Lencana Facebook

banner image

Thursday 5 September 2013

PENULISAN BAB II PENELITIAN TINDAKAN KELAS



BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.    Kerangka Teori

1.      Tinjauan Pembelajaran IPA
a.       Definisi
Kata  “IPA”  merupakan  singkatan  “Ilmu  Pengetahuan  Alam”.Kata-kata “Ilmu  Pengetahuan  Alam”  merupakan  terjemahan  dari  Bahasa  Inggris “Natural Science” secara  singkat  sering  disebut  Science”. Natural  artinya  alamiah, berhubungan  dengan  alam  atau  bersangkut  paut  dengan  alam. Science artinya ilmu  pengetahuan.Jadi  Ilmu  Pengetahuan  alam  (IPA)  atau Science itu  secara harfiah  dapat  disebut  sebagai  ilmu  tentang  alam  ini,  ilmu  yang  mempelajari  tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam
Menurut Suyoso  ( 1998  : 23)  IPA merupakan pengetahuan hasil kegiatan  manusia  yang  bersifat  aktif  secara  dinamis  tiada  henti-hentinya serta  diperoleh  melalui  metode  tertentu  yang  teratur  sistematis,  berobjek, bermetode dan berlaku secara, universal.

Sri  Sulistyorini  (2007:  39)  menuliskan bahwa  IPA  berhubungan dengan  cara  mencari  tahu  tentang  alam  secara  sistematis,  sehingga  IPA bukan  hanya  penguasaan  kumpulan  pengertian  yang  berupa  fakta-fakta, konsep -konsep,  atau  prinsip -prinsip  saja  tetapi  juga  merupakan  suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa  untuk  mempelajari  dari  sendiri  dan  alam  sekitar  serta  prospek pengembangan  lebih  lanjut  dalam  menerapkannya  di  dalam  kehidupan sehari-hari. 

Dari  beberapa  pengertian  diatas  dapat  dipahami  bahwa  IPA merupakan  kegiatan  manusia  yang  bersifat  aktif  untuk  mencari  tahu tentang  alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan,  fakta -fakta, konsep -konsep,  prinsip- prinsip,  proses  penemuan  dan  memiliki  sikap ilmiah.  Pada  umumnya  IPA didasarkan  atas  dasar  observasi,  eksperimen dan induksi. 
b.      Tujuan Pembelajaran IPA
Sulistyorini (2007 :  40) mengemukakan tujuan pembelajaran IPA yaitu : 
1)   Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaaan, keindahan, dan keteraturan dan ciptaannya. 
2)  Mengembangkan  pengetahuan  dan  pemahaman  konsep -konsep  IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari.  3)   Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang  adanya  hubungan  saling  mempengaruhi  antara  IPA,  lingkungan, teknologi dan mas yarakat.
4)   Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan  kesadaran  dalam  berperan  serta  dalam  memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam.
6)  Meningkatkan  kesadaran  untuk  menghargai  alam  dengan  segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 
7)   Memperoleh  bekal  pengetahuan,  konsep  dan  keterampilan  IPA sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP. 
Dari  uraian  diatas  dapat  disimpulkan  tujuan  IPA  adalah  untuk menguasai konsep, keterampilan, dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.  Sesuai  standar  kompetensinya  bahwa  gerak  benda  dipengaruhi  oleh bentuk  dan  ukuran,  peneliti  mempunyai  tujuan  yang  ingin  dicapai  dari proses pembelajaran IPA kelas I tersebut, antara lain : 
1.   Melalui  percobaan  siswa  dapat  menemukan  macam-macam  gerak benda,  misalnya  :  menggelinding,  berputar,  jatuh,  memantul, mengalir. 
2.   Siswa  dapat  menyimpulkan  hal -hal  yang  mempengaruhi  cepat-lambat gerak benda.
3.  Siswa  dapat  mengaplikasikan  dan  menjelaskan  manfaat  gerak  benda dalam kehidupan sehari- hari. 
Untuk  mencapai  tujuan  IPA  dalam  proses  pembelajaran  guru harus  mengetahui  ruang  lingkup  IPA.  Ruang  lingkup  bahan  kajian  IPA untuk SD meliputi aspek -aspek sebagai berikut  : 
1)   Makhluk  hidup  dan  proses  kehidupan,  yaitu  manusia,  hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 
2)  Benda materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat, gas. 
3)  Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet,  listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4)  Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
c.       Fungsi Pembelajaran IPA
Dalam KTSP  2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran IPA  berfungsi untuk :
1)  Memberikan  pengetahuan  tentang  berbagai  jenis  dan  perangai  lingkungan  alam  dan  lingkungan  buatan  dalam  kaitannya  dengan  pemanfaatannya bagi kehidupan sehari -hari.   
Berbagai masalah  yang dapat diperoleh dari lingkungan buatan  manusia  misalnya  pada  lingkungan.  Gejala- gejala  Ilmu  Pengetahuan  Alam yang dapat dipelajari dari lingkungan rumah misalnya : detergen  (seperti  rinso  dan  soklin),  pelarut  lemak  seperti  sabun,  gas,  pemuaian  dan  penyusutan,  penyemprotan  nyamuk,  pupuk  buatan,  dan  berbagai  makanan.  Perangai  (sifat-sifat)  benda  tersebut  diatas  perlu  dipelajari  siswa  dengan  cara  mengaitkan  pelajaran  IPA  yang  sedang  dipelajari.  Hal  ini  sangat  penting  agar  siswa  terhindar  dari  hal-hal  yang  kita  inginkan.   Lingkungan  alam  merupakan  lingkungan  alamia h  yang  terjadi  secara  alam.  Yang  paling  penting  dalam  hal  ini  ialah  mengenal berbagai  komponen  yang  membangun  alam  itu  sehingga  siswa  memiliki  prinsip -prinsip,  bertindak  terhadap  alam  agar  lingkungan  dapat  tetap  memberikan  dukungan  hidup  manusia  yang  memadai (Depdikbud, 1994: 93)
2)   Mengembangkan ketrampilan proses
Keterampilan  proses  ialah  keterampilan  fisik  maupun  mental  yang  diperlukan  untuk  memperoleh  Pengetahuan  di  bidang  Ilmu  Pengetahuan  Alam  maupun  untuk  pengembangannya.  Dengan  ketrampilan  ini  diharapkan  siswa  akan  dapat  mengembangkan  pengetahuannya  sesuai  dengan  karakter  Ilmu  Pengetahuan  Alam.  Beberapa contoh ketrampilan yang diharapkan berkembang pada siswa  ialah  ketrampilan -ketrampilan:  (1)  mengamati;  (2)  menggolong- golongkan; (3) menerapkan konsep;  (4) meramalkan; (5) menafsirkan;  (6) menggunakan alat; (7) berkomunikasi; (8) mengajukan pertanyaan;  (9) merencanakan penelitian atau percobaan.   Keterampilan tersebut hanya akan berkembang pada siswa jika  siswa  mempunyai  kesempatan  untuk  melaksanakannya  di   dalam  kegiatan, belajar -mengajar. 
3)   Mengembangkan  wawasan,  sikap  dan  nilai-nilai  yang  berguna  bagi  siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
Memperluas pandangan (wawasan) terhadap alam secara benar  sesuai dengan sifat alamnya, misalnya terjadinya bianglala merupakan  gejala alam  yang dapat  diterangkan secara rasional, pohon  yang besar  mempunyai sifat yang sama dengan pohon- pohon lainnya yang sering  kita  tebang.  Dari  segi  Ilmu  Pengetahuan  Alam  tidak  ada  pohon  yang  berkeramat  semuanya  sama  dan  unsur -unsur  yang  membangunnya  dapat dianalisis secara ilmiah. Sikap peduli terhadap lingkungan, tanggap terhadap perubahan  lingkungan,  sikap  objektif  dan  terbuka  merupakan  tugas  pengajaran  Ilmu  Pengetahuan  Alam  untuk  dikembangkannya.  Nilai -nilai  yang  dapat  dikembangkan  melalui  pengajaran  Ilmu  Pengetahuan  Alam  misalnya  rasa  cinta  lingkungan,  rasa  cinta  terhadap  sesama  makhluk  hidup, menghormati hak azasi manusia dan sebagainya.
4)  Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang  saling  mempengar uhi  antara  Ilmu  Pengetahuan  Alam  dan  teknologi  dengan  keadaan  lingkungan  dan  pemanfaatannya  bagi  kehidupan  sehari-hari 
Kesadaran akan keterkaitan antara kemajuan Ilmu Pengetahuan  Alam  dengan  teknologi  hanya  akan  dikenal  jika  pengajaran  Ilmu  Pengetahuan  Ala m  selalu  disajikan  dengan  mengkaitkannya  aplikasi  Ilmu Pengetahuan Alam dengan kehidupan sehari -hari. Oleh karena itu  sangat  diharapkan  bahwa  setelah  siswa  memahami  konsep  ilmu  Pengetahuan  Alam  maka  konsep  itu  dihubungkan  dengan  pembuatan  kue  serabi,  kue  apem,  masalah  oksigen  dihubungkan  dengan  bentuk  kompor  di  rumah  atau  dihubungkan  dengan  prinsip  pemadaman  kebakaran.
5)   Mengembangkan  kemampuan  untuk  menerapkan  Ilmu  Pengetahuan  dan  Teknologi  (IPTEK),  serta  keterampilan  yang  berguna  dalam  kehidupan  sehari-hari   maupun  untuk  melanjutkan  pendidikannya  ke  tingkat pendidikan yang lebih tinggi.  Pengajaran  ilmu  Pengetahuan  Alam  hendaknya  dapat  menjadi  bekal  bagi  kehidupan  sehari -hari,  misalnya  bagaimana  memilih  jenis  tekstil  yang  sesuai  dengan  lingkungannya  (tempat  panas,  dingin,  atau  lembab)  bagaimana  menggunakan  zat-zat  pembunuh  nyamuk  agar  tidak  menganggu  kesehatan  yang  menggunakannya,  bagaimana  menyajikan  makanan  yang  memenuhi  tuntutan  kesehatan  tubuh,  mengetahui konstruksi jamban yang baik.
d.      Karakteristik Pembelajaran IPA
IPA  disiplin ilmu  memiliki  ciri-ciri sebagaimana  disiplin ilmu  lainnya. Setiap disiplin ilmu  selain  mempunyai  ciri  umum,  juga  mempunyai  ciri  khusus/karakteristik. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989: 93).
Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.
1)      IPA mempunyai nilai ilmiah  artinya  kebenaran  dalam  IPA  dapat  dibuktikan  lagi oleh  semua  orang  dengan  menggunakan  metode  ilmiah  dan  prosedur  seperti  yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.
2)      IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
3)      IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan  melakukan  observasi,  eksperimentasi,  penyimpulan,  penyusunan  teori, eksperimentasi,  observasi  dan  demikian  seterusnya  kait  mengkait  antara  cara  yang satu dengan cara yang lain
4)      IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan. Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan  observasi,  yang  bermanfaat  untuk  eksperimentasi  dan  observasi  lebih  lanjut  (Depdiknas, 2006).
5)      IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk  dapat  berupa  fakta,  prinsip,  teori,  dan  hukum.  Proses  merupakan  prosedur pemecahan  masalah  melalui  metode  ilmiah;  metode  ilmiah  meliputi  pengamatan, penyusunan  hipotesis,  perancangan  eksperimen,  percobaan  atau  penyelidikan, pengujian  hipotesis  melalui  eksperimentasi;  evaluasi,  pengukuran,  dan  penarikan kesimpulan.
 Aplikasi  merupakan  penerapan  metode  atau  kerja  ilmiah  dan  konsep  IPA  dalam kehidupan  sehari-hari.  Sikap  merupakan  rasa  ingin  tahu  tentang obyek,  fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru  yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.
2.      Motivasi Belajar
a.       Pengertian
Menurut Mc. Donald, yang dikutip Oemar Hamalik (2003:158) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks.
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.
Menurut  A.  Tabrani Rusyam yang  memberikan pengertian:  “Motivasi  merupakan penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan   dengan didasari  oleh adanya suatu keinginan/kebutuhan.” (A. Tabrani Rusyam, 1989. 99)  Sedangkan Wahjosumidjo memberikan suatu definisi: “Motivasi adalah  suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan,  persepsi, dan keputusan yang terjadi  pada diri seseorang untuk bertingkah  laku  dalam rangka memenuhi  kebutuhan yang dirasakan.” (Wahjosumidjo,  1987. 174)

Dalam A.M. Sardiman (2005:75) motivasi belajar dapat juga diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu.

Menurut Siti Sumarni (2005:56), Thomas L. Good dan Jere B. Braphy (1996:109) mendefinisikan motivasi sebagai suatu energi penggerak dan pengarah, yang dapat memperkuat dan mendorong seseorang untuk bertingkah laku. Ini berarti perbuatan seseorang tergantung motivasi yang mendasarinya.

Motivasi adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas. Masih dalam artikel Siti Sumarni (2005), motivasi secara harafiah yaitu sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Sedangkan secara psikologi, berarti usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya, atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. (KBBI, 2001:756).

Berdasarkan pada beberapa pengertian di  atas,  maka dapat  disimpulkan bahwa motivasi  merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat  dalam  diri  manusia yang dapat  menimbulkan,  mengarahkan,  dan mengorganisasikan  tingkah  lakunya.  Hal ini  terkait  dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan  fisik maupun kebutuhan rohani
Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar berarti   keseluruhan daya penggerak di dalam diri para siswa/siswa/peserta  didik yang dapat  menimbulkan,  menjamin,  dan memberikan arah pada  kegiatan belajar,  guna mencapai  tujuan belajar yang diharapkan.  Dengan  motivasi  belajar, maka siswa/siswa/peserta didik dapat mempunyai  intensitas dan kesinambungan dalam proses pembelajaran/pendidikan   yang  diikuti.

b.      Sifat-sifat Motivasi
Menurut  Martin Handoko seperti  yang dikutip oleh TIM MKDK IKIP  Surabaya, sifat-sifat motivasi terdiri atas: 
1)      Motivasi Instrinsik, yaitu motivasi yang berfungsinya tidak usah dirangsang  dari luar, karena memang dalam diri individu tersebut sudah ada dorongan  untuk melakukan tindakan.
2)      Motivasi  Ekstrinsik, yaitu motivasi  yang berfungsinya karena disebabkan  oleh adanya faktor pendorong dari luar diri individu.  (Tim MKDK IKIP  Surabaya, 1995. 87)
c.       Jenis-jenis Motivasi
Jenis-jenis motivasi  yang terjadi  atas dasar pembentukannya menurut  Sardiman   terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu:
1)            Motivasi bawaaan, yaitu motivasi yang dilatarbelakangi  oleh fisio kemis di  dalam tubuh seseorang yang telah dibawah sejak lahir dan terjadinya  tanpa dipelajari. 
2)            Motivasi yang dipelajari, yaitu motivasi yang terjadi karena karena adanya  komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia  (Sardiman. 1992. 86)
Motivasi  bawaan atau disebut  juga dengan motivasi  primer  terjadi  dengan sendirinya tanpa melalui  proses belajar, sedangkan motivasi  yang  dipelajari  atau motivasi  sekunder   muncul  melalui  proses pembelajaran  sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman seseorang.
3.      Hasil Belajar
a.       Pengertian Hasil Belajar 
Perubahan  akan  terjadi  pada  setiap  individu  yang  melakukan  kegiatan  belajar, perubahan tersebut baik berupa pengetahuan, sikap maupun keterampilan.  Pada  sebuah  lembaga  pendidikan  nilai  suatu  pembelajaran  dinamakan  hasil  belajar, dan tinggi rendahnya hasil belajar diukur dengan alat ukur dan dinyatakan  dalam bentuk nilai atau angka.  Keberhasilan  belajar  dapat  dilihat  dan  diketahui  berdasarkan  perubahan perilaku  setelah  diadakan  kegiatan  belajar,  sebagaimana  dikemukakan  oleh  W.S  Winkel ( 2005 : 274-249 ), bahwa hasil belajar mencakup tiga kemampuan, yaitu: 
1)      Kemampuan Kognitif menurut Bloom dkk dalam W.S Winkel (2005 : 274)  yaitu  hasil  belajar  yang  berkenaan  dengan  pemahaman  pengetahuan  dan  pengertian pada suatu materi yang meliputi :
a)      Pengetahuan yaitu kemampuan mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari mencakup fakta, prinsip dan metode yang diketahui. 
b)      Pemahaman  yaitu  kemampuan  memahami  makna  atau  arti  dari  suatu  konsep sehingga dapat menguraikan isi pokok dari suatu makna. 
c)      Penerapan  yaitu  kemampuan  menerapkan  dan  mengabstrasikan  suatu  konsep atau ide dalam situasi yang baru.
d)     Analisis yaitu kemampuan untuk merinci satu kesatuan ke dalam bagian bagian, sehingga organisasinya dapat dipahami dengan baik. 
e)      Sintesis  yaitu  kemampuan  untuk  membentuk  suatu  pendapat  mengenai  sesuatu  atau  beberapa  hal  dan  dapat  mempertanggungjawabkan  berdasarkan kriteria tertentu. 
2)      Kemampuan  Afektif  menurut  Krat  Wohl,  Bloom  dkk  dalam  W.S  Winkel  (2005 : 276) yaitu tahap-tahap perubahan sikap, nilai dan kepribadian setelah  mendapatkan pengetahuan dari proses belajar yang meliputi : 
a)      Penerimaan yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan dan kesediaan  untuk memperhatikan rangsangan itu. 
b)      Partisipasi  yaitu  kesediaan  untuk  memperhatikan  secara  aktif  dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
c)      Penentuan  sikap  yaitu  kemampuan  untuk  memberikan  penilaian  terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. 
d)     Organisasi  yaitu  kemampuan  untuk  membentuk  suatu  system  nilai  sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan.
e)      Pembentukan  pola  hidup  yaitu  kemampuan  untuk  menghayati  nilai-nilai  kehidupan  sedemikian  rupa,  sehingga  menjadi  milik  pribadi  dan  menjadi pegangan nyata. 
3)      Kemampuan Psikomotor menurut Simpson dalam W.S Winkel ( 2005 : 278 )  yaitu  kesatuan  psikis  yang  dimanifestasikan  dalam  tingkah  laku  fisik  (sekumpulan keterampilan dalam bidang tertentu) yang meliputi : 
a)      Persepsi  yaitu  kemampuan  untuk  membedakan  antara  dua  perangsang  atau lebih berdasarkan ciri-ciri khas pada masing-masing rangsangan. 
b)      Kesiapan  yaitu  kemampuan  untuk  menempatkan  diri  dalam  keadaan  akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. 
c)      Gerakan  Terbimbing  mencakup  kemampuan  untuk  melakukan  suatu  rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang diberikan. 
d)     Gerakan terbiasa yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu rangkaian  gerak gerik  dengan  lancer,  karena  telah  dilatih  secukupnya  tanpa  memperhatikan lagi contoh. 
e)      Gerakan  kompleks  yaitu  kemampuan  untuk  melaksanakan  suatu  keterampilan dengan lancer, cepat dan efisien. 
f)       Penyesuaian  pola  gerakan  yaitu  kemampuan  untuk  mengadakan  perubahan  dan  menyesuaikan  pola  gerak-gerik  dengan kondisi  setempat  atau  dengan  menunjuk  suatu  taraf  keterampilan  yang telah  mencapai  kemahiran. 
g)      Kreativitas  yaitu  kemampuan  untuk  melahirkan  pola  gerak-gerik yang  baru atas dasar inisiatif sendiri. 
b.      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar 
Proses  belajar  mengajar  diharapkan  memberikan  keberhasilan  yang  memuaskan  baik  bagi  sistem  pengajaran,  guru  dan  terutama  peserta  didik.  Akan  tetapi pada kenyataannya dalam usaha pencapaian tujuan tersebut terkadang tidak  berjalan dengan lancer, sehingga dapat menghambat kemajuan belajar. Hambatan inilah  yang  harus  diketahui  agar  dapat  dihindarkan sehingga  tidak  menimbulkan  kegagalan.  Menurut  Muhibin  Syah  (  2002  :  132  )  faktor-faktor  yang  mempengaruhi belajar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut : 
1)      Faktor Internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik)
a)      Aspek  fisiologis  (yang  bersifat  jasmaniah)  diantaranya  kondisi  kesehatan, daya pendengaran dan penglihatan, dan sebagainya. 
b)      Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan  pembelajaran  peserta  didik,  diantaranya  yaitu  kondisi  rohani  peserta  didik,  tingkat  kecerdasan  /  intelegensi,  sikap,  bakat,  minat,  dan  motivasi peserta didik. 
2)      Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik)
a)      Lingkungan  sosial,  seperti  para  guru,  staf  administrasi,  dan  teman-teman  sekelas,  masyarakat,  tetangga,  teman  bermain,  orang  tua  dan  keluarga peserta didik itu sendiri. 
b)      Lingkungan  non  sosial,  seperti  gedung  sekolah  dan  letaknya,  rumah  tempat  keluarga  peserta  didik  dan  letaknya,  alat-alat  belajar,  keadaan  cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. 
3)      Faktor Pendekatan Belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang   digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses  pembelajaran materi tertentu.
4.      Ketuntasan Belajar
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”. Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masing-masing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal
5.      Metode Pembelajaran
Machfudz (2000:12) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan bahwa istilah metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini lebih bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Sedangkan menurut Salamun (2002:25), metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah sebuah cara untuk perencanaan secara utuh dalam menyajikan materi pelajaran secara teratur dengan cara yang berbeda-beda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.
Komaruddin  (Salimi,  2010:92)  mengemukakan  pendapatnya mengenai model yaitu: Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi  atau  analogi  yang  dipergunakan  untuk  membantu  proses visualisasi  sesuatu  yang  tidak  dapat  dengan  langsung  diamati;    (3)  suatu sistem  asumsi-asumsi,  data-data,  dan  inferensi-inferensi  yang  dipakai untuk  menggambarkan  secara  matematis  suatu  obyek  atau  peristiwa;  (4) suatu  desain  yang  disederhanakan  dari  suatu  sistem  kerja,  suatu terjemahan  realitas  yang  disederhanakan;  (5)  suatu  deskripsi  dari  suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. 
Menurut  Rudi  Susilana  dan  Cepi  Riyana  (2008:87)  pembelajaran merupakan  suatu  kegiatan  yang  melibatkan  seseorang  dalam  upaya  memperoleh  pengetahuan,  keterampilan  dan  nilai-nilai  positif  dengan memanfaatkan  berbagai  sumber    untuk  belajar.  Pembelajaran  dapat melibatkan  dua  pihak  yaitu  siswa  sebagai  pembelajar  dan  guru  sebagai fasilitator. Yang terpenting dalam kegiatan pembelajaran adalah terjadinya proses belajar (learning process).
Joyce  &  Weil  (1980)  dalam  Susilana  (2006:139)  mendefinisikan model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk  membentuk  kurikulum  (rencana  pembelajaran  jangka  panjang), merancang bahan-bahan  pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh  memilih  model  pembelajaran  yang  sesuai  dan  efisien  untuk mencapai tujuan pendidikannya. Model  pembelajaran  mempunyai  makna  yang  lebih  luas  dari  pada strategi,  metode  atau  prosedur  pembelajaran.  Istilah  model  pembelajaran mempunyai  4  ciri  khusus  yang  tidak  dipunyai  oleh  strategi  atau  metode pembelajaran (Triyani, 2009:46):
a.         Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
b.         Tujuan pembelajaran yang akan dicapai
c.         Langkah-langkah    mengajar  yang  diperlukan  agar  model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
d.        Lingkungan  belajar  yang  diperlukan  agar  tujuan  pembelajaran dapat dicapai.
Menurut  Joyce  &  Weil  (Susilana,  2006:112)    model  pembelajaran memiliki lima unsur dasar, yaitu :
a.    Syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran, 
b.    Social  system,  adalah  suasana  dan  norma  yang  berlaku  dalam pembelajaran, 
c.    Principles  of  reaction,  menggambarkan  bagaimana  seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa, 
d.   Support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, dan
e.    Instructional  dan  nurturant  effects—hasil  belajar  yang  diperoleh langsung  berdasarkan  tujuan  yang  disasar  (instructional  effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant effects).
Model  pembelajaran  bukan  hanya  membahas  mengenai  cara  guru mengajar,  tetapi  juga  mengenai  bagaimana  siswa  belajar.  Model pembelajaran  yang  digunakan  dalam  suatu  kegiatan  pembelajaran dimaksudkan  untuk  menciptakan  suasana  pembelajaran  yang  efektif sehingga  dapat  membantu  siswa  dalam    membangun  keterampilan intelektualnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 
6.      Metode Eksperimen
Proses  belajar  dan  mengajar  yang  efektif  memerlukan  penggunaan strategi,  metode  dan  media  pembelajaran  yang  tepat.  "metode  pembelajaran dapat  diartikan  sebagai  cara-cara  yang  dilaksanakan  untuk  mengadakan interaksi  belajar  mengajar  dalam  rangka  mencapai  tujuan  pembelajaran" (Suharjo, 2006 : 89). Metode  pembelajaran  harus  dipilih  dan  dikembangkan  untuk meningkatkan  aktifitas  dan  kreatifitas  peserta  didik.  Di  dalam  pembelajaran IPA banyak  metode-metode  yang  digunakan  salah  satu  di  antaranya  adalah metode eksperimen. Schonher  (1996)  yang  dikutip  oleh  Palendeng  (2003:81)  menyatakan metode  eksperimen  adalah  metode  yang  sesuai  untuk  pembelajaran  IPA (Sains), karena metode eksperiemn mampu memberikan kondisi belajar yang tepat  mengemabngkan  kemampuan  berfikir  dan  kreatifitas  secara  optimal. Siswa  diberi  kesempatan  untuk  menyusun  sendiri  konsep-konsep  dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya.
Berdasarkan  hasil  penemuan  Dr.  Umar  Fauzi,  metode  eksperimen dalam  pembelajaran  IPA  mempunyai  3  manfaat,  antara  lain  :  1)  Mendorong siswa  untuk  berfikir  kritis,  kreatif  dan  inovatif  dengan  bekal  konsep  yang sudah  diajarkan.  2)  Menuntun  siswa  melakukan  pengamatan,  melakukan penafsiran dan dugaan terahdap data. 3) Memandu siswa menemukan sendiri suatu kaidah, aturan atau hokum alam yang sering diapkai dalam pembahasan IPA. (Herawati, 2006:11-12).
Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen (percobaan) ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari tahu suatu  kebenaran,  atau  mencoba  mencari  data  baru  yang  diperlukannya, mengolah  sendiri,  membuktikan  suatu  hokum  atau  aidil,  dan  menarik kesimpulan atau proses yang dialaminya. Ditinjau  dari  teori  perkembangan  kognitif  Piaget,  siswa  berada  pada tahap operasionalkonkret. Oleh karena itu siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep melalui peristiwa nyata. Bruner menyatakan bahwa cara berfikir kongkret akan membawa siswa ke arah  berfikir  konseptual  dengan  cara  yang  lebih  mudah.  Artinya  melalui pengalaman langsung dan objek nyata mempersiapkan siswa berfikir ke tahp yang  lebih  tinggi  yakni  tahap  symbol/pictorial.  (Hilda  dan  Margareta, 2002:42).
Penggunaan  metode  ini  bertujuan  agar  siswa  mampu  mencari    dan menemukan  sendiri  berbagai  jawaban  atau  persoalan-persoalan  yang dihadapinya  dengan  mengadakan  eksperiemn  sendiri  dan  juga  dapat  terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah (Scientific Thinking). Metode  eksperimen  diartikan  sebagai  cara  belajar  mengajar  yang melibataktifkan  peserta  didik  mengalami  dan  membuktikan  sendiri  hasil percobaan itu. (Sumantri dan Permana, 1998/1999 : 157).
Dalam  melakukan  eksperimen  dalam  pembelajaran  IPA,  bahan-bahan yang digunakan tidak harus terbuat dari bahan-bahan yang mahal, sebab IPA dipelajari dengan memakai bahan-bahan sederhana yang biasa dijumpai anak dalam  kehidupan  sehari-hari.  Dengan  alat  dan  bahan  sederahana  yang  telah mereka kenal pusat perhatian siswa akan lebih terpusat obyek yang diselidiki. Dengan demikian penggunaan alat dan bahan sederhana dalam kegiatan eksperimen  dapat  memberikan  kesempatan  pada  siswa  untuk mengembangkan kemampuan befikir dalam memecahkan suatu masalah.
Berdasarkan  uraian  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  metode eksperimen  dalam  pembelajaran  sangat  penting  dilakukan  terutama  untuk menggali  dan  mengembangkan  potensi  pserta  didik.  Penggunaan  metode eksperimen  dalam  pembelajaran  IPA  merupakan  hal  yang  sangat  tepat, sehingga  anak  terbiasa  untuk  berfikir  dan  memecahkan  masalahnya  sendiri melalui  kegiatan  eksperimen  sehingga  pada  akhirnya  tingkat  berfikir  anak akan terlatih dan berkembang secara optimal.
Martinus Yamin (2006 : 154) menyatakan bahwa metode eksperimen  adalah metode pemberian kesempatan kepada siswa perseorangan dan kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan
Metode  eksperimen  adalah  salah  satu  metode  yang  memberikan langsung  keterampilan  proses,  siswa  dapat  mengalami,  membuktikan, menemukan,  menarik  kesimpulan,  dan  memecahkan  masalah.  Metode eksperimen  dialami  langsung  oleh  siswa  sehingga  siswa  akan  tertarik  untuk belajar  secara  aktif.  Metode  eksperimen  adalah  cara  menyajikan  pelajaran melalui  percobaan-percobaan  untuk  membuktikan  suatu  pertanyaan  atau hipotesis tertentu (Rusyan, 1993 : 110).
Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah. Dengan eksperimn siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya. Agar penggunaan metode eksperimen itu efisien dan efektif, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : (a) Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa. (b) Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih. (c) dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan , maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu. (d) Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih , maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen itu.
Prosedur eksperimen menurut Roestiyah (2001:81) adalah : (a) Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksprimen,mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksprimen. (b) memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat. (c) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen. (d) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab.
Metode  eksperimen  lebih  sesuai  untuk  menyajikan  pembelajaran IPA,  namun  seperti  metode  lainnya.  Metode  eksperimen  juga  memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode eksperimen :
1)      Membuat  peserta  didik  percaya  pada  kebenaran  kesimpulan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau dari buku
2)      Peserta  didik  aktif  terlibat  mengumpulkan  fakta,  informasi  atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukan.
3)      Dapat  menggunakan  dan  melaksanakan  prosedur  metode  ilmiah dan berfikir ilmiah.
4)      Memperkaya  pengalaman  dengan  hal-hal  yang  bersifat  objektif, realistis dan menghilangkan verbalisme.
Selain  kelebihan  tersebut,  metode  eksperimen  juga  memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut:
1)      Metode  ini  lebih  sesuai  untuk  menyajikan  bidang-bidang  IPA  dan teknologi.
2)      Metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan.
3)      Setiap eksperiemen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan.
4)      Dalam  kehidupan  tidak  semua  hal  dapat  dijadikan  materi eksperimen.
Langkah-langkah  Pembelajaran  dengan  metode  eksperimen  tersebut meliputi: 
1)      Kegiatan Persiapan 
a)      Merumuskan  tujuan  pembelajaran    yang  ingin  dicapai  dengan metode eksperimen;
b)      Menyiapkan  materi  pembelajaran    yang  diajarkan  melalui eksperimen;
c)      Menyiapkan  alat,  sarana  dan  bahan  yang  diperlukan  dalam eksperimen;
d)     Menyiapkan  panduan  prosedur  pelaksanaan  eksperimen,  termasuk Lembar Kerja Siswa (LKS). 
2)      Kegiatan Pelaksanaan Eksperimen 
a)      Kegiatan Pembukaan 
(1)   Menanyakan  materi  pembelajaran      yang  telah  diajarkan  minggu lalu (apersepsi);
(2)   Memotivasi  siswa  dengan  mengemukakan  ceritera  anekdot  yang ada kaitannya dengan materi pembelajaran  yang akan diajarkan; 
(3)   Mengemukakan  tujuan  pembelajaran    yang  ingin  dicapai,  dan prosedur eksperimen yang akan dilakukan.
(4)    
b)      Kegiatan Inti 
(1)   Siswa  diminta  membantu  menyiapkan  alat  dan  bahan  yang  akan dipakai dalam eksperimen;
(2)   Siswa  melaksanakan  eksperimen  berdasarkan  panduan  dan  LKS yang telah disiapkan guru;
(3)   Guru memonitor dan membantu siswa yang mengalami kesulitan;
(4)   Pelaporan hasil eksperimen dan diskusi balikan.
c)      Kegiatan Penutup 
(1)   Guru meminta siswa untuk merangkum hasil eksperimen; 
(2)   Guru mengadakan evaluasi hasil dan alat eksperimen; 
(3)   Tindak  lanjut,  yaitu  meminta  siswa  yang  belum  menguasai  materi eksperimen  untuk  mengulang  lagi  eksperimennya,  dan  bagi  yang sudah menguasai diberi tugas untuk pendalaman.   

B.     Hasil Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan acuan dan pembanding, peneliti menggunakan beberapa literatur yang berkaitan dengan judul penelitian, diantaranya :
1.      Penelitian yang dilakukan oleh Sadiati, Desi. 2006.  Upaya Meningkatkan Hasil  Belajar Siswa Melalui Metode Percobaan Pada Pokok Bahasan Gaya dan Percepatan kelas VII-B SMP Negeri 2 Bukateja Tahun Ajaran 2005/2006. Skripsi. Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Data hasil belajar kognitif siswa diambil dari nilai tes yang dilaksanakan pada tiap akhir siklus. Data hasil belajar afektif dan psikomotorik diambil dari hasil observasi selama proses pembelajaran. Dari penelitian didapatkan bahwa hasil belajar kognitif  keberhasilan kelasnya mencapai 83.72% berarti siswa yang tuntas belajar kognitif ada 36 siswa. Untuk hasil belajar afektif mencapai 88.37% yang berarti ada 38 siswa yang tuntas hasil belajarnya dan hasil belajar psikomotorik mencapai 76.74% berarti ada 33 siswa yang tuntas belajar psikomotorik. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai hasil belajar siswa meningkat Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan penerapan metode percobaan dapat me ningkatkan hasil belajar Fisika. Oleh karena itu penulis menyarankan agar model metode percobaan dapat diterapkan pada konsep lain ataupun pada mata pelajaran lain, tetapi dengan perbaikan pada proses  pembelajarannya dan guru harus lebih memotivasi siswa  terutama untuk lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran pada saat diskusi kelompok maupun kelas.
2.      Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari. A510 070 002. Peningkatan Kreativitas Siswa Dalam Pembelajaran IPA Melalui Metode percobaan Dengan Mengoptimalkan  Barang Bekas Sebagai Media Pembelajaran Pada Kelas V  SD Negeri 01 Blulukan Tahun Pelajaran ............ . Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian menyimpulkan adanya peningkatan kreativitas siswa dalam  pembelajaran  IPA  dengan  jumlah  rerata  seluruh  indikator  kreativitas saat pra  siklus  36%  setelah  adanya  tindakan  sebesar  75,2%.  Penelitian  ini menyimpulkan  bahwa  melalui  pembelajaran  IPA  dengan  metode percobaan dan  mengoptimalkan  barang  bekas  sebagai  media  pembelajaran  dapat meningkatkan kreativitas siswa.

C.    Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teoritik yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh alur kerangka  berpikir  bahwa  kondisi  awal  di kelas I SD Negeri ............ 02 Kecamatan ............ Kabupaten ............ Tahun Pelajaran ............  pembelajaran  IPA materi gerak  benda di  kelas  I  lebih  banyak  berpusat  pada  guru,  guru  lebih  banyak  berceramah. Siswa  hanya  sebagai  pendengar,  kondisi  seperti  ini  mengakibatkan  siswa  merasa bosan dan enggan belajar IPA. Akibatnya prestasi belajar IPA siswa rendah. 
Dengan  kondisi  awal  seperti  ini  kemudian  peneliti  akan  melaksanakan suatu  tindakan  untuk  mengatasinya.  Peneliti  akan  menerapkan  metode percobaan  dalam proses pembelajaran  IPA materi gerak  benda. Peneliti akan memberi motivasi pada siswa dengan memberi penguatan agar siswa merasa senang.
Dari  tindakan  yang  dilaksanakan  peneliti,  diharapkan  mencapai  kondisi akhir, yaitu  prestasi  hasil  belajar  IPA  siswa  kelas  I  SD Negeri ............ 02 Kecamatan ............ Kabupaten ............ Tahun Pelajaran ............  dapat meningkat, dan siswa lebih senang dan tertarik untuk belajar IPA sehingga motivasi dan hasil belajar siswa dapat tercapai secara maksimal sesuai dengan kriteria keberhasilan  yang telah ditetapkan.
Berdasarkan  uraian  di  atas  dapat  digambarkan  kerangka  pemikiran  (gambar 2) sebagai berikut :  


 






























Gambar  2.1. Kerangka Berpikir  Penelitian Tindakan Kelas

D.    Hipotesis Tindakan

Dengan mempertimbangkan dan merujuk pada beberapa pendapat ahli, disusunlah hipotesis tindakan sebagai berikut :
1.      Penerapan metode percobaan dapat meningkatkan minat belajar siswa siswa  kelas  I  SD Negeri ............ 02 Kecamatan ............ Kabupaten ............ Tahun Pelajaran ............  dalam pembelajaran IPA materi konsep  gerak  benda
2.      Penerapan metode percobaan dapat meningkatkan hasil belajar siswa siswa  kelas  I  SD Negeri ............ 02 Kecamatan ............ Kabupaten ............ Tahun Pelajaran ............  dalam pembelajaran IPA materi konsep  gerak  benda