BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Rendahnya hasil belajar ilmu pengetahuan social
materi pokok perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi
serta pengalaman menggunakannya disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya
adalah rendahnya keaktifan siswa yang berakibat pada rendahnya hasil belajar
siswa, sehingga kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sebesar 80 tidak
dapat tercapai.
Hal ini terbukti dari rendahnya nilai ulangan
formatif mata pelajaran IPS yang dicapai siswa hanya lima siswa dari 22 siswa (22,72%)
kelas IV Sekolah Dasar Negeri Negarajati
04 Kecamatan Cimanggu yang mencapai 80% ke atas atau mendapat
nilai 80, sedangkan sisanya sebanyak 18 siswa dinyatakan tidak tuntas karena
pencapaian nilai masih di bawah 80.
Berdasarkan uraian sebagaimana di atas, peneliti
meminta bantuan supervisor, kepala sekolah dan teman sejawat untuk membantu
mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Dari hasil
diskusi terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu :
1.
Rendahnya motivasi belajar siswa
2.
Rendahnya minat belajar siswa
3.
Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi
pembelajaran IPS yang berdampak hasil
belajar rendah.
4. Rendahnya keaktifan siswa dalam
pelaksanaan proses pembelajaran
5.
Kondisi ruangan kelas yang kurang mendukung pelaksanaan
proses pembelajaran
Melalui refleksi diri, kaji literatur, dan diskusi
dengan supervisor, kepala sekolah dan teman sejawat dapat diketahui bahwa
faktor penyebab rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi
pembelajaran, dan rendahnya motivasi serta minat belajar siswa adalah :
1. Model pembelajaran yang diambil tidak
tepat
2. Penjelasan materi terlalu cepat, sehingga
kurangnya model dialog yang interaktif, efektif dan kreatif.
3. Guru tidak mampu mengembangkan model
dialog yang efektif, aktif dan kreatif.
4. Guru tidak melibatkan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran dan penemuan informasi
Melihat
kondisi awal sebagaimana tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk
mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan baik sehingga prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan melaksanakan
perbaikan pembelajaran materi pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran
konstruktivisme. Adapun prioritas masalah yang menjadi tujuan perbaikan proses
pembelajaran adalah :
1. Memperbaiki proses pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran konstruktivisme pada pembelajaran IPS materi
pokok perkembangan tekonologi produksi, komunikasi dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya.
2. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran IPS materi pokok perkembangan tekonologi produksi,
komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa belajar
Adapun
kondisi ideal yang diharapkan adalah meningkatkan pemahaman dan hasil belajar
siswa sehingga tujuan pelaksanaan proses pembelajaran dapat tercapai secara
maksimal, yaitu seluruh siswa mencapai tingkat ketuntasan belajar sesuai dengan
harapan.
Sadar akan
hal tersebut agar tidak berdampak buruk bagi proses dan hasil belajar
selanjutnya, dengan refleksi diri dan mendiskusikan dengan teman sejawat
peneliti termotivasi untuk melakukan upaya untuk memperbaiki pembelajaran
melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan model pembelajaran
konstruktivisme pada materi pembelajaran IPS materi pokok perkembangan
tekonologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman
menggunakannya siswa kelas IV SDN Negarajati 04 Kecamatan Cimanggu Kabupaten
Cilacap Tahun Pelajaran 2010/2011.
B.
Perumusan
Masalah
Dari uraian sebagaimana latar
belakang masalah di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana penggunaan model pembelajaran konstruktivisme
dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran IPS materi pokok Perkembangan
teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman
menggunakannya ?
2.
Bagaimana penggunaan model pembelajaran konstruktivisme
pada pembelajaran IPS materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi,
dan transportasi serta pengalaman menggunakannya dapat meningkatkan hasil
belajar siswa ?
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian tindakan
kelas ini, peneliti jabarkan sebagai
berikut :
1. Untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa
dalam pembelajaran IPS materi pokok Perkembangan teknologi produksi,
komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya melalui model pembelajaran konstruktivisme.
2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran IPS materi pokok Perkembangan teknologi produksi,
komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya melalui model pembelajaran konstruktivisme.
D.
Manfaat
Penelitian
Diharapkan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini juga dapat memberikan manfaat bagi
:
1.
Siswa, dalam meningkatkan proses serta hasil belajarnya,
meningkatkan semangat belajar dan motivasi terus menggali ilmu.
2. Guru,
dalam memperbaiki kinerjanya dan berkembang secara profesional, sehingga
rasa percaya dirinya meningkat. Selain itu juga dapat menambah wawasan dan
koleksi guru tentang model-model pembelajaran.
3.
Sekolah, dalam pengembangan citra kelulusan karena ada
peningkatan mutu lulusannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran IPS
Pendapat Sanusi
(1998 : 83) mengatakan bahwa “Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah
cenderung menitikberatkan pada penguasaan hafalan; proses pembelajaran yang
berpusat pada guru; situasi kesal dan membosankan bagi siswa; ketidak lebih
unggulan guru dari sumber lain ; ketidakmutakhiran sumber belajar; dan dominasi
latihan berfikir taraf rendah”
Ilmu Pengetahuan
Sosial sebagai salah satu bidang studi yang memiliki tujuan membekali siswa
untuk mengembangkan penalarannya disamping aspek nilai dan moral, banyak
menurut pengetahuan yang bersifat hafalan sehingga pengetahuan dan informasi
sebatas produk hafalan. Sifat materi Ilmu Pengetahuan Sosial membawa
konsekuensi terhadap proses pembelajaran yang didominasi oleh pendekatan
ekspossitoris atau metode ceramah, sehingga siswa cenderung pasif. Padahal
dalam proses pembelajaran keterlibatan siswa harus secara totalitas. Artinya,
melibatkan pikiran, penglihatan, pendengaran dan psikomotor. Jadi, dalam proses
pembelajaran seorang guru harus mengajak siswa untuk mendengarkan, menyajikan
media yang dapat dilihat, memberi kesempatan untuk menulis, dan mengajukan
pertanyaan atau tanggapan, sehingga terjadi dialog kreatif yang menunjukkan
proses belajar mengajar yang interaktif. Situasi belajar seperti ini dapat
tercipta melalui penggunaan pendekatan partisipatoris.
2. Metode Pembelajaran
Menurut
Winarno Surakhmad (1984 : 19), metode adalah cara yang didalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, berlaku baik bagi guru maupun siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran
ditentukan oleh ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran sesuai dengan
materi yang harus disampaikan pada siswa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
suatu metode, diantaranya adalah siswa, tujuan pembelajaran, situasi setempat,
fasilitas yang terdapat dalam kelas, dan profesionalisme guru.
Ada beberapa
metode yang lazim digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial, antara
lain adalah metode diskusi, demonstrasi dan eksperimen. dimana masing-masing
metode mempunyai suatu karakteristik dan kelebihan atau kekurangan. Tidak ada
suatu metode yang paling baik, tetapi penggunaan metode harus disesuaikan
dengan kebutuhan.
Pendekatan
khusus dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah pendekatan
keterampilan proses yaitu seluruh ketrampilan yang diperlukan untuk memperoleh,
mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip–prinsip, hukum–hukum,
keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. (Nuryani dan Andrian Rustam,
1997 : 45).
3. Belajar
Menurut Natawijaya, (Prastowo. 1997 : 83) “Belajar ialah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Menurut Daljono,
(Indah. A. 1997 : 44) “ belajar merupakan kegitan dan usaha yang mencapai perubahan tingkah
laku”. Perubahan tingkah laku itu
sendiri merupakan hasil belajar. Perubahan dalam diri individu banyak sekali sifat maupun jenisnya
karena itu tidak setiap perubahan dalam
diri individu merupakan perubahan dalam arti belajar.
Belajar adalah
suatu proses untuk mengetahui sesuatu yang dilakukan dengan
sadar dan terus menerus, dengan kata lain belajar adalah mencari ilmu pengetahuan yang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan
sebagai hasil dari proses pembelajaran dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti :
perubahan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, kecakapan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Hasil belajar
yang diharapakan yaitu sisa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kecakapan berpikir yang baik.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 1986
:22). Menurut Winkel (1983 :14) hasil
belajar adalah berupa penyempurnaan
terhadap hasil yang diperoleh sebelumnya.
4. Keaktifan
Menurut
Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau
segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik
maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007:101-106) aktivitas tidak hanya
ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas
non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan
di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut
Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu
sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan
antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan
oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif
atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk
cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses
pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek
yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan.
Menurut
Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa
keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1)
pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan
sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan
pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan
kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan
kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai
konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 :
17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang
lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan
belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang
lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan
individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan
belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu
baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi
pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi
memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya
situasi stimulus tersebut.
Selama
proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan
dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan
para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan,
keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan
siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan kondusif dalam belajar.
Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator dan
pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar serta
mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Keaktifan
belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental (Sardiman: 2001:
99). Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut harus terkait, sehingga
akan mengahasilkan aktifitas belajar yang optimal.
5. Hasil Belajar
Menurut
Catharina Tri Anni (2002:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar.
Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar (H. Nashar,
2004: 77). Hasil belajar adalah
terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan masukan dari
lingkungan berupa rancangan dan
pengelolaan motivasional tidak berpengaruh terdadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai
tujuan belajar (Keller dalam H Nashar, 2004: 77). Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu
apabila dalam dirinya telah terjadi
suatu perubahan, akan tetapi tidak
semua perubahan yang terjadi. Jadi hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai
produk dari proses belajar, maka didapat
hasil belajar
6. Model Pembelajaran Konstruktivisme
Pembentukan
pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah
bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan.
Merekalah yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara
aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu
mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning
yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di
laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan
dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik
dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran
konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata
dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran
dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya
mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/,
diakses 25 Pebruari 2010).
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks
& Brooks dalam Degeng (1998 : 14)
mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer,
selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan
pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi
dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si
belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung
pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai oleh si belajar dalam
menginterpretasikannya.
Tahapan-tahapan pembelajaran dalam model konstruktivisme diberi nama General structure of a constructivist teaching Sequence, sedangkan Tyler (1996) menyebutkan
dengan Constructivisme and conceptual
change views of Learning in science. Lebih lanjut Driver dan Tyler menjelaskan bahwa model pembelajaran konstruktivisme
terdiri atas lima tahapan penting, yaitu menganalisa
masalah, menentukan masalah, mengatasi masalah, tindak lanjut dan pemantapan
hasil tindak lanjut.
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky (dalam
Degeng, 1998 : 25) yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat
dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut : Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang
mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui
kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur
kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview. Kedua, penyusunan program pembelajaran.
Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi
pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada
awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang
akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya
sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam
lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui
diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut
kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak
menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila
gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya.
Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya
melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif. Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan
yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan
dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini
diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk
memudahkan merestrukturisasikannya. Kelima,
restrukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan
tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam
praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas
an untuk mendukung ramalannya itu. (b)
konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah
ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan
melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik
kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong
untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak
mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini
dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang
pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang
kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep
yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah
yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama dan, Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih
konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk
menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk
memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara
empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka
dengan penjelasa secara keilmuan. Ketujuh,
review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah
berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal
pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi
yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar
miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur
kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya
prestasi siswa bersangkutan.
7. Penerapan Model Pembelajaran
Konstruktivisme pada materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya
Tahapan-tahapan Model Pembelajaran
Konstruktivisme pada materi pokok Perkembangan teknologi produksi, komunikasi,
dan transportasi serta pengalaman menggunakannya dapat diuraiakan secara
terperinci. Pada tahapan orientasi model tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
pada tahapan pemunculan gagasan siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan
hal-hal yang mereka ketahui tentang materi pembelajaran yang tertuang dalam
tujuan pembelajaran. Pada tahap penyusunan ulang gagasan dan penerapan gagasan,
siswa diberi bimbingan untuk mengkaitkan dan mengembangkan materi pembelajaran
melalui pengerjaan lembar kerja siswa. Dalam pengadaan lembar kerja siswa
inilah dibentuk kelompok kerja kelompok belajar.
Dalam
rangka mewujudkan kelima tahapan tersebut mengisyaratkan bahwa yang aktif dalam
pembelajaran adalah siswa. Kegiatan siswa pada awal pembelajaran yaitu
pengenalan konsep yang kemudian siswa memunculkan konsepsi/gagasannya yang
sesuai dengan materi pembelajaran. Penyusunan ulang gagasan dan penerapan
gagasan merupakan proses adaptasi dan asimilasi pembelajaran. Dalam rangka
kedua proses tersebut perlu didukung dengan suasana pembelajaran. Untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menarik menurut Bahamdin 2007:
199, guru harus menyesuaikan dengan karakteristik siswanya.
Pada tahapan orientasi dan pemunculan
gagasan, peneliti memberi kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pendapat
awal dari materi pembelajaran. Pada tahapan penyusunan ulang gagasan, guru menjelaskan materi-materi pokok dan
essensial dengan memfasilitasi siswa dengan gambar-gambar yang berhubungan
dengan materi pembelajaran perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan
transportasi serta pengalaman menggunakannya. Dalam rangka melaksanakan tahapan
penerapan gagasan, peneliti membimbing dan menugaskan siswa unhrk mengembangkan
pengetahuan materi pembelajaran secara berkelompok mengerjakan lembar kerja
tentang perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman
menggunakannya.
Pada tahapan pemantapan gagasan
dilaksanakan pendalaman materi dan tes formatif untuk mengetahui dan mengukur
daya serap siswa terhadap materi pembelajaran. Kegiatan untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam mengembangkan pengetahuan materi pembelajaran digunakan
lembar kerja siswa, sedangkan respon siswa terhadap model pembelajaran
konstruktivisme menggunakan lembar
observasi.
Tahapan terakhir dalam model
konstruktivisme, yaitu pemantapan gagasan dalam hal ini dilakukan dengan memberikan
penekanan pada materi-materi pokok dan materi esensial yang penting.
B. Kerangka Berpikir
Menurut Muhamad (2009:75) Kerangka pikir adalah gambaran
mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh
jalan pikiran menurut kerangka logis. Adapun kerangka berpikir dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini
adalah :
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan
Dengan
mempertimbangkan pendapat para ahli pendidikan tersebut dan rencana implikasi
model pembelajaran konstruktivisme maka
hipotesis tindakan sebagai berikut :
1.
Penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan keaktifan
siswa terhadap materi pembelajaran “Perkembangan teknologi produksi,
komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya”,
2.
Penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada LKS
dapat. meningkatkan hasil belajar siswa untuk mengembangkan pengetahuan
terhadap materi pembelajaran.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat
Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di
Sekolah Dasar Negeri Negarajati 04 UPT Disdikpora Kecamatan Cimanggu Kabupaten
Cilacap pada tahun pembelajaran 2010/2011. Penulis mengambil lokasi atau tempat
ini dengan pertimbangan bekerja pada sekolah tersebut, sehingga memudahkan
dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subjek penelitian yang sangat
sesuai dengan profesi penulis
2. Waktu
penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan
Maret 2011 s.d April 2011, dengan perincian sebagai berikut:
1. Tahap
persiapan, minggu pertama, bulan Maret 2011.
2. Tahap
pelaksanaan, minggu kedua, ketiga dan keempat bulan Maret dan minggu pertama
dan kedua bulan April 2011
3. Tahap
laporan, minggu ketiga dan keempat bulan April 2011.
B. Subjek Penelitian
Subjek
pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ini adalah
siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Negarajati 04 UPT Disdikpora
Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap pada tahun pembelajaran 2010/2011.
C. Data dan Sumber Data
1.
Data
Sumber Data dalam penelitian ini
adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Negarajati 04
UPT Disdikpora Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap pada tahun pembelajaran
2010/2011, dengan jumlah siswa
sebanyak 37 siswa.
2.
Sumber Data
Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif
dan kuantitatif yang terdiri atas:
a.
Proses belajar mengajar
b.
Data Hasil Belajar / tes formatif
c. Data keterkaitan antara perencanaan dengan
pelaksanaan kegiatan
D. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti (Usman dan Akbar, 1995 : 54). Subjek
penelitian adalah proses pembelajaran seni rupa, obyek yang diamati adalah
hasil karya siswa.
2. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara dua orang atau
lebih secara langsung (Usman dan Akbar, 1995 : 57). Wawancara berguna untuk :
a) Mendapatkan data ditangan pertama
b) Pelengkap teknik pengumpulan data
c) Menguji hasil pengumpulan data
lainnya.
3. Dokumentasi
a) Teknik
pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen – dokumen (Usman dan Akbar, 1995 : 75)
b) Dokumentasi adalah suatu metode pencarian data
mengenai hal – hal atau variabel berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalan dan
lainnya. Aspek – aspek untuk menambah kelengkapan data dalam dokumentasi
meliputi catatan – catatan, foto – foto (Arikunto, 1982 : 187).
c) Teknik
dokumentasi untuk mendapatkan latar belakang yang luas, tentang pokok-pokok
penelitian, dan dapat dijadikan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data
(Nasution,1996).
d) Dokumen
lama dapat digunakan dalam penelitian sebagai sumber data, dan
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,
bahkan untuk meramalkan (Moleong, 1989).
E. Validitas Data
Untuk
menjamin kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian maka
dipilih dan ditentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data
yang diperolehnya. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik triangulasi.
Menurut Lexy Moeleong (2000:178) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Validitas
data dimaksudkan agar data yang dikumpulkan untuk keperluan penelitian ini
nantinya adalah data yang valid. Menurut Nasution (1998 : 144) ada beberapa
cara yang dilakukan agar kebenaran has'il penelitian dapat dipercaya, yaitu
dengan cara sebagai berikut :
1. Memperpanjang masa
observasi
2. Pengamatan yang terus
menerus
3. Trianggulasi
Dalam penelitian ini validitas
data dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi dilakukan dengan maksud
untuk mengecek kebenaran data yang diperoleh dan membandingkannya dengan data
yang diperoleh dari sumber lain. Kebenaran hasil wawancara dengan wali kelas
dapat dibandingkan dengan arsip atau dokumen maupun melalui pengarnatan ketika
proses belajar berlangsung. Triangulasi sumber data dilakukan untuk mengecek
kebenaran data dari guru kelas maupun anak. Sedangkan triangulasi metode
dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk
mendapatkan data yang sama. Observasi dapat dicek kebenarannya dari arsip atau
dokumen dan wawancara..
F. Teknik Analisa Data
Pada
penelitian tindakan kelas, data dianalisis sejak tindakan pembelajaran dilakukan,
dilambangkan selama proses refleksi sampai proses penyusunan laporan. Analisis
data ini dilakukan secara kualitatif melalui tiga alur. Menurut Miles dan
Hubermen (1992: 15-20) alur yang meliputi reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Sedang menurut Sutama (2000:104) reduksi
adalah proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan
transportasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.
Dalam
penelitian ini data diperoleh dari tes, observasi dan wawancara terhadap pihak-pihak
yang terkait langsung dalam proses belajar mengajar, hasil reduksi berupa uraian
singkat yang telah digolongkan dalam suatu kegiatan tertentu.
Penyajian
data berupa sekumpulan infomasi dalam bentuk teks naratif yang disusun, diatur
serta diringkas dalam bentuk kategori sehingga mudah dipahami makna yang
terkandung didalamnya. Sedangkan penarikan kesimpulan dilaksanakan secara
bertahap yaitu dari kumpulan makna setiap kategori disimpulkan sementara,
kemudian diadakan vertifikasi untuk menyimpulkan dengan tepat melalui diskusi
bersama mitra kolaborasi agar memperoleh derajat kepercayaan yang tinggi. Analisis
data menggunakan analisis deskriptif komperatif dengan grafik yaitu
membandingkan kondisi nilai tes awal siklus I, siklus II dan nilai tes setelah
siklus III.
G. Kriteria Keberhasilan
Kriteria untuk mengukur tingkat keberhasilan upaya perbaikan
pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.
Kriteria siswa tuntas belajar
apabila telah mencapai tingkat penguasaan materi pembelajaran sebesar 80% ke
atas atau mendapat nilai 80.
2.
Proses perbaikan pembelajaran
dinyatakan berhasil apabila 85% dari jumlah siswa tuntas belajar.
3.
Proses perbaikan pembelajaran
dinyatakan berhasil apabila 85% dari jumlah siswa terlibat secara aktif dalam
pelaksanaan pembelajaran.
H. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan tiga
siklus, dan tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan aktivitas dan
kompetensi yang dicapai, berdasarkan perencanaan yang telah didesain
sebelumnya. Pengamat melakukan observasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan
sebagai bahan untuk tujuan perbaikan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing
siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
1. Perencanaan
a. Merancang
skenario pembelajaran sebanyak tiga siklus.
b. Melaksanakan
tindakan, sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam setiap siklus.
c. Mempersiapkan
alat peraga yang sudah disesuaikan dengan proses pembelajaran IPS
d. Membuat lembar
onservasi untuk mengamati kegiatan siswa dan guru selama proses kegiatan
pembelajaran berlangsung.
2. Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan tindakan
dengan tiga siklus sesuai dengan rencana yang dibuat.
a. Siklus Pertama
Dalam
pelaksanaan tindakan pada siklus I guru mengadakan apersepsi yang ada
hubungannya dengan pemahaman konsep pembelajaran tentang materi perkembangan
teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman
menggunakannya setelah itu memasukan
kegiatan inti proses pembelajaran dengan jalan guru menerangkan materi
pembelajaran. Setelah semua siswa menyelesaikan kegiatan belajar pada siklus
satu kemudian diadakan analisis, hal ini sangat diperlukan untuk memperbaiki
proses pembelajaran selanjutnya pada siklus yang ke dua.
b. Siklus kedua
Dalam
pelaksanaan tindakan pada siklus II guru mengadakan apersepsi yang ada
hubungannya dengan pemahaman konsep pembelajaran tentang materi perkembangan
teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman
menggunakannya setelah itu memasukan
kegiatan inti proses pembelajaran dengan jalan guru menerangkan materi
pembelajaran. Setelah semua siswa menyelesaikan kegiatan belajar pada siklus dua
kemudian diadakan analisis, hal ini sangat diperlukan untuk memperbaiki proses pembelajaran
selanjutnya pada siklus yang ke ketiga.
c. Siklus Ketiga
Dalam
pelaksanaan tindakan kelas pada siklus ketiga ini tidak ada bedanya seperti
pelaksanaan pada siklus pertama dan kedua yang meliputi kegiatan proses belajar
yang, meliputi tiga kegiatan pokok yaitu apersepsi, kegiatan inti dan penutup
dan setelah akhir pelaksanaan tindakan pada siklus ketiga diadakan postest
3. Pengamatan
Melakukan
pengamatan terhadap pelaksaan tindakan kelas dengan lembar observasi yang telah
dipersiapkan. Observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh guru lain
sebagai kolaborasi yang diamati tentang keaktifan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran, mengamati kegiatan guru selama hasil observasi dijadikan bahan
untuk perbaikan proses pembelajaran selanjutnya.
4. Refleksi
Dari
hasil observasi tersebut guru merefleksikan diri apakah proses pembelajaran
yang telah dilakukan dapat meningkatkan pemahaman konsep pembelajaran tentang
materi perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya. Jika pemahaman belum mencapai standar yang ditetapkan,
maka perlu dibuat refleksi dengan dilakukan perubahan proses pembelajaran pada
siklus ketiga. Pada penelitian ini
indikator yang ingin dicapai nilai 80.
E. Jadwal
Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Minggu Ke
|
Keterangan
|
|||||||
Maret
|
April
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
I.
|
Persiapan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Perencanaan
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
II.
|
Pelaksanaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Proses pembelajaran
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Evaluasi
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Pengumpulan data
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
4
|
Analisis Data
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
5
|
Penyusunan Hasil
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
III.
|
Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Pelaporan Hasil
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
E. Personalia
Peneliti
I. PENELITI
a.
Nama Lengkap :
SRI
SURTI PEBRIANI
b.
NIM :
818157814
c.
Pekerjaan :
Mahasiswa
d.
Tugas :
Pengumpulan dan Analisis Data
II. TEMAN
SEJAWAT
a. Nama Lengkap :
WINARNI,
S.Pd.SD
b. NIP :
-
c. Pekerjaan
: Guru Kelas
d. Tugas :
Mengobservasi Kegiatan Perbaikan
Pembelajaran.