LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PEMBAGIAN WAKTU
MELALUI METODE DISCOVERY
SISWA KELAS V
SEKOLAH DASAR NEGERI .............
KECAMATAN .......................
KABUPATEN .............
Disusun dan Diajukan sebagai
Salah Satu Syarat Tugas Akhir Program
dalam Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional
(PDGK 4501) Program S1 PGSD
FKIP
Universitas Terbuka
Oleh
...............................................
NIM. ........................
UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH ........................
.....................
ABSTRAK
………………. NIM. ................. Upaya
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Materi
Pembagian Waktu Melalui Metode Discovery Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri .............
Kecamatan ............. Kabupaten .............. FKIP Universitas Terbuka. …………..
Permasalahan yang muncul adalah rendahnya
keaktifan yang berimplikasi pada rendahnya hasil belajar pada pembelajaran IPS
khususnya pada materi pembagian waktu siswa kelas V SD Negeri .............
Kecamatan ............. Kabupaten .............. Sebagai upaya tindak lanjut, peneliti
merasa perlu untuk melakukan upaya perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas pada pembelajaran ilmu pengetahuan sosial materi
pembagian waktu menggunakan menggunakan penerapan metode discovery pada siswa kelas V
SDN ............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. Semester II
Tahun Pelajaran 2011/2012. Tujuan dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada pembelajaran
IPS khususnya pada materi pembagian waktu siswa kelas V SD Negeri .............
Kecamatan ............. Kabupaten ............. adalah untuk mengetahui
peningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V SDN .............
setelah penerapan metode discovery pada
pelajaran ilmu pengetahuan sosial materi pembagian waktu. Hasil penelitian
membuktikan bahwa penggunaan metode discovery
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi pembagian waktu dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dibuktikan
dengan keaktifan belajar dari 42,86% atau 6 siswa pada studi awal menjadi, 64,29% atau 9 siswa,
meningkat menjadi 78,57% atau 11 siswa dan pada akhir siklus ketiga menjadi
100%, yang didukung juga oleh
peningkatan hasil belajar siswa, di mana nilai rata-rata kelas terus
mengalami peningkatan dari 70,71 pada studi awal menjadi 73,57 pada siklus pertama, meningkat menjadi 77,86
dan pada akhir siklus ketiga menjadi 84,29 dengan tingkat ketuntasan belajar
yang juga meningkat pada setiap siklusnya, yaitu 5 orang siswa (35,71%) pada
studi awal, menjadi 57,14% atau 8 siswa, meningkat lagi menjadi 71,43% atau 10 siswa dan pada siklus terakhir
menjadi 100% atau 14 siswa dari 14 siswa,
atau semua siswa dinyatakan tuntas belajarnya sehingga proses perbaikan
pembelajaran dinyatakan berhasil dan tuntas pada siklus ketiga karena semua
indikator keberhasilan pembelajaran tercapai pada siklus ketiga. Kesimpulannya adalah penggunaan
metode discovery pada mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial materi pembagian waktu dapat meningkatkan keaktifan dan
hasil belajar siswa kelas V SDN .............
Kecamatan ............. Kabupaten ............. Semester II Tahun Pelajaran
2011/2012.
Kata Kunci : pembagian
waktu, discovery, keaktifan, hasil
belajar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Pembelajaran IPS
a.
Hakikat Pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar
IPS
adalah sebagai suatu
mata pelajaran yang
mempelajari kehidupan sosial yang
didasarkan pada bahan
kajian geografi ekonomi,
sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah (Depdikbud, 1993 :
151). Secara umum tujuan
mata pelajaran mengajar
sosial dan sejarah
di SD adalah agar
siswa mampu mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan dasar yang
berguna bagi dirinya
dalam kehidupan sehari-hari
dan agar siswa mampu
mengembangkan pemahaman tentang
perkembangan masyarakat Indonesia sejak
masa lalu hingga
masa kini, sehingga
siswa memiliki kebanggaan sebagai
bangsa Indonesa yang cinta tanah air
(Depdikbud, 1993 :152).
Secara
mendasar pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan
kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi
kebutuhan materialnya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan jiwanya,
pemanfaatan sumber daya yang ada di muka bumi, mengatur kesejahteraan dan
pemerintahannya, dan lain sebagainya yang mengatur serta mempertahankan
kehidupan masyarakat. Pokoknya mempelajari - menelaah - mengkaji sistem - kehidupan
manusia di permukaan bumi ini, itulah hakekat yang dipelajari pada pembelajaran
IPS (Nursid Sumaatmaja, 1980 : 10-11).
Mata pelajaran pengetahuan sosial di SD bertujuan agar siswa mampu
mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini sehingga
siswa memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air.
IPS yang diajarkan di SD kelas tinggi
terdiri dari dua bahan kajian pokok yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan
kajian pengetahuan sosial mencakup ilmu sosial, ilmu bumi, ekonomi dan
pemerintahan. Bahan kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia sejak
masa lampau hingga kini (Depdikbud, 1997:78)
Ruang lingkup IPS tidak lain
adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat
inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apa pun yang kita
pelajari, bersumber dari masyarakat. Sebagai program pendidikan IPS yang layak
harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai
keterampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta
didik menjadi warga masyarahat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun
orang lain.
Aspek yang dikaji dalam proses
pendidikan Ilmu Pengethuan Sosial (memberikan berbagai pengertian yang mendasar,
melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan)
merupakan kerakeristik IPS sendiri. Nu'man Somantri, yang dikutip oleh Daljoeni
(1991:19) menyatakan bahwa pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih dalam
proses yang penuh berisi berbagai experimen
Tugas guru adalah menciptakan suasana
dalam proses pembelajaran agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat
memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Untuk itu guru
seyogianya memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi belajar mengajar dengan
baik. Salah satu kemampuan yang sangat penting adalah kemampuan mengatur proses
pembelajaran.
Pemilihan atau seleksi konsep-konsep
ilmu-ilmu sosial guna mengembangkan materi pembelajaran pada tingkat yang berbeda
tidaklah mudah, namun harus didasarkan pada beberapa prinsip, seperti yang
dikemukakan oleh Daljoeni (1991:21-23) yang menyatakan prinsip-prinsip tersebut
antara, lain berikut ini:
1)
Keperluan
Konsep yang akan diajarkan harus konsep yang diperlukan oleh peserta
didik dalam memahami “dunia”sekitarnya. Oleh sebab itu, lingkungan hidup yang
berbeda memerlukan konsep yang belainan pula.
2)
Ketepatan
Perumusan yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi
peluang bagi penafsiran yang salah (salah konsep).
3)
Mudah dipelajari
Konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan mudah. Fakta dan
contohnya harus terdapat dilingkungan hidup peserta didik serta sudah dikenal
oleh para peserta didik tersebut.
4)
Kegunaan
Konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar berguna bagi kehidupan
masyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia umumnya serta masyarakat
lingkungan dimana ia hidup bersama dalam keluarga serta masyarakat terdekat
pada khususnya.
Evaluasi pembelajaran IPS yang
berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus-menerus sesuai dangan
keterlaksanaan proses pembelajaranya. Evaluasi semacam ini merupakan barometer
proses pengecekan apakah yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh
peserta didik dan seberapa besar penguasaan atau pemahaman peserta didik.
Apakah target yang telah ditetapkan atau kompetisi yang telah ditetapkan sudah
dapat dicapai. Evaluasi semacam ini biasa kita sebut evaluasi formatif,
sedangkan evaluasi yang merupakan evaluasi kulminasi tadi, merupakan penilaian
keberhasilan dari seluruh rangkaian proses kegiatan pembelajaran atau biasa
kita sebut dengan evaluasi sumatif
Mata pelajaran pengetahuan sosial di
SD bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pemahaman tentang perkembangan
masyarakat Indonesia sejak masa lalu
hingga masa kini sehingga siswa memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia
dan cinta tanah air.
Dalam kegiatan proses pembelajaran
terdapat dua hal yang turut menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran
dan pengajaran itu sendiri. Keberhasilan pengajaran, dalam arti tercapai tujuan
intruksional, sangat bergantung pada kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Sebab “Proses pembelajaran yang baik dapat menciptakan situasi
yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan
pembelajaran” (Wijaya, 1987:197).
Siswa dapat belajar dengan baik dalam
suasana yang wajar tanpa tekanan dalam kondisi yang merangsang untuk belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar diperlukan sesuatu yang memungkinkan siswa
berkomunikasi baik dengan guru, temannya maupun lingkungan sekitar.
Untuk menciptakan suasana gairah
dalam belajar dan meningkatkan prestasi belajar siswa, maka guru harus
memperhatikan dan mempertahankan organisasi proses pembelajaran yang efektif
dengan cara menyusun rencana pembelajaran.
Kesuksesan suatu pembelajaran
bergantung pada pondasinya, yaitu guru dengan kemampuannya dalam merancang
bangun perencanaan pembelajaran dan ia memiliki kesanggupan untuk melaksanakan
segala sesuatunya yang telah direncanakannya dalam perencanaan pembelajaran. Di
samping itu yang tidak kalah pentingnya, adalah guru memiliki kesiapan fisik
dan mental untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang telah
direncanakan dan mengadakan evaluasi untuk mengetahui perubahan kemampuan
siswa.
Sehubungan dengan pernyataan di atas,
Hidayat (1999:98) mengemukakan bahwa “merencanakan kegiatan belajar mengajar
merupakan langkah penting yang harus ditempuh guru sebelum melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di kelas”.
b.
Karakteristik Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS)
Menurut Sapriya,
dkk (2006 ;
8) mengemukakan karakteristik
IPS yaitu meliputi : IPS
berusaha memepertautkan teori
ilmu dengan fakta atau
sebaliknya (menelaah fakta
dari segi ilmu),
penelaahan dan pembahasan IPS
tidak hanya dari
satu bidang disiplin
saja, melainkan bersifat komfrehensif
(meluas / dari
berbagai ilmu sosial
dan lainnya, sehingga berbagai
konsep ilmu secara
terintegrasi terpadu) digunakan untuk menelaah satu masalah / tema/
topik, mengutamakan peran aktif siswa,
dan berusaha menghubungkan
teori dengan kehidupan
nyata dimasyarakat.
1)
IPS berusaha
mempertautkan teori ilmu
dengan fakta atau
sebaliknya ( menelaah fakta dari
segi ilmu ).
2)
Penelaahan dan
pembahasan IPS tidak
hanya dari satu
bidang disiplin ilmu saja, melainkan bersifat komprehensif (
meluas / dari berbagai ilmu sosial dan lainnya,
sehingga berbagai konsep
ilmu secara terintregrasi
terpadu ) digunakan untuk
menelaah satu masalah / tema / topik.
3)
Mengutamakan peran
aktif siswa melalui
proses belajar inkuiri
agar siswa mampu mengembangkan
berpikir kritis, rasional dan analitis.
4)
Program pembelajaran
disusun dengan meningkatkan
/ menghubungkan bahan- bahan dari
berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata di
masyarakat, pengalaman, permasalahan,
kebutuhan dan
memproyeksikannya kepada kehidupan
ddi masa depan
baik dari lingkungan fisik / alam maupun budayanya.
5)
IPS dihadapkan secara konsep
dan kehidupan sosial yang sangat labil ( mudah berubah ),
sehingga titik berat
pembelajaran adalah terjadinya
proses internalisasi secara mantap
dan aktif pada
diri siswa agar
siswa memiliki kebiasaan dan
kemahiran untuk menelaah permasalahan kehidupan nyata pada masyarakatnya.
6)
IPS mengutamakan
hal – hal,
arti dan penghayatan
hubungan antar manusia yang bersifat manusiawi.
7)
Pembelajaran tidak
hanya mengutamakan pengetahuan
semata, tetapi juga nilai dan keterampilannya.
8)
Berusaha memuaskan
setiap siswa yang
berbeda melalui program
maupun pembelajarannya dalam arti
memperhatikan minat siswa
dan masalah – masalah kemasyarakatan yang dekat dengan
kehidupannya.
9)
Dalam pengembangan
program pembelajaran senantiasa
melaksanakan prinsip- prinsip, karakteristik (sifat dasar) dan
pendekatan- pendekatan yang menjadi ciri IPS itu sendiri.
c.
Tujuan Pembelajaran Ilmu
Pendidikan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar
Dalam kurikulum sekolah dasar
pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial tahun 1993 pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial bertujuan : Agar siswa mampu
mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang berguna
bagi dirinya dalam
kehidupan sehari-hari sedangkan tujuan pengajaran
sejarah bertujuan agar
siswa mampu mengembangkan pemahaman tentang
perkembangan masyarakat Indonesia
sejak masa lampau hingga
masa kini sehingga
memiliki rasa kebanggaan
sebagai bangsa Indonesia dan dan cinta tanah air (Depdiknas , 1993)
Tujuan pendidikan
IPS di SD
adalah agar siswa
mampu mengembangkan
pemahaman tentang perkembangan
masyarakat Indonesia sejak masa lampau dan masa sekarang. (Istianti, dkk
2005 : 55) yang dikutip (Witasa 2008 : 7).
The Social science Education Frame
Work for California School dalam
Kosasih Djahiri (dalam
Sapriya,dkk, 2006: 13)
mengemukakan 5 tujuan pembelajaran
IPS, diantaranya :
1) Membina siswa
agar mampu mengembangkan pengertian
/ pengetahuan berdasarkan
data, generalisasi serta konsep
ilmu tertentu maupun
yang bersifat interdisipliner/ komprehensif dari
berbagai cabang ilmu
sosial, 2) Membina
siswa agar mampu mengembangkan
dan mempraktekkan keanekaragaman keterampilan studi,
kerja dan intelektualnya secara
pantas dan tepat sebagaimana diharapkan
ilmu-ilmu sosial, 3)
Membina dan mendorong siswa untuk
memahami, menghargai, dan
menghayati adanya
keanekaragaman dan kesamaan
kultur maupun individual,
4) Membina siswa kearah
turut mempengaruhi nilai-nilai
kemasyarakatan serta juga dapat
mengembangkan
menyempurnakan nilai-nilai yang ada pada dirinya,
5) Membina siswa
untuk berpartisipasi kegiatan
dalam kegiatan kemasyarakatan
baik sebagai individu maupun sebagai warga Negara.
Dengan pembelajaran
IPS siswa tidak
hanya tahu dan
mengerti namun siswa bisa
memahami, menghargai dan
bangga terhadap bangsanya, serta
lebih terampil untuk
melihat kenyataan sosial
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat dirasakan manfaatnya dalam jangka
waktu yang panjang,
baik oleh siswa
sendiri maupun bagi
bangsa dan Negara Indonesia.
IPS
bisa dipandang sebagai
produk dari upaya
manusia untuk memahami berbagai
peristiwa-peristiwa serta kejadian
sejarah sehingga siswa bisa peka
terhadap apa-apa yang ada di lingkungannya. Oleh karena itu dalam
proses pembelajarannya diperlukan
sebuah metode yang
dapat merangsang siswa untuk aktif.
2.
Pengertian Belajar
Belajar merupakan
aktivitas manusia yang
penting dan tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia, bahkan sejak
manusia lahir sampai akhir hayat. Pernyataan
tersebut menjadi ungkapan
bahwa manusia sejak
lahir tidak dapat lepas
dari proses belajar
itu sendiri sampai
kapanpun dan dimanapun
manusia itu berada
dan belajar juga
menjadi kebutuhan yang terus
meningkat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan belajar
mengajar adalah inti
kegiatan dalam pendidikan.
Segala sesuatu yang telah
diprogramkan akan dilaksanakan
dalam proses belajar. Selama proses belajar mengajar
terejadi interaksi dua arah yaitu interaksi antara siswa dan
guru. Guru yang
mengajar dan siswa
yang belajar merupakan
dwi tunggal. Oleh karena itu diketahui definisi mengenai belajar
mengajar. Menurut Winkel ( Darsono dkk, 2004:4) belajar adalah “aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan
nilai-nilai sikap”. Jadi secara umum
belajar merupakan kegiatan
aktif siswa dalam membangun makna atau
pemahaman. Dengan demikian,
guru perlu memberi
dorongan kepada siswa untuk
menggunakan otoritasnya dalam
membangun gagasan. Tanggung jawab
belajar berada pada diri siswa, guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi
yang mendorong prakarsa,
motivasi dan tanggung
jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Menurut Slameto
(2003 :2) belajar
adalah suatu “proses
usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
berupa hasil pengalamannya
sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Definisi
ini menunjukkan bahwa
yang aktif dalam kegiatan belajar adalah siswa, sebagai
seseorang yang mengalami proses belajar, sedangkan guru hanya berperan sebagai
fasilitator dengan cara membimbing dan menunjukkan jalan dengan memperhitungkan
kepribadian siswa.
Sedangkan menurut
Sardiman ( 2006
:21 ) “belajar
adalah berubah dalam arti
terjadi perubahan tingkah
laku “. Belajar
akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang
belajar. Perubahan tidak
hanya berkaitan dengan penambahan ilmu
pengetahuan, tetapi juga
berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian,
harga diri, minat,
watak dan penyesuaian
diri. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa belajar
itu sebagai rangkaian
kegiatan jiwa raga, psikofisik
untuk menuju ke
perkembangan pribadi manusia
seutuhnya yang berarti menyangkut
unsur cipta, rasa
dan karsa dalam
ranah kognitif, afektif dan
psikomotor.
Dengan melihat
pengertian tersebut di
atas, dapat diartikan
bahwa belajar itu adalah
suatu proses perubahan
individu berdasarkan interaksi
dengan lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang belajar
pada akhirnya akan menyadari atau
merasakan terjadinya suatu
perubahan pada dirinya. Pencapaian perubahan
pada diri siswa
tidak hanya mengisyaratkan ada unsur dirinya yang mempengaruhi,
melainkan adanya keterlibatan dari unsur lain yaitu guru dan tujuan yang akan
dicapai.
Terjadinya pembelajaran
mengisyaratkan adanya komunikasi
timbal balik dalam arti siswa dan
guru berperan aktif dalam mengolah pesan, informasi atau materi pelajaran
hingga memperoleh suatu kebermaknaan dari setiap perbuatan masing-masing. Guru
berusaha menciptakan kondisi
belajar yang memungkinkan terjadinya
pengalaman belajar pada
diri siswa, dengan mengerahkan segala sumber belajar dan menggunakan
berbagai strategi belajar mengajar yang tepat. Mengajar pada
hakekatnya adalah membelajarkan siswa.
Pengertian mengajar
berhubungan dengan belajar.
Berbagai pengertian mengajar
diantaranya adalah :
a. Mengajar adalah
mengupayakan terjadinya tanggapan-tanggapan mengenai berbagai persoalan dalam
kehidupan
b. Mengajar adalah
memberikan latihan-latihan mengenai
peningkatan kemampuan-kemampuan
baik fisik, mental maupun spiritual.
c. Mengajar adalah
melatih atau membiasakan sesuatu
hal yang baik atau tingkah laku terpuji
dalam kehidupan siswa.
d. Mengajar adalah menanamkan pengertian juga
wawasan kepada siswa mengenai berbagai wawasan
e. Mengajar
adalah membimbing siswa dalam pemecahan masalah. Depdikbud (1996 : 88-91).
Sedangkan
menuru Purwanto (1987 : 185) :“Mengajar
adalah memberikan pengetahuan
atau melatih kecakapan-kecakapan atau
ketrempilan-ketrampilan kepada anak-anak.
Jadi dengan pengajaran guru
berusaha membentuk kecerdasan
dan ketangkasan anak. Sedangkan yang
dimaksud dengan mendidik
adalah membentuk budi pekerti
dan watak anak-anak.
Jadi dengan pendidikan
guru berusaha membentuk
kesusilaan pada anak”.
Hakekat belajar
mengajar akan sangat
menunjang dalam proses
belajar mengajar karena terdapat hal-hal penting yang dapat menunjang
hakikat itu.Berikut adalah asumsi
yang melandasi hakikat
belajar mengajar yang dikemukakan oleh Sudjana ( 2002 : 25), diantaranya
:
a. Peristiwa belajar
terjadi apabila subjek
didik secara aktif
berinteraksi dengan lingkungan
belajar yang diatur oleh guru.
b. Proses
belajar mengajar yang efektif
memerlukan strategi dan metode
teknologi pendidikan yang tepat.
c. Program belajar
mengajar dirancang dan
dilaksanakan sebagai suatu
sistem.
d. Proses
dan produk belajar
perlu memperoleh perhatian
seimbang di dalam pelaksanaan
Kegiatan Belajar Mengajar.
3.
Keaktifan
a. Konsep Keaktifan
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan
adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau
kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Aktivitas tidak hanya ditentukan oleh
aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti
mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini
penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Belajar aktif adalah suatu sistem belajar
mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa
untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya
menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat
melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di
dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa,
dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih
banyak membimbing dan mengarahkan.
Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan
Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan
lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi
pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan
minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih
menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan
mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5)
melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap,
dan keterampilan.
b. Jenis-Jenis Keaktifan Dalam Belajar.
Menurut Paul D. Dierich (dalam Oemar Hamalik
2001: 172) keaktifan belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok,
yaitu
1) Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati
eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau
bermain.
2) Kegiatan-kegiatan lisan
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan
suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan
interupsi.
3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan.
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan
radio.
4) Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa
karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisikan
angket.
5) Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta,
dan pola.
6) Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan
berkebun.
7) Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingatkan, memecahkan masalah,
menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
8) Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam
kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan overlap satu sama lain.
c. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan
Belajar
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat
merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatihuntuk
berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran
secara sistematis, sehingga merangsang keaktivan siswa dalam proses
pembelajaran. Gagne dan
Briggs (dalam Martinis, 2007: 84) faktor-faktor yang dapat menumbuhkan
timbulnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu :
1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian
siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2) Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan
dasar kepada siswa).
3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan
konsep yang akan dipelajari).
5) Memberi petunjuk kepada siswa cara
mempelajarinya.
6) Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa
dalam kegiatan pembelajaran.
7) Memberi umpan balik (feed back)
8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa
berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.
9) Menyimpulkan
setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
4.
Hasil Belajar
Hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya
(Sudjana, 1990: 22).
Gagne dalam Sudjan
(1990: 22) membagi lima
kata gori hasil
belajar, yakni imformasi
verbal, keterampilan
intelektual, strategi kognitif,
sikap dan keterampilan
motoris. Horward Kingsley dalam Sudjana (1990: 22) membagi
tiga macam hasil belajar, yaitu: keterampilan dan kebiasaan, pengertian dan
pengetahuan serta sikap dan ciri-ciri. Masing-masing jenis hasil belajar dapat
diisi dengan bahan yang telah ditetepkan dalam kurikulum.
Sistem pendidikan
Nasional merumuskan tujuan
pendidikan, baik tujuh kurikulum maupun
tujuh intstuksional, mengunakan
klasifikasi hasil belajar
dari Benyamin Bioom yang
secara garis membaginya
menjadi tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah pisikomotoris (dalam Sudjana, 2001:87).,
a. Ranah
kognitif berkenaan dengan
hasil belajar intelektual
yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisa, sintesis, dan evaluasi.kedua
aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah
dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitf tingkat
tinggi.
b. Ranah
afektif berkenaan dengan
sikap yang terdiri
dari lima aspek
yakni, penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
c. Ranah pisikomotoris berkenaan dengan hasi
belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Ada enam aspek
ranah pisikomotoris, yakni
gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perceptual, keharmonisan
atau keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpresif.
Ketiga ranah
tersebut menjadi penilaian
hasil belajar. Diantara
ketiga ranah itu, ranah kognitif yang
paling banyak yang
dinilai para guru
disekolah karena berkaitan dengan
kemampuan para siswa dalam menguasai pelajaran.
Menurut Syaiful
Bahri Djamarah, “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok” Pendapat
ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak
melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang
telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu
prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan
belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat
dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut.
Jadi
berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil belajar atau yang sering disebut
prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi seseorang
dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari atau kegiatan yang dilakukan. Menurut
Catharina Tri Anni (2002:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar.
Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar (H. Nashar,
2004: 77). Hasil belajar adalah terjadinya
perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan masukan dari
lingkungan berupa rancangan dan
pengelolaan motivasional tidak berpengaruh terdadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai
tujuan belajar (Keller dalam H Nashar, 2004: 77). Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu
apabila dalam dirinya telah terjadi
suatu perubahan, akan tetapi tidak
semua perubahan yang terjadi. Jadi
hasil belajar merupakan pencapaian
tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari proses belajar,
maka didapat hasil belajar.
Menurut Slamet (2006:23) hasil
belajar dapat dinilai dengan cara:
1)
Penilaian formatif
Penilaian
formatif adalah kegiatan
penilaian yang bertujuan
untuk mencari umpan balik
(feedback), yang selanjutnya
hasil penilaian tersebut
dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang
atau yang sudah dilaksanakan.
2)
Penilaian Sumatif.
Penilaian
sumatif adalah penilaian
yang dilakukan untuk
memperoleh data atau informasi
sampai dimana penguasaan
atau pencapaian belajar
siswa terhadap bahan pelajaran
yang telah dipelajarinya
selama jangka waktu tertentu.
5.
Ketuntasan Belajar
Konsep
ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran
tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”.
Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas,
artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu
menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil
belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk
mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami
pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor
tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas.
Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah
ditetapkan.
Block,
James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery
learningdapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat
membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang
berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain:
(1) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center),
(2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual
personal), (3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous
progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental
units) (KTSP SDN Sumberkembar 02, 2007).
Pertama, layanan program
remedial dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara khusus dan
perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan tugas-tugas atau
perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan
pembelajaran reguler, (c) materi program remedial diberikan pada Kompetensi
Dasar (KD) yang belum
dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa
mengikuti tes/ujian semester.
Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan
dengan cara: (a) memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk
memperluas wawasan yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (b) pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar,
model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (c) memberikan soal-aoal latihan
tambahan yang bersifat pengayaan, (d) membantu guru dalam
rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (e) materi
pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, (f) program pengayaan
dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tuntas menjadi dasar dari
konsep ketuntasan belajar. Sehingga guru diharapkan menerapkan pembelajaran
tuntas dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan pembelajaran tuntas, siswa dapat mencapai
kriteria ketuntasan belajar yang ideal.
Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil
prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria
ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen
Pendidikan Nasional, idealnya untuk masing-masing indikator mencapai 75%.
Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan
situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,
sekolah perlu menetapkan kriteria ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria
ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal
6.
Metode Pembelajaran
a.
Pengertian Metode
Metode merupakan
langkah operasional dari
strategi pembelajaran yang
dipilih dalam mencapai
tujuan belajar, sehingga
bagi sumber belajar
dalam strategi yang digunakan.
Istilah metode dapat
digunakan dalam berbagai
bidang kehidupan, sebab secara
umum menurut kamus
Purwadarminta (1976) dalam
Ihat Hatimah (2003:10) adalah sebagai berikut, “meetode
adalah cara yang telah teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai suatu
maksud”.
Sedangkan menurut
kamus Besar Bhasa
Indinesia, metode adalah
cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Metode berasal dari
karta Method (Inggris),
artinya melalui, melewati, jalan
atau cara untuk memperoleh sesuatu.
Berdasarkan pernyataan
tersebut diatas jelas
bahwa pengerian metode
pada prinsipnya sama yaitu merupakan suatu cara dalam rangka pencapaian
tujuan, dalam hal ini dapat
menyangkut dalam kehidupan
ekonomi, social, politik,
maupun keagamaan. Adapun metode
yang digunakan dalam pembahasan
ini yaitu metode yang
digunakan dalam peruses
pembelajaran. Pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap upaya
yang sistematik dan
disengaja untuk menciptakan
kondisi-kondisi agar kegiatan
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Metode dalam
pembelajaran tidak hanya
berfungsi sebagai cara
untuk menyampaikan materi saja,
akan tetapi berfungsi
sebagai pengelola kegiatan pembelajaran agar lebih teratur,
supaya mencapain tujuan yang diharapkan.
b.
Kedudukan Metode dalam
Pembelajaran
Menurut Ihat
Hatimah (2003:10), kedudukan
metode dalam pembelajaran mempunyai ruang lingkup sebagai cara dalam:
1)
Pemberi dorongan,
yaitu cara yang
digunakan sumber belajar
dalam rangka memberikan dorongan
kepada siswa dan warga untuk terus belajar.
2)
Mengungkap tumbuhnya
minat belajar, yaitu
cara untuk menumbuhkan rangsangan untuk
tumbuhnya minat belajar
warga belajar didasarkan
pada kedudukanya.
3)
Menyampaikan bahan
belajar, yaitu cara
yang digunakan dalam
sumber belajar dalam menyampaikan
bahan dalam kegiatamn pembelajaran.
4)
Pencipta iklim
belajar yang kondusif,
yaitu cara untuk
menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan bagi warga belajar untuk belajar.
5)
Tenaga untuk
melahirkan kreativitas, yaitu
cara untuk menumbuhkan
kretivitas warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
6)
Pendorong untuk
penilaian diri dalam
peruses dan hasil
belajar, yaitu cara
untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran.
7)
Pendorong dalam
melengkapi kelemahan hasil
belajar, yaitu cara
untuk mencari pemecahan masalah
yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran.
8)
Berdasarkan keterkaitan
definisi, kedudukan metode
dalam pengertian pembelajaran
diliata secara harfiah dan dari arti sempit, maka pembelajaran dapat pula
dikatagorikan sebagai salah satu metode dalam pembelajaran.
7.
Metode Discovery
Metode penemuan terbimbing sering disebut
metode discovery, dalam metode penemuan
terbimbing, para siswa
diberi bimbingan singkat
untuk menemukan jawabannya. Harus
diusahakan agar jawaban
atau hasil akhir
itu tetap ditemukan sendiri oleh siswa (Suyitno,
2004:5). Jika siswa belajar menemukan sesuatu dikatakan ia belajar melalui
penemuan. Bila guru mengajar
siswa tidak dengan
memberitahu tetapi memberikan
kesempatan atau berdialog dengan siswa agar ia menemukan sendiri, cara
guru mengajar demikian disebut metode penemuan (Ruseffendi, 1980:98)
Menurut
Suryobroto dalam Hadiningsih
(2009:31) metode penemuan (discovery) diartikan
sebagai suatu prosedur
pernbelajaran yang lebih menekankan kepada
belajar yang dilakukan
secara individual, memanipulasi objek dan
percobaan-percobaan yang dilakukan
oleh siswa sebelum
pada generalisasi. Metode penemuan merupakan komponen dari praktek
pendidikan yang meliputi metode
mengajar yang memajukan
cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan
sendiri, mencari sendiri dan reflektif.
Metode penemuan merupakan komponen dari suatu
bagian praktik pendidikan yangseringkali diterjemahkan sebagai mengajar
heuristik, yakni suatu jenis mengajar yang
meliputi metode-metode yang
dirancang untuk meningkatkan
rentangan keaktifan siswa yang
lebih besar, berorientasi
kepada proses, mengarahkan pada diri sendiri, mencari
sendiri, dan refleksi
yang sering muncul
sebagai kegiatan belajar.
Saliwangi (1989:41) menegaskan bahwa, kegiatan
discovery ialah kegiatan belajar mengajar yang dirancang sedemikian rupa
sehingga siswa dapat menemukan (discovery) konsep-konsep dan prinsip-prinsip
melalui proses mentalnya sendiri. Menurut Suryosubroto
(2002:193) mengutip pendapat Sund bahwa discovery adalah proses mental dimana
siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut
misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, dan membuat kesimpulan. Sanjaya (2007:194) strategi
pembelajaran discovery adalah adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Metode
penemuan adalah poses
mental dimana siswa
mampu mengasimilasikan
sesuatu konsep atau
prinsip. Proses mental
yang dimaksud adalah
mengamati, mencerna,
menggolong golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur
dan membuat kesimpulan. Metode penemuan sebagai metode belajar mengajar
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan tujuan sebagai berikut.
1)
Meningkatkan keterlibatan
siswa secara aktif
dalam memperoleh dan
memproses perolehan belajar.
2)
Mengarahkan para siswa sebagai
pelajar seumur hidup.
3)
Mengurangi ketergantungan
kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para
siswa.
4)
Melatih para
siswa mengeksplorasi atau
memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber informasi yang tidak pernah tuntas digali.
5)
Kata penemuan
sebagai metode mengajar
merupakan penemuan yang dilakukan oleh
siswa. Siswa menemukan
sendiri sesuatu yang
baru, ini tidak
berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh
orang lain (Suyitno, 2004:5).
Metode pembelajaran discovery
(penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa
sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu
tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam
pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan
pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan
sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Hamalik (2003:134) menjelaskan mengenai metode
discovery berikut. Prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual,
manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat
generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Metode discovery adalah suatu
komponen dari praktik pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic
teaching, yakni suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode yang
didesain untuk memajukan rentang yang luas dari belajar efektif, berorientasi
pada proses, membimbing diri sendiri, dan metode belajar reflektif. Semua
strategi yang merangsang siswa untuk menyelidiki lebih lanjut tanpa bantuan
dari guru.
Metode discovery diartikan sebagai
prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek
sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak
harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu
perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery
yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan
suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah
proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.
Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan
dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau
mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi.
Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan
berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar
sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan
suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam
belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak
sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan
konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1)
mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan
menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk
menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat
penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model penemuan
dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara
induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery
adalah sebagai berikut:
a.
Identifikasi kebutuhan siswa;
b.
Seleksi pendahuluan terhadap
prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
c. Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
d. Membantu dan memperjelas tugas/ problema
yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
e.
Mempersiapkan kelas dan
alat-alat yang diperlukan;
f.
Mengecek pemahaman siswa
terhadap masalah yang akan dipecahkan;
g. Memberi kesempatan pada siswa untuk
melakukan penemuan;
h. Membantu siswa dengan informasi/ data jika
diperlukan oleh siswa;
i.
Memimpin analisis sendiri (self
analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
j.
Merangsang
terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
k.
Membantu siswa merumuskan
prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini
banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery.
Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki
sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam
ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri
merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau
ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery
anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan
sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema
yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini
banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery.
Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki
sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam
ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri
merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau
ditransfer dalam situasi lain.
Beberapa keuntungan belajar discovery
yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery
mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara
menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga
diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
a. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab
ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
b.
siswa
memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
c. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin
melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
d. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan
metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai
konteks;
e. metode ini melatih siswa untuk lebih
banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery
(penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu
belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi
kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai
dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara
singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja
siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang
menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran
dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan
semacamnya. Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan
memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi
pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam
penulisan laporan perbaikan pembelajaran melalui pelaksanaan penelitian tidakan
kelas dengan menggunakan metode inquiri, peneliti mengambil beberapa literatur
yang sesuai dan relevan sebagai bahan pembanding dalam penyusunan laporan ini,
diantaranya :
- Astuti, Retno Dwi. 2010. Penerapan Model Discovery pada Mata Pelajaran IPS untuk Meningkatkan Motivasi, Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Oro-Oro Dowo Kecamatan Klojen Kota Malang. Skripsi, Program S1 PGSD Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah FIP Universitas Negeri Malang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menggunakan model Kemis & MC.Taggart. Langkah PTK ini meliputi 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi, refleksi dan rencana perbaikan.. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Oro-oro Dowo Kota Malang dengan jumlah siswa 29 anak. Instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi, wawancara, dan tes, sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Discovery pada pembelajaran IPS telah berhasil meningkatkan motivasi, aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oro-Oro Dowo. Hal ini dilihat dari perolehan observasi tentang motivasi dan aktivitas siswa serta rata-rata postes yang terus meningkat. Berdasarkan hasil observasi, motivasi siswa mengalami peningkatan pada siklus II. Begitu juga dengan aktivitas siswa, yang paling tampak yaitu sebagian besar siswa sudah berani bertanya/menjawab serta melaporkan hasil diskusi. Hasil belajar siswa terus meningkat mulai dari rata-rata sebelumnya (63,55) mengalami peningkatan pada siklus I dengan rata-rata kelas sebesar (74,48) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu (55,17%) meningkat pada siklus II dengan rata-rata kelasnya sebesar (83,21) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya sebesar (82,76%).
- Santoso Bambang, 2009. “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Metode Discovery di SD Kelas V SDN Nguling 03 Kabupaten Pasuruan”. Skripsi, Jurusan Kependidikan Sekolah dasar dan Prasekolah, Program Sarjana. Universitas Negeri Malang. Penggunaan metode discovery menempatkan siswa sebagai subyek dan guru sebagai fasilitator, motivator, dan moderator dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan metode discovery dapat mengukur kemampuan siswa secara kompleks. Siswa dapat dinilai tidak hanya dari segi kemampuan intelektual atau aspek kognitif tetapi juga dari aspek psikomotorik untuk mengetahui hasil belajarnya. Berdasarkan latar belakang tersebut disusun rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana hasil belajar IPA materi pokok energi dan perubahannya di kelas V SDN Nguling 03 Kabupaten Pasuruan dengan menerapkan metode Discovery? (2) Apakah penerapan metode Discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi pokok energi dan perubahannya di kelas V SDN Nguling 03 Kabupaten Pasuruan?. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). yang dikembangkan oleh Kemmis dam Mc Tanggart.meliputi empat jalur (langkah), yaitu: (1) Planning; (2) acting & observing; (3) reflecting (4) revise plan. Dalam penelitian ini yang akan menjadi subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas V SDN Nguling 03, Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan sebanyak 40 siswa. Teknik pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi.Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan metode discovery pada pembelajaran IPA materi energi dan perubahannya Kelas V SDN Nguling 03 Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut terbukti dari hasil nilai rata-rata pra tindakan hanya mencapai 50,125 dengan ketuntasan belajar kelas 52,5%, meningkat menjadi 85,5 dengan ketuntasan belajar kelas 92,5% pada siklus I. meskipun ada 3 siswa (7,50%) belum mencapai ketuntasan belajar individu.
- Manfaatiyas, Alipiana. 2011. Peningkatkan hasil belajar Melalui Metode Penemuan Terbimbing (Discovery) Dalam Pembelajaran IPS Kelas IV SDN Turi 02 Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Skripsi, Jurusan KSDP Prodi S1 PGSD, FIP Universitas Negeri Malang, Pembimbing: (1) Dra. Suminah, M. Pd, (2) Drs. Hadi Mustofa, M, Pd. Pemilihan metode sangat penting dalam pembelajaran. Selama ini guru hanya mendominasi dengan penggunaan metode ceramah, sehingga pembelajaran kurang kondusif, siswa kurang aktif dalam mengemukakan ide ataupun mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Hal itu terbukti dari nilai rata-rata ulangan akhir semester 2 siswa kelas IV SDN Turi 02 adalah 60. Nilai tersebut masih jauh dengan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran IPS SD, (2) Mendeskripsikan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Di setiap siklus terdiri dari empat fase, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.Instrumen yang digunakan lembar observasi,tes dan pedoman wawancara. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan analisis secara diskritif. Berdasarkan hasil penelitian dari pratindakan sampai siklus II diketahui adanya peningkatan aktivitas siswa dan peningkatan hasil belajar siswa. Persentase aktivitas siswa mengalami peningkatan dari pratindakan 51,79% sebesar 18,54% pada siklus I 70,33% dan siklus II sebesar 81,43% atau meningkat sebesar 11,1%. Sedangkan peningkatan persentase hasil belajar siswa yang tuntas belajar dari siklus I 63,33 ke siklus II 83,33% menjadi naik sebesar 29,19%, yaitu dari persentase ketuntasan siklus I 54,14% naik menjadi 83,33% siswa yang tuntas belajar pada siklus II (dari 24 siswa, 22 tuntas belajar) dan yang belum tuntas ada 2 siswa, karena kemampuannya sanagt rendah. Kesimpulannya dengan menerapkan metode penemauan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa.
C. Kerangka Berpikir
Pelaksanaan pembelajaran IPS materi pembagian waktu selama ini
menunjukan bahwa pembelajaran masih bersifat konvensional karena siswa diminta
membaca soal kemudian menjawab pertanyaan. Akibatnya hasil belajar kurang
memuaskan.
Untuk mengatasi masalah tersebut salah satu solusi yang dapat
dilaksanakan adalah dengan menggunakan model pembelajaran interaktif dengan
menerapkan metode discovery diharapkan minat dan hasil belajar dapat meningkat
sehingga tingkat ketuntasan belajar dapat tercapai sesuai kriteria yang telah
ditetapkan, yaitu memperoleh nilai di atas KKM sebesar 80.
Kondisi akhir
yang ingin dicapai dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran ilmu pengetahuan
alam materi pembagian waktu adalah
meningkatnya keaktifan dan hasil belajar serta sehingga dapat mencapai tingkat
ketuntasan belajar telah ditentukan
Sebagai upaya tindak lanjut, peneliti
merasa perlu untuk melakukan upaya perbaikan pembelajaran melalui Penelitian
Tindakan Kelas pada pembelajaran ilmu pengetahuan sosial materi pembagian waktu
menggunakan menggunakan model pembelajaran interaktif dengan penerapan metode discovery pada siswa kelas V SDN .............
Kecamatan ............. Kabupaten .............
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai jalannya alur
berfikir dari permasalahan yang akan diatasi dan solusi tindakan yang akan
dilaksanakan serta hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritik di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
tindakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penerapan metode discovery dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS
materi pembagian waktu siswa kelas V SDN
............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. Semester II Tahun
Pelajaran ..............
2. Penerapan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
IPS materi pembagian waktu siswa kelas V
SDN ............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. Semester II
Tahun Pelajaran ..............