BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Pembelajaran IPA
a. Definisi
Kata
“IPA” merupakan singkatan
“Ilmu Pengetahuan Alam”.Kata-kata “Ilmu Pengetahuan
Alam” merupakan terjemahan
dari Bahasa Inggris “Natural
Science” secara singkat sering
disebut “Science”. Natural artinya
alamiah, berhubungan dengan alam
atau bersangkut paut
dengan alam. Science artinya ilmu
pengetahuan.Jadi Ilmu Pengetahuan
alam (IPA) atau Science itu secara harfiah dapat
disebut sebagai ilmu
tentang alam ini,
ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di
alam
Menurut
Suyoso ( 1998 : 23)
IPA merupakan pengetahuan hasil kegiatan
manusia yang bersifat
aktif secara dinamis
tiada henti-hentinya serta diperoleh
melalui metode tertentu
yang teratur sistematis,
berobjek, bermetode dan berlaku secara, universal.
Sri Sulistyorini
(2007: 39) menuliskan bahwa IPA
berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengertian yang
berupa fakta-fakta, konsep
-konsep, atau prinsip -prinsip saja
tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
siswa untuk mempelajari
dari sendiri dan
alam sekitar serta
prospek pengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di
dalam kehidupan sehari-hari.
Dari
beberapa pengertian diatas
dapat dipahami bahwa
IPA merupakan kegiatan manusia
yang bersifat aktif
untuk mencari tahu tentang
alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta -fakta, konsep -konsep, prinsip- prinsip, proses
penemuan dan memiliki
sikap ilmiah. Pada umumnya
IPA didasarkan atas dasar
observasi, eksperimen dan
induksi.
b. Tujuan Pembelajaran IPA
Sulistyorini (2007 : 40) mengemukakan tujuan pembelajaran IPA
yaitu :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan
YME berdasarkan keberadaaan, keindahan, dan keteraturan dan ciptaannya.
2) Mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman konsep -konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari- hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif
dan kesadaran tentang adanya hubungan
saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi dan
mas yarakat.
4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5)
Meningkatkan kesadaran dalam
berperan serta dalam
memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan
kesadaran untuk menghargai
alam dengan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh
bekal pengetahuan, konsep
dan keterampilan IPA sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke
SMP.
Dari
uraian diatas dapat
disimpulkan tujuan IPA
adalah untuk menguasai konsep,
keterampilan, dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai
standar kompetensinya bahwa
gerak benda dipengaruhi
oleh bentuk dan ukuran,
peneliti mempunyai tujuan
yang ingin dicapai
dari proses pembelajaran IPA kelas I tersebut, antara lain :
1. Melalui
percobaan siswa dapat
menemukan macam-macam gerak benda,
misalnya : menggelinding, berputar,
jatuh, memantul, mengalir.
2. Siswa
dapat menyimpulkan hal -hal
yang mempengaruhi cepat-lambat gerak benda.
3. Siswa
dapat mengaplikasikan dan
menjelaskan manfaat gerak
benda dalam kehidupan sehari- hari.
Untuk
mencapai tujuan IPA
dalam proses pembelajaran
guru harus mengetahui ruang
lingkup IPA. Ruang
lingkup bahan kajian
IPA untuk SD meliputi aspek -aspek sebagai berikut :
1) Makhluk
hidup dan proses
kehidupan, yaitu manusia,
hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta
kesehatan.
2) Benda materi, sifat-sifat dan kegunaannya
meliputi : cair, padat, gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi : gaya,
bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya
dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi,
tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
c. Fungsi Pembelajaran IPA
Dalam KTSP
2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran IPA berfungsi untuk :
1) Memberikan
pengetahuan tentang berbagai
jenis dan perangai lingkungan
alam dan lingkungan
buatan dalam kaitannya
dengan pemanfaatannya bagi
kehidupan sehari -hari.
Berbagai masalah yang dapat diperoleh dari lingkungan buatan manusia
misalnya pada lingkungan.
Gejala- gejala Ilmu Pengetahuan Alam yang dapat dipelajari dari lingkungan
rumah misalnya : detergen (seperti rinso
dan soklin), pelarut
lemak seperti sabun,
gas, pemuaian dan
penyusutan, penyemprotan nyamuk,
pupuk buatan, dan
berbagai makanan. Perangai
(sifat-sifat) benda tersebut
diatas perlu dipelajari siswa
dengan cara mengaitkan
pelajaran IPA yang
sedang dipelajari. Hal
ini sangat penting
agar siswa terhindar
dari hal-hal yang
kita inginkan. Lingkungan alam
merupakan lingkungan alamia h
yang terjadi secara
alam. Yang paling
penting dalam hal
ini ialah mengenal berbagai komponen
yang membangun alam
itu sehingga siswa memiliki prinsip -prinsip, bertindak
terhadap alam agar
lingkungan dapat tetap
memberikan dukungan hidup
manusia yang memadai (Depdikbud, 1994: 93)
2) Mengembangkan ketrampilan proses
Keterampilan proses
ialah keterampilan fisik
maupun mental yang
diperlukan untuk memperoleh
Pengetahuan di bidang
Ilmu Pengetahuan Alam
maupun untuk pengembangannya. Dengan ketrampilan
ini diharapkan siswa
akan dapat mengembangkan pengetahuannya
sesuai dengan karakter
Ilmu Pengetahuan Alam. Beberapa
contoh ketrampilan yang diharapkan berkembang pada siswa ialah
ketrampilan -ketrampilan:
(1) mengamati; (2)
menggolong- golongkan; (3) menerapkan konsep; (4) meramalkan; (5) menafsirkan; (6) menggunakan alat; (7) berkomunikasi; (8)
mengajukan pertanyaan; (9) merencanakan
penelitian atau percobaan. Keterampilan tersebut hanya akan berkembang
pada siswa jika siswa mempunyai
kesempatan untuk melaksanakannya di
dalam kegiatan, belajar -mengajar.
3) Mengembangkan wawasan,
sikap dan nilai-nilai
yang berguna bagi siswa
untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
Memperluas pandangan (wawasan) terhadap
alam secara benar sesuai dengan sifat
alamnya, misalnya terjadinya bianglala merupakan gejala alam
yang dapat diterangkan secara
rasional, pohon yang besar mempunyai sifat yang sama dengan pohon- pohon
lainnya yang sering kita tebang.
Dari segi Ilmu
Pengetahuan Alam tidak
ada pohon yang berkeramat semuanya
sama dan unsur -unsur
yang membangunnya dapat dianalisis secara ilmiah. Sikap peduli
terhadap lingkungan, tanggap terhadap perubahan lingkungan,
sikap objektif dan
terbuka merupakan tugas
pengajaran Ilmu Pengetahuan
Alam untuk dikembangkannya. Nilai -nilai
yang dapat dikembangkan
melalui pengajaran Ilmu
Pengetahuan Alam misalnya
rasa cinta lingkungan,
rasa cinta terhadap
sesama makhluk hidup, menghormati hak azasi manusia dan
sebagainya.
4) Mengembangkan kesadaran tentang adanya
hubungan keterkaitan yang saling mempengar uhi
antara Ilmu Pengetahuan
Alam dan teknologi dengan
keadaan lingkungan dan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari
Kesadaran akan keterkaitan antara kemajuan
Ilmu Pengetahuan Alam dengan
teknologi hanya akan
dikenal jika pengajaran
Ilmu Pengetahuan Ala m
selalu disajikan dengan
mengkaitkannya aplikasi Ilmu Pengetahuan Alam dengan kehidupan sehari
-hari. Oleh karena itu sangat diharapkan
bahwa setelah siswa
memahami konsep ilmu Pengetahuan Alam
maka konsep itu
dihubungkan dengan pembuatan kue
serabi, kue apem,
masalah oksigen dihubungkan
dengan bentuk kompor
di rumah atau
dihubungkan dengan prinsip
pemadaman kebakaran.
5) Mengembangkan kemampuan
untuk menerapkan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK), serta keterampilan
yang berguna dalam kehidupan sehari-hari
maupun untuk melanjutkan
pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pengajaran
ilmu Pengetahuan Alam
hendaknya dapat menjadi bekal
bagi kehidupan sehari -hari,
misalnya bagaimana memilih
jenis tekstil yang
sesuai dengan lingkungannya
(tempat panas, dingin,
atau lembab) bagaimana
menggunakan zat-zat pembunuh
nyamuk agar tidak
menganggu kesehatan yang
menggunakannya, bagaimana menyajikan
makanan yang memenuhi
tuntutan kesehatan tubuh, mengetahui konstruksi jamban yang baik.
d. Karakteristik Pembelajaran IPA
IPA disiplin ilmu memiliki
ciri-ciri sebagaimana disiplin
ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain
mempunyai ciri umum,
juga mempunyai ciri
khusus/karakteristik. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan
adalah merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan
antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis
serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari
kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989: 93).
Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.
1) IPA mempunyai nilai ilmiah artinya
kebenaran dalam IPA
dapat dibuktikan lagi oleh
semua orang dengan
menggunakan metode ilmiah
dan prosedur seperti
yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.
2) IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan
yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam.
3) IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori
IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan
observasi, eksperimentasi, penyimpulan,
penyusunan teori,
eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya
kait mengkait antara
cara yang satu dengan cara yang
lain
4) IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang
saling berkaitan. Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu
hasil eksperimen dan observasi, yang
bermanfaat untuk eksperimentasi dan
observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
5) IPA meliputi empat unsur, yaitu produk,
proses, aplikasi dan sikap. Produk
dapat berupa fakta,
prinsip, teori, dan
hukum. Proses merupakan
prosedur pemecahan masalah melalui
metode ilmiah; metode
ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis,
perancangan eksperimen, percobaan
atau penyelidikan, pengujian hipotesis
melalui eksperimentasi; evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
Aplikasi merupakan
penerapan metode atau
kerja ilmiah dan
konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap merupakan rasa
ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan
sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang
benar.
2. Motivasi Belajar
a.
Pengertian
Menurut
Mc. Donald, yang dikutip Oemar Hamalik (2003:158) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan
pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks.
Motivasi akan menyebabkan terjadinya
suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut
dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian
bertindak atau melakukan sesuatu.
Menurut A.
Tabrani Rusyam yang memberikan
pengertian: “Motivasi merupakan penggerak tingkah laku ke arah suatu
tujuan dengan didasari oleh adanya suatu keinginan/kebutuhan.” (A.
Tabrani Rusyam, 1989. 99) Sedangkan
Wahjosumidjo memberikan suatu definisi: “Motivasi adalah suatu proses psikologi yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi,
dan keputusan yang terjadi pada diri
seseorang untuk bertingkah laku dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dirasakan.” (Wahjosumidjo, 1987. 174)
Dalam A.M. Sardiman (2005:75) motivasi belajar dapat juga diartikan sebagai
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga
seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan
berusaha untuk meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu.
Menurut Siti Sumarni (2005:56),
Thomas L. Good dan Jere B. Braphy (1996:109) mendefinisikan motivasi sebagai suatu energi
penggerak dan pengarah, yang dapat memperkuat dan mendorong seseorang untuk
bertingkah laku. Ini berarti perbuatan seseorang tergantung motivasi yang
mendasarinya.
Motivasi adalah sesuatu yang
dibutuhkan untuk melakukan aktivitas. Masih dalam artikel Siti Sumarni (2005),
motivasi secara harafiah yaitu sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang
secara sadar atau tidak sadar, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu. Sedangkan secara psikologi, berarti usaha yang dapat menyebabkan
seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai
tujuan yang dikehendakinya, atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. (KBBI,
2001:756).
Berdasarkan
pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan
yang terdapat dalam diri
manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan,
dan mengorganisasikan
tingkah lakunya. Hal ini
terkait dengan upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani
Dalam
kaitannya dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar berarti keseluruhan
daya penggerak di dalam diri para siswa/siswa/peserta didik yang dapat menimbulkan,
menjamin, dan memberikan arah
pada kegiatan belajar, guna mencapai
tujuan belajar yang diharapkan.
Dengan motivasi belajar, maka siswa/siswa/peserta didik dapat
mempunyai intensitas dan kesinambungan
dalam proses pembelajaran/pendidikan
yang diikuti.
b.
Sifat-sifat Motivasi
Menurut Martin Handoko seperti yang dikutip oleh TIM MKDK IKIP Surabaya, sifat-sifat motivasi terdiri
atas:
1)
Motivasi Instrinsik, yaitu motivasi yang berfungsinya
tidak usah dirangsang dari luar, karena
memang dalam diri individu tersebut sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan.
2)
Motivasi
Ekstrinsik, yaitu motivasi yang
berfungsinya karena disebabkan oleh
adanya faktor pendorong dari luar diri individu. (Tim MKDK IKIP Surabaya,
1995. 87)
c.
Jenis-jenis Motivasi
Jenis-jenis
motivasi yang terjadi atas dasar pembentukannya menurut Sardiman
terbagi atas 2 (dua) jenis,
yaitu:
1)
Motivasi bawaaan, yaitu motivasi yang
dilatarbelakangi oleh fisio kemis di dalam tubuh seseorang yang telah dibawah sejak
lahir dan terjadinya tanpa
dipelajari.
2)
Motivasi yang dipelajari, yaitu motivasi yang terjadi
karena karena adanya komunikasi dan
isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia (Sardiman. 1992. 86)
Motivasi bawaan atau disebut juga dengan motivasi primer
terjadi dengan sendirinya tanpa
melalui proses belajar, sedangkan
motivasi yang dipelajari
atau motivasi sekunder muncul
melalui proses pembelajaran sesuai dengan tingkat pengetahuan dan
pengalaman seseorang.
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Perubahan akan terjadi
pada setiap individu
yang melakukan kegiatan belajar, perubahan tersebut baik berupa
pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Pada sebuah
lembaga pendidikan nilai
suatu pembelajaran dinamakan
hasil belajar, dan tinggi
rendahnya hasil belajar diukur dengan alat ukur dan dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka. Keberhasilan
belajar dapat dilihat
dan diketahui berdasarkan
perubahan perilaku setelah diadakan
kegiatan belajar, sebagaimana
dikemukakan oleh W.S Winkel
( 2005 : 274-249 ), bahwa hasil belajar mencakup tiga kemampuan, yaitu:
1) Kemampuan Kognitif menurut Bloom dkk dalam
W.S Winkel (2005 : 274) yaitu hasil
belajar yang berkenaan
dengan pemahaman pengetahuan
dan pengertian pada suatu materi
yang meliputi :
a) Pengetahuan yaitu kemampuan mengingat
kembali hal-hal yang pernah dipelajari mencakup fakta, prinsip dan metode yang
diketahui.
b) Pemahaman
yaitu kemampuan memahami
makna atau arti
dari suatu konsep sehingga dapat menguraikan isi pokok
dari suatu makna.
c) Penerapan
yaitu kemampuan menerapkan
dan mengabstrasikan suatu konsep
atau ide dalam situasi yang baru.
d) Analisis yaitu kemampuan untuk merinci
satu kesatuan ke dalam bagian bagian, sehingga organisasinya dapat dipahami
dengan baik.
e) Sintesis
yaitu kemampuan untuk
membentuk suatu pendapat
mengenai sesuatu atau
beberapa hal dan
dapat mempertanggungjawabkan berdasarkan kriteria tertentu.
2) Kemampuan
Afektif menurut Krat
Wohl, Bloom dkk
dalam W.S Winkel
(2005 : 276) yaitu tahap-tahap perubahan sikap, nilai dan kepribadian
setelah mendapatkan pengetahuan dari
proses belajar yang meliputi :
a) Penerimaan yaitu kepekaan dalam menerima
rangsangan dan kesediaan untuk
memperhatikan rangsangan itu.
b) Partisipasi yaitu
kesediaan untuk memperhatikan
secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
c) Penentuan
sikap yaitu kemampuan
untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian itu.
d) Organisasi
yaitu kemampuan untuk
membentuk suatu system
nilai sebagai pedoman dan
pegangan dalam kehidupan.
e) Pembentukan pola
hidup yaitu kemampuan
untuk menghayati nilai-nilai
kehidupan sedemikian rupa,
sehingga menjadi milik
pribadi dan menjadi pegangan nyata.
3) Kemampuan Psikomotor menurut Simpson dalam
W.S Winkel ( 2005 : 278 ) yaitu kesatuan
psikis yang dimanifestasikan dalam
tingkah laku fisik (sekumpulan
keterampilan dalam bidang tertentu) yang meliputi :
a) Persepsi
yaitu kemampuan untuk
membedakan antara dua
perangsang atau lebih berdasarkan
ciri-ciri khas pada masing-masing rangsangan.
b) Kesiapan
yaitu kemampuan untuk
menempatkan diri dalam
keadaan akan memulai suatu
gerakan atau rangkaian gerakan.
c) Gerakan
Terbimbing mencakup kemampuan
untuk melakukan suatu rangkaian
gerak-gerik sesuai dengan contoh yang diberikan.
d) Gerakan terbiasa yaitu kemampuan untuk
melakukan sesuatu rangkaian gerak gerik dengan
lancer, karena telah
dilatih secukupnya tanpa memperhatikan
lagi contoh.
e) Gerakan
kompleks yaitu kemampuan
untuk melaksanakan suatu keterampilan
dengan lancer, cepat dan efisien.
f) Penyesuaian pola
gerakan yaitu kemampuan
untuk mengadakan perubahan
dan menyesuaikan pola
gerak-gerik dengan kondisi setempat atau
dengan menunjuk suatu
taraf keterampilan yang telah
mencapai kemahiran.
g) Kreativitas yaitu
kemampuan untuk melahirkan
pola gerak-gerik yang baru atas dasar inisiatif sendiri.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil
Belajar
Proses belajar mengajar
diharapkan memberikan keberhasilan
yang memuaskan baik
bagi sistem pengajaran,
guru dan terutama
peserta didik. Akan tetapi
pada kenyataannya dalam usaha pencapaian tujuan tersebut terkadang tidak berjalan dengan lancer, sehingga dapat
menghambat kemajuan belajar. Hambatan inilah
yang harus diketahui
agar dapat dihindarkan sehingga tidak
menimbulkan kegagalan. Menurut
Muhibin Syah (
2002 : 132
) faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :
1) Faktor Internal (faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri peserta didik)
a) Aspek
fisiologis (yang bersifat
jasmaniah) diantaranya kondisi kesehatan, daya pendengaran dan penglihatan,
dan sebagainya.
b) Aspek psikologis yang mempengaruhi
kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta
didik, diantaranya yaitu
kondisi rohani peserta didik,
tingkat kecerdasan /
intelegensi, sikap, bakat,
minat, dan motivasi peserta didik.
2) Faktor Eksternal (faktor-faktor yang
berasal dari luar diri peserta didik)
a) Lingkungan
sosial, seperti para
guru, staf administrasi,
dan teman-teman sekelas,
masyarakat, tetangga, teman
bermain, orang tua
dan keluarga peserta didik itu
sendiri.
b) Lingkungan
non sosial, seperti
gedung sekolah dan
letaknya, rumah tempat
keluarga peserta didik
dan letaknya, alat-alat
belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta
didik.
3) Faktor Pendekatan Belajar, dapat dipahami
sebagai cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang
efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran
materi tertentu.
4. Ketuntasan Belajar
Konsep
ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran
tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”.
Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas,
artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa
mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil
belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk
mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami
pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor
tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas.
Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah
ditetapkan.
Ketuntasan
belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan
siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi
Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya
untuk masing-masing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri
kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria
ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara
berkelanjutan sampai mendekati ideal
5. Metode Pembelajaran
Machfudz (2000:12) mengutip
penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan
bahwa istilah metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berarti perencanaan
secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur.
Istilah ini lebih bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam
pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan
secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian
pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Sedangkan
menurut Salamun (2002:25), metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda
untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah sebuah cara untuk
perencanaan secara utuh dalam menyajikan materi pelajaran secara teratur dengan
cara yang berbeda-beda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah
kondisi yang berbeda.
Komaruddin (Salimi,
2010:92) mengemukakan pendapatnya mengenai model yaitu: Model dapat
dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau
analogi yang dipergunakan
untuk membantu proses visualisasi sesuatu
yang tidak dapat
dengan langsung diamati;
(3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data,
dan inferensi-inferensi yang
dipakai untuk menggambarkan secara
matematis suatu obyek
atau peristiwa; (4) suatu
desain yang disederhanakan dari
suatu sistem kerja,
suatu terjemahan realitas yang
disederhanakan; (5) suatu
deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan
(6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat
bentuk aslinya.
Menurut Rudi
Susilana dan Cepi
Riyana (2008:87) pembelajaran merupakan suatu
kegiatan yang melibatkan
seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai
positif dengan memanfaatkan berbagai
sumber untuk belajar.
Pembelajaran dapat
melibatkan dua pihak
yaitu siswa sebagai
pembelajar dan guru
sebagai fasilitator. Yang terpenting dalam kegiatan pembelajaran adalah terjadinya
proses belajar (learning process).
Joyce &
Weil (1980) dalam
Susilana (2006:139) mendefinisikan model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
kurikulum (rencana pembelajaran
jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya
para guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai
dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Model pembelajaran mempunyai
makna yang lebih
luas dari pada strategi, metode
atau prosedur pembelajaran.
Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus
yang tidak dipunyai
oleh strategi atau
metode pembelajaran (Triyani, 2009:46):
a.
Rasional
teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
b.
Tujuan
pembelajaran yang akan dicapai
c.
Langkah-langkah mengajar
yang diperlukan agar
model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
d.
Lingkungan belajar
yang diperlukan agar
tujuan pembelajaran dapat
dicapai.
Menurut Joyce
& Weil (Susilana,
2006:112) model pembelajaran memiliki lima unsur dasar, yaitu
:
a. Syntax, yaitu langkah-langkah operasional
pembelajaran,
b. Social system,
adalah suasana dan
norma yang berlaku
dalam pembelajaran,
c. Principles of
reaction, menggambarkan
bagaimana seharusnya guru
memandang, memperlakukan, dan merespon siswa,
d. Support
system, segala sarana,
bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, dan
e. Instructional dan
nurturant effects—hasil
belajar yang diperoleh langsung berdasarkan
tujuan yang disasar
(instructional effects) dan hasil
belajar di luar yang disasar (nurturant effects).
Model pembelajaran
bukan hanya membahas
mengenai cara guru mengajar, tetapi
juga mengenai bagaimana
siswa belajar. Model pembelajaran yang
digunakan dalam suatu
kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk
menciptakan suasana pembelajaran
yang efektif sehingga dapat
membantu siswa dalam
membangun keterampilan
intelektualnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
6. Metode Eksperimen
Proses belajar
dan mengajar yang
efektif memerlukan penggunaan strategi, metode
dan media pembelajaran
yang tepat. "metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai
cara-cara yang dilaksanakan
untuk mengadakan interaksi belajar
mengajar dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran" (Suharjo, 2006 : 89).
Metode pembelajaran harus
dipilih dan dikembangkan
untuk meningkatkan aktifitas dan
kreatifitas peserta didik.
Di dalam pembelajaran IPA banyak metode-metode
yang digunakan salah
satu di antaranya
adalah metode eksperimen. Schonher
(1996) yang dikutip
oleh Palendeng (2003:81)
menyatakan metode eksperimen adalah
metode yang sesuai
untuk pembelajaran IPA (Sains), karena metode eksperiemn mampu
memberikan kondisi belajar yang tepat
mengemabngkan kemampuan berfikir
dan kreatifitas secara
optimal. Siswa diberi kesempatan
untuk menyusun sendiri
konsep-konsep dalam struktur
kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil
penemuan Dr. Umar
Fauzi, metode eksperimen dalam pembelajaran
IPA mempunyai 3
manfaat, antara lain
: 1) Mendorong siswa untuk
berfikir kritis, kreatif
dan inovatif dengan
bekal konsep yang sudah
diajarkan. 2) Menuntun
siswa melakukan pengamatan,
melakukan penafsiran dan dugaan terahdap data. 3) Memandu siswa
menemukan sendiri suatu kaidah, aturan atau hokum alam yang sering diapkai
dalam pembahasan IPA. (Herawati, 2006:11-12).
Dalam
proses belajar mengajar dengan metode eksperimen (percobaan) ini siswa diberi
kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses,
mengamati objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri
tentang suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian siswa
dituntut untuk mengalami sendiri, mencari tahu suatu kebenaran,
atau mencoba mencari
data baru yang
diperlukannya, mengolah
sendiri, membuktikan suatu
hokum atau aidil,
dan menarik kesimpulan atau
proses yang dialaminya. Ditinjau
dari teori perkembangan
kognitif Piaget, siswa
berada pada tahap
operasionalkonkret. Oleh karena itu siswa akan lebih mudah memahami
konsep-konsep melalui peristiwa nyata. Bruner menyatakan bahwa cara berfikir
kongkret akan membawa siswa ke arah
berfikir konseptual dengan
cara yang lebih mudah. Artinya
melalui pengalaman langsung dan objek nyata mempersiapkan siswa berfikir
ke tahp yang lebih tinggi
yakni tahap symbol/pictorial. (Hilda
dan Margareta, 2002:42).
Penggunaan metode
ini bertujuan agar
siswa mampu mencari
dan menemukan sendiri berbagai
jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan
mengadakan eksperiemn sendiri
dan juga dapat
terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah (Scientific Thinking). Metode eksperimen
diartikan sebagai cara belajar mengajar
yang melibataktifkan peserta didik
mengalami dan membuktikan
sendiri hasil percobaan itu.
(Sumantri dan Permana, 1998/1999 : 157).
Dalam melakukan
eksperimen dalam pembelajaran
IPA, bahan-bahan yang digunakan
tidak harus terbuat dari bahan-bahan yang mahal, sebab IPA dipelajari dengan
memakai bahan-bahan sederhana yang biasa dijumpai anak dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan alat
dan bahan sederahana
yang telah mereka kenal pusat
perhatian siswa akan lebih terpusat obyek yang diselidiki. Dengan demikian
penggunaan alat dan bahan sederhana dalam kegiatan eksperimen dapat
memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengembangkan
kemampuan befikir dalam memecahkan suatu masalah.
Berdasarkan uraian
di atas dapat
disimpulkan bahwa metode eksperimen dalam
pembelajaran sangat penting
dilakukan terutama untuk menggali dan
mengembangkan potensi pserta
didik. Penggunaan metode eksperimen dalam
pembelajaran IPA merupakan
hal yang sangat
tepat, sehingga anak terbiasa
untuk berfikir dan
memecahkan masalahnya sendiri melalui kegiatan
eksperimen sehingga pada
akhirnya tingkat berfikir
anak akan terlatih dan berkembang secara optimal.
Martinus
Yamin (2006 : 154) menyatakan bahwa metode eksperimen adalah metode
pemberian kesempatan kepada siswa perseorangan dan kelompok, untuk dilatih
melakukan suatu proses atau percobaan
Metode eksperimen
adalah salah satu
metode yang memberikan langsung keterampilan
proses, siswa dapat
mengalami, membuktikan,
menemukan, menarik kesimpulan,
dan memecahkan masalah.
Metode eksperimen dialami langsung
oleh siswa sehingga
siswa akan tertarik
untuk belajar secara aktif.
Metode eksperimen adalah
cara menyajikan pelajaran melalui percobaan-percobaan untuk
membuktikan suatu pertanyaan
atau hipotesis tertentu (Rusyan, 1993 : 110).
Penggunaan
teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri
berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan
percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah.
Dengan eksperimn siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang
dipelajarinya. Agar penggunaan metode eksperimen itu efisien dan efektif, maka perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut : (a) Dalam eksperimen setiap siswa harus
mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus
cukup bagi tiap siswa. (b) Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan
bukti yang meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi
alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih. (c) dalam
eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan
, maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka menemukan pembuktian
kebenaran dari teori yang dipelajari itu. (d) Siswa dalam eksperimen adalah
sedang belajar dan berlatih , maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab
mereka disamping memperoleh pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan, juga
kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek
eksperimen itu.
Prosedur
eksperimen menurut Roestiyah (2001:81) adalah : (a) Perlu dijelaskan kepada
siswa tentang tujuan eksprimen,mereka harus memahami masalah yang akan
dibuktikan melalui eksprimen. (b) memberi penjelasan kepada siswa tentang
alat-alat serta bahan-bahan yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal
yang harus dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu
dicatat. (c) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan
siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan
jalannya eksperimen. (d) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan
hasil penelitian siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes
atau tanya jawab.
Metode eksperimen
lebih sesuai untuk
menyajikan pembelajaran IPA, namun
seperti metode lainnya.
Metode eksperimen juga
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode eksperimen :
1)
Membuat peserta
didik percaya pada
kebenaran kesimpulan percobaannya
sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau dari buku
2)
Peserta didik
aktif terlibat mengumpulkan
fakta, informasi atau data yang diperlukan melalui percobaan
yang dilakukan.
3)
Dapat menggunakan
dan melaksanakan prosedur
metode ilmiah dan berfikir ilmiah.
4)
Memperkaya pengalaman
dengan hal-hal yang
bersifat objektif, realistis dan
menghilangkan verbalisme.
Selain kelebihan
tersebut, metode eksperimen
juga memiliki kelemahan, yaitu
sebagai berikut:
1)
Metode ini
lebih sesuai untuk
menyajikan bidang-bidang IPA
dan teknologi.
2)
Metode ini menuntut ketelitian,
keuletan, dan ketabahan.
3)
Setiap eksperiemen tidak selalu
memberikan hasil yang diharapkan.
4)
Dalam kehidupan
tidak semua hal
dapat dijadikan materi eksperimen.
Langkah-langkah Pembelajaran
dengan metode eksperimen
tersebut meliputi:
1)
Kegiatan Persiapan
a)
Merumuskan tujuan
pembelajaran yang ingin
dicapai dengan metode eksperimen;
b)
Menyiapkan materi pembelajaran
yang diajarkan melalui eksperimen;
c)
Menyiapkan alat,
sarana dan bahan
yang diperlukan dalam eksperimen;
d)
Menyiapkan panduan
prosedur pelaksanaan eksperimen,
termasuk Lembar Kerja Siswa (LKS).
2)
Kegiatan Pelaksanaan Eksperimen
a)
Kegiatan Pembukaan
(1)
Menanyakan materi
pembelajaran yang telah
diajarkan minggu lalu
(apersepsi);
(2)
Memotivasi siswa
dengan mengemukakan ceritera
anekdot yang ada kaitannya dengan
materi pembelajaran yang akan
diajarkan;
(3)
Mengemukakan tujuan
pembelajaran yang ingin
dicapai, dan prosedur eksperimen
yang akan dilakukan.
(4)
b)
Kegiatan Inti
(1)
Siswa diminta
membantu menyiapkan alat
dan bahan yang
akan dipakai dalam eksperimen;
(2)
Siswa melaksanakan
eksperimen berdasarkan panduan
dan LKS yang telah disiapkan
guru;
(3)
Guru memonitor dan membantu
siswa yang mengalami kesulitan;
(4)
Pelaporan hasil eksperimen dan
diskusi balikan.
c)
Kegiatan Penutup
(1)
Guru meminta siswa untuk
merangkum hasil eksperimen;
(2)
Guru mengadakan evaluasi hasil
dan alat eksperimen;
(3)
Tindak lanjut,
yaitu meminta siswa
yang belum menguasai
materi eksperimen untuk mengulang
lagi eksperimennya, dan
bagi yang sudah menguasai diberi
tugas untuk pendalaman.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan acuan dan pembanding,
peneliti menggunakan beberapa literatur yang berkaitan dengan judul penelitian,
diantaranya :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sadiati,
Desi. 2006. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Melalui Metode Percobaan Pada Pokok Bahasan Gaya dan Percepatan kelas
VII-B SMP Negeri 2 Bukateja Tahun Ajaran 2005/2006. Skripsi. Jurusan
Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Semarang. Data hasil belajar kognitif siswa diambil dari nilai tes yang dilaksanakan
pada tiap akhir siklus. Data hasil belajar afektif dan psikomotorik diambil
dari hasil observasi selama proses pembelajaran. Dari penelitian didapatkan
bahwa hasil belajar kognitif
keberhasilan kelasnya mencapai 83.72% berarti siswa yang tuntas belajar
kognitif ada 36 siswa. Untuk hasil belajar afektif mencapai 88.37% yang berarti
ada 38 siswa yang tuntas hasil belajarnya dan hasil belajar psikomotorik
mencapai 76.74% berarti ada 33 siswa yang tuntas belajar psikomotorik. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa nilai hasil belajar siswa meningkat Kesimpulan
dari penelitian ini adalah dengan penerapan metode percobaan dapat me
ningkatkan hasil belajar Fisika. Oleh karena itu penulis menyarankan agar model
metode percobaan dapat diterapkan pada konsep lain ataupun pada mata pelajaran
lain, tetapi dengan perbaikan pada proses
pembelajarannya dan guru harus lebih memotivasi siswa terutama untuk lebih berperan aktif dalam
proses pembelajaran pada saat diskusi kelompok maupun kelas.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari.
A510 070 002. Peningkatan Kreativitas
Siswa Dalam Pembelajaran IPA Melalui Metode percobaan Dengan
Mengoptimalkan Barang Bekas Sebagai
Media Pembelajaran Pada Kelas V SD
Negeri 01 Blulukan Tahun Pelajaran ............ . Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian
menyimpulkan adanya peningkatan kreativitas siswa dalam pembelajaran
IPA dengan jumlah
rerata seluruh indikator
kreativitas saat pra siklus 36%
setelah adanya tindakan
sebesar 75,2%. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa melalui
pembelajaran IPA dengan
metode percobaan dan
mengoptimalkan barang bekas
sebagai media pembelajaran
dapat meningkatkan kreativitas siswa.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teoritik yang
telah diuraikan sebelumnya diperoleh alur kerangka berpikir
bahwa kondisi awal
di kelas I SD Negeri ............
02 Kecamatan ............ Kabupaten ............ Tahun Pelajaran ............ pembelajaran IPA
materi gerak benda di kelas
I lebih banyak
berpusat pada guru,
guru lebih banyak
berceramah. Siswa hanya sebagai
pendengar, kondisi seperti
ini mengakibatkan siswa
merasa bosan dan enggan belajar IPA. Akibatnya prestasi belajar IPA
siswa rendah.
Dengan kondisi
awal seperti ini
kemudian peneliti akan
melaksanakan suatu tindakan untuk
mengatasinya. Peneliti akan
menerapkan metode percobaan dalam proses pembelajaran IPA
materi gerak benda. Peneliti akan
memberi motivasi pada siswa dengan memberi penguatan agar siswa merasa senang.
Dari
tindakan yang dilaksanakan
peneliti, diharapkan mencapai
kondisi akhir, yaitu
prestasi hasil belajar
IPA siswa kelas
I SD Negeri ............ 02 Kecamatan ............
Kabupaten ............ Tahun Pelajaran ............ dapat meningkat, dan siswa
lebih senang dan tertarik untuk belajar IPA sehingga motivasi dan hasil belajar
siswa dapat tercapai secara maksimal sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian
di atas dapat
digambarkan kerangka pemikiran
(gambar 2) sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
D. Hipotesis Tindakan
Dengan
mempertimbangkan dan merujuk pada beberapa pendapat ahli, disusunlah hipotesis
tindakan sebagai berikut :
1. Penerapan metode percobaan dapat
meningkatkan minat belajar siswa siswa kelas
I SD Negeri ............ 02 Kecamatan ............
Kabupaten ............ Tahun Pelajaran ............ dalam pembelajaran IPA materi konsep gerak benda
2. Penerapan metode percobaan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa siswa kelas
I SD Negeri ............ 02 Kecamatan ............
Kabupaten ............ Tahun Pelajaran ............ dalam pembelajaran IPA materi konsep gerak benda
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih