DISKUSI 2 DESAIN DAN MODEL INTERAKTIF
How to Structure an Inquiry Based Learning
Apakah pembelajaran yang berbasis Inkuiri sesuai untuk diterapkan di kelas Anda mengajar?
Pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri sangat sesuai diterapkan di kelas IV sekolah dasar, tergantung pada materi pelajaran, karakteristik siswa, dan kesiapan guru dalam membimbing proses inkuiri. Alasan mengapa inkuiri cocok untuk siswa SD:
1. Siswa mulai punya rasa ingin tahu yang tinggi.
Di usia ini, anak-anak sudah lebih mandiri dalam berpikir dan sering mengajukan pertanyaan tentang fenomena di sekitar mereka.
2. Mendorong keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Inkuiri membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, serta keterampilan eksplorasi dan investigasi.
3. Sesuai dengan Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013.
Pendekatan inkuiri mendukung pembelajaran aktif sesuai dengan pendekatan saintifik dalam Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka yang menekankan eksplorasi serta pengalaman belajar yang lebih bermakna.
4. Meningkatkan pemahaman konsep secara mendalam.
Dengan mencari jawaban sendiri, siswa akan lebih memahami konsep daripada sekadar menerima informasi secara pasif dari guru.
Tantangan dan solusi penerapan pembelajaran berbasis inkuiri:
1. Tantangan, (1) tidak semua siswa terbiasa berpikir mandiri dan bertanya, (2) membutuhkan persiapan yang lebih matang dari guru, (3) keterbatasan fasilitas dan sumber belajar di beberapa sekolah.
2. Solusi, (1) guru bisa membimbing dengan pertanyaan pemantik (scaffolding), (2) memanfaatkan media sederhana dan lingkungan sekitar sebagai bahan eksplorasi, dan (3) menggunakan strategi inkuiri terbimbing sebelum menuju inkuiri mandiri.
Pada jenjang pendidikan apakah pembelajaran berbasis inkuiri tepat digunakan?
Pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry-based learning) tepat digunakan di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, dengan tingkat kompleksitas yang disesuaikan. Berikut adalah penerapannya pada masing-masing jenjang:
1. Pendidikan Dasar (SD/MI)
Digunakan untuk memperkenalkan konsep dasar sains, sosial, dan matematika dengan cara eksploratif. Cocok untuk pembelajaran berbasis proyek sederhana, eksperimen, dan observasi lingkungan sekitar. Siswa akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik, membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri (Anam, 2015: 16)
2. Pendidikan Menengah (SMP/MTs & SMA/MA/SMK)
Lebih efektif karena siswa sudah memiliki keterampilan berpikir kritis yang lebih berkembang. Cocok untuk eksperimen sains, penelitian sosial, dan pemecahan masalah berbasis data. Dapat digunakan dalam pendekatan interdisipliner yang menggabungkan berbagai mata pelajaran. Pada model pembelajaran inkuiri peserta didik dituntut untuk belajar secara mandiri maupun berkelompok dengan menerapkan kemampuan berpikir kritis (Kristanto & Susilo, 2015)
3. Pendidikan Tinggi (Universitas/Kampus)
Sangat
ideal, terutama dalam bidang sains, teknologi, kedokteran, dan
sosial-humaniora. Mahasiswa didorong untuk melakukan penelitian mandiri,
eksperimen laboratorium, serta analisis data. Metode ini memperkuat
keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan inovasi. Hamalik (2007: 221) menjelaskan bahwa proses inquiry menuntut
dosen
bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan penyuluh kelompok. Para
mahasiswa
didorong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan
Jika ya, bagaimana kira-kira cara Anda akan melakukan ini. Jika tidak, mengapa?
Pembelajaran berbasis inkuiri bisa sangat sesuai untuk diterapkan di kelas, tergantung pada mata pelajaran, tingkat kemampuan siswa, dan tujuan pembelajaran. Jika saya mengajar mata pelajaran yang menuntut pemecahan masalah, pemikiran kritis, atau eksplorasi konsep secara mendalam (seperti sains, matematika, atau IPS), maka pendekatan inkuiri sangat cocok.
Alasan Mengapa Sesuai:
1. Meningkatkan Pemahaman Konseptual
Siswa tidak hanya menghafal, tetapi benar-benar memahami konsep melalui eksplorasi dan penemuan sendiri.
2. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa diajak untuk bertanya, menganalisis, dan mencari solusi, yang memperkuat keterampilan berpikir tingkat tinggi.
3. Meningkatkan Motivasi Belajar
Karena mereka lebih aktif dalam proses pembelajaran, siswa cenderung lebih termotivasi dan tertarik untuk belajar.
4. Mendukung Pembelajaran Kolaboratif
Biasanya dilakukan dalam kelompok, pembelajaran inkuiri membantu siswa belajar bekerja sama dan berbagi ide.
Alasan Mengapa Tidak Sesuai (Jika Diterapkan Secara Tidak Tepat):
1. Membutuhkan Waktu yang Lebih Lama
Proses eksplorasi dan penyelidikan bisa memakan waktu lebih lama dibandingkan metode ceramah langsung.
2. Tidak Cocok untuk Semua Siswa
Beberapa siswa yang terbiasa dengan instruksi langsung mungkin mengalami kesulitan beradaptasi dengan metode ini.
3. Membutuhkan Fasilitas dan Sumber Belajar yang Memadai
Jika tidak ada sumber daya yang cukup (misalnya laboratorium untuk sains), pembelajaran berbasis inkuiri bisa sulit diterapkan.
4. Peran Guru yang Kompleks
Guru harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yang memerlukan persiapan dan keterampilan membimbing siswa dalam proses inkuiri.
Materi Diskusi 2
Penggunaan metode inkuiri sering dikaitkan dengan pengembangan keterampilan abad 21. Apakah benar? Jika menjawab benar bagaimana pelaksanaannya. Jika menjawab tidak benar, bagaimana seharusnya.
Ya, benar! Metode inkuiri sangat relevan dalam pengembangan keterampilan abad ke-21, terutama dalam aspek berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi (4C). Penyelidikan dapat dilakukan melalui pembelajaran inkuiri (Abdurrahman, 2017). Kecakapan berpikir dalam pembelajaran abad ke-21 dapat diajarkan melalui inkuiri (Maryam, et.all, 2020). Metode ini mendorong peserta didik untuk mengeksplorasi, bertanya, dan menemukan solusi sendiri melalui pengalaman belajar aktif. Pelaksanaan Metode Inkuiri dalam Pengembangan Keterampilan Abad 21. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam penerapan metode inkuiri:
1. Merumuskan Pertanyaan atau Masalah
Guru memberikan situasi atau fenomena yang mendorong rasa ingin tahu. Peserta didik diajak menyusun pertanyaan yang relevan untuk dieksplorasi.
2. Mengumpulkan Data dan Informasi
Peserta didik mencari informasi melalui eksperimen, observasi, wawancara, atau sumber bacaan. Penggunaan teknologi (internet, perangkat digital) dapat mendukung keterampilan literasi digital.
3. Menganalisis dan Menginterpretasi Data
Peserta didik mengolah informasi, menghubungkan konsep, dan membuat kesimpulan. Mendorong berpikir kritis dengan membandingkan berbagai sudut pandang.
4. Menyajikan Temuan
Hasil inkuiri disampaikan dalam bentuk laporan, presentasi, atau proyek kreatif. Keterampilan komunikasi dan kolaborasi dikembangkan melalui diskusi dan kerja kelompok.
5. Refleksi dan Evaluasi
Peserta didik mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran mereka. Guru memberikan umpan balik untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan.
Jika menjawab tidak benar, bagaimana seharusnya? penggunaan metode inkuiri memang sering dikaitkan dengan pengembangan keterampilan abad ke-21, dan hal ini benar adanya. Metode inkuiri mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, berkolaborasi, serta mengembangkan kreativitas dan keterampilan esensial di era modern. Metode ini memungkinkan siswa untuk belajar melalui eksplorasi, investigasi, dan refleksi, yang memperkuat keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skills). Dalam konteks abad ke-21, keterampilan seperti literasi digital, komunikasi yang efektif, dan pemecahan masalah berbasis data juga sangat relevan, dan metode inkuiri dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek tersebut. Jika ada pendapat yang menyatakan bahwa metode inkuiri tidak terkait langsung dengan keterampilan abad ke-21, maka pendekatan yang lebih tepat adalah dengan menyesuaikan implementasinya. Misalnya, mengombinasikan metode inkuiri dengan teknologi digital, pembelajaran berbasis proyek (PBL), atau pendekatan STEM untuk memastikan bahwa siswa tidak hanya bertanya dan mencari jawaban tetapi juga menerapkan solusi dalam konteks nyata. Jadi, metode inkuiri tetap relevan dan sangat mendukung pengembangan keterampilan abad ke-21, asalkan diterapkan dengan strategi yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Pada Diskusi 1, Anda telah memilih model pembelajaran inovatif dan interaktif yang akan diimplementasikan. Baca seksama di antara Modul 2, 3, 4, 5, 7, 8 atau 9 yang sesuai dengan model yang Anda pilih.
Jelaskan strategi, metode, langkah-langkah (sintaks) pembelajaran dari model pembelajaran inovatif dan interaktif yang akan diimplementasikan.
Problem-Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang menekankan pada pemberian masalah nyata sebagai stimulus bagi siswa untuk belajar. Beberapa ahli pendidikan dari Indonesia telah membahas strategi dalam menerapkan model pembelajaran PBL secara efektif. Berikut adalah beberapa strategi yang dikemukakan oleh para ahli:
1. Menurut Trianto (2011)
Trianto menyatakan bahwa strategi dalam model PBL mencakup beberapa tahapan utama, yaitu : (1) Orientasi siswa pada masalah – Guru memberikan masalah yang autentik dan kontekstual kepada siswa, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) siswa diarahkan untuk mendiskusikan masalah dan menentukan langkah pemecahannya, (4) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, (5) guru memberikan arahan dalam proses eksplorasi solusi, (6) Mengembangkan dan menyajikan hasil, (7) siswa mempresentasikan hasil temuannya kepada kelas, (8) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, (9) guru dan siswa bersama-sama mengevaluasi hasil belajar yang telah dicapai.
2. Menurut Rusman (2015)
Rusman menambahkan bahwa strategi dalam PBL harus memperhatikan unsur-unsur berikut: (1) Pemilihan masalah yang relevan, masalah yang dipilih harus sesuai dengan tingkat pemahaman siswa dan memiliki keterkaitan dengan kehidupan nyata, (2) Pemberian scaffolding, guru perlu memberikan bimbingan bertahap agar siswa dapat menemukan solusi sendiri, (3) Kolaborasi antar siswa, metode PBL menekankan kerja sama dalam kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial dan berpikir kritis, (4) refleksi dan asesmen berkelanjutan, siswa harus diberikan kesempatan untuk merefleksikan proses belajarnya, sementara guru melakukan asesmen formatif dan sumatif.
3. Menurut Wina Sanjaya (2011)
Sanjaya menyatakan bahwa strategi PBL harus memenuhi karakteristik berikut : (1) Student-centered learning – Siswa harus menjadi pusat dalam proses pembelajaran, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator, (2) Fokus pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, sehingga Siswa didorong untuk mengembangkan keterampilan analitis, sintesis, dan evaluasi, (3) Belajar dalam konteks nyata . Metode PBL harus berbasis pada permasalahan dunia nyata agar lebih bermakna bagi siswa, (4) Evaluasi berbasis proses. Kegiatan Penilaian tidak hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses pemecahan masalah yang dilakukan siswa.
Project-Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana mereka belajar melalui pengerjaan proyek nyata yang kompleks. Berikut adalah beberapa pendapat ahli dari Indonesia mengenai metode pembelajaran PBL:
1. Trianto (2011)
Menurut Trianto, PBL adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah kehidupan nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar.
2. Rusman (2015)
Rusman menyatakan bahwa PBL mendorong siswa untuk belajar melalui eksplorasi aktif, analisis masalah, dan refleksi atas pengalaman mereka. Metode ini juga menekankan kerja kelompok dan kolaborasi dalam menemukan solusi.
3. Hosnan (2014)
Menurut Hosnan, PBL menuntut siswa untuk lebih aktif dalam belajar dan meningkatkan keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi.
4. Sugiyanto (2007)
Sugiyanto menekankan bahwa PBL membantu siswa mengembangkan keterampilan pemecahan masalah secara mandiri, melatih kerja tim, serta meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Secara umum, metode PBL dalam pandangan para ahli di Indonesia menekankan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran melalui proyek yang menantang dan relevan dengan kehidupan nyata. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam serta keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model pembelajaran yang mendorong siswa untuk belajar melalui penyelesaian masalah nyata. Beberapa ahli pendidikan di Indonesia telah mengembangkan sintaks atau langkah-langkah PBL yang sesuai dengan konteks pendidikan di Indonesia. Berikut adalah sintax atau langkah-langkah PBL menurut beberapa ahli:
1. Menurut Suyanto dan Djihad (2013)
a. Mengorientasikan siswa pada masalah
Guru menyajikan masalah yang relevan dan merangsang pemikiran.
b. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Siswa diberi kesempatan untuk memahami masalah dan membentuk kelompok belajar.
c. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
Guru membimbing siswa dalam mengumpulkan informasi, mengidentifikasi solusi, dan melakukan eksplorasi.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Siswa menyusun solusi atau produk yang kemudian dipresentasikan.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru dan siswa merefleksikan proses pembelajaran serta hasil yang diperoleh.
2. Menurut Rusman (2015)
a. Mengajukan masalah kepada siswa
Guru mengajukan suatu permasalahan yang menantang untuk diselesaikan oleh siswa.
b. Menyusun strategi pemecahan masalah
Siswa merencanakan strategi untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun dalam kelompok.
c. Mengumpulkan data dan eksperimen
Siswa mencari informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
d. Menganalisis data dan mengembangkan solusi
Siswa menganalisis data yang diperoleh untuk menemukan solusi terbaik.
e. Mengevaluasi hasil dan proses pembelajaran
Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap proses dan solusi yang dihasilkan.
3. Menurut Ibrahim dan Nur (2000)
a. Orientasi pada masalah
Guru menyajikan masalah kepada siswa.
b. Organisasi untuk belajar
Siswa diberikan arahan dalam mengorganisasi diri untuk menyelesaikan masalah.
c. Investigasi individu atau kelompok
Siswa mencari informasi untuk memahami dan menyelesaikan masalah.
d. Pengembangan dan penyajian hasil karya
Siswa menyampaikan hasil dari penyelidikan dan solusi yang ditemukan.
e. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
f. Guru dan siswa bersama-sama mengevaluasi solusi yang telah diajukan.
Sintaks PBL ini secara umum memiliki pola yang serupa, yaitu dimulai dengan pengenalan masalah, penyelidikan, pengolahan informasi, penyajian hasil, serta refleksi dan evaluasi. Model ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kerja sama siswa dalam proses belajar.
Cari 2 artikel pada Jurnal yang dipublikasi tahun 2020-2025 dan membahas tentang pengaruh model pembelajaran inovatif dan interaktif yang telah Anda pilih. Deskripsikan isi artikel tersebut dengan menggunakan format berikut.
No |
1 |
Pengarang, Tahun, Judul artikel, Nama, Vol, No, dan Hal Jurnal |
Sawit Karlina1, Rika Mulyati Mustika Sari2, Studi Literatur tentang Peranan Model Problem Based Learning (PBL) talam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa, Jurnal Theorems (The Original Reasearch Of Mathematics), Volume 8, Nomor 2, Januari 2024, halaman 451-460 |
Metode Penelitian |
Tinjauan literatur |
Hasil Penelitian |
temuan-temuan dari tinjauan literatur yang diperoleh dari lima artikel yang telah dikumpulkan dari publikasi dalam prosiding, jurnal nasional dan internasional pada tahun 2019-2024 atau lima tahun terakhir: 1) Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu jenis model pembelajaran yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan secara komprehensif selama proses pembelajaran. 2) Kemampuan pemecahan masalah matematis dapat ditingkatkan dengan menerapkan model Problem Based Learning. |
Simpulan |
Berdasarkan
pengkajian hasil penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa model
|
No |
2 |
Pengarang, Tahun, Judul artikel, Nama, Vol, No, dan Hal Jurnal |
Deswita Safitri, Tursinawati, Linda Vitoria, 2025. Pengaruh Model Problem Based Learning pada Mata Pelajaran IPAS terhadap Keterampilan Argumentasi Ilmiah di Sekolah Dasar, Jurnal Basicedu Volume 9 Nomor 1 Tahun 2025 Halaman 12 - 23 |
Metode Penelitian |
Pendekatan kuantitatif melalui desain quasi-experiment |
Hasil Penelitian |
Temuan analisis mendapat rata-rata nilai maksimal dengan skala likert 4 yaitu pre-test kelas eksperimen ialah 2,00 (cukup) dan post-test mengalami kenaikan menjadi 3,52 (baik) sementara nilai rata-rata kelas kontrol sedikit meningkat dari 1,59 (kurang) menjadi 1,98 (kurang). Temuan uji t Independent Sampel T-Test menghasilkan nilai Signifikansi. (2-tailed) senilai 0,000 (<0,05), yang mengindikasikan adanya pengaruh signifikan penerapan model PBL terhadap keterampilan argumentasi ilmiah siswa. Dengan demikian, penerapan model PBL efektif dalam mempertinggi kemampuan siswa untuk berargumentasi secara ilmiah |
Simpulan |
Merujuk pada temuan penelitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam keterampilan argumentasi ilmiah siswa antara kelas yang mengimplementasikan model pembelajaran PBL beserta kelas yang mengimplementasikan pembelajaran konvensional. Kelas yang menerapkan model PBL menunjukkan peningkatan keterampilan argumentasi ilmiah yang lebih unggul dibanding kelas yang mengimplementasikan pembelajaran konvensional. Situasi ini membuktikan bahwa pengimplementasian model PBL menyumbang pengaruh signifikan terhadap pengembangan keterampilan argumentasi ilmiah siswa. Penelitian ini juga menegaskan efektivitas model PBL dalam meningkatkan pemahaman konsep beserta keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPAS. |
REFERENSI
A. Abdurrahman, (2017). “Efektivitas dan Kendala Pembelajaran Sains Berbasis Inkuiri terhadap Capaian imensi Kognitif Siswa: Meta Analisis,” Tadris Jurnal. Keguruan. dan Ilmu Tarbiyah., vol. 2, no. 1, pp. 1–9, 2017.
Anam, Khoirul. (2015). Pembelajaran Berbasis Inkuiri Metode dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamalik, Oemar. (2007). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia
Ibrahim, M., dan Nur, M., (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah.Surabaya: University Press.
Karlina, S., & Mulyati Mustika Sari, R. (2024). Studi Literatur : Peranan Model Problem Based Learning (PBL) Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Jurnal THEOREMS (The Original Research of Mathematics), 8(2), 451–460. https://doi.org/10.31949/th.v8i2.8202
Kristanto, Y. & Susilo, H. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang, 22(2), 197-208.
M. Maryam, K. Kusmiyati, I. W. Merta, dan I. P. Artayasa, (2020). “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa,” J. Pijar MIPA, vol. 15, no. 3, pp. 206–213
Rusman. (2015). Pembelajaran Tematik Terpadu Teori, Praktik dan Penilaian. Jakarta: Rajawali Pers
Safitri, D., Tursinawati, T., & Vitoria, L. (2025). Pengaruh Model Problem Based Learning pada Mata Pelajaran IPAS terhadap Keterampilan Argumentasi Ilmiah di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 9(1), 12–23. https://doi.org/10.31004/basicedu.v9i1.9279
Sugiyanto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta : Depdikbud.
Suyanto dan Asep Jihad, 2013, Menjadi Guru Profesional, Jakarta: Erlangga
Trianto.(2011). Model Pembelajaran Terpadu Konsep Strategi Dan. Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. (2011), Strategi Pembelajaran Berorientasi standar proses pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media.
Untuk tindak lanjut silahkan : klik DOWNLOAD atau hub. (WA) 081327121707 - (WA) 081327789201 terima kasih
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih