STUDI KOMPARASI PENGARUH MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME KINERJA GURU TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI NUMERASI DI SMA NEGERI 2 ...................... DAN SMA NEGERI 2 ......................
TESIS
Dosen Pembimbing
………………………………..
……………………………………………..
……………….
NIM. …………………
PROGRAM STUDI MAGISTER ……………………..
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI ......................
2023
REKOMENDASI
Tesis atas nama…………………….NIM…………….telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal………………..
Tim penguji
Nama Tanda Tangan Jabatan
……………… ………………… Ketua tim penguji/anggota
……………… ………………… Anggota /pembimbing I
……………… ………………… Anggota /pembimbing II
……………… ………………… Anggota
Mengetahui
Ketua Program studi
……………………………….
PENGESAHAN
Tesis Oleh……………..NIM……….telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal……………dan telah direvisi berdasarkan saran dan kritik tim penguji.
Taruntung,………………
Ketua Program studi……………….
NIP…………………
ABSTRAK
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisa perbedaan pengaruh antara manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 Litongnihuta dan SMA Negeri 2 ....................... Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif komparatif. Menggunakan jenis komparatif karena dalam penelitian ini membandingkan manajemen kepala sekolah,profesionalisme kinerja guru dan kemampuan literasi numerasi di SMA Negeri 2 ...................... dan SMA Negeri 2 ....................... Analisa data yang digunakan adalah dengan uji paired t test. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Terdapat pengaruh antara manajemen kepala sekolah terhadap kemampuan literasi dan numerasi di SMA Negeri 2 Litongnihuta dan SMA Negeri 2 ....................... Pengaruh manajemen kepala sekolah terhadap kemampuan literasi numerasi di SMA Negeri 2 Litongnihuta lebih tinggi daripada pengaruh antara manajemen kepala sekolah terhadap kemampuan literasi dan numerasi di SMA Negeri 2 ....................... (2) Terdapat pengaruh antara profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 Litongnihuta dan SMA Negeri 2 ....................... Pengaruh antara profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 Litongnihuta lebih tinggi daripada pengaruh antara profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 ....................... (3) Terdapat pengaruh antara manajemen kepala sekolah, profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 Litongnihuta dan SMA Negeri 2 ....................... (4) Pengaruh antara manajemen kepala sekolah, profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 Litongnihuta lebih tinggi daripada SMA Negeri 2 .......................
Kata kunci : studi komparasi, manajemen kepala sekolah, profesionalisme kinerja guru, kemampuan literasi numerasi
ABSTRACK
The aim to be achieved in this research is to analyze the differences in influence between the principal's management and the professionalism of teacher performance on students' literacy and numeracy skills at SMA Negeri 2 Litongnihuta and SMA Negeri 2 ....................... This research uses a comparative quantitative design. Using a comparative type because this research compares principal management, professionalism of teacher performance and numeracy literacy skills at SMA Negeri 2 ...................... and SMA Negeri 2 ....................... Data analysis used was the paired t test. The conclusions of this research are (1) There is an influence between the principal's management on literacy and numeracy skills at SMA Negeri 2 Litongnihuta and SMA Negeri 2 ....................... The influence of the principal's management on numeracy literacy skills at SMA Negeri 2 Litongnihuta is higher than the influence of the principal's management on literacy and numeracy skills at SMA Negeri 2 ....................... (2) There is an influence between the professionalism of teacher performance on students' literacy and numeracy skills at SMA Negeri 2 Litongnihuta and SMA Negeri 2 ....................... The influence of teacher performance professionalism on students' literacy and numeracy abilities at SMA Negeri 2 Litongnihuta is higher than the influence of teacher performance professionalism on students' literacy and numeracy abilities at SMA Negeri 2 ....................... (3) There is an influence between the principal's management, the professionalism of teacher performance on the literacy and numeracy skills of students at SMA Negeri 2 Litongnihuta and SMA Negeri 2 ....................... (4) The influence of the principal's management, the professionalism of teacher performance on students' literacy and numeracy skills at SMA Negeri 2 Litongnihuta is higher than at SMA Negeri 2 .......................
Key words: comparative study, school principal management, professionalism of teacher performance, numeracy literacy skills
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hasil studi Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organization Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2018 menunjukan kemampuan peserta didik Indonesia dalam bidang literasi membaca, matematika, dan sains masih berada di bawah rata-rata. Dimana skor literasi membaca adalah 371 dengan rata-rata OECD yakni 487, skor matematika adalah 379 dengan skor rata-rata OECD 487 dan untuk sains adalah 389 dengan skor rata-rata OECD 489. Dengan memperhatikan hasil studi PISA dan tuntutan pada abad 21.
Indonesia masih perlu menggalakkan upaya-upaya untuk meningkatkan literasi dasar. Assessment Nasional (AN) merupakan salah satu gagasan pengganti Ujian Nasional yang diluncurkan pada episode pertama merdeka belajar (GTK, 2021). Asesmen Nasional dirancang untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk memperbaiki kualitas pembelajaran, yang akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Kegiatan ini menjadi cerminan utama dari tujuan pendidikan, yakni mengembangkan kompetensi dan karakter peserta didik (Assessment & Pembelajaran, 2021). Dalam mengembangkan kompetensi peserta didik dilaksanakan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), dalam AKM dilakukan guna mengukur kemampuan literasi dan numerasi peserta didik.
Literasi secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Namun seiring perkembangan zaman, literasi rupanya tak hanya soal membaca dan menulis. Literasi rupanya juga diartikan sebagai kemampuan berbicara, berhitung, memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, memahami, dan menggunakan potensi kemampuan diri. Hal ini membuat jenis literasi pun berkembang, mulai dari literasi sains, literasi digital, literasi numerasi hingga literasi finansial. Dalam forum Ekonomi Dunia tahun 2015, menyatakan terdapat enam literasi dasar yang merupakan kecakapan hidup di abad 21 yang wajib dikuasai oleh generasi muda guna menghadapi rintangan di abad 21. Keenam literasi tersebut yaitu, literasi baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewarganegaraan. (CNN, 2023,Agustus 30).
Literasi baca tulis merupakan kecakapan yang dimiliki untuk membaca, menulis, mengolah, menelusuri serta memahami informasi yang diperoleh. Sedangkan literasi numerasi merupakan kecakapan untuk, pertama dapat memperoleh, menggunakan, menginterpretasikan serta mengkomunikasikan berbagai simbol maupun angka dalam matematika untuk menyelesaikan suatu masalah kontekstual di kehidupan sehari-hari. Kedua, dapat menganalisis serta menginterpretasikan informasi yang tersedia baik berupa grafik, tabel, bagan, dan bentuk lainnya guna menyelesaikan masalah matematis yang dihadapi. Asesmen nasional yang diterapkan oleh pemerinth guna meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik di Indonesia tentunya juga dilaksanakan untuk memperbaiki mutu pendidikan secara menyeluruh.
Rendahnya kemampuan literasi membaca dan numerasi peserta didik di Indonesia tentunya dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kurangnya sumber belajar dan sarana yang dimiliki oleh guru yang hanya mengandalkan buku ajar. Kedua metode pembelajaran yang digunakan guru didalam kelas masih menggunakan metode konvensional. Ketiga, peserta didik kurang tertarik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan cepat merasa jenuh dalam proses pembelajaran. Keempat, guru kurang bisa memahami apa kesulitan yang dialami oleh peserta didik. Kelima, peserta didik sulit mendapatkan respon langsung terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dimiliki. Hal tersebut tentunya dapat mengganggu proses belajar mengajar.
Literasi dan numerasi menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019), adalah kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, sedangkan numerasi adalah secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari (Jatmika, 2020; Ummah, 2020; Witono, 2021). Literasi numerasi juga mencakup kemampuan untuk menerjemahkan informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Selain itu, literasi juga diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengolah serta memahami informasi pada saat menulis atau membaca. Secara umum literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis (Deviyanti, 2021; Hafida, 2020; Prianto, 2022). Kebutuhan akan literasi yang baik khususnya literasi matematika di era industri 4.0 dan rendahnya asesmen internasional menjadi perhatian utama Indonesia (Novianti, 2022). Dunia pendidikan tidak dapat dipisahkan dari literasi dan numerasi.
Pentingnya peran manajemen kepala sekolah dalam upaya mengembangkan budaya literasi siswa khususnya di sekolah menengah, sangat mempengaruhi keberhasilan ketercapaian tujuan dari adanya kemampuan literasi numerasi siswa yang diupayakan. Karena, dalam upaya tersebut banyak melibatkan sumber daya sekolah baik materiil maupun nonmateriil, jikalau tidak diarahkan dan dikelola dengan baik oleh pemimpin, tentu kinerjanya menjadi tidak terstruktur sehingga kinerja dan hasil menjadi tidak seefektif dan seefisien yang diharapkan. Upaya pengembangan budaya literasi sekolah yang terstruktur dengan baik, akan berimbas pada peningkatan kualitas pembelajaran; guru dan staf; pemanfaatan sumber daya sekolah yang maksimal; dan hubungan dengan masyarakat yang semakin baik. Kepala sekolah memegang kendali atas keberhasilan suatu penyelenggaraan pendidikan.
Menurut Kral (2012) peran serta sikap kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi apa yang akan dicapai di sekolah, yang biasanya terjadi saat akan melakukan suatu perubahan di sekolah yang berimbas pada perubahan budaya sekolah. Dalam upaya melakukan perubahan, kepala sekolah bertugas untuk memimpin dan mendukung perubahan tersebut. Seorang pemimpin akan membutuhkan anggotanya untuk terlibat dalam pencapaian tujuan, yaitu guru dan staf, serta turut melibatkan orang tua/wali siswa. Sehingga dari adanya rasa membutuhkan tersebut, diperlukan suatu hubungan kerja sama antara kepala sekolah dengan anggotanya dan pihak eksternal untuk berproses dan melaksanakan rencana atau kebijakan sekolah secara konsisten, sehingga tujuan sekolah khususnya budaya literasi di sekolah menengah dapat tercapai dengan kualitas yang semakin baik.
Secara faktual dan spesifik, rendahnya kemampua literasi pada semua jenis literasi tersebut terutama literasi numerasi tidak hanya terjadi dalam skala nasional akan tetapi rendahnya kemampuan literasi tersebut secara rill terjadi juga pada sekolah-sekolah yang ada di daerah seperti sekolah SMA Negeri 2 ...................... yang ada di Kecamatan ......................, Kabupaten ......................, ....................... Sekolah tersebut menjadi fokus dari penelitian ini. Literasi numerasi dalam persepektif organisasi sekolah merupakan bagian dari pada aktivitas sekolah. Oleh karena itu, memperbaiki kegiatan literasi numerasi pada hakikatnya memperbaiki budaya sekolah. Literasi sebagai sebuah budaya bermakna sebagai aktivitas yang kontinyu dalam rangka pengembangan kemampuan membaca, menulis, numerik, budaya dan literasi digital.
Berdasarkan observasi awal pada SMA Negeri 2 ...................... ditemukan bahwa pengembangan budaya literasi numerasi di sekolah tersebut masih belum dijadikan fokus utama, hal itu terlihat dari hasil Asessmen Kompetensi Minimal kedua sekolah masih rendah. Kondisi faktual ini memiliki hubungan erat dengan efektifitas tugas dari seorang kepala sekolah sebagai pemimpin sekaligus manager pada sekolah tersebut. Karena itu dalam penelitian ini, kegelisahan akademik yang utama adalah bagaimana peran kepala sekolah dalam mengimplementasikan kegiatan literasi numerasi di SMA Negeri 2 ...................... Kecamatan ......................, Kabupaten ......................, ....................... Dari observasi yang kedua dilakukan di SMA N ......................, keadaan tidak jauh berbeda. Kondisi siswa yang terlalu asyik terhadap gadget mengalihkan peran ruang pojok baca di sekolah. Kebanyakan siswa senang dan enggan lepas terhadap gadget yang dibawanya. Sedangkan sekolah sudah sangat mengupayakan akan sarana prasarana untuk mendukung kegiatan literasi dan numerasi di sekolah. Dengan adanya pojok baca di sekolah diharapkan siswa mau dan tergerak untuk membaca buku. Tetapi kenyatannya tidak semua siswa suka akan membaca.
Peran manajemen kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan sangat mempengaruhi penerapan kegiatan literasi numerasi di sekolah. Karena itu harus diawali oleh adanya kebijakan yang mendukung dan melayani bertumbuhnya kegiatan literasi numerasi pada program sekolah. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional terdapat tujuh peran kepala sekolah yaitu, (1) pendidik; (2) manajer; (3) administrator; (4) supervior; (5) leader; (6) innovator; dan (7) motivator. Berdasarkan peran kepala sekolah tersebut maka secara detail peran kepala sekolah dalam mendukung literasi harus memfungsikan semua peran tersebut. Peran manajemen kepala sekolah sebagai pendidik misalnya, kepala sekolah harus menjadi influencer terhadap guru-guru terkait dengan pengembangan literasi. Hal ini penting dilakukan mengingat untuk mewujudkan kegiatan sekolah berbasis literasi yang tinggi dibutuhkan kerjasama semua komponen sekolah. Begitu juga peran kepala sekolah sebagai manajer, kepala sekolah harus memetakan dan mendesain road map pengembangan literasi secara sistimatis dan holistik, sehingga bisa dipahami dan acceptable oleh setiap penangggung jawab literasi. Tidak bisa sangkal bahwa rendah dan tiggih rendahnya kemampuan literasi numerasi siswa di sekolah bertumpu pada aktivitas sekolah itu sendiri. Sekolah menjadi lembaga pendidikan formal memiliki peran yang sangat vital dalam mengembangkan literasi numerasi. Peran sekolah inipun bertumpu pada peran vital kepala sekolah sebagai lokomotif dari suatu organisasi persekolahan. Meskipun pengembangan literasi adalah tugas utama para guru akan tetapi terkait bagaimana profesionalisme kinerja guru membangun literasi sangat ditentukan oleh kesungguhan kepala sekolah merealisasikan tugas kepemimpinannya sebagai penanggung jawab organisasi sekolah. Artinya, kepala sekolah memiliki otoritas yang tinggi untuk mengatur pengembangan semua jenis literasi dengan memotivasi guru sebagi unit yang bersentuhan langsung dengan siswa. Karena itu, dengan adanya otoritas tersebut kepala sekolah memiliki kelenturan dan kebebasan dalam menentukan lengkah-langkah yang harus diikuti oleh setiap guru dalam mewujudkan budaya literasi. Pada sisi lain, tinggi dan rendah daya literasi sekolah merupakan reprensentasi dari kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan guru. Oleh sebab itu, menelusuri peran kepala sekolah menjadi langkah awal dari identifikasi problematika literasi di sekolah.
Peran kepala sekolah sangat penting dalam peningkatan kualitas kegiatan literasi dan numerasi di samping peran stakeholders lainya seperti, peran guru, peran orang tua serta peran tenaga kependidikan tidak dapat diabaikan karena memiliki kontribusi langsung dalam proses pendidikan di sekolah (Widyahening, 2019). Sehingga peran kepala sekolah sebagai manajer dan kemampuan profesionalisme guru dalam bekerja akan mampu bersinergi dalam meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa di sekolah. Selain peran seorang kepala sekolah, fungsi guru sebagai pendidik juga perlu dipertimbangkan. Karena kita semua tahu bahwa kehadiran seorang guru sangat berhubungan langsung dengan siswa setiap harinya di sekolah. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai pendidikan adalah kompetensi profesional. Guru yang profesional merupakan salah satu indikator penting dari sekolah berkualitas. Guru yang profesional akan sangat membantu proses pencapaian visi misi sekolah.peran kinerja guru yang profesional sangat diperlukan dalam pengembangan kegiatan literasi dan numerasi siswa.
Merujuk pada argumentasi teroritis dan data di atas, riset terkait dengan “Studi Komparasi Pengaruh Manajemen Kepala Sekolah dan Profesionalisme Kinerja Guru Terhadap Kemampuan Literasi Numerasi dI SMA Negeri 2 ...................... dan SMA Negeri ...................... dirasakan penting saat ini untuk dilakukan penelitian dengan menggunakan desain dan pendekatan penelitian kuantitatif komparatif. Pemilihan dari metode ini sangat beralasan karena metode tersebut dianggap sesuai dengan sifat dari data yang akan dikumpulkan.
B. Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Litongnihuta yang beralamat di jalan Dolok Sanggul, Siborong-Borong, Dolok Margu, Kecamatan ......................, Kabupaten ......................, Propinsi ....................... Tempat penelitian kedua adalah SMA Negeri ...................... yang beralamat di Soposurung, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba, ........................ Berdasarkan observasi awal, sekolah tersebut telah melaksanakan kegiatan literasi numerasi. Sehingga untuk melihat perbedaan tentang kemampuan literasi numerasi yang dipengaruhi oleh manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru masing-masing sekolah tersebut..
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
1. Adakah pengaruh antara manajemen kepala sekolah terhadap kemampuan literasi numerasi siswa ?
2. Adakah pengaruh antara profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi numerasi siswa ?
3. Adakah pengaruh antara manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa ?
4. Adakah perbedaan pengaruh antara manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 Litongnihuta dan SMA Negeri ......................
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Menganalisa pengaruh antara manajemen kepala sekolah terhadap kemampuan literasi numerasi siswa.
2. Menganalisa pengaruh antara profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi numerasi siswa.
3. Menganalisa pengaruh pengaruh antara manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa.
4. Menganalisa perbedaan pengaruh antara manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 Litongnihuta dan SMA Negeri .......................
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis akan menemukan peran manajemen kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan dan menerapkan literasi numerasi di sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, dapat memperoleh pengalaman langsung, dimana dapat mengetahui peran kepala sekolah dalam meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa.
b. Bagi sekolah, sebagai pertimbangan oleh sekolah untuk dapat menghidupkan kegiatan literasi numerasi.
F. Asumsi
Asumsi
atau anggapan dasar ini merupakan suatu gambaran sangkaan,
perkiraan, satu pendapat atau kesimpulan sementara, atau suatu teori sementara
yang belum dibuktikan. Menurut Suharsimi (2019) menjelaskan bahwa asumsi atau
anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima
oleh penyelidik. Berdasarkan dari pengertian
asumsi di atas, maka asumsi yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : terdapat
perbedaan
pengaruh antara manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru
terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa di SMA Negeri 2 Litongnihuta dan SMA Negeri .......................
G. Definisi Istilah
Definisi istilah adalah batasan pengertian variabel yang digunakan dalam penelitian. Definisi istilah diperlukan untuk menjelaskan supaya ada kesamaan penaksiran dan tidak mempunyai arti yang berbeda-beda (Sekaran, 2003). Berikut dikemukakan definisi istilah masing-masing variabel tersebut.
1. Manejemen kepala sekolah
Manajemen kepala sekolah adalah suatu tindakan dalam melakukan tugas dan fungsinya dalam organisasi yang dimiliki oleh pimpinan. Pimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepala sekolah sebagai seorang pemimpin yang mengatur dan mengelola lembaga pendidikan atau sekolah.
2. Profesionalisme Kinerja Guru
Profesionalisme kinerja guru dalam penelitian ini merupakan tingkat keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan
3. Literasi dan Numerasi
Literasi numerasi merupakan kecakapan untuk memperoleh, menggunakan, menginterpretasikan serta mengkomunikasikan berbagai simbol maupun angka dalam matematika untuk menyelesaikan suatu masalah kontekstual di kehidupan sehari-hari dan menganalisis serta menginterpretasikan informasi yang tersedia baik berupa grafik, tabel, bagan, dan bentuk lainnya guna menyelesaikan masalah matematis yang dihadapi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretik
1. Manajemen Kepala Sekolah
a. Pengertian Manajemen Kepala Sekolah
Manajemen berasal dari kata,”to manage” yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola. Sedangkan menurut istilah, manajemen didefinisikan dengan pengertian yang berbeda-beda: Pertama, manajemen adalah melakukan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah/organisasi yang diantaranya adalah manusia, uang, metode, material, mesin, dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam suatu proses (Rohiat, 2012,p.14). Kedua, Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal. Efektif merujuk pada tujuan hasil guna, sedangkan efisien merujuk pada daya guna, cara, dan lamanya suatu proses mencapai tujuan tersebut (Danim, 2012,p.2)
Pada hakekatnya manajemen merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan usaha anggota anggota organisasi serta pendayagunaan sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wahjosumidjo, 2011,p.94).
Sedangkan secara terminologi, para ahli berbeda-beda dalam mengartikan istilah manajemen, diantaranya menurut Leslie W. Rue dan Llyold L. Byars (2018,p.3) dalam bukunya mengatakan: Management is a form of work that involves coordinating an organization’s resources, land, labor and capital toward accomplishing organizational objective. Management is the processof deciding how best to use a business’s resource to produce goods or provide service. A business’s resource include its employees, equipment and money.
Manajemen menurut pengertian di atas adalah suatu model pekerjaan yang mengkoordinasikan antara sumber daya organisasi, lahan, tenaga kerja dan modal untuk mencapai sasaran atau hasil organisasi. Manajemen adalah proses memutuskan bagaimana cara terbaik menggunakan sumber daya bisnis untuk menghasilkan barang atau menyediakan layanan. Sumber daya bisnis mencakup karyawan, peralatan dan uang.
Menurut James A. F (1994,p.10) menjelaskan bahwa manajemen adalah seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang-orang (the art of getting things done through people). Sedangkan menurut Sondang P. Siagian dalam Arikunto (2017,p.3) menjelaskan manajemen adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Hasibuan (2017,p.1) mengartikan manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Selanjutnya Henry Simamora (2016,p.4) juga memberikan pengertian bahwa manajemen adalah proses pendayagunaan bahan baku dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hersey dalam Hendyat. (2001,p.1-2) mengatakan: “We shall define management as working with and through individual to accomplish organizational goals”. Istilah manajemen juga dapat dipahami sebagai rangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan (Sudjana, 2017,p.16).
Husaini Usman (2014,p.6) menjelaskan lebih lengkap bahwa manajemen adalah suatu proses bagaimana mengelola sumber daya yang dimiliki baik sumber daya yang berupa man, money, materials, machines, methods, marketing and minutes guna tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Mengelola di sini meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (leading) dan pengendalian (controlling).
Jika diamati dari beberapa definisi di atas, maka dapat ditemukan adanya kesamaan-kesamaan serta dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa istilah manajemen merupakan sebuah proses yang berkesinambungan yang terdiri dari tahapan-tahapan yang di dalamnya dilakukan pengembangan dan pemberdayaan berbagai sumber daya yang dimiliki dan ini dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di samping itu ada tiga hal yang merupakan unsur penting dari manajemen yaitu: usaha kerjasama, oleh dua orang atau lebih dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ketiga unsur tersebut menunjukkan bahwa manajemen terjadi dalam sebuah organisasi, bukan pada kerja tunggal yang dilakukan oleh seorang individu. Jika pengertian tentang manajemen diterapkan pada usaha pendidikan yang terjadi pada sebuah organisasi, maka menurut Arikunto bahwa definisi manajemen pendidikan itu adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien (Arikunto, 2017,p.4).
Menurut Wahjosumidjo (2011,p. 82) kepala sekolah terdiri dari dua kata, yaitu kepala dan sekolah. Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi, sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian, secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kepala sekolah juga merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan (Mulyasa, 2015,p.24). Jadi kepala sekolah ialah seorang guru yang diberi tugas dan tanggung jawab tambahan untuk memimpin sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Manajemen kepala sekolah adalah suatu tindakan dalam melakukan tugas dan fungsinya dalam organisasi yang dimiliki oleh pimpinan (Wahjosumidjo (2011,p. 432). Pimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepala sekolah sebagai seorang pemimpin yang mengatur dan mengelola lembaga pendidikan atau sekolah.
Pengertian kepemimpinan banyak dikemukakan oleh para ahli menurut sudut pandang masing-masing. Menurut Sutrisno (2011,p.231) kepemimpian adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain, dimana bawahan akan melakukan apa yang menjadi kehendak pemimpin walaupun secara pribadi bawahan tersebut tidak menyukainya. Kepemimpinan atau manjemen secara luas didefinisikan sebagai : 1) suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham, 2) suatu persuasi dan inspirasi, 3) suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh, 4) tindakan dan perilaku, 5) titik sentral proses kegiatan kelompok, 6) hubungan kekuatan atau kekuasaan,7) sarana pencapaian tujuan 8) suatu hasil dari interaksi, 9) peranan yang dipolakan, 10) inisiatif (permulaan) struktur (Wahjosumidjo (2011,p.56). Kepemimpinan diterjemahkan dari bahasa Inggris “Leadership”. Dalam ensiklopedi umum diartikan sebagai “Hubungan yang erat antara seorang dan kelompok manusia, karena ada ada kepentingan yang sama”. Hubungan yang dimaksudkan tersebut adalah hubungan antara pemimpin (atasan) dengan orang yang dipimpin (bawahan) (Engkoswara, 2015,p.77).
Dalam pengembangan lembaga pendidikan, manajemen pendidikan mempunyai dua fungsi, yaitu :
1) Mengusahakan keefektifan organisasi pendidikan, meliputi : adanya etos kerja yang baik, manajemen terkelola dengan baik, mengusahakan tenaga pendidik sebagai model peran yang positif, memberikan perlakuan balikan positif pada anak didik, menyediakan kondisi kerja yang baik bagi tenaga pendidik dan staf tata usaha, memberikan tanggungjawab pada peserta didik, dan saling berbagi aktivitas antara pendidik dan anak didik.
2) Mengusahakan lembaga pendidikan berhasil (successful school) yang meliputi : melaksanakan fungsi manajemen dengan menerapkan implementasi kurikulum sebagai tujuan utama, menekankan pada kualitas pengajaran dan pembelajaran, memliki tujuan yang jelas, mengembangkan iklim organisasi yang jelas dan kondusif, melakukan monitoring dan evaluasi sebagian dari budaya organisasi pendidikan di lembaganya, mengelola pengembangan staf, serta melibatkan dukungan stakeholder dalam pengembangannya (Ara, 2016,p.83-84).
Jika kedua fungsi tersebut berjalan dan terlaksana dengan baik, maka akan tercapai tujuan bersama dengan efektif dan efisien. Hal tersebut sudah menjadi harapan setiap pemimpin terhadap lembaga yang di pimpinnya. Fungsi dan peranan kepala sekolah pada saat ini memang sangat penting. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah yang kembali digeliatkan oleh Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah dewasa ini membutuhkan kepala sekolah yang memiliki kompetensi manajemen yang tinggi, mampu merencanakan tujuan sekolah, strategi yang akan ditempuh sekolah untuk mewujudkan tujuan sekolah, mampu mengorganisir seluruh sumber daya sekolah, mengorganisir kegiatan sekolah, mampu mengerakkan semua warga sekolah mencapai tujuan sekolah dan mampu melakukan pengontrolan terhadap sumber daya sekolah, sumber dana, dan kegiatan-kegiatan sekolah sehingga sesuai dengan apa yang telah direncanakan (Hermanto, 2016,p.37).
Banyak studi dilakukan tentang manajemen, dan hasilnya adalah berupa rumusan, konsep, dan teori manajemen. Studi dan rumusan manajemen yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh paradigma dan pendekatan yang digunakan sehingga teori-teori yang dihasilkan mempunyai perbedaan dalam hal metodologi, pendapat, dan uraiannya, penafsiran dan kesimpulannya.
Berikut ini adalah beberapa teori tentang manajemen :
1) Teori Otokratis
Dalam teori ini, manajemen didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbitrer. Ia melakukan pengawasan yang ketat, agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien.
2) Teori Psikologis
Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan mengembangkan sistem motivasi terbaik, untuk merangsang kesediaan bekerja para pengikut dan anak buah.
3) Teori Sosiologis
Manajemen dianggap sebagai usaha-usaha untuk melancarkan antar relasi antar organisasi, dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antara para pengikutnya.
4) Teori Suportif
Menurut teori ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh semangat, sedangkan pemimpin akan membimbing dengan sebaik baiknya.
5) Teori Laissez Faire
Pada manajemen Laissez Faire seorang pemimpin menyerahkan tanggungjawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggota.
6) Teori Kelakuan Pribadi
Manajemen jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas atau pola-pola kelakuan para pemimpinnya.
7) Teori Sifat Orang-orang Besar
Cikal bakal seorang pemimpin dapat diprediksi dan dilihat dengan melihat sifat, karakter, dan perilaku orang-orang besar yang terbukti sudah sukses dalam menjalankan manajemennya.
8) Teori Situasi
Teori ini berpandangan bahwa munculnya seorang pemimpin bersamaan masa pergolakan, kritis, seperti revolusi, pemberontakan dan lain-lain. Pada saat itulah akan muncul seorang pemimpin yang mampu mengatasi persoalan-persoalan yang nyaris tidak bisa diselesaikan oleh orang biasa.
9) Teori Humanistik
Fungsi manajemen menurut teori ini adalah merealisir kebebasan manusia dan memenuhi setiap kebutuhan insani, yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan rakyat (Ara, 2016,p.87-88).
b. Gaya Dasar Manajemen
Menurut Ralph White dan Ronal dLippitt dalam Winardi ada tiga macamgaya manajemen.Ketiga gaya manajemen tersebut adalah sebagai berikut.
1) Manajemen otoriter, gaya manajemen ini biasanya semua determinasi “policy” dilakukan oleh pemimpin. Teknik-teknik serta langkah-langkah aktivitas ditentukan oleh pejabat satu persatu, sehingga langkah-langkah yang akan datang tidak pasti. Pemimpin biasanya mendikte tugas pekerjaan khusus dan teman sekerja setiap anggota. Kemudian pemimpin cenderung bersifat pribadi dalam pujian dan kritik pekerjaan setiap anggotanya.
2) Manajemen demokrasi, gaya manajemen ini biasanya keputusan kelompok dilakukan bersama dan dibantu oleh pemimpin. Perspektif aktivitas dicapai selama diskusi berlangsung,dan apabila dibutuhkan nasihat teknis maka pemimpin menyarankan dua atau lebih banyak prosedur-prosedural ternatif, yang dapat dipilih. Pemimpin memberikan kebebasan kepada para anggota untuk bekerja pada siapa saja yang mereka kehendaki dan pembagian tugas terserah kepada anggota kelompok. Kemudian pemimpin bersifat objektif dalam pujian dan kritiks etiap anggotanya.
3) Manajemen Laissez-Faire, gaya manajemen ini biasanya kebebasan lengkap untuk keputusan kelompok atau individual dengan sedikit partisipasi pemimpin. Pemimpin tidak ikut dalam diskusi kelompok, tetapi pemimpin menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh anggotanya. Pemimpin tidak berpartisipasi sama sekali.Kemudian komentar dilakukan secara sepontan dan pemimpin tidak berusaha sama sekali untuk menilai dan mengatur kejadian-kejadian tersebut (Winardi, 2016,p.7).
c. Fungsi Manajemen Kepala Sekolah
Seorang kepala sekolah tidak hanya bertugas sebagai pemimpin tertinggi yang berada di sekolah, tetapi kepala sekolah dapat menjadi panutan bagi guru,pegawai serta warga sekolah. Fungsi dan peran kepala sekolah dalam menciptakan suatu keberhasilan haruslah dimulai dari perencanaan atau proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah terlebih dahulu. Sebagai seorang pemimpin kepala sekolah harus dapat menciptakan perubahan secara efektif dalam penampilan kelompok. Seorang pemimpin harus dapat menggerakkan orang lain sehingga secara sukarela orang lain tersebut mau melakukan apa yang dikehendaki seorang pemimpin. Oleh karena itu kepala sekolah harus mengetahui fungsi dari kepemimpinannya.
Kepala sekolah berfungsi sebagai supervisor pendidikan yang artinya usaha peningkatan mutu dapat pula dilakukan dengan cara peningkatan mutu guru-guru dan seluruh staf sekolah, misalnya melalui rapat rapat,observasi kelas, perpustakaan dan lain sebagainya. Kemampuan manajerial kepala sekolah adalah seperangkat ketrampilan yang dimiliki oleh kepala sekolah untuk mengelola sekolah dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada untuk digunakan dalam mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan (Sodiqin, 2016,p.89-101).
Apabila kepala sekolah berfungsi sebagai pemimpin pendidikan berarti peningkatan mutu akan berjalan dengan baik apabila guru bersifat terbuka, kreatif dan memiliki semangat kerjayang tinggi. Suasana yang demikian ditentukan oleh bentuk dan sifat kepemimpinan yang dilakukan kepala sekolah. Selain itu fungsi dari kepemimpinan kepala sekolah menurut peraturan menteri pendidikan nasional nomor 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan sekolah. Adapun fungsi kepemimpinan kepala sekolah meliputi.
1) Perencanaan program
2) Pelaksanaan rencana kerja
3) Pengawasan evaluasi
4) Kepemimpinan kepala sekolah
5) Sistem informasi sekolah
Manajemen kepemimpinan merupakan pengelolaan seorang dalam memimpin bawahannya secara efektif, sehingga membawa lembaganya ke arah yang lebih baik dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki.
Cobbold, et al., (2004,p.624-633) menyimpulkan bahwa peran manajemen kepemimpinan adalah dalam menciptakan tujuan, nilai, dan sistem yang menuntun kepada perbaikan kinerja yang berkelanjutan. Untuk dapat menjadi pemimpin yang baik seorang manajer harus dapat mengembangkan dirinya sendiri dan mempengaruhi, memberi inspirasi, dan mengarahkan stafnya untuk dapat mencapai tujuan lembaga.
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah (Mulyasa, 2015,p.103).
Secara garis besarnya bahwa fungsi manajemen kepemimpinan secara umum sebagai berikut:
1) Perencanaan
Perencanaan terjadi di semua tipe kegiatan. Perencanaan adalah proses dasar memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Perencanaan dalam organisasi sangat esensial, karena dalam kenyataannya perencanaan memegang peranan lebih dibanding fungsi manajemen lainnya. Planning (perencanaan) adalah: memilih dan menghubung-menghubungkan kenyataan yang dibayangkan serta merumuskan tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan (Mulyasa, 2015,p.78).
Perencanaan (planning) sesuatu kegiatan yang akan dicapai dengan cara dan proses, suatu orientasi masa depan, pengambilan keputusan, dan rumusan berbagai masalah secara formal dan terang (Effendy, 2004,p.77). Maksud dari perencanaan kepemimpinan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan selama waktu tertentu agar sistem pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan bermutu yang relevan dengan kebutuhan pembangunan (Fatah, 2004,p.70).
Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisasi, menentukan kesempatan dan ancaman serta menentukan strategi, kebijakan, taktik, dan program (Rohiat, 2012,p.3).
2) Pengorganisasiaan
Mengorganisasikan adalah proses mengatur mengalokasikan pekerjaan, wewenang, sumber daya di antara anggota organisasi, sehingga mereka dapat mencapai sasaran organisasi (Stoner, 2006,p.11). Pengorganisasian kepemimpinan merupakan usaha mempersatukan sumber-sumber daya pokok dengan cara yang teratur dan mengatur orang dalam pola yang sedemikian rupa, dengan efektif dan efisien hingga mereka dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas guna pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Tujuan yang telah ditentukan disini yang dimaksud peneliti adalah tujuan pendidikan.
Menurut Ula (2013,p. 18-19) Pengorganisasian adalah proses pembagian kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, mengalokasikan sumber daya, dan mengkoordinasikannya demi efektivitas pencapaian tujuan organisasi.
3) Penggerakkan atau Aktualisasi
Penggerakkan (Motivating) dapat didefinisikan: “Keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis” (Siagian, 2016,p.128).
Fungsi penggerakan menggambarkan bagaimana seorang manajer mengarahkan dan mempengaruhi bawahan dan bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang esensial dalam menciptakan suasana yang menyenangkan untuk bekerja sama (Rohiat, 2012,p.3).
Tujuan manajemen dapat dicapai hanya jika dipihak orang-orang staf atau bawahannya ada kesediaan untuk kerja sama. Demikian pula dalam sebuah organisasi membutuhkan manajer yang dapat menyusun sumber tenaga manusia dengan sumbersumber benda dan bahan, yang mencapai tujuan dengan rencana seperti spesialisasi, delegasi, latihan di dalam pekerjaan dan sebagainya. Juga diperlukan pedoman dan instruksi yang tegas, jelas apa tugasnya, apa kekuasaannya, kepada siapa ia bertanggung jawab pada bawahan supaya pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan maksud (Amirullah. 2015,p.166).
4) Pengawasan
Control (pengawasan) dapat diartikan perintah atau pengarahan dan sebenarnya, namun karena diterapkan dalam pengertian manajemen, control berarti memeriksa kemajuan pelaksanaan apakah sesuai tidak dengan rencana. Jika prestasinya memenuhi apa yang diperlukan untuk meraih sasaran, yang bersangkutan mesti mengoreksinya (Dale, 2001,p.10). Menurut Williams (2000,p.7) dalam buku Management, Controlling is monitoring progress toward goal achievement and taking corrective action when progress isn’t being made. Sedang pengawasan pendidikan dalam hal ini adalah suatu proses pengamatan yang bertujuan mengawasi pelaksanaan suatu program pendidikan.
Pengawasan erat kaitannya dengan perencanaan karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur (Rohiat, 2012,p.3). Oleh karena itu, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang perlu dilakukan oleh setiap pelaksana terutama yang memegang jabatan pimpinan.
Baik kegiatannya maupun hasilnya sejak permulaan hingga penutup dengan jalan mengumpulkan data-data secara terus menerus. Sehingga diperoleh suatu bahan yang cocok untuk dijadikan dasar bagi proses evaluasi dan perbaikan prioritas, kelak bilamana diperlukan (Handoko, 2003,p.359). Jadi fungsi manajemen dalam kepemimpinan kepala sekolah yang termasuk didalamnya perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan controlling dalam peningkatan mutu pembelajaran.
Berdasarkan hal itu, tiap fungsi manajemen dapat dirinci yaitu pertama, dalam hal perencanaan maka, apa yang hendak dikerjakan dalam peningkatan mutu pembelajaran, siapa yang mengerjakan, kenapa dikerjakan, dimana dikerjakannya, kapan dikerjakan, bagaimana mengerjakannya (5 W + 1 H) Kedua, pengorganisasian menyangkut susunan, pembagian tugas dan wewenang para pengurus dalam peningkatan mutu pembelajaran. Ketiga, penggerakan menyangkut motivasi, bimbingan, perilaku manusia, kepemimpinan, komunikasi, hubungan manusia dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Dengan perkataan lain dalam penggerakkan ini merupakan usaha kepala sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dengan cara menggerakkan atau memberikan perintah dan koordinasi kepada seluruh tenaga pendidik dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Keempat, Controlling, maka hal ini menyangkut evaluasi terhadap fungsi-fungsi manajemen dalam meningkatkan mutu sekolah.
d. Indikator Manajemen Kepala Sekolah
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah, adapun kemampuan atau kompetensi manajerial kepala sekolah indikatornya sebagai berikut:
1) Penyusunan berbagai rencana sekolah
2) Pengembangan sekolah sesuai kebutuhan
3) Memimpin sekolah secara optimal
4) Pengelolaan terhadap perubahan dan pengembangan sekolah
5) Menciptakan iklim sekolah yang kondusif
6) Pengelolaan pegawai, sarana dan prasarana sekolah, hubungan dengan pegawai, masyarakat dan siswa, keuangan, sistem informasi
sekolah.
7) Memanfatkan kemajuan teknologi
8) Monitoring, evaluasi dan pelaporan program
Dalam mengukur kemampuan manajemen kepala sekolah, digunakan indikator sebagaimana disebutkan oleh Riduwan (2018) adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan program
2) Pengorganisasian
3) Pelaksanaan
4) Pengendalian
2. Profesionalisme Kinerja Guru
a. Pengertian Profesionalisme Kinerja Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar dalam Kunandar, 2010,p.45). Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
Profesionalisme yaitu seseorang yang mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standard baku dibidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetepkan menurut Darmini dalam (Turangan, 2017). Menurut Arens, Elder & Beasley (2015, hal. 96) dalam (Fachruddin, 2019) menyatakan bahwa Profesionalisme adalah tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan masyarakat. Menurut Mangkunegara (Arni, 2019) profesionalisme merupakan sebuah keahlian yang dimiliki oleh seseorang terkait dengan ilmu dan ketrampilan yang dimiliki. Menurut Wibowo (Arni, 2019) profesionalisme adalah suatu kemampuan atau keahlian untuk melakasanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang di landasi atas keterampilan dan pengatahuan serta di dukung oleh sikap kerja yang di tuntut oleh pekerjaan tersebut.Keandalan dan keahlian dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dalam mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami.
Menurut Mulyasa (2015,p.75) Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional meliputi:
1) kompetensi pedagogik, adalah kemampuan mengelolah pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir a). Artinya guru harus mengelola kegiatan pembelajaran, mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasikan kegaiatan pembelajaran. Guru harus manajemen kurikulum, mulai dari merencanakan perangkat kurikulum, melaksanakan kurikulum, dan mengevaluasi kurikulum, serta memilki pemahaman tentang psikologi pendidikan, terutama terhadap kebutuhan dan perkembangan peserta didik agar kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan berhasil guna.
2) Kompetensi personal, adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. (SNP, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir b). Artinya guru memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi siswa. Dengan kata lain, guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani, sehingga mampu melaksanakan tri pusat yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. (di depan guru memberi teladan/contoh, di tengah memberikan karsa, dan di belakang memberikan dorongan/motivasi).
3) Kompetensi profesional, adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir c). artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas berkenaan dengan bidang studi atau subjekmatter yang akan diajarkan serta penguasaan didaktik metodik dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritis, mampu memilih model, strategi, dan metode yang tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Gurupun harus memiliki pengetahuan luas tentang kurikulum, dan landasan kependidikan.
4) Kompetensi sosial, adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir d). Artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
Menurut Henry Bosley Woolf, (dalam Rusyan Tabrani, 2014,p.139) perfomance berarti ‘the execution of an action’ (Webster New Collegiate Dictionary). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan. Oleh karena itu, performance sering juga diartikan penampilan kerja atau perilaku kerja.
Menurut pendapat Sedarmayanti (dalam Rusyan Tabrani, 2014,p.141) menyebutkan : Pengertian kinerja menunjukkan pada ciri-ciri atau indikator sebagai berikut, “Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain : kualitas hasil kerja, ketetapan waktu, inisiatif, kecakapan, dan komunikasi yang baik.” Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dan dapat diperlihatkan melalui kualitas hasil kerja, ketetapan waktu, inisiatif, kecakapan dan komunikasi yang baik.
Kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk melaksanakan, menyelesaikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan harapan dan tujuan yang telah ditetapkan (Supardi, 2014,p.19). Pendapat lain bahwa kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: (1) kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, (2) kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi, (3) kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud.
Kinerja merefleksikan kesuksesan suatu organisasi, maka dipandang penting untuk mengukur karakteristik tenaga kerjanya. Kinerja guru merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yakni keterampilan, upaya sifat keadaan dan kondisi eksternal. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dibawa seseorang ke tempat kerja seperti pengalaman, kemampuan, kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan teknik. Upaya tersebut diungkap sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung produktivitas kerja.
Kinerja dapat dilihat dari beberapa kriteria, menurut Castetter (dalam Mulyasa, 2015,p.12) mengemukakan ada empat kriteria kinerja yaitu: (1). Karakteristik individu, (2) Proses, (3) Hasil dan (4) Kombinasi antara karakter individu, proses dan hasil.
Secara individu, kinerja seseorang ditentukan beberapa bidang sebagai berikut: (a) Kemampuan (ability), (b) Komitmen (commitment), (c) Umpan balik (feedback), (d) Kompleksitas tugas (task complexity), (e) Kondisi yang menghambat (situational constraint), (f) Tantangan (challenge), (g) Tujuan (goal), (h) Fasilitas, kekuatan dirinya (self-aficacy), (i) Arah (direction), Usaha (effort), (j) Daya tahan/ketekunan (persistence), (k) Strategi khusus dalam menghadapi tugas (task specific strategies) (Locke and Latham, 1990) dalam (Supardi, 2014,p.81)
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya prestasi dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya. Hal ini dipertegas oleh Munandar (2016,p.79) yang mengatakan bahwa kemampuan bersama-sama dengan bakat merupakan salah satu faktor yang menentukan prestasi individu, sedangkan prestasi ditentukan oleh banyak faktor diantaranya kecerdasan.
Kinerja dipengaruhi juga oleh kepuasan kerja yaitu perasaan individu terhadap pekerjaan yang memberikan kepuasan batin kepada seseorang sehingga pekerjaan itu disenangi dan digeluti dengan baik. Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan evaluasi atau penilaian kinerja dengan berpedoman pada parameter dan indikator yang ditetapkan yang diukur secara efektif dan efisien seperti produktivitasnya, efektivitas menggunakan waktu, dana yang dipakai serta bahan yang tidak terpakai. Sedangkan evaluasi kerja melalui perilaku dilakukan dengan cara membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman sekerja atau mengamati tindakan seseorang dalam menjalankan perintah atau tugas yang diberikan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan dengan orang lain.
Hal ini diperkuat oleh pendapat As’ad (1995) dan Robbins (1996) yang menyatakan bahwa dalam melakukan evaluasi kinerja seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria yaitu dengan hasil tugas. Hasil tugas, evaluasi hasil tugas adalah mengevaluasi hasil pelaksanaan kerja individu dengan beberapa kriteria (indikator) yang dapat diukur. Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan cara membandingkan perilakunya dengan rekan kerja yang lain dan evaluasi ciri individu adalah mengamati karaktistik individu dalam berprilaku maupun berkerja, cara berkomunikasi dengan orang lain.
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa kinerja guru profesional adalah tingkat keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan.
b. Karakteristik Kinerja Guru
Seorang guru yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya
1) Berorientasi pada prestasi. Seseorang yang memiliki kinerja tinggi akan melakukan pekerjaan secara maksimal. Diharapkan dengan melakukan pekerjaan secara maksimal akan memperoleh prestasi yang baik;
2) Memiliki percaya diri. Seorang guru yang memiliki kinerja yang baik biasanya memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dimanapun ia berada;
3) Memiliki pengendalian diri yang baik. Salah satu karakteristik guru yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki pengendalian diri yang baik. Maksudnya ia dapat menempatkan emosi sesuai situasi yang tepat. Penempatan emosi ini penting agar guru dalam bekerja tidak memakai emosi karena suatu permasalahan. Tentunya dengan bekerja tanpa dengan hati yang tentram tanpa emosi akan menghasilkan kinerja yang baik;
4) Kompetensi. Jika seorang guru memiliki kompetensi sebagai pendidik baik akan mendukung kinerjanya untuk menjadi lebih baik. Hal ini akan membentuk guru tersebut memiliki kinerja yang tinggi (Mangkunegara, 2014, p.48).
Kinerja guru merupakan kesediaan guru untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawab nya dengan hasil seperti yang diharapkan. Kinerja guru adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh guru dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan sekolah. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan yang ditetapkan.
Sagala (2018,p. 42) menyatakan bahwa karakteristik kinerja guru yaitu:
1) Pengorganisasian mata pelajaran yang baik
2) Komunikasi yang efektif dalam pembelajaran dan manajemen madrasah
3) Pengetahuan dan keingintahuan terhadap mata pelajaran dan pengajaran
4) Sikap positif terhadap peserta didik
5) Penilaian yang fair dalam hal penjenjengan atau penentuan peringkat
6) Pendekatan yang fleksibel terhadap pengajaran
7) Hasil belajar peserta didik yang layak dan pantas sesuai kinerja madrasah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik kinerja guru yang baik ditunjukkan dari aktivitasnya dalam tiga hal yaitu:
1) Mendidik, seperti guru selalu memberikan teladan yang baik pada para siswanya, guru selalu memperhatikan perkembangan perilaku siswanya, guru selalu siap menjadi tempat para siswanya mencurahkan segala problemanya, guru selalu mengingatkan dan memperbaiki kesalahan siswanya, mengadakan hubungan baik dengan para siswa, orangtua, sesama guru dan masyarakat.
2) Mengajar, seperti mempersiapkan persiapan mengajar, selalu disiplin terhadap peraturan madrasah, bertanggung jawab, tidak pernah terlambat, menguasai pelaksanaan proses pembelajaran, selalu menerapkan metode variatif, selalu menlakukan evaluasi dengan baik, mengoreksi hasil tugas siswa dan menindaklanjuti hasil evaluasi siswa tersebut.
3) Melatih, seperti membiasakan siswanya untuk selalu berakhlak mulia, membiasakan siswanya selalu mematuhi disiplin madrasah, membiasakan siswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran di kelas, memberikan tugas-tugas yang melatih pengetahuan siswa, melatih siswanya untuk dapat bekerjasama dengan orang lain, melatih siswanya untuk dapat hidup dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang baik.
c. Indikator Profesionalisme Kinerja Guru
Menurut (Mulyasa 2015,p.25) mengemukakan bahwa untuk mampu
melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki
kemampuan profesional
yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi :
1) Menguasai bahan pelajaran
2) Mengelola program belajar mengajar, meliputi :
3) Mengelola kelas
4) Menggunakan media atau sumber
5) Menguasai landasan-landasan pendidikan
6) Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar
7) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran
8) Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan
9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10)Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Sedangkan menurut Sudjana (2017,p.31-32) profesionalisme kinerja guru mempunyai indikator ;
1) Merencanakan program belajar mengajar
2) Menguasai bahan pelajaran
3) Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar
4) Menilai kemajuan proses belajar mengajar
3. Kemampuan Literasi dan Numerasi
a. Pengertian Kemampuan Literasi dan Numerasi
Literasi dalam Bahasa Inggris bertuliskan literacy, berasal dari Bahasa latin yaitu littera (huruf) yang memiliki definisi melibatkan penguasaan, intonasi, penulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Literasi bukan hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis, tetapi literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikir kritis, dan peka terhadapi lingkungan sekitar. Dengan kata lain literasi dianggap sebagai kemampuan dalam mengolah dan menggunakan informasi untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Literasi menjadi kecakapan hidup yang menjadikan manusia berfungsi secara optimal dalam masyarakat. Kecakapan hidup bersumber dari kemampuan memecahkan masalah melalui kegiatan berpikir kritis.
Literasi numerasi adalah kecakapan dan pengetahuan dalam menggunakan berbagai jenis simbol dan angka yang berkaitan dengan matematika dasar untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan dalam konteks sehari-hari, serta menganalisis berbagai data atau informasi yang ditampilkan melalui bentuk tabel, grafik dan bagan sebagai acuan peserta didik dalam menentukan jawaban dari permasalahan yang diberikan. (Kemendikbud, 2017,p.3).
Literasi numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung dikehidupan sehari-hari seperti di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat sebagai warga negara dan kemampuan untuk menginterpretasikan informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling. Kemampuan tersebut terlihat dari pemahaman informasi yang disampaikan secara matematis seperti grafik, bagan dan tabel.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Ekowati dan Suwandayani (2019,p.139) mengemukakan bahwa literasi numerasi adalah kemampuan dan pengetahuan untuk menggunakan berbagai jenis angka dan simbol yang berkaitan dengan matematika dasar. Bentuk kemampuan ini digunakan untuk menganalisis data informasi berupa tabel, grafik, bagan dan hasil interpretasi data analisis sehingga data tersebut dapat digunakan sebagai estimasi dalam mengambil keputusan.
Literasi mencakup pengetahuan dan keterampilan sebagai prasyarat kehidupan abad ke-21. World Economic Forum dalam (Ibrahim, 2017,p.5) menyepakati 6 literasi dasar, diantaranya literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan. Literasi dasar yang dapat diaplikasikan dalam pendidikan sekolah dasar salah satunya adalah literasi numerasi.
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan sebagainya.) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan (Kemendikbud, 2017).
Abidin, dkk (2017,p.107) mengemukakakan bahwa literasi numerasi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan penalaran. Penalaran berarti menganalisis dan memahami suatu pernyataan, melalui aktivitas dalam memanipulasi simbol atau bahasa matematika yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan mengungkapkan pernyataan tersebut melalui tulisan maupun lisan.
Selaras dengan pendapat sebelumnya, Purwasih,dkk (2018,p.69) menyatakan bahwa kemampuan literasi numerasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan, menafsirkan, dan merumuskan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan penalaran matematis dan kemampuan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan menjelaskan, dan memperkirakan suatu kejadian yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari.
Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat tentang kemampuan literasi numerasi maka dapat disimpulkan kemapuan literasi numerasi merupakan kemampuan untuk menggabungkan pengetahuan dan pemahaman matematis secara efektif dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari dengan cara (1) menggunakan berbagai macam angka dan simbol yang berhubungan dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari, (2) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan sebagainya) lalu (3) menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.
b. Ruang Lingkup Literasi dan Numerasi
Literasi numerasi memiliki cakupan hal yang luas. Siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan literasi numerasinya dengan baik. Kemendikbud (2017), ada 4 ruang lingkup dari literasi numerasi. Seperti yang ada pada diagram berikut ini:
Gambar 2.1
Ruang Lingkup Literasi Numerasi
Berdasarkan gambar di atas dapat diperoleh informasi bahwa
ruang lingkup literasi numerasi terdiri dari bilangan, geometri dan
pengukuran, pengolahan data serta operasi dan perhitungan. Seluruh
ruang lingkup tersebut terlingkup dalam matematika.
Literasi numerasi merupakan bagian dari matematika yang
memiliki sifat praktis (digunakan dalam kehidupan sehari-hari),
berkaitan dengan kewarganegaraan (memahami isu-isu dalam
komunitas), profesional (dalam pekerjaan), bersifat rekreasi
(misalnya, memahami skor dalam olahraga dan permainan), dan
kultural (sebagai bagian dari pengetahuan mendalam dan
kebudayaan manusia madani). Berdasar hal tersebut, dapat kita
ketahui bahwa cakupan literasi numerasi sangat luas, tidak hanya di
dalam mata pelajaran matematika, tetapi juga beririsan dan
berdampingan dengan literasi lainnya, misalnya, literasi kebudayaan
dan kewarganegaraan.
c. Indikator Kemampuan Literasi dan Numerasi
Anggrieni dan Putri dalam Siskawati, dkk (2021,p.258) menggunakan beberapa indikator sebagai acuan utuk mengukur kemampuan literasi numerasi seperti yang termuat dalam OECD (organisation for economic co-operation and development). Indikator tersebut antara lain meliputi (1) kemampuan komunikasi; (2) kemampuan matematisasi; (3) kemampuan representasi; (4) kemampuan penalaran dan argumentasi; (5) kemampuan memilih strategi untuk memecahkan masalah; (6) kemampuan menggunakan bahasa dan operasi simbolis, formal dan teknis; (7) kemampuan menggunakan alat-alat matematika.
Salim dan Prajono dalam Siskawati, dkk (2021,p.259-260) menggumaan indikator kemampuan literasi numerasi sebagai berikut:
1) Pemikiran dan Penalaran Matematika: Memunculkan pertanyaan
karakteristik matematika, mengetahui jenis alternatif jawaban yang
ditawarkan matematika, membedakan antara berbagai jenis pernyataan, memahami
dan menangani batas dan batasan konsep matematis.
2) Argumentasi Matematika: Mengetahui apa yang dibuktikan,
mengetahui bagaimana perbedaan dari bentuk penalaran matematika lainnya,
mengikuti dan menilai alur argumen, merasa untuk heuristik,
menciptakan dan mengekspresikan argumen matematika.
3) Komunikasi Matematika: Mengekspresikan diri dengan berbagai cara
dalam bentuk visual lisan, tulisan, dan bentuk visual lainnya, memahami
pekerjaan orang lain.
4) Pemodelan: Penataan lapangan untuk dimodelkan, menerjemahkan
fakta ke dalam struktur matematika, menafsirkan model matematis dalam konteks
atau fakta, bekerja, dengan model, memvalidasi model,
mencerminkan, menganalisis, dan menawarkan kritik terhadap model atau solusi,
merefleksikan proses pemodelan.
5) Pengajuan Masalah dan Pemecahannya: Pengajuan, merumuskan, dan
pemecahan masalah dengan berbagai cara.
6) Representasi : menguraikan, mengkodekan, menerjemahkan, membedakan antara, dan menafsirkan berbagai bentuk representasi objek dan situasi matematika serta memahami hubungan antara representasi yang berbeda.
7) Simbol: Menggunakan bahasa dan operasi simbolis, formal, dan teknis.
8)
Alat dan Teknologi:
Menggunakan alat bantu dan peralatan, termasuk
teknologi bila diperlukan.
d. Strategi Penguatan Literasi dan Numerasi
Bagi peserta didik, pentingnya literasi numerasi harus diberikan sejak dini hingga memasuki kelas rendah, karena literasi numerasi terdiri dari beberapa aspek, yaitu berhitung, relasi numerasi dan operasi aritmatik. Berhitung merupakan kemampuan untuk memperkirakan suatu benda secara verbal dan kemampuan untuk mengidentifikasi kuantitas dari sekumpulan benda. Sedangkan relasi numerasi berkenaan dengan kemampuan untuk membedakan kuantitas suatu benda seperti lebih banyak, lebih sedikit, lebih tinggi, atau lebih pendek dan lain sebagainya. Perlu adanya strategi penguatan/peningkatan kemampuan literasi dan numerasi bagi peserta didik yang melibatkan semua pihak yang terkait. Berikut adalah strategi penguatan literasi dan numerasi menurut Dewayani et al(2021,p.10-15).
1) Pengembangan Lingkungan Kaya Teks di Sekolah
Lingkungan kaya teks dapat diartikan sebagai lingkungan anak-anak mampu berinteraksi dengan beragam bentuk bahan cetak, seperti tanda-tanda, sudut belajar yang bercap, cerita dinding, displaikata, mural berlabel, papan buletin, grafik dan diagram, puisi, serta berbagai bahan cetak lain. Lingkungan kaya teks menganjurkan banyak kesempatan bagi peserta untuk meningkatkan kebiasaan dan keterampilan dalam literasi.
2) Pengembangan Lingkungan Kaya Teks
Penguatan literasi memerlukan lingkungan yang merangsang pengembangan keterampilan berbicara, menyimak, membaca, dan menulis melalui berbagai cara dan media, baik cetak maupun digital.
3) Pengembangan Lingkungan Sosial Emosional
Lingkungan sosial emosional merupakan lingkungan sosial afektif. Lingkungan sosial emosional atau lingkungan sosial afektif saling bertautan erat dan memiliki peranan penting dalam mengakomodasi pengembangan budaya literasi di sekolah.
4) Penguatan Lingkungan Akademik
Seluruh warga sekolah, baik kepala sekolah, tenaga kependidikan, orang tua, maupun komite sekolah pun turut serta memberikan perhatian dan dukungan demi terwujudnya kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa..
Sedangkan strategi penguatan numerasi adalah sebagai berikut:
1) Melengkapi sarana lingkungan fisik yang memberikan rangsangan numerasi kepada peserta didik serta lingkungan berkarya (makerspace) yang memudahkan interaksi numerasi.
2) Membentuk lingkungan sosial-afektif positif yang mampu mendukung
growth mindset bahwa numerasi adalah kecakapan dasar yang wajib dimiliki
oleh setiap siswa dan juga merupakan tanggung jawab semua orang, tidak hanya
peran dari guru matematika saja.
3) Menerapkan berbagai program sekolah yang komprehensif dan relevan untuk berbagai kelompok peserta didik yang direncanakan, seperti program numerasi dini bagi peserta didik pendidikan usia dini.
4) Menitikberatkan pada penalaran dan proses pemodelan dalam memcahkan masalah pada mata pelajaran matematika dan mengaplikasikan numerasi lintas kurikulum di mata pelajaran selain matematika.
Menurut Darwanto (2021) penguatan literasi numerasi dan adaptasi teknologi di sekolah dapat diwujudkan melalui kerjasama antar setiap elemen pembelajaran di sekolah yaitu guru, kepala sekolah, siswa bahkan orangtua. Sebagai contoh, sekolah memfasilitasi media, perangkat belajar, dan sumber belajar yang dibutuhkan oleh siswa. Guru dapat melakukan pengarahan dan menyampaikan pemahaman terkait pentingnya literasi numerasi dan adaptasi teknologi bagi siswa, serta mengkaitkan penerapannya dalam kehidupan sehari hari.
Sedangkan orangtua dapat mengawal dan memfasilitasi guru dan peserta didik serta melakukan pengawasan dan pengarahan dalam penggunaan media digital oleh siswa. Karena ini berkaitan dengan dampak negative dari penggunaan media digital yang tidak terarah. Selain itu, menurut Zahrudin (2021) strategi peningkatan literasi dan numerasi siswa juga dapat melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan penilaian kompetensi mendasar yang dibutuhkan oleh setiap peserta didik untuk melakukan pengembangan kapasitas diri secara khusus dan berpartisipasi positif pada masyarakat pada umumnya. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM, antara lain: literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Pada literasi membaca maupun numerasi, kompetensi yang dinilai mencakup keterampilan berpikir logis sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan memilah, memilih serta pengolahan informasi. AKM menampilkan masalah dengan berbagai konteks yang diharapkan setiap peserta didik mampu menyelesaikannya dengan menggunakan kompetensi literasi membaca dan numerasi yang dimilikinya. Dalam hal ini, AKM juga dimaksudkan untuk mengukur kompetensi secara mendalam, tidak sekedar penguasaan konten.
Pengembangan literasi numerasi dapat dimulai pada tingkat kelas yaitu mengintegrasikan muatan pelajaran yang diajarkan, dan menghubungkan berbagai topic pelajaran dengan situasi dunia nyata.
Dari pembahasan di atas dapat direfleksikan bahwa penguatan literasi dan numerasi melalui kerjasama antara pemerintah baik pusat maupun daerah, sekolah, guru, kepala sekolah, siswa bahkan orangtua. Pemerintah melalui program-program yang berkualitas seperti gerakan literasi numerasi sekolah, asesmen kompetensi minimum, dan lain sebagainya. Sekolah melalui program yang komprehensif, dan menyediakan sarana prasarana yang mendukung pengembangan ketrampilan literasi numerasi matematis, serta kerjasama dengan guru terkait implementasi pembelajaran yang menekankan peningkatan literasi dan numerasi. Sedangkan peran orang tua adalah mendampingi dan memfasilitasi guru dan peserta didik serta melakukan pengawasan dan pengarahan dalam penggunaan media yang digunakan oleh siswa.
B. Kajian Empiris
Kajian empiris adalah kajian yang didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Beberapa penelitian yang telah melakukan kajian di bidang peningkatan mutu pendidikan melalui literasi numerasi yang masih memiliki peluang yang dapat dikembangkan selanjutnya dipaparkan di bawah ini.
Penelitian
dari Fahrudin (2023) judul penelitian Analisis Strategi Manajemen Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Program Literasi dan Numerasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana strategi
manajemen kepala sekolah dalam meningkatkan program literasi dan numerasi.
Metode yang peneliti gunakan merupakan metode kualitatif deskriptif yang mana
menggunakan metode wawancara dan observasi. Hasil dari penelitian yang didapatkan
oleh peneliti yaitu menunjukkan bahwa strategi manajemen yang di lakukan kepala
sekolah dalam meningkatkan literasi dan numerasi ada kemajuan. Ketercapain yang
sudah dilakukan oleh kepala sekolah dalam
penelitian ini yaitu peremajaan perpustakaan dan penjadwalan penggunaan
perpustakaan yang sebelumnya tidak ada dan meningkatkan numerasi dengan membuat
mading hitung di setiap kelas.
Penelitian dari Rusmala Dewi(2023), judul penelitian Peran Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Literasi di SMPN 3 Praya dan Smpn 4 Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui peran kepala sekolah dalam mengembangkan budaya literasi baca tulis di SMPN 3 Praya dan SMPN 4 Praya Tengah, (2) Untuk mengetahui penerapan budaya literasi baca tulis di SMPN 3 Praya dan SMPN4 Praya Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis Fenomenologi. Lokasi penelitan ini adalah di SMP Negeri 3 Praya dam SMP Negeri 4 Praya Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi, sedangkan analisis data mengunakan Teknik Milles & Huberman yaitu; pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, adapaun untuk pengujian keabsahan data yaitu kredibilitas, keteralihannya, ketergantungan dan kepastian. Hasil penelitian ini menunjukkan Peran kepemimpinan kepala sekolah tersebut antara lain: 1) sebagai pembuat kebijakan sekolah; 2) sebagai motivator; 3) sebagai Pengawas; 4) sebagai Inisiator Kerjasama Team Work. Pelaksanaan peran-peran tersebut akan maksimal bila kepala sekolah menjalin hubungan baik dengan seluruh warga sekolah serta masyarakat termasuk orang tua/wali siswa. Penerapan Budaya Literasi di sekolah di SMPN 3 Praya dan SMPN 4 Praya Tengah adalah: (a) Pembiasaan pelakasanaan program program rutin yang telah direncanakan dan dilaksanakan secara kontinyu dan terus menerus, (b) Menerapkan Strategi Literasi yaitu dengan membentuk Struktur organisasi, pembentukan team work (tim literasi), (c) prilaku membangun hubungan social dalam organisasi yang harmonis sehingga semua program kegiatan literasi dapat berjalan sesuai dengan perencanaan.
Penelitian dari Widiantari (2022), Meningkatkan Literasi Numerasi dan Pendidikan Karakter dengan E-Modul Bermuatan Etnomatematika. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan berupa e-Modul pembelajaran matematika. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti prosedur penelitian pengembangan Plomp yang dibatasi hingga empat tahapan yaitu: (a) tahap investigasi awal; (b) tahap desain; (c) tahap realisasi/konstruksi; serta (d) tahap tes, evaluasi, dan revisi. Metode pengumpulan data yamg dilakukan adalah metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis data penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini berupa e-Modul pembelajaran matematika bermuatan etnomatematika yang valid, praktis, dan efektif. Hasil perhitungan skor menunjukkan rata-rata skor validitas dan kepraktisan dengan kategori valid dan baik, serta uji keefektifan terkait kemampuan literasi numerasi dan pendidikan karakter dengan kategori baik. Pengembangan e-Modul ini berhasil dalam meningkatkan literasi numerasi dan pendidikan karakter melalui muatan etnomatematika yang menjadikan pembelajaran lebih kontekstual dan bermakna.
Penelitian dari Darwanto (2021) berjudul Penguatan Literasi, Numerasi, dan Adaptasi Teknologi pada Pembelajaran di Sekolah (Sebuah Upaya Menghadapi Era Digital dan Disrupsi).Penguatan literasi, numerasi, dan adaptasi teknologi merupakan usaha yang penting dilakukan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Era Digital dan Era Disrupsi. Indonesia berada sangat jauh tertinggal dari negara-negara lainnya dalam hal kemampuan tersebut. Pemerintah dan juga pihak terkait (Sekolah, Perguruan Tinggi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, dan Orang Tua) harus berperan serta dalam penguatan literasi, numerasi, dan adaptasi teknologi bagi Peserta didik dan juga pendidik di Indonesia. Salah satu kegiatannya adalah mengintegrasikan kegiatan literasi, numerasi, dan teknologi dalam pembelajaran baik di Sekolah atau di Rumah.
Penelitian dari Mahfudh
(2020), dengan judul Strategi Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Literasi Membaca Siswa di SMA Negeri 1 Kota Kediri. Studi ini membahas bagaimana potensi literasi yang dibutuhkan oleh
pendidikan. Kemampuan membaca siswa berkaitan erat dengan bimbingan
keterampilan membaca secara analitis, kritis, dan reflektif. Namun, fakta
belajar di sekolah saat ini belum mampu mewujudkannya. Kepala sekolah
sebagai pemimpin dan pada saat yang sama pemegang kebijakan harus
memiliki strategi yang tepat. Ini adalah pekerjaan rumah yang bagus untuk
semua lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk di Kota Kediri. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, metode
pengumpulan data dalam bentuk, observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Memeriksa validitas data menggunakan triangulasi. Analisis data melalui
langkah-langkah, mengompilasi, mengelola, dan menggabungkan semua data
yang diperoleh dari lapangan sehingga menjadi kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa strategi kepala sekolah dalam meningkatkan literasi membaca
adalah untuk siswa, pertama, tingkat habituasi. Kedua, literasi siswa diarahkan
pada literasi membaca agama. Ketiga, membentuk tim literasi. Ini belum
dikatakan maksimal karena sekolah memiliki kendala. Pertama, fasilitas membaca
siswa hanya perpustakaan. Kedua, keterlambatan siswa dapat membuat kemampuan,
keterampilan, dan wawasan siswa berbeda dari siswa yang disiplin.
Penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan kajian empiris peneliti tidak ada yang sama dari segi judul, maupun kandungan isi. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menitikberatkan pada permasalahan peningkatan mutu pendidikan melalui literasi numerasi oleh peran kepala sekolah. Sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan. Beberapa penelitian membahas mengenai literasi dan numerasi tetapi bukan dari segi peran oleh kepala sekolah. Walaupun tidak ada yang sama tetapi ada bagian-bagian yang relevan sehingga oleh peneliti dijadikan sebagai bahan reverensi dalam penelitian.
C. Kerangka Konseptual Penelitian dan Hipotesis Penelitian
1. Kerangka Konseptual Penelitian
Konsep manajemen kepala sekolah dalam penelitian ini mengacu pada konsep teori dari Riduwan (2018) bahwa manajemen kepala sekolah mempunyai indikator, yaitu ; (1)perencanaan program (2) pengorganisasian; (3) pelaksanaan; (4) pengendalian.
Sedangkan konsep profesionalisme kinerja guru didasarkan pada teori dari Sudjana (2017,p.31-32) dengan indikator ; (1) Merencanakan program belajar mengajar, (2) Menguasai bahan pelajaran, (3) Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar dan (4) Menilai kemajuan proses belajar mengajar
Konsep teori literasi dan numerasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada kemendikbud (2017) bahwa yang disebut dengan literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk a) menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan b) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan sebagainya.) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan dengan indikator meliputi a) kemampuan komunikasi; b) kemampuan matematisasi; c) kemampuan representasi; d) kemampuan penalaran dan argumentasi; e) kemampuan memilih strategi untuk memecahkan masalah; f) kemampuan menggunakan bahasa dan operasi simbolis, formal dan teknis; g) kemampuan menggunakan alat-alat matematika.
Studi penelitian ini adalah studi komparasi yaitu ingin melihat perbedaan antara pengaruh manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi numerasi siswa SMA Negeri 2 Lintongnihuta dan SMA Negeri 2 ...................... , maka dibuatkan skema kerangka konsep penelitian ini yang bermaksud untuk menerangkan alur penelitian ini berjalan.
Adapun skema kerangka konsep seperti bagan 2.1 dibawah ini.
Bagan 2.1 Skema Kerangka Konsep
Dari skema tersebut di atas dapat dilihat bahwa alur dalam menjawab rumusan masalah dengan membandingkan hasil pengaruh dari manajemen kepala sekolah dan profesionalisme kinerja guru terhadap literasi dan numerasi siswa dari SMA N 2 ...................... dan SMA N 2 .......................
2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
Ha1 : terdapat pengaruh antara manajemen kepala sekolah terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa.
Ha2 : terdapat pengaruh antara profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa.
Ha3 : terdapat pengaruh antara manajemen kepala sekolahdan profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa.
Ha4 : terdapat perbedaan antara pengaruh antara manajemen kepala sekolahdan profesionalisme kinerja guru terhadap kemampuan literasi dan numerasi siswa SMA N 2 ...................... dan SMA N 2 .......................
Untuk mendapatkan file lengkap, silahkan : klik DOWNLOAD atau hub. (WA) 081327121707 - (WA) 081327789201 terima kasih
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih