UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI ORANG TUA TERHADAP PROGRAM KELOMPOK BERMAIN DI PAUD
PERMATA HATI
DESA
TARUNG MANUAH KECAMATAN BASARANG
KABUPATEN
KAPUAS
ABSTRAK
…………………………………………
NIP. ………………..
Permasalahan yang peneliti angkat
dalam penelitian ini adalah bagaimana partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang
Kabupaten Kapuas? Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan partisipasi
orang tua terhadap program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang
Kabupaten Kapuas. Untuk mendapatkan jawaban terhadap permasalahan di atas,
peneliti menggunakan metode kualitatif, teknik pengumpulan data dalam bentuk
observasi, dokumentasi, dan teknik wawancara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bentuk-bentuk partisipasi orang tua terhadap program kelompok bermain di PAUD
Permata Hati Desa Tarung Manuah Kecamatan
Basarang Kabupaten Kapuas meliputi: 1) mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain, 2) kontribusi pemikiran, tenaga, waktu dan dana untuk peningkatan mutu layanan Kelompok Bermain, 3) menjalin komunikasi yang baik dengan pengelola/pendidik Kelompok Bermain, dan 4) memberi motivasi serta kepedulian terhadap pendidikan anak. Untuk lebih meningkatkan partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain, diharapkan peran tutor lebih diintensifkan. Kurangnya pengetahuan orangtua tentang program Kelompok Bermain baik konsepnya, kiprahnya, dan manfaat yang dihasilkan bagi anak menjadi alasan penting bagi oprang tua yang tidak mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.
Kata kunci: partisipasi, orang tua, kelompok bermain.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembangunan pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan kualitas sumberdaya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh. Sangat disadari bahwa usia dini merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang
sangat menentukan bagi perkembangan pada tahap berikutnya. Dengan demikian pembinaan anak sejak
dini dapat memperbaiki prestasi belajar dan meningkatkan produktivitas kerja di
masa dewasa. Stimulasi dini pada masa keemasan sangat diperlukan untuk memberikan
rangsangan terhadap seluruh aspek perkembangan anak yang mencakup penanaman
nilai-nilai dasar, pembentukan sikap dan pengembangan kemampuan dasar. Di
Indonesia, pendidikan usia dini dilakukan melalui antara lain pendidikan di
taman kanakkanak (TK), Kelompok Bermain, dan Raudhatul Atfhal (RA).
Pada usia 4 tahun pertama separuh
kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk. Bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapat rangsangan yang maksimal, maka potensi otak anak tidak akan berkembang. Pada usia 8 tahun 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk. Selanjutnya kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah berusia sekitar 18 tahun (Eka, 2005: 19).
Teori tersebut mengisyaratkan bahwa usia
lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat
untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama. Sehingga upaya
pengembangan seluruh potensi anak harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan
anak tercapai secara optimal.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan
anak usia dini telah mendorong
pemerintah dalam hal ini Direktorat PAUDNI untuk memfasilitasi terbentuknya lembaga pendidikan anak usia dini, dan salah satunya adalah “Kelompok Bermain”. Hal ini secara resmi tertuang didalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini.
pemerintah dalam hal ini Direktorat PAUDNI untuk memfasilitasi terbentuknya lembaga pendidikan anak usia dini, dan salah satunya adalah “Kelompok Bermain”. Hal ini secara resmi tertuang didalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini.
Penyelenggaraan PAUD melalui program
“Kelompok Bermain” berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh
potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan
dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki
pendidikan selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Adanya
program Kelompok Bermain diharapkan dapat dijadikan wahana untuk melahirkan generasi
bangsa yang berkualitas. Dan untuk mencapai tujuan mulia tersebut tidak hanya
sarana dan fasilitas pendidikan saja yang diperlukan, akan tetapi adanya kerja
sama dan partisipasi serta dukungan dari pihak lain terutama partisipasi orang
tua.
Pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Hal selaras juga di kemukakan oleh Purnawati (2005: 75), bahwa: Lembaga pendidikan hanya merupakan pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak ialah dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan informal/ keluarga ke lembaga pendidikan baik formal maupun non formal memerlukan kerjasama antara orang tua, pendidik dan masyarakat.
masyarakat dan pemerintah. Hal selaras juga di kemukakan oleh Purnawati (2005: 75), bahwa: Lembaga pendidikan hanya merupakan pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak ialah dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan informal/ keluarga ke lembaga pendidikan baik formal maupun non formal memerlukan kerjasama antara orang tua, pendidik dan masyarakat.
Konsep ini mengisyaratkan kepada orang tua
yang memiliki anak usia dini bahwa partisipasi untuk selalu peduli mendayagunakan
kemampuan yang ada mutlak dibutuhkan dalam mendukung terwujudnya tujuan
pembelajaran bagi anak. Tanpa partisipasi orang tua tentu pendidik akan
mengalami hambatan-hambatan dalam mengembangkan potensi anak. Sehebat apapun
seorang pendidik dan selengkap apapun fasilitas yang ditawarkan oleh lembaga
pendidikan, jika tidak ditunjang oleh keterlibatan orang tua dalam setiap
program pendidikan, maka lembaga pendidikan tidak banyak membantu. Asumsi ini
jika dijelaskan apabila orang tua memperoleh pemahaman yang benar mengenai
pentingnya pendidikan anak usia dini, maka akan terbentuk keyakinan yang mengarah
pada pembentukan sikap yang positif yang akhirnya menumbuhkan partisipasi yang tinggi
terhadap kesuksesan pendidikan anak.
Partisipasi berarti mengambil bagian
atau peran dalam pelaksanaan pendidikan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasilnya. Cohen dan Uphoff,1980 (Purnawati, 2005: 44).
Dari teori tersebut dapat dikatakan
bahwa partisipasi seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk pikiran, tenaga, waktu, keahlian, ataupun materi. Sedangkan Hardjasoemantri, melihat partisipasi akan terwujud apabila ada kemauan, kemampuan dan kesempatan. Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif
yang muncul dari seseorang serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata
apabila terpenuhinya 3 faktor pendukungnya yaitu: adanya kemauan, kemampuan dan
kesempatan untuk berpartisipasi (Hardjasoemantri, 1993: 44).
Dari pengertian tersebut jika diselaraskan
dengan pendidikan anak dapat dikatakan bahwa wujud partisipasi orang tua terhadap
Kelompok Bermain tidak sebatas tanggung jawab orang tua untuk mengikutkan
anaknya pada program Kelompok Bermain, tapi lebih dari itu kontribusi
pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi demi peningkatan
mutu layanan Kelompok Bermain merupakan wujud tanggung jawab orang tua terhadap
peningkatan mutu/kualitas program Kelompok Bermain.
Pada pespektif lain menyediakan lingkungan
dan alat permainan di rumah yang bersifat edukatif, berinteraksi dengan anak secara
emosional dan intelektual, memberi motivasi, memberi kesempatan kepada anak
untuk dapat bereksplorasi dengan lingkungannya, memberi keteladanan yang baik,
menanamkan kebiasaan yang baik, mengadakan komunikasi yang baik dengan pihak
pendidik/tutor, merupakan bukti partisipasi orang tua untuk perkembangan dan
pendidikan anaknya
Pentingnya partisipasi orang tua dalam
pendidikan anak telah disadari oleh banyak fihak, kebijakan manajemen berbasis
sekolah (MBS) dalam reformasi pendidikan pun menempatkan partisipasi orang tua
sebagai salah satu (dari 3) pilar keberhasilannya. Berhasil baik atau tidaknya
pendidikan anak bergantung dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga.
Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya.
Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan
anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat (Siahaan, 1991: 47).
Konsekwensi logisnya bahwa Kelompok
Bermain sebagai lembaga pendidikan non formal yang hidup dari masyarakat, oleh
masyarakat, dan untuk masyarakat, jelas bukan layanan pendidikan yang berjalan
terisolasi dari masyarakat, melainkan berorientasi kepada kenyataan-kenyataan
kehidupan dan hidup bersama-sama masyarakatnya baik masyarakat sebagai orangtua
siswa, masyarakat terorganisasi, atau masyarakat secara luas. Masyarakat
memiliki potensi-potensi yang dapat didayagunakan dalam mendukung program
Kelompok Bermain, agar dapat tumbuh dan berkembang sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Sementara di satu sisi masyarakat memerlukan jasa Kelompok Bermain untuk
mendapatkan program-program pendidikan sesuai dengan yang diinginkan.
Jalinan semacam itu diharapkan dapat
saling melengkapi satu sama lain untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini. Antara pengelola Kelompok Bermain dan aspirasi orang tua dan masyarakat harus terjalin,
terwujud dan terpelihara keberadaannya sehingga merupakan satu kesatuan yang
utuh dalam menyelenggarakan proses pendidikan yang bermutu. Sehingga pada
tataran selanjutnya apabila partisipasi telah terpelihara dengan baik, maka
Kelompok Bermain tidak akan mengalami kesulitan yang berarti dalam
mengembangkan berbagai jenis program, karena semua pihak telah memahami dan
merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan program yang dikembangkan oleh
Kelompok Bermain, sementara disatu sisi peran masyarakat terutama orang tua
bukan hanya pada stakeholders, tetapi menjadi bagian mutlak dari sistem
pengelolaan.
Di era globalisasi saat ini justru
timbul suatu permasalahan, yaitu minimnya partisipasi masyarakat khususnya orang
tua yang memiliki anak usia dini dalam menunjang kualitas dan kuantitas layanan
Kelompok Bermain sebagai layanan pendidikan bagi anaknya. Anggapan bahwa
bermain merupakan pemborosan waktu tanpa hasil apapun menyebabkan orang tua
merasa enggan atau berat untuk mengeluarkan biaya perlengkapan pendidikan anak.
Selain itu banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah dalam menopang
kebutuhan hidup keluarga. Saat kerja anak di ajak serta atau ditinggal sama saudara
yang lebih tua ataupun dititipkan dirumah tetangga ketimbang diikutkan dalam
program Kelompok Bermain. Faktor ekonomi serta rendahnya pendidikan orang tua
yang ditandai pola pikir sederhana dan rendahnya kebutuhan informasi yang
bermutu merupakan indikator penyebab minimnya partisipasi orang tua terhadap
program Kelompok Bermain.
Sementara dalam kasus lain didapati bahwa
orang tua yang berpendidikan cukup dengan tingkat status sosial ekonomi yang
memadai tetapi tidak begitu peduli dengan perkembangan dan pendidikan anak,
serta menyerahkan sepenuhnya urursan pendidikan anak kepada pihak pendidik
Kelompok Bermain. Anggapan bahwa ihwal pendidikan anak merupakan urusan
pendidik atau tugas Depdiknas ataupun masalah yang harus dipecahkan oleh para
pakar pendidikan dan pihak-pihak lain di luar dirinya.
Karakteristik orang tua seperti ini
lebih mementingkan kegiatan sebagai orang yang sibuk dalam pemenuhan materi serta melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak dengan alasan bahwa kewajiban terhadap anak telah dilaksanakan (disekolahkan), adminitrasi telah dipenuhi, kelengkapan sarana belajar di rumah telah dibelikan dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan pembenaran paradigma kepada orang tua tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak usia dini, bagaimana cara mendidik
dan apakah hakikatnya mendidik anak dengan baik.
Terlepas dari permasalahan tersebut,
semua orang tua tanpa kecuali
mengharapkan anak-anaknya kelak berhasil dikemudian hari. Harapan orang tua inilah yang melatar-belakangi terjadinya hubungan yang penting antara orang tua dan Kelompok Bermain. Karena dalam Kelompok Bermain terdapat beberapa program pembelajaran yang dikemas dalam bentuk permainan, namun hakekatnya mendidik, melatih, dan mengembangkan potensi anak, seperti: pengembangan keterampilan anak yang meliputi: mengasah motorik halus/kasar, daya cipta, daya pikir, dan bahasa; untuk program kesehatan fisik diajarkan cara menjaga kebersihan dan kebugaran tubuh; program kemampuan interaksi sosial diajarkan kepada anak cara atau kemampuan bersosialisasi, berkomunikasi dengan sesama teman, guru dan orangtua, memiliki rasa solidaritas dan nilai keagamaan; sedangkan untuk program pembinaan karakter diajarkan kepada siswa melatih kemandirian, sportifitas dalam bermain, tanggung jawab, dan kerjasama.
mengharapkan anak-anaknya kelak berhasil dikemudian hari. Harapan orang tua inilah yang melatar-belakangi terjadinya hubungan yang penting antara orang tua dan Kelompok Bermain. Karena dalam Kelompok Bermain terdapat beberapa program pembelajaran yang dikemas dalam bentuk permainan, namun hakekatnya mendidik, melatih, dan mengembangkan potensi anak, seperti: pengembangan keterampilan anak yang meliputi: mengasah motorik halus/kasar, daya cipta, daya pikir, dan bahasa; untuk program kesehatan fisik diajarkan cara menjaga kebersihan dan kebugaran tubuh; program kemampuan interaksi sosial diajarkan kepada anak cara atau kemampuan bersosialisasi, berkomunikasi dengan sesama teman, guru dan orangtua, memiliki rasa solidaritas dan nilai keagamaan; sedangkan untuk program pembinaan karakter diajarkan kepada siswa melatih kemandirian, sportifitas dalam bermain, tanggung jawab, dan kerjasama.
Diharapkan dengan adanya program
Kelompok Bermain tersebut, anak dapat mengembangkan potensinya dengan baik. Namun karekteristik setiap orang tua
tentu berbeda, sehingga dalam berpartisipasi dalam pendidikan anak dengan cara
yang berbeda-beda. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, adanya perbedaan
tersebut disebabkan karena latar belakang keluarga yang berbeda pula seperti
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, tingkat sosial ekonomi orang tua,
wawasan orang tua, dan sebagainya. Kondisi ini mewarnai kehidupan anak usia
dini yang selamanya tidak mendapat hak yang sama dalam memperoleh pendidikan,
termasuk dengan apa yang terjadi di Desa Tarung Manuah, Kecamatan Basarang
Kabupaten Kapuas. Banyak sekali anak usia dini di desa Tarung Manuah yang tidak
diikutkan pada program pendidikan anak usia dini.
Pemilihan PAUD Permata Hati sebagai
obyek penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa hasil observasi awal yang
peneliti lakukan, terdeteksi bahwa dari ….. jumlah anak usia dini di desa ini,
tercatat hanya ….. anak yang ikut pada program PAUD yang tersebar di dua
lembaga PAUD yang ada di desa tersebut. Dengan demikian sebagian besar anak
tidak ikut dalam program PAUD. Berbagai upaya pendidik dalam mensosialisasikan program
Kelompok Bermain kepada masyarakat terutama orang tua yang memiliki anak usia
dini dengan strategi door to door (dari pintu ke pintu), namun
belum memberikan hasil yang optimal.
Dalam kasus lain adalah sulitnya
pendidik dalam menjalin komunikasi
dengan orang tua. Selain karena kesibukan pekerjaan domestik orang tua juga
kebanyakan yang menjaga anaknya di PAUD bukan orang tua melainkan
pengasuh, kakak atau orang tua yang bukan bertanggung jawab atas pendidikan
anak, sehingga hal ini menyulitkan pendidik untuk menyampaikan hal-hal penting kepada orang tua yang berhubungan dengan perkembangan pendidikan anaknya ataupun kegiatan ekstrakorikuler anak. Selain itu jarang sekali ada orang tua tersebut berkunjung ke PAUD untuk mengecek kegiatan anaknya atau menanyakan langsung pada pendidik tentang perkembangan kegiatan belajar anaknya.
dengan orang tua. Selain karena kesibukan pekerjaan domestik orang tua juga
kebanyakan yang menjaga anaknya di PAUD bukan orang tua melainkan
pengasuh, kakak atau orang tua yang bukan bertanggung jawab atas pendidikan
anak, sehingga hal ini menyulitkan pendidik untuk menyampaikan hal-hal penting kepada orang tua yang berhubungan dengan perkembangan pendidikan anaknya ataupun kegiatan ekstrakorikuler anak. Selain itu jarang sekali ada orang tua tersebut berkunjung ke PAUD untuk mengecek kegiatan anaknya atau menanyakan langsung pada pendidik tentang perkembangan kegiatan belajar anaknya.
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan tersebut, penulis berasumsi bahwa partisipasi orang tua terhadap Kelompok Bermain dapat berdampak keberhasilan tujuan diselenggarakannya pendidikan bagi anak usia dini di Desa Tarung Manuah. Untuk membuktikan hal tersebut, maka dalam
penelitian ini akan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan tingkat partisipasi
orang tua terhadap Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati Desa Tarung Manuah. Dengan
latar belakang masalah tersebut peneliti ingin melakukan suatu penelitian di
lapangan dengan memformulasikan judul: ”Upaya
Peningkatan Partisipasi Orang Tua Terhadap Program Kelompok Bermain di PAUD Permata
Hati Desa Tarung Manuah Kecamatan
Basarang Kabupaten Kapuas”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain di PAUD Permata
Hati Desa Tarung Manuah Kecamatan
Basarang Kabupaten Kapuas?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati Desa Tarung Manuah Kecamatan Basarang
Kabupaten Kapuas.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Teoretis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah
khasanah keilmuan pendidikan, khususnya tentang partisipasi orang tua terhadap
pelaksanaan program kelompok bermain.
b. Mengembangkan potensi untuk penulisan karya
ilmiah, khususnya bagi pribadi peneliti maupun kalangan akademisi, dalam
memberikan informasi kepada dunia pendidikan akan pentingnya partisipasi orang
tua dalam melaksanaan program kelompok bermain.
2. Manfaat
Praktis :
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan
pemahaman terhadap partisipasi orang tua terhadap pelaksanaan program kelompok
bermain di PAUD Permata Hati Desa Tarung
Manuah Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat dalam meningkatkan partisipasi, serta berguna untuk pengembangan penelitian
selanjutnya khususnya menyangkut pelaksanaan program kelompok bermain.
BAB IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sebelum mendeskripsikan temuan dan membahas
temuan dalam penelitian ini, terlebih dahulu dikemukakan tentang kondisi umum
atau profil dari PAUD Permata Hati di Desa Tarung Manuah Kecamatan Barangrang,
Kabupaten Kapuas.
a. Sejarah Singkat
PAUD Permata Hati berdiri tahun ….. terletak di dusun ……. PAUD ini
berawal dari bantuan pemerintah dan swadaya masyarakat dengan sifat fisik bangunan
darurat, namun seiring perkembangan zaman sampai sekarang ini telah memiliki
bangunan permanen yang terdiri dari ruang bermain anak, ruang belajar anak dan
ruang kepala sekolah.
b. Sarana dan Prasarana
Tabel 4.1 Sarana
dan Prasana Bermain Anak PAUD Permata Hati
Tahun Pelajaran 2011/2012
No
|
Jenis
Sarana / Prasarana
|
Jumlah
|
Ket
|
1
|
Ayunan
|
Baik
|
|
2
|
Timbangan
|
Rusak
|
|
3
|
Papan Lucur
|
||
4
|
Panggung Boneka
|
||
5
|
Dst
|
||
6
|
Dst
|
||
7
|
Dst
|
Sumber: Data
Dokumentasi PAUD Permata Hati, 2011
c. Keadaan
Pengelola dan Tutor
Tabel 4.2 Daftar
Pengelola PAUD Permata Hati Tahun
Pelajaran 2011/2012
No
|
Nama / NIP
|
Jabatan
|
Ket
|
Sumber: Data
Dokumentasi PAUD Permata Hati, 2011
d. Keadaan
Peserta Didik
Tabel 4.3 Daftar
Peserta Didik PAUD Permata Hati dalam 3 Tahun
No
|
Tahun
Pelajaran
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
|
Laki-Laki
|
Perempuan
|
|||
1
|
2009/2010
|
|||
2
|
2010/2011
|
|||
3
|
2011/2012
|
Sumber: Data
Dokumentasi PAUD Permata Hati, 2011
e. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan salah satu
unsur penting dalam suatu organisasi, karena hal ini sangat membantu pimpinan
dalam melaksanakan tugas dan mewujudkan rencana dan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Organisasi lembaga pendidikan merujuk pada struktur yang
memuat susunan, pembagian tugas dan wewenang dan tanggung jawab serta hubungan
antara bagian dalam suatu sistem kerja di bidang pendidikan yang disusun dalam
bagian dalam suatu sistem kerja di bidang pendidikan yang disusun dalam bentuk
struktur organisasi. Struktur ini terdapat hubungan kerja sama antara satu komponen
dengan komponen yang lain sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Struktur
Orgnisasi PAUD Permata Hati Tahun
Pelajaran 2011/2012 sebagaimana dijelaskan gambar di bawah ini.
Sumber: Papan Struktur
Organisasi di PAUD Permata Hati Tahun 2011
Berdasarkan struktur tersebut, diperoleh
gambaran program “Kelompok Bermain” di organisasi menurut tugas masing-masing.
Dalam menjalankan tugasnya setiap individu atau personil bertanggung jawab atas
apa yang menjadi kewajibannya. Di dalam penyelenggaraan program “Kelompok
Bermain” di PAUD Permata Hati mengacu pada rencana kerja atau kegiatan yang
dilakukan dalam pelayanan bimbingan belajar terhadap anak usia dini yang
dilakukan dengan cara bermain sambil belajar. Bermain tapi bukan sembarang
bermain, tapi bermain yang diarahkan.
Rencana kerja ini disusun secara
sistematis dan terpadu oleh tutor
termasuk kepala PAUD selaku penanggung jawab terhadap pelaksanaan program “Kelompok Bermain”. Pelaksanaan program “Kelompok Bermain” secara terarah dan terpadu mengandung beberapa keuntungan: 1) Pembelajaran pada “Kelompok Bermain” sesuai dengan kelompok umur peserta didik. 2) Pelayanan bimbingan belajar akan dapat membantu menumbuhkembangankan potensi peserta didik. 3) Pelayanan bimbingan belajar akan mudah dinilai keberhasilannya. 4) Pelayanan bimbingan belajar sesuai dengan tugas, dana dan waktu yang tersedia.
termasuk kepala PAUD selaku penanggung jawab terhadap pelaksanaan program “Kelompok Bermain”. Pelaksanaan program “Kelompok Bermain” secara terarah dan terpadu mengandung beberapa keuntungan: 1) Pembelajaran pada “Kelompok Bermain” sesuai dengan kelompok umur peserta didik. 2) Pelayanan bimbingan belajar akan dapat membantu menumbuhkembangankan potensi peserta didik. 3) Pelayanan bimbingan belajar akan mudah dinilai keberhasilannya. 4) Pelayanan bimbingan belajar sesuai dengan tugas, dana dan waktu yang tersedia.
Secara umum ruang lingkup program
pembelajaran di PAUD ini dirancang untuk pengembangan prilaku peserta didik.
Untuk mensukseskan pelaksanaan program faktor-faktor yang selalu diperhatikan
pengelola PAUD Permata Hati adalah sebagai berikut:
a. Kematangan perencanaan, yaitu perencanaan yang dibuat dan
dipersiapkan dengan waktu yang cukup baik serta berisikan segala kebutuhan yang
akan dilakukan dalam program kematangan.
b. Kesiapan dukungan sarana, yaitu kegiatan pembentukan prilaku
sosial emosional akan semakin optimal jika sarananya tercukupi. Jika program tersebut
diluar sekolah maka harus disediakan kendaraan yang cukup memadai untuk seluruh
anak.
c. Kesatuan tim kerja yaitu guru, staf, dan anak didik harus memiliki
kesamaan sasaran. Bahkan jika melibatkan orangtua, maka peran mereka juga perlu
di komunikasikan agar semua orang yang terlibat mengerti akan hak dan
kewajibannya dengan baik.
Aspek-aspek yang dikembangkan dalam
pembelajaran spontan tetap harus mengacu pada standar prilaku yang berlaku
dalam kurikulum. Secara formal rincian prilakunya sama dengan yang dikembangkan
dalam kegiatan rutin, terprogram, maupun dalam kegiatan lainnya. Adapun
cara-cara yang lebih sederhana dapat dilakukan misalnya dengan menempel isi
program atau kurikulum diruangan kelas, diatas meja guru dan ditempat yang
mudah dihampiri oleh guru jika guru memerlukannya dan dapat di bawa oleh guru
saat sedang berinteraksi dengan anak.
Beberapa kegiatan rutin terjadwal setiap
hari yang dilakukan guru di PAUD Permata Hati
yang mempunyai arti penting dalam pembentukan perilaku anak, antara lain
adalah:
a. Kegiatan
baris-berbaris sebelum masuk kelas.
Maksud dari kegiatan ini akan membawa
dampak yang cukup hebat dalam pembentukan prilaku anak sebagai bekal kehidupannya
di masyarakat. Misalnya :1) memiliki kebiasan antri; 2) memiliki kebiasaan
giliran; 3) menanamkan kebiasaan hidup tertib, rapi, dan disiplin; 4)
menanamkan kesabaran sesuai dengan keharusannya.
b. Kegiatan
berdo’a sebelum dan sesudah memulai kegiatan belajar.
Tujuan dari kegiatan tersebut adalah
untuk dapat membiasakan dan
menghasilkan prilaku khusus diantaranya: 1) Kesadaran akan kebesaran Tuhan; 2) Memiliki hafalan do’a yang biasa di bacakannya; 3) Menumbuhkan rasa bersyukur; 4) Menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya sebagai dasar untuk bekerja dengan baik dan bersungguh-sungguh; 5) Memiliki tata cara berdo’a yang sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.
menghasilkan prilaku khusus diantaranya: 1) Kesadaran akan kebesaran Tuhan; 2) Memiliki hafalan do’a yang biasa di bacakannya; 3) Menumbuhkan rasa bersyukur; 4) Menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya sebagai dasar untuk bekerja dengan baik dan bersungguh-sungguh; 5) Memiliki tata cara berdo’a yang sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.
2.
Analisis Data Hasil Wawancara
Jika diamati hasil temuan yang diuraikan
dalam pembahasan ini, meliputi: partisipasi orang tua terhadap Program Kelompok
Bermain di PAUD Permata Hati desa Tarung
Manuah kecamatan Barangrang kabupaten Kapuas. Bentuk-bentuk partisipasi orang
tua dalam program Kelompok Bermain yang berhasil terungkap dari hasil wawancara
adalah sebagai berikut:
a. Mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa
banyak orang tua yang tidak mengikutkan anaknya di program Kelompok Bermain.
Banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya partisipasi orang tua, namun yang
lebih dominan adalah karena ketidaktahuan orang tua tentang arti pentingnya
pendidikan bagi anak sehingga PAUD dianggap hal itu tidak penting untuk
anaknya. Seperti ungkapan orang tua bahwa:
“Saya ingin agar anak saya cepat pintar
misalnya mampu menghitung, membaca dan menulis. Untuk apa saya capek-capek
mengantar dan menjaga anak bila pembelajaran di PAUD hanya bermain dan bernyanyi
saja (W/AS-OT/17-09-2011).
Sementara sebagian warga masih
beranggapan bahwa keberadaan
pendidikan anak usia dini hanya untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. Seperti ungkapan orang tua berikut ini:
pendidikan anak usia dini hanya untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. Seperti ungkapan orang tua berikut ini:
“Kalau sekolah biar dulu, anak saya baru
berumur 4,5 tahun yang masih butuh perhatian dan kasih saya dari orang tua.
Kalau sejak kecil anak sudah di tuntut untuk belajar nanti cepat jenuh dan
besar nanti malas ke sekolah (W/KA-OT/10-09-2011).
Dari wawancara tersebut dapat
dikemukakan bahwa kurangnya
pengetahuan orang tua tentang tujuan dan manfaat diselenggarakannya pendidikan usia dini. Orang tua beranggapan bahwa Kelompok Bermain merupakan tempat bermain dan bernyanyi saja. Selain itu keberadaan pendidikan anak usia dini hanya untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. Yang tidak disadari orang tua bahwa gaya belajar anak adalah bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Hal tersebut selaras dengan ungkapan Pengelola PAUD bahwa:
pengetahuan orang tua tentang tujuan dan manfaat diselenggarakannya pendidikan usia dini. Orang tua beranggapan bahwa Kelompok Bermain merupakan tempat bermain dan bernyanyi saja. Selain itu keberadaan pendidikan anak usia dini hanya untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. Yang tidak disadari orang tua bahwa gaya belajar anak adalah bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Hal tersebut selaras dengan ungkapan Pengelola PAUD bahwa:
Saya kira, setiap orangtua selalu
berharap agar anaknya menjadi anak yang soleh, sopan, pandai bergaul, pintar
dan sukses. Tetapi jika melihat kondisi sekarang ini, dengan tidak seimbangnya
jumlah APK dan APM, maka harapan orangtua tersebut hanya akan berakhir antara
harapan dan kenyataan. Bagaimana orang tua untuk mewujudkan harapan tersebut, itulah
yang paling penting (W/FO-PPAUD/2-09-2011).
Dari wawancara tersebut terungkap bahwa
jumlah anak wajib sekolah (APK) di desa Tarung Manuah lebih besar daripada jumlah
anak yang ikut dalam program pendidikan (APM), mulai dari jenjang PAUD sampai
SLTA. Meski demikian keberadaan PAUD di desa ini mendapat antusias dari
sebagian warga. Karena program-program yang ditawarkan sangat baik bagi
perkembangan anak usia dini, baik program pembinaan keterampilan, kesehatan
fisik, interaksi sosial, maupun pembinaan karakter. Hal ini sangat mendukung
perkembangan PAUD
selanjutnya. Hal tersebut juga diungkapkan oleh pengelola PAUD. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh penjelasan bahwa:
selanjutnya. Hal tersebut juga diungkapkan oleh pengelola PAUD. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh penjelasan bahwa:
PAUD diselenggarakan sesuai dengan tahap
perkembangan dan potensi masing-masing anak. PAUD diajarkan melalui cara
bermain, dengan begitu tidak merampas haknya. Semua itu untuk mengembangkan semua
potensi anak, dari motorik, bahasa, kognitif, emosional dan sosial dengan
mengedepankan kebebasan memilih, merangsang kreativitas dan penumbuhan karakter.
PAUD memberikan lingkungan yang kaya akan rangsangan indera, yang dirancang
secara sadar dan terencana, yang dilakukan orang dewasa (orangtua/pendidik)
agar
seluruh potensi anak dapat berkembang secara optimal (W/YAPPAUD/2-09-2011)
seluruh potensi anak dapat berkembang secara optimal (W/YAPPAUD/2-09-2011)
Dari wawancara dengan informan tersebut
telah menepis anggapan masyarakat bahwa Kelompok Bermain hanya merupakan tempat
bermain dan bernyanyi saja di sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum
saatnya. PAUD sesuai dengan tahap perkembangan dan potensi masing-masing anak. PAUD
diajarkan melalui cara bermain. Semua itu untuk mengembangkan semua potensi
anak, dari motorik, bahasa, kognitif, emosional dan sosial dengan mengedepankan
kebebasan memilih, merangsang kreativitas dan penumbuhan karakter. Karena dalam
perkembangan jiwa anak terdapat periode-periode kritis yang berarti bahwa bila periode-periode
ini tidak dapat dilalui dengan baik, maka akan timbul gejala-gejala yang
menunjukan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri dan kepribadian
yang terganggu. Lebih jauh lagi bahkan tugas sebagai makhluk
sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik
untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya akan gagal sama
sekali. Prinsip-prinsip PAUD berorientasi pada kebutuhan anak. Segala
kegiatan harus ditujukan pada kebutuhan anak sebagai individu. Selain itu, kegiatan belajar dilakukan melalui sarana bermain. Dengan bermain anak akan melakukan eksplorasi, sehingga dapat menemukan pengetahuan dari benda-benda yang dimainkannya. Hal ini juga disadari oleh beberapa orang tua anak, seperti yang dikemukakan oleh orangtua anak didik bahwa:
sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik
untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya akan gagal sama
sekali. Prinsip-prinsip PAUD berorientasi pada kebutuhan anak. Segala
kegiatan harus ditujukan pada kebutuhan anak sebagai individu. Selain itu, kegiatan belajar dilakukan melalui sarana bermain. Dengan bermain anak akan melakukan eksplorasi, sehingga dapat menemukan pengetahuan dari benda-benda yang dimainkannya. Hal ini juga disadari oleh beberapa orang tua anak, seperti yang dikemukakan oleh orangtua anak didik bahwa:
Saya tidak tahu cara mendidik anak
dengan baik, agar anak jadi pintar dan cerdas serta tidak ketinggalan dengan anak-anak
yang lainnya, maka anak saya ikutkan dalam program Kelompok Bermain. Karena
saya menilai PAUD Permata Hati 1 mempunyai fasilitas belajar dan tempat bermain
yang baik yang tidak mungkin saya dapat menyediakannya (W/AH-OT/7-09-2011).
Pernyataan hampir sama pula dikemukakan
oleh orang tua anak didik lainnya. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh
informasi bahwa:
Pada intinya saya ingin membahagiakan
anak saya, karena melalui Kelompok Bermain, selain anak mendapat teman banyak,
juga saya berharap, anak akan berkembang secara optimal baik kognitif maupun karakternya.
Selain itu juga saya merasa bahagia bila melihat kehidupan anak yang penuh
dengan canda dan tawa saat bermain dengan teman-temannya. Itulah dunia mereka,
adalah dunia bermain (W/KH OT/7-09-2011).
Dari wawancara tersebut dapat dikatakan
bahwa partisipasi orangtua dalam mengikutkan anaknya dalam Kelompok Bermain
cukup signifikan. Dalam hal ini, kedudukan dan fungsi orang tua dalam kehidupan
anak sangatlah penting dan fundamental, orang tua pada hakekatnya merupakan
wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih
berada dalam bimbingan tanggung jawabnya. Sejalan dengan itu, melihat kesibukan
orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka hal yang sangat
mustahil bila orangtua akan mampu mendidik anak-anaknya tanpa bantuan orang
lain yang lebih berkompeten. Disinilah peranan Program Kelompok Bermain sangat
penting. Seperti yang diungkapkan oleh orang tua peserta didik. Dari pertanyaan
yang diajukan diperoleh penjelsan bahwa:
Sebagai pedagang keliling, saya hampir
tidak punya waktu dalam
mendidik anak. Dalam mendukung perkembangan pengetahuan anak saya tidak segan-segan mengikutkannya dalam program PAUD. Biar anak saya tumbuh dan berkembang secara normal, baik fisiknya maupun pengetahuannya (W/VP-OT/7-09-2011).
mendidik anak. Dalam mendukung perkembangan pengetahuan anak saya tidak segan-segan mengikutkannya dalam program PAUD. Biar anak saya tumbuh dan berkembang secara normal, baik fisiknya maupun pengetahuannya (W/VP-OT/7-09-2011).
Pernyataan hampir sama pula dikemukakan
oleh orang tua peserta didik lainnya bahwa:
Banyak fasilitas permainan edukatif yang
disediakan di PAUD Permata Hati 1. Selain itu juga tersedia berbagai macam
media pembelajaran yang sangat memudahkan anak dalam mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Tentang kemandirian, anak saya tidak pernah saya jaga. Awalnya
memang dijaga, tapi kemudian tidak lagi, karena banyak kerjaan di rumah. Soal
dia menangis dan berontak, ada guru yang mengurusnya. Saya kira mereka ahlinya.
Dan sekarang Alhamdulillah anak saya rajin ke PAUD (W/MTOT/11-09-2011).
Dari wawancara tersebut dapat dikatakan
bahwa orangtua yang memiliki wawasan jauh ke depan akan lebih memilih mengikutkan
anaknya di program Kelompok Bermain daripada berada dirumah.
b. Kontribusi pemikiran, tenaga, waktu dan dana untuk peningkatan
mutu layanan Kelompok Bermain
Untuk memperoleh data tersebut peneliti
mewawancarai pengelola PAUD, diperoleh penjelasan:
Kalau sumbangan tenaga dan materi ada.
Disaat kita merayakan HUT Kemerdekaan atau peringatan hari-hari besar
keagamaan, partisipasi orang tua tidak dapat di hitung mulai dari menyediakan
perlengkapan sampai mendampingi anak saat mengikuti pawai atau gerak jalan. Itu
semua butuh dana, tenaga dan menyita waktu orang tua, bu. Kalau kontribusi pemikiran,
kami sangat bersyukur dan terbuka jika ada orang tua yang memberikan saran
ataupun kritikan yang bersifat membangun, demi pengembangan PAUD ke depan
(W/YA-PPAUD/14-08-2011).
Selaras dengan apa yang dikemukakan oleh
orang tua peserta didik mengemukakan penjelasan bahwa:
Kalau kontribusi pemikiran atau materi
belum, tapi kalau tenaga sering bu, saat ada kegiatan ekstrakorikuler, seperti
lomba senam sehat ceria tingkat kecamatan saya selalu mendampingi anak termasuk
menyediakan kebutuhannya. Bahkan jika ada lomba gerak jalan tingkat PAUD setiap
hari jadi kemerdekaan, saya juga ikut gerak jalan bersama ibu-ibu lainnya.
(W/AG-OT/14-08-2011).
Dari wawancara tersebut terungkap bahwa
selama ini yang orang tua hanya mengetahui bentuk partisipasi yang dapat
diberikan terhadap program PAUD hanya waktu dan tenaga. Kurangnya partisipasi
orang tua dalam kontribusi pemikiran dan dana dalam pengembangan PAUD, karena
memang mereka tidak tahu harus menyumbangkan apa dan kontribusi pemikiran
seperti apa.
Seperti
yang dikemukakan oleh orang tua peserta didik, bahwa:
Pengadaan gedung dan fasilitas di PAUD
kan tanggung jawab
pemerintah. Dari dulu memang begitu bu, kita hanya tahu
menyekolahkan anak. Sekarang pendidikan sudah digratiskan, tanpa ada biaya sedikitpun. Adanya program wajib belajar, kita sebagai orang tua hanya diwajibkan menyekolahkan anak, kan begitu. Kalau toh dimintai sumbangan dana, digunakan untuk apa? (W/AT-OT/19-08-2011).
pemerintah. Dari dulu memang begitu bu, kita hanya tahu
menyekolahkan anak. Sekarang pendidikan sudah digratiskan, tanpa ada biaya sedikitpun. Adanya program wajib belajar, kita sebagai orang tua hanya diwajibkan menyekolahkan anak, kan begitu. Kalau toh dimintai sumbangan dana, digunakan untuk apa? (W/AT-OT/19-08-2011).
Ungkapan informan tersebut mengisyaratkan
bahwa kontribusi pemikiran dari orang tua masih rendah, bahkan hampir tidak ada
karena sebagian besar orang tua memiliki pendidikan rendah, sehingga mereka
tidak tahu pemikiran seperti apa yang dapat di berikan untuk pengembangan PAUD.
Sementara kontribusi dana juga belum terpenuhi orang tua yang lebih disebabkan
oleh faktor ekonomi dari orang tua yang sebagian besar berpenghasilan rendah.
Dengan demikian faktor pendidikan dan
faktor ekonomi menjadi alasan penting kurangnya kontribusi pemikiran dan materi
dari orang tua. Dari konsep tersebut, dapat dikatakan bahwa orang tua yang berpendidikan
tinggi serta memiliki persepsi dan pemahaman yang sejalan dengan konsep
pendidikan yang dikembangkan, akan dengan sukarela menyumbangkan pemikiran
maupun material untuk peningkatan kualitas pendidikan anaknya. Dan sebaliknya,
apabila tingkat pendidikan orang tua rendah serta tidak memiliki pemahaman
tentang konsep pendidikan bahkan terkadang tidak sejalan dengan konsep yang
dikembangkan, akan timbul keragu-raguan untuk melibatkan diri untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan.
dikembangkan, akan timbul keragu-raguan untuk melibatkan diri untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan.
c. Menjalin komuniksi yang baik dengan pengelola/pendidik Kelompok
Bermain
Untuk mendapatkan data tersebut,
peneliti mewawancarai pengelola PAUD, bahwa:
Selama ini komunikasi dengan orang tua
berjalan baik, karena apabila ada anak yang mengalami hambatan dalam belajarnya
ataupun perkembangan mental dan psikologisnya, kami segera komunikasikan dengan
orang tuanya. Dan itu salah satu jalan untuk membantu memecahkan permasalahan
anak tersebut. Hal ini penting dalam menyatukan persepsi antara orangtua dan
pendidik dalam hal mendidik anak (W/YAPPAUD/14-08-2011).
Pernyataan hampir sama pula dikemukakan
oleh orang tua peserta didik lainnya bahwa:
Penting bagi kami menjalin komunikasi
dengan pendidik, selain dapat mengetahui program yang dilaksanakan juga
informasi tentang perilaku anak yang menyimpang dapat diketahui. Tak heran jika
pendidik di PAUD ini disayangi anak-anak, karena cara mereka mendidik ataupun berkomunikasi
dengan anak sangat berempati (W/FK-OT/13-09-2011).
Hal yang sama juga diungkapkan …………. selaku orang tua, bahwa:
Kami baru tahu cara mendidik anak dengan
baik lewat komunikasi dengan pendidik. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan
kepada anak seperti: membentak anak, membatasi aktifitas anak, memukul dan
menghardik anak. Maklum cara itu yang kami dapat dari orang tua, jadi kami praktekan
kepada anak-anak. Ternyata cara seperti itu merampas hak-hak anak bahkan
mematikan kreatifitas anak. Allhamdullilah cara-cara seperti itu sudah ditinggalkan.
(W/NB-OT/13-09-2011)
Dari wawancara tersebut, dapat dikatakan
bahwa terjalinnya komunikasi yang baik antara orang tua dan pengelola Kelompok
Bermain karena alasan bahwa orang tua akan mendapatkan gambaran yang tepat
mengenai program yang akan dan telah dilaksanakan. Selain itu informasi tentang
tingkah laku anak, sikap anak terhadap teman atau pendidik, keaktifan anak di
kelas, dan sebagainya akan dapat diketahui orang tua. Dengan adanya keaktifan
orang tua seperti ini maka anak yang bermasalah di sekolah dapat segera
ditangani, sehingga masalahnya tidak berlarut-larut yang akan berdampak buruk bagi
perkembangan jiwa anak dan masa depannya.
Manfaat lain yang diperoleh orang tua adalah
untuk menyamakan persepsi dalam hal mendidik anak. Hal untuk menjaga
kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di
sekolah. Orang tua mendidik anaknya di rumah, dan di sekolah untuk mendidik
anak diserahkan kepada pihak sekolah atau guru, agar berjalan dengan baik komunikasi
diantara orang tua dan sekolah maka harus ada dalam suatu rel yang sama supaya
bisa seiring seirama dalam memperlakukan anak, baik di rumah ataupun di
sekolah. Kalau saja dalam mendidik anak berdasarkan kemauan salah satu pihak
saja misalnya pihak
keluarga saja ataupun pihak sekolah saja yang mendidik anak, hal ini berdasarkan beberapa pengalaman tidak akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain usaha yang dilakukan oleh orang tua atau sekolah akan mentah lagi. Seperti yang diungkapkan …………… selaku anak, bahwa :
keluarga saja ataupun pihak sekolah saja yang mendidik anak, hal ini berdasarkan beberapa pengalaman tidak akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain usaha yang dilakukan oleh orang tua atau sekolah akan mentah lagi. Seperti yang diungkapkan …………… selaku anak, bahwa :
”di rumah saya dilarang mama bermain
air, padahal disekolah saya bermain air sama bu guru” (W/NLSPAUD/17-09-2011).
Dari ungkapan anak tersebut terungkap
bahwa ketidaksamaan persepsi orangtua dan guru akan mengakibatkan ada dua rel
yang harus dilalui oleh anak dan akibatnya si anak menjadi pusing mana yang
harus diturut, bahkan lebih jauhnya lagi dikhawatirkan akan membentuk anak berkarakter
ganda. Lain halnya seperti yang dikemukakan tutor PAUD, bahwa:
Komunikasi dengan orang tua itu penting
untuk menjaga kepercayaan orang tua terhadap Kelompok Bermain. Komunikasi yang
terjalin dengan baik sudah berawal saat kami sosialisasikan tentang program
Kelompok Bermain ke rumah-rumah orang tua yang memiliki anak usia dini. Tanpa komunikasi
yang baik sulit membangun kepercayaan orang tua untuk mengikutkan anaknya dalam
Kelompok Bermain (W/SN-TPAUD/27-08- 2011).
Dari wawancara dengan informan tersebut,
tersirat bahwa pihak pendidik dalam menjaga komunikasi yang baik dengan orang
tua lebih ditekankan pada akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat. Artinya
untuk menjaga tetap eksisnya lembaga pendidikan di mata masyarakat. Sebab dengan
informasi yang diperoleh melalui komunikasi, masyarakat dan sekolah berusaha
untuk saling terbuka satu sama lain sehingga tercipta transparansi yang
memberikan kepada sekolah
kerangka akuntabilitas yang baik. Transparansi dan akuntabilitas pada gilirannya akan melahirkan rasa saling percaya. Rasa saling percaya akan timbul manakala perilaku masing-masing pihak bisa diprediksi oleh pihak lain. Sikap saling percaya akan membuat hubungan sekolah dengan masyarakat menjadi harmonis. Keharmonisan ini, jika bisa dipertahankan dalam waktu lama akan membuahkan rasa saling memiliki (sense of belonging) masyarakat terhadap sekolah.
kerangka akuntabilitas yang baik. Transparansi dan akuntabilitas pada gilirannya akan melahirkan rasa saling percaya. Rasa saling percaya akan timbul manakala perilaku masing-masing pihak bisa diprediksi oleh pihak lain. Sikap saling percaya akan membuat hubungan sekolah dengan masyarakat menjadi harmonis. Keharmonisan ini, jika bisa dipertahankan dalam waktu lama akan membuahkan rasa saling memiliki (sense of belonging) masyarakat terhadap sekolah.
Jika masyarakat sudah merasa memiliki
sekolah, maka masyarakatpun akan merasa ikut bertanggung jawab terhadap
sekolah. Dengan demikian, maka dukungan masyarakat baik dalam bentuk materi
maupun dalam bentuk yang lain akan lebih mudah diperoleh sekolah. Sehingga pada
tataran selanjutnya, sekolah benar-benar menjalankan fungsinya dalam memegang
amanah dari para orang tua mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya untuk
mempersiapkan masa depannya.
d. Memberi motivasi serta kepedulian terhadap pendidikan anak
Untuk mendapatkan data ini peneliti melakukan
wawancara dengan orang tua, bahwa:
Kadang anak saya tidak mau lagi ke sekolah
(PAUD), maunya ikut saya ke tempat kerja. Upaya yang saya lakukan adalah memberikan
ia reward atau hadiah jika mau ke sekolah, seperti membelikan ia mobol-mobilan,
pistol mainan dan sebagainya. Tujuannya agar ia termotivasi ke sekolah
(W/MT-OT/13-09-2011).
Pernyataan hampir sama pula dikemukakan
oleh orang tua peserta didik bahwa:
Setiap malam saya luangkan waktu untuk
memeriksa buku pelajaran anak, untuk mengetahui dan memastikan apa saja yang ia
lakukan di sekolah. Dari situ saya dapat mengarahkan anak-anak dengan bijaksana
mengenai pengaturan waktu, kapan boleh bermain, dan kapan harus belajar. Selain
itu saya selalu mengajak anak untuk sholat lima waktu di mesjid terdekat. Dan
jika ada kata-kata, sikap atau ada hal-hal yang ganjil, segera saya lakukan
tindakan yang tepat untuk mengatasinya. (W/HG-OT/13-09-2011).
Dari wawancara dengan informan tersebut
dapat dikatakan bahwa orang tua dalam menjalani peran dan fungsinya, dituntut
perhatian serta partisipasinya dalam pendidikan anak-anaknya. Seperti
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak, memperhatikan kebutuhan sekolah
anak, berinteraksi dengan anak secara emosional dan intelektual, menanamkan
kebiasaan yang baik bagi anak, memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan
dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang,
rasa aman, dan menanamkan kebiasan-kebiasan serta memberikan keteladanan yang baik.
Pernyataan lain dikemukakan oleh orang
tua peserta didik yang kesehariannya berprofesi sebagai tukang. Dari pertanyaan
yang diajukan
diperoleh informasi bahwa:
diperoleh informasi bahwa:
Di masa sekarang dunia hiburan yang
sangat menarik bagi anak tersebar di mana-mana. Acara-acara televisi, VCD, play
station dan permainan lain dapat dengan mudah dijumpai dan dinikmati anak.
Untuk itu saya sebagai orang tua harus pintar-pintar memilih dan memilah mana
yang bisa ditontong/dimainkan anak dan yang tidak. Jangan sampai anak akan terjebak
dalam permainannya dan lupa pergi sekolah (W/MI-OT/10-09-2011).
Dari hasil wawancara dengan informan
tersebut terungkap bahwa
partisipasi orang tua bagi pendidikan anak usia dini bisa saja dalam hal memilih dan memilah jenis permainan anak yang bersifat edukatif. Jenis permainan yang harganya mahal bukan ukuran permainan yang terbaik untuk anak. Menurut pakar pendidikan, alat permainan tradisional lebih bersifat edukatif dari pada jenis permainan modern. Hal ini memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dalam lingkungan yang lebih luas, menghargai usaha-usahanya, menyediakan lingkungan dan sarana belajar yang kondusif, merupakan wujud nyata partisipasi orangtua dalam pendidikan anak.
partisipasi orang tua bagi pendidikan anak usia dini bisa saja dalam hal memilih dan memilah jenis permainan anak yang bersifat edukatif. Jenis permainan yang harganya mahal bukan ukuran permainan yang terbaik untuk anak. Menurut pakar pendidikan, alat permainan tradisional lebih bersifat edukatif dari pada jenis permainan modern. Hal ini memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dalam lingkungan yang lebih luas, menghargai usaha-usahanya, menyediakan lingkungan dan sarana belajar yang kondusif, merupakan wujud nyata partisipasi orangtua dalam pendidikan anak.
M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa:
Berhasil baik atau tidaknya pendidikan
di sekolah bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan orang tua di rumah.
Pendidikan orang tua adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya,
baik di sekolah maupun di masyarakat.
Dengan
demikian betapa perlunya orang tua senantiasa memperhatikan perkembangan dan
kemajuan pendidikan anak-anaknya, sebab perhatian dan bimbingan yang cukup dari
orang tua sangat menunjang bagi keberhasilan pendidikan anak. Partisipasi orang
tua dalam program Kelompok Bermain lebih disebabkan karena alasan ekonomi,
geografis, rendahya persepsi orang tua terhadap arti pentingnya pendidikan bagi anak, tidak ada waktu
untuk jaga anak dan masalah tradisi masyarakat. Seperti yang terangkaum dalam
wawancara berikut ini:
a. Tidak ada waktu untuk jaga anak.
Data ini diperoleh peneliti dari
wawancara dengan orangtua sebagai
informan. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh penjelasan bahwa:
informan. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh penjelasan bahwa:
Ada keinginan saya agar anak saya ikut
dalam program PAUD, tapi sebagai pembantu rumah tangga saya tidak ada waktu
menjaga anak saya di PAUD. Setiap berangkat kerja anak selalu ikut saya, selain
tidak merepotkan saya dan juga tidak ada kekhawatiran karena anak dekat dengan
saya. Saya akan menyekolahkan dia nanti sudah umur 6 atau 7
tahun (W/RM-OT/7-09-2011)
tahun (W/RM-OT/7-09-2011)
Lain lagi yang dikatakan Bendahara KUD di
desa Tarung Manuah. Dari pertanyaan yang ajukan diperoleh informasi bahwa:
Setiap berangkat kerja anak saya
titipkan di rumah neneknya. Pernah sekali ia saya ikutkan dalam program Kelompok
Bermain, namun minta dijagain sama saya. Saya kan harus kerja bu, mana di
sekolah dia harus minta beli ini dan beli itu. Maklun, saya tidak membiasakan
anak saya makan diluar rumah apalagi makanan atau minuman kemasan, yang
terkadang tidak memenuhi syarat kesehatan (W/YD-OT/10-09-2011)
Dari wawancara tersebut disebutkan bahwa
kesibukan orangtua di luar rumah dalam menopang kebutuhan keluarga menjadi
kendala bagi anak untuk sekolah. Jika ditinjau dari segi ekonomi, kehidupan
masyarakat Tarung Manuah umumnya tergolong miskin. Kesibukan istri di luar
rumah dalam menopang kebutuhan keluarga turut mempengaruhi pendidikan anak.
Ketiadaan waktu untuk menjaga anak di PAUD menyebabkan anak tidak diikutkan
pada program PAUD.
b. Faktor Geografis
Data ini diperoleh peneliti saat mewawancarai
dengan orang tua sebagai informan:
Ada keinginan saya untuk berpartisipasi
di PAUD, tapi jarak sekolah cukup jauh. Maklum rumah saya dibalik perbukitan
dan tidak ada transportasi sama sekali. Namun saya bertekad tetap akan
menyekolahkan anak, tapi nanti fisiknya sudah kuat untuk itu (W/KA-OT/10-09-2011).
Dari wawancara tersebut dapat dikatakan
bahwa tidak semua warga yang berpendidikan rendah tidak termotivasi untuk
menyekolahkan anknya. Hanya karena alasan geografis yang sulit dan jauh
orangtua harus menguburkan impiannya untuk menyekolahkan anak. Keadaan
geografis di desa Tarung Manuah memang tergolong tidak rata, melainkan
bergelombang dan lebih banyak perbukitan. Sehingga pemukiman warga tidak
terkonsentrasi pada satu tempat,
melainkan tersebar dibalik perbukitan yang menjadi lahan pertanian mereka. Hal ini mengakibatkan banyaknya rumah warga yang menjauhi fasilitas umum, termasuk fasilitas pendidikan.
melainkan tersebar dibalik perbukitan yang menjadi lahan pertanian mereka. Hal ini mengakibatkan banyaknya rumah warga yang menjauhi fasilitas umum, termasuk fasilitas pendidikan.
c. Rendahnya pendidikan orang tua
Orangtua kadangkala memiliki pengetahuan
yang dangkal bagaimana sebenarnya anak-anak belajar dan berkembang. Karena
rata-rata pendidikan orangtua di desa Tarung Manuah hanya lulusan SD bahkan ada
yang tidak sekolah. Maraknya kasus perkawinan dini di desa ini membuat warga
banyak yang putus sekolah. Implikasinya adalah ibu-ibu rumah tangga yang
berpendidikan rendah. Sehingga pengetahuan akan arti pentingnya pendidikan bagi
anak tidak diketahui secara benar. Seperti yang diungkapkan oleh kepala desa Tarung
Manuah bahwa:
Implikasi perkawinan dini di desa ini telah
membawa kerugian besar bagi potensi sumber daya manusia dalam menunjang program
pembangunan. Secara statikal jumlah penduduk yang bertambah banyak tapi tidak
dapat berbuat apa-apa karena tidak memiliki keahlian dan keterampilan yang memadai
dalam menunjang hidup. Bagaimana mereka mampu menyekolahkan anak, pendapatan
sehari hanya cukup untuk makan sehari. Makanya kepedulian masyarakat di desa
ini terhadap pendidikan sangat kurang (W/AB-KD/7-09-2011).
Sementara pada kasus lain ditemukan peneliti
bahwa orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah ternyata sulit untuk
mengendalikan kelahiran anak, sehingga jumlah kelahiran anak menjadi bertambah.
Kehadiran anak atau adik baru bagi anak yang lebih tua menimbulkan problema
tersendiri. Bagaimana
anak yang tua bisa mengecap pendidikan dengan baik bila ibu sibuk mengurusi adik yang baru lahir. Seperti yang diungkapkan oleh orang tua sebagai informan, bahwa:
anak yang tua bisa mengecap pendidikan dengan baik bila ibu sibuk mengurusi adik yang baru lahir. Seperti yang diungkapkan oleh orang tua sebagai informan, bahwa:
Mengurus anak telah menguras tenaga dan
waktu saya. Saya hampir tidak ada istirahat, bu. Ada keinginan saya untuk ikut
program Keluarga Berencana, tapi bapak tidak mengijinkan. Katanya banyak anak
banyak rejeki. Nyatanya untuk kebutuhan sehari-hari saja susah apalagi beli perlengkapan
sekolah anak. Biar tidak sekolah anak saya yang penting ngumpul dan sehat-sehat
(W/HH-OT/17-09-2011).
Dari wawancara tersebut dapat diakatakan
bahwa rendahnya pendidikan telah berimlikasi pada tingkat kesadaran untuk
menyekolahkan anak, bahkan program-program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat tidak diketahui secara jelas. Namun yang lebih memprihatinkan adalah
adalah keluarga yang meski dari sisi ekonomi cukup memadai, namun kesadaran
untuk menyekolahkan anak seakan tidak ada.
Seperti yang diungkapkan oleh orangtua sebagai informan bahwa:
Saya lebih mempercayakan pengasuhan anak
saya kepada pembantu rumah tangga. Alasannya saya lebih dapat mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama masalah kesehatannya. Sebagai
seorang pedagang, kegiatan saya lebih banyak di pasar. Jadi waktu bagi saya
sangat berarti, kalau anak sakit maka saya otomatis tidak dapat berdagang.
Pernah dia saya ikutkan di PAUD, tapi karena sering sakit saya berhentikan. Maklum
di desa ini banyak anak-anak yang memiliki penyakit yang mudah berjangkit
(W/YK-OT/7-09-2011).
Pernyataan hamper sama pula dikemukakan
oleh orang tua anak lainnya. Diperoleh penjelasan bahwa:
Jika saya amati di PAUD itu lebih banya
bermain dan bernyanyi. Bagi saya bermain di rumah dan di ”Kelompk Bermain” sama
saja. Kan namanya juga bermain. Meskipun di PAUD fasilitas bermainnya cukup memadai
tapi anak kan harus ditungguin. Kalau hanya untuk alat permainan saya sudah
membelikan bermacam-macam permainan dirumah yang dapat ia gunakan
(W/HA-OT/17-09-2011).
Dari wawancara tersebut terungkap kesadaran
untuk menyekolahkan anak tidak terbatas pada warga dari golongan ekonomi lemah
tapi dari kalangan ekonomi menengah pun masih didapati hal yang sama. Anggapan
mereka bahwa PAUD hanya merupakan tempat bernyanyi dan bermain saja, sementara
mereka biasanya ingin anaknya pintar dengan cara cepat, misalnya mampu
menghitung, membaca dan menulis dan siap melanjutkan studi ke jenjang
berikutnya. Orangtua baru mendaftarkan anaknya ke TK saat anak menjelang umur 5
tahun. Padahal dalam rentang usia 3-6 tahun, bermain adalah cara belajar yang
paling efektif untuk menstimulasi perkembangan bahasa, motorik,
sosio-emosional, kognitif serta keterampilan komunikasi anak.
d. Faktor Ekonomi
Kesulitan untuk melibatkan orang tua
pada ”Kelompok Bermain” menjadi makin bertambah pada keluarga dengan sosial ekonomi
rendah. Keadaan ekonomi keluarga ini telah menyita dan membuang energi orang
tua untuk hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan perhatian mereka tidak
terpusat untuk terlibat
menolong anak pada proses pendidikannya sehingga perkembangan kognitif, afektif serta psikomotorik anak tidak tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam keluarga yang miskin, penghasilan suami dan atau istri yang rendah sering menjadi pemicu pertengkaran dalam keluarga. Akibat lebih lanjut dari pertengkaran adalah suami dan istri menjadi saling tidak peduli terhadap pendidikan anak.
menolong anak pada proses pendidikannya sehingga perkembangan kognitif, afektif serta psikomotorik anak tidak tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam keluarga yang miskin, penghasilan suami dan atau istri yang rendah sering menjadi pemicu pertengkaran dalam keluarga. Akibat lebih lanjut dari pertengkaran adalah suami dan istri menjadi saling tidak peduli terhadap pendidikan anak.
Seperti apa yang dikemukakan oleh orang
tua. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh keterangan bahwa:
Biarlah anak saya berkembang apa adanya.
Di rumah juga masih ada anak tetangga yang bisa ia ajak bermain. Kalau di PAUD
kan masih harus di sediakan sepatunya, baju sekolah dan uang jajan. Mana saya
ada uang untuk itu, makan saja susah. Suami saya tidak bekerja, untuk makan
sehari-hari saya harus kerja keras membuat minyak kelapa lalu dijual ke warung
terdekat (W/YP-OT/7-09-2011).
Dari wawancara tersebut secara keseluruhan
dapat dikemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya partisispasi
orang tua terhadap program Kelompk Bermain. Namun demikian alasan apapun yang
dapat dikemukakan, program Kelompok Bermain sebagai lembaga pendidikan non formal
yang hidup dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat, jelas bukan
layanan pendidikan yang berjalan terisolasi dari masyarakat, melainkan
berorientasi kepada kenyataan-kenyataan kehidupan dan hidup bersama-sama masyarakatnya baik masyarakat sebagai orangtua siswa, masyarakat terorganisasi, atau masyarakat secara luas. Pada dasarnya, orang tua memiliki potensi-potensi yang dapat didayagunakan dalam mendukung program Kelompok Bermain, agar dapat tumbuh dan berkembang sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
berorientasi kepada kenyataan-kenyataan kehidupan dan hidup bersama-sama masyarakatnya baik masyarakat sebagai orangtua siswa, masyarakat terorganisasi, atau masyarakat secara luas. Pada dasarnya, orang tua memiliki potensi-potensi yang dapat didayagunakan dalam mendukung program Kelompok Bermain, agar dapat tumbuh dan berkembang sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
B. Pembahasan
Pendidikan merupakan kebutuhan bagi anak
untuk meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga orang tua akan berupaya keras
untuk dapat memenuhi kebutuhan anak mengikuti pendidikan hingga pada jenjang
yang tertinggi. Tanggung jawab mengandung makna bahwa orang tua merasakan
adanya suatu kewajiban moral yang harus dilakukan secara ikhlas untuk
memberikan pendidikan bagi anaknya, sehingga anak dapat melakukan penyesuaian
diri dalam masyarakat tempat ia hidup. Tanggung jawab ini diwujudkan dalam
berbagai upaya diantaranya adalah partisipasi orang tua terhadap lembaga
pendidikan tersebut.
Lembaga pendidikan seperti program
Kelompok Bermain merupakan salah satu tempat pelaksanaan proses pembentukan
karakter bangsa. Namun
pembentukan karakter bangsa ini bukan hanya diserahkan sepenuhnya kepada
lembaga pendidikan saja, tetapi semua komponen yakni orang tua, masyarakat,
dan pemerintah harus bersatu padu membina keberadaan lembaga pendidikan
tersebut. Masyarakat terhadap pendidikan harus di ikutkan mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh sebab itu partisipasi masyarakat yang tercakup dalam kelompok orang tua dan kelompok masyarakat lainnya di luar sekolah atau di lembaga pendidikan itu sendiri perlu digalakkan untuk melahirkan pendidikan yang berkualitas.
pembentukan karakter bangsa ini bukan hanya diserahkan sepenuhnya kepada
lembaga pendidikan saja, tetapi semua komponen yakni orang tua, masyarakat,
dan pemerintah harus bersatu padu membina keberadaan lembaga pendidikan
tersebut. Masyarakat terhadap pendidikan harus di ikutkan mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh sebab itu partisipasi masyarakat yang tercakup dalam kelompok orang tua dan kelompok masyarakat lainnya di luar sekolah atau di lembaga pendidikan itu sendiri perlu digalakkan untuk melahirkan pendidikan yang berkualitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan bahwa bentuk-bentuk
partisipasi orang tua terhadap Program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati di desa Tarung Manuah adalah sebagai berikut:
partisipasi orang tua terhadap Program Kelompok Bermain di PAUD Permata Hati di desa Tarung Manuah adalah sebagai berikut:
1. Mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.
2. Kontribusi pemikiran, tenaga, waktu dan dana untuk peningkatan
mutu
layanan Kelompok Bermain
layanan Kelompok Bermain
3. Menjalin komuniksi yang baik dengan pengelola/pendidik Kelompok
Bermain
Bermain
4. Memberi motivasi serta kepedulian terhadap pendidikan anak
Untuk lebih meningkatkan partisipasi
orang tua terhadap program
Kelompok Bermain, diharapkan peran tutor lebih diintensifkan. Kurangnya
pengetahuan orangtua tentang program Kelompok Bermain baik konsepnya,
kiprahnya, dan manfaat yang dihasilkan bagi anak menjadi alasan penting bagi
oprang tua yang tidak mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.
Kelompok Bermain, diharapkan peran tutor lebih diintensifkan. Kurangnya
pengetahuan orangtua tentang program Kelompok Bermain baik konsepnya,
kiprahnya, dan manfaat yang dihasilkan bagi anak menjadi alasan penting bagi
oprang tua yang tidak mengikutkan anaknya dalam program Kelompok Bermain.
Oleh sebab itu, pada orang tua yang
kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, pendidik dituntut lebih aktif dan
kreatif untuk menciptakan hubungan kerjasama yang lebih harmonis. Banyak cara
yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam memberikan peluang dan kesempatan
kepada orang tua dalam meningkatkan partisipasinya. Hal tersebut antara lain
dapat dilakukan dengan memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah,
baik program yang telah dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga
orang tua mendapat gTarung Manuahn yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan
apa saja yang menjadi kendala dan kekurangan yang ada.
bila berkenan untuk bab selanjutnya secara lengkap sampai dengan lampiran dan halaman depan dalam format *.doc/*.docx silahkan
klik DOWNLOAD
atau hub. 081327121707 terima kasih.