Menerima Pembuatan TESIS-SKRIPSI-PKP UT, Silahkan Baca Cara Pemesanan di bawah ini

Lencana Facebook

banner image

Saturday, 27 October 2012

Proposal PTK



BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang Masalah
Rendahnya hasil belajar ilmu pengetahuan social materi pokok perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah rendahnya keaktifan siswa yang berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa, sehingga kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sebesar 80 tidak dapat tercapai.
Hal ini terbukti dari rendahnya nilai ulangan formatif mata pelajaran IPS yang dicapai siswa hanya lima siswa dari 22 siswa (22,72%) kelas IV Sekolah Dasar Negeri Negarajati 04 Kecamatan Cimanggu  yang mencapai 80% ke atas atau mendapat nilai 80, sedangkan sisanya sebanyak 18 siswa dinyatakan tidak tuntas karena pencapaian nilai masih di bawah 80.
Berdasarkan uraian sebagaimana di atas, peneliti meminta bantuan supervisor, kepala sekolah dan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Dari hasil diskusi terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu :
1.      Rendahnya motivasi belajar siswa
2.      Rendahnya minat belajar siswa
3.      Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran  IPS yang berdampak hasil belajar rendah.
4.      Rendahnya keaktifan siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran
5.      Kondisi ruangan kelas yang kurang mendukung pelaksanaan proses pembelajaran
Melalui refleksi diri, kaji literatur, dan diskusi dengan supervisor, kepala sekolah dan teman sejawat dapat diketahui bahwa faktor penyebab rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran, dan rendahnya motivasi serta minat belajar siswa adalah :
1.      Model pembelajaran yang diambil tidak tepat
2.      Penjelasan materi terlalu cepat, sehingga kurangnya model dialog yang interaktif, efektif dan kreatif.
3.      Guru tidak mampu mengembangkan model dialog yang efektif, aktif dan kreatif.
4.      Guru tidak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan penemuan informasi
Melihat kondisi awal sebagaimana tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran materi pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran konstruktivisme. Adapun prioritas masalah yang menjadi tujuan perbaikan proses pembelajaran adalah :
1.      Memperbaiki proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme pada pembelajaran IPS materi pokok perkembangan tekonologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
2.      Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPS materi pokok perkembangan tekonologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa belajar
Adapun kondisi ideal yang diharapkan adalah meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa sehingga tujuan pelaksanaan proses pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, yaitu seluruh siswa mencapai tingkat ketuntasan belajar sesuai dengan harapan.
Sadar akan hal tersebut agar tidak berdampak buruk bagi proses dan hasil belajar selanjutnya, dengan refleksi diri dan mendiskusikan dengan teman sejawat peneliti termotivasi untuk melakukan upaya untuk memperbaiki pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme pada materi pembelajaran IPS materi pokok perkembangan tekonologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya siswa kelas IV SDN Negarajati 04 Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2010/2011.

B.           Perumusan Masalah
Dari uraian sebagaimana latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana penggunaan model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran IPS materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya ?
2.      Bagaimana penggunaan model pembelajaran konstruktivisme pada pembelajaran IPS materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?

C.          Tujuan Penelitian   
Tujuan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, peneliti jabarkan  sebagai berikut :
1.      Untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya  melalui model pembelajaran konstruktivisme.
2.      Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya  melalui model pembelajaran konstruktivisme.

D.          Manfaat Penelitian   
Diharapkan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini juga dapat memberikan manfaat bagi :
1.      Siswa, dalam meningkatkan proses serta hasil belajarnya, meningkatkan semangat belajar dan motivasi terus menggali ilmu.
2.      Guru,  dalam memperbaiki kinerjanya dan berkembang secara profesional, sehingga rasa percaya dirinya meningkat. Selain itu juga dapat menambah wawasan dan koleksi guru tentang model-model pembelajaran.
3.      Sekolah, dalam pengembangan citra kelulusan karena ada peningkatan mutu lulusannya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kajian  Teori
1.      Pembelajaran IPS
Pendapat Sanusi (1998 : 83) mengatakan bahwa “Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah cenderung menitikberatkan pada penguasaan hafalan; proses pembelajaran yang berpusat pada guru; situasi kesal dan membosankan bagi siswa; ketidak lebih unggulan guru dari sumber lain ; ketidakmutakhiran sumber belajar; dan dominasi latihan berfikir taraf rendah”
Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai salah satu bidang studi yang memiliki tujuan membekali siswa untuk mengembangkan penalarannya disamping aspek nilai dan moral, banyak menurut pengetahuan yang bersifat hafalan sehingga pengetahuan dan informasi sebatas produk hafalan. Sifat materi Ilmu Pengetahuan Sosial membawa konsekuensi terhadap proses pembelajaran yang didominasi oleh pendekatan ekspossitoris atau metode ceramah, sehingga siswa cenderung pasif. Padahal dalam proses pembelajaran keterlibatan siswa harus secara totalitas. Artinya, melibatkan pikiran, penglihatan, pendengaran dan psikomotor. Jadi, dalam proses pembelajaran seorang guru harus mengajak siswa untuk mendengarkan, menyajikan media yang dapat dilihat, memberi kesempatan untuk menulis, dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan, sehingga terjadi dialog kreatif yang menunjukkan proses belajar mengajar yang interaktif. Situasi belajar seperti ini dapat tercipta melalui penggunaan pendekatan partisipatoris.

2.      Metode Pembelajaran
Menurut Winarno Surakhmad (1984 : 19), metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, berlaku baik bagi guru maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran. Efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran ditentukan oleh ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran sesuai dengan materi yang harus disampaikan pada siswa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu metode, diantaranya adalah siswa, tujuan pembelajaran, situasi setempat, fasilitas yang terdapat dalam kelas, dan profesionalisme guru.
Ada beberapa metode yang lazim digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial, antara lain adalah metode diskusi, demonstrasi dan eksperimen. dimana masing-masing metode mempunyai suatu karakteristik dan kelebihan atau kekurangan. Tidak ada suatu metode yang paling baik, tetapi penggunaan metode harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Pendekatan khusus dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah pendekatan keterampilan proses yaitu seluruh ketrampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip–prinsip, hukum–hukum, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. (Nuryani dan Andrian Rustam, 1997 : 45).

3.      Belajar
Menurut Natawijaya, (Prastowo. 1997 : 83) “Belajar ialah suatu  proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu  perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil  pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan  lingkungannya.
Menurut Daljono, (Indah. A. 1997 : 44) “ belajar merupakan kegitan  dan usaha yang mencapai perubahan tingkah laku”. Perubahan tingkah  laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Perubahan dalam diri  individu banyak sekali sifat maupun jenisnya karena itu tidak setiap  perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam arti belajar.
Belajar adalah suatu proses untuk mengetahui sesuatu yang  dilakukan dengan sadar dan terus menerus, dengan kata lain belajar  adalah mencari ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan sebagai hasil dari proses pembelajaran dapat  ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti : perubahan pengetahuan,  pemahaman, keterampilan, kecakapan serta perubahan aspek-aspek  lain yang ada pada individu yang belajar.  
Hasil belajar yang diharapakan yaitu sisa memiliki pengetahuan,  keterampilan dan kecakapan berpikir yang baik. Hasil belajar adalah  kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 1986 :22).  Menurut Winkel (1983 :14) hasil belajar adalah berupa  penyempurnaan terhadap hasil yang diperoleh sebelumnya.  

4.      Keaktifan
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007:101-106) aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan.
Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 : 17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
Selama proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan, keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan kondusif dalam belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator dan pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar serta mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Keaktifan belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental (Sardiman: 2001: 99). Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut harus terkait, sehingga akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal.

5.      Hasil Belajar
Menurut Catharina Tri Anni (2002:4) hasil belajar merupakan  perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas  belajar. Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa  setelah melalui kegiatan belajar (H. Nashar, 2004: 77). Hasil belajar adalah  terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan  harapan untuk berhasil dan masukan dari lingkungan berupa rancangan  dan pengelolaan motivasional tidak berpengaruh terdadap besarnya usaha  yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar (Keller dalam H Nashar, 2004: 77). Seseorang dapat  dikatakan telah belajar  sesuatu  apabila dalam dirinya telah terjadi  suatu perubahan, akan tetapi tidak  semua perubahan yang terjadi. Jadi  hasil belajar merupakan pencapaian  tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari proses belajar, maka  didapat hasil belajar

6.      Model Pembelajaran Konstruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif  mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/, diakses 25 Pebruari 2010).
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng (1998 : 14)  mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai oleh si belajar dalam menginterpretasikannya.
Tahapan-tahapan pembelajaran dalam model konstruktivisme  diberi nama General structure of a constructivist teaching Sequence, sedangkan Tyler (1996) menyebutkan dengan Constructivisme and conceptual change views of Learning in science. Lebih lanjut Driver dan Tyler menjelaskan bahwa model pembelajaran konstruktivisme  terdiri atas lima tahapan penting, yaitu menganalisa masalah, menentukan masalah, mengatasi masalah, tindak lanjut dan pemantapan hasil tindak lanjut.
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky (dalam Degeng, 1998 : 25) yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut : Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview. Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif. Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya. Kelima, restrukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk  mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama dan, Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan. Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.
7.      Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme pada materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya
Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Konstruktivisme pada materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya dapat diuraiakan secara terperinci. Pada tahapan orientasi model tujuan pembelajaran yang akan dicapai, pada tahapan pemunculan gagasan siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan hal-hal yang mereka ketahui tentang materi pembelajaran yang tertuang dalam tujuan pembelajaran. Pada tahap penyusunan ulang gagasan dan penerapan gagasan, siswa diberi bimbingan untuk mengkaitkan dan mengembangkan materi pembelajaran melalui pengerjaan lembar kerja siswa. Dalam pengadaan lembar kerja siswa inilah dibentuk kelompok kerja kelompok belajar.


 










Dalam rangka mewujudkan kelima tahapan tersebut mengisyaratkan bahwa yang aktif dalam pembelajaran adalah siswa. Kegiatan siswa pada awal pembelajaran yaitu pengenalan konsep yang kemudian siswa memunculkan konsepsi/gagasannya yang sesuai dengan materi pembelajaran. Penyusunan ulang gagasan dan penerapan gagasan merupakan proses adaptasi dan asimilasi pembelajaran. Dalam rangka kedua proses tersebut perlu didukung dengan suasana pembelajaran. Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menarik menurut Bahamdin 2007: 199, guru harus menyesuaikan dengan karakteristik siswanya.
Pada tahapan orientasi dan pemunculan gagasan, peneliti memberi kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pendapat awal dari materi pembelajaran. Pada tahapan penyusunan ulang gagasan,  guru menjelaskan materi-materi pokok dan essensial dengan memfasilitasi siswa dengan gambar-gambar yang berhubungan dengan materi pembelajaran perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya. Dalam rangka melaksanakan tahapan penerapan gagasan, peneliti membimbing dan menugaskan siswa unhrk mengembangkan pengetahuan materi pembelajaran secara berkelompok mengerjakan lembar kerja tentang perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
Pada tahapan pemantapan gagasan dilaksanakan pendalaman materi dan tes formatif untuk mengetahui dan mengukur daya serap siswa terhadap materi pembelajaran. Kegiatan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengembangkan pengetahuan materi pembelajaran digunakan lembar kerja siswa, sedangkan respon siswa terhadap model pembelajaran konstruktivisme   menggunakan lembar observasi.
Tahapan terakhir dalam model konstruktivisme, yaitu pemantapan gagasan dalam hal ini dilakukan dengan memberikan penekanan pada materi-materi pokok dan materi esensial yang penting.

B.     Kerangka Berpikir
Menurut Muhamad (2009:75) Kerangka pikir adalah gambaran mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran menurut kerangka logis.  Adapun kerangka berpikir dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah :
 




























Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
C.    Hipotesis Tindakan
Dengan mempertimbangkan pendapat para ahli pendidikan tersebut dan rencana implikasi model pembelajaran konstruktivisme  maka hipotesis tindakan sebagai berikut :
1.      Penerapan model pembelajaran konstruktivisme  dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan keaktifan siswa terhadap materi pembelajaran “Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya”, 
2.      Penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada LKS dapat. meningkatkan hasil belajar siswa untuk mengembangkan pengetahuan terhadap materi pembelajaran.


 
BAB III
METODE PENELITIAN





A.    Setting Penelitian

1.   Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Sekolah Dasar Negeri Negarajati 04 UPT Disdikpora Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap pada tahun pembelajaran 2010/2011. Penulis mengambil lokasi atau tempat ini dengan pertimbangan bekerja pada sekolah tersebut, sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subjek penelitian yang sangat sesuai dengan profesi penulis
2.   Waktu penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2011 s.d April 2011, dengan perincian sebagai berikut:
1.   Tahap persiapan, minggu pertama, bulan Maret 2011.
2.   Tahap pelaksanaan, minggu kedua, ketiga dan keempat bulan Maret dan minggu pertama dan kedua bulan April 2011
3.   Tahap laporan, minggu ketiga dan keempat bulan April 2011.

B.     Subjek Penelitian

Subjek pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Negarajati 04 UPT Disdikpora Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap pada tahun pembelajaran 2010/2011.

C.    Data dan Sumber Data

1.      Data
Sumber Data dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Negarajati 04 UPT Disdikpora Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap pada tahun pembelajaran 2010/2011, dengan jumlah siswa sebanyak 37  siswa.

2.      Sumber Data
Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri atas:
a.       Proses belajar mengajar
b.      Data Hasil Belajar / tes formatif
c.       Data keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan

D.    Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan :
1.   Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti (Usman dan Akbar, 1995 : 54). Subjek penelitian adalah proses pembelajaran seni rupa, obyek yang diamati adalah hasil karya siswa.
2.   Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung (Usman dan Akbar, 1995 : 57). Wawancara berguna untuk :
a)    Mendapatkan data ditangan pertama
b)    Pelengkap teknik pengumpulan data
c)   Menguji hasil pengumpulan data lainnya.   
3.   Dokumentasi
a)      Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen – dokumen (Usman dan Akbar, 1995 : 75)
b)                  Dokumentasi adalah suatu metode pencarian data mengenai hal – hal atau variabel berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalan dan lainnya. Aspek – aspek untuk menambah kelengkapan data dalam dokumentasi meliputi catatan – catatan, foto – foto (Arikunto, 1982 : 187).
c)      Teknik dokumentasi untuk mendapatkan latar belakang yang luas, tentang pokok-pokok penelitian, dan dapat dijadikan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data (Nasution,1996).
d)   Dokumen lama dapat digunakan dalam penelitian    sebagai sumber data, dan        dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong, 1989).

E.     Validitas Data

Untuk menjamin kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian maka dipilih dan ditentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik triangulasi. Menurut Lexy Moeleong (2000:178) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Validitas data dimaksudkan agar data yang dikumpulkan untuk keperluan penelitian ini nantinya adalah data yang valid. Menurut Nasution (1998 : 144) ada beberapa cara yang dilakukan agar kebenaran has'il penelitian dapat dipercaya, yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Memperpanjang masa observasi
2. Pengamatan yang terus menerus
3. Trianggulasi
Dalam penelitian ini validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi dilakukan dengan maksud untuk mengecek kebenaran data yang diperoleh dan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain. Kebenaran hasil wawancara dengan wali kelas dapat dibandingkan dengan arsip atau dokumen maupun melalui pengarnatan ketika proses belajar berlangsung. Triangulasi sumber data dilakukan untuk mengecek kebenaran data dari guru kelas maupun anak. Sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data yang sama. Observasi dapat dicek kebenarannya dari arsip atau dokumen dan wawancara..

F.     Teknik Analisa Data

Pada penelitian tindakan kelas, data dianalisis sejak tindakan pembelajaran dilakukan, dilambangkan selama proses refleksi sampai proses penyusunan laporan. Analisis data ini dilakukan secara kualitatif melalui tiga alur. Menurut Miles dan Hubermen (1992: 15-20) alur yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Sedang menurut Sutama (2000:104) reduksi adalah proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transportasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.
Dalam penelitian ini data diperoleh dari tes, observasi dan wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait langsung dalam proses belajar mengajar, hasil reduksi berupa uraian singkat yang telah digolongkan dalam suatu kegiatan tertentu.
Penyajian data berupa sekumpulan infomasi dalam bentuk teks naratif yang disusun, diatur serta diringkas dalam bentuk kategori sehingga mudah dipahami makna yang terkandung didalamnya. Sedangkan penarikan kesimpulan dilaksanakan secara bertahap yaitu dari kumpulan makna setiap kategori disimpulkan sementara, kemudian diadakan vertifikasi untuk menyimpulkan dengan tepat melalui diskusi bersama mitra kolaborasi agar memperoleh derajat kepercayaan yang tinggi. Analisis data menggunakan analisis deskriptif komperatif dengan grafik yaitu membandingkan kondisi nilai tes awal siklus I, siklus II dan nilai tes setelah siklus III.

G.    Kriteria Keberhasilan

Kriteria untuk mengukur tingkat keberhasilan upaya perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.      Kriteria siswa tuntas belajar apabila telah mencapai tingkat penguasaan materi pembelajaran sebesar 80% ke atas atau mendapat nilai 80.
2.      Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila 85% dari jumlah siswa tuntas belajar.
3.      Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila 85% dari jumlah siswa terlibat secara aktif dalam pelaksanaan pembelajaran.

H.    Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan tiga siklus, dan tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan aktivitas dan kompetensi yang dicapai, berdasarkan perencanaan yang telah didesain sebelumnya. Pengamat melakukan observasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan sebagai bahan  untuk tujuan perbaikan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
1.   Perencanaan
a.   Merancang skenario pembelajaran sebanyak tiga siklus.
b.   Melaksanakan tindakan, sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam setiap siklus.
c.   Mempersiapkan alat peraga yang sudah disesuaikan dengan proses pembelajaran IPS
d.   Membuat lembar onservasi untuk mengamati kegiatan siswa dan guru selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung.
2.   Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan tindakan dengan tiga siklus sesuai dengan rencana yang dibuat.
a.   Siklus Pertama
Dalam pelaksanaan tindakan pada siklus I guru mengadakan apersepsi yang ada hubungannya dengan pemahaman konsep pembelajaran tentang materi perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya setelah itu memasukan kegiatan inti proses pembelajaran dengan jalan guru menerangkan materi pembelajaran. Setelah semua siswa menyelesaikan kegiatan belajar pada siklus satu kemudian diadakan analisis, hal ini sangat diperlukan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya pada siklus yang ke dua.

b.   Siklus kedua
Dalam pelaksanaan tindakan pada siklus II guru mengadakan apersepsi yang ada hubungannya dengan pemahaman konsep pembelajaran tentang materi perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya setelah itu memasukan kegiatan inti proses pembelajaran dengan jalan guru menerangkan materi pembelajaran. Setelah semua siswa menyelesaikan kegiatan belajar pada siklus dua kemudian diadakan analisis, hal ini sangat diperlukan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya pada siklus yang ke ketiga.
c.   Siklus Ketiga
Dalam pelaksanaan tindakan kelas pada siklus ketiga ini tidak ada bedanya seperti pelaksanaan pada siklus pertama dan kedua yang meliputi kegiatan proses belajar yang, meliputi tiga kegiatan pokok yaitu apersepsi, kegiatan inti dan penutup dan setelah akhir pelaksanaan tindakan pada siklus ketiga diadakan postest
3.   Pengamatan
Melakukan pengamatan terhadap pelaksaan tindakan kelas dengan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh guru lain sebagai kolaborasi yang diamati tentang keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, mengamati kegiatan guru selama hasil observasi dijadikan bahan untuk perbaikan proses pembelajaran selanjutnya.
4.   Refleksi
Dari hasil observasi tersebut guru merefleksikan diri apakah proses pembelajaran yang telah dilakukan dapat meningkatkan pemahaman konsep pembelajaran tentang materi perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya. Jika pemahaman belum mencapai standar yang ditetapkan, maka perlu dibuat refleksi dengan dilakukan perubahan proses pembelajaran pada siklus ketiga.  Pada penelitian ini indikator yang ingin dicapai nilai 80.
E. Jadwal Penelitian

No
Kegiatan
Minggu Ke
Keterangan
Maret
April
1
2
3
4
1
2
3
4
I.
Persiapan









1
Perencanaan








II.
Pelaksanaan









1
Proses pembelajaran








2
Evaluasi








3
Pengumpulan data








4
Analisis Data








5
Penyusunan Hasil








III.
Laporan









1
Pelaporan Hasil








E. Personalia Peneliti
I.    PENELITI
a.       Nama Lengkap                  :     SRI SURTI PEBRIANI
b.      NIM                                  :     818157814
c.       Pekerjaan                           :     Mahasiswa
d.      Tugas                                 :     Pengumpulan dan  Analisis Data
II.  TEMAN SEJAWAT
a.   Nama Lengkap                  :     WINARNI, S.Pd.SD
b.   NIP                                   :     -
c.   Pekerjaan                           :     Guru Kelas
d.   Tugas                                 :     Mengobservasi Kegiatan Perbaikan Pembelajaran.