No |
Tugas Tutorial |
Skor Maksimal |
Sumber Tugas Tutorial |
1 |
Cermati teks berikut. Masalah, Tantangan, Peran dan Fungsi Perencanaan dalam Pembangunan Pendidikan Oleh: Rahma Dita (1805882)
Pendidikan merupakan instrumen penting dalam meningkatkan kemampuan individu dan masyarakat supaya mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan perubahan lingkungan. PBB menegaskan bahwa pendidikan merupakan pondasi yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, serta memastikan berjalannya roda ekonomi dan sosial. Pembangunan pendidikan memerlukan resources yang perlu diatur secermat mungkin. Pernyataan ini berkaitan dengan misi dan tujuan pembangunan pendidikan, arah pembangunan pendidikan, orientasi pembangunan pendidikan, keseluruhan prioritas, jenis dan jenjang pendidikan serta fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Keseluruhan aspek tersebut perlu dirancang secara komprehensif, akurat, cermat dan efisien serta berdasarkan perhitungan yang matang. Untuk mencapai tujuan pendidikan, diperlukan perencanaan sebagai faktor kunci efektivitas keterlaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat lokal maupun nasional. Dalam proses perencanaan ini seringkali dapat ditemukan berbagai masalah maupun tantangan didalamnya. Diantaranya masalah yang menjadi kendala tersendiri dalam mencapai tujuan pendidikan dalam proses perencanaan pendidikan adalah rendahnya sarana prasarana yang mendukung kegiatan belajar mengajar, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan juga mahalnya biaya pendidikan. Sebagai contoh, data dari Kemendikbud menyebutkan untuk satuan SD baik negeri maupun swasta di Jawa Barat tahun ajaran 2017/2018, terdapat 141,721 ruang kelas, dengan jumlah 30,681 dalam kondisi baik, 82,965 dalam kondisi rusak ringan, 13,038 dalam kondisi rusak sedang, 9,314 dalam kondisi rusak berat, dan 5,723 ruang kelas dalam kondisi rusak total. Bukan jumlah yang sedikit mengingat Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang terbilang cukup maju dalam bidang ekonomi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat, angka ekonomi Jawa Barat tahun 2018 tumbuh 5,64 persen , meningkat dibanding tahun 2017 sebesar 5,35 persen. Namun kenyataannya dalam sektor pendidikan, masih banyak sekolah dengan sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standar yang sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal pasal 45 ayat 1 yang berbunyi “ Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.”.
Selain masalah, terdapat pula tantangan dalam proses perencanaan pendidikan. Diantaranya tantangan tersebut adalah pengaruh lingkungan. Para psikolog telah mempelajari kontroversi mengenai Nature-Mature, dimana disebutkan bahwa seseorang dilahirkan dengan berbagai potensi untuk dapat mengembangkan pola perilaku dan lingkungan yang merupakan penentu utama dari pola perilaku individu. Untuk itu, lingkungan dapat memengaruhi pola perilaku individu termasuk juga dalam bidang pendidikan. Perencana pendidikan hendaknya memperhatikan lingkunagan agar bisa meningkatkan karakteristik pencarian stimulus dari para peserta didik juga agar dapat mempengaruhi perilaku peserta didik sebagai individu dan membantu menggali pengembangan potensi dasarnya. Tantangan lainnya juga muncul karena terdapat kesenjangan antara kenyataan dengan harapan dalam perencanaan yang diakibatkan oleh aspek demografis, salah satunya pertumbuhan penduduk yang tak terkendali yang juga berkaitan dengan adanya masalah kesenjangan sosial dan kurang tersebarnya sekolah serta pendidik juga tenaga kependidikan, mengingat negara Indonesia merupakan negara kepulauan, dimana hal ini juga merupakan tantangan dalam perencanaan pendidikan. Data mengenai peta persebaran sekolah SD dari kemendikbud menunjukan sebaran sekolah yang sangat rapat di Pulau Jawa. Adapun untuk wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua dan bagian utara seperti Kalimantan Utara kerapatannya berkurang dan cenderung sangat renggang, hal ini menunjukan tidak relevannya harapan yang direncanakan dengan kenyataan, mengingat masih banyak saudara kita di pelosok sana yang sama sekali tidak menyentuh akses pendidikan akibat adanya gap atau jarak yang cukup tinggi antara kebutuhan sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan dengan jumlah peserta didik atau permintaan. Selain itu, data dari World Bank tahun 2005 menunjukan beberapa daerah paling miskin di kawasan Indonesian timur, di mana jumlah penduduk dan permintaan terhadap kendaraan masih rendah, masih tidak memiliki akses terhadap jalan. Tentunya tidak meratanya infrastruktur juga merupakan salah satu tantangan dalam perencanaan pendidikan. Selain pengaruh lingkungan, aspek demografis dan infrastruktur, Politik juga bisa menjadi tantangan bagi perencanaan pendidikan. Sistem politik yang berlaku dalam suatu negara senantiasa terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara termasuk kebijakan dalam bidang pendidikan. kaitan tersebut terletak pada perumusan kebijakan , proses legitimasi, proses penyampaian pada khalayak, proses pengkomunikasian, proses pelaksanaan, dan proses evaluasi.
Didalam proses atau tahap perencanaan dalam bidang pendidikan terdapat beberapa fungsi yang saling terintegrasi, diantaranya fungsi-fungsi perencanaan dalam lingkup pendidikan adalah mendefinisikan permasalahan perencanaan pendidikan. Analisis bidang telaah permasalahan perencanaan, mengkonsepsikan dan merancang rencana, evaluasi rencana, menentukan rencana, implementasi rencana, dan yang terakhir adalah evaluasi implementasi rencana dan umpan baliknya. Untuk itu, perencanaan menempati posisi strategis dalam keseluruhan proses pendidikan, dimana perencanaan merupakan langkah awal merumuskan strastegi, dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya organisasi dengan melihat atau mengidentifikasi aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan untuk meramalkan kesuksesan di masa mendatang. __________________________________________________________________________ Referensi: Sa’ud, Udin Syaefudin & Makmun, Abin Syamsudin. (2005). Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pertanyaan 1. Silahkan Anda pelajari permasalahan di atas dan analisis bagaimana peranan perencanaan pendidikan baik secara mikro maupun makro dalam pendidikan, sertakan teori-teorinya yang relevan! Perencanaan pendidikan berfungsi untuk menetapkan misi, tujuan, dan arah pembangunan pendidikan secara keseluruhan. Ini melibatkan pertimbangan yang matang terhadap kebutuhan masyarakat, tantangan yang dihadapi, serta prioritas yang perlu diatasi dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam dokumen yang menyebutkan perlunya perancangan yang komprehensif terkait misi, tujuan, arah, orientasi, prioritas, jenis dan jenjang pendidikan, serta fasilitas yang diperlukan. Penjelasan teori di atas sesuai dengan beberapa pendapat ahli di bawah ini. 1. Rusdiana, (2021) bahwa perencanaan pendidikan merupakan investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial. Jadi perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari sebuah analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan supaya pendidikan lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyaraka. 2. Albert Waterston, (1965) perencanaan pendidikan adalah investasi yang dapat dijalankan dan kegiatan pembangunan yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial. 3. Pidarta, (2010:1) mengutip Comb: Perencanaan pendidikan adalah aplikasi analisis rasional dan sistematik dalam proses pengembangan pendidikan yang bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendidikan dalam usahanya memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan (pendidikan) baik tujuan yang berhubungan dengan anak didik maupun masyarakat. 4. C. E. Beeby, (1982) perencanaan pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan yang ada dalam kegiatan ekonomi, sosial dan politik untuk pengembangan potensi sistem pendidikan nasional, memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut. 5. Yusuf Enoch, (1985) perencanaan pendidikan merupakan suatu proses penyusunan alternatif kebijaksanaan mengatasi masalah yang akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan pendidikan nasional dengan mempertimbangkan kenyataan yang ada di bidang sosial ekonomi, sosial budaya dan kebutuhan pembagunan secara menyeluruh terhadap pendidikan nasional 6. Biaya pendidikan, menurut Supriyadi (2003), merupakan salah satu komponen instrumental (instrumental-input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga. 7. Nanang Fattah (2009) biaya pendidikan merupakan jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup gaji guru, peningkatan profesional peralatan, pengadaan alat-alat dan buku pelajaran, alat tulis kantor (ATK), kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi pendidikan. 8. Usman (2017 menjelaskan bahwa mutu pendidikan dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang bermutu. Sementara untuk mewujudkan pembelajaran yang bermutu sangat membutuhkan sumber dana yang memadai dan dikelola secara benar. Oleh karena itu, tahapan pada manajemen pembiayaan pendidikan perlu diperhatikan. Pada dasarnya tujuan manajemen pembiayaan pendidikan adalah terselenggaranya proses pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik yang diharapkan. 9. Penyelenggara pendidikan harus benarbenar paham mengenai hakikat kebijakan pendidikan (Nurhardjadmo, 2008). Kebijakan pendidikan yang dilahirkan tidak hanya saja bersifat pada golongan tertentu namun akan memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat (Bakry, 2010). Kebijakan pendidikan yang dihasilkan dengan proses yang tepat akan menghasilkan luaran yang akan mampu mencapai tujuan pendidikan yang telah disepakati dan apabila kebijakan pendidikan yang dihasilkan tanpa adanya proses yang bersifat prosedural maka akan berdampak kepada mutu pendidikan (Winarsih, 2017). Untuk menghasilkan kebijakan pendidikan yang tepat maka penyelenggara pendidikan harus mampu mengetahui hakikat kebijakan pendidikan terutama yang berhubungan dengan kerangka kerja pengembangan kebijakan pendidikan. Oleh sebab itu tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji kerangka kerja pengembangan kebijakan pendidikan, proses analisis kebijakan pendidikan, dan strategi implementasi kebijakan pendidikan. 10. Manajemen Berbasis Sekolah atau singkatan dari MBS, ditandai dengan adanya wewenang atau otonomi sekolah secara penuh terkait pelayanan disekolah baik secara internal maupun eksternal untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan disekolah, dengan tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan (Rizka Azhara, 2022). MBS adalah sebuah model yang untuk mengelola sekolah yang bersifat otonomi sekolah melibatkan semua aspek sekolah seperti kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua/wali murid hingga masyrakat. Jika MBS dilaksanakan dengan baik maka dapat meningkatkan mutu pendidikan (Desi Ratnasari, 2020). Pelaksanaan MBS dengan baik ini ditentukan oleh indikator yang membuat berhasilnya pelaksanaan MBS ini yaitu adanya dukungan kepala sekolah, guru, pendanaan yang memadai dan cukup, adanya komitmen mencapai tujuan bersama, bertanggung jawab, memiliki keterampilan, dan akuntabel. Namun, jika indikator-indikator tersebut diatas tidak dapat bekerja sama dengan baik atau kurangnya partisipasi, kurang adanya kesadaran dalam melaksanakan tugas-tugas, dan kurangnya anggaran atau pendanaan yang tersedia tidak memadai maka dapat dipastikan akan terjadi hambatan dalam melaksanakan MBS ini. Karena tujuan utama MBS salah satunya ialah dapat meningkatkan mutu pendidikan
2. Silahkan Anda analisis kendala/permasalahan utama dalam kasus diatas berikan pendapat dan sampaikan teorinya-teorinya yang relevan dengan kasus tersebut beserta contohnya. a. Rendahnya Sarana dan Prasarana Pendukung Kegiatan Belajar Mengajar: Rendahnya sarana prasarana yang mendukung kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu masalah utama. Ini mengindikasikan kekurangan atau kondisi yang tidak memadai pada fasilitas fisik seperti ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta media pembelajaran lainnya. Kekurangan sarana dan prasarana secara signifikan menghambat proses pembelajaran yang efektif dan berkualitas. Tanpa fasilitas yang memadai, guru kesulitan dalam menyampaikan materi secara optimal, siswa kurang memiliki kesempatan untuk praktik dan eksplorasi, serta lingkungan belajar menjadi kurang kondusif. Teori Relevan: 1. Teori Lingkungan Belajar (Learning Environment Theory) Teori ini menekankan bahwa lingkungan fisik dan psikologis memiliki pengaruh besar terhadap proses dan hasil belajar siswa. Sarana dan prasarana yang memadai merupakan komponen penting dari lingkungan belajar yang kondusif (Hidayatulloh, 2014) . Contohnya, ruang kelas yang nyaman dan dilengkapi dengan teknologi yang relevan dapat meningkatkan fokus dan partisipasi siswa. 2. Teori Kebutuhan Maslow (Hierarchy of Needs) Meskipun lebih berfokus pada motivasi individu, teori ini relevan dalam konteks ini. Kebutuhan dasar seperti rasa aman dan kenyamanan fisik (yang dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang layak) perlu terpenuhi sebelum siswa dapat fokus pada kebutuhan yang lebih tinggi seperti belajar dan aktualisasi diri (Maslow, 2021). Contohnya, sekolah dengan bangunan yang rusak atau tidak aman dapat menimbulkan kecemasan dan mengganggu konsentrasi siswa. b. Rendahnya Kualitas Guru: Dokumen menyebutkan rendahnya kualitas guru sebagai kendala. Hal ini bisa mencakup berbagai aspek seperti kompetensi pedagogik, kompetensi profesional (penguasaan materi), kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Kualitas guru merupakan faktor kunci dalam menentukan mutu pendidikan. Guru yang kurang kompeten akan kesulitan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang efektif, membimbing siswa, serta mengevaluasi hasil belajar dengan baik. Teori Relevan: 1. Teori Modal Manusia (Human Capital Theory) Dalam konteks pendidikan, guru yang berkualitas tinggi merupakan investasi modal manusia yang sangat berharga. Kompetensi dan keahlian guru secara langsung berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan (Becker (1993). Contohnya, guru yang memiliki pemahaman mendalam tentang materi pelajaran dan metode pengajaran yang inovatif dapat menghasilkan lulusan yang lebih kompeten. 2. Teori Efektivitas Guru (Teacher Effectiveness Theory) Teori ini mengidentifikasi karakteristik dan praktik guru yang berkorelasi positif dengan hasil belajar siswa. Kualitas guru yang rendah menunjukkan adanya kekurangan dalam aspek-aspek efektivitas guru seperti perencanaan pembelajaran yang baik, pengelolaan kelas yang efektif, penggunaan strategi pembelajaran yang bervariasi, dan pemberian umpan balik yang konstruktif (Setiyati, 2014). Contohnya, guru yang mampu menciptakan suasana belajar yang interaktif dan memberikan umpan balik yang spesifik akan lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa. c. Rendahnya Kesejahteraan Guru: rendahnya kesejahteraan guru berkaitan dengan tingkat pendapatan, tunjangan, dan fasilitas lain yang diterima oleh guru sebagai imbalan atas pekerjaan mereka. Kesejahteraan guru yang rendah dapat berdampak negatif pada motivasi, kinerja, dan profesionalisme mereka. Guru yang merasa tidak dihargai secara finansial dan sosial cenderung kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya, bahkan berpotensi mencari pekerjaan lain. Teori Relevan: 1. Teori Motivasi Herzberg (Two-Factor Theory) Teori ini membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menjadi dua kategori: faktor hygiene (seperti gaji, kondisi kerja, dan kebijakan perusahaan) dan faktor motivator (seperti pengakuan, tanggung jawab, dan kesempatan untuk berkembang) (Herzberg, 1964). Kesejahteraan guru termasuk dalam faktor hygiene. Jika faktor ini tidak terpenuhi dengan baik, dapat menyebabkan ketidakpuasan dan menurunkan motivasi. Contohnya, guru dengan gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hidup cenderung kurang fokus pada pengembangan diri dan inovasi dalam pembelajaran. 2. Teori Keadilan (Equity Theory) Teori ini menyatakan bahwa individu akan termotivasi jika mereka merasa adanya keadilan dalam perbandingan antara input (usaha, kualifikasi) dan output (gaji, pengakuan) yang mereka terima dengan input dan output orang lain yang sebanding (Robbins & Judge, 2008). Jika guru merasa kesejahteraan mereka tidak adil dibandingkan dengan profesi lain dengan tingkat pendidikan dan tanggung jawab yang serupa, hal ini dapat menurunkan motivasi dan komitmen mereka. Contohnya, guru yang melihat rekan seprofesinya di negara lain atau di sektor lain dengan kesejahteraan yang jauh lebih baik mungkin merasa tidak dihargai. d. Rendahnya Prestasi Siswa: Rendahnya prestasi siswa juga disebutkan sebagai masalah. Ini merupakan indikator hasil dari berbagai faktor dalam sistem pendidikan, termasuk kualitas pembelajaran, kurikulum, dan lingkungan belajar. Rendahnya prestasi siswa menjadi perhatian utama karena mencerminkan kurang optimalnya proses pendidikan dalam menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing. Teori Relevan: 1. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) – Bandura Teori ini menekankan bahwa belajar terjadi melalui observasi, imitasi, dan pemodelan. Jika kualitas pengajaran rendah dan sarana prasarana tidak mendukung, siswa akan memiliki lebih sedikit kesempatan untuk mengamati dan meniru perilaku dan keterampilan yang diharapkan, yang pada akhirnya mempengaruhi prestasi mereka (Gauthier & Latham, 2022). Contohnya, siswa yang diajar oleh guru yang kurang menguasai materi atau tidak mampu memberikan contoh yang jelas akan kesulitan memahami konsep dan berprestasi baik. 2. Teori Konstruktivisme Teori ini menyatakan bahwa siswa aktif membangun pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Jika lingkungan belajar kurang kaya (miskin sarana prasarana) dan interaksi di kelas kurang efektif (kualitas guru rendah), maka proses konstruksi pengetahuan siswa akan terhambat, yang berujung pada rendahnya prestasi (Supardan, 2016). Contohnya, siswa tanpa akses ke laboratorium atau sumber belajar yang beragam akan kesulitan membangun pemahaman konsep sains secara mendalam.
3. Didalam proses atau tahap perencanaan dalam bidang pendidikan terdapat beberapa fungsi yang saling terintegrasi, diantaranya fungsi perencanaan dalam lingkup pendidikan. Silahkan Anda memberikan hasil analisis tentang fungsi terintegrasi dengan perencanaan, sampaikan teori dan contohnya.
Teori-teori yang Mendasari Fungsi Terintegrasi dalam Perencanaan Pendidikan: 1. Teori Sistem Teori ini memandang organisasi atau sistem pendidikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi dan bergantung satu sama lain. Dalam konteks perencanaan, teori sistem menekankan pentingnya memahami bagaimana berbagai komponen perencanaan (misalnya, perencanaan kurikulum, perencanaan sumber daya manusia, perencanaan anggaran, perencanaan infrastruktur) saling memengaruhi dan berkontribusi pada tujuan keseluruhan sistem pendidikan. Perencanaan terintegrasi memastikan bahwa perubahan atau inisiatif di satu area dipertimbangkan dampaknya pada area lain. Contoh: Sebuah sekolah menyusun rencana pengembangan jangka menengah yang mencakup peningkatan kualitas pembelajaran sains melalui pengadaan laboratorium yang lebih lengkap dan pelatihan guru sains. Perencanaan anggaran sekolah secara eksplisit mengalokasikan dana yang dibutuhkan untuk pengadaan peralatan laboratorium, bahan habis pakai, dan biaya pelatihan guru sains sesuai dengan prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah 2. Teori Kontingensi Teori ini menyatakan bahwa tidak ada satu cara terbaik untuk mengelola atau merencanakan, melainkan pendekatan yang paling efektif bergantung pada situasi dan kondisi spesifik. Dalam perencanaan pendidikan, teori kontingensi menyiratkan bahwa integrasi berbagai fungsi perencanaan harus disesuaikan dengan konteks unik dari sistem pendidikan, termasuk karakteristik siswa, sumber daya yang tersedia, tantangan yang dihadapi, dan tujuan yang ingin dicapai. Contoh: Pemerintah mengembangkan kurikulum baru yang menekankan pada pembelajaran berbasis proyek dan keterampilan abad ke-21. Bersamaan dengan itu, dirancang program pelatihan dan pengembangan profesional guru yang secara spesifik membekali guru dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kurikulum baru tersebut. Materi pelatihan, metode pengajaran, dan asesmen dalam program pengembangan guru selaras dengan prinsip dan praktik yang diamanatkan dalam kurikulum baru
3. Teori Kolaborasi dan Koordinasi Teori ini menyoroti pentingnya kerja sama dan komunikasi yang efektif antar berbagai pemangku kepentingan dalam suatu organisasi atau sistem. Dalam perencanaan pendidikan, fungsi terintegrasi memerlukan kolaborasi yang erat antara perencana di berbagai tingkatan (misalnya, tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, sekolah), berbagai bidang (misalnya, kurikulum, sarana prasarana, keuangan), dan berbagai pemangku kepentingan (misalnya, pemerintah, sekolah, masyarakat, orang tua). Koordinasi yang baik memastikan bahwa upaya perencanaan saling melengkapi dan tidak tumpang tindih. Contoh: Dinas pendidikan merencanakan pembangunan gedung sekolah baru. Dalam proses perencanaan, mereka melibatkan ahli pendidikan inklusif untuk memastikan bahwa desain gedung dan fasilitas yang disediakan (misalnya, ramp, toilet aksesibel, ruang sumber belajar) sesuai dengan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Perencanaan ini mengintegrasikan aspek fisik bangunan dengan tujuan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif bagi semua siswa. 4. Pendekatan Perencanaan Strategis Pendekatan ini menekankan pada penetapan visi, misi, tujuan strategis, dan langkah-langkah tindakan yang terukur untuk mencapai tujuan jangka panjang. Dalam konteks fungsi terintegrasi, perencanaan strategis menjadi kerangka kerja yang mengarahkan dan menyelaraskan berbagai inisiatif perencanaan di berbagai tingkatan dan bidang. Integrasi memastikan bahwa rencana operasional di tingkat yang lebih rendah mendukung pencapaian tujuan strategis yang lebih tinggi. Contoh: Pemerintah pusat menetapkan kebijakan nasional tentang peningkatan literasi dan numerasi. Pemerintah daerah kemudian menyusun rencana strategis pendidikan daerah yang menjabarkan bagaimana kebijakan nasional tersebut akan diimplementasikan di tingkat lokal, termasuk program-program spesifik, alokasi anggaran, dan mekanisme pemantauan dan evaluasi yang disesuaikan dengan konteks daerah. Rencana daerah ini terintegrasi dengan tujuan dan indikator kinerja yang ditetapkan di tingkat nasional |
40
40
20
|
Modul 1 KB 2 mengenai Perencanaan Pendidikan dan Pembangunan Nasional
|
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih