semua data yang digunakan dalam penelitian ini konsisten satu sama lain.

c.    Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini, kami menggunakan analisis pengujian hipotesis berbasis uji (uji-t). Tabel berikut menampilkan hasil pengujian dari penelitian ini.

Tabel 4.24 Hasil Uji T

 

Variabel

Mean

Thitung

Ttabel

Sign

Keterangan

Kemampuan berpikir kreatif kelas eksperimen

52,4688

3,732

2,738

0,000

Signifikan

Kemampuan berpikir kreatif kelas kontrol

51,6250

Hasil belajar IPS kelas Eksperimen

19,9375

4,083

2,738

0,000

Signifikan

Hasil belajar IPS kelas kontrol

17,8125

Kemampuan berpikir kreatif kelas eksperimen

52,4688

43,186

2,738

0,000

Signifikan

Hasil Belajar IPS kelas eksperimen

17,8125

 

Jika nilai signifikan > a (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak (thitung)>(ttabel), dan sebaliknya jika p-value lebih kecil dari 0,05. Pengujian hipotesis secara parsial dengan menggunakan uji-t, seperti terlihat di bawah ini.

1)   Pengujian hipotesis pertama Pengaruh  Model Pembelajaran Berbasis Proyek  dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV SDN ....................... Diketahui nilai Sig hubungan pembelajaran berbasis proyek terhadap hasil belajar IPS adalah 0,000<0,05, dan nilai thitung 4,083 > ttabel 2,738, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha1 diterima, artinya ada pengaruh yang signifikan antara pembelajaran berbasis proyek terhadap hasil belajar IPS.

2)   Pengujian hipotesis kedua Pengaruh Kemampuan Berfikir Kreatif dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV SDN .......................

Diketahui nilai Sig untuk pengaruh kemampuan berpikir kreatif siswa dengan prestasi belajar IPS adalah 0,000 <0,05, dan nilai thitungnya adalah 43.186 > ttabel 2,738; Hal ini memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan bahwa siswa yang menerima perlakuan Ha2 diterima yang berarti terdapat pengaruh kemampuan berfikir kreatif dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN .......................

3)   Pengujian hipotesis ketiga bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berfikir kreatif secara simultan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

Untuk menguji hipotesis ketiga dengan menggunakan uji F, sebagai berikut.

 

 

 

Berdasarkan output di atas diketahui nilai signifikan untuk pengaruh model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berfikir kreatif secara simultan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS adalah sebesar 0,000< 0,05 dan nilai F hitung 1865,006>4,150, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang berarti terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berfikir kreatif secara simultan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

C.  Pembahasan

Hasil dapat diinterpretasikan berdasarkan penelitian dan analisis statistik yang dilakukan dengan menggunakan paket perangkat lunak statistik SPSS for Windows.

1.    Uji hipotesis parsial (uji t) dilakukan untuk memahami kepentingan relatif dari variabel-variabel yang menyusun model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menentukan hasil akhir belajar IPS.

a.    Model pembelajaran berbasis proyek telah terbukti berpengaruh pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi berbbagai pekerjaan. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis data dimana nilai thitung yang lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel (masing-masing 4,083 > 2,738), dan nilai signifikansi yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai ambang batas 5% (0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik yang menunjukkan bahwa paradigma pembelajaran berbasis proyek berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada penilaian IPS. Hipotesis awal (Ho) mengatakan bahwa tidak terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis proyek dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Hipotesis alternatif (Ha) mengatakan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis proyek dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Model pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa mata pelajaran IPS dikarenakan model pembelajaran mampu meningkatkan motivasi siswa, meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, meningkatkan kemampuan siswa dalam studi pustaka dan meningkatkan siswa untuk kolaborasi dalam tim kerja kelompok sesuai dengan pendapat dari Wena (2012:160). Model pembelajaran berbasis proyek termasuk pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered) dan menekankan pembelajaran pada keaktifan peserta didik dalam mempelajari, menemukan, dan membangun makna dari suatu materi pembelajaran sehingga pembelajaran tidak hanya dilaksanakan di dalam kelas saja. Model pembelajaran berbasis proyek  ini sangat menguntungkan baik bagi guru maupun siswa, model ini dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar dan siswa tidak terfokus pada materinya saja, akan tetapi siswa langsung dapat merangkai sebuah proyek. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian dari Erika (2015) yang dapat membuktikan bahwa model Berbasis Proyek  memberikan pengaruh yang tinggi terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V Sekolah Dasar.

b.    Keterampilan berpikir kreatif berpengaruh pada hasil belajar siswa dilihat dari hasil angket yang diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran. Terdapat perubahan pada beberapa indikator kemampuan berfikir kreatif yang terlihat pada saat proses pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis data dimana nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung 43,186 > ttabel 2,738), dan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari nilai ambang batas 0,05. Hasil yang berbeda nyata ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa berpengaruh terhadap hasil belajar mereka pada penilaian IPS. Hipotesis nol (Ho) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat berpikir kreatif siswa dengan kinerjanya pada tes standar IPS Kelas IV SDN ....................... Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan bahwa tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa berkorelasi dengan prestasi belajarnya pada Tes Prestasi Belajar Kelas IV IPS SDN Tigaraksa Kelas IV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ha diterima sedangkan Ho ditolak, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa berpengaruh terhadap kinerjanya pada tes standar IPS Kelas IV SDN ....................... Siswa yang mampu berpikir kreatif lebih mungkin berhasil di kelas IPS karena mereka lebih mampu mengganti satu cara berpikir dengan cara berpikir yang lain, menghasilkan jawaban yang lebih komprehensif dan lebih menarik bagi pendengar, dan sesuai dengan pendapat dari Munandar (2012 : 89). Kemampuan berpikir kreatif pada dasarnya merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan suatu kreativitas. Berpikir kreatif mampu memperkaya cara berpikir dengan alternatif yang beragam karena dapat memberi jawaban lebih luas dan beragam. Kemampuan berpikir kreatif seseorang dapat ditingkatkan dengan memahami proses dari berpikir kreatif dan berbagai faktor yang mempengaruhinya dengan latihan yang tepat. Kemampuan berpikir kreatif dapat membantu peserta didik untuk menemukan solusi yang lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan, mencapai tujuan pembelajaran, dan nilai akademis menjadi lebih baik. hasil penelitian dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh  Manurung (2020) dimana hasil penelitian membuktikan bahwa kemampuan berpikir kreatif memiliki pengaruh terhadap hasil belajar. Begipula penelitian dari Kristania (2016)  dapat membuktikan pengaruh kemampuan berpikir kreatif yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.

2.   Untuk lebih memahami pengaruh masing-masing variabel model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berpikir kreatif dan kritis siswa dalam batasan waktu tertentu, disajikan uji hipotesis (uji F) secara simultan. Hasil uji Form F menunjukkan bahwa tingkat signifikan kemampuan berpikir kreatif dengan model pembelajaran berbasis proyek adalah 0,000. Hasil ini dihitung dengan menggunakan SPSS versi 23. Fhitung>Ftabel, artinya 16.668>4.150. Selain tingkat signifikansi 0,000<0,05 menunjukkan penerimaan hipotesis, sehingga dapat disimpulkan bahwa dua variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen hasil belajar.

Hasil analisis data tersebut dilihat dari perolehan hasil belajar dan angket yang didapat pada posttest setelah siswa mendapatkan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek. Hasil ini sesuai dengan indikator kemampuan berfikir kreatif berupa berfikir lancar, Fleksibel dan orisinil di mana siswa mengajukan banyak pertanyaan dan aktif menjawab selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu siswa dapat menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. Indikator orisinilitas tergambar dari perilaku siswa dalam memberikan jawaban yang lain (baru) yang jarang diberikan kebanyakan orang. Kemampuan mengelaborasi terlihat ketika siswa dapat memperinci suatu gagasan terkait materi pelajaran.  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Kemampuan berfikir kreatif merupakan faktor yang barasal dari dalam diri siswa, namun hal tersebut dapat dirangsang dengan penggunaan model pembelajaran yang memberi rung pada siswa untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi materi pembelajaran. Maka penggunaan model pembelajaran berbasis proyek sebagai faktor eksternal dianggap tepat dan terbukti berpengaruh pada hasil belajar siswa. Sejalan dengan pendapat Slameto (2013) bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari faktor ekternal berupa desain instruksional yang digunakan selama pembelajaran, sedangkan faktor internal adalah kemampuan berpikir kreatif siswa.

Penggunaan model pembelajaran berbasis proyek dan kemampuan berfikir kreatif secara simultan dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS karena dapat digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan kreativitas dan dapat meningkatkan kapasitas siswa untuk berpikir logis, kritis, berorientasi pada detail, sistematis, kreatif, dan orisinal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ruseffendi (1988) bahwa pemahaman manusia terdiri dari beberapa kemampuan mental yang berbeda: kecepatan memproses informasi, ketepatan tata bahasa, memori semantik, kesadaran spasial, kelancaran verbal, dan kapasitas untuk memahami dan mengkomunikasikan ide-ide yang kompleks secara lisan. Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian dari Santoso(2017) yang menyatakan bahwa model pembelajaran dan kemampuan berpikir kreatif siswa mampu berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

D.  Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa masih terdapat beberapa keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti, sehingga penelitian menjadi kurang optimal. Penting untuk mengetahui berbagai kendala yang mungkin timbul selama proses penelitian, beberapa di antaranya tercantum di bawah ini:

1.    Pemahaman siswa dalam menginterpetasikan intruksi yang diberikan masih kurang, sehingga tahapan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek terkesan lambat.

2.    Pembuatan proyek terkait pembelajaran membutuhkan banyak waktu, sehingga harus dilakukan di luar kelas dan dalam jangka waktu yang cukup lama.

3.    Beberapa siswa sulit berkolaborasi dan lebih senang mengerjakan proyek sendiri. Hal tersebut membuat guru harus mempunyai inisistif dalam membengun kerjasama antar siswa selama proyek berlangsung.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan setelah diuraikan hasil analisis data pada bab sebelumnya maka kesimpulannya adalah:

1.    Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa sebelum  dan sesudah dibelajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek. Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran berbasis proyek berpengaruh pada hasil belajar IPS. Penggunaan model pembelajaran berbasis proyek terbukti mampu memfasilitasi siswa untuk lebih kreatif, terampil dalam memecahkan masalah serta berkolaborasi dalam kelompok.

2.    Kemampuan siswa dalam berpikir secara kreatif berpengaruh pada hasil belajar IPS, karena dengan memiliki keterampilan berpikir secara kreatif akan dapat mengembangkan teknik berpikir lancar, fleksibel, orisinal sehingga akan mampu memberikan jawaban yang luas dan bervariasi.

3.    Model pembelajaran berbasis proyek dan berpikir kreatif secara simultan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.  Kedua variable tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar. Sebagaimana diklasifikan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar terdiri dari faktor yang berasal dari dalam diri siswa  yaitu kemampuan berfikir kritis, dan faktor yang berasal dari luar berupa model pembelajaran berbasis proyek.

 

B.  Saran

Berdasarkan fakta-fakta temuan yang didapatkan oleh peneliti, saran-saran yang diberikan sebagai berikut:

1.    Pendidik agar mampu meningkatkan kemampuan mengimplementasikan  beragam metode dan model pembelajaran yang diharapkan dapat mempertinggi perolehan hasil belajar khususnya  dalam mengimplementasikan model pembelajaran berbasis proyek pada mata pelajaran IPS.

2.    Siswa agar melatih keterampilan berfikir kreatifnya melalui kegiatan pemebelajatan aktif. Perlunya kemampuan berfikir kreatif siswa dalam menunjang proses belajar mengajar agar mampu berperan secara aktif serta dapat memperoleh hasil belajar maksimal pada mata pelajaran IPS.

3.    Lembaga sekolah supaya lebih memfasilitasi guru dalam meningkatkan kompetensi melalui pelatihan khusussnya di SDN ...................... sebagai upaya  menunjang proses pembelajaran inovatif melalui penggunaan model pembelajaran berpusat pada siswa khususnya  pada mata pelajaran IPS.

4.    Kepada para peneliti, akademisi dan pemerhati pendidikan, perlunya dilakukan penelitin sejenis terutama pada mata pelajaran IPS sehingga dapat membantu guru dalam memecahkan masalah yang ditemui pada proses pembelajaran. Penting bagi guru dapat memfasilitasi proses pembelajaran yang dapat menumbuhkan kemampuan berfikir kreatif siswa melalui model pembelajaran berbasis proyek.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Abdullah, S.R. (2014). Pembelajaran saintifik untuk kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara

 

Adisusilo, S (2013). Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo. Persada

 

Ahmad, S. (2014). Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar,. Prenadamedia Group. Jakarta

 

Alwasilah, A.C. (2002). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

 

Andrianto, T.  (2013). Cara Cerdas Melejitkan IQ Kreatif Anak. Yogyakarta: Kata Hati.

 

Anita, L. (2010). Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-RuangKelas. Jakarta: Grasindo.

 

Arikunto, S. (2013), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta

 

Ariyana, Y. (2018). Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi Pada keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta : Direktor Jenderal Guru dan Tenaga kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

 

Barret, T. (2005). Understanding Problem Based Learning. Handbook of Enquiry and Problem-based Learning: Irish Case Studies and International Perspectives. AISHE READINGS.

 

Barrows, H.S, and Tamblyn, R.M., (1980).Problem Based Learning, An Approach to Medical Education, New York : Springer Publishing Company.

 

Bloom, S. (2014) Taxonomy of Educational Objective. New York:Longman

 

Bruce, J. dkk.( 2009). Models of Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Buchori, A. (2008). Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar, Bandung: Alfabeta

 

Depdiknas. 2007. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas

 

Dimyati dan Mudjiono, (2008).  Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta

 

Djahiri, K. (1989). Strategi Pengajaran Afektif Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung : Penerbit Granesia.

 

Djajadisastra, J. (2012). Metode Metode Mengajar 2. Bandung : Angkasa.

Gagne. (2014). Kegiatan Pembelajaran yang Mendidik. Jakarta : PT Asdi Mahasatya

 

Gay, L.R. dan Diehl, P.L. (1992), Research Methods for Business and. Management, , New York : MacMillan Publishing Company.

 

Grant, M.M. (2002). Getting A Grip On Project-Based Learning: Theory, Cases. And Recommendations. North Carolina: Meridian A Middle School. Computer Technologies.

 

Grieshober, W. E. (2004). Continuing a Dictionary of Creativity Terms & Definition. New York: International Center for Studies in Creativity State University of New York College at Buffalo.

 

Hamalik, O. (2014). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

 

Hanafiah, N dan Suhana, C. (2010). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung:Refika Aditama.

 

Hanafiah. (2010). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama

 

Hasan, C. (1994), Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan, Surabaya: Al Ikhlas.

 

Hasan, S.M. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Dirjendikti, Depdikbud RI.

 

Ibrahim. (2013). “Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Jamak”. Jakarta: Prenadamedia Group

 

Indrawati dan Setiawan. W. (2009). Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan untuk Guru SD. Jakarta: PPPPTK IPA.

 

Ismail,Fajri.(2018).Statistika untuk Penelitian Pendidikan dan Ilmu-ilmu Sosial,Jakarta : Prenadamedia Group

 

Istarani, (2012). Model Pembelajaran Inovatif, Medan: Media Persada

 

Jihad dan Haris. (2012). Evaluasi Pembelajaran . Yogyakarta : Multi Pressindo

 

Kemendikbud. (2013). Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses.Jakarta : Kemendibud

Kemendikbud. (2018). Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

 

Kemendikbud.2019. Hasil PISA Indonesia 2018: Akses Makin Meluas, Saatnya TingkatkanKualitas.https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2018-akses makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas

 

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.

 

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Rafika Aditama.

 

Made, W. (2012). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu. Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Majid, A dan Rochman, C. (2014). Pendekatan Ilmiah dalam. Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Morgan, and Streb. (2001). Using Service-Learning & Civic Enggament to Educate Student about Stakeholder Analysis. Online http://www.uc.edu/cdc/publications/research_ papers/Using_Servicelearning_Civic_Engagement_honadle_kennealy.pdf

 

Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta.

 

Munandar, U. (2012). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat Cet. 2. Jakarta:Rineka. Cipta

 

Purwanto. (2014). Evaluasi Hasil belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

 

Rawlinson, J. G. (1974). Berpikir Kreatif dan Brainstrorming. Jakarta: Erlangga.

 

Rawlinson, J. G. (1989). Berpikir Kreatif dan Sumbang Saran.. Jakarta: Binapura Aksara.

 

Ruseffendi, E.T. (1988). Penelitian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito.

 

Rusman, (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta:Grafindo Persada

 

Sabri, M.A. (2010) Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet. 5

 

Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta

 

Sani. (2014). Pembelajaran saintifik untuk implementasi kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Rosda Karya.

Slameto, (2013) Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta

 

Soetopo, H. (2005). Pendidikan dan Pembelajaran, Malang: Universitas Muhammadiyah

 

Sudjana, N dan Rivai, A. (2001) Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru

 

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

 

Sudjana. (2016). Metode Statistika. Bandung: Taristo

 

Sugiyanto. (2009). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru PSG Rayon 13.

 

Sugiyono, (2018) Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta

 

Sulaeman, M. (2016). Aplikasi Project Based Learning (PJBL) untuk Membangun Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa . Jawa Barat: Bioma.

 

Susanto, A. (2013). Teori Belajar Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

 

Susanto, A. (2015) Teori Belajar Dan Pembelajaran Disekolah Dasar. Jakarta: Prenada Media.

 

Sutirman, (2017).  Project Bassed Learning, Scientic Method, Jakarta: Bumi Aksara

 

Syah, M. (2011), Psikologi Belajar, Jakarta: Bumi Aksara

 

Taniredja,T. (2012). Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta

 

Tasrif. (2008). Pengantar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta: Genta Press.

 

Trianto, (2009). Model-Model Pembelajaran Inovatif BerorientasiKonstruktivistik , Jakarta: Penerbit Prestasi Pustaka

Warsono, dkk. (2012). Pembelajaran Aktif, Bandung: Remaja Rosda Karya

 

Wena, M. (2006). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: Bumi Aksara

 

Widdiharto, R. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika SMP: Makalah Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMP Jenjang Dasar. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika Yogyakarta.

 

Wena,Made (2013). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT Bumi.

 

Yani, A. (2012). Model Pembelajaran IPS, Jakarta Kementrian Agama

 

 

Jurnal

 

Afriana, J. (2015). Project Based Learning, Makalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran IPA Terpadu. Bandung: Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

 

Ahmadi & Aulia. (2020). Dampak COVID-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah, Keterampilan, serta Proses Pembelajaran. Jurnal Sosial & Budaya Syar'i, 7(5), 395-402.

 

Azhari & Somakim. (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Banyuasin III. Jurnal Pendidikan Matematika, 1(2).

 

Eyler, J., & Giles Jr, D. E. (1996). Where’s the Learning in Service-Learning? Jossey-Bass Higher and Adult Education Series. San Francisco, Journal ERIC. Pages: 315, Jossey-Bass, Inc., 350 Sansome St.

 

Febriyanti, A. (2020). Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning (Pjbl) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Pembelajaran Tematik Muatan Pelajaran IPA Peserta Didik Kelas V SD Negeri. JP3D (Jurnal Pembelajaran Dan Pengajaran Pendidikan Dasar), Bengkulu : Program Magister Pendidikan Dasar Universitas Bengkulu.

 

Feng, X. Z & H. R. Yu. (2014). A Novel Optimization Algorithm Inspired by The Creative Thinking Process.  Soft Comput. 19(10), 2955–2972 (2015), Shanghai Municipal Education Commission, and the Fundamental Research Funds for the Central Universities.

 

Goodman, B., & Stivers, J. (2010). Project-based learning. Educational psychology, 2010, 1-8. Diunduh dari http://www.fsmilitary.org/pdf/Project_Based_Learning.pdf.

 

Kristania (2016) Pengaruh Kemampuan Berpikir Kreatif dan Positif Terhadap Prestasi Belajar Matematika, Jurnal Kajian Pendidikan Matematika, vol 1.no1. 57-68

 

Kusadi (2020) Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Keterampilan Sosial Dan Berpikir Kreatif. Jurnal : TSCJ, Vol 3 No 1, Tahun 2020 p-ISSN : 2615-4692 e-ISSN : 2615-6105

 

Lestari (2021) Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Mata Pelajaran IPS di MTs. Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2019/2020. Journal of Social Studies | Vol 2, No 1, Juni 2021

 

Lestari, T. (2015). Peningkatan Hasil Belajar Kompetensi Dasar menyajikan Contoh Contoh Ilustrasi Dengan Model Pembelajaran Berbasis Proyek  dan Metode Pembelajaran Demonstrasi Bagi Siswa Kelas XI Multimedia SMK Muhammadiyah Wonosari. Skripsi. Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

 

Manurung (2020), Pengaruh Kemampuan Berpikir Kreatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, vol 4, no 4, 1291-1301

 

Muhammad (2022) Pengaruh Model Project-Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SD. Bandung : Journal of Elementary Education Volume 05 Number 03, May 2022,E P--ISSN ISSN: : 2614 2614--4 40085 93

 

Niswara, R., Muhajir, & Untari, M.F.A. (2019). Pengaruh Model Project Based Learning Terhadap High Order Thinking Skill. Denpasar : Mimbar PGSD Undiksha, 7(1992), 85–90

 

Nurrita, T. 2018. Pengembangan Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Palembang : Jurnal Misykat. Vol.3 No.1

 

Puspita. (2019) Penerapan Model Project Based Learning (PjBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Peserta Didik, Bandung : Jurnal JP2EA, Vol. 5 No. 2, Des. 2019, 119- 131

 

Raelin, J.A.(2008).Work-Based Learning: Bridging knowledge and action in the worksplace. San Francisco: Jossey-Bass.

 

Saefudin, A.A. (2012). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Al-Bidayah. 4(1): 37-48.

 

Santosa (2017), Pengaruh Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Kreatif Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa di SMA Negeri 5 Depok Kelas 11 IPS. Jurnal Pendidikan Sejarah, vol 6 no 2, 1056-1082

 

Sari, E.M. (2015). Pengaruh Model Project Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPS di Kelas V SD N 30 Pontianak Selatan. Tersedia di Http://ejournal.unesa.ac.id

Shriki, A. (2010). Working Like Real Mathematicians: Developing Prospective Teachers’ Awareness of Mathematical Creativity Through Generating New Concepts. Educ Stud Math, 73(2): 159-179.

 

Siswono, T.Y.E. (2008), Model pembelajaran matematika berbasis pengajuan dan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, Penerbit Unesa University Press

Sjukur, S.B. 2012. Pengaruh Blended Learning Terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Siswa Tingkat SMK.  Surakarta : Jurnal Pendidikan Vokasi. Vol. 2. Nomor 3, 368-378, November 2012.

Sahwari, (2021). Pengaruh Kemampuan Berfikir Kreatif Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika SMP Negeri 5 Panji Kabupaten Situbondo, Jurnalika: Ikatan Alumni PGSD UNARS. Vol. 9. Nomor 1, Juni 2021

Tillman, D. (2013). Implications of Problem Based Learning (PJBL) in Elementary Schools Upon the K-12 Engineering Education Pipeline. 120th ASEE Annual Conference & Exposition, The University of Texas at Paso (UTEP), 23-26 Juni.

Wahyuni, (2018) Hubungan Kemampuan Berpikir Kreatif Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa, Jurnal Teori dan Terapan Matematika, Vol 17, no 2, 1412-1456

Woltering, V., Herrler, A., Spitzer, K., & Spreckelsen, C. (2009). Blended learning positively affects students’ satisfaction and the role of the tutor in problem based learning process : results of a mixed method evaluation. Journal : Adv in Health Sci Educ, 725-738. 

 

 

Untuk mendapatkan file lengkap, silahkan : klik DOWNLOAD atau hub. (WA) 081327121707 - (WA) 081327789201 terima kasih

 

 

 

 

 

 

 

 

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih