MAKALAH
IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR DALAM MEMUPUK NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER YANG BERAKAR DARI
BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL DI SEKOLAH
Disusun sebagai salah satu syarat untuk
...............................................
.........................
Oleh
………………………………….
NIP. …………………….
……………………………………..
Jl. …………………………………………………………………………
……………………………………………….
………………..
LEMBAR PENGESAHAN
IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR DALAM MEMUPUK NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER YANG BERAKAR DARI
BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL DI SEKOLAH
Oleh :
…………………………..
NIP. ……………………..
Mengetahui ………….., ………………
Kepala Sekolah Penulis
……………………. ………………………..
NIP. …………………….. NIP. …………………….
Mengesahkan
Pengawas Sekolah
…………………………………….
…………………..
NIP. ……………………..
ABSTRAK
Platform merdeka belajar menjadikan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan harus fokus pada kemampuan dan karakteristik siswa, supaya siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara bermakna. Dalam kaitannya dengan pembelajaran berbasis budaya dan kearifan lokal sangat penting untuk diterapkan guru dalam pembelajaran yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik serta sebagai media untuk penanaman rasa cinta terhadap budaya dan kearifan lokal di daerahnya, penanaman karakter positif sesuai nilai luhur budaya dan kearifan lokal serta membekali siswa untuk menghadapi segala permasalahan baik di dalam maupun di luar sekolah. Di era digitalisasi saat ini, tantangan yang ada di hadapan kita sebagai bangsa adalah kemampuan menempatkan kekuatan karakter sebagai bangsa. Oleh karena itu, implementasi kebijakan dan pendidikan berbasis karakter di sekolah sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Budaya dan kearifan lokal dapat berfungsi sumber nilai untuk tujuan yang kemudian dapat dicapai. Dengan kata lain, budaya dan kearifan lokal dapat menjadi baik yang tidak pernah kering sebagai sumber nilai bagi terwujudnya tujuan kebijakan bangsa. Selain berfungsi sebagai penyaring nilai-nilai yang datang dari luar, budaya dan kearifan lokal juga dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi, ketekunan, toleransi, dan mengurangi gejolak yang bersifat internal. Membangun karakter siswa harus dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam setiap proses pembelajaran kita selalu bisa menyelipkan muatan nilai-nilai kejujuran, keberanian, ketekunan dan keuletan, sikap percaya diri, rajin belajar dan bekerja, hormat pada guru, hormat dan peduli pada sesama, hidup itu keras tak kenal kata pasrah dan sikap positif lainnya. Beberapa kata bijak yang merupakan bagian dari kearifan lokal dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan nilai-nilai karakter di proses pembelajaran. Kalimat bijak dapat digunakan untuk memotivasi siswa dalam membangun sikap positif.
Kata Kunci: merdeka belajar,
pendidikan karakter, budaya dan kearifan lokal
ABSTRACT
The independent learning platform makes learning student-centered and must focus on the abilities and characteristics of students, so that students can achieve learning goals in a meaningful way. In relation to culture-based learning and local wisdom, it is very important for teachers to apply learning that is useful for increasing students' knowledge and understanding as well as a medium for instilling a sense of love for culture and local wisdom in their area, planting positive characters according to the noble values of culture and local wisdom. and equip students to face all problems both inside and outside the school. In the current era of digitalization, the challenge that lies before us as a nation is the ability to place the strength of character as a nation. Therefore, the implementation of policies and character-based education in schools is very important and strategic in order to build this nation. Local culture and wisdom can serve as a source of value for goals that can then be achieved. In other words, local culture and wisdom can be good and never dry up as a source of value for the realization of the nation's policy goals. Besides functioning as a filter for values that come from outside, local culture and wisdom can also be used to increase motivation, perseverance, tolerance, and reduce internal turmoil. Building student character must be done during the learning process. In every learning process we can always insert the values of honesty, courage, perseverance and tenacity, self-confidence, diligent study and work, respect for teachers, respect and care for others, life is hard and does not know surrender and other positive attitudes. . Some wise words that are part of local wisdom can be used as the basis for developing character values in the learning process. Wise words can be used to motivate students to build a positive attitude.
Keywords: independent learning, character education, culture and local wisdom
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan lancar. Makalahyang berjudul “Implementasi Merdeka Belajar dalam Memupuk Nilai-Nilai Pendidikan Karakter yang Berakar dari Budaya dan Kearifan Lokal di Sekolah.
Penulisan makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga semua pihak yang telah membantu selesainya pembuatan makalah ini senantiasa mendapatkan limpahan rahmat dan barokah dari Allah SWT dan penulisan makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
............................., .......................
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
ABSTRAK.......................................................................................................... iii
ABSTRACT........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR........................................................................................ v
DAFTAR ISI....................................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Merdeka Belajar......................................................... 6
B. Pendidikan Karakter .............................................................. 8
C. Budaya dan Budaya dan kearifan lokal.................................. 9
BAB III PEMBAHASAN
A. Implementasi Merdeka Belajar dalam Memupuk Nilai-Nilai Karakter yang Berakar dari Budaya dan Budaya dan Kearifan Lokal di Sekolah............................ 13
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Merdeka Belajar dalam Memupuk Nilai-Nilai Karakter yang Berakar dari Budaya dan Budaya dan kearifan lokal di Sekolah 17
C. Solusi dalam implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan budaya dan kearifan lokal di sekolah ........... 19
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan............................................................................... 21
B. Saran ........................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter sekarang ini semakin disadari urgensinya bagi pembangunan sumberdaya manusia. Secara teoritis, sudah cukup banyak studi yang menunjukkan urgensi pendidikan karakter dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Studi yang dilakukan Marvin Berkowitz dan Melinda C Bier (2005) dari University of Missouri Saint Louis, Amerika, menunjukkan sekolah- sekolah yang menerapkan pendidikan karakter secara komprehensif mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan motivasi murid dalam meraih prestasi akademik dan penurunan drastis pada perilakuk negatif yang menghambat keberhasilan akademik. Studi ini sejalan dengan penemuan Joseph Zins, at.al (2004) bahwa faktor kegagalan murid, bukanlah pada kecerdasan otak melainkan pada kelemahan karakter, seperti rasa percaya diri dan motivasi yang kurang, kurang mampu bekerjasama, kurang mampu komunikasi, kurang rasa empati dan seterusnya.
Pendapat senada juga dikemukakan Daniel Goleman (2018) tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, di mana 80 persen dipengaruhi kecerdasan emosi dan hanya 20 persen ditentukan kecerdasan otak. Penelitian tersebut seakan terkonfirmasi dengan bukti empiris dari beberapa negara yang sejak awal sudah memperkenalkan pendidikan karakter sejak dini, seperti Korea Selatan, Singapura, Cina dan seterusnya. Korea Selatan umpamanya, terkenal dengan kewajiban anak usia antara 1 8-28 tahun untuk masuk pendidikan wajib militer. Beberapa penelitian tersebut di atas sebetulnya melengkapi beberapa teori tetang modal manusia (human capital). Kalau Schultz (1961 ), Becker (1993) dan ilmuwan generasi seangkatannya masih menekankan pentingnya lama pendidikan dalam meningkatkan pendapatan maka generasi selanjutnya yang dipelopori oleh Hanushek dan Woessman (2007) mulai menekankan pentingnya mutu pendidikan (bukan akses pendidikan) yang akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan. Dan sekarang, mulai berkembang, pendekatan pendidikan karakter sebagai kunci memperkuat pembangunan sumber daya manusia.
Sebagaimana amanah Perpres No. 87/2017, maka Kemendikbud harus mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan. Amanah ini diterjemahkan menjadi visi Kemendikbud yaitu “terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global”. Kalau kita cermati visi ini, maka akan tampak bahwa sebagian besar nilainilai yang hendak ditanamkan kepada Pelajar Pancasila adalah nilai-nilai yang terkait dengan pendidikan karakter, seperti beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri dan kreatif.
Pada ekosistem pendidikan, Kemendikbud akan mengubah pandangan dan praktik yang bersifat mengekang kemajuan pendidikan, seperti penekanan pada pengaturan yang kaku, persekolahan sebagai tugas yang memberatkan, dan manajemen sekolah yang terfokus pada urusan internalnya sendiri menjadi ekosistem pendidikan yang diwarnai oleh suasana sekolah yang menyenangkan, keterbukaan untuk melakukan kolaborasi lintas pemangku kepentingan pendidikan, dan keterlibatan aktif orang tua murid dan masyarakat. Berkaitan dengan guru, Kebijakan Merdeka Belajar akan mengubah paradigma guru sebagai penyampai informasi semata menjadi guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar. Dengan demikian guru memegang kendali akan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di ruang kelasnya masing-masing. Penghargaan setinggi-tingginya bagi profesi guru sebagai fasilitator dari beragam sumber pengetahuan akan diwujudkan melalui pelatihan guru berdasarkan praktik yang nyata, penilaian kinerja secara holistik, dan pembenahan kompetensi guru.
Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal berupa tradisi, petatah-petitih, kata-kata bijak dan semboyan hidup. Pengertian kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dengan demikian membangun pendidikan karakter disekolah melalui budaya kearifan lokal sangatlah tepat. Hal ini dikarenakan pendidikan yang berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan pada peserta didik untuk selalu dekat dengan situasi konkrit yang mereka hadapi sehari-hari. Model pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan sebuah contoh pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi bagi kecakapan pengembangan hidup, dengan berpijak pada pemberdayaan ketrampilan serta potensi lokal pada tiap-tiap daerah. Kearifan lokal milik kita sangat banyak dan beraneka ragam karena Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, berbicara dalam aneka bahasa daerah, serta menjalankan ritual adat istiadat yang berbeda-beda pula.
Masyarakat Indonesia sudah selayaknya kembali kepada jati diri mereka melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya mereka. Upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif dari budaya kearifan lokal. Contohnya adalah sikap keterbukaan dapat dikembangkan dan diaktualisasikan menjadi nilai kejujuran, toleransi, demokratis dan komunikatif. Kehalusan dapat diaktualisasikan sebagai nilai keramahtamahan, bersahabat, mudah bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan nilai disiplin, kerja keras, mandiri dan berprestasi. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu. Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun pendidikan karakter anak dalam proses pembelajaran di sekolah? Perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Hal ini dikarenakan kearifan lokal di daerah pada gilirannya akan mampu mengantarkan siswa untuk mencintai daerahnya. Kecintaan siswa pada daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam secara bijaksana.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan oleh penulis di atas, maka permasalahan penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan kearifan lokal di sekolah?
2. Apa Faktor-faktor yang Mempengaruhi implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan kearifan lokal di sekolah?
3. Apa saja Kendala dan Solusi dalam implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan kearifan lokal di sekolah?
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, dengan demikian dapat dirumuskan tujuan yang akan dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan kearifan lokal di sekolah.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan kearifan lokal di sekolah.
3. Untuk mengetahui kendala dan solusi dalam implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan kearifan lokal di sekolah.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Dengan penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana bentuk implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan kearifan lokal di sekolah dengan kondisi lapangan sebenarnya. Dengan adanya penulisan ini juga diharapkan bisa menjadi tambahan wawasan dan khazanah keilmuan dalam mengembangkan kualitas pendidikan secara utuh dan menyeluruh.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penulisan ini adalah:
a. Bagi Peneliti, yaitu untuk dapat memberikan gambaran yang jelas berkaitan dengan bentuk implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan kearifan lokal di sekolah
b. Bagi Sekolah, yaitu untuk terus berupaya dalam meningkatkan semangat kerja guru dan dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan manajemen sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan mengembangkan sekolah.
c. Bagi Penulis lain, hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna secara akademik bagi penulis lain yang ingin melakukan penulisan dengan tema yang berkaitan.
d. Bagi Peserta Didik, yaitu melalui inovasi dari kepala sekolah untuk meningkatkan semangat kerja guru dapat menambah hasil belajar yang maksimal bagi peserta didik
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Merdeka Belajar
Beberapa dekade ini, Menteri Pendidikan Indonesia telah merancang tentang konsep merdeka belajar. Sebelum kita memsauki konsepnya, kita akan membahas tentang apa maksud dari merdeka belajar. Merdeka belajar adalah salah satu inovasi dari Menteri Pendidikan Indonesia yang memberikan kebebasan pada suatu Lembaga pendidikan dan otonominya, dan merdeka dari birokratisasi, dimana pengajar dapat kebebasan dari birokrasi yang rumit serta peserta didik yang diberikan kebebasan untuk dapat memilih bidang yang mereka sukai. Lahirnya program merdeka belajar ini karena adanya banyak keluhan di sistem Pendidikan, yang dimana salah satu keluhanya adalah soal banyaknya peserta didik yang ditarget dengan nilai-nilai tertentu.
Diharapkan dengan adanya program merdeka belajar ini peserta didik dan guru dapat bebas dan berinovasi dalam belajar. Merdeka belajar merupakan kemerdekaan dalam berfikir, kemerdekaan berfikir ini wajib ada di guru terlebi dahulu. Peserta didik tidak akan merdeka kecuali gurunya sudah merdeka terlebih dahulu. Pandangan kemerdekaan itu sendiri, tidak hanya sekedar kepatuhan atau perlawanan. Kemerdekaan merupakan hal yang harus diperjuangkan, bukan diberikan. Fakta yang sangat menyedihkan dari pengembangan guru adalah titik dimana guru sering sekali merasa disalahkan. Bukan didengarkan, memang dalam semua kondisi, guru merupakan kunci dalam Pendidikan. Semua beban diberikan kepada guru sekolah yang mereka memiliki harapan akan berubah kelak. Mengatakan guru merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa, itu berarti mengalihkan tanggung jawab dan menjebak guru untuk gagal. Memang guru itu sangat berperan penting dalam dunia
Pendidikan, namun tuntutan akan peran besarnya itu tidak akan terpenuhi saat guru tidak memiliki sesuatu yang asasi, yaitu berupa kemerdekaan. Adanya kemerdekaan untuk guru dalam jangka Panjang akan berperan sentral berfungsi menumbuhkan kemerdekaan belajar murid dan mensukseskan cita-cita demokrasi negeri ini. (Iwinsah, 2020)
Berikut merupakan beberapa konsep yang akan ditawarkan program merdeka belajar :
1. Beragam tempat dan waktu
Dalam menjalankan proses belajar tidak hanya dibatasi oleh ruang semisal hanya dikalas saja. Namun juga diluar kelas bisa. Yang dimana diluar kelas itu dapat memberikan suasana lebih baik dalam menerima pelajaran.
2. Free choice
Peserta didik dapat mempraktekkan cera belajar sesuai dengan yang ia rasa paling nyaman. Sehingga diharapkan peserta didik dapat terus mengasah kemampuannya.
3. Personalized learning
Guru dapat menyesuaikan dengan peseta didik dalam memahami materi, memcahkan jawaban sesuai dengan kemampuan peserta didik, ini ibarat bermain game. Dimana bila dia mampu untuk memecahkan suatu tantangan maka ia akan cepat naik level jadi bukan lagi memakai sistem pukul rata kemampuan peserta didik.
4. Berbasis proyek
Peserta didik diajak untuk dapat menerapkan ketrampilan yang ia sudah pelajari di berbagai situasi. Pengalaman ini akan sangat terasa untuk kelak diterapkan dalam kehidupanya sehari-hari.
5. Pengalaman lapangan
Match and Link pada dunia pekerjaan itu sangatlah penting. Pada saat ini materi yang telah diberikan kepada peserta didik tidak ada kaitanya dengan dunia kerja. Maka adanya pengalaman lapangan dapat membantu peserta didik untuk dapat lebih efisien dalam dunia pekerjaan.
6. Interpretasi data
Peserta didik akan mendapatkan banyak sekali informasi. Diharapkan dengan banyaknya informasi yang masuk dapat menyelesaikan masalah kebutuhan, dapat digunakan untuk menganalisa permasalhan dll.
B. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia. Hal ini akan semakin tampak dengan dirasakannya berbagai ketimpangan hasil pendidikan dilihat dari perilaku lulusan pendidikan formal saat ini, dengan banyaknya perilaku yang bertentangan dengan nilai- nilai etika dan norma yang berlaku, misalnya; korupsi, maraknya seks bebas di kalangan remaja, pemakaian narkoba, tawuran antar pelajar, pembunuhan, dan perampokan.
Istilah pendidikan karakter berasal dari dua kata, yakni kata pendidikan dan karakter. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Pasal I ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Definisi lain dikemukakan o1eh Gaffar (2011,5), pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu." Dalam definisi tersebut terdapat tiga pikiran penting yakni 1) proses transformasi nilai, 2) ditumbuh kembangkan dalam kepribadian, 3) menjadi satu dalam perilaku. Pendapat lain dikemukakan oleh Dharma Kesuma dkk. (2011 ,23), bahwa pendidikan karakter dalam seting sekolah sebagai "pembelajaran yang mengarah pada penguasaan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah."
Menurut Hurlock (1974,8), secara tidak langsung mengungkapkan bahwa karakter terdapat pada kepribadian. Karakter mengimplikasikan sebuah standar moral dan melibatkan sebuah pertimbangan nilai. Karakter berkaitan dengan tingkah 1aku yang diatur oleh upaya dan keinginan. Hati nurani, sebuah unsur esensial dari karakter, adalah sebuah pola kebiasaan yang mengontrol tingkah laku seseorang, membuatnya selaras dengan pola-pola kelompok yang diterima secara sosial. Definisi karakter dari Hurlock, sementara ini dapat digunakan untuk menganalisis secara lebih jauh tentang karakter dan implikasinya.
Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai suatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa.
C. Budaya dan Budaya dan Kearifan Lokal
Menurut bahasa, keafiran lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan lokal. Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kearifan artinya bijaksana, sedangkan local artinya setempat. Dengan demikian pengertian budaya dan kearifan lokal menurut tinjauan bahasa merupakan gagasan-gagasan atau nilai-nilai setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya di tempat tersebut.
Menurut Antariksa (2009), budaya dan kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa budaya dan kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari budaya dan kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007) kearifan local merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu budaya dan kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Sebagai salah satu bentuk perilaku manusia, budaya dan kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis melainkan berubah sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan sosial budaya yang ada di masyarakat.
Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa budaya dan kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk budaya dan kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.
Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa budaya dan kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan local tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga budaya dan kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh.
Definisi budaya dan kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu budaya dan kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai budaya dan kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari budaya dan kearifan lokal.
Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa budaya dan kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Nuraini
Asriati (2012: 111) mengatakan bahwa bentuk budaya dan kearifan lokal dalam
masyarakat dapat berupa budaya (nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus). Nilai-nilai
luhur terkait budaya dan kearifan lokal ialah; a) Cinta kepada Tuhan, alam
semester beserta isinya; b) Tanggungjawab, disiplin, dan mandiri; c) Jujur; d)
Hormat dan santun; e) Kasih sayang dan peduli; f) Percaya diri, kreatif, kerja
keras, dan pantang menyerah ; g) Keadilan dan kepemimpinan; h) Baik dan rendah
hati dan; i) Toleransi,cinta damai, dan persatuan.
Dalam masyarakat, kearifan-budaya dan kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian, pepatah, dongeng, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari hari. Sama halnya dengan pendapat Nurma Ali Ridwan (2007:7) yang mengatakan bahwa budaya dan kearifan lokal ini akan mewujud menjadi budaya tradisi, budaya dan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya dan kearifan lokal diungkapkan dalam bentuk kata-kata bijak (falsafah) berupa nasehat, pepatah, pantun, syair, folklore (cerita lisan) dan sebagainya; aturan, prinsip, norma dan tata aturan sosial dan moral yang menjadi sistem sosial; ritus, seremonial atau upacara tradisi dan ritual; serta kebiasaan yang terlihat dalam perilaku sehari-hari dalam pergaulan sosial.
Selain berupa nilai dan kebiasaan budaya dan kearifan lokal juga dapat berwujud benda-benda nyata salah contohya adalah wayang. Wayang kulit diakui sebagai kekayaan budaya dunia karena paling tidak memiliki nilai edipeni (estetis) adiluhung (etis) yang melahirkan kearifan masyarakat, terutama masyarakat Jawa. Bahkan cerita wayang merupakan pencerminan kehidupan masyarakat Jawa sehingga tidak aneh bila wayang disebut sebagai agamanya orang Jawa. Dengan wayang, orang Jawa mencari jawab atas permasalahan kehidupan mereka (Joko Sutarso, 2012 : 507). Dalam pertunjukan wayang bergabung keindahan seni sastra, seni musik, seni suara, seni sungging dan ajaran mistik Jawa yang bersumber dari agama-agama besar yang ada dan hidup dalam masyarakat Jawa. Bentuk budaya dan kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat jawa selain wayang adalah joglo ( rumah tradisional jawa). Salah satu wujud budaya dan kearifan lokal ditemukan dalam rumah tradisional jawa (joglo). Tidak hanya di jawa, wujud budaya dan kearifan lokal yang berupa benda juga tersebar di seluruh pelosok nusantara, seperti rumah honai yang dimiliki oleh masyarakat papua, makam batu yang terkenal di toraja, batu kubur serta rumah adat Sumba dan masih banyak lagi.
Ni Wayan Sartini (2009: 28) mengatakan bahwa salah satu budaya dan kearifan lokal yang ada di seluruh nusantara adalah bahasa dan budaya daerah. Bahasa adalah bagian penting dari budaya. Sebagai alat komunikasi dalam masyarakat ia memiliki peran penting dalam mempertahankan budaya suatu masyarakat. Karena bahasa memanfaatkan tanda-tanda yang ada di lingkungan suatu masyarakat (Farid Rusdi, 2012 : 347). Bahasa daerah merupakan salah satu bahasa yang dikuasai oleh hampir seluruh anggota masyarakat pemiliknya yang tinggal di daerah itu. Banyak sekali bahasa daerah yang terdapat di nusantara ini seperti bahasa sunda, bahasa jawa, bahasa melayu, dan lain-lain.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Implementasi Merdeka Belajar dalam Memupuk Nilai-Nilai Karakter yang Berakar dari Budaya dan Budaya dan Kearifan Lokal di Sekolah
Sejarah menunjukkan, masing-masing etnis dan suku memiliki budaya dan kearifan lokal sendiri. Misalnya, suku Batak kental dengan keterbukaan, suku Jawa nyaris identik dengan kehalusan, suku Madura memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletan. Lebih dari itu, masing-masing memiliki keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari mereka. Budaya dan kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta-merta, tapi berproses panjang sehingga akhirnya terbukti, bahwa hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka. Keterujiannya dalam sisi ini membuat budaya dan kearifan lokal menjadi budaya yang mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Semua, terlepas dari perbedaan intensitasnya, mengeram visi terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai. Dalam bingkai budaya dan kearifan lokal ini, masyarakat bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan yang lain. Budaya dan kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal berupa tradisi, petatah-petitih, kata-kata bijak dan semboyan hidup . Pengertian budaya dan kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dengan demikian membangun pendidikan karakter disekolah melalui budaya budaya dan kearifan lokal sangatlah tepat. Hal ini dikarenakan pendidikan yang berbasis budaya dan kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan pada peserta didik untuk selalu dekat dengan situasi konkrit yang mereka hadapi sehari-hari. Model pendidikan berbasis budaya dan kearifan lokal merupakan sebuah contoh pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi bagi kecakapan pengembangan hidup, dengan berpijak pada pemberdayaan ketrampilan serta potensi lokal pada tiap-tiap daerah. Budaya dan kearifan lokal milik kita sangat banyak dan beraneka ragam karena Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, berbicara dalam aneka bahasa daerah, serta menjalankan ritual adat istiadat yang berbeda-beda pula.
Masyarakat Indonesia sudah selayaknya kembali kepada jati diri mereka melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya mereka. Upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif dari budaya budaya dan kearifan lokal. Contohnya adalah sikap keterbukaan dapat dikembangkan dan diaktualisasikan menjadi nilai kejujuran, toleransi, demokratis dan komunikatif. Kehalusan dapat diaktualisasikan sebagai nilai keramahtamahan, bersahabat, mudah bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan nilai disiplin, kerja keras, mandiri dan berprestasi. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu.
Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan budaya dan kearifan lokal untuk membangun pendidikan karakter anak dalam proses pembelajaran di sekolah? Perlu ada revitalisasi budaya lokal (budaya dan kearifan lokal) yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Hal ini dikarenakan budaya dan kearifan lokal di daerah pada gilirannya akan mampu mengantarkan siswa untuk mencintai daerahnya. Kecintaan siswa pada daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam secara bijaksana.
Kebijakan Merdeka Belajar akan meninggalkan pendekatan standardisasi menuju pendekatan heterogen yang lebih paripurna memampukan guru dan murid menjelajahi khasanah pengetahuan yang terus berkembang. Murid adalah pemimpin pemelajaran dalam arti merekalah yang membuat kegiatan belajar mengajar bermakna, sehingga pemelajaran akan disesuaikan dengan tingkatan kemampuan siswa dan didukung dengan beragam teknologi yang memberikan pendekatan personal bagi kemajuan pemelajaran tiap siswa, tanpa mengabaikan pentingnya aspek sosialisasi dan bekerja dalam kelompok untuk memupuk solidaritas sosial dan keterampilan lunak (soft skills). Dengan menekankan sentralitas pemelajaran siswa, kurikulum yang terbentuk oleh Kebijakan Merdeka Belajar akan berkarakteristik fleksibel, berdasarkan kompetensi, berfokus pada pengembangan karakter dan keterampilan lunak, dan akomodatif
Kebijakan Merdeka Belajar akan mengubah paradigma guru sebagai penyampai informasi semata menjadi guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar. Dengan demikian guru memegang kendali akan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di ruang kelasnya masing-masing. Penghargaan setinggi-tingginya bagi profesi guru sebagai fasilitator dari beragam sumber pengetahuan akan diwujudkan melalui pelatihan guru berdasarkan praktik yang nyata, penilaian kinerja secara holistik, dan pembenahan kompetensi guru.
Dalam konteks tersebut di atas, budaya dan kearifan lokal menjadi sangat relevan. Anak bangsa di negeri ini sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan daerah sekitarnya. Melalui pengenalan lingkungan yang paling kecil, maka anak-anak kita bisa mencintai desanya. Apabila mereka mencintai desanya mereka baru mau bekerja di desa dan untuk desanya. Budaya dan kearifan lokal mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan mempelajari budaya dan kearifan lokal anak didik kita akan memahami perjuangan nenek moyangnya dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Nilai-nilai kerja keras, pantang mundur, dan tidak kenal menyerah perlu diajarkan pada anak-anak kita. Dengan demikian, pendidikan karakter melalui budaya dan kearifan lokal seharusnya mulai diperkenalkan oleh guru kepada para siswanya.
Sekolah berbasis budaya dan kearifan lokal tidak serta merta muncul begitu saja, melainkan terdapat proses dan langkah-langkah, sehingga suatu sekolah dapat dikatakan berbasis budaya dan kearifan lokal. Langkah-langkah tersebut mulai dari mengumpulkan berbagai jenis budaya dan kearifan lokal sampai pada penerapannya dalam pendidikan baik terintegrasi dalam mata pelajaran maupun menjadi mata pelajaran pengembangan diri. hasil analisis tentang penentuan jenis keunggulan lokal dalam implementasinya di sekolah dalam pembelajaran, yang meliputi: inventarisasi aspek potensi keunggulan lokal, analisis kondisi internal sekolah, analisis lingkungan eksternal sekolah, dan strategi penyelenggaraan sekolah berbasis budaya dan kearifan lokal (Zuhdan K. Prasetyo,2013: 4). Penjabaran langkah-langkah tersebut antara lain:
1. Inventarisasi aspek potensi keunggulan lokal, dilakukan dengan: a) Mengidentifikasi semua potensi keunggulan daerah pada setiap aspek potensi (SDA, SDM, Geografi, Sejarah, Budaya), b) Memperhatikan potensi keunggulan lokal di kabupaten/kota yang merupakan keunggulan kompetitif dan komparatif. c) Mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi melalui dokumentasi, observasi, wawancara, atau literatur dan ; d.) Mengelompokkan hasil identifikasi setiap aspek keunggulan lokal yang saling terkait.
2. Menganalisis kondisi internal sekolah, dengan a) Mengidentifikasi data riil internal sekolah meliputi peserta didik, diktendik, sarpras, pembiayaan dan program sekolah, b) Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sekolah yang dapat mendukung pengembangan potensi keunggulan lokal yang telah diidentifikasi dan, c) Menjabarkan kesiapan sekolah berdasarkan hasil identifikasi dari kekuatan dan kelemahan sekolah yang telah dianalisis
3. Melakukan analisis lingkungan eksternal sekolah dengan, a) Mengidentifikasi data riil lingkungan eksternal sekolah meliputi komite sekolah, dewan pendidikan, dinas/instansilain, b) Mengidentifikasi peluang dan tantangan yang ada dalam pengembangan potensi keunggulan lokal yang telah diidentifikasi, c) Menjabarkan kesiapan dukungan pengembangan Pendidikan berbasis budaya dan kearifan lokal berdasarkan hasil identifikasi dari peluang dan tantangan sekolah yang telah dianalisis. Disamping itu, dalam melakukan analisis lingkungan eksternal sekolah perlu memperhatikan tiga hal yaitu tema keunggulan lokal, penetapan jenis keunggulan lokal, dan kompetensi keunggulan lokal.
4. Penentuan jenis keunggulan lokal adalah dengan melakukan strategi penyelenggaraan pembelajaran berbasis keariafan lokal, yaitu bahwa yang menjadi acuan dalam menentukan strategi penyelenggaraan pembelajaran berbasis keariafan lokal, adalah: a) Untuk kompetensi pada ranah kognitif (pengetahuan) maka strateginya adalah dengan cara mengintegrasikan pada mata pelajaran yang relevan atau melalui muatan lokal, b) Untuk kompetensi pada ranah psikomotor (keterampilan) maka strateginya adalah dengan menetapkan Mata Pelajaran Keterampilan, c) Untuk kompetensi pada ranah afektif (sikap) dapat dilakukan dengan cara Pengembangan Diri, Mata Pelajaran PKn, Mata Pelajaran Agama atau Budaya Sekolah dan, d) Strategi penyelenggaraan yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan kemampuan masing masing sekolah.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Merdeka Belajar dalam Memupuk Nilai-Nilai Karakter yang Berakar dari Budaya dan Budaya dan kearifan lokal di Sekolah
Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim. Sebelum memaknai merdeka belajar secara keseluruhan haruslah mengetahui apa yang dimaksud dengan merdeka dan belajar. Belajar merupakan semua proses sadar aktivitas kognitif, mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sebelum belajar dengan sesudah belajar. Merdeka belajar dapat diartikan sebagai bebasnya sebuah sistem pendidikan dari belenggu yang menyulitkan dan membatasi ruang gerak baik pendidik maupun peserta didik untuk kreatif. Membebaskan memilih apa yang ingin dipelajari sesuai dengan keinginan serta minat pendidik dan peserta didik untuk mencapai suatu hal yang diinginkan. Mewujudkan merdeka belajar harus dimulai sedini mungkin untuk lebih mengoptimalkan penanaman karakter pada individu.
Pendidikan karakter merupakan program baru yang diprioritaskan Kementrian dan Kebudayaan namun hingga kini masih banyak hambatan-hambatan dalam merealisasikan pendidikan karakter di sekolah-sekolah. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa dalam pelaksanaan pendidikan karakter melalui nilai-nilai budaya dan kearifan lokal di sekolah juga mengalami beberapa kendala. melaksanakan pendidikan karakter melalui nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Para informan menyebutkan bahwa kendala-kendala pelaksanaan pendidikan karakter melalui nilai nilai budaya dan kearifan lokal, yaitu:
1. Pengaruh internal
a. Kurangnya pemahaman guru mengenai budaya dan kearifan lokal Guru belum memiliki kompetensi yang professional untuk mengintegrasikan nilai-niai karakter pada mata pelajaran yang diampunya. Program sudah dijalankan tetapi pelatihan yang diikuti oleh guru masih sangat terbatas sehingga menyebabkan mereka juga memiliki keterbatasan dalam mengintegrasikan nilai karakter pada mata pelajaran yang diampunya.
b. Kurangnya penggunaan metode yang bervariasi dalam penanaman nilai-nilai budaya dan kearifan lokal Guru belum dapat memilah-milah nilainilai karakter yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Selain nilainilai karakter umum dalam mata pelajaran juga terdapat nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan guru pegampu. Permasalahan yang paling berat adalah peran guru untuk menjadi teladan dalam mewujudkan nilai-nilai karakter secara khusus sesuai dengan nilai karakter mata pelajaran dan nilai-nilai karakter umum di sekolah.
2. Pengaruh eksternal
a. Lemahnya perhatian orang tua dalam mengawasi pergaulan anak di luar sekolah Kesibukan orang tua yang menyita banyak waktu menyebabkan para orang tua tidak dapat mengawasi perilaku dan juga kegiatan anak selama di rumah, hal ini juga merupakan kendala dalam implementasi pendidikan karakter. Disamping itu, faktor ketidakpemahaman orang tua mengenai pendidikan karakter anak juga merupakan kendala dalam implementasi pendidikan karakter, tidak setiap orang tua memahami akan arti pentingnya pendidikan apalagi masalah karakter anak oleh sebab itu hal ini merupakan tantangan yang serius bagi guru untuk dapat bekerjasama dengan baik dengan orang tua siswa.
b. Pengaruh media massa dan perkembangan teknologi informasi yang tidak tepat penggunaannya. Berbagai macam mass media baik cetak maupun elektronik yang ada di kehidupan sehari-hari, yang bebas diperjualbelikan atau dipertontonkan kepada semua khalayak juga merupakan kendala dalam implementasi pendidikan karakter. Saat ini banyak ditemukan siswa yang membolos sekolah hanya untuk bemain game online. Pesatnya perkembangan internet yang sekarang dapat aplikasinya tidak hanya bisa diakses melalui komputer, laptop tetapi juga handphone juga membuat mereka dapat mengakses berbagai situs, apabila tidak ada pengawasan yang ketat dari orang tua tentu mereka dapat menyalahgunakan teknologi informasi tersebut.
c. Lingkungan masyarakat yang kurang mendukung tegaknya nilai nilai budaya dan kearifan lokal. Perbedaan lingkungan sekolah, keluarga dengan lingkungan masyarakat juga menjadi sebuah kendala tersendiri, tidak jarang nilai-nilai tersebut berbenturan antara yang satu dengan yang lainnya, tidak jarang pula suasana di sekolah, keluarga akan berbeda dengan lingkungan masyarakat. Adanya perbedaan lingkungan yang berbeda yang dialami oleh peserta didik dapat menjadi hambatan penanaman karakter dengan mengingat bahwa lingkungan sangat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku.
C. Solusi dalam implementasi merdeka belajar dalam memupuk nilai-nilai karakter yang berakar dari budaya dan budaya dan kearifan lokal di sekolah
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa walaupun dalam pelaksanaan pendidikan karakter melalui nilai-nilai budaya dan kearifan lokal di Sekolah juga mengalami beberapa kendala namun pihak sekolah juga memiliki solusi untuk mengatasi beberapa kendala yang menghambat pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ini. Para informan menyebutkan bahwa solusi-solusi untuk mengatasi berbagai kendala dalam pelaksanaan pendidikan karakter melalui nilai-nilai budaya dan kearifan lokal di Sekolah, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas profesionalisme para guru atau pamong. Peningkatan profesionalisme guru dilakukan dengan cara mengikutkan guru dalam pelatihan profesionalisme guru baik tingkat lokal ataupun nasional. Selain itu dengan mengadakan pertemuan guru rutin setiap bulan sekali yang khusus membahas penanaman nilai-nilai karakter berdasarkan budaya lokal.
2. Meningkatkan variasi metode dalam penanaman pendidikan budi pekerti. Meningkatan variasi metode penanaman pendidikan karakter melalui nilai-nilai budaya dan kearifan lokal adalah dengan tidak hanya menggunakan metode among dalam proses kegiatan belajar mengajar baik kurikuler maupun ekstrakurikuler sehingga menjadi kultur sekolah yang baik tetapi juga dengan metode keteladanan (ing ngasro sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani), fasilitasi nilai, inkulkasi, dan juga pengembangan soft skills bagi peserta didik.
3. Meningkatkan sinergitas upaya antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan. Peningkatan sinergitas sistem tripusat pendidikan dilakukan dengan meningkatkan peran komite sekolah dan meningkatkan intensitas hubungan wali murid dengan wali kelas. Peran komite sekolah ditingkatkan dengan mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali untuk membahas dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan sekolah sekaligus pelaksanaan pendidikan karakter.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kurikulum Merdeka secara nasional memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada satuan pendidikan untuk mengelola secara teknis. Pembelajaran yang berpusat pada siswa harus fokus pada kemampuan dan karakteristik siswa, supaya siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara bermakna. Dalam kaitannya dengan pembelajaran berbasis budaya dan kearifan lokal sangat penting untuk diterapkan guru dalam pembelajaran yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik serta sebagai media untuk penanaman rasa cinta terhadap budaya dan kearifan lokal di daerahnya, penanaman karakter positif sesuai nilai luhur budaya dan kearifan lokal serta membekali siswa untuk menghadapi segala permasalahan diluar sekolah. Langkah yang dapat dilakukan guru untuk menerapkan pembelajaran berbasis budaya dan kearifan lokal adalah sebagai berikut:
1. Inventarisasi aspek potensi keunggulan lokal,
2. Menganalisis kondisi internal sekolah,
3. Menganalisis kondisi eksternal sekolah,
4. Penentuan jenis keunggulan lokal adalah dengan melakukan strategi penyelenggaraan pembelajaran berbasis keariafan lokal.
Mengingat betapa pentingnya pembelajaran berbasis budaya dan kearifan lokal diharapkan guru dapat merancang dan mengembangkan pembelajaran berbasis budaya dan kearifan lokal selain itu perlu pemberdayaan komite sekolah dan masyarakat ataupun stakeholders dalam upaya penanaman nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Berbagai pihak tersebut perlu dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, implementasi dan evaluasi sesuai bidangnya masing-masing.
Diharapan implementasi pendidikan karakter melalui nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dapat meningkatkan kualitas pendidikan, meningkatkan moralitas bangsa, dan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh sehingga menjadi manusia insan kamil. Selain itu dengan penanaman pendidikan karakter melalui nilai-nilai budaya dan kearifan lokal kepada peserta didik tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual.
B. Saran
1. Seluruh lembaga pendidikan hendaknya mulai sekarang menjadi garda terdepan dalam melaksanakan pendidikan karakter berbasis budaya dan kearifan lokal. Dengan tidak melupakan juga peran dari keluarga, masyarakat, dan lain sebagainya.
2. Kepada semua pengelola pendidikan diharapkan untuk mulai menerapkan sedikit demi sedikit pendidikan karakter berbasis nilai nilai budaya dan kearifan lokal karena sasaran pendidikan bukan hanya kepintaran dan kecerdasan, tetapi juga moral dan budi pekerti, watak, nilai, serta kepribadian yang tangguh, unggul, dan mulia.
3. Seorang guru hendaknya tidak hanya berperan sebagai seorang pengajar, tetapi dia juga harus mampu menjadi seorang teladan, inspirator, motivator, dan evaluator yang kritis, inovatif, dan produktif bagi peserta didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
A.S, Keraf. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku Kompas.
Andi M. Akhmar dan Syarifuddin, 2007. Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan, PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI dan Masagena Press, Makasar
Antariksa.
(2009). Kearifan Lokal dalam Arsitektur Perkotaan dan Lingkungan
Binaan. Seminar Nasional “Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam
Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan”-PPI Rektorat Universitas Merdeka
Malang, 7 Agustus 2009.
Becker,
G. S. 1993. Human Capital, A Theoritical and Empirical Analysis with
Special reference to Education. Chicago, University of Chicago Press.
Berkowitz, Marvin dan Melinda C Bier. (2005). What works in character education: A research-driven guide for educators. Washington, DC: Character Education Partnership
Farid, R. 2012. Bahasa dan Industri Radio. Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal. 4(II). Hlm. 347-356.
Francis
Wahono, 2005. Pangan, Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati, Penerbit
Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Yogyakarta
Goleman, D. (2018). Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hanushek, Eric A dan Ludger Woessman, (2007), “The Role of School Improvement in Economic Development”, National Bureau of Economic Research, Cambridge
Hurlock, Elizabeth B. 1974. Personality Development. New Delhi : Hill. Publishing Company.
Iwinsah,
R. (2020). Menakar Konsep Kemerdekaan Belajar. Media Jualan Kito: Intens
News Pelembang.
Joko,S. 2012. Menggagas pariwisata berbasis Budaya dan Kearifan Lokal. Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal. 4(II)
Kesuma, Dharma, dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mohammad Fakry Gaffar. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Islam (Disampaikan pada Workshop Pendidikan Karakter Berbasis Agama, 8-10 April 2010 di Yogyakarta).
Nuraini, A. 2012. Mengembangkan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan Lokal Melalui Pembelajaran di Sekolah. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora. 2(III). Hlm. 106- 119.
Nurma, A. Ridwan. (2007). Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Jurnal Studi Islam dan Budaya. 1(V). Hlm. 27-38.
oseph E. Zins, Roger P. Weissberg, et al. (2004). Building Academic Success on Social and Emotional Learning: What Does the Research Say? New York: Teachers College Press.
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang “Penguatan Pendidikan Karakter”.
Sartini, Ni Wayan. 2009. “Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka, Dan Paribasa)”. Jurnal Logat, Vol. 5, No. 1.
Schultz, T. W. 1991 . Investment in Human Capital. American Economic Review (1) :!-17.
Zuhdan K. Prasetyo. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Yogyakarta: FMIPA UNY.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih