![]() |
ANALISIS
KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA DALAM APBN 2025
Disusun Sebagai Salah Satu Tugas
MAPU5202 Administrasi Keuangan Publik
Oleh
……………………………
NPM. ……………………..
PROGRAM PASCA SARJANA
………………………………………………
………………………………
2025
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
APBN pada dasarnya berperan sebagai alat untuk menghimpun dana investasi, yang digunakan guna mengelola pendapatan dan belanja negara dalam rangka membiayai program-program pemerintahan, mendorong pembangunan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional, menjaga stabilitas ekonomi, serta menetapkan arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh (Mulyawan & Widia, 2020).
Pemerintah memiliki peran penting dalam pengelolaan APBN untuk mendorong kemandirian ekonomi di tingkat daerah. Kemandirian ini menjadi indikator utama keberhasilan otonomi daerah, karena setiap wilayah diharapkan mampu mengatur keuangan daerahnya sendiri tanpa terlalu bergantung pada dukungan dari pemerintah pusat. Dalam hal ini, pengelolaan APBN yang efisien dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal serta memperkuat kapasitas daerah dalam merancang dan menjalankan program-program pembangunan. Pengelolaan APBN yang optimal dapat mendukung peningkatan kemandirian ekonomi daerah, mendorong pertumbuhan yang merata dan inklusif, serta memperkuat pembangunan berkelanjutan di berbagai wilayah Indonesia (Shadewi, et.all., 2024).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pemerintah menyediakan landasan hukum yang memperkuat pelaksanaan otonomi daerah serta meningkatkan kapasitas fiskal daerah. Kebijakan ini mendorong daerah agar lebih proaktif dalam mengelola potensi ekonomi lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer dari pusat. Melalui instrumen kebijakan fiskal yang tepat sasaran, pemerintah pusat memberikan insentif kepada daerah untuk menggali dan mengembangkan sumber pendapatan yang mandiri dan berkelanjutan.
Pada tahun 2024, pemerintah menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp2.802,3 triliun, yang bersumber dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.309,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp492 triliun. Pajak tetap menjadi komponen utama dalam struktur penerimaan negara, mengemban peran vital dalam mendanai pembangunan nasional dan menjaga stabilitas fiskal. Proyeksi ini disusun berdasarkan sejumlah asumsi makroekonomi, antara lain: pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, inflasi terkendali di tingkat 2,8%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipatok Rp15.000 per USD, suku bunga SBN 10 tahun sebesar 6,7%, harga minyak mentah dunia diperkirakan mencapai US$82 per barel, lifting minyak sebesar 635 ribu barel per hari, serta lifting gas sebesar 1,033 juta barel setara minyak per hari (Nasly & Sekar, 2024).
Untuk tahun anggaran 2025, pemerintah menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp3.005,1 triliun, yang terdiri dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun. Perhitungan target ini mempertimbangkan sejumlah faktor strategis seperti kapasitas ekonomi nasional, iklim investasi, dan daya saing usaha dalam memperluas basis penerimaan perpajakan. Penerimaan perpajakan tahun 2025 didorong oleh agenda reformasi perpajakan yang meliputi perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, implementasi sistem Coretax, serta penyesuaian sistem perpajakan agar sejalan dengan dinamika ekonomi domestik dan kebijakan perpajakan global (Surjantoro, 2024).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan pendapatan dalam APBN 2025 dirancang untuk memperkuat penerimaan negara dan mendukung kemandirian ekonomi daerah?
2. Apa saja tantangan dalam implementasi reformasi perpajakan terhadap pencapaian target pendapatan APBN 2025?
3. Bagaimana hubungan antara kebijakan pendapatan APBN 2025 dan upaya menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di daerah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengkaji arah kebijakan pendapatan APBN 2025 dan kontribusinya terhadap struktur fiskal nasional.
2. Menganalisis efektivitas strategi pemerintah, termasuk reformasi perpajakan dan digitalisasi sistem, dalam mencapai target pendapatan negara tahun 2025.
3. Menjelaskan dampak kebijakan pendapatan terhadap kemandirian fiskal daerah dan pemerataan pembangunan.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Menambah pemahaman akademik mengenai peran kebijakan pendapatan dalam struktur APBN serta kaitannya dengan otonomi fiskal daerah.
2. Manfaat Praktis
Memberikan masukan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam mengoptimalkan kebijakan pendapatan APBN 2025 agar lebih adil, efisien, dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kebijakan
Kebijakan merupakan keputusan yang dirumuskan secara sistematis oleh lembaga atau aparatur negara yang memiliki kewenangan, baik dari unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Kebijakan ini dibuat untuk mewujudkan tujuan negara dan dilandasi oleh proses musyawarah antar lembaga yang terlibat. Pemerintah memiliki peran penting dalam menetapkan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengingat kebijakan tersebut memiliki pengaruh luas terhadap kehidupan sosial. Sebuah kebijakan yang dirancang dengan baik akan memberikan manfaat bagi banyak pihak tanpa menimbulkan kerugian, karena disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara sah (Azza et al., 2021).
Menurut Hayat (2018), kebijakan diartikan sebagai segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan maupun untuk tidak dilakukan (whatever government chooses to do or not to do). Dalam konteks ini, fokus dari kebijakan publik tidak hanya terbatas pada tindakan nyata yang diambil oleh pemerintah, tetapi juga mencakup keputusan untuk tidak mengambil tindakan terhadap suatu persoalan. Artinya, ketidakaktifan atau pembiaran oleh pemerintah juga merupakan bagian dari bentuk kebijakan yang memiliki dampak terhadap masyarakat.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan keputusan yang diambil oleh lembaga negara yang berwenang, baik melalui tindakan maupun ketidaktindakan, untuk mencapai tujuan negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan disusun melalui proses musyawarah dan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Baik kebijakan yang aktif maupun pasif sama-sama memiliki dampak terhadap masyarakat, sehingga peran pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tepat sangat menentukan arah pembangunan dan kehidupan sosial secara luas.
B. Pendapatan Negara
Pendapatan negara merupakan sejumlah dana yang diperoleh oleh pemerintah dan dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran negara. Pengeluaran tersebut mencakup pembiayaan berbagai kebutuhan publik, termasuk pembangunan infrastruktur yang digunakan oleh masyarakat dalam mendukung aktivitas di wilayah Indonesia (Saidi, 2020). Secara umum, sumber pendapatan negara terbagi menjadi dua, yaitu pendapatan dari sektor pajak dan non-pajak. Pajak menjadi salah satu komponen utama yang secara tidak langsung berperan dalam mendorong kesejahteraan dan kemakmuran nasional, serta menjadi sumber penting dalam mendanai program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan publik, seperti pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan program pelayanan lainnya. Jenis pajak bervariasi tergantung pada objeknya, antara lain pajak penghasilan (dari pendapatan individu dan badan usaha), pajak penjualan (atas transaksi barang dan jasa), pajak properti, pajak warisan, serta pajak lainnya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak menyumbang sekitar 80% dari total pendapatan negara Indonesia, menjadikannya elemen vital dalam pembiayaan APBN, sedangkan sisanya berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan hibah. Pemerintah terus berupaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak melalui berbagai kebijakan, mengingat penerimaan pajak sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi nasional semakin tinggi pendapatan masyarakat, semakin besar potensi penerimaan pajaknya. Pendapatan negara sendiri terbagi menjadi tiga kategori utama, yaitu: penerimaan dari pajak, PNBP, dan penerimaan hibah. PNBP menempati posisi kedua setelah pajak dalam kontribusinya terhadap kas negara, dan meskipun nilainya lebih kecil, tetap memainkan peran penting dalam mendukung belanja negara, terutama untuk pembangunan infrastruktur (Prasetyo, 2024).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki peran sentral dalam sistem perekonomian suatu negara karena mengandung beberapa fungsi strategis. Pertama, fungsi alokasi, di mana APBN berfungsi sebagai instrumen untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara guna membiayai berbagai kegiatan pemerintahan, khususnya dalam pelaksanaan program pembangunan nasional. Hal ini mencakup pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, serta penyediaan kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan. Kedua, fungsi distribusi, yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan sosial melalui pengelolaan keuangan negara. Dengan meningkatkan pendapatan negara melalui pajak dan penerimaan lainnya, pemerintah dapat membiayai program-program yang mendukung pertumbuhan ekonomi serta menaikkan pendapatan nasional secara keseluruhan. Ketiga, fungsi stabilisasi, di mana APBN berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi makro. Melalui kebijakan fiskal yang tertuang dalam APBN, pemerintah dapat mengendalikan inflasi, menanggulangi defisit anggaran, dan merespons gejolak ekonomi baik dari dalam maupun luar negeri. APBN juga menentukan arah dan prioritas pembangunan nasional secara umum, sehingga menjadi alat perencanaan jangka pendek dan menengah dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan ketiga fungsi tersebut, APBN tidak hanya menjadi alat teknis untuk mencatat pendapatan dan pengeluaran negara, melainkan juga menjadi instrumen kebijakan yang menentukan arah pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional (Azizah, et.all., 2023).
Dari penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa endapatan negara, terutama dari pajak, merupakan sumber utama pembiayaan APBN yang digunakan untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik. Bersama dengan PNBP dan hibah, pendapatan ini memungkinkan pemerintah menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi ekonomi. Dengan demikian, APBN menjadi instrumen penting dalam mencapai tujuan pembangunan dan menjaga stabilitas perekonomian nasional.
C. APBN
APBN berfungsi sebagai alat utama dalam mengelola pendapatan dan pengeluaran negara untuk mendukung pelaksanaan pemerintahan serta mendorong pembangunan nasional. Tujuannya mencakup pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan nasional, stabilitas ekonomi, dan penetapan prioritas pembangunan. Oleh karena itu, APBN memiliki peran strategis dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan negara guna mencapai tujuan nasional di berbagai sektor, seperti infrastruktur, ekonomi, pendidikan, serta pengembangan sarana dan prasarana (Ginting, Ervan, 2023).
Anggaran negara memiliki peran krusial dalam menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Robert D. Lee, Jr. dan Ronald W. Johnson, anggaran merupakan dokumen atau kumpulan dokumen yang memuat informasi keuangan suatu entitas—baik keluarga, perusahaan, maupun pemerintahan—yang mencakup pendapatan, pengeluaran, aktivitas, serta tujuan yang ingin dicapai (Putri Darma et al., 2024). Dengan kata lain, anggaran adalah gambaran menyeluruh mengenai kondisi keuangan suatu organisasi beserta rencana alokasi sumber daya yang dimilikinya.
Dalam konteks APBN, pendapatan negara diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok utama, yaitu penerimaan pajak, penerimaan non-pajak, dan hibah. Hal ini menunjukkan bahwa hibah dipisahkan dari kategori penerimaan bukan pajak dan diakui sebagai sumber pendapatan tersendiri yang juga memiliki kontribusi dalam struktur APBN (Rusdi, 2021).
Secara teoritis, belanja pemerintah melalui APBN memberikan pengaruh besar terhadap dinamika perekonomian. Dalam perspektif ekonomi Keynesian, ketika terjadi ketidakpastian global atau perlambatan ekonomi, peran belanja pemerintah menjadi sangat penting sebagai instrumen untuk mendorong permintaan agregat. Menurut Keynes, terdapat tiga elemen utama yang memengaruhi permintaan agregat secara keseluruhan, yaitu konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah, yang secara bersama-sama dapat menggerakkan roda perekonomian (Ani Irwan, Hana Siti Nabila, Yolla Maharany Irawan, 2024).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bawah APBN merupakan wujud kedaulatan rakyat dan instrumen utama dalam pengelolaan keuangan negara yang disusun secara tahunan melalui undang-undang. APBN tidak hanya mencerminkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, tetapi juga berfungsi strategis dalam mendukung pembangunan nasional melalui pengaturan pendapatan dan belanja negara. Dengan sumber pendapatan dari pajak, PNBP, dan hibah, serta didukung oleh prinsip akuntabilitas dan transparansi, APBN menjadi alat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, stabilitas fiskal, dan kesejahteraan masyarakat, sejalan dengan teori ekonomi Keynesian yang menekankan pentingnya peran belanja pemerintah dalam menggerakkan perekonomian.
D. PENJELASAN APBN 2025
Bersumber dari buku Informasi APBN 2025 (Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan) didapatkan penjelasan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 disusun sebagai instrumen kebijakan fiskal utama yang tidak hanya berfungsi mencatat pendapatan dan pengeluaran negara, tetapi juga sebagai alat untuk mengelola pertumbuhan ekonomi, menciptakan pemerataan, dan menjaga stabilitas makroekonomi. APBN 2025 menjadi anggaran transisi yang krusial dalam menjembatani kepemimpinan nasional antar periode pemerintahan. Tema yang diangkat adalah "Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan," dengan harapan mampu mempercepat transformasi ekonomi menuju visi Indonesia Emas 2045.
APBN 2025 dirancang berdasarkan berbagai indikator makroekonomi yang menggambarkan arah dan proyeksi kondisi perekonomian nasional dan global. Asumsi dasar tersebut antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sebesar 5,2%, mencerminkan optimisme terhadap pemulihan dan stabilitas ekonomi nasional.
2. Tingkat inflasi dijaga di angka 2,5% untuk memastikan daya beli masyarakat tetap stabil.
3. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diasumsikan berada pada kisaran Rp16.000/US$.
4. Suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun diperkirakan sekitar 7,5%.
5. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok sebesar US$82 per barel.
6. Lifting minyak bumi ditargetkan sebesar 605 ribu barel per hari, dan gas bumi sebesar 1.005 ribu barel setara minyak per hari.
Pendapatan negara pada tahun 2025 ditargetkan sebesar Rp3.005,1 triliun, yang berasal dari tiga komponen utama:
1. Penerimaan Perpajakan: Rp2.490,9 triliun
Merupakan komponen terbesar, mencapai sekitar 82,9% dari total pendapatan negara. Terdiri atas pajak dalam negeri sebesar Rp2.379,5 triliun dan pajak perdagangan internasional Rp111,4 triliun.
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp513,6 triliun
Bersumber dari pengelolaan SDA, dividen BUMN, layanan pemerintah, dan lainnya.
3. Penerimaan Hibah: Rp0,6 triliun
Belanja negara pada tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp3.621,3 triliun, dengan alokasi sebagai berikut:(1) Belanja Pemerintah Pusat: Rp2.701,4 triliun dengan penjelasan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L): Rp1.080,5 triliun, dan Belanja Non-K/L: Rp1.620,9 triliun, dan (2) Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD): Rp919,9 triliun Belanja diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi, peningkatan produktivitas, dan pemerataan pembangunan. Fokus belanja juga mencakup penguatan SDM, perlindungan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan keamanan, serta pembangunan infrastruktur.
Dengan selisih antara pendapatan dan belanja negara, maka defisit APBN 2025 diperkirakan sebesar Rp616,2 triliun, setara dengan 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini akan dibiayai melalui sumber pembiayaan anggaran, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan fiskal.
APBN Tahun Anggaran 2025 menjadi representasi nyata dari amanah rakyat kepada negara dalam mengelola keuangan publik secara transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Dengan fondasi fiskal yang kuat dan perencanaan yang terarah, APBN 2025 diharapkan dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional, menciptakan pertumbuhan yang inklusif, dan menjawab tantangan global menuju Indonesia yang maju dan sejahtera.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Kebijakan Pendapatan Tahun 2024
Pada Tahun Anggaran 2024, pemerintah Indonesia menargetkan pendapatan negara sebesar Rp2.802,3 triliun, atau tumbuh sebesar 4,4 persen dibandingkan dengan outlook pendapatan negara tahun 2023. Kebijakan ini mencerminkan strategi konsolidasi fiskal yang berkelanjutan dengan tetap mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif, hijau, dan produktif.
Pendapatan perpajakan merupakan sumber utama dalam struktur pendapatan negara, berkontribusi sebesar 82,4 persen dari total pendapatan negara. Pemerintah menargetkan pendapatan perpajakan mencapai Rp2.307,9 triliun pada tahun 2024, naik 5,7 persen dari outlook 2023 sebesar Rp2.183,7 triliun. PNBP berkontribusi sebesar 17,6 persen dari total pendapatan negara tahun 2024 dengan target sebesar Rp492 triliun. PNBP berasal dari berbagai sumber utama. Meskipun porsinya relatif kecil dalam struktur pendapatan negara (<0,1%), hibah tetap dicatat sebagai bagian dari pendapatan. Target hibah dalam APBN 2024 adalah sebesar Rp2,3 triliun. Hibah ini umumnya berasal dari mitra pembangunan internasional, lembaga donor, dan kerja sama multilateral, yang diarahkan untuk mendukung berbagai program strategis seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perubahan iklim.
Dengan strategi yang terintegrasi dan berorientasi jangka panjang, APBN 2024 diarahkan untuk menciptakan ruang fiskal yang cukup, memperkuat ketahanan ekonomi nasional, serta mendukung agenda transformasi menuju pertumbuhan ekonomi yang hijau, inklusif, dan berdaya saing tinggi.
B. Analisis Kebijakan Pendapatan Tahun 2025
Pemerintah menetapkan target pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun, yang setara dengan 12,36 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kebijakan pendapatan ini disusun untuk mendukung pembiayaan pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan, memperkuat ketahanan fiskal, serta menjaga kesinambungan konsolidasi fiskal pascapandemi.
Porsi terbesar dari pendapatan negara masih berasal dari penerimaan perpajakan, yang ditargetkan sebesar Rp2.490,9 triliun atau 82,9 persen dari total pendapatan negara, dan setara dengan 10,24 persen terhadap PDB. Di dalamnya, terdapat komponen utama berupa Pajak Penghasilan (PPh) yang ditargetkan sebesar Rp1.016,3 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp1.002,0 triliun, serta pajak lainnya termasuk Bea Materai dan PBB sebesar Rp229,8 triliun. Sementara itu, pajak perdagangan internasional ditargetkan memberikan kontribusi sebesar Rp61,8 triliun, dan cukai mencapai Rp181,0 triliun.
Selain perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menjadi sumber penting yang ditargetkan sebesar Rp513,6 triliun atau 2,11 persen dari PDB. Target PNBP SDA migas didasarkan pada asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar USD 80 per barel, lifting minyak sebesar 625 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.003 ribu barel setara minyak per hari. Sementara itu, sektor pertambangan mineral dan batubara menjadi penyumbang utama PNBP SDA nonmigas. Adapun penerimaan hibah ditargetkan sebesar Rp0,6 triliun, yang berperan sebagai pelengkap dalam pembiayaan program-program prioritas yang bersumber dari kerja sama internasional atau bantuan luar negeri, khususnya dalam bentuk teknis maupun barang.
APBN 2025 dirancang sebagai instrumen kebijakan fiskal yang kredibel dan adaptif, dengan target pendapatan negara sebesar Rp3.005,1 triliun atau 12,36% dari PDB, guna menopang pembangunan nasional yang inklusif, hijau, dan berkelanjutan. Pendapatan negara tersebut sebagian besar berasal dari penerimaan perpajakan yang ditargetkan mencapai Rp2.490,9 triliun (82,9% dari total pendapatan), mencerminkan peran sentral reformasi perpajakan dalam memperkuat penerimaan negara. Komponen utama pendapatan pajak meliputi PPh (Rp1.016,3 triliun), PPN dan PPnBM (Rp1.002,0 triliun), cukai (Rp181,0 triliun), dan pajak lainnya termasuk pajak perdagangan internasional (Rp61,8 triliun) serta pajak domestik lain (Rp229,8 triliun).
Pemerintah juga menargetkan PNBP sebesar Rp513,6 triliun, dengan kontribusi terbesar berasal dari Sumber Daya Alam (Rp208,3 triliun), yang terdiri atas migas (Rp101,7 triliun) dan nonmigas (Rp106,6 triliun). Komponen lainnya adalah PNBP BLU dan lainnya (Rp224,7 triliun) serta dividen BUMN atau kekayaan negara yang dipisahkan (Rp80,6 triliun). Target ini ditopang oleh asumsi ekonomi makro termasuk harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar USD 80 per barel dan proyeksi lifting migas yang realistis. Sementara itu, hibah ditargetkan sebesar Rp0,6 triliun, berfungsi sebagai pelengkap pembiayaan dari mitra internasional.
C. Komparasi Analisis Kebijakan Pendapatan Tahun 2024 dan Tahun 2025
Pada tahun 2024, pemerintah Indonesia menargetkan pendapatan negara sebesar Rp2.802,3 triliun, sedangkan pada tahun 2025 target ini meningkat menjadi Rp3.005,1 triliun. Kenaikan sebesar Rp202,8 triliun atau sekitar 7,2% tersebut mencerminkan arah konsolidasi fiskal yang tetap progresif di tengah upaya mendukung pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan. Secara proporsional terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pendapatan negara tahun 2025 ditetapkan sebesar 12,36%.
Sumber utama pendapatan negara di kedua tahun tersebut masih didominasi oleh pendapatan perpajakan. Pada 2024, pendapatan perpajakan ditargetkan sebesar Rp2.307,9 triliun atau 82,4% dari total pendapatan negara. Sementara pada 2025, target ini meningkat menjadi Rp2.490,9 triliun atau 82,9% dari total pendapatan. Kenaikan ini sejalan dengan strategi reformasi perpajakan, termasuk digitalisasi sistem, integrasi data kependudukan, serta peningkatan kepatuhan berbasis risiko.
Secara rinci, penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) pada 2024 tercatat sebesar Rp1.123,1 triliun (gabungan PPh nonmigas dan migas), namun pada 2025 hanya tercatat sebesar Rp1.016,3 triliun. Penurunan ini bisa disebabkan oleh perbedaan klasifikasi atau pendekatan pencatatan. Di sisi lain, penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) meningkat signifikan dari Rp810,1 triliun pada 2024 menjadi Rp1.002,0 triliun pada 2025.
Pendapatan dari cukai justru mengalami penurunan dari Rp245,1 triliun pada 2024 menjadi Rp181,0 triliun pada 2025, sementara pajak lainnya (termasuk PBB, bea masuk, dan pajak perdagangan internasional) meningkat tajam menjadi Rp291,6 triliun di tahun 2025.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menunjukkan peningkatan. Pada 2024, PNBP ditargetkan sebesar Rp492 triliun (17,6% dari total pendapatan), sedangkan pada 2025 naik menjadi Rp513,6 triliun (17,1% dari total pendapatan). Komponen PNBP SDA Migas meningkat dari Rp96,9 triliun menjadi Rp101,7 triliun, dan PNBP SDA Nonmigas meningkat dari Rp92,4 triliun menjadi Rp106,6 triliun. Peningkatan signifikan terjadi pada penerimaan dividen dari BUMN (kekayaan negara yang dipisahkan), yang melonjak dari Rp46,5 triliun pada 2024 menjadi Rp80,6 triliun pada 2025, seiring dengan upaya optimalisasi aset dan perbaikan kinerja BUMN.
Sebaliknya, penerimaan hibah mengalami penurunan cukup tajam, dari Rp2,3 triliun pada 2024 menjadi hanya Rp0,6 triliun pada 2025. Hal ini menunjukkan penyesuaian strategi pembiayaan pembangunan dari ketergantungan pada bantuan luar negeri ke arah yang lebih mandiri.
D. Kebijakan Pendapatan Negara dalam APBN Tahun Anggaran 2025
Pada Tahun Anggaran 2025, pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan pendapatan negara dengan target sebesar Rp3.005,1 triliun, atau setara dengan 12,36% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kebijakan ini merupakan bagian penting dari strategi fiskal nasional yang bertujuan untuk menopang pembiayaan pembangunan yang inklusif, memperkuat ketahanan fiskal, serta menjaga kesinambungan konsolidasi fiskal pascapandemi. Pendapatan negara pada tahun ini diharapkan menjadi fondasi yang kokoh dalam mengarahkan pembangunan nasional ke arah yang lebih hijau, adil, dan berkelanjutan.
Komponen utama pendapatan negara tahun 2025 masih didominasi oleh penerimaan perpajakan, yang ditargetkan mencapai Rp2.490,9 triliun atau sekitar 82,9% dari total pendapatan negara. Angka ini setara dengan 10,24% terhadap PDB, menunjukkan peran sentral sektor perpajakan dalam mendukung pembiayaan negara. Dari total ini, Pajak Penghasilan (PPh) diproyeksikan menyumbang Rp1.016,3 triliun, sementara PPN dan PPnBM sebesar Rp1.002,0 triliun. Pajak lainnya, termasuk Bea Meterai dan PBB, ditargetkan sebesar Rp229,8 triliun, sedangkan pajak perdagangan internasional menyumbang Rp61,8 triliun, dan cukai sebesar Rp181,0 triliun.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah melanjutkan agenda reformasi perpajakan secara komprehensif. Kebijakan ini meliputi digitalisasi dan modernisasi administrasi perpajakan, pendekatan pengawasan berbasis risiko untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, serta penguatan penegakan hukum. Pemerintah juga memperkenalkan instrumen fiskal baru seperti pajak karbon, yang menjadi bagian dari upaya mendukung transformasi ekonomi ke arah yang lebih ramah lingkungan.
Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp513,6 triliun, atau 2,11% dari PDB, yang menunjukkan peningkatan peran sektor non-perpajakan dalam struktur APBN. Komposisi PNBP terdiri dari PNBP Sumber Daya Alam (SDA) sebesar Rp208,3 triliun, yang terbagi atas migas (Rp101,7 triliun) dan nonmigas (Rp106,6 triliun). Selain itu, PNBP dari BLU dan lainnya ditargetkan Rp224,7 triliun, serta pendapatan dari dividen BUMN sebesar Rp80,6 triliun. Target PNBP SDA ini didasarkan pada proyeksi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar USD 80 per barel, dengan lifting minyak 625 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1.003 ribu barel setara minyak per hari.
Strategi PNBP diarahkan pada optimalisasi aset negara, peningkatan kinerja BUMN, dan reformasi tata kelola sumber daya alam, dengan penekanan pada efisiensi, transparansi, serta pemanfaatan digitalisasi sistem informasi. Pemerintah menempatkan sektor SDA, terutama pertambangan mineral dan batubara, sebagai salah satu penyumbang utama pendapatan negara di luar perpajakan.
Adapun penerimaan hibah ditargetkan sebesar Rp0,6 triliun, dengan peran strategis sebagai pelengkap dalam membiayai program-program prioritas nasional. Hibah ini umumnya berasal dari mitra internasional melalui kerja sama teknis atau bantuan barang, yang mendukung sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perubahan iklim.
Kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 mencerminkan komitmen pemerintah untuk mengelola keuangan negara secara kredibel dan berkelanjutan. Dengan mengandalkan digitalisasi, sinergi antarinstansi, dan tata kelola yang transparan, strategi ini diharapkan menciptakan ruang fiskal yang cukup luas untuk menghadapi dinamika global, seperti perlambatan ekonomi dunia, volatilitas harga komoditas, dan transisi menuju ekonomi hijau.
Secara keseluruhan, kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 menjadi pilar penting dalam menciptakan sistem fiskal yang tangguh dan adaptif, sekaligus memperkuat peran APBN sebagai instrumen utama dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional yang inklusif dan berdaya saing tinggi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan pendapatan negara dalam APBN 2025 diarahkan untuk memperkuat fondasi fiskal yang sehat guna mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp2.781,3 triliun, yang mencerminkan pertumbuhan sebesar 4,7% dibandingkan outlook APBN 2024. Penerimaan perpajakan tetap menjadi sumber utama, sebesar 83,9% dari total pendapatan negara. Pemerintah menekankan optimalisasi penerimaan negara melalui perbaikan administrasi perpajakan, penguatan kepatuhan, dan peningkatan basis pajak, sejalan dengan reformasi fiskal dan pemanfaatan digitalisasi. Di sisi PNBP, penguatan tata kelola dan peningkatan kontribusi dari sumber daya alam serta BLU menjadi fokus utama.
B. Saran
Dalam rangka memperkuat kebijakan pendapatan negara yang efektif dan berkelanjutan pada APBN 2025, terdapat sejumlah langkah strategis yang perlu ditempuh oleh pemerintah. Pertama, optimalisasi digitalisasi perpajakan menjadi kunci penting. Pengembangan sistem perpajakan berbasis digital yang terintegrasi dan beroperasi secara real-time sangat diperlukan guna meningkatkan efisiensi dalam pengawasan dan memperluas basis pajak. Sistem digital ini tidak hanya mempermudah administrasi, tetapi juga meningkatkan akurasi dan transparansi dalam pelaporan serta pembayaran pajak.
Kedua, peningkatan kepatuhan wajib pajak harus menjadi prioritas. Hal ini dapat dilakukan melalui program edukasi dan literasi perpajakan yang masif serta pemberian insentif yang tepat bagi para wajib pajak yang patuh. Dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis kepercayaan, diharapkan kepatuhan sukarela dapat meningkat secara signifikan, sehingga mendukung pencapaian target penerimaan negara.
Ketiga, pemerintah perlu melakukan diversifikasi sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ketergantungan pada sektor komoditas seperti minyak, gas, dan mineral menghadirkan risiko besar akibat fluktuasi harga global. Oleh karena itu, pengembangan sektor non-komoditas sebagai sumber PNBP baru, seperti jasa, teknologi, dan pengelolaan aset negara yang inovatif, menjadi langkah penting dalam memperkuat struktur pendapatan negara.
Keempat, evaluasi terhadap kebijakan insentif fiskal perlu dilakukan secara berkala. Pemerintah harus memastikan bahwa pemberian insentif pajak tetap tepat sasaran dan tidak justru mempersempit basis pajak yang dapat mengurangi potensi penerimaan negara. Evaluasi ini juga penting untuk menyesuaikan insentif dengan dinamika ekonomi nasional maupun global.
Kelima, kolaborasi antarlembaga merupakan fondasi penting dalam pelaksanaan reformasi pendapatan negara. Sinergi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), serta berbagai kementerian dan lembaga terkait perlu terus diperkuat. Kerja sama ini mencakup integrasi data, koordinasi kebijakan, hingga pelaksanaan pengawasan bersama, sehingga dapat mempercepat pencapaian target pendapatan yang kredibel dan berdaya tahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ani Irwan, Hana Siti NAbila, Yolla Maharany Irawan, N. A. F. (2024). Analisis Dampak APBN Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sosial Ani. Ilmu Hukum, Sosial, Dan Humaniora, 2(11), 121 –127
Azizah, Shafiyah Nur, and Livia Putri Maulana. (2023). “Pengaruh Kemajuan Pembangunan Negara Dalam Defisit APBN Pada Tahun 2022”. Jurnal Panorama Hukum 8 (1):79-84. https://doi.org/10.21067/jph.v8i1.7809.
Azza N, F. ., Setiawan, F. ., Saputra, R. ., Yuliatin, A. T. . ., & Ilham, M. . (2021). Implementasi Kebijakan Pendidikan. Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran, 4(2), 362–365. https://doi.org/10.31004/jrpp.v4i2.3254
Buku
Informasi
APBN 2024 (Mempercepat Transformasi Ekonomi
yang Inklusif dan Berkelanjutan).
Diakses
3 Mei 2025. https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/buku-informasi-apbn-2024
Buku Informasi APBN 2025 (Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan). Diakses 3 Mei 2025. https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/buku-informasi-apbn-2025
Elsa Rani Shadewi, Kayla Ratu Natia, M. Zidan Dairoby Ricardo, Heni Noviarita. (2024). Analisis Peran Pemerintah dalam Pengelolaan APBN untuk Meningkatkan Pembangunan dan Kemandirian Ekonomi Daerah. (2024). Jurnal Media Akademik (JMA), 2(12). 1-12
Ginting, Ervan. (2023) Analisis Keterkaitan Pemerintah Pusat dalam Peningkatan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2023. (2023). Hakim: Jurnal Ilmu Hukum Dan Sosial, 2(1), 91-99. https://doi.org/10.51903/hakim.v2i1.1547
Hayat. (2018). Reformasi Kebijakan Publik Perspektif Makro dan Mikro. Jakarta: Prenada Media Group.
Mulyawan, Wawan & Alia, Widia. (2020). APBN dan Pendapatan Nasional, SALAM : Jurnal Islamic Economics Journal (1)2, 510-528.
Nasly, Sekar. (2024). Peran Strategis ADEM dan Pajak dalam APBN 2024. Diakses 3 Mei 2025, https://artikel.pajakku.com/peran-strategis-adem-dan-pajak-dalam-apbn-2024/
Prasetyo, Dika ananda, 2024, Sumber Pendapatan Negara. Diakses 3 Mei 2025. https://www.researchgate.net/publication/378236196_SUMBER_PENDAPATAN_NEGARA.
Putri, C. A., Noviantini, E. F., Ramadhani, F. N., & Fadilla, A. (2024). Peran APBN dalam Meningkatkan Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah di Indonesia. Journal of Regional Economics and Development, 1(3), 1–9. https://doi.org/10.47134/jred.v1i3.2
Rusdi, D. R. (2021). Peranan Penerimaan Negara Bukan Pajak Dalam Pendapatan dan Belanja Negara. Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 5(1), 169–176. https://doi.org/10.57235/mantap.v2i1.1599
Surjantoro, Deni, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan. Peran Strategis ADEM dan Pajak dalam APBN 2024. diakses pada 3 Mei 2025, https://artikel.pajakku.com/peran-strategis-adem-dan-pajak-dalam-apbn-2024/
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih