Menerima Pembuatan TESIS-SKRIPSI-PKP UT, Silahkan Baca Cara Pemesanan di bawah ini

Lencana Facebook

banner image

Tuesday, 25 November 2014

KTI : KENAIKAN PANGKAT PENILIK PLS




UPAYA  PENINGKATAN  PARTISIPASI  ORANG TUA  TERHADAP PROGRAM KELOMPOK BERMAIN DI PAUD PERMATA HATI 
DESA TARUNG MANUAH KECAMATAN BASARANG
KABUPATEN KAPUAS

ABSTRAK

…………………………………………
NIP. ………………..

Permasalahan yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah bagaimana partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati  Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas? Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati  Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas. Untuk mendapatkan jawaban terhadap permasalahan di atas, peneliti menggunakan metode kualitatif, teknik pengumpulan data dalam bentuk observasi, dokumentasi, dan teknik wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk partisipasi orang tua terhadap program kelompok bermain di PAUD Permata Hati  Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas meliputi: 1) mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain, 2) kontribusi pemikiran, tenaga, waktu dan dana untuk peningkatan mutu layanan Kelompok Bermain, 3) menjalin komunikasi yang baik dengan pengelola/pendidik Kelompok Bermain, dan 4) memberi motivasi serta kepedulian terhadap pendidikan anak. Untuk lebih meningkatkan partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain, diharapkan peran tutor lebih diintensifkan. Kurangnya pengetahuan orangtua tentang program Kelompok Bermain baik konsepnya, kiprahnya, dan manfaat yang dihasilkan bagi anak menjadi alasan penting bagi oprang tua yang tidak mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.

Kata kunci: partisipasi, orang tua, kelompok bermain.



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pembangunan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan kualitas sumberdaya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh. Sangat disadari bahwa usia dini merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan bagi perkembangan pada tahap berikutnya. Dengan demikian pembinaan anak sejak dini dapat memperbaiki prestasi belajar dan meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasa. Stimulasi dini pada masa keemasan sangat diperlukan untuk memberikan rangsangan terhadap seluruh aspek perkembangan anak yang mencakup penanaman nilai-nilai dasar, pembentukan sikap dan pengembangan kemampuan dasar. Di Indonesia, pendidikan usia dini dilakukan melalui antara lain pendidikan di taman kanakkanak (TK), Kelompok Bermain, dan Raudhatul Atfhal (RA).
Pada usia 4 tahun pertama separuh kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk. Bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapat rangsangan yang maksimal, maka potensi otak anak tidak akan berkembang. Pada usia 8 tahun 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk. Selanjutnya kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah berusia sekitar 18 tahun (Eka, 2005: 19).
Teori tersebut mengisyaratkan bahwa usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama. Sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini telah mendorong
pemerintah dalam hal ini Direktorat PAUDNI untuk memfasilitasi terbentuknya lembaga pendidikan anak usia dini, dan salah satunya adalah “Kelompok Bermain”. Hal ini secara resmi tertuang didalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini.
Penyelenggaraan PAUD melalui program “Kelompok Bermain” berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Adanya program Kelompok Bermain diharapkan dapat dijadikan wahana untuk melahirkan generasi bangsa yang berkualitas. Dan untuk mencapai tujuan mulia tersebut tidak hanya sarana dan fasilitas pendidikan saja yang diperlukan, akan tetapi adanya kerja sama dan partisipasi serta dukungan dari pihak lain terutama partisipasi orang tua.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Hal selaras juga di kemukakan oleh Purnawati (2005: 75), bahwa: Lembaga pendidikan hanya merupakan pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak ialah dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan informal/ keluarga ke lembaga pendidikan baik formal maupun non formal memerlukan kerjasama antara orang tua, pendidik dan masyarakat.
Konsep ini mengisyaratkan kepada orang tua yang memiliki anak usia dini bahwa partisipasi untuk selalu peduli mendayagunakan kemampuan yang ada mutlak dibutuhkan dalam mendukung terwujudnya tujuan pembelajaran bagi anak. Tanpa partisipasi orang tua tentu pendidik akan mengalami hambatan-hambatan dalam mengembangkan potensi anak. Sehebat apapun seorang pendidik dan selengkap apapun fasilitas yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan, jika tidak ditunjang oleh keterlibatan orang tua dalam setiap program pendidikan, maka lembaga pendidikan tidak banyak membantu. Asumsi ini jika dijelaskan apabila orang tua memperoleh pemahaman yang benar mengenai pentingnya pendidikan anak usia dini, maka akan terbentuk keyakinan yang mengarah pada pembentukan sikap yang positif yang akhirnya menumbuhkan partisipasi yang tinggi terhadap kesuksesan pendidikan anak.
Partisipasi berarti mengambil bagian atau peran dalam pelaksanaan pendidikan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasilnya. Cohen dan Uphoff,1980 (Purnawati, 2005: 44).
Dari teori tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk pikiran, tenaga, waktu, keahlian, ataupun materi. Sedangkan Hardjasoemantri, melihat partisipasi akan terwujud apabila ada kemauan, kemampuan dan kesempatan. Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari seseorang serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhinya 3 faktor pendukungnya yaitu: adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi (Hardjasoemantri, 1993: 44).
Dari pengertian tersebut jika diselaraskan dengan pendidikan anak dapat dikatakan bahwa wujud partisipasi orang tua terhadap Kelompok Bermain tidak sebatas tanggung jawab orang tua untuk mengikutkan anaknya pada program Kelompok Bermain, tapi lebih dari itu kontribusi pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi demi peningkatan mutu layanan Kelompok Bermain merupakan wujud tanggung jawab orang tua terhadap peningkatan mutu/kualitas program Kelompok Bermain.
Pada pespektif lain menyediakan lingkungan dan alat permainan di rumah yang bersifat edukatif, berinteraksi dengan anak secara emosional dan intelektual, memberi motivasi, memberi kesempatan kepada anak untuk dapat bereksplorasi dengan lingkungannya, memberi keteladanan yang baik, menanamkan kebiasaan yang baik, mengadakan komunikasi yang baik dengan pihak pendidik/tutor, merupakan bukti partisipasi orang tua untuk perkembangan dan pendidikan anaknya
Pentingnya partisipasi orang tua dalam pendidikan anak telah disadari oleh banyak fihak, kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam reformasi pendidikan pun menempatkan partisipasi orang tua sebagai salah satu (dari 3) pilar keberhasilannya. Berhasil baik atau tidaknya pendidikan anak bergantung dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat (Siahaan, 1991: 47).
Konsekwensi logisnya bahwa Kelompok Bermain sebagai lembaga pendidikan non formal yang hidup dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat, jelas bukan layanan pendidikan yang berjalan terisolasi dari masyarakat, melainkan berorientasi kepada kenyataan-kenyataan kehidupan dan hidup bersama-sama masyarakatnya baik masyarakat sebagai orangtua siswa, masyarakat terorganisasi, atau masyarakat secara luas. Masyarakat memiliki potensi-potensi yang dapat didayagunakan dalam mendukung program Kelompok Bermain, agar dapat tumbuh dan berkembang sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Sementara di satu sisi masyarakat memerlukan jasa Kelompok Bermain untuk mendapatkan program-program pendidikan sesuai dengan yang diinginkan.
Jalinan semacam itu diharapkan dapat saling melengkapi satu sama lain untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini. Antara pengelola Kelompok Bermain dan aspirasi orang tua dan masyarakat harus terjalin, terwujud dan terpelihara keberadaannya sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dalam menyelenggarakan proses pendidikan yang bermutu. Sehingga pada tataran selanjutnya apabila partisipasi telah terpelihara dengan baik, maka Kelompok Bermain tidak akan mengalami kesulitan yang berarti dalam mengembangkan berbagai jenis program, karena semua pihak telah memahami dan merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan program yang dikembangkan oleh Kelompok Bermain, sementara disatu sisi peran masyarakat terutama orang tua bukan hanya pada stakeholders, tetapi menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan.
Di era globalisasi saat ini justru timbul suatu permasalahan, yaitu minimnya partisipasi masyarakat khususnya orang tua yang memiliki anak usia dini dalam menunjang kualitas dan kuantitas layanan Kelompok Bermain sebagai layanan pendidikan bagi anaknya. Anggapan bahwa bermain merupakan pemborosan waktu tanpa hasil apapun menyebabkan orang tua merasa enggan atau berat untuk mengeluarkan biaya perlengkapan pendidikan anak. Selain itu banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah dalam menopang kebutuhan hidup keluarga. Saat kerja anak di ajak serta atau ditinggal sama saudara yang lebih tua ataupun dititipkan dirumah tetangga ketimbang diikutkan dalam program Kelompok Bermain. Faktor ekonomi serta rendahnya pendidikan orang tua yang ditandai pola pikir sederhana dan rendahnya kebutuhan informasi yang bermutu merupakan indikator penyebab minimnya partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain.
Sementara dalam kasus lain didapati bahwa orang tua yang berpendidikan cukup dengan tingkat status sosial ekonomi yang memadai tetapi tidak begitu peduli dengan perkembangan dan pendidikan anak, serta menyerahkan sepenuhnya urursan pendidikan anak kepada pihak pendidik Kelompok Bermain. Anggapan bahwa ihwal pendidikan anak merupakan urusan pendidik atau tugas Depdiknas ataupun masalah yang harus dipecahkan oleh para pakar pendidikan dan pihak-pihak lain di luar dirinya.
Karakteristik orang tua seperti ini lebih mementingkan kegiatan sebagai orang yang sibuk dalam pemenuhan materi serta melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak dengan alasan bahwa kewajiban terhadap anak telah dilaksanakan (disekolahkan), adminitrasi telah dipenuhi, kelengkapan sarana belajar di rumah telah dibelikan dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan pembenaran paradigma kepada orang tua tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak usia dini, bagaimana cara mendidik dan apakah hakikatnya mendidik anak dengan baik.
Terlepas dari permasalahan tersebut, semua orang tua tanpa kecuali
mengharapkan anak-anaknya kelak berhasil dikemudian hari. Harapan orang tua inilah yang melatar-belakangi terjadinya hubungan yang penting antara orang tua dan Kelompok Bermain. Karena dalam Kelompok Bermain terdapat beberapa program pembelajaran yang dikemas dalam bentuk permainan, namun hakekatnya mendidik, melatih, dan mengembangkan potensi anak, seperti: pengembangan keterampilan anak yang meliputi: mengasah motorik halus/kasar, daya cipta, daya pikir, dan bahasa; untuk program kesehatan fisik diajarkan cara menjaga kebersihan dan kebugaran tubuh; program kemampuan interaksi sosial diajarkan kepada anak cara atau kemampuan bersosialisasi, berkomunikasi dengan sesama teman, guru dan orangtua, memiliki rasa solidaritas dan nilai keagamaan; sedangkan untuk program pembinaan karakter diajarkan kepada siswa melatih kemandirian, sportifitas dalam bermain, tanggung jawab, dan kerjasama.
Diharapkan dengan adanya program Kelompok Bermain tersebut, anak dapat mengembangkan potensinya dengan baik. Namun karekteristik setiap orang tua tentu berbeda, sehingga dalam berpartisipasi dalam pendidikan anak dengan cara yang berbeda-beda. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, adanya perbedaan tersebut disebabkan karena latar belakang keluarga yang berbeda pula seperti pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, tingkat sosial ekonomi orang tua, wawasan orang tua, dan sebagainya. Kondisi ini mewarnai kehidupan anak usia dini yang selamanya tidak mendapat hak yang sama dalam memperoleh pendidikan, termasuk dengan apa yang terjadi di Desa Tarung Manuah, Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas. Banyak sekali anak usia dini di desa Tarung Manuah yang tidak diikutkan pada program pendidikan anak usia dini.
Pemilihan PAUD Permata Hati sebagai obyek penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa hasil observasi awal yang peneliti lakukan, terdeteksi bahwa dari ….. jumlah anak usia dini di desa ini, tercatat hanya ….. anak yang ikut pada program PAUD yang tersebar di dua lembaga PAUD yang ada di desa tersebut. Dengan demikian sebagian besar anak tidak ikut dalam program PAUD. Berbagai upaya pendidik dalam mensosialisasikan program Kelompok Bermain kepada masyarakat terutama orang tua yang memiliki anak usia dini dengan strategi door to door (dari pintu ke pintu), namun belum memberikan hasil yang optimal.
Dalam kasus lain adalah sulitnya pendidik dalam menjalin komunikasi
dengan orang tua. Selain karena kesibukan pekerjaan domestik orang tua juga
kebanyakan yang menjaga anaknya di PAUD bukan orang tua melainkan
pengasuh, kakak atau orang tua yang bukan bertanggung jawab atas pendidikan
anak, sehingga hal ini menyulitkan pendidik untuk menyampaikan hal-hal penting kepada orang tua yang berhubungan dengan perkembangan pendidikan anaknya ataupun kegiatan ekstrakorikuler anak. Selain itu jarang sekali ada orang tua tersebut berkunjung ke PAUD untuk mengecek kegiatan anaknya atau menanyakan langsung pada pendidik tentang perkembangan kegiatan belajar anaknya.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, penulis berasumsi bahwa partisipasi orang tua terhadap Kelompok Bermain dapat berdampak keberhasilan tujuan diselenggarakannya pendidikan bagi anak usia dini di Desa Tarung Manuah. Untuk membuktikan hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan tingkat partisipasi orang tua terhadap Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati Desa Tarung Manuah. Dengan latar belakang masalah tersebut peneliti ingin melakukan suatu penelitian di lapangan dengan memformulasikan judul: ”Upaya Peningkatan Partisipasi Orang Tua Terhadap Program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati  Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas”.
B.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati  Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas?
C.  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati  Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas.
D.  Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a.  Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan pendidikan, khususnya tentang partisipasi orang tua terhadap pelaksanaan program kelompok bermain.
b. Mengembangkan potensi untuk penulisan karya ilmiah, khususnya bagi pribadi peneliti maupun kalangan akademisi, dalam memberikan informasi kepada dunia pendidikan akan pentingnya partisipasi orang tua dalam melaksanaan program kelompok bermain.
2. Manfaat Praktis :
a.  Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman terhadap partisipasi orang tua terhadap pelaksanaan program kelompok bermain di PAUD Permata Hati  Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas.
b.  Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam meningkatkan partisipasi, serta berguna untuk pengembangan penelitian selanjutnya khususnya menyangkut pelaksanaan program kelompok bermain.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil Penelitian
1.    Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sebelum mendeskripsikan temuan dan membahas temuan dalam penelitian ini, terlebih dahulu dikemukakan tentang kondisi umum atau profil dari PAUD Permata Hati di Desa Tarung Manuah Kecamatan Barangrang, Kabupaten Kapuas.
a.    Sejarah Singkat
PAUD Permata Hati  berdiri tahun ….. terletak di dusun ……. PAUD ini berawal dari bantuan pemerintah dan swadaya masyarakat dengan sifat fisik bangunan darurat, namun seiring perkembangan zaman sampai sekarang ini telah memiliki bangunan permanen yang terdiri dari ruang bermain anak, ruang belajar anak dan ruang kepala sekolah.
b.    Sarana dan Prasarana
Tabel    4.1 Sarana dan Prasana Bermain Anak PAUD Permata Hati  Tahun Pelajaran 2011/2012

No
Jenis Sarana / Prasarana
Jumlah
Ket
1
Ayunan

Baik
2
Timbangan

Rusak
3
Papan Lucur


4
Panggung Boneka


5
Dst


6
Dst


7
Dst


Sumber: Data Dokumentasi PAUD Permata Hati, 2011

c.    Keadaan Pengelola dan Tutor
Tabel    4.2 Daftar Pengelola PAUD Permata Hati  Tahun Pelajaran 2011/2012

No
Nama / NIP
Jabatan
Ket




















Sumber: Data Dokumentasi PAUD Permata Hati, 2011
d.   Keadaan Peserta Didik

Tabel    4.3 Daftar Peserta Didik PAUD Permata Hati dalam 3 Tahun

No
Tahun Pelajaran
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
1
2009/2010



2
2010/2011



3
2011/2012



Sumber: Data Dokumentasi PAUD Permata Hati, 2011

e.    Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan salah satu unsur penting dalam suatu organisasi, karena hal ini sangat membantu pimpinan dalam melaksanakan tugas dan mewujudkan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi lembaga pendidikan merujuk pada struktur yang memuat susunan, pembagian tugas dan wewenang dan tanggung jawab serta hubungan antara bagian dalam suatu sistem kerja di bidang pendidikan yang disusun dalam bagian dalam suatu sistem kerja di bidang pendidikan yang disusun dalam bentuk struktur organisasi. Struktur ini terdapat hubungan kerja sama antara satu komponen dengan komponen yang lain sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Struktur Orgnisasi PAUD Permata Hati  Tahun Pelajaran 2011/2012 sebagaimana dijelaskan gambar di bawah ini.


 














Sumber: Papan Struktur Organisasi di PAUD Permata Hati Tahun 2011
Berdasarkan struktur tersebut, diperoleh gambaran program “Kelompok Bermain” di organisasi menurut tugas masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya setiap individu atau personil bertanggung jawab atas apa yang menjadi kewajibannya. Di dalam penyelenggaraan program “Kelompok Bermain” di PAUD Permata Hati mengacu pada rencana kerja atau kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan bimbingan belajar terhadap anak usia dini yang dilakukan dengan cara bermain sambil belajar. Bermain tapi bukan sembarang bermain, tapi bermain yang diarahkan.
Rencana kerja ini disusun secara sistematis dan terpadu oleh tutor
termasuk kepala PAUD selaku penanggung jawab terhadap pelaksanaan program “Kelompok Bermain”. Pelaksanaan program “Kelompok Bermain” secara terarah dan terpadu mengandung beberapa keuntungan: 1) Pembelajaran pada “Kelompok Bermain” sesuai dengan kelompok umur peserta didik. 2) Pelayanan bimbingan belajar akan dapat membantu menumbuhkembangankan potensi peserta didik. 3) Pelayanan bimbingan belajar akan mudah dinilai keberhasilannya. 4) Pelayanan bimbingan belajar sesuai dengan tugas, dana dan waktu yang tersedia.
Secara umum ruang lingkup program pembelajaran di PAUD ini dirancang untuk pengembangan prilaku peserta didik. Untuk mensukseskan pelaksanaan program faktor-faktor yang selalu diperhatikan pengelola PAUD Permata Hati adalah sebagai berikut:
a.    Kematangan perencanaan, yaitu perencanaan yang dibuat dan dipersiapkan dengan waktu yang cukup baik serta berisikan segala kebutuhan yang akan dilakukan dalam program kematangan.
b.    Kesiapan dukungan sarana, yaitu kegiatan pembentukan prilaku sosial emosional akan semakin optimal jika sarananya tercukupi. Jika program tersebut diluar sekolah maka harus disediakan kendaraan yang cukup memadai untuk seluruh anak.
c.    Kesatuan tim kerja yaitu guru, staf, dan anak didik harus memiliki kesamaan sasaran. Bahkan jika melibatkan orangtua, maka peran mereka juga perlu di komunikasikan agar semua orang yang terlibat mengerti akan hak dan kewajibannya dengan baik.
Aspek-aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran spontan tetap harus mengacu pada standar prilaku yang berlaku dalam kurikulum. Secara formal rincian prilakunya sama dengan yang dikembangkan dalam kegiatan rutin, terprogram, maupun dalam kegiatan lainnya. Adapun cara-cara yang lebih sederhana dapat dilakukan misalnya dengan menempel isi program atau kurikulum diruangan kelas, diatas meja guru dan ditempat yang mudah dihampiri oleh guru jika guru memerlukannya dan dapat di bawa oleh guru saat sedang berinteraksi dengan anak.
Beberapa kegiatan rutin terjadwal setiap hari yang dilakukan guru di PAUD Permata Hati  yang mempunyai arti penting dalam pembentukan perilaku anak, antara lain adalah:
a. Kegiatan baris-berbaris sebelum masuk kelas.
Maksud dari kegiatan ini akan membawa dampak yang cukup hebat dalam pembentukan prilaku anak sebagai bekal kehidupannya di masyarakat. Misalnya :1) memiliki kebiasan antri; 2) memiliki kebiasaan giliran; 3) menanamkan kebiasaan hidup tertib, rapi, dan disiplin; 4) menanamkan kesabaran sesuai dengan keharusannya.
b. Kegiatan berdo’a sebelum dan sesudah memulai kegiatan belajar.
Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk dapat membiasakan dan
menghasilkan prilaku khusus diantaranya: 1) Kesadaran akan kebesaran Tuhan; 2) Memiliki hafalan do’a yang biasa di bacakannya; 3) Menumbuhkan rasa bersyukur; 4) Menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya sebagai dasar untuk bekerja dengan baik dan bersungguh-sungguh; 5) Memiliki tata cara berdo’a yang sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.
2.    Analisis Data Hasil Wawancara
Jika diamati hasil temuan yang diuraikan dalam pembahasan ini, meliputi: partisipasi orang tua terhadap Program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati  desa Tarung Manuah kecamatan Barangrang kabupaten Kapuas. Bentuk-bentuk partisipasi orang tua dalam program Kelompok Bermain yang berhasil terungkap dari hasil wawancara adalah sebagai berikut:
a.    Mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa banyak orang tua yang tidak mengikutkan anaknya di program Kelompok Bermain. Banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya partisipasi orang tua, namun yang lebih dominan adalah karena ketidaktahuan orang tua tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak sehingga PAUD dianggap hal itu tidak penting untuk anaknya. Seperti ungkapan orang tua bahwa:

“Saya ingin agar anak saya cepat pintar misalnya mampu menghitung, membaca dan menulis. Untuk apa saya capek-capek mengantar dan menjaga anak bila pembelajaran di PAUD hanya bermain dan bernyanyi saja (W/AS-OT/17-09-2011).

Sementara sebagian warga masih beranggapan bahwa keberadaan
pendidikan anak usia dini hanya untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. Seperti ungkapan orang tua berikut ini:

“Kalau sekolah biar dulu, anak saya baru berumur 4,5 tahun yang masih butuh perhatian dan kasih saya dari orang tua. Kalau sejak kecil anak sudah di tuntut untuk belajar nanti cepat jenuh dan besar nanti malas ke sekolah (W/KA-OT/10-09-2011).

Dari wawancara tersebut dapat dikemukakan bahwa kurangnya
pengetahuan orang tua tentang tujuan dan manfaat diselenggarakannya pendidikan usia dini. Orang tua beranggapan bahwa Kelompok Bermain merupakan tempat bermain dan bernyanyi saja. Selain itu keberadaan pendidikan anak usia dini hanya untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. Yang tidak disadari orang tua bahwa gaya belajar anak adalah bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Hal tersebut selaras dengan ungkapan Pengelola PAUD bahwa:
Saya kira, setiap orangtua selalu berharap agar anaknya menjadi anak yang soleh, sopan, pandai bergaul, pintar dan sukses. Tetapi jika melihat kondisi sekarang ini, dengan tidak seimbangnya jumlah APK dan APM, maka harapan orangtua tersebut hanya akan berakhir antara harapan dan kenyataan. Bagaimana orang tua untuk mewujudkan harapan tersebut, itulah yang paling penting (W/FO-PPAUD/2-09-2011).

Dari wawancara tersebut terungkap bahwa jumlah anak wajib sekolah (APK) di desa Tarung Manuah lebih besar daripada jumlah anak yang ikut dalam program pendidikan (APM), mulai dari jenjang PAUD sampai SLTA. Meski demikian keberadaan PAUD di desa ini mendapat antusias dari sebagian warga. Karena program-program yang ditawarkan sangat baik bagi perkembangan anak usia dini, baik program pembinaan keterampilan, kesehatan fisik, interaksi sosial, maupun pembinaan karakter. Hal ini sangat mendukung perkembangan PAUD
selanjutnya. Hal tersebut juga diungkapkan oleh pengelola PAUD. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh penjelasan bahwa:

PAUD diselenggarakan sesuai dengan tahap perkembangan dan potensi masing-masing anak. PAUD diajarkan melalui cara bermain, dengan begitu tidak merampas haknya. Semua itu untuk mengembangkan semua potensi anak, dari motorik, bahasa, kognitif, emosional dan sosial dengan mengedepankan kebebasan memilih, merangsang kreativitas dan penumbuhan karakter. PAUD memberikan lingkungan yang kaya akan rangsangan indera, yang dirancang secara sadar dan terencana, yang dilakukan orang dewasa (orangtua/pendidik) agar
seluruh potensi anak dapat berkembang secara optimal (W/YAPPAUD/2-09-2011)

Dari wawancara dengan informan tersebut telah menepis anggapan masyarakat bahwa Kelompok Bermain hanya merupakan tempat bermain dan bernyanyi saja di sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. PAUD sesuai dengan tahap perkembangan dan potensi masing-masing anak. PAUD diajarkan melalui cara bermain. Semua itu untuk mengembangkan semua potensi anak, dari motorik, bahasa, kognitif, emosional dan sosial dengan mengedepankan kebebasan memilih, merangsang kreativitas dan penumbuhan karakter. Karena dalam perkembangan jiwa anak terdapat periode-periode kritis yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan baik, maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri dan kepribadian yang terganggu. Lebih jauh lagi bahkan tugas sebagai makhluk
sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik
untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya akan gagal sama
sekali. Prinsip-prinsip PAUD berorientasi pada kebutuhan anak. Segala
kegiatan harus ditujukan pada kebutuhan anak sebagai individu. Selain itu, kegiatan belajar dilakukan melalui sarana bermain. Dengan bermain anak akan melakukan eksplorasi, sehingga dapat menemukan pengetahuan dari benda-benda yang dimainkannya. Hal ini juga disadari oleh beberapa orang tua anak, seperti yang dikemukakan oleh orangtua anak didik bahwa:
Saya tidak tahu cara mendidik anak dengan baik, agar anak jadi pintar dan cerdas serta tidak ketinggalan dengan anak-anak yang lainnya, maka anak saya ikutkan dalam program Kelompok Bermain. Karena saya menilai PAUD Permata Hati 1 mempunyai fasilitas belajar dan tempat bermain yang baik yang tidak mungkin saya dapat menyediakannya (W/AH-OT/7-09-2011).

Pernyataan hampir sama pula dikemukakan oleh orang tua anak didik lainnya. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh informasi bahwa:

Pada intinya saya ingin membahagiakan anak saya, karena melalui Kelompok Bermain, selain anak mendapat teman banyak, juga saya berharap, anak akan berkembang secara optimal baik kognitif maupun karakternya. Selain itu juga saya merasa bahagia bila melihat kehidupan anak yang penuh dengan canda dan tawa saat bermain dengan teman-temannya. Itulah dunia mereka, adalah dunia bermain (W/KH OT/7-09-2011).

Dari wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi orangtua dalam mengikutkan anaknya dalam Kelompok Bermain cukup signifikan. Dalam hal ini, kedudukan dan fungsi orang tua dalam kehidupan anak sangatlah penting dan fundamental, orang tua pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawabnya. Sejalan dengan itu, melihat kesibukan orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka hal yang sangat mustahil bila orangtua akan mampu mendidik anak-anaknya tanpa bantuan orang lain yang lebih berkompeten. Disinilah peranan Program Kelompok Bermain sangat penting. Seperti yang diungkapkan oleh orang tua peserta didik. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh penjelsan bahwa:

Sebagai pedagang keliling, saya hampir tidak punya waktu dalam
mendidik anak. Dalam mendukung perkembangan pengetahuan anak saya tidak segan-segan mengikutkannya dalam program PAUD. Biar anak saya tumbuh dan berkembang secara normal, baik fisiknya maupun pengetahuannya (W/VP-OT/7-09-2011).

Pernyataan hampir sama pula dikemukakan oleh orang tua peserta didik lainnya bahwa:

Banyak fasilitas permainan edukatif yang disediakan di PAUD Permata Hati 1. Selain itu juga tersedia berbagai macam media pembelajaran yang sangat memudahkan anak dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Tentang kemandirian, anak saya tidak pernah saya jaga. Awalnya memang dijaga, tapi kemudian tidak lagi, karena banyak kerjaan di rumah. Soal dia menangis dan berontak, ada guru yang mengurusnya. Saya kira mereka ahlinya. Dan sekarang Alhamdulillah anak saya rajin ke PAUD  (W/MTOT/11-09-2011).

Dari wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa orangtua yang memiliki wawasan jauh ke depan akan lebih memilih mengikutkan anaknya di program Kelompok Bermain daripada berada dirumah.
b.    Kontribusi pemikiran, tenaga, waktu dan dana untuk peningkatan mutu layanan Kelompok Bermain
Untuk memperoleh data tersebut peneliti mewawancarai pengelola PAUD, diperoleh penjelasan:

Kalau sumbangan tenaga dan materi ada. Disaat kita merayakan HUT Kemerdekaan atau peringatan hari-hari besar keagamaan, partisipasi orang tua tidak dapat di hitung mulai dari menyediakan perlengkapan sampai mendampingi anak saat mengikuti pawai atau gerak jalan. Itu semua butuh dana, tenaga dan menyita waktu orang tua, bu. Kalau kontribusi pemikiran, kami sangat bersyukur dan terbuka jika ada orang tua yang memberikan saran ataupun kritikan yang bersifat membangun, demi pengembangan PAUD ke depan (W/YA-PPAUD/14-08-2011).

Selaras dengan apa yang dikemukakan oleh orang tua peserta didik mengemukakan penjelasan bahwa:

Kalau kontribusi pemikiran atau materi belum, tapi kalau tenaga sering bu, saat ada kegiatan ekstrakorikuler, seperti lomba senam sehat ceria tingkat kecamatan saya selalu mendampingi anak termasuk menyediakan kebutuhannya. Bahkan jika ada lomba gerak jalan tingkat PAUD setiap hari jadi kemerdekaan, saya juga ikut gerak jalan bersama ibu-ibu lainnya. (W/AG-OT/14-08-2011).

Dari wawancara tersebut terungkap bahwa selama ini yang orang tua hanya mengetahui bentuk partisipasi yang dapat diberikan terhadap program PAUD hanya waktu dan tenaga. Kurangnya partisipasi orang tua dalam kontribusi pemikiran dan dana dalam pengembangan PAUD, karena memang mereka tidak tahu harus menyumbangkan apa dan kontribusi pemikiran seperti apa.

Seperti yang dikemukakan oleh orang tua peserta didik, bahwa:

Pengadaan gedung dan fasilitas di PAUD kan tanggung jawab
pemerintah. Dari dulu memang begitu bu, kita hanya tahu
menyekolahkan anak. Sekarang pendidikan sudah digratiskan, tanpa ada biaya sedikitpun. Adanya program wajib belajar, kita sebagai orang tua hanya diwajibkan menyekolahkan anak, kan begitu. Kalau toh dimintai sumbangan dana, digunakan untuk apa? (W/AT-OT/19-08-2011).

Ungkapan informan tersebut mengisyaratkan bahwa kontribusi pemikiran dari orang tua masih rendah, bahkan hampir tidak ada karena sebagian besar orang tua memiliki pendidikan rendah, sehingga mereka tidak tahu pemikiran seperti apa yang dapat di berikan untuk pengembangan PAUD. Sementara kontribusi dana juga belum terpenuhi orang tua yang lebih disebabkan oleh faktor ekonomi dari orang tua yang sebagian besar berpenghasilan rendah.
Dengan demikian faktor pendidikan dan faktor ekonomi menjadi alasan penting kurangnya kontribusi pemikiran dan materi dari orang tua. Dari konsep tersebut, dapat dikatakan bahwa orang tua yang berpendidikan tinggi serta memiliki persepsi dan pemahaman yang sejalan dengan konsep pendidikan yang dikembangkan, akan dengan sukarela menyumbangkan pemikiran maupun material untuk peningkatan kualitas pendidikan anaknya. Dan sebaliknya, apabila tingkat pendidikan orang tua rendah serta tidak memiliki pemahaman tentang konsep pendidikan bahkan terkadang tidak sejalan dengan konsep yang
dikembangkan, akan timbul keragu-raguan untuk melibatkan diri untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan.
c.    Menjalin komuniksi yang baik dengan pengelola/pendidik Kelompok Bermain
Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti mewawancarai pengelola PAUD, bahwa:

Selama ini komunikasi dengan orang tua berjalan baik, karena apabila ada anak yang mengalami hambatan dalam belajarnya ataupun perkembangan mental dan psikologisnya, kami segera komunikasikan dengan orang tuanya. Dan itu salah satu jalan untuk membantu memecahkan permasalahan anak tersebut. Hal ini penting dalam menyatukan persepsi antara orangtua dan pendidik dalam hal mendidik anak (W/YAPPAUD/14-08-2011).

Pernyataan hampir sama pula dikemukakan oleh orang tua peserta didik lainnya bahwa:

Penting bagi kami menjalin komunikasi dengan pendidik, selain dapat mengetahui program yang dilaksanakan juga informasi tentang perilaku anak yang menyimpang dapat diketahui. Tak heran jika pendidik di PAUD ini disayangi anak-anak, karena cara mereka mendidik ataupun berkomunikasi dengan anak sangat berempati (W/FK-OT/13-09-2011).

Hal yang sama juga diungkapkan …………. selaku orang tua, bahwa:

Kami baru tahu cara mendidik anak dengan baik lewat komunikasi dengan pendidik. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan kepada anak seperti: membentak anak, membatasi aktifitas anak, memukul dan menghardik anak. Maklum cara itu yang kami dapat dari orang tua, jadi kami praktekan kepada anak-anak. Ternyata cara seperti itu merampas hak-hak anak bahkan mematikan kreatifitas anak. Allhamdullilah cara-cara seperti itu sudah ditinggalkan. (W/NB-OT/13-09-2011)

Dari wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa terjalinnya komunikasi yang baik antara orang tua dan pengelola Kelompok Bermain karena alasan bahwa orang tua akan mendapatkan gambaran yang tepat mengenai program yang akan dan telah dilaksanakan. Selain itu informasi tentang tingkah laku anak, sikap anak terhadap teman atau pendidik, keaktifan anak di kelas, dan sebagainya akan dapat diketahui orang tua. Dengan adanya keaktifan orang tua seperti ini maka anak yang bermasalah di sekolah dapat segera ditangani, sehingga masalahnya tidak berlarut-larut yang akan berdampak buruk bagi perkembangan jiwa anak dan masa depannya.
Manfaat lain yang diperoleh orang tua adalah untuk menyamakan persepsi dalam hal mendidik anak. Hal untuk menjaga kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah. Orang tua mendidik anaknya di rumah, dan di sekolah untuk mendidik anak diserahkan kepada pihak sekolah atau guru, agar berjalan dengan baik komunikasi diantara orang tua dan sekolah maka harus ada dalam suatu rel yang sama supaya bisa seiring seirama dalam memperlakukan anak, baik di rumah ataupun di sekolah. Kalau saja dalam mendidik anak berdasarkan kemauan salah satu pihak saja misalnya pihak
keluarga saja ataupun pihak sekolah saja yang mendidik anak, hal ini berdasarkan beberapa pengalaman tidak akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain usaha yang dilakukan oleh orang tua atau sekolah akan mentah lagi. Seperti yang diungkapkan …………… selaku anak, bahwa :

”di rumah saya dilarang mama bermain air, padahal disekolah saya bermain air sama bu guru” (W/NLSPAUD/17-09-2011).

Dari ungkapan anak tersebut terungkap bahwa ketidaksamaan persepsi orangtua dan guru akan mengakibatkan ada dua rel yang harus dilalui oleh anak dan akibatnya si anak menjadi pusing mana yang harus diturut, bahkan lebih jauhnya lagi dikhawatirkan akan membentuk anak berkarakter ganda. Lain halnya seperti yang dikemukakan tutor PAUD, bahwa:

Komunikasi dengan orang tua itu penting untuk menjaga kepercayaan orang tua terhadap Kelompok Bermain. Komunikasi yang terjalin dengan baik sudah berawal saat kami sosialisasikan tentang program Kelompok Bermain ke rumah-rumah orang tua yang memiliki anak usia dini. Tanpa komunikasi yang baik sulit membangun kepercayaan orang tua untuk mengikutkan anaknya dalam Kelompok Bermain (W/SN-TPAUD/27-08- 2011).

Dari wawancara dengan informan tersebut, tersirat bahwa pihak pendidik dalam menjaga komunikasi yang baik dengan orang tua lebih ditekankan pada akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat. Artinya untuk menjaga tetap eksisnya lembaga pendidikan di mata masyarakat. Sebab dengan informasi yang diperoleh melalui komunikasi, masyarakat dan sekolah berusaha untuk saling terbuka satu sama lain sehingga tercipta transparansi yang memberikan kepada sekolah
kerangka akuntabilitas yang baik. Transparansi dan akuntabilitas pada gilirannya akan melahirkan rasa saling percaya. Rasa saling percaya akan timbul manakala perilaku masing-masing pihak bisa diprediksi oleh pihak lain. Sikap saling percaya akan membuat hubungan sekolah dengan masyarakat menjadi harmonis. Keharmonisan ini, jika bisa dipertahankan dalam waktu lama akan membuahkan rasa saling memiliki (sense of belonging) masyarakat terhadap sekolah.
Jika masyarakat sudah merasa memiliki sekolah, maka masyarakatpun akan merasa ikut bertanggung jawab terhadap sekolah. Dengan demikian, maka dukungan masyarakat baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk yang lain akan lebih mudah diperoleh sekolah. Sehingga pada tataran selanjutnya, sekolah benar-benar menjalankan fungsinya dalam memegang amanah dari para orang tua mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan masa depannya.
d.   Memberi motivasi serta kepedulian terhadap pendidikan anak
Untuk mendapatkan data ini peneliti melakukan wawancara dengan orang tua, bahwa:

Kadang anak saya tidak mau lagi ke sekolah (PAUD), maunya ikut saya ke tempat kerja. Upaya yang saya lakukan adalah memberikan ia reward atau hadiah jika mau ke sekolah, seperti membelikan ia mobol-mobilan, pistol mainan dan sebagainya. Tujuannya agar ia termotivasi ke sekolah (W/MT-OT/13-09-2011).

Pernyataan hampir sama pula dikemukakan oleh orang tua peserta didik bahwa:
Setiap malam saya luangkan waktu untuk memeriksa buku pelajaran anak, untuk mengetahui dan memastikan apa saja yang ia lakukan di sekolah. Dari situ saya dapat mengarahkan anak-anak dengan bijaksana mengenai pengaturan waktu, kapan boleh bermain, dan kapan harus belajar. Selain itu saya selalu mengajak anak untuk sholat lima waktu di mesjid terdekat. Dan jika ada kata-kata, sikap atau ada hal-hal yang ganjil, segera saya lakukan tindakan yang tepat untuk mengatasinya. (W/HG-OT/13-09-2011).

Dari wawancara dengan informan tersebut dapat dikatakan bahwa orang tua dalam menjalani peran dan fungsinya, dituntut perhatian serta partisipasinya dalam pendidikan anak-anaknya. Seperti mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak, memperhatikan kebutuhan sekolah anak, berinteraksi dengan anak secara emosional dan intelektual, menanamkan kebiasaan yang baik bagi anak, memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dan menanamkan kebiasan-kebiasan serta memberikan keteladanan yang baik.
Pernyataan lain dikemukakan oleh orang tua peserta didik yang kesehariannya berprofesi sebagai tukang. Dari pertanyaan yang diajukan
diperoleh informasi bahwa:
Di masa sekarang dunia hiburan yang sangat menarik bagi anak tersebar di mana-mana. Acara-acara televisi, VCD, play station dan permainan lain dapat dengan mudah dijumpai dan dinikmati anak. Untuk itu saya sebagai orang tua harus pintar-pintar memilih dan memilah mana yang bisa ditontong/dimainkan anak dan yang tidak. Jangan sampai anak akan terjebak dalam permainannya dan lupa pergi sekolah (W/MI-OT/10-09-2011).

Dari hasil wawancara dengan informan tersebut terungkap bahwa
partisipasi orang tua bagi pendidikan anak usia dini bisa saja dalam hal memilih dan memilah jenis permainan anak yang bersifat edukatif. Jenis permainan yang harganya mahal bukan ukuran permainan yang terbaik untuk anak. Menurut pakar pendidikan, alat permainan tradisional lebih bersifat edukatif dari pada jenis permainan modern. Hal ini memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dalam lingkungan yang lebih luas, menghargai usaha-usahanya, menyediakan lingkungan dan sarana belajar yang kondusif, merupakan wujud nyata partisipasi orangtua dalam pendidikan anak.
M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa:

Berhasil baik atau tidaknya pendidikan di sekolah bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan orang tua di rumah. Pendidikan orang tua adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat.

 Dengan demikian betapa perlunya orang tua senantiasa memperhatikan perkembangan dan kemajuan pendidikan anak-anaknya, sebab perhatian dan bimbingan yang cukup dari orang tua sangat menunjang bagi keberhasilan pendidikan anak. Partisipasi orang tua dalam program Kelompok Bermain lebih disebabkan karena alasan ekonomi, geografis, rendahya persepsi orang tua terhadap arti  pentingnya pendidikan bagi anak, tidak ada waktu untuk jaga anak dan masalah tradisi masyarakat. Seperti yang terangkaum dalam wawancara berikut ini:
a.    Tidak ada waktu untuk jaga anak.
Data ini diperoleh peneliti dari wawancara dengan orangtua sebagai
informan. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh penjelasan bahwa:

Ada keinginan saya agar anak saya ikut dalam program PAUD, tapi sebagai pembantu rumah tangga saya tidak ada waktu menjaga anak saya di PAUD. Setiap berangkat kerja anak selalu ikut saya, selain tidak merepotkan saya dan juga tidak ada kekhawatiran karena anak dekat dengan saya. Saya akan menyekolahkan dia nanti sudah umur 6 atau 7
 tahun (W/RM-OT/7-09-2011)

Lain lagi yang dikatakan Bendahara KUD di desa Tarung Manuah. Dari pertanyaan yang ajukan diperoleh informasi bahwa:

Setiap berangkat kerja anak saya titipkan di rumah neneknya. Pernah sekali ia saya ikutkan dalam program Kelompok Bermain, namun minta dijagain sama saya. Saya kan harus kerja bu, mana di sekolah dia harus minta beli ini dan beli itu. Maklun, saya tidak membiasakan anak saya makan diluar rumah apalagi makanan atau minuman kemasan, yang terkadang tidak memenuhi syarat kesehatan (W/YD-OT/10-09-2011)

Dari wawancara tersebut disebutkan bahwa kesibukan orangtua di luar rumah dalam menopang kebutuhan keluarga menjadi kendala bagi anak untuk sekolah. Jika ditinjau dari segi ekonomi, kehidupan masyarakat Tarung Manuah umumnya tergolong miskin. Kesibukan istri di luar rumah dalam menopang kebutuhan keluarga turut mempengaruhi pendidikan anak. Ketiadaan waktu untuk menjaga anak di PAUD menyebabkan anak tidak diikutkan pada program PAUD.
b.    Faktor Geografis
Data ini diperoleh peneliti saat mewawancarai dengan orang tua sebagai informan:

Ada keinginan saya untuk berpartisipasi di PAUD, tapi jarak sekolah cukup jauh. Maklum rumah saya dibalik perbukitan dan tidak ada transportasi sama sekali. Namun saya bertekad tetap akan menyekolahkan anak, tapi nanti fisiknya sudah kuat untuk itu (W/KA-OT/10-09-2011).

Dari wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa tidak semua warga yang berpendidikan rendah tidak termotivasi untuk menyekolahkan anknya. Hanya karena alasan geografis yang sulit dan jauh orangtua harus menguburkan impiannya untuk menyekolahkan anak. Keadaan geografis di desa Tarung Manuah memang tergolong tidak rata, melainkan bergelombang dan lebih banyak perbukitan. Sehingga pemukiman warga tidak terkonsentrasi pada satu tempat,
melainkan tersebar dibalik perbukitan yang menjadi lahan pertanian mereka. Hal ini mengakibatkan banyaknya rumah warga yang menjauhi fasilitas umum, termasuk fasilitas pendidikan.
c.    Rendahnya pendidikan orang tua
Orangtua kadangkala memiliki pengetahuan yang dangkal bagaimana sebenarnya anak-anak belajar dan berkembang. Karena rata-rata pendidikan orangtua di desa Tarung Manuah hanya lulusan SD bahkan ada yang tidak sekolah. Maraknya kasus perkawinan dini di desa ini membuat warga banyak yang putus sekolah. Implikasinya adalah ibu-ibu rumah tangga yang berpendidikan rendah. Sehingga pengetahuan akan arti pentingnya pendidikan bagi anak tidak diketahui secara benar. Seperti yang diungkapkan oleh kepala desa Tarung Manuah bahwa:

Implikasi perkawinan dini di desa ini telah membawa kerugian besar bagi potensi sumber daya manusia dalam menunjang program pembangunan. Secara statikal jumlah penduduk yang bertambah banyak tapi tidak dapat berbuat apa-apa karena tidak memiliki keahlian dan keterampilan yang memadai dalam menunjang hidup. Bagaimana mereka mampu menyekolahkan anak, pendapatan sehari hanya cukup untuk makan sehari. Makanya kepedulian masyarakat di desa ini terhadap pendidikan sangat kurang (W/AB-KD/7-09-2011).

Sementara pada kasus lain ditemukan peneliti bahwa orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah ternyata sulit untuk mengendalikan kelahiran anak, sehingga jumlah kelahiran anak menjadi bertambah. Kehadiran anak atau adik baru bagi anak yang lebih tua menimbulkan problema tersendiri. Bagaimana
anak yang tua bisa mengecap pendidikan dengan baik bila ibu sibuk mengurusi adik yang baru lahir. Seperti yang diungkapkan oleh orang tua sebagai informan, bahwa:

Mengurus anak telah menguras tenaga dan waktu saya. Saya hampir tidak ada istirahat, bu. Ada keinginan saya untuk ikut program Keluarga Berencana, tapi bapak tidak mengijinkan. Katanya banyak anak banyak rejeki. Nyatanya untuk kebutuhan sehari-hari saja susah apalagi beli perlengkapan sekolah anak. Biar tidak sekolah anak saya yang penting ngumpul dan sehat-sehat (W/HH-OT/17-09-2011).

Dari wawancara tersebut dapat diakatakan bahwa rendahnya pendidikan telah berimlikasi pada tingkat kesadaran untuk menyekolahkan anak, bahkan program-program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak diketahui secara jelas. Namun yang lebih memprihatinkan adalah adalah keluarga yang meski dari sisi ekonomi cukup memadai, namun kesadaran untuk menyekolahkan anak seakan tidak ada.
Seperti yang diungkapkan oleh orangtua sebagai informan bahwa:

Saya lebih mempercayakan pengasuhan anak saya kepada pembantu rumah tangga. Alasannya saya lebih dapat mengontrol pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama masalah kesehatannya. Sebagai seorang pedagang, kegiatan saya lebih banyak di pasar. Jadi waktu bagi saya sangat berarti, kalau anak sakit maka saya otomatis tidak dapat berdagang. Pernah dia saya ikutkan di PAUD, tapi karena sering sakit saya berhentikan. Maklum di desa ini banyak anak-anak yang memiliki penyakit yang mudah berjangkit (W/YK-OT/7-09-2011).

Pernyataan hamper sama pula dikemukakan oleh orang tua anak lainnya. Diperoleh penjelasan bahwa:

Jika saya amati di PAUD itu lebih banya bermain dan bernyanyi. Bagi saya bermain di rumah dan di ”Kelompk Bermain” sama saja. Kan namanya juga bermain. Meskipun di PAUD fasilitas bermainnya cukup memadai tapi anak kan harus ditungguin. Kalau hanya untuk alat permainan saya sudah membelikan bermacam-macam permainan dirumah yang dapat ia gunakan (W/HA-OT/17-09-2011).

Dari wawancara tersebut terungkap kesadaran untuk menyekolahkan anak tidak terbatas pada warga dari golongan ekonomi lemah tapi dari kalangan ekonomi menengah pun masih didapati hal yang sama. Anggapan mereka bahwa PAUD hanya merupakan tempat bernyanyi dan bermain saja, sementara mereka biasanya ingin anaknya pintar dengan cara cepat, misalnya mampu menghitung, membaca dan menulis dan siap melanjutkan studi ke jenjang berikutnya. Orangtua baru mendaftarkan anaknya ke TK saat anak menjelang umur 5 tahun. Padahal dalam rentang usia 3-6 tahun, bermain adalah cara belajar yang paling efektif untuk menstimulasi perkembangan bahasa, motorik, sosio-emosional, kognitif serta keterampilan komunikasi anak.
d.   Faktor Ekonomi
Kesulitan untuk melibatkan orang tua pada ”Kelompok Bermain” menjadi makin bertambah pada keluarga dengan sosial ekonomi rendah. Keadaan ekonomi keluarga ini telah menyita dan membuang energi orang tua untuk hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan perhatian mereka tidak terpusat untuk terlibat
menolong anak pada proses pendidikannya sehingga perkembangan kognitif, afektif serta psikomotorik anak tidak tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam keluarga yang miskin, penghasilan suami dan atau istri yang rendah sering menjadi pemicu pertengkaran dalam keluarga. Akibat lebih lanjut dari pertengkaran adalah suami dan istri menjadi saling tidak peduli terhadap pendidikan anak.
Seperti apa yang dikemukakan oleh orang tua. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh keterangan bahwa:

Biarlah anak saya berkembang apa adanya. Di rumah juga masih ada anak tetangga yang bisa ia ajak bermain. Kalau di PAUD kan masih harus di sediakan sepatunya, baju sekolah dan uang jajan. Mana saya ada uang untuk itu, makan saja susah. Suami saya tidak bekerja, untuk makan sehari-hari saya harus kerja keras membuat minyak kelapa lalu dijual ke warung terdekat (W/YP-OT/7-09-2011).

Dari wawancara tersebut secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya partisispasi orang tua terhadap program Kelompk Bermain. Namun demikian alasan apapun yang dapat dikemukakan, program Kelompok Bermain sebagai lembaga pendidikan non formal yang hidup dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat, jelas bukan layanan pendidikan yang berjalan terisolasi dari masyarakat, melainkan
berorientasi kepada kenyataan-kenyataan kehidupan dan hidup bersama-sama masyarakatnya baik masyarakat sebagai orangtua siswa, masyarakat terorganisasi, atau masyarakat secara luas. Pada dasarnya, orang tua memiliki potensi-potensi yang dapat didayagunakan dalam mendukung program Kelompok Bermain, agar dapat tumbuh dan berkembang sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

B.  Pembahasan
Pendidikan merupakan kebutuhan bagi anak untuk meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga orang tua akan berupaya keras untuk dapat memenuhi kebutuhan anak mengikuti pendidikan hingga pada jenjang yang tertinggi. Tanggung jawab mengandung makna bahwa orang tua merasakan adanya suatu kewajiban moral yang harus dilakukan secara ikhlas untuk memberikan pendidikan bagi anaknya, sehingga anak dapat melakukan penyesuaian diri dalam masyarakat tempat ia hidup. Tanggung jawab ini diwujudkan dalam berbagai upaya diantaranya adalah partisipasi orang tua terhadap lembaga pendidikan tersebut.
Lembaga pendidikan seperti program Kelompok Bermain merupakan salah satu tempat pelaksanaan proses pembentukan karakter bangsa. Namun
pembentukan karakter bangsa ini bukan hanya diserahkan sepenuhnya kepada
lembaga pendidikan saja, tetapi semua komponen yakni orang tua, masyarakat,
dan pemerintah harus bersatu padu membina keberadaan lembaga pendidikan
tersebut. Masyarakat terhadap pendidikan harus di ikutkan mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh sebab itu partisipasi masyarakat yang tercakup dalam kelompok orang tua dan kelompok masyarakat lainnya di luar sekolah atau di lembaga pendidikan itu sendiri perlu digalakkan untuk melahirkan pendidikan yang berkualitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa bentuk-bentuk
partisipasi orang tua terhadap Program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati di desa Tarung Manuah adalah sebagai berikut:
1.    Mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.
2.    Kontribusi pemikiran, tenaga, waktu dan dana untuk peningkatan mutu
layanan Kelompok Bermain
3.    Menjalin komuniksi yang baik dengan pengelola/pendidik Kelompok
Bermain
4.    Memberi motivasi serta kepedulian terhadap pendidikan anak
Untuk lebih meningkatkan partisipasi orang tua terhadap program
Kelompok Bermain, diharapkan peran tutor lebih diintensifkan. Kurangnya
pengetahuan orangtua tentang program Kelompok Bermain baik konsepnya,
kiprahnya, dan manfaat yang dihasilkan bagi anak menjadi alasan penting bagi
oprang tua yang tidak mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.
Oleh sebab itu, pada orang tua yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, pendidik dituntut lebih aktif dan kreatif untuk menciptakan hubungan kerjasama yang lebih harmonis. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam memberikan peluang dan kesempatan kepada orang tua dalam meningkatkan partisipasinya. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga orang tua mendapat gTarung Manuahn yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan apa saja yang menjadi kendala dan kekurangan yang ada.

bila berkenan untuk bab selanjutnya secara lengkap sampai dengan lampiran dan halaman depan dalam format *.doc/*.docx silahkan

klik DOWNLOAD

atau hub. 081327121707 terima kasih.