Loggo
LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR KIMIA MATERI
SIFAT-SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER
PADA SISWA KELAS XII SMAN .....................
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Kenaikan Pangkat dari Golongan ...... ke ......
Oleh
..........................................
NIP. ..............................
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN ...............................
SMAN .....................
Jl. ..............................................................
201...
HALAMAN
PENGESAHAN
LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
1. a. Judul Penelitian : Meningkatkan Prestasi Belajar Kimia Materi Sifat-Sifat
Koligatif Larutan Non Elektrolit dan Elektrolit Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together pada Siswa Kelas XII SMAN .....................
b.
Bidang Ilmu : Kimia
c.
Kategori Penelitian : Strategi
Pembelajaran
d. Jenis Penelitian : Penelitian
Tindakan Kelas
2. Ketua
Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar : ……………..
b.
NIP : ………….
c. Pangkat / Golongan : Pembina, IV/a
d. Jabatan :
e. Instansi :
SMAN .....................
f.
Tempat Penelitian : SMAN .....................
3. Lama
Penelitian : 3 bulan (Bulan ……….. sampai dengan Bulan ……. 20…)
4. Sumber
Biaya : Swadaya
…………….,…………………….
Petugas Perpustakaan Peneliti
…………………….. ………………………
NIP. …………………….. NIP. ……………………..
Mengetahui/Mengesahkan
Kepala Sekolah
………………….
NIP.……………………..
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdullilah kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Penelitian Tindakan Kelas di SMAN ..................... dengan lancar. Laporan ini dibuat
oleh penulis dalam rangka memenuhi pengajuan
pada penilaian angka kredit unsur pengembangan profesi guru untuk kenaikan
pangkat dari golongan … ke …….
Terselesaikannya penelitian
ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak dan pada kesempatan ini ijinkan
peulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang baik langsung maupun tidak langsung telah membantu penyusunan
laporan ini, yaitu kepada yang terhormat:
1.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten ,…………….
atas Ijin dan pertimbangan terhadap pelaksanaan PTK selama
kegiatan berlangsung.
2.
Pengawas SMA Dinas Pendidikan Kabupaten …………. , atas Saran, Ijin dan pertimbangan terhadap pelaksanaan PTK
selama kegiatan berlangsung
3.
Kepala
sekolah SMAN ..................... yang telah memberikan Saran, Ijin dan
pertimbangan terhadap pelaksanaan PTK selama kegiatan berlangsung.
4.
Bapak
dan Ibu Guru SMAN ..................... yang telah membimbing dan memotifasi serta mengarahkan kami hingga
kegiatan Program Penelitian Tindakan Kelas
ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Dan akhirnya saya menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini banyak kelemahan atau kekurangan
untuk itu, saya berharap kepada pembaca berkenan memberikan saran dan kritik
yang membangun. Untuk itu sebelumnya kami ucapkan terimakasih.
......................, ...................
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii
ABSTRAK......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.........................................................
B.
Identifikasi Masalah ..............................................................
C.
Pembatasan Masalah .............................................................
D.
Perumusan Masalah ...............................................................
E.
Tujuan Penelitian ...................................................................
F.
Kegunaan Penelitian ..............................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ...........................................................................
B. Kerangka Berpikir .................................................................
C. Hipotesis Tindakan ................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Setting Penelitian...................................................................
B.
Subjek Penelitian ...................................................................
C.
Data dan Sumber Data...........................................................
D.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data .....................................
E.
Validitas Data........................................................................
F.
Teknik Analisa Data ..............................................................
G.
Kriteria dan Indikator Keberhasilan.......................................
H.
Prosedur Penelitian ................................................................
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tindakan
B. Pembahasan............................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................
B. Saran.......................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
Tabel 3.1 Kriteria
Penilaian Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa.........
Tabel 4.1 Hasil
Tes Formatif Kondisi Awal................................................
Tabel 4.2 Rekapitulasi
Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Kondisi Awal
Tabel 4.3 Rekapitulasi
Nilai Tes Formatif Pembelajaran Kimia pada
Siklus I
Tabel 4.4 Rekapitulasi
Hasil Observasi Peningkatan Aktivitas Siswa pada Siklus I
Tabel 4.5 Rekapitulasi
Nilai Tes Formatif Pembelajaran Kimia pada
Siklus II
Tabel 4.6 Rekapitulasi
Hasil Observasi Peningkatan Aktivitas Siswa pada
Siklus II
Tabel 4.7 Nilai
Hasil Tes Formatif Temuan Awal, Siklus I
dan Siklus II
Tabel 4.8 Rekapitulasi
Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Temuan Awal, Siklus I dan Siklus
II
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
Gambar 4.1 Grafik
Peningkatan dan Penurunan Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I dan II
Gambar 4.2 Grafik
Peningkatan Nilai Rata-rata Belajar Siswa
Pada Siklus I dan II
Gambar 4.3 Grafik
Ketuntasan Siswa Berdasarkan Tingkat Aktivitas Siswa Pada Siklus I dan II ..................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 Surat Pernyataan Kesediaan menjadi Observer
Lampiran 3 Jurnal Kegiatan Penelitian
Lampiran 4 Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Siklus I
Lampiran 4 Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Siklus II
Lampiran 5 Daftar Hadir Siswa Kondisi Awal, Siklus I
dan Siklus II
Lampiran 6 Daftar Hadir Peneliti Dan Observer Kondisi
Awal, Siklus I dan Siklus II
Lampiran 7 Daftar Nilai Tes Formatif Kondisi Awal,
Siklus I dan Siklus II
Lampiran 8 Lembar Observasi Peningkatan Motivasi Siswa
Dalam Kegiatan Pembelajaran Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Lampiran 9 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa
Lampiran 10 Dokumentasi
Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Catt :
Untuk lembar pengesahan yang bertanda tangan disesuaikan dengan kondisi
setempat
DAFTAR LAMPIRAN TOLONG DISESUIKAN
CATT :
Semua file yang ada tulisan cetak, dicetak !
ABSTRAK
Oleh :
..............................................
NIP. ...........................
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah
“Apakah dengan menerapkan model Pembelajaran tipe Head Together dapat
meningkatkan aktivitas dan Hasil Belajar siswa pada mata pelajaran Kimia di XII SMAN .....................
Tahun Pelajaran 201../201..”. Sedangkan
penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas dan hasil belajar siswa
akan meningkatkan dengan menerapkan Model Pembelajaran tipe Head Together Pada
Mata Pelajaran Kimia di XII SMAN ..................... Tahun Pelajaran 201../201.. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, tahap pemantauan dan evaluasi. Subyek penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas XII SMAN ..................... Tahun Pelajaran 201../201... Data yang
dikumpulkan berupa Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Kimia. Tehnik
pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan, Hasil belajar siswa dan
hasil tes terhadap perolehan hasil belajar siswa. Data yang telah terkumpul
dianalisis dengan memadukan dan sekaligus membandingkan hasil siklus pertemuan
pertama dan pertemuan kedua. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum
Hasil belajar siswa kelas XII SMAN ..................... Tahun Pelajaran 201../201..dalam mata
pelajaran Kimia dapat di tingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran tipe
Head Together.
Pada observasi awal aktivitas belajar menunjukkan peningkatan dari 8 siswa atau 40% pada studi
awal menjadi 16 siswa atau 80% pada
siklus pertama dan 20 siswa atau 100%
pada siklus terakhir, dan rata-rata hasil belajar studi awal sebesar 53,00,
pada siklus I nilai
rata-rata yang diperoleh
siswa adalah 62,00
dan pada siklus II rata-rata nilai yang diperoleh siswa adalah 75,50 pada akhir siklus kedua serta didukung dengan peningkatan ketuntasan
belajar pada keadaan awal
sebanyak 3 siswa (15%), setelah dilaksanakan perbaikan dengan penerapan
penerapan penerapan model pembelajaran Numbered
Head Together pada siklus I meningkat menjadi 9 siswa atau 45%
dan pada siklus II meningkat kembali menjadi 18 siswa atau 90%. Dapat diambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan model Pembelajaran tipe Numbered Head Together Hasil
belajar siswa dalam mata pelajaran Kimia di kelas XII SMAN
..................... Tahun Pelajaran
201../201.., meningkat dan penelitian ini dapat diterima”.
Kata Kunci : Aktivitas, Hasil Belajar, Tipe Numbered
Head Together
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang pada hakekatnya adalah
usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, memiliki peranan penting
dalam mendewasakan seseorang. Dengan pendidikan manusia menjadi berbudaya,
manusia akan menjadi bijaksana dalam menentukan sikap moralnya, manusia akan
menjadi pribadi yang dewasa dimana seluruh kehidupannya didasari oleh potensi
akal dan perasaannya, sehingga kompleksitas kehidupan dapat dijalaninya dengan
baik dan benar. Oleh karena itu, masalah pendidikan tidak akan pernah selesai
karena manusia sendiri selalu berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan..
Kita tidak bisa lagi mempertahankan
paradigma lama tentang dunia pendidikan. Teori, penelitian dan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar membuktikan bahwa para guru sudah harus mengubah
paradigma pengajaran. Kita perlu menelaah kembali praktik-praktif pembelajaran
di sekolah-sekolah . peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam
mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan
bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang
selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah. Ada persepsi umum yang sudah berakar
dalam dunia pendidikan juga sudah menjadi harapan masyarakat.
Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah
merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatanmuatan
informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh
siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi . lebih celaka lagi siswa belajar
dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh
tuntutan-tuntutan mengajar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi. Tampaknya
perlu adanya perubahan dalam menelaah proses belajar siswa interaksi antara
siswa dan guru. Sudah seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga lebih
mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi
dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain
itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa
juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan
merupakan wadah yang tepat untuk mengajar dan mendidik anak-anak agar anak
didik mempunyai bekal kemampuan dan keterampilan, guna kehidupan di masa ini dan
di masa datang. Oleh karena itu ukuran berhasil tidaknya suatu pendidikan
tergantung pada seluruh komponen sekolah dimana seseorang melakukan proses
belajar mengajar. Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas hasil belajar,
faktor guru sangatlah menentukan. Posisi dan peran guru sebagaimana ditegaskan
oleh Sardiman (1987: 123) “tidak semata-mata trasfer of knowledge, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of value dan sekaligus
pembimbing yang mengarahkan dan menuntun siswa dalam belajar”.
Dari kutipan tersebut di atas, ternyata
keberhasilan dalam proses belajar mengajar tidak hanya diukur dari meningkatnya
pengetahuan anak, tetapi juga harus meningkat pemahamannya terhadap nilai nilai
moral. Keadaan yang demikian ini menuntut guru untuk dapat meningkatkan
kualitas mengajarnya melalui berbagai macam kegiatan konstruktif sehingga dapat
memaksimalkan hasil mengajar.
Bahkan banyak penelitian menunjukkan bahwa
pengajaran oleh rekan sebaya (pear teaching) ternyata lebih efektif daripada
pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak
didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur
disebut sebagai sistem “ kerja kelompok” atau cooperative learning dalam sistem ini, guru bertindak
sebagai fasilitator.
Beberapa alasan penting mengapa sistem
pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan
proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis
yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan
keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang
berubah dan berkembang pesat. Namun pada kenyataanya metode kerja kelompok
sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negatif memang
bermunculan dalam pelaksanaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak
berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul
perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu
telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya metode kerja kelompok yang
seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan
bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasan dan kekecewaan.
Sebagai upaya dalam peningkatan hasil
belajar, peneliti melakukan observasi pada kelas XII, hal ini dilakukan untuk
melihat apakah terdapat permasalahan pada proses pembelajaran maupun pada hasil
belaja pada pembelajaran kimia. Dari hasil observasi tersebut ditemukan permasalahan
pada hasil pembelajaran kimia terhadap materi-materi kimia. Salah satunya pada materi
sifat-sifat koligatif larutan non elektrolit dan elektrolit, hal ini diperkuat
dengan nilai rata-rata hasil ulangan semester dalam pembelajaran kimia masih
relatif rendah yaitu di bawah KKM sebesar 70.
Dari hasil observasi awal di kelas
tersebut terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan terlihat bahwa dalam
proses belajar mengajar kimia guru menggunakan model pembelajaran konvensional.
Dalam penerapan model pembelajaran konvensional ini guru yang lebih aktif
berperan sehingga siswa menjadi pasif. Rendahnya hasil belajar kimia tersebut
salah satunya berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam mengolah proses
pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dan peningkatan terhadap
pengajaran kimia di sekolah,diantaranya dengan memperbaiki pelaksanaan kegiatan
mengajar kimia yang tidak hanya menekankan pada pencapaian kurikulum,tetapi
juga membuat siswa aktif. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi sifat-sifat koligatif larutan non
elektrolit dan elektrolit diantaranya dengan memilih model pembelajaran dan
media penunjang yang sesuai dengan sub pokok bahasan yang akan disampaikan.
Dalam metode pembelajaran cooperative
learning bukan sekedar
kerja kelompok yang diutamakan tetapi pada penstrukturannya, jadi sistem
pengajaran cooperative learning
bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur,
menurut (Jhonson dan Jhonson 1993), yang termasuk di dalam struktur ini adalah
lima unsur pokok , yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama dan proses kelompok.
Kekhawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual
bisa terancam dalam menggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena
dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya
belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar
tanggung jawab.
Metode pembelajaran gotong royong dirancang
sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan
tanggung jawab pribadinya karena ada system akuntabilitas individu. Siswa tidak
bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan
dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya. Dari latar belakang masalah
tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat pengaruh model
pembelajaran Numbered Head Together
terhadap prestasi belajar siswa dengan mengambil judul “Meningkatkan Prestasi
Belajar Kimia materi Sifat-sifat koligatif larutan non elektrolit dan
elektrolit melalui Model Pembelajaran Numbered
Head Together pada Siswa kelas XII SMAN ......................
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah “ Apakah dengan menggunakan model
pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar Kimia materi sifat-sifat koligatif larutan non elektrolit dan elektrolit pada siswa Kelas XII SMAN ...................... ?
pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar Kimia materi sifat-sifat koligatif larutan non elektrolit dan elektrolit pada siswa Kelas XII SMAN ...................... ?
C. Cara Pemecahan Masalah
Hal di atas adalah suatu permasalahan
yang harus mendapat perhatian khusunya dari penyelenggara pendidikan. Untuk
mengatasinya diperlukan suatu strategi pembelajaran diskusi yang sesuai dengan
materi yang akan diajarkan salah satunya menggunakan model Pembelajaran Numbered Head Together. Model ini
digunakan untuk mendapat partisipasi siswa baik secara keseluruhan maupun
secara individual dalam proses pembelajaran.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan atas rumusan masalah di atas
, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1. Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran model Numbered Head Together terhadap hasil
belajar Kimia materi Sifat-sifat koligatif larutan non elektrolit dan
elektrolit siswa kelas XII SMAN ......................
2. Ingin mengetahui bagaimanakah pemahaman dan
penguasaan mata pelajaran Kimia materi sifat-sifat koligatif larutan non
elektrolit dan elektrolit setelah diterapkannya pembelajaran model Numbered Head Together pada siswa kelas XII
SMAN ......................
E. Manfaat Hasil Penelitian
1. Bagi siswa
Dapat menikmati model pembelajaran yang
tidak seperti biasanya sehingga mereka tidak jenuh dan tertarik untuk mengikuti
proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
2.
Bagi
guru
Dapat mengembangkan metode dalam
pembelajaran Kimia agar lebih bervariatif sehingga tidak menimbulkan kebosanan
bagi peserta didiknya.
3.
Bagi
sekolah
Hasil pengembangan ini dapat dijadikan
acuan dalam upaya pengadaan inovasi pembelajaran Kimia bagi para guru kimia
yang lain
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Kajian teori
1. Pembelajaran Kimia SMA
Pada hakikatnya belajar dan pembelajaran
adalah suatu kegiatan yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia,
dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Aktualisasi potensi amat berguna bagi manusia untuk dapat menyesuaikan diri
demi pemenuhan kebutuhannya. Belajar (Slameto, 2003:2) adalah suatu proses,
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan belajar menurut W.S Winkel (2004:59)
yaitu suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
dan nilai sikap. Hasil dari belajar tidak hanya sekedar perubahan tingkah laku
namun juga perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai
sikap.
Menurut Oemar Hamalik (2008:57) pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun dari manusia, material, fasilitas, perlengkapan,
dan prosedur, yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan pembelajaran kimia merupakan suatu upaya guru dalam menyampaikan ilmu
kimia serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan pembelajaran
kimia dibutuhkan strategi, metode, teknik maupun model pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran kimia dapat tercapai dengan optimal.
Strategi pembelajaran merupakan
cara-cara yang digunakan oleh guru untuk memilih kegiatan belajar yang akan
digunakan selama proses pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara yang
digunakan guru, yang dalam menjalankan tugasnya merupakan alat untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Teknik pembelajaran merupakan jalan, alat, atau media yang
digunakan guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang
ingin dicapai dalam pembelajaran (Hamzah B. Uno, 2007:2).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut
disimpulkan bahwa pembelajaran kimia adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru dengan bahan ajar materi kimia dan dilaksanakan dengan menarik sehingga
siswa memperoleh berbagaipengalaman di bidang kimia sesuai dengan standar isi
sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, serta nilai
sikap dalam diri siswa terhadap kimia.
Berdasarkan standar isi yang termuat dalam
Permendiknas No. 22 tahun 2006, mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut,
a. Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari
keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa;
b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif,
terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain;
c. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode
ilmiah melalui
percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis
dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrument, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis;
percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis
dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrument, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis;
d. Meningkatkan
kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi
individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan
melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat;
e. Memahami konsep, prinsip, hukum dan teori kimia
serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari dan teknologi.
Sementara itu tujuan pembelajaran kimia
menurut Tresna Sastrawijaya (1988:113) adalah memperoleh pemahaman yang tahan
lama perihal berbagai
fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, mempunyai keterampilan dalam menggunakan laboratorium, serta mempunyai sikap ilmiah dalam kehidupan sehari-hari. Belajar kimia dikatakan berhasil jika tujuan pembelajaran kimia dapat tercapai.
fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, mempunyai keterampilan dalam menggunakan laboratorium, serta mempunyai sikap ilmiah dalam kehidupan sehari-hari. Belajar kimia dikatakan berhasil jika tujuan pembelajaran kimia dapat tercapai.
Pembelajaran kimia dilakukan dengan
memberikan metode pembelajaran yang tepat untuk tiap-tiap materi. Hal ini
dikarenakan pada tiap-tiap materi dalam kimia memiliki karakteristik
tersendiri.
Beberapa teknik yang dapat diterapkan
dalam mempelajari kimia disesuaikan dengan sifat-sifat khas dari ilmu kimia
(Tresna Sastrawijaya, 1988:174) yaitu : 1) mempelajari kimia dengan pemahaman
konsep, 2) dari materi yang mudah ke sukar, 3) menggunakan berbagai teknik
menghafal, menyelesaikan soal, penguasaan konsep, menguasai aturan kimia,
penyelesaian masalah di laboratorium, dan 4) mengaitkan dengan kehidupan
sehari-hari. Misalnya pada bahasan struktur atom, metode yang paling tepat yaitu dengan ceramah disertai dengan ilustrasi visual yang memudahkan siswa menangkap maksud dari teori, konsep serta hukum di dalamnya. Dengan demikian, peran guru kimia pun makin meningkat karena dituntut untuk merencanakan metode pembelajaran yang menarik dan sesuai sehingga dapat membantu siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
sehari-hari. Misalnya pada bahasan struktur atom, metode yang paling tepat yaitu dengan ceramah disertai dengan ilustrasi visual yang memudahkan siswa menangkap maksud dari teori, konsep serta hukum di dalamnya. Dengan demikian, peran guru kimia pun makin meningkat karena dituntut untuk merencanakan metode pembelajaran yang menarik dan sesuai sehingga dapat membantu siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
Di samping itu, proses pembelajaran
yang tepat akan dapat meningkatkan perhatian dan motivasi siswa sehingga tidak
cepat merasa bosan dalam belajar kimia serta tercipta suasana belajar yang
menyenangkan baik secara fisik maupun psikologis. Apabila hal tersebut
tercapai, maka siswa akan lebih siap dalammenerima pelajaran kimia (Hamzah
B.Uno, 2007: 136).
2. Aktivitas Belajar Siswa
Dalam kegiatan belajar siswa harus aktif
berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya
aktivitas sebab tanpa adanya aktivitas, proses belajar tidak dapat berlangsung
dengan baik. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang
terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan aktifitas. Aktivitas belajar
adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik
sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar
sedangkan kegiatan psikis berupa keterampilan terintegrasi( Sanjaya, 2011:88).
Aktivitas belajar siswa yang tinggi dipengaruhi oleh motivasi siswa tersebut
dalam mengikuti pembelajaran. Menurut Hamalik (1992:35) motivasi adalah proses
membangkitkan, mempertahankan, dan mengontrol minat-minat. Melalui motivasi
akan timbul perbuatan seperti belajar. Ketika siswa mempun yai motivasi yang
sangat tinggi untuk mengikuti pembelajaran maka aktivitas belajar yang
dihasilkan akan tinggi. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi
(guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang
dimaksudkan disini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil yang
diperoleh siswa setelah mempelajari materi, yang diwujudkan melalui perubahan
pada diri murid tersebut. Sehubungan dengan hal ini (Surakhmad 1995 : 66)
mengatakan : “Pola tingkah laku tersebut terlihat pada perubahan reaksi dan
sikap siswa secara fisik maupun mental
Jadi dapat dikatakan bahwa hasil belajar
merupakan salah satu ukuran berhasil tidaknya seseorang setelah menempuh
kegiatan belajar disekolah dan untuk mengetahui tingkat keberhasilannya maka
perlu dilakukan penilaian berupa tes. Dr. Mulyono, (1999 : 39) mengemukakan Hasil
belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh siswa ”. Selajutnya
dikemukan pula bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa
setelah melalui kegiatan belajar. Kemampuan yang dimaksud adalah sesuatu usaha
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang relatif menetap.
Menurut Slameto (1995:2) bahwa belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannyasendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana
dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas,
dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah
suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu.
Sedangkan menurut Nur kencana (1986 :
62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau
diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar
merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individusebagai hasil
aktivitas dalam belajar. Hasil belajar siswa perlu diketahui oleh siswa dan
beberapa pihak yang bersangkutan dengan siswa yaitu guru, orang tua siswa dan
sekolah. Siswa perlu mengetahui hasil belajarnya supaya dapat mengetahui sejauh
mana siswa telah menguasai materi pelajaran yang telah dipelajari bernilai
sedang atau rendah sehingga dapat menetukan langkah yang tepat tindakan
selanjutnya. Sedangkan orang tua untuk memberi bimbingan demi peningkatan hasil
belajanya.
Berdasarkan taksonomi Bloom hasil belajar
siswa mencakup tiga ranah yaitu kongnitif (Pengetahuan), Afektif (Sikap), dan
Psikomotor (Keterampilan ). Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat
dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah
dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu
baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dan kemudian
akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
4. Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Slameto dalam bukunya, Belajar
dan Faktor- yang
Mempengaruhinya (2003,54-72) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu.
Mempengaruhinya (2003,54-72) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu.
a. Faktor Internal
Faktor internal meliputi faktor
fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor
fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan
jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya disbanding jasmani yang keadaannya
kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus
cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan
jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah. Faktor psikologis
yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut
diantaranya 1) adanya keinginan untuk tahu, 2) agar mendapatkan simpat dari
orang lain, dan 3) untuk memperbaiki kegagalan, serta 4) untuk mendapatkan rasa
aman
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor dari luar
diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari
orang tua, sekolah dan masyarakat.
1) Faktor yang berasal dari orang tua
Faktor yang berasal dari orang tua ini
utamanya adalah sebagai cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dalam hal ini
dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis,
pseudo demokratis, otoriter atau cara laisses faire. Cara atau tipe
mendidik yang demikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula
kekurangannya. Menurut hemat peneliti, tipe mendidik sesuai dengan kepemimpinan
Pancasila lebih baik dibandingkan tipe-tipe diatas. Karena orang tua dalam
mencampuri belajar anak tidak akan masuk terlalu dalam. Prinsip kepemimpinan
Pancasila sangat manusiawi, karena orang tua akan bertindak ing ngarsa sung
tulada, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani. Dalam
kepemimpinan Pancasila ini berarti orang tua melakukan kebiasaan-kebiasaan yang
positif kepada anak untuk dapat diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan
anak selama belajar baik langsung maupun tidak langsung, dan memberikan
arahan-arahan manakala akan melakukan tindakan yang kurang tertib dalam
belajar. Dalam kaitan dengan hal ini, Tim Penyusun Buku Sekolah Pendidikan Guru
Jawa Timur (1989:8) menyebutkan, “ Di dalam pergaulan di lingkungan keluarga
hendaknya berubah menjadi situasi pendidikan, yaitu bila orang tua
memperhatikan anak, misalnya anak ditegur dan diberi pujian” Pendek kata,
motivasi, perhatian, dan kepedulian orang tua akan memberikan semangat untuk
belajar bagi anak
2) Faktor yang berasal dari sekolah
Faktor yang berasal dari sekolah, dapat
berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh dan metode yang diterapkan.
Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang
menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran,
karena kebanyakan anak memusatkan perhatiannya kepada yang diminati saja,
sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Ketrampilan, kemampuan dan kemauan belajar anak tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi
tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar.
3) Faktor yang berasal dari masyarakat
Anak tidak lepas dari kehidupan
masyarakat. Faktor yang bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan
anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau tidak
mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhinya.
Dengan memiliki kemampuan pada suatu
mata pelajaran, baik itu pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang mampu
dikembangkan, siswa diharapkan dapat menggali kemampuan-kemampuan tersebut
dalam menghadapi masalah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan
bernalar, maupun kemampuan menerima dan mengemukakan suatu informasi secara
tetap dan cermat merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan dalam berbagai
bidang.
5. Pengajaran Kooperatif
a. Pengertian Pempelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2007: 12) cooperative
learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan paham konstruktivitas. Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang
tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Sedangkan menurut (Priyanto, 2009) pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki
aturan-aturan tertentu. dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Manusia memiliki deraja potensi, latar belakang historis serta harapan masa
depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan manusia dapat silih asah (saling
mencerdaskan. Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih
asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar
tetapi juga sesama siswa.
Manusia adalah makhluk individual,
berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia
yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya
manusia harus menjadi makhluk social, makhluk yang berinteraksi dengan
sesamanya . karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi
yang silih asih ( saling menyayangi dan mencintai). Pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan
interaksi yang saling mengasihi antar sesame siswa. Perbedaan antar manusia
yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan
kesalahpahaman antara sesamenya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan
dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asih (saling
tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar
dan sengaja menciptakan interaksi yang silh asuh untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro
(2000:78) mengatakan bahwa “ pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih
asih, dan
silih asuh antara sesame siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.”
silih asuh antara sesame siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.”
b. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Abdurrahman dan Bintoro (2000:78-79)
menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang didalamnya
terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam
pembelajaran kooperatif adalah
1) Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif guru
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan.
Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan
motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan
tersebut dapat dicapai melalui (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan (b)
saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan
bahan dan sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling
ketergantungan hadiah.
2) Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa
dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan
dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesame siswa. Interaksi
semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar
sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting
karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya
3) Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan
wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikan, penilaian ditujukan untuk
mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil
penilaian secara individuakl tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada
kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang
memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dank
arena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok.
Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan
akuntabilitas individual.
4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif
keterampilan social seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berarti mempertahankan pikiran
logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal
relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antara pribadi tidak hanya memperoleh
teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa
c. Peran Guru dalam Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk
berperan relative berberada dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru
dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukanan sebagai berikut ini:
1) Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yan
perlu diperhatikan oleh guru, tujuan akademik (Academic objectives) dan
tujuan keterampilan bekerja sama (collaboratives skill objectives.
tujuan akademis dirumuskan ssuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis
tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi
keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola
konflik.
2) Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar, jumlah anggota
dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6
siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar.
Ketiga faktor tersebut adalah (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan
dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hedaknya kecil agar
tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. Ada 4 pertanyaan yang
hendaknya dijawab oleh oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat
pertanyaan tersebut dapat dikemukanan sebagai berikut:
(a)
Pengelompokan siswa secara
homogen atau heterogen?
Pengelompokan siswa hendaknya heterogen.
Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama (kalau mungkin)
tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah) dan sebagainya.
(b) Bagaimana menempatkan siswa dalam kelompok? Ada dua jenis kelompok
belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non task
orientied) dan (2) yang berorientasi pada tugas (task oriented).
Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas tidak menuntut
adanya pembagian tugas untuk tiap angota kelompok. Kelompok belajar semacam ini
tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal kimia berbentuk prosedur
penyelesaian dan mencocokan pendapatnya. Kelompok belajar yang berorientasi
pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi semua anggota
kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa melakukan
kunjungan ke kebun binatang sehingga harus disusun oleh panitia untuk
menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris , bendahara, seksi
transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar
kooperatif dapat ditempatkan dalam kelompok belajar yang berorientasi pada
tugas, dari jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.
(c)
Siswa bebas memilih teman
atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok
belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai.
Anggota tiap kelompok belajar henaknya ditentukan secara acak oleh guru. Ada
tiga teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan
oleh guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
(d) Berdasarkan metode sosiemetri. Melalui metode sosiometri guru
dapat menentukan siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas)
hingga yang paling tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri tersebut guru
menyusun kelompol-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok ada siswa yang
tergolong banyak teman, yang tergolonmg biasa dan yang terisolasi. Berdasarkan
kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa dan guru
ingin membentuk 10 kelompok belajar yang terdiri dari 1 hingga 10. selanjutnya
para siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga terbentuk 10 kelompok
siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki
karakteristik heterogen. Menggunakan
teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu dikelompokkan secara
homogen atas dasar jenis kelamin dan a tas dasar kemampuannya (tinggi, sedang,
rendah) dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari kelompok
homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok belajar
yang heterogen.
3) Menentukan tempat duduk siswa.
Tempat duduk siswa hendaknya disusun
agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunannya tempat duduk dapat dalam
bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.
4) Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif.
Cara menyusun bahan ajar dan
penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menentukan tidak hanya
efektifitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan
kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup
pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk
khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru
perlu memberi tahu para siswa bawa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja
sendiri-sendiri.
Ada 3 macam cara untuk meningkatkan
saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok
hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk
mempelajarinya.
2) Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota
kelompok diberi bahan ajar yang berbeda bentuk untuk selanjutnya disatukan
untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan dalam bentuk “jigsaw
puzzle” sehingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang
diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.
3) Saling ketergantungan menghadapi lawan dari
luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antara kelompok yang
memiliki kekuatan seimbang sebagai dasar untuk meningkatkan saling
ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar
kelompok perlu diperhatikan karena pretandingan antar kelompok yang memiliki
kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat
meningkatkan motivasi belajar.
5) Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan
positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas
kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam
mata pelajaran kimia misalnya seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai
peneliti, yang lainnya sebagai penyimpul yang lailnnya lagi sebagai penulis
yang liannya lagi sebagai pember semangat dan ada pula yang menjadi pengawas
terjalinnya keja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu
merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.
6) Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari
oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa
aspek tersebut dapat dikemukanan sebagai berikut :
(a)
Menyusun tugas sehingga
siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas sangat penting
bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari frustasi atau
kebingungan. Dalam pembelajran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami
tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
(b) Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman
siswa di masa lampau.
(c)
Menjelaskan berbagai konsep
atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau pengertian
contoh kepada para siswa.
(d) Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman
para siswa mengenai tugas mereka.
7) Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja
sama. Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan
dengan contoh sebagai berikut:
(a)
Meminta kepada kelompok
untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya kelompok berupa
laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan tersebut tanda
bahwa ia setuiju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan alas an isi
laporan tersebut.
(b) Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah
satu cara untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula
rasa kebersamaan antara anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling
membantu agar masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena
keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.
8) Menyusun akuntabilitas individual.
Suatu
kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika
memperbolehkan adanya anggota kelompok yang mengajarkan seluruh pekerja . suatu
kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika
memperbolehkan adanya anggota yang tidak melakukan apapun demi kelompoknya .
untuk menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerjasama dan
agar kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau
dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf
penguasaan tiap siswa terhadap materi yang sedang dipelajari.
9) Menyusun kerja sama antara kelompok.
Hasil
positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas
ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan
dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang
tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik para
anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum
selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas
yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa berkembang optimal dan
terintegrasi.
10) Menjelaskan criteria keberhasilan.
Penilaian
dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterium
referenced). Pada awak kegiatan belajar guru hendaknya menerangkan secara
jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
11) Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan perkataan kerjasama
atau gotong royong sering memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam
. oleh karena itu guru perlu mendifinisikan perkataan kerja sama tersebut
secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat
dikemukakan dengan kata-kata seperti “ Tetaplah beraa dalam kelompokmu”, “
Berbicaralah pelan-pelan”, “ Berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya.
Jika kelompok mulaiberfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat
mencakup hal-hal sebagai berikut:
(a)
Tiap anggota kelompok
menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban
(b) Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran
baru dengan yang telah dipelajari sebelumnya.
(c)
Memeriksa untuk meyakinkan
bahwa smeua anggota kelompk memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui
jawaban-jawabannya.
(d) Mendorong semua anggoa kelompok agar berpartisipasi dalam
menyelesaikan tugas.
(e)
Memperhatikan dengan
sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lailn
(f)
Jangan mengubah pikiran
karena berbeda dari pikiran anggota lkain tanpa penjelasan yang logis.
(g) Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi. Memantau
perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan
sebagaian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru
harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan dan mengajarkan keterampilan
menyelesaikjan tugas kalau perlu.
12) Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas.
Pada saat melakukan pemantauan, guru
harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan , dan mengerjakan keterampilan
menyelesaikan tugas kalau perlu.
13) Melakukan intervensi untuk mengerjakan keterampilan bekerja sama.
Pada saat memantau kelompok-kelompok
yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki
keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang
memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru
perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.
14) Menutup pelajaran .
Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu
meringkas pokokpoko pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan idea
atau contoh dan menjawab pertanyaan dan hasil belajar mereka.
15) Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa.
Guru menilai kualitas pekerjaan atau
hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota
kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas
pekerjaan dan hasil belajar mereka.
16) Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok.
Meskipun waktu belajar di kelas
terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas
kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan
para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan
apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.
6. Model Numbered Head Together
Numbered Head Together merupakan suatu pendekatan yang melibatkan banyak siswa dalam
memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman
mereka terhadap isi pelajaran (Ibrahim at all, 2000:28). Numbered Heads
Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada
aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai
sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006).
Struktur yang dikembangkan oleh Kagen
ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih
dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada
struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik
dan ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial
(Ibrahim at all, 2000:25). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran
kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki
agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara
kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari
sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk
kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan.
Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling
berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti
(Tryana, 2008).
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang
hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
a. Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik
b. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai latar belakang.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja
dalam kelompok dan sebagainya
Numbered Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagen dengan melibatkan para siswa dalam
mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa
pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan
langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah sebagai
berikut:
a. Langkah 1 penomoran (Numbering)
Guru membagi para siswa
menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan
memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang
berbeda.
b. Langkah 2- Pengajaranpertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan suatu
pertanyaan langusng kepada seluruh kelas, guru mengajukan suatu pertanyaan
kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik
hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah “ di
mana letak kerajaan tarumanegara?” sedangkan contoh pertanyaan yang bersifat
umum adalah “ Mengapa Diponegoro memberontak kepada pemerintah Belanda?”
c. Langkah 3- Berpikir Bersama (Head Together)
d. Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
e. Langkah 4- Pemberian Jawaban (Answering) Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan
nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
B.
Kerangka Berpikir
Keberhasilan pembelajaran merupakan hal
utama yang didambakan dalam pelaksanaan pendidikan. Agar pembelajaran berhasil
guru harus membimbing siswa, sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuannya
sesuai dengan struktur pengetahuan bidang studi yang dipelajarinya. Untuk
mencapai keberhasilan itu guru harus dapat memilih metode pembelajaran yang
tepat untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran.
Prestasi belajar atau disebut juga
dengan hasil belajar siswa dapat dilihat dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang merupakan hasil proses belajar mengajar yang mereka alami. Rendahnya hasil belajar siswa di sekolah-sekolah antara lain dipengaruhi oleh metode pengajaran dan interaksi yang kurang baik antara guru dengan siswa.
Pendekatan pembelajaran inovatif yang
dapat diterapkan untuk guru sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan sekaligus dapat meningkatkan aktivitas siswa, serta memberi iklim yang kondusif dalam perkembangan daya nalar dan kreatifitas siswa adalah dengan pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif ini siswa termotivasi untuk belajar menyampaikan pendapat dan bersosialisasi dengan teman. Guru di sini hanya sebagai
fasilitator dan motivator dalam pembelajaran.
Selama ini metode atau model
pembelajaran yang diterapkan adalah menitikberatkan guru sebagai sumber
informasi dalam jumlah besar. Hal ini akan membuat siswa menjadi jenuh, malas
membaca, bergantung pada catatan yang diberikan guru tanpa memahami isinya,
maka perlunya pembelajaran sehingga siswa mampu terampil memecahkan masalahnya
sendiri, menjadi siswa yang mandiri serta berkinerja dalam kehidupan yang
nyata.
Numbered Heads Together (NHT) adalah tipe model pembelajaran
kooperatif yang merupakan struktur sederhana dan terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Numbered Heads Together (NHT) juga merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas. Selain itu Numbered Heads Together (NHT) juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerja sama antar siswa.
kooperatif yang merupakan struktur sederhana dan terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Numbered Heads Together (NHT) juga merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas. Selain itu Numbered Heads Together (NHT) juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerja sama antar siswa.
Berdasarkan kerangka berpikir di atas,
untuk tidak memberikan keraguan tentang maksud yang ada dalam penelitian ini, maka berikut diajukan kerangka berpikir sebagai berikut : Hasil belajar alat ukur pada siswa yang diajar
dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih tinggi dibandingkan dengan yang diajar metode konvensional dengan menggunakan media gambar.
C.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pembahasan dan kerangka
berpikir pada bagian terdahulu dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : Penggunaan model pembelajaran
Numbered Head Together dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar
kimia materi
sifat-sifat koligatif larutan non elektrolit dan elektrolit pada siswa Kelas XII
SMAN ......................
bila berkenan untuk bab selanjutnya secara lengkap sampai dengan lampiran dan halaman depan dalam format *.doc/*.docx silahkan
klik DOWNLOAD
atau hub. 081327121707 terima kasih.