KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA DALAM APBN 2025: IMPLIKASINYA TERHADAP PENGELUARAN PUBLIK DAN PERENCANAAN KEUANGAN NEGARA
Disusun Sebagai Salah Satu Tugas
MAPU5202 Administrasi Keuangan Publik
Oleh
...............................
NPM. ...............................
PROGRAM PASCA SARJANA
………………………………………………
………………………………
2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebijakan Pendapatan Negara dalam APBN 2025: Implikasinya terhadap Pengeluaran Publik dan Perencanaan Keuangan Negara” dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam rangka memenuhi persyaratan mata kuliah Keuangan Publik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan di masa mendatang.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca, khususnya dalam memahami peran strategis kebijakan pendapatan negara dalam kerangka APBN 2025.
…………, Mei 2025
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap tahun, pemerintah Indonesia menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai dasar pelaksanaan kebijakan fiskal. Dalam APBN tersebut, pendapatan negara menjadi bagian yang sangat penting karena menjadi sumber utama pembiayaan berbagai program pembangunan nasional. Tanpa pendapatan yang cukup, akan sulit bagi pemerintah untuk membiayai layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur (Silalahi & Ginting, 2020).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen vital dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan negara. Melalui APBN, pemerintah tidak hanya menentukan arah pembangunan, tetapi juga menetapkan bagaimana pendapatan dan belanja negara dialokasikan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, serta stabilitas fiskal jangka panjang. Dalam konteks APBN 2025, kebijakan pendapatan negara menjadi titik krusial mengingat tekanan terhadap penerimaan negara yang semakin kompleks di tengah kebutuhan belanja yang terus meningkat (Lativa, 2021).
Seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi, pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat secara berlebihan. Di sisi lain, belanja negara yang diarahkan pada pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta subsidi energi membutuhkan dukungan fiskal yang kuat dan berkelanjutan. Ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran negara berpotensi menimbulkan defisit anggaran yang terlalu besar dan berisiko terhadap stabilitas ekonomi makro (Balasundharam et al., 2023).
APBN 2025 disusun dalam konteks pemulihan ekonomi pasca pandemi dan berbagai tantangan global seperti ketegangan geopolitik serta perubahan iklim. Oleh karena itu, perencanaan pendapatan negara tahun 2025 menjadi semakin penting untuk menjamin keberlanjutan fiskal dan efektivitas pengeluaran pemerintah. Pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan negara melalui reformasi perpajakan, digitalisasi sistem administrasi pajak, serta optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) (Silalahi & Ginting, 2020). Pemerintah dalam APBN 2025 menargetkan peningkatan penerimaan melalui intensifikasi perpajakan, optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), serta pengelolaan utang yang lebih disiplin. Namun demikian, efektivitas kebijakan tersebut masih perlu dievaluasi, terutama dalam konteks bagaimana pendapatan negara mampu mendukung belanja yang produktif dan efisien. Menurut penelitian oleh Usman dan Wartoyo (2024), ketidaktepatan dalam perencanaan pendapatan berdampak pada ketidakseimbangan fiskal yang berulang, menyebabkan ketergantungan pada pembiayaan defisit yang berisiko tinggi dalam jangka panjang.
Selain itu, perencanaan keuangan negara yang tidak terintegrasi dengan proyeksi pendapatan yang realistis dapat menghambat efektivitas program-program pembangunan. Oleh karena itu, memahami hubungan antara kebijakan pendapatan negara dengan pengeluaran publik serta perencanaan keuangan negara menjadi hal yang mendesak untuk dikaji secara kritis. Evaluasi terhadap kebijakan pendapatan dalam APBN 2025 dapat memberikan gambaran mengenai seberapa jauh instrumen fiskal ini mampu menjawab tantangan pembangunan dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat secara berkeadilan.
Dengan melihat dinamika tersebut, makalah ini mencoba mengulas lebih dalam bagaimana kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 disusun, serta bagaimana implikasinya terhadap pengeluaran publik dan perencanaan keuangan negara secara keseluruhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kebijakan pendapatan negara dirancang dalam APBN 2025?
2. Apa saja faktor yang memengaruhi efektivitas kebijakan pendapatan negara dalam mendukung pengeluaran publik?
3. Bagaimana implikasi kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 terhadap perencanaan dan penganggaran keuangan negara?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah.
1. Mendeskripsikan bagaimana kebijakan pendapatan negara dirancang dalam APBN 2025.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas kebijakan pendapatan dalam mendukung pengeluaran publik.
3. Menjelaskan dampak dari kebijakan pendapatan negara terhadap perencanaan dan penganggaran keuangan negara.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat menjadi media pembelajaran untuk memahami peran strategis pendapatan negara dalam APBN, serta keterkaitannya dengan belanja negara dan kebijakan fiskal secara umum.
2. Bagi Akademik dan Pemerhati Kebijakan
Makalah ini bisa memberikan gambaran tentang trend dan pendekatan yang diambil pemerintah dalam menyusun kebijakan pendapatan negara tahun 2025.
3. Bagi Pemerintah atau Instansi Terkait
Kajian ini dapat menjadi masukan tambahan dari perspektif akademik terkait implementasi kebijakan pendapatan dan dampaknya terhadap pengelolaan keuangan negara.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kebijakan Pendapatan Negara dalam APBN 2025
Pendapatan negara adalah semua penerimaan pemerintah pusat yang berasal dari sumber-sumber dalam negeri maupun luar negeri yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Dalam konteks kebijakan fiskal makro, pendapatan negara merupakan instrumen utama untuk mencapai stabilitas ekonomi, pemerataan pembangunan, dan pertumbuhan jangka panjang (Silalahi & Ginting, 2020). Sayadi (2021) berpendapat bahwa pendapatan negara terdiri dari tiga komponen utama yaitu.
1. Pajak mencakup pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan jenis pajak lainnya.
2. PNBP meliputi pendapatan dari sektor sumber daya alam, layanan pemerintah, serta pengelolaan aset negara.
3. Hibah kontribusi dari pihak lain yang sifatnya tidak wajib dan tidak mengikat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah yang disusun dan ditetapkan melalui undang-undang, serta digunakan sebagai pedoman dalam penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. APBN mencerminkan arah kebijakan ekonomi dan prioritas pembangunan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN disusun berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas untuk mewujudkan tata kelola keuangan negara yang sehat. Dalam prakteknya, APBN terdiri dari dua sisi utama, yaitu sisi pendapatan dan sisi belanja negara. Pendapatan negara diperoleh dari pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), serta hibah. Sementara itu, belanja negara diarahkan untuk membiayai program-program pembangunan dan pelayanan publik (Sayadi, 2021). Kebijakan pendapatan negara merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang mencakup upaya pemerintah dalam merancang dan mengelola berbagai sumber penerimaan negara, baik dari pajak maupun non-pajak. Tujuan utamanya adalah menciptakan sistem pendapatan yang berkelanjutan dan adil untuk membiayai pengeluaran negara secara optimal (Putri, 2024). Dalam konteks APBN, kebijakan pendapatan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga strategis, karena memengaruhi arah pembangunan nasional dan stabilitas makroekonomi.
Kebijakan fiskal merupakan instrumen utama pemerintah dalam mengatur perekonomian melalui mekanisme pengeluaran dan penerimaan negara. Menurut Sari et al., (2024), kebijakan fiskal memiliki tiga fungsi utama: alokasi sumber daya, distribusi pendapatan, dan stabilisasi ekonomi. Dalam konteks pendapatan negara, kebijakan fiskal berfungsi sebagai alat untuk menghimpun dana guna membiayai belanja negara yang diarahkan pada pembangunan nasional.
Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan ketika pemerintah meningkatkan belanja atau menurunkan pajak untuk mendorong pertumbuhan, sedangkan kebijakan fiskal kontraktif dilakukan untuk menekan inflasi atau defisit (Lativa, 2021). Dalam APBN, penerimaan negara terutama dari pajak dan PNBP berperan penting dalam menentukan ruang fiskal pemerintah.
Menurut Putri (2024), struktur pendapatan negara yang sehat harus mampu mendukung belanja negara secara mandiri tanpa ketergantungan yang tinggi pada utang. Dalam APBN 2025, upaya optimalisasi penerimaan negara menjadi prioritas untuk mengurangi risiko fiskal dan menjaga kesinambungan pembangunan.
B. Pengeluaran Publik
Pengeluaran publik adalah semua jenis belanja yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ekonomi publik, pengeluaran negara dibedakan menjadi belanja rutin dan belanja modal (Sari et al., 2024). Belanja ini harus diarahkan untuk menghasilkan manfaat sosial, memperkecil ketimpangan, serta meningkatkan produktivitas nasional. Secara konseptual, pengeluaran publik tidak hanya dipandang sebagai alat belanja pemerintah, melainkan juga sebagai instrumen kebijakan yang berperan penting dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran ini dapat bersifat langsung (seperti subsidi dan bantuan sosial) maupun tidak langsung (seperti pembangunan infrastruktur yang efeknya baru terasa dalam jangka menengah-panjang). Oleh karena itu, pengeluaran publik harus dirancang secara cermat agar benar-benar menjawab kebutuhan riil masyarakat dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Efektivitas pengeluaran publik juga sangat bergantung pada kualitas perencanaannya. Tidak jarang alokasi anggaran sudah besar, tetapi hasilnya tidak optimal karena lemahnya manajemen dan kurangnya evaluasi berbasis kinerja. Oleh sebab itu, pendekatan anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) semakin ditekankan dalam sistem penganggaran modern, termasuk di Indonesia. Dengan pendekatan ini, setiap rupiah yang dibelanjakan pemerintah harus dapat diukur hasil dan manfaatnya secara konkret, tidak hanya dari sisi serapan anggaran, tetapi juga dari sisi dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan. Efektivitas pengeluaran publik sangat ditentukan oleh kecukupan dan kepastian pendapatan negara. Dengan pendapatan yang kuat dan stabil, pemerintah dapat merancang alokasi anggaran yang lebih berpihak pada sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur (Sari et al., 2024).
C. Perencanaan Keuangan Negara
Perencanaan dan penganggaran negara merupakan proses menyusun arah dan skala pengeluaran berdasarkan proyeksi pendapatan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menegaskan bahwa perencanaan keuangan negara harus berbasis pada prinsip efisiensi, efektivitas, dan transparansi. Dalam praktiknya, perencanaan penganggaran ini dituangkan dalam dokumen APBN setiap tahun. Perencanaan keuangan negara meliputi perumusan rencana belanja berdasarkan proyeksi pendapatan, serta strategi pembiayaan bila terjadi defisit. Keterkaitan antara pendapatan dan belanja menuntut sinkronisasi dalam penyusunan APBN agar tercapai efisiensi fiskal dan akuntabilitas pengelolaan anggaran (Silalahi & Ginting, 2020).
Keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran menjadi prinsip dasar dalam penyusunan anggaran. Bila pendapatan lebih kecil dari pengeluaran, negara perlu mencari sumber pembiayaan lain, yang bisa menimbulkan defisit dan berdampak jangka panjang pada fiskal.
D. Keterkaitan Antara Pendapatan Negara, Pengeluaran Publik, dan Perencanaan Keuangan Negara
Sistem keuangan negara yang ideal, pendapatan negara harus cukup untuk menutupi seluruh kebutuhan belanja negara. Namun dalam praktiknya, sering kali terdapat kesenjangan antara target pendapatan dengan kebutuhan pengeluaran, yang memaksa pemerintah melakukan pembiayaan melalui utang atau penerbitan surat berharga negara (Mujasmara et al., 2023). Situasi ini menekankan pentingnya perencanaan keuangan negara yang realistis dan disiplin fiskal yang ketat agar keberlanjutan fiskal tetap terjaga. Oleh karena itu, sinergi antara kebijakan pendapatan dan perencanaan anggaran menjadi kunci utama dalam membangun tata kelola fiskal yang sehat.
Ketiga komponen pendapatan negara, pengeluaran publik, dan perencanaan keuangan saling berkaitan erat. Pendapatan yang dirancang secara realistis dan adil akan menjadi fondasi bagi pengeluaran negara yang produktif. Sebaliknya, jika pendapatan tidak optimal, maka anggaran belanja bisa terganggu, dan proses pembangunan menjadi tidak efisien. Dalam konteks APBN 2025, kebijakan pendapatan negara menjadi sangat strategis karena menentukan seberapa jauh pemerintah dapat menjalankan program-program prioritas. Oleh karena itu, pemahaman teoritis terhadap keterkaitan ini penting sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan anggaran negara.
Kebijakan pendapatan negara juga memiliki peran strategis dalam menentukan ruang fiskal yang tersedia bagi pemerintah. Semakin besar dan stabil penerimaan negara, semakin luas pula pilihan kebijakan pengeluaran yang bisa dilakukan. Sebaliknya, jika pendapatan menurun atau tidak stabil—misalnya karena ketergantungan pada komoditas tertentu atau lemahnya kepatuhan pajak pemerintah akan menghadapi keterbatasan dalam membiayai program prioritas. Di sinilah pentingnya reformasi perpajakan dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak agar struktur pendapatan menjadi lebih tangguh menghadapi dinamika ekonomi.
Perencanaan keuangan negara tidak dapat dilakukan secara parsial tanpa mempertimbangkan prediksi pendapatan dan kebutuhan pengeluaran. Proses penganggaran harus bersifat iteratif, di mana proyeksi pendapatan dan belanja saling mempengaruhi (Sutedi, 2022). Perencanaan yang hanya berorientasi pada belanja tanpa dukungan pendapatan yang memadai akan berujung pada defisit yang membengkak dan potensi krisis fiskal di masa depan. Oleh karena itu, penyusunan APBN tidak hanya menjadi tanggung jawab teknokratik, tetapi juga mencerminkan pilihan politik dan keberpihakan pemerintah dalam mengelola uang rakyat secara transparan dan bertanggung jawab.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Pendapatan Negara dalam APBN 2025
Perancangan kebijakan pendapatan negara dalam APBN merupakan proses kompleks yang melibatkan analisis terhadap berbagai indikator ekonomi makro, kemampuan fiskal negara, serta kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional. Menurut Silalahi dan Ginting (2020), pendapatan negara merupakan salah satu dari tiga fungsi utama keuangan publik, yakni alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dalam konteks Indonesia, kebijakan pendapatan negara disusun untuk menjawab kebutuhan pembangunan sekaligus menjaga kesinambungan fiskal. APBN 2025 dirancang dengan pendekatan yang hati-hati, memperhitungkan dinamika ekonomi global dan domestik pasca-pandemi serta tantangan geopolitik yang memengaruhi harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah Indonesia dalam RUU APBN 2025 menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp 2.781,3 triliun, naik dari target tahun sebelumnya. Sumber utama pendapatan ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.307,9 triliun dan PNBP sebesar Rp472,3 triliun. Kenaikan target ini mencerminkan optimisme pemerintah terhadap pemulihan ekonomi dan efektivitas reformasi perpajakan yang telah dijalankan, termasuk perluasan basis pajak dan digitalisasi sistem administrasi pajak.
Penerimaan perpajakan tetap menjadi sumber utama pendapatan negara. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memperkuat kebijakan ini dengan melanjutkan reformasi perpajakan secara struktural, termasuk penguatan sistem administrasi perpajakan berbasis teknologi, perluasan basis pajak, dan penguatan pengawasan. Hal ini sesuai dengan pandangan Sutedi (2022), yang menekankan bahwa sistem perpajakan yang efektif harus bersifat adil, efisien, dan responsif terhadap dinamika ekonomi. Dalam APBN 2025, target penerimaan pajak disesuaikan dengan asumsi makro yang telah disepakati, termasuk proyeksi PDB, inflasi, nilai tukar, dan harga minyak mentah Indonesia (ICP).
Selain perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga menjadi komponen penting dalam perencanaan pendapatan negara. PNBP berasal dari sektor sumber daya alam, layanan pemerintah, serta pengelolaan aset negara. Menurut Mardiasmo (2021), optimalisasi PNBP harus dilakukan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi, agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan negara tanpa menimbulkan beban sosial atau lingkungan. Pemerintah dalam APBN 2025, berupaya meningkatkan kualitas tata kelola PNBP dengan memperbaiki regulasi, sistem pelaporan, dan pengawasan terhadap instansi pengelola.
Secara prosedural, perencanaan kebijakan pendapatan negara diawali dengan penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang disampaikan Presiden kepada DPR. Dokumen ini menjadi dasar dalam menyusun Nota Keuangan dan RAPBN. Menurut Silalahi dan Ginting (2020), proses penyusunan anggaran negara idealnya bersifat partisipatif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, selain melibatkan lembaga teknis, perumusan kebijakan pendapatan juga harus terbuka terhadap masukan publik agar memiliki legitimasi dan keadilan fiskal.
Menurut Kementerian Keuangan (2024), strategi optimalisasi pendapatan negara difokuskan pada perbaikan kepatuhan pajak melalui digitalisasi sistem (core tax system), penertiban dan pemanfaatan aset negara dan optimalisasi dividen BUMN dan royalti sumber daya alam. Kebijakan ini mencerminkan orientasi pemerintah untuk memperkuat kapasitas fiskal secara berkelanjutan dengan tetap menjaga iklim investasi.
Dengan demikian, perancangan kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 merupakan hasil interaksi antara kebijakan fiskal yang strategis, pemanfaatan potensi penerimaan negara, dan upaya menjaga stabilitas serta keberlanjutan anggaran. Dalam kerangka pembangunan nasional, pendapatan negara yang dirancang secara realistis dan akuntabel menjadi fondasi utama bagi keberhasilan pengeluaran publik dan pembiayaan pembangunan berkelanjutan.
B. Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Kebijakan Pendapatan Negara dalam Mendukung Pengeluaran Publik
Efektivitas kebijakan pendapatan negara sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor internal dan eksternal yang saling berkaitan. Salah satu faktor utama adalah kualitas sistem perpajakan, baik dari sisi regulasi, administrasi, maupun kepatuhan pajak. Sistem perpajakan yang kompleks dan tidak efisien akan melemahkan kapasitas negara dalam mengumpulkan pendapatan secara optimal. Di Indonesia, tantangan ini masih terlihat dari rendahnya rasio pajak terhadap PDB yang belum mencapai target ideal, sehingga berdampak langsung pada ruang fiskal untuk pengeluaran publik (Sutedi, 2022).
Faktor kedua adalah kestabilan ekonomi makro. Inflasi yang tinggi, pelemahan nilai tukar, serta pertumbuhan ekonomi yang lambat akan berpengaruh terhadap realisasi pendapatan negara, khususnya dari sektor pajak. Dalam konteks APBN 2025, pemerintah menetapkan asumsi makro dengan memperhitungkan potensi ketidakpastian global, termasuk dampak konflik geopolitik, perubahan iklim, dan pemulihan pasca-pandemi. Sebagaimana disampaikan oleh Lativa (2021), efektivitas kebijakan fiskal tidak dapat dilepaskan dari lingkungan makroekonomi yang kondusif, karena stabilitas menjadi prasyarat bagi optimalisasi penerimaan negara.
Faktor berikutnya adalah kapasitas kelembagaan pemerintah, terutama Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak. Efektivitas kebijakan pendapatan sangat ditentukan oleh sejauh mana instansi terkait mampu menjalankan fungsi pengawasan, penegakan hukum, dan edukasi pajak secara konsisten. Menurut Mardiasmo (2021), reformasi birokrasi di sektor keuangan negara, khususnya dalam hal transparansi, akuntabilitas, dan penggunaan teknologi informasi, sangat diperlukan untuk mendorong efektivitas kebijakan pendapatan. Dengan kapasitas kelembagaan yang kuat, maka kebijakan dapat dijalankan secara lebih tepat sasaran dan adaptif terhadap dinamika yang ada.
Kepatuhan wajib pajak juga merupakan faktor krusial. Seberapa besar masyarakat, baik individu maupun korporasi, patuh dalam melaporkan dan membayar pajak akan sangat menentukan capaian target pendapatan negara. Kepatuhan pajak dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap keadilan sistem pajak, kualitas layanan administrasi pajak, dan persepsi terhadap penggunaan dana publik (Sutedi, 2022). Oleh karena itu, membangun kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran negara menjadi bagian penting dari strategi peningkatan efektivitas kebijakan pendapatan.
Diversifikasi sumber pendapatan negara juga memengaruhi ketahanan fiskal dan efektivitas kebijakan pendapatan dalam mendukung pengeluaran publik. Ketergantungan terhadap sumber penerimaan tertentu, seperti komoditas alam, membuat anggaran negara rentan terhadap fluktuasi harga pasar global. Dalam APBN 2025, pemerintah berupaya menyeimbangkan struktur pendapatan melalui penguatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan mendorong kontribusi sektor lain seperti UMKM dan ekonomi digital. Hal ini sejalan dengan pandangan Silalahi dan Ginting (2020), bahwa ketahanan fiskal menuntut struktur pendapatan yang beragam dan fleksibel terhadap perubahan ekonomi.
Sehingga efektivitas kebijakan pendapatan negara sangat tergantung pada sinkronisasi dengan kebijakan pengeluaran dan pembiayaan negara. Jika pendapatan dirancang tanpa memperhitungkan kebutuhan pengeluaran yang mendesak atau program prioritas nasional, maka akan terjadi mismatch dalam pelaksanaan APBN. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan anggaran yang terintegrasi dan berbasis kinerja, sehingga setiap rupiah yang diperoleh negara dapat diarahkan untuk belanja yang produktif. Dalam kerangka inilah, kebijakan pendapatan bukan sekadar soal mengumpulkan dana, tetapi menjadi fondasi strategis untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
C. Implikasi Kebijakan Pendapatan Negara dalam APBN 2025 terhadap Perencanaan dan Penganggaran Keuangan Negara
Kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 memiliki implikasi langsung terhadap proses perencanaan dan penganggaran keuangan negara karena pendapatan menjadi fondasi utama dalam menentukan kapasitas fiskal pemerintah. Pendapatan yang realistis dan kredibel akan memberikan kepastian bagi perencana anggaran dalam menetapkan prioritas program pembangunan. Sebaliknya, jika proyeksi pendapatan terlalu optimistis atau tidak akurat, maka akan berdampak pada terjadinya defisit anggaran atau pemangkasan belanja negara di tengah tahun anggaran. Menurut Mujasmara (2023), perencanaan anggaran yang baik sangat bergantung pada prediksi pendapatan yang rasional dan berbasis data.
Implikasi berikutnya adalah pada aspek alokasi sumber daya nasional. Kebijakan pendapatan yang progresif dan inklusif dapat mendorong distribusi fiskal yang lebih adil ke berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Dalam APBN 2025, pemerintah menekankan kesinambungan fiskal melalui peningkatan tax ratio, efisiensi belanja, dan penguatan sinergi pusat-daerah. Hal ini berkaitan dengan prinsip performance-based budgeting yang menekankan keterkaitan antara kinerja, pendanaan, dan hasil. Sistem anggaran berbasis kinerja hanya akan efektif jika didukung oleh struktur pendapatan negara yang kuat dan berkesinambungan.
Kebijakan pendapatan juga memengaruhi fleksibilitas dan responsivitas fiskal pemerintah terhadap situasi darurat atau kebutuhan mendesak. Dalam konteks ekonomi global yang dinamis, ruang fiskal menjadi penting untuk menghadapi ketidakpastian seperti bencana alam, krisis kesehatan, atau gejolak ekonomi global. Jika pendapatan negara cukup kuat, maka pemerintah memiliki kapasitas untuk melakukan counter-cyclical policy atau kebijakan fiskal ekspansif guna menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi. Dari sisi perencanaan, struktur pendapatan negara berperan penting dalam menyusun dokumen perencanaan jangka menengah dan jangka panjang, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Konsistensi antara perencanaan pendapatan dan program pembangunan akan menciptakan anggaran yang terukur, efektif, dan akuntabel. Menurut Mardiasmo (2021), integrasi antara perencanaan dan penganggaran akan sulit tercapai jika pendapatan negara disusun secara terpisah dari proses perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, kebijakan pendapatan harus diselaraskan sejak awal dengan visi pembangunan nasional.
Selain itu, kebijakan pendapatan dalam APBN 2025 juga memiliki pengaruh terhadap kualitas belanja negara, termasuk upaya menekan pemborosan dan belanja tidak produktif. Ketika pendapatan negara terbatas, pemerintah dipaksa untuk melakukan rasionalisasi program dan memperkuat belanja prioritas. Hal ini dapat menjadi momentum bagi reformasi kebijakan penganggaran agar lebih efisien dan berbasis hasil. Dalam studi oleh World Bank (2013), disebutkan bahwa struktur pendapatan yang kuat memungkinkan negara untuk fokus pada belanja yang menghasilkan nilai tambah ekonomi dan sosial secara jangka panjang.
Dengan demikian, implikasi kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 terhadap perencanaan dan penganggaran keuangan negara tidak hanya bersifat teknokratis, tetapi juga strategis. Pendapatan yang dirancang secara hati-hati akan memberi arah yang jelas dalam perumusan kebijakan anggaran yang berkelanjutan, inklusif, dan adaptif terhadap tantangan masa depan. Oleh sebab itu, memperkuat kebijakan pendapatan adalah langkah mendasar untuk mewujudkan tata kelola fiskal yang efektif dan berkeadilan di Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 memiliki peranan strategis dalam menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional. Kebijakan ini dirancang mempertimbangkan dinamika global, kondisi perekonomian domestik, serta kebutuhan belanja negara yang semakin kompleks. Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan pendapatan, terutama optimalisasi penerimaan pajak dan penguatan PNBP, menjadi fondasi dalam menciptakan ruang fiskal yang sehat dan berkelanjutan.
Faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas kebijakan pendapatan dalam mendukung pengeluaran publik meliputi kualitas administrasi perpajakan, kepatuhan wajib pajak, stabilitas makroekonomi, kapasitas kelembagaan, dan diversifikasi sumber pendapatan. Semua faktor ini berperan penting dalam menentukan sejauh mana kebijakan pendapatan dapat dijalankan secara efisien dan memberikan dampak positif terhadap program-program prioritas pemerintah.
Implikasi kebijakan pendapatan terhadap perencanaan dan penganggaran keuangan negara sangat signifikan. Pendapatan negara tidak hanya menjadi tolok ukur kemampuan belanja, tetapi juga memengaruhi arah dan skala program pembangunan yang dirancang. Struktur pendapatan yang kredibel memungkinkan penyusunan anggaran berbasis kinerja, efisien, serta responsif terhadap situasi darurat dan ketidakpastian global.
B. Saran
Pertama, pemerintah perlu terus meningkatkan kualitas kebijakan pendapatan melalui reformasi perpajakan yang menyeluruh, termasuk digitalisasi sistem, peningkatan pelayanan, dan penegakan hukum yang adil. Reformasi ini harus dibarengi dengan edukasi publik untuk membangun kesadaran dan kepercayaan terhadap pentingnya kontribusi pajak.
Kedua, perlu adanya konsistensi antara kebijakan pendapatan dan perencanaan belanja negara. Proyeksi pendapatan harus realistis dan disusun secara integratif dengan kebutuhan pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang, agar penganggaran negara lebih terarah dan tepat sasaran.
Ketiga, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya diharapkan memperkuat koordinasi lintas sektor, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna menciptakan sinergi dalam pengelolaan keuangan negara. Hal ini penting agar kebijakan fiskal, termasuk kebijakan pendapatan, benar-benar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Balasundharam, V., Basdevant, O., Benicio, D., Ceber, A., Kim, Y., Mazzone, L., Selim, H., & Yang, Y. (2023). Fiscal consolidation: Taking stock of success factors, impact, and design. International Monetary Fund.
Lativa, S. (2021). Analisis Kebijakan Fiskal Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19 Dalam Meningkatkanperekonomian. Jurnal Ekonomi, 23(3), 161–175.
Mardiasmo, M. B. A. (2021). Akuntansi sektor publik-edisi terbaru. Penerbit Andi.
Mujasmara, F. D., Panggabean, R. T. T., Muliana, R. S., Nugrahadi, E. W., & Rinaldi, M. (2023). Peran kebijakan fiskal terhadap perekonomian di Indonesia. Innovative: Journal Of Social Science Research, 3(6), 2986–2997.
Putri, M. (2024). Kebijakan moneter dan fiskal: Studi kasus pada krisis ekonomi global. Circle Archive, 1(5).
Sari, F. M., Astuti, A., Zamanda, D., Restu, F. P., & Fadilla, A. (2024). Kebijakan fiskal dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. Journal of Economics, Assets, and Evaluation, 1(4), 1–10.
Sayadi, M. H. (2021). APBN 2020: Analisis kinerja pendapatan negara selama pandemi covid-19. Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara Dan Kebijakan Publik, 6(2), 159–171.
Silalahi, D. E., & Ginting, R. R. (2020). Strategi kebijakan fiskal pemerintah indonesia untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara dalam menghadapi pandemi Covid-19. Jesya (Jurnal Ekonomi dan Ekonomi Syariah), 3(2), 156–167.
Sutedi, A. (2022). Hukum keuangan negara. Sinar Grafika.
Usman, U., & Wartoyo, W. (2024). Analysis of Fiscal Policy in the Management of the National Budget in Indonesia. Peradaban Journal of Economic and Business, 3(1), 55–71.
World bank. (2013). okumen Informasi Proyek (Project Information Document) Forest Investment Program. Kawasan Asia Timur dan Pasifik.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih