BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) secara sederhana
didefinisikan sebagai ilmu tentang
penomena dan alam
semesta. Dalam kurikulum pendidikan dasar
yang berbasis kompetensi
(KTSP 2006) pendidikan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) (Science)
secara explicit berupa mata pelajaran
yang mulai diajarkan pada
jenjang kelas tinggi,
sedangkan dikelas rendah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) ini terintegrasi
dengan mata pelajaran lainnya
seperti pelajaran Bahasa Indonesia.
Dalam KTSP ditegaskan
pengertian Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) (science) sebagai cara mencari tahu tentang alam secara sistematis
dan bukan hanya kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga suatu proses penemuan.
Sejalan dengan kemampuan
siswa fungsi pembelajarn
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
adalah untuk menguasai konsep, serta manfaat yang diaflikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan
yang ada bahwa
pembelajarn Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) di sekolah
belum begitu berkembang
itu terjadi karena beberapa
hal, diantaranya :
guru kurang maksimal
dalam medesain kegiatan pembelajaran
yang inofatif, kreatif
dan menyenangkan. Juga
karena guru kurang melibatkan siswa dalam beberapa kegiatan percobaan
atau jarang aktif sehingga bisa
dikatakan bahwa pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
adalah pembelajaran yang
sulit untuk dipahami
apalagi diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) harus dimulai dari hal-hal yang sifatnya umum ke hal-hal yang lebih khusus.
Selain itu pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) harus memperhatikan urutan dari
beberapa konsep. Suatu konsep
harus diajarkan lebih
dulu jika konsep itu akan
diperlukan pada pembelajaran konsep berikutnya.
Maka dari itu
peneliti mengadakan rancangan
pembelajaran untuk memperbaiki
sistem pembelajaran dan dapat menciptakan suatu pembelajaran yang aktif,
kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Untuk
memfasilitasi siswa agar
data mengembangkan potensi
yang dimilikinya dan menambah
pemahaman siswa, peneliti
menerapkan penggunaan alat peraga
pembelajaran yang tepat sesuai dengan pokok bahasan. Dalam hal ini adalah
menggunakan peraga torso sebagai
alat untuk menumbuhkan
Pemahaman dan hasil belajar, khususnya
dalam kegiatan pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
yang dilaksanakan, secara
umum bahwa alat peraga pembelajaran
adalah sebagai alat bantu
dalam proses belajar
dan tidak bisa
dipungkiri keberadaanya.
Hasil tes
formatif mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam alat pencernaan
pada manusia dan
bagian-bagiannya diperoleh 28%
atau 7 siswa dari 25 siswa yang mencapai tingkat penguasaan materi 85% ke atas
atau mendapat nilai di atas KKM minimal 70, dengan nilai rata-rata secara
klasikal sebesar 56,80. Hasil studi awal tersebut menunjukkan bahwa nilai
rata-rata secara klasikal masih di bawah KKM.
Mengingat
uraian di atas,
maka pemilihan alat peraga
maupun metode pembelajaran harus
sesuai dengan materi
yang diajarkan. Materi
sistem pencernaan adalah materi yang memerlukan pengelolaan yang baik
dalam penyajiannya, sebab materi
ini menyangkut tentang
organ-organ yang berada di dalam
tubuh yang objeknya sulit untuk diadakan secara langsung di hadapan
siswa. Tanpa ada
penjelasan guru melalui
gambar atau dalam bentuk media
dan alat contohnya
seperti torso, murid
akan kesulitan dalam mengenal
dan membedakan bagian-bagian
organ pencernaan tersebut. Akibatnya
presentasi atau ceramah
yang dilakukan oleh
guru akan membosankan sehingga
murid kurang memahami
materi pelajaran.
Oleh karena itu sangat diperlukan adanya alat bantu
dalam mengajar yaitu penggunaan alat peraga pembelajaran visual bentuk model
(Torso). Penggunaan alat peraga
pengajaran visual torso
diharapkan mampu membangkitkan motivasi
dan rangsangan kegiatan
belajar siswa, membantu keefektifan
proses pembelajaran, menarik
dan mengarahkan perhatian murid
untuk berkonsentrasi kepada
isi pelajaran, memperlancar pencapaian tujuan
untuk memahami dan
mengingat informasi atau
yang diberikan, pembelajaran menjadi
lebih menarik, membawa
kesegaran dan variasi baru
bagi pengalaman belajar
murid sehingga murid
tidak bosan dan tidak bersikap
pasif, serta dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, dengan
menghadirkan gambaran objek yang sedang dipelajari di dalam ruang kelas. Sebagaimana
diketahui bahwa sebagian besar materi bahan
ajar mata pelajaran
IPA di kelas
V Sekolah Dasar
termasuk diantaranya materi tentang
sistem pencernaan tubuh
manusia atau nama, letak
dan fungsi organ-organ
tubuh manusia. Terkait
dengan hal tersebut, maka proses
belajar mengajar selayaknya
mempergunakan alat peraga yang representatif untuk
mencapai hasil belajar
murid secara maksimal. Penggunaan alat peraga
yang tepat juga
akan sangat mempengaruhi
motivasi dan wawasan murid terhadap materi pelajaran yang diajarkan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
data tersebut, peneliti meminta bantuan teman sejawat untuk membantu
mengidentifikasi masalah dalam proses pembelajaran. Dari hasil diskusi
terungkap beberapa masalah sebagai berikut :
- Siswa kurang memahami materi alat pencernaan pada manusia dan bagian-bagiannya.
- Rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi alat pencernaan pada manusia dan bagian-bagiannya.
- Ketidakberanian siswa mengemukakan kesulitan dalam memahami pelajaran IPA materi alat pencernaan pada manusia dan bagian-bagiannya.
Dengan
melakukan refleksi diri, mengkaji permasalahan dan diskusi dengan teman sejawat
dapat diketahui bahwa kemungkinan faktor penyebab timbulnya masalah di atas
adalah :
- Siswa kurang diajak untuk komunikasi aktif dalam pembelajaran
- Kurang atau tidak adanya sarana peraga atau alat bantu pembelajaran, selain buku.
- Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam penyampaian materi kurang tepat
- Guru kurang mampu meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
- Guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang lebih aktif.
- Metode penyajian materi yang digunakan guru tidak sesuai dengan karakteristik dan tahap perkembangan siswa sekolah dasar
Oleh
karena itu, upaya perbaikan yang peneliti lakukan dengan mengadakan Penelitian
Tindakan Kelas Ilmu Pengetahuan Alam materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya di kelas V penggunaan peraga torso di SD Negeri Surusunda
03 Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2012/2013.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian
ini diharapkan lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih
mendalam maka diperlukan
pembatasan masalah. Adapun
pembatasan masalah yang dikaji
dalam penelitian ini adalah masalah diteliti hanya terbatas pada
penggunaan peraga torso dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya untuk meningkatkan keaktifan dan
hasil belajar siswa kelas V Sekolah
Dasar Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap Tahun
Pelajaran 2012/2013.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
gambaran masalah yang
telah dikemukakan di
atas, maka rumusan masalah
yang diungkap
dalam penelitian ini
yaitu :
1.
Apakah penggunaan peraga torso dapat
meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran IPA materi alat pencernaan pada manusia dan
bagian-bagiannya?
2.
Apakah penggunaan peraga torso dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya ?
3.
Bagaimanakah peningkatan
keaktifan dan hasil belajar siswa
pada materi alat pencernaan pada
manusia dan bagian-bagiannya melalui
pemanfaatan peraga torso ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar belakang di atas, dan agar memiliki arah yang jelas, maka ditetapkan
tujuan dari perbaikan tersebut sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui keaktifan siswa dalam
mencari informasi penemuan baru pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya melalui penggunaan peraga torso.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa
pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya melalui penggunaan peraga torso.
F. Manfaat Penelitian
Diharapkan
dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat
secara teoritis dan praktis :
- Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan manfaat teoretis, yaitu memberikan sumbangan pemikiran dan tolok
ukur kajian pada penelitian lebih lanjut yaitu berupa alternatif yang dapat
dipertimbangkan dalam usaha memperbaiki mutu pendidikan dan mempertinggi
interaksi belajar mengajar, khususnya penggunaan peraga torso pada pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan pembaca yang lebih luas terutama melalui penggunaan peraga torso pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
- Manfaat Praktis
a. Siswa
1) Untuk memberikan motivasi siswa
2) Untuk menguji kemampuan intelektual dan
membiasakan tehnik belajar siswa
secara mandiri ataupun
kelompok dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh guru, yang dapat dilaksanakan di dalam dan di luar
kelas.
3) Memberikan pengalaman dalam memecahkan
masalah dengan terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
b. Guru.
Untuk menambah wawasan
dan pengetahuan. Sehingga memantapkan keprofesional
guru di SD
yang dapat dijadikan
bahan atau alat untuk
perubahan pengajaran yang
akurat, praktis dan
dapat dipertanggungjawabkan.
c. Sekolah.
Mendorong sekolah agar
berupaya menyediakan sarana
dan prasarana untuk pelaksanaan
pembelajaran IPA dengan
menggunakan peraga torso.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1.
Pengertian, Prinsip, Karakteristik dan Permasalahan
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
a.
Pengertian
Mata
pelajaran ilmu pengetahuan
alam yang diterapkan
pada murid sekolah dasar
merupakan pemberian pengetahuan
dan keterampilan terhadap sains,
dimana murid dapat
mempelajari mengenai makluk hidup, proses kehidupan dan alam sekitarnya.
Beberapa ilmuwan memberikan definisi sains sesuai
dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and exploring the universe and finding and
expressing it’s hidden order, yaitu “ Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan
penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia
alam.” Sains mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban,
pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun
karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas, 2002 : 1).
James Conant (Samatawo, 2006:1), mendefinisikan Sains
sebagai “ suatu deretan konsep serta
konseptual yang berhubungan
satu sama lain
dan yang tumbuh sebagai hasil
eksperimentasi dan observasi serta berguna untuk diamati dan
dieksperimrntasikan lebih lanjut.
Sedangkan
menurut Powler (Samatowa,
2006:2) bahwa “IPA merupakan ilmu
yang berhungan dengan
gejala-gejala alam dan
kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur berlaku untuk
umum yang berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen.
Ilmu
Pengetahuan Alam atau
IPA atau Sains, merupakan
salah satu mata pelajaran yang
dalam penyampaiannya menekankan
pada pemberian pengalaman secara
langsung, dimana siswa
dibekali untuk mengembangkan sejumlah keterampilan
proses guna menjelajahi
alam sekitar dan memahaminya. Yuliariantiningsih (2004:28)
berpendapat bahwa pada prinsipnya sains
di sekolah dasar
membekali siswa kemampuan
berbagai cara mengetahui dan
suatu cara mengerjakan
yang dapat membantu
siswa untuk memahami alam sekitar
secara mendalam.
Di dalam
kurikulum tingkat satuan
pendidikan disebutkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA)
merupakan cara untuk
mencari tahu tentang
alam secara sistematis untuk
menguasai pengetahuan, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-pronsip, proses penemuan, dan memiliki sikap
ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah dasar
bermanfaat bagi peserta
didik untuk mempelajari
diri sendiri dan alam
sekitar. Pendidikan IPA
menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar peserta
didik mampu menjelajahi dan
memahami alam sekitar
secara ilmiah. Pendidikan
IPA diarahkan untuk “mencari
tahu“ dan “berbuat“
sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam
tentang alam sekitar”
Guru
sebagai pelaksana kegiatan
yang sangat mendasar
yaitu proses belajar mengajar
(PMB), sehingga mempunyai
peran yang sangat
penting di dalam mencapai tujuan
pembelajaran, tidak terkecuali pembelajaran IPA. Perbaikan PMB
merupakan suatu keharusan
yang harus dilakukan
oleh seorang guru. Perbaikan
PMB tersebut sangat
berkaitan erat dengan
kinerja-kinerja dari guru itu sendiri sebagai pelaksana dan pengembangan
PMB.
Keberhasilan
PMB sekarang ini
sangat sulit sekali
untuk ditinggalkan,
khususnya di daerah
pedesaan yang identik
masih berfikir tradisional.
Hal ini terlihat dari cara
pandang bahwa proses pembelajaran hanya dijadikan sebagai keharusan bukan
sebagai kebutuhan. Proses
pembelajaran hanya untuk memperoleh ijazah
saja sebagai pengakuan
dari pemerintah, bukan
sebagai kegiatan untuk mendapatkan
wawasan yang kelak
akan berguna untuk kehidupannya di masa
datang. Sepertinya gaya
berfikir seperti ini
masih harus diturunkan, apalagi
dengan keadaan yang
semakin sulit semakin
memperkuat cara berfikir seperti itu.
Teori
belajar Hilda dan
Taba (Kardisaputra, 2000
: 26), “
semua teori belajar bertitik
tolak dari konsep mengenai manusia dan tingkah laku”. Dengan demikian, teori
belajar disebut juga
dengan teori perkembangan
mental yang membicarakan tentang
kesiapan seseoarang untuk
melakukan tugas-tugasnya sesusai
dengan fase-fase tertentu sedangkan teori-teori mengajar adalah uraian tentang
petunjuk bagaimana semestinya seoarang guru mengajar kepada anak.
Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa
IPA adalah Pengetahuan (ilmiah
yang dapat meliputi
fakta, konsep, prinsif, gagasan-gagasan atau ide teori,
hukum-hukum dan model-model) tentang alam sekitar yang diperoleh melalui proses
ilmiah ( eksperimen dan observasi ) yang dilakukan melaui
indra dan interaksi
dua arah, serta
berkaitan dengan pengembangan
sikap ilmiah, tindakan dan mengasung nilai-nilai atau manfaat.
Fungsi dan tujuan
utama pendidikan IPA
di SD (Yager,
1996:9) tentang ruang lingkup
hasil belajar IPA
yang mencakup kognisi
atau konsep, keterampilan proses,
sikap, kreatifitas dan
aflikasi. Seperti halnya
tujuan pendidikan di SD
adalah agar siswa
mampu menerapkan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip IPA yang
telah dipelajari menggunakan
teknologi sederhana untuk memecahkan
masalah-masalah yang di
temukan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memenuhi
kebutuhan belajar siswa maka pembelajaran IPA di sekolah
diupayakan untuk sesederhana
mungkin supaya siswa
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mereka berfikiran
IPA sangat penting untuk di pelajari untuk menunjang kehidupannya dan
bermanfaat bagi mereka.
Dengan
demikian dapat disimpulkan
bahwa pada hakekatnya
sains terdiri atas tiga
komponen, yaitu produk,
proses dan sikap
ilmiah. Jadi tidak
hanya terdiri atas kumpulan
pengetahuan atau fakta
yang dihafal, namun
juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan fikiran dalam
mempelajari rahasia gejala Alam.
Pendidikan
IPA dengan menggunakan
pendekatan STM adalah
suatu bentuk pengajaran yang
tidak hanya menekankan
penuasaan konsepnya saja tetapi
menekankan peran IPA
dan teknologi dalam
berbagai kehidupan di masyarakat
dan dapat menumbuhkan
rasa tanggung jawab
terhadap dampak teknologi di
masyarakat.
Tujuan mata pelajaran IPA/Sains, yaitu agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1) Meningkatkan
keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan,
keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.
2) Mengembangkan
pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Meningkatkan
kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan
lingkungan serta sumber daya alam. (Permen 22 tahun 2006)
b.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA
Muchtar,
dkk (2004: 5)
menjelaskan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran mata pelajaran
IPA kelas V sekolah dasar adalah sebagai berikut:
1)
Materi
pembelajaran di susun
berdasarkan penyesuaian terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
memiliki keterbacaan tinggi agar murid tidak bosan dalam
membacanya.
2)
Pemberian
Ilustrasi. Dimaksudkan untuk
memberikan penjelasan kepada
murid dengan mempergunakan contoh-contoh gambar dari setiap materi belajar dan
untuk manarik minat murid terhadap mata pelajaran ilmu pengetahuan alam.
3)
Aktivitas
kegiatan. Merupakan penerapan
percobaan-percobaan yang
dilakukan murid baik
individu maupun kelompok
yang bertujuan agar murid
memiliki pengalaman nyata
dalam memahami suatu materi pelajaran yang diberikan.
4)
Aktivitas Tugas. Pemberian tugas baik individu maupun
kelompok dimaksudkan agar murid
aktif dan dapat
memecahkan masalah yang
ditemukan.
c.
Karakteristik IPA
Salah satu ruang
lingkup mata pelajaran
sains yaitu tentang karya
ilmiah yang mencakup
penyelidikan, penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas
dan pemecahan masalah, serta sikap dan nilai ilmiah. Lebih lanjut, Muchtar, dkk (Ilmu Pengetahuan
Alam kelas V SD)
mengemukakan karakteristik dalam
pembelajaran ilmu pengetahuan
alam di sekolah dasar sebagai berikut: :
1)
Pemahaman
konsep dan penerapannya
yang mencakup makhluk hidup dan proses kehidupan.
2)
Standar
kompetensi diberikan sebagai
petunjuk kepada guru
dan murid untuk mampu mengenal sains.
3)
Kompetensi
dasar diberikan sebagai
petunjuk guru dan
murid untuk dapat memahami
pengetahuan, keterampilan dan
bersikap dari setiap materi pelajaran. Menjadi sebuah
dasar untuk menentukan
sebuah pandangan yang baik bagi
IPA khususnya anak SD tetapi ini sudah menjawab IPA merupakan sebuah studi yang
hanya mampu dilakukan sebagian orang dengan
kata lain mempunyai
stratifikasi khusus. Bagaimanakah
anak yang tak mampu
mempelajari IPA mengimbangi
sebuah kehidupan yang akan
mereka hadapi yaitu
globalisasi yang menuntut
bertahan pada pembelajaran holistik? Sesungguhnya
mereka tidak pernah beruntung ke dunia ini.
d.
Permasalahan Pembelajaran IPA di SD
Hancurnya
paradigma kuno tentang
IPA menjadi tema khususnya pembelajaran
IPA di sekolah,
khususnya di Sekolah Dasar
(SD). Sebagai arena
pembentuk dan pemberi
watak usia dini anak
sudah tidak suka
pembelajaran IPA. Oleh Choiri
mengatakan bahwa banyak permasalahan
pembelajaran IPA yang
diangkat ke media tanpa adanya
inovasi pembelajaran di kelas, seakan-akan tetap bertahan bahkan jatuh pada
lobang yang sama.
Selain itu pemberian
materipun harus diperhatikan,
hal ini untuk menghindari
kesalahan/kekurangan
penerimaan konsep pada anak
dengan benar dengan
memperhatikan psikologi anak
yang dimulai dari pembukaan,
sampai evaluasi di
akhir pembelajaran pertama ini.
Selain itu pembelajaran
bermakna dimana penyampaian materi dengan contoh yang
terdekat dengan anak sehingga akan lebih mudah
memahami dan dirasakan
lebih bernilai, maksudnya
lebih bisa berguna bukan hanya sekedar teori dan menyenangkan.
Permasalahan
lain yang timbul
yaitu tidak adanya
media pembelajaran yang memadai
untuk menjelaskan suatu konsep diluar praktikum
dan observasi. Hal
ini akan mempersulit
anak dalam memahami konsep
sehingga tak jarang
anak memahami diluar konsep yang sebetulnya jadi guru harus
kreatif dan inovatif.
Berdasarkan hasil monitoring
kelas pada saat
pembelajaran IPA, banyak sekali
masalah yang muncul
yang dialami oleh
guru, diantaranya :
1) Guru
tidak siap mengajar, dalam arti terkadang guru belum memahami konsep materi
yang diajarkan.
2) Kesulitan
memahami pelajaran, guru sering kesulitan dalam memunculkan minat belajar anak.
3)
Kurang optimal dalam penerapan
metode pembelajaran yang ada.
4)
Kesulitan memilih dan menentukan
alat peraga yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
5)
Kesulitan menanamkan konsep yang
benar pada siswa dan sering bersifat verbalistik.
Setelah ditemukan berbagai masalah dalam pembelajaran IPA SD
dicatat dan diidentifikasi dan masalah tersebut dibahas dalam tiap guslah untuk
membenahi berbagai macam kekurangan pembelajaran. Para guru
bergantian melaksanakan microteaching, dihadapan
guru lain secara bergantian
sehingga masalah-masalah dalam pembelajaran dieliminiasi sekecil
mungkin. Kegiatan membenahi motivasi
dan prestasi merupakan kegiatan awal
pembelajaran. Kegiatan itu
perlu dirancang sebaik mungkin guna mengkoordinasikan
murid-murid untuk “siap” belajar, menerima pelajaran dengan bertanya dan
menggali ilmu pengetahuan yang akan dipelajari. Kegiatan yang bisa memberikan
motivasi dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode dan
pendekatan, misalnya metode ceramah
(bercerita), peragaan, demonstrasi,
dan sosiodrama dengan bermain
peran, serta metode
tanya jawab.
Pada kegiatan
memberikan motivasi, guru hendaknya
memberikan pertanyaan awal yang
mengarahkan pada materi yang akan dibahas, sehingga muncul
berbagai opini anak
tentang berbagai macam pelajaran. Hal
ini penting sekali
bagi murid untuk
menghilangkan pola pembelajaran DDCH
(duduk, dengar, catat dan
hapal). Pola pembelajaran DDCH
punya kelemahan, yaitu :
1)
Kurangnya
interaksi guru sehingga
murid dapat menurunkan motivasi anak belajar
2)
Murid
apatis karena tidak
ada keaktifan terlihat
dalam proses pembelajaran.
3)
Murid kesulitan memahami konsep materi pelajaran.
4)
Munculnya trauma murid kepada guru yang mengajar
5)
Materi pelajaran yang diserap murid masuk dalam ingatan
jangka pendek alias STM (short time
memory).
6)
Prestasi pembelajaran IPA SD
cenderung menurun.
2.
Belajar
Pembelajaran
pada dasarnya adalah
interaksi antara siswa dengan
guru dan lingkungannya.Dengan demikian,pembelajaran mengandung dua
jenis kegiatan yang
tidak terpisahkan.Kegiatan tersebut
adalah mengajar dan belajar. Perubahan
cara pandang terhadap
anak,guru dan tujuan pendidikan telah
mengubah pemahaman tentang
konsep mengajar.Menurut
konsep lama,dalam pembelajaran
siswa dipandang sebagai individu
yang kosong,belum mengetahui
apapun dan hanya menerima ilmu pengetahuan yang
diajarkan oleh guru.Sebaliknya guru adalah
menyampaikan pengetahuan kepada
muridnya,selain itu guru pun di anggap satu-satunya sumber
belajar.
Belajar
adalah memecahkan masalah
artinya dalam proses pembelajaran yang
merupakan interaksi dengan
lingkungan untuk memperoleh keputusan
(Soelaiman,1985:46)
.Keputusan dapat diperoleh melalui
pemecahan masalah yakni
dengan usaha perencanaan
penelitian dan tindakan-tindakan tertentu. Cronbach (Surya,1992:32) mengemukakan
belajar ditunjukan dengan suatu
perubahan dalam tingkah
laku sebagai hasil pengalaman.Lebih lanjut
Syamsudin (1999) mengemukakan
ciri-ciri (karakteristik)
perubahan sebagai hasil dari perilaku
belajar,yaitu:
a)
Perubahan
bersifat intensional,dalam arti
pengalaman atau prakter latihan
itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan secara
kebetulan,dengan demikian perubahan
karena kematangan atau keletihan atau penyakit tidak dapat diopandang
suatu perubahan hasil belajar.Contohnya belajar bermain gitar dia mencari pengetahuan
tentang cara bermain
gitar,setelah tahu tentang cara
bermain gitar secara teori,dia
mempraktekan cara bermain gitar
yang baik;
b)
Perubahan
bersifat positif,dalam arti
sesuai seperti yang diharapkan (nomatif),atau criteria
keberhasilan (criteria of success) baik dipandang dari segi siswa
(tingkat abilias dan bakat khususnya,tugas perkembangannya dan sebagainya)
maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat).Contohnya seseorang yang tidak
bisa menghitung perkalian lebiih
dari 10 karena
ada proses belajar sehingga
ia mampu menghitung
perkalian lebih dari perkalian 10;
c)
Perubahan bersifat efektif,dalam arti pengaruh dan
makna tertentu bagi belajar yang
bersangkutan serta fungsional
dalam arti perubahan hasil
belajar itu (setidak-tidaknya sampai dengan batas waktu tertentu)
relatif tetap dan
setiap saat diperlukan
dapat direproduksikan dan dipergunakan
seperti dalam belajar penemuan (inkuiri)
dalam ujian,ulangan maupun
dalam penyesuaian diri dalam
kehidupan sehari-hari dalam
rangka mempertahankan kelangsungan
hidupnya.Dapat dinyatakan bahwa
pada hakekatnya belajar ialah usaha sadar yang dilakukan individu untuk
memenuhi kebutuhannya.Setiap kegiatan
belajar yang dilakukan siswa,akan
menghasilkan perubahan-perubahan
dalam dirinya yang oleh Bloom dan kawan-kawan dikelompokan ke dalam kawasan
kognitif,efektif dan psikomotor. Belajar
sebagaimana dikemukakan di atas
merupakan suatu proses yang
dilakukan oleh seseorang individu untuk mencapai tujuan.
Sebagaimana
Surya (1992:23-26) mengemukakan ciri-ciri
perbuatan belajar yaitu sebagai berikut :
a)
Belajar
merupakan suatu proses
untuk dapat berubah
dari suatu yang tidak bisa
menjadi bisa.
b)
Perubahan yang dialami
oleh individu itu
merupakan suatu peristiwa yang
disadari kebenarannya.
c)
Sifat dari perubahan
belajar adalah continue, fungsional, positif dan aktif, kontemporer dan bukan karena proses kematangan, pertumbuhan atau
perkembangan.
d)
Perubahan dalam belajar itu harus bertujuan dan suatu
terarah
e)
Hasil yang
diperoleh siswa setelah
terjadinya proses belajar adalah dengan ditandai adanya
perubahan terhadap seluruh aspek tingkah laku.
Keberhasilan suatu pembelajaran sangat erat kaitannya
dengan keberhasilan pelajar dalam
merencanakan dan mengorganisir peristiwa-peristiwa dalam
proses belajar,serta kerja
sama dari pihak pembelajar dalam
mengikuti proses pembelajaran
yang sedang berlangsung. Dengan demikian
partisipasi siswa juga
perlu diperhatikan. Pengajar
perlu mengaktifkan siswa
untuk berinteraksi langsung
dengan materi pembelajaran.
3.
Keaktifan
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 :
17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang
lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi
keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan
ke arah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan
belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu
baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi
pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi
memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya
situasi stimulus tersebut.
Menurut Anton
M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala
sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non
fisik. Menurut Sanjaya (2007: 101-106) aktivitas tidak hanya ditentukan oleh
aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti
mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini
penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif. Menurut Rochman
Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem
belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan
antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan
oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif
atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk
cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses
pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek
yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan.
4.
Hasil Belajar
Abin Syamsudin M. (Hefi Tusilawati,2009:23)
mengemukakan bahwa “Hasil Belajar
merupakan
perubahan-perubahan yang
diharapkan terjadi pada
perilaku dan pribadi
siswa setelah mengalami dan
proses belajar ”.Ada
juga yang mengemukakan
bahwa “Hasil belajar merupakan
kemampuan melakukan sesuatu
secara permanent,dapat diulang - ulang dengan hasil yang sama”.
Hasil belajar merupakan
perilaku yang dimiliki
peserta didik sebagai akibat dari
proses yang di tempuhnya dan berupa suatu konsep yang bersifat
umum yang tercakup
prestasi.”Hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajar”.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1989 : 61),
menyebutkan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok” Pendapat
ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak
melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang
telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi
belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar.
Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari
prestasi belajar seseorang tersebut.
Dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Bloom
(dalam Semiawan dan Munandar, 2004 ; 4) berangkat dari pola distribusi normal,
anak-anak yang terletak di ujung sebelah kiri dan kanan tidak dapat
memanfaatkan secara baik layanan pendidikan yang disediakan sekolah untuk
kelompok normal atau kelompok biasa. Hasil belajar sangat dipengaruhi oleh
interaksi semakin baik semakin baik
hasil belajar, dan semakin rendah interaksi semakin rendah pula hasil
belajarnya.
Hasil
belajar adalah segala
perilaku siswa baik
berupa pengetahuan, sikap, nilai,
dan keterampilan berkat
latihan dan pengalaman.
Hasil belajar merupakan tolok ukur keberhasilan siswa di
dalam memahami materi yang telah disampaikan oleh guru
ketika kegiatan belajar
mengajar berlangsung. Seseorang
dikatakan telah belajar apabila
ia telah memperoleh
hasil belajar yang
telah dicapai yakni perubahan tingkah laku. Hasil belajar
sangat tergantung pada proses belajar yang dilaksanakan. Hasil belajar tersebut
akan terlihat setelah diberikan perlakuan pada proses belajar yang dianggap
sebagai proses pemberian pengalaman belajar.
Menurut Hamalik (2006: 30)“hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan
terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.
Menurut Gagne (dalam Suryadarma, 1998:14), “prestasi
belajar dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu : 1) keterampilan
intelektual, 2) informasi verbal, 3)
strategi kognitif, 4) keterampilan motorik, dan 5) sikap” . Prestasi belajar Gagne di atas hampir sejalan
dengan pemikiran Bloom. Menurut Bloom (dalam Rusdi, 1996:81), “prestasi belajar
yang dicapai oleh siswa dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik”
Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil
belajar atau yang sering disebut prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha
secara maksimal bagi seseorang dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari atau kegiatan yang dilakukan.
Di dalam pendidikan, hasil belajar merupakan faktor
yang amat penting untuk diperhatikan oleh setiap guru, karena hasil belajar
yang dicapai siswa menunjukan seberapa jauh siswa telah menguasai materi
pembelajaran dan mencerminkan pula berhasil tidaknya guru dalam mengajar. Untuk
mengetahui hasil belajar siswa, maka setiap proses perlu diadakan evaluasi.
Prestasi adalah tingkatan-tingkatan sejauh mana siswa telah dapat mencapai
tujuan yang ditetapkan (Arikunto, 1997: 226). Hasil belajar adalah semua
perubahan di bidang kognitif, sensorik-motorik, dan dinamik-afektif yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Hasil belajar
ini merupakan suatu kemampuan internal (capability)
yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang itu melakukan
sesuatu atau memberikan prestasi tertentu (performance)
(Winkel, 1996: 97).
Gagne
(2001:67) mengemukakan ada lima kategori hasil belajar yakni : 1) informasi
verbal, 2) kecakapan intelektual, 3) strategi kognitif, 4) sikap dan 5)
ketrampilan motorik. Sedangkan Bloom mengungkapkan bahwa hasil belajar yang
dicapai dalam tiga kawasan yakni kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan
psikomotorik.
Hasil
belajar adalah kemampuan
yang dimiliki oleh
siswa setelah belajar, yang
wujudnya berupa kemampuan
kognitif, efektif dan
psikomotor.Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk
nilai hasil belajar.Dalam
pembelajaran IPA,hasil proses pembelajaran yang penting yakni sesuai
dengan tujuan atau saran hasil pembelajaran
atau standar kompetensi
dan kompetensi dasar
tertuang dalam silabus kurikulum
tingkat satuan pendidikan
(KTSP) yang terjabarkan dalam
silabus tersebut dan
gurupun menyusun beberapa indikator yang
dapat menjelaskan dan
menunjukan jenis-jenis tingkah laku
yang perlu dimiliki
oleh siswa setelah
mengikuti proses
pembelajaran,dan tercapai tindaknya
indikator tersebut baru
dapat diketahui setelah dilakukan serangkaian tes
5.
Ketuntasan Belajar
Konsep
ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran
tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”.
Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas,
artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa
mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil
belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk
mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami
pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor
tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas.
Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah
ditetapkan.
Block,
James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery
learningdapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat
membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus
menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran
tuntas antara lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child
center), (2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual
personal), (3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous
progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental
units) (KTSP SDN Sumberkembar 02, 2007).
Dalam
pembelajaran tuntas seorang siswa yang dapat mempelajari unit pelajaran
tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika siswa yang
bersangkutan telah menguasai secara tuntas sesuai standar ketuntasan belajar
minimal yang telah ditentukan oleh sekolah. Dalam pembelajaran tuntas terdapat
dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial dan
layanan program pengayaan.Pertama, layanan
program remedial dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara
khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan
tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari
pelaksanaan pembelajaran reguler, (c) materi program remedial diberikan pada
Kompetensi Dasar (KD) yang belum
dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa mengikuti
tes/ujian semester. Kedua, layanan
program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bacaan tambahan atau
diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan yang masih dalam lingkup
seputar KD yang dipelajari, (b) pemberian tugas untuk melakukan analisis
gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (c) memberikan soal-aoal
latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (d) membantu guru dalam rangka
membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (e) materi pengayaan
diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, (f) program pengayaan dilaksanakan
setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tuntas menjadi dasar dari konsep
ketuntasan belajar. Sehingga guru diharapkan menerapkan pembelajaran tuntas
dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan
pembelajaran tuntas, siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar yang
ideal.
Ketuntasan
belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan
siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi
Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya
untuk masing-masing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri
kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.
6.
Media Torso
a.
Pengertian media
Belajar
dan pembelajaran pada
hakikatnya merupakan proses komunikasi atau
proses penyampaian pesan
dari guru kepada
siswa. pesan dalam hal
ini berupa pengetahuan,
keahlian, skill, ide,
dan pengalaman (Rohani, 1997:1).
Melalui proses komunikasi,
pesan atau informasi dapat
diserap dan dihayati
orang lain. Agar
tidak terjadi kesesatan dalam
proses komunikasi perlu
digunakan sarana yang membantu proses komunikasi yang disebut
media.
Kata
‘media’ berasal dari
bahasa latin dan
merupakan bentuk dari kata
‘medium’ yang secara
harfiah berarti ‘perantara
atau pengantar’. Dengan demikian,
media merupakan wahana
penyalur informasi belajar atau
penyalur pesan.Djamarah (2006:136). Sedangkan menurut Hamalik
(2004:86) media pendidikan adalah cara
atau proses yang
digunakan untuk menyampaikan
pesan dari sumber pesan
kepada penerima pesan
yang berlangsung dalam
proses pendidikan.
Penggunaan
media dalam proses
pembelajaran cukup penting. Hal
ini dapat membantu
para siswa dalam
mengembangkan imajinasi dan daya
pikir serta kreatifitasnya. Informasi
yang disampaikan guru akan
diterima langsung oleh
siswa melalui sel
saraf dan dibawa
ke otak. Dari situlah siswa
mulai bergerak dengan
cara menanyakan.sesuatu yang
dipahami, sehingga proses
komunikasi dalam pembelajaran
mulai efektif.
Rohani (1997:2) mengemukakan pengertian media dari
beberapa ahli, sebagai berikut:
1)
Media
adalah semua bentuk
perantara yang dipakai
orang penyebar ide, sehingga
ide atau gagasan
itu sampai pada penerima.
2)
Media
adalah medium yang
digunakan untuk membawa
/ menyampaikan sesuatu pesan,
dimana medium ini
merupakan jalan atau alat dengan suatu pesan berjalan antara komunikator
dengan komunikan.
3)
Media
adalah segala benda
yang dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca,
atau dibicarakan beserta
instrumen yang digunakan untuk
kegiatan tersebut.
4)
Media
adalah segala alat
fisik yang dapat
menyajikan pesan yang merangsang
yang sesuai untuk belajar.
5)
Media dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu media
dalam arti sempit seperti
grafik, gambar, alat-alat,
yang digunakan untuk menangkap,
memproses serta menyampaikan informasi. Sedangkan media
dalam arti luas
adalah kegiatan yang
dapat menciptakan suatu kondisi,
sehingga memungkinkan peserta didik
dapat memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang baru.
Berdasarkan
beberapa pengertian tentang
media di atas,
maka peneliti berkesimpulan
bahwa yang dimaksud
media dalam hal
ini adalah segala sesuatu
yang berfungsi sebagai
perantara/sarana/alat untuk memproses komunikasi yang terjadi dalam
proses pembelajaran di kelas antara guru dan siswa. Torso oleh
Sudjana dan Rivai
( 2007 :
163 ) diartikan
pula sebagai: Model susun (build-up model)
yaitu model susunan
dari beberapa objek yang
lengkap atau sedikitnya
suatu bagian yang
penting dari objek itu. Lebih
lanjut diungkapkan bahwa
model susun dari
tubuh manusia (torso) memberi
pengamatan terbaik kepada
para murid mengenai letak
serta ukuran dari
organ tubuh yang
sebenarnya.Torso membantu siswa dalam
dua hal yaitu : Pertama; guru
menggunakannya untuk menunjukkan posisi
setiap organ tubuh
pada waktu mengajar.Kedua;untuk mengerjakan
hal tersebut mereka
menebarkan masing-masing
bagian torso di
atas meja dan
setiap murid bergantian menyebutkan suatu
organ dan meletakkannya
kembali pada posisi yang
sebenarnya pada torso
itu, kemudian murid menjelaskannya secara singkat
fungsi organ-organ tersebut. Kawan-kawan mereka mengawasi membetulkan
beberapa kesalahan yang
dibuat atau menambahkan
keterangan penting lainnya.
Menurut Priyatno ( 2007:1 ) torso sebagai
media yang digunakan
dalam proses belajar
di kelas memiliki beberapa
keunggulan antara lain:1)
dapat dipergunakan di hampir
semua satuan tingkat
pendidikan, 2) mampu
menampilkan contoh organ tubuh seperti aslinya,3) praktis dalam
penggunaannya, 4) tidak memerlukan atau
bergantung pada listrik
dan 5) tidak memerlukan tempat
tempat yang luas
dalam penggunaannya.Melalui media
ini seseorang akan tahu yang sebenarnya. Misalnya murid tahu
akan kucing setelah
diberi gambar maka
akan tahu bahwa
kucing memiliki empat mata ekornya panjang serta hewan yang lucu.
b.
Peran dan fungsi media Torso dalam proses
pembelajaran
Seorang
guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran harus memiliki gagasan
yang ditujuan dalam
desain instruksional,sebagai
titik awal dalam
melaksanakan komunikasi dengan
siswa.Untuk itu, guru perlu
memperhatikan unsur-unsur yang
dapat menunjang proses komunikasi serta
adanya tujuan dari
komunikasi. Dengan kata
lain, agar komunikasi antara
guru dan siswa
dapat berjalan secara
efektif dan efesien perlu
mengenal peranan dan
fungsi media pembelajaran yang digunakan. Mukti, Sudjana dan Riva’i (2001:67)
mengemukakan peran dan fungsi media pembelajaran sebagai berikut: 1)
Menyampaikan informasi dalam
proses pembelajaran, 2)
memperjelas informasi pada
waktu tatap muka
dalam proses pembelajaran, 3)
melengkapi dan memperkaya
informasi dalam kegiatan pembelajaran,
4) mendorong motivasi
belajar, 5) meningkatkan
efektivitas dan efesiensi
dalam menyampaikan informasi,
6) menambah variasi
dalam penyajian materi
pelajaran, 7) menambah
pengertian nyata tentang
suatu pengetahuan, 8) memberikan pengalaman
yang tidak diberikan
guru, serta membuka cakrawala yang
lebih luas, sehingga
pendidikan bersifat produktif ,9) memungkinkan peserta
didik memilih kegiatan
belajar sesuai kemampuan, bakat
dan minatnya, dan
10) mendorong terjadinya interaksi langsung
antara peserta didik
dengan guru, peserta
didik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan lingkungannya.
Berdasarkan kedua peran dan fungsi media
pembelajaran yang dikemukakan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa media torso yang digunakan dalam
proses pembelajaran siswa
kelas V SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung
bertujuan untuk memperlancar komunikasi guru dengan siswa
dalam memahami sistem
organ pencernaan manusia, memberikan pengalaman
belajar secara langsung
dan nyata kepada siswa
terhadap organ-organ tubuh
manusia, baik bentuk, letak
dan fungsinya masing-masing.
c.
Penggunaan Media Torso
Pada awal pembelajaran
guru menunjukan torso
yang telah disediakan didepan
kemudian menjelaskan nama-nama
organ dari sistem pencernaan manusia
pada torso tersebut, guru menggunakannya untuk
menunjukkan posisi setiap
organ tubuh untuk
mengerjakan hal tersebut guru
menebarkan masing-masing bagian
torso di atas
meja, dan setiap murid
bergantian menyebutkan suatu
organ, dan meletakkannya kembali
pada posisi yang
sebenarnya pada torso itu. Kemudian murid menjelaskannya
secara singkat fungsi organ-organ tersebut. Kawan-kawan mereka
mengawasi membetulkan beberapa kesalahan yang dibuat atau
menambahkan keterangan penting lainnya.
d.
Kelemahan dan Kelebihan Pengggunaan Media Torso
Media torso merupakan model yang menyerupai bentuk
mata, telinga, hidung, kulit serta lidah pada manusia dan dibuat menurut ukuran
yang sebenarnya. Pada model yang berupa mata dapat dibongkar pasang sehingga
dapat memperlihatkan bagian-bagian dalamnya. Sedangkan pada model yang berupa
telinga, hidung, kulit serta lidah hanya memperlihatkan bagian-bagian dalam
yang dirangkai menjadi suatu konstruksi dari suatu benda, tetapi tidak dapat
dibongkar pasang.
1)
Kelebihan media torso :
a)
Menyerupai benda yang sebenarnya, dapat dilihat, dapat
diraba, dapat dibayangkan bentuk yang sebenarnya.
b)
Dapat dibuat menurut ukuran yang sesuai dengan benda
aslinya.
c)
Dapat memperlihatkan bagian dalam benda yang dipelajari
dan bagian-bagian yang penting saja.
d)
Dapat dibongkar pasang.
e)
Dapat meningkatkan minat belajar siswa.
2)
Kelemahan media torso :
a)
Pelaksanaan kegiatan memerlukan waktu yang lama.
b)
Guru harus lebih banyak menyediakan waktu bagi anak
didik.
c)
Jumlah anak didik dalam satu kelas harus kecil karena
setiap siswa memerlukan perhatian guru.
d)
Harganya mahal.
e)
Riskan terhadap bahaya pecah atau rusak, bila harus
dipindah-pindah tempat.
B. Kerangka Pikir
Bagan
kerangka pikir pelaksanaan perbaikan
proses pembelajaran melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas sebagaimana gambar di bawah ini :
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
C. Hipotesis Tindakan
Setelah
melalui pertimbangan dan konsultasi dengan teman sejawat peneliti mengambil
kesimpulan bahwa hipotesis untuk diteliti.
1.
Penggunaan media torso pada proses pembelajaran IPA materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya dapat
meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas V SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap Tahun
Pelajaran 2012/2013.
2.
Penggunaan media torso pada proses pembelajaran IPA
materi alat pencernaan
pada manusia dan
bagian-bagiannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung
Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2012/2013.
D. Indikator dan Kriteria Keberhasilan
Indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan
hasil belajar dan keaktifan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran. Siswa
dinyatakan tuntas dengan kriteria mencapai penguasaan materi di atas KKM atau
mendapat nilai minimal 70. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur
peningkatan keaktifan belajar adalah
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan pelaksanaan
tugas. Siswa dinyatakan terlibat secara aktif jika siswa memberikan respon
aktif terhadap penjelasan dan pertanyaan yang diajukan guru, aktif dalam
melaksanakan tugas guru, aktif belajar dan bekerja kelompok, serta aktif
mengkomunikasi hasil proses pembelajaran. Kriteria untuk mengukur tingkat
keberhasilan upaya perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.
Kriteria siswa tuntas belajar apabila telah mencapai
tingkat penguasaan materi pembelajaran sebesar 85% ke atas atau mendapat nilai
minimal 70.
2.
Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil
apabila 85% dari jumlah siswa tuntas belajar.
3.
Proses perbaikan pembelajaran (peningkatan keaktifan
siswa) dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah siswa terlibat aktif dalam
proses pembelajaran.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
1. Karakteristik Siswa
Salah satu
karakteristik PTK adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas, sehingga
fokus penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan
siswa dalam melakukan interaksi. Karena siswa terlibat dalam situasi
penelitian, karakteristik siswa perlu dipahami agar PTK berjalan lancar sesuai
dengan tujuan. PTK termasuk salah satu
jenis penelitian kelas, karena memang penelitian tersebut dilakukan di dalam
kelas, namun penelitian kelas yang dapat didefinisikan sebagai penelitian yang
dilakukan didalam kelas, mencakup tidak hanya PTK, tetapi juga berbagai jenis
penelitian yang dilakukan didalam kelas. PTK ini dilaksanakan di kelas V SD
Negeri Surusunda 03 UPT Disdikpora Kecamatan Karangpucung, dengan jumlah siswa sebanyak
25 anak terdiri dari 11 siswa laki-laki
dan 14 siswa perempuan. Sebagian besar siswa orang tuanya adalah petani (5
orang), sedangkan sisanya terdiri dari pedagang (18 orang), pegawai negeri
sipil (2 orang).
Kondisi
geografis sekolah yang berada di daerah pegunungan serta sarana transportasi
yang cukup sulit ternyata tidak menyurutkan semangat guru-guru dan para
siswanya untuk maju. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya beberapa kejuaraan
baik di tingkat kecamatan ataupun kabupaten yang diraih oleh siswa-siswi dari
SD Negeri Surusunda 03, baik kejuaraan akademik maupun non akademik.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Surusunda 03 UPT Disdikpora Kecamatan
Karangpucung Kabupaten Cilacap, yang berlokasi di Desa Surusunda Kecamatan Karangpucung
Kabupaten Cilacap.
Penelitian ini memakan waktu dua bulan
mulai dari bulan Oktober 2012 sampai dengan Nopember 2012 dengan perincian pelaksanaan
kegiatan per siklusnya sebagai berikut
Siklus Pertama : Pertemuan
I : 22
Oktober 2012
Pertemuan
II : 24
Oktober 2012
Siklus Kedua : Pertemuan
I : 29
Oktober 2012
Pertemuan
II : 31
Oktober 2012
3. Materi Kajian
Mata pelajaran yang menjadi
bahan kajian yaitu IPA, materi Alat pencernaan manusia dan bagian-bagiannya,
yang merupakan materi di semester 1 dengan spesifikasi sebagai berikut :
Kelas / Semester : V / 1
Standar Kompetensi : Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan
Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi
fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan
Materi Pokok : Alat pencernaan
makanan pada manusia
Indikator :
Mengidentifikasi
alat pencernaan makanan pada manusia
B. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dibentuk
dari 3 kata, yang memiliki pengertian sebagai berikut :
1. Penelitian,
menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat
dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2. Tindakan, menunjuk
pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu.
Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
3. Kelas, adalah sekelompok
siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang
sama pula.
Dari ketiga kata di atas dapat
disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari
guru yang dilakukan oleh siswa.
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom action Research merupakan suatu
model penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide tentang penelitian tindakan
pertama kali dikembangkan oleh Kurt dan Lewin pada tahun 1946.
Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK atau action research adalah suatu
bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan
pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk
memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial atau
pendidikan yang mereka lakukan sendiri; (b) pemahaman mereka terhadap
praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan (David
Hopkins, 1993:44). Sedangkan tim pelatih proyek PGSM (1999) mengemukakan
bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat
reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan
rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman
terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana
praktik pembelajaran tersebut dilakukan (M. Nur, 2001).
Sejalan
dengan pengertian diatas, Prabowo (2001) mendefinisikan makna dari penelitian
tindakan yaitu suatu penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok
sosial (termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka
serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut.
Definisi
tersebut diperjelas oleh pendapat Kemmis dalam Kardi (2000) yang menyatakan
bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki praktik pendidikan
oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri dan
merefleksikannya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau
bisa disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik
dengan tujuan memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh
yang sebenarnya dalam situasi tersebut.
Penelitian
tindakan kelas memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan MC
Taggar,1992) yaitu Planning (rencana), Action (tindakan), Observation
(pengamatan) dan Reflection (refleksi). Untuk lebih memperjelas mari
kita perhatikan tahapan-tahapan berikut:
Gambar 3.1 Daur Penelitian
Tindakan Kelas
Dra. Singgih
Trihastuti, M.Pd (LK. LPMP Yogyakarta,
Monday, 07 April 2008) menyatakan bahwa
PTK merupakan kegiatan perbaikan pembelajaran yang terdiri dari beberapa
rangkaian kegiatan yang saling berkaitan dan berdaur atau siklus dengan empat
langkah utama yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan
refleksi. Tahapan PTK di sini sebenarnya merupakan reflektif guru pada permasalahan
yang dihadapi dalam kelasnya. Dari sinilah penelitian tindakan kelas akan
dilakukan.
- Planning (perencanaan)
Rencana tindakan mencakup semua
langkah tindakan sebagai berikut: 1) apa yang diperlukan untuk menentukan
kemungkinan terpecahkannya masalah yang telah dirumuskan, 2) alat-alat dan
teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan data/ informasi, 3) rencana
perekaman/pencatatan data dan pengolahannya, dan 4) rencana untuk melaksanakan
tindakannya dan mengevaluasi hasilnya. Dalam hal ini perlu dilakukan pemilihan
prosedur penelitian, dan prosedur pemantauan atau evaluasi. Semua keperluan
dalam pelaksanaan penelitian, mulai dari materi, rencana pembelajaran, instrumen observasi dan
lain-lain harus dipersiapkan dengan matang pada tahap ini. Pada tahapan ini perlu
diperhitungkan bahwa kemungkinan tindakan sosial akan mengandung resiko,
sehingga rencana ini harus fleksibel sehingga nantinya memungkinkan untuk
diadaptasikan.
- Acting (tindakan)
Tindakan yang dimaksud adalah
implementasi dari semua rencana yang telah dibuat, dan biasanya berlangsung
didalam kelas. Langkah-langkah yang dilakukan oleh guru tentu aja sesai dengan
skenario yang telah disusun dalam rencana pembelajaran.
- Observing (pengamatan)
Observasi dilakukan terhadap proses
tindakan, pengaruh tindakan, keadaan dan kendala tindakan, dan persoalan lain
yang terkait. Observasi mengumpulkan data-data dengan menggunakan instrumen
atau alat lainnya yang telah dibuat secara valid. Pelaksanaan observasi tidak
harus dilakukan oleh guru sendiri, tetapi
melibatkan kolaborator (guru lain). Hanya saja pengamat/kolaborator
tersebut jangan sampai melakukan intervensi pada proses pembelajaran yang
sedang dilaksanakan. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut
waktu yang berlebihan dari guru sehingga
tidak berpeluang mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain sejauh mungkin harus
menggunakan prosedur pengumpulan data yang
dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi
sebagai guru yang bertugas secara penuh.
- Refelecting (refleksi)
Refleksi adalah mengingat atau
merenung kembali pada tindakan yang telah dilakukan, dan dicatat dalam
observasi. Dalam hal ini perlu untuk dipahami proses, permasalahan, dan kendala
yang nyata dari tindakan yang telah dilakukan. Proses refleksi ini data dari
semua catatan kolaborator dianalisis, untuk menentukan apakah hipotesis
tindakan telah tercapai, atau untuk menentukan perencanaan kembali siklus
berikutnya
Releksi di
sini meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian),
menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi
terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk
memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Hasil refleksi terhadap
tindakan yang dilaksanakan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana jika
ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memecahkan masalah.
Adapun
penjelasan alur PTK dalam dua siklus sebagaimana gambar 3.2 di bawah ini
|
Gambar 3.2. Daur PTK dalam Dua Siklus Perbaikan
Pembelajaran
Setelah
siklus ini berlangsung beberapa kali barangkali perbaikan yang diinginkan telah
terjadi, maka kegiatan pembelajaran telah berakhir. Namun apabila muncul masalah
baru yang perlu diatasi, akan kembali dicari pemecahannya melalui daur PTK.
Bagan yang menggambarkan beberapa siklus kegiatan perbaikan pembelajaran
seperti berikut ini. Secara lebih terperinci, daur PTK dapat dilihat pada
gambar 3.3.
Gambar
3.3. Diagram Siklus Perbaikan Pembelajaran
(dimodifikasi dari Rusna Ristasa, 2006 : 46)
Prosedur
perbaikan pembelajaran pada gambar di atas selanjutnya dirancang dalam urutan
tahapan sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasikan masalah,
menganalisis dan merumuskan masalah serta merumuskan hipotesis.
2.
Menemukan cara memecahkan masalah/
tindakan perbaikan.
3.
Merancang skenario tindakan perbaikan
yang dikemas dalam Rencana Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran (RPPP).
4.
Mendiskusikan aspek-aspek yang diamati
dengan teman sejawat yang ditugasi sebagai pengamat (observer).
5.
Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
skenario yang telah dirancang dan diamati oleh teman sejawat.
6.
Mendiskusikan hasil pengamatan dengan
teman sejawat (observer).
7. Melakukan refleksi terhadap kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
8.
Konsultasi dengan supervisor.
9.
Merancang tindak lanjut.
10.
Re-planning, dan seterusnya; sampai ditetapkan.
C. Data, Teknik Pengumpulan, dan Analisis Data
1. Sumber Data
Sumber Data
dalam penelitian ini adalah siswa dan guru kelas V SD Negeri Surusunda 03 dengan jumlah siswa sebanyak 25 anak terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 14
siswa perempuan
2.
Jenis Data
a.
Data Kuantitatif
1)
Hasil belajar siswa
2)
Hasil penilaian
b.
Data Kualitatif
1) Respon, opini, dan pendapat siswa tentang
intervensi yang diterapkan.
2)
Kesungguhan belajar siswa. mencapai batas
kriteria yang telah ditetapkan.
3)
Tanggapan siswa selama proses
pembelajaran
4)
Tanggapan observer dalam mengamati proses
pembelajaran
3. Cara Pengumpulan Data
a. Data
Kuantitatif
1)
Data tentang hasil belajar siswa dengan
memberikan tes kepada siswa.
2)
Data tentang penilaian kegiatan siswa
dengan menggunakan lembar penilaian kegiatan siswa untuk setiap kelompok.
b. Data
Kualitatif
1)
Data tentang kemudahan siswa dalam
memahami materi setelah intervensi, dilakukan melalui wawancara dengan siswa.
2)
Data tentang kesungguhan belajar siswa,
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.
4.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian tindakan
yaitu sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan sampai pada pengembangan dan
proses refleksi sampai penyusunan laporan. Teknik analisis data yang digunakan
adalah model alur yang terekam dalam catatan lapangan, yang terdiri dari tiga
alur kegiatan yang berlangsung secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 20).
Analisis
data dilakukan untuk membandingkan tingkat keterlibatan peserta didik dan
prestasi belajar sebelum dan sesudah melaksanakan perbaikan. Mengingat data kuantitatif
yang dikumpulkan peneliti berupa nilai tes formatif maka teknik yang digunakan
dalam menganalisis data adalah teknik statistik deskriptif, sedangkan data
kualitatif digunakan teknik analisis dalam bentuk paparan naratif. Pada studi
awal, peserta didik diberi tes untuk melihat perolehan nilai tentang mated
pengolahan data. Dari nilai tersebut dijumlah dan dirata-rata, maka akan
diperoleh nilai ketuntasan yang dicapai siswa. Hal serupa juga dilakukan dalam
masing-masing siklus dari pertama hingga kedua. Pada tiap siklus, data yang
diperoleh dianalisis untuk melihat tingkat ketuntasan dan daya serap peserta
didik terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan. Data kuantitatif akan diolah melalui analisis
deskriptif, sedangkan data kualitatif akan diolah dalam bentuk paparan narasi
yang menggambarkan kualitas pembelajaran.
Reduksi data adalah kegiatan
pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari catatan
pengamatan. Hasil reduksi berupa uraian singkat yang telah digolongkan dalam suatu
kegiatan tertentu. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dari hasil
rekaman pembelajaran dan pengamatan yang disusun, secara kolaborasi antara
peneliti, guru dan siswa, sehingga mudah dipahami makna yang terkandung di
dalamnya. Penarikan kesimpulan juga dilakukan secara kolaborasi yaitu dari
peneliti dan guru serta subyek didik agar hasil lebih bermakna untuk
peningkatan pembelajaran berikutnya, kemudian diadakan verifikasi untuk
memperoleh kesimpulan yang kokoh, dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi.
5.
Observer
Dalam pengumpulan data tersebut, peneliti dibantu oleh teman sejawat dengan identitas dan
tugas sebagai berikut:
Nama : M. DARTUM, S.Pd
NIP : 19570103 197802 1 005
Pekerjaan : Guru Kelas VI
Tugas : - Mengobservasi
pelaksanaan perbaikan pembelajaran mulai siklus pertama sampai dengan selesai.
- Memberikan masukan tentang kekuatan dan
kelemahan-kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran.
- Ikut merencanakan perbaikan pembelajaran.
D. Deskripsi per Siklus
1. Pelaksanaan
Perbaikan Siklus 1
Mata pelajaran yang menjadi
bahan kajian yaitu IPA, materi Alat pencernaan manusia dan bagian-bagiannya,
yang merupakan materi di semester 1 dengan spesifikasi sebagai berikut :
Kelas / Semester : V / 1
Standar Kompetensi : Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan
Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi
fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan
Materi Pokok : Alat pencernaan
makanan pada manusia
Indikator :
Mengidentifikasi
alat pencernaan makanan pada manusia
Tanggal Pelaksanaan : 27 Oktober 2012
dan 20 Oktober 2012
a. Tahap
Perencanaan Tindakan (Planning)
Sebelum
benar-benar melaksakan tindakan perbaikan, saya melakukan persiapan terakhir,.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut
1)
Memeriksa kembali RPPP yang telah
disusun, sambil dibaca ulang RPPP, sekaligus mencermati kembali setiap butir
yang akan direncanakan.
2) Memeriksa semua alat peraga dan sarana
lainnya yang akan digunakan, apakah sudah benar-benar tersedia.
3)
Mencoba alat peraga yang akan digunakan,
serta mensimulasikan bagaimana penggunaannya, sehingga pada saat pelaksanaan
pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
4) Memeriksa kembali urutan pelaksanaan
pembelajaran yang sudah dirancang dengan tujuan agar skenario pembelajaran yang
akan diimplementasikan mulai dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir
dapat berjalan dengan baik.
5) Memikirkan hal-hal yang mungkin dapat
mengganggu pembelajaran, seperti keributan pada saat berlangsung, pembentukan
kelompok, pertanyaan yang tidak dijawab oleh siswa, atau ada siswa yang tidak
tertarik pada pembelajaran yang berlangsung. Langkah yang diambil peneliti
adalah mencoba merancang antisipasi apa yang akan dilakukan jika hal tersebut
benar-benar terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran berlangsung.
6) Memeriksa kelengkapan dan ketersediaan alat
pengumpul data, seperti lembar observasi yang telah disepakati dengan teman
sejawat yang akan membantu.
7)
Terakhir, meyakinkan bahwa teman sejawat
yang akan membantu sudah siap di kelas ketika pembelajaran akan dimulai.
b. Tahap
Pelaksanaan Tindakan (Action)
1)
Pertemuan Pertama
a) Kegiatan Awal (5 menit)
Guru sebagai
peneliti menyiapkan alat pelajaran berupa RPP, buku penunjang, alat peraga,
lembar kerja, lembar observasi dan soal evaluasi. Pada kegiatan awal pertemuan
pertama, Peneliti memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat duduk.
Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan
apersepsi. “Pak Guru mau bertanya dulu
kepada Oki, “Sebutkan beberapa bagian-bagian tubuh kita?,“ Ragil menjawab, “Tangan, kaki dan kepala, Pak
!”. “Ya, jawaban kamu benar !”.
“Sekarang kamu, Cholis!. Sebutkan salah satu ciri mahluk hidup ?”. Cholis
menjawab, “Memerlukan makan, Pak Guru”.
“Ya, betul !, jawaban kamu, puji peneliti. Selesai mengadakan apersepsi, peneliti
menjelaskan langkah-langkah
belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil mencapai tujuan yang diharapkan dalam perbaikan pembelajaran
pada pertemuan pertama.
b) Kegiatan Inti (20 menit)
Sebelum menempuh kegiatan inti, peneliti memotivasi siswa agar memiliki semangat untuk
mengikuti pembelajaran. Barulah setelah itu peneliti menjelaskan materi ajaran
menggunakan metode ceramah klasikal. “Salah
satu ciri makhluk hidup yaitu memerlukan makanan. Makanan berfungsi untuk
melangsungkan hidup. Bahan makanan yang kita makan tidak langsung diserap oleh
darah. Sebelum diserap, bahan makanan harus dicerna melalui proses pencernaan.
Proses pencernaan manusia dibedakan menjadi dua, yaitu pencernaan mekanis dan
pencernaan kimiawi. Pencernaan
mekanis adalah pencernaan makanan yang terjadi di dalam mulut. Pencernaan di mulut
menggunakan gigi. Gigi mengunyah gumpalan bahan makanan menjadi bahan
yang lebih halus. Adapun pencernaan kimiawi adalah pencernaan makanan dengan menggunakan
enzim. Dengan bantuan enzim, zat-zat makanan diubah menjadi sari-sari makanan yang
halus. Sari-sari makanan selanjutnya diserap oleh darah”, jelas peneliti.
Langka kegiatan pembelajaran selanjutnya, guru
kemudian mempersiapkan alat peraga torso. Guru mengambil beberapa bagian dari
alat peraga torso tersebut yang berkaitan dengan organ pencernaan. Guru
menunjukkan peraga bagian mulut dan menjelaskan kepada siswa tentang
organ-organ pencernaan yang ada di bagian mulut. Guru juga menjelaskan bahwa
mulut merupakan organ pencernaan pertama. Di dalam mulut terdapat gigi, lidah,
dan air liur. Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan menjadi halus. Pengunyahan
makanan akan lebih mudah karena peran lidah dan air liur dengan menggunakan
peraga torso. Kegiatan tersebut diulang dan dilanjutkan pada penjelasan alat
pencernaan lainnya, misalnya kerongkongan, lambung, usus halus dan besar.
Setelah dirasa cukup memberikan penjelasan menggunakan peraga torso, peneliti
meminta beberapa orang siswa untuk
maju ke depan kelas dan menjelaskan dengan bahasa mereka sendiri
mengenai alat-alat pencernaan dengan menggunakan peraga torso. Misalnya siswa
bernama Gagas Sulanda menjelaskan tentang kerongkongan, Sela Yuhana menjelaskan
tentang Lambung.
Kegiatan selanjutnya guru mengadakan tanya
jawab disertai pembimbingan secara individu bagi siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajar. “Anak-anak, coba kalian jelaskan organ-organ pencernaan pada
manusia?”, tanya Peneliti sambil menunjuk salah satu siswa untuk menjawabnya. “Organ
pencernaan manusia terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, dan
usus besar, dan anus”, Pak Guru. “Ya, tepat sekali jawabamu”, puji peneliti.
“Nah, coba kalian jelaskan juga organ pencernaan yang ada di mulut !’, lanjut
peneliti. Siswa menjawab, “Di dalam mulut, terjadi pencernaan mekanis. Di dalam
mulut terdapat alat pencernaan, yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah, Pak Guru
!”. “Betul sekali jawaban kalian,
ternyata kalian anak-anak yang rajin belajar”, puji peneliti sekaligus untuk
mengakhiri pelaksanaan pertemuan pertama siklus pertama.
c) Kegiatan Akhir (10 menit)
Siswa
kemudian mengerjakan lembar kerja tersebut. Setelah selesai mengerjakan, lembar
kerja tersebut dikumpulkan dan diperiksa oleh peneliti. “Anak-anak, pada
pertemuan mendatang, kita akan membahas hasil kerja kalian. Apakah kalian
setuju ?”, tanya peneliti. Siswa serempak menjawab, “Setuju, Pak Guru !”.
Kegiatan tersebut sekaligus untuk mengakhiri pelaksanaan pertemuan pertama.
2)
Pertemuan Kedua
a)
Kegiatan Awal (5 menit)
Peneliti memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat duduk.
Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan
apersepsi. “Apakah kalian semua masih
ingat dengan pelajaran kemarin ?”, tanya peneliti. “Masih, Pak Guru !”. Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi
dengan mengajukan pertanyaan apersepsi. “Pak Guru mau
bertanya dulu kepada salah satu siswa, “Sebutkan beberapa bagian-bagian tubuh
kita?,“ Siswa menjawab, “Tangan, kaki
dan kepala, Pak !”. “Ya, jawaban kamu benar !”.
“Sekarang kamu!. Sebutkan alat-alat pencernaan yang kamu ketahui ?”.
Siswa menjawab, “Mulut, kerongkongan dan lidah, Pak Guru”. “Ya, betul !, Peneliti menjawab, “Tepat sekali jawaban
kamu!, kamu memang anak yang pintar”, puji peneliti. Selesai mengadakan apersepsi, peneliti
menjelaskan langkah-langkah
belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil mencapai tujuan yang diharapkan dalam perbaikan pembelajaran
pada pertemuan kedua, yaitu dengan melaksanakan kerja kelompok membahas tentang
alat pencernaan pada manusia.
b)
Kegiatan Inti (20 menit)
Sebelum menempuh
kegiatan inti, peneliti membagi siswa
menjadi beberapa kelompok berdasarkan kemampuan belajar. Siswa yang pintar
digabungkan dengan siswa yang kurang pintar. Dari pembagian tersebut terbentuk
5 kelompok. Kepada setiap kelompok
peneliti memberikan lembar kerja untuk membahas masalah yang berbeda-benda.
Tiap kelompok membahas satu permasalahan, kemudian peneliti memerintahkan siswa
untuk memulai kerja kelompoknya.
Untuk memperjelas
pemahaman siswa, peneliti menggunakan peraga torso yang diletakkan di depan
kelas. Peneliti kemudian menjelaskan secara lisan tentang organ-organ
pencernaan pada manusia dengan menggunakan peraga torso. Lidah
merupakan salah satu alat pencernaan pada manusia. Lidah terletak di bagian
dasar rongga mulut. Bagian lidah dapat membedakan rasa tertentu. Bagian depan
lidah atau ujung lidah pekaterhadap rasa manis, bagian samping kanan dan kiri,
peka terhadaprasa asin dan asam, dan bagian pangkal lidah, peka terhadap rasa
pahit. Pada saat pelaksanaan penjelasan tersebut peneliti menggunakan peraga
torso bagian lidah, dan menunjukkan bagian-bagian lidah dan fungsi-fungsinya
berdasarkan peraga torso bagian lidah tersebut.
Setelah dirasa
cukup memberikan penjelasan, siswa
diminta memperhatikan dan menuliskan hal-hal penting dalam buku catatan
masing-masing dan berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Peneliti kemudian
membagikan lembar kerja siswa. Siswa diminta mengerjakan secara berkelompok
membahas alat-alat pencernaan manusia. Kegiatan ini sekaligus mengakhiri
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada pertemuan kedua siklus pertama.
c)
Kegiatan Akhir (10 menit)
Pada kegiatan
akhir, setelah kegiatan kerja kelompok selesai, peneliti dan siswa melaksanakan
kegiatan diskusi kelas untuk
menyimpulkan hasil kerja kelompok
untuk dicatat dalam buku catatan masing-masing dan dilanjutkan dengan melaksanakan
tes formatif. “Nah, dari pelaksanaan diskusi kelas, apakah kalian sudah bisa
memahami materi pembelajaran yang diberikan ?”, tanya peneliti. Sebagian siswa
menjawab sudah, dan sebagian lagi menjawab belum. Untuk lebih memahamkan siswa
terhadap materi yang baru dipelajari, peneliti memberikan bahan penugasan
secara individu untuk diselesaikan di rumah.
c. Tahap
Observasi (Observation)
Observasi
dilakukan selama proses perbaikan pembelajaran
siklus pertama sedang berlangsung oleh observer (teman sejawat).
Melalui kegiatan ini diperoleh data
proses belajar mengajar, sebagai bukti
otentik hasil perbaikan pembelajaran siklus pertama. Hasilnya menunjukkan bahwa
belum semua siswa terlibat aktif dalam pelaksanaan kerja kelompok sehingga pada
pelaksanaan diskusi kelas dan tes formatif hasilnya belum sesuai harapan.
d. Tahap
Refleksi (Reflection)
Hasil dari
pengamatan yang dilakukan bersama-sama dengan observer menunjukkan bahwa :
1) Jumlah anggota kelompok masih terlalu
banyak, sehingga ada beberapa siswa yang nampak pasif dalam pelaksanaan kerja
kelompok.
2) Pembentukan kelompok masih acak, belum
didasarkan pada persamaan minat, bakat, maupun
kemampuan dari masing-masing siswa.
3) Pola pelaksanaan kerja kelompok belum
terarah sehingga sistematika kerja kelompok masih acak-acakan dan belum
mengarah pada penyimpulan suatu kegiatan..
4) Masih kurangnya materi pendukung
pelaksanaan kerja kelompok baik dari segi sarana prasarana maupun ketersediaan
buku-buku refrensi karena pada siswa hanya menggunakan satu buku saja.
5) Penggunaan peraga torso belum maksimal
sehingga siswa masih berpegangan pada buku panduan yang ada.
Setelah peneliti dan observer mendiskusikan tentang hasil observasi dan
wawancara yang dikaitkan dengan hasil tes formatif maka, kelemahan pada siklus
pertama akan ditanggulangi pada siklus kedua, dengan menambah metode
demonstrasi. Sebagai langkah tindaklanjut dari temuan masalah pada siklus
pertama, peneliti bersama-sama dengan observer melakukan refleksi dengan
mengajukan pertanyaan berikut pada diri sendiri :
1) Mengapa jumlah anggota kelompok
masih terlalu banyak, mengakibatkan beberapa siswa nampak pasif dalam
pelaksanaan kerja kelompok?
2) Mengapa pembentukan kelompok
masih acak, belum didasarkan pada persamaan minat, bakat, maupun kemampuan dari masing-masing siswa dapat
mengurangi keberhasilan pelaksanaan diskusi kelompok?
3) Mengapa pola pelaksanaan kerja
kelompok belum terarah sehingga sistematika kerja kelompok masih acak-acakan
dapat menimbulkan ketidakberhasilan pada penyimpulan akhir kegiatan
pembelajaran?
4) Mengapa kurangnya materi
pendukung pelaksanaan kerja kelompok baik dari segi sarana prasarana maupun
ketersediaan buku-buku refrensi sehingga siswa hanya menggunakan satu buku saja ?
5) Mengapa peraga torso belum bisa
dimanfaatkan secara maksimal oleh para siswa?
Dari
kenyataan temuan pada saat pelaksanaan siklus pertama, maka peneliti
bersama-sama dengan observer memutuskan untuk mengadakan perbaikan pada siklus
kedua dengan menerapkan :
1) Mengurangi jumlah anggota
kelompok menjadi 2-3 sehingga kelompok yang terbentuk menjadi 10-12 kelompok
dari jumlah siswa sebanyak 25 siswa. Pengurangan jumlah anggota kelompok ini diharapkan
dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pelaksanaan kerja kelompok.
2) Membentuk kelompok didasarkan
pada persamaan minat, bakat, maupun
kemampuan dari masing-masing siswa sehingga dapat meningkatkan
keberhasilan pelaksanaan diskusi kelompok
3) Menyusun konsep atau pola
pelaksanaan kerja kelompok agar terarah sehingga sistematika kerja kelompok
dapat berjalan dengan baik sehingga dapat
mendukung keberhasilan proses penyimpulan akhir kegiatan pembelajaran.
4) Menambah materi pendukung
pelaksanaan kerja kelompok baik dari segi sarana prasarana maupun ketersediaan
buku-buku refrensi.
5) Memaksimalkan penggunaan peraga
torso dengan melaksanakan kegiatan demonstrasi di depan kelas oleh
masing-masing kelompok.
- Siklus Kedua
Mata pelajaran yang menjadi
bahan kajian yaitu IPA, materi Alat pencernaan manusia dan bagian-bagiannya,
yang merupakan materi di semester 1 dengan spesifikasi sebagai berikut :
Kelas / Semester : V / 1
Standar Kompetensi : Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan
Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi
fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan
Materi Pokok : Alat Pencernaan
Makanan Pada Manusia
Indikator :
Mengidentifikasi
alat pencernaan makanan pada manusia
Tanggal Pelaksanaan : 02 Nopember 2012
dan 05 Nopember 2012
a. Tahap
Perencanaan Tindakan (Planning)
Setelah
mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus pertama, maka pada siklus kedua
peneliti mencoba menyempurnakan pelaksanaan perbaikan pembelajaran sebagai
berikut :
1)
Memeriksa kembali RPPP yang telah
disusun, sambil dibaca ulang RPPP, sekaligus mencermati kembali setiap butir
yang akan direncanakan.
2) Memeriksa kesiapan kelompok kerja yang telah
dibentuk oleh masing-masing siswa berdasarkan kedekatan antar anggota dalam kelompoknya,
misalnya kedekatan pertemanan dan kedekatan lokasi tempat tinggal.
4) Mempersiapkan lembar diskusi sedemikian rupa
agar mudah dipahami oleh para siswa dalam satu kelompok
5) Memikirkan hal-hal yang mungkin dapat
mengganggu pembelajaran, seperti keributan pada saat pelaksanaan diskusi
kelompok dan mengantisipasinya dengan menata tempak duduk tiap kelompok
sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya keributan.
b. Tahap
Pelaksanaan Tindakan (Action)
1)
Pertemuan Pertama
a) Kegiatan Awal (5 menit)
Peneliti memasuki ruang kelas dan menyampaikan salam, menginstruksikan
kepada ketua kelas agar memimpin doa
sebelum belajar, dan dilanjutkan dengan mengabsen kehadiran siswa.
Peneliti memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat duduk. Selanjutnya peneliti mengadakan
apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi. “Apakah kalian semua masih ingat dengan
pelajaran kemarin ?”, tanya peneliti. “Masih, Pak Guru !”. Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi
dengan mengajukan pertanyaan apersepsi.
“Pak Guru mau bertanya dulu kepada Tiara, “Sebutkan beberapa organ
pencernaan pada tubuh kita?,“ Tiara
menjawab, “Mulut, kerongkongan dan usus, Pak !”. “Ya, jawaban kamu benar
!”. “Sekarang kamu, Sela!. Sebutkan apa
yang menyusun rangka tubuh ?”. Sela menjawab menjawab, “Lambung dan usus besar,
Pak Guru”. “Ya, betul !, Peneliti
menjawab, “Tepat sekali jawaban kamu, Sela!, kamu memang anak yang pintar”,
puji peneliti. Selesai mengadakan apersepsi, peneliti
menjelaskan langkah-langkah
belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil mencapai tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan perbaikan
pembelajaran pada pertemuan pertama, yaitu dengan melaksanakan kegiatan demonstrasi
dan peragaan dengan menggunakan alat
peraga torso membahas tentang alat-alat pencernaan pada manusia di depan kelas
secara bergantian kepada setiap kelompok.
b) Kegiatan Inti (20 menit)
Selesai
mengadakan apersepsi,
peneliti menjelaskan langkah-langkah belajar yang harus ditempuh
oleh siswa agar berhasil mencapai tujuan
yang diharapkan dalam perbaikan pembelajaran siklus kedua pertemuan pertama.
Sebelum menempuh kegiatan inti,
peneliti memotivasi siswa agar memiliki
semangat untuk mengikuti pembelajaran. Barulah setelah itu peneliti menjelaskan
materi ajaran menggunakan metode ceramah klasikal. Pada pertengahan proses dilakukan tanya jawab
disertai pembimbingan secara individu bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar. Peneliti menyajikan beberapa gambar sebagai ilustrasi penggunaan media
torso pada kegiatan pembelajaran :
Gambar 3.4. Alat Pencernaan Manusia bagian Gigi dan
Lidah (Sumber : Buku IPA 5, Choerul Amin, 2009 : 20)
Peneliti memberikan penjelasan tentang gambar yang ditampilkan. Perhatikan
rongga mulutmu! Di dalam rongga mulut terdapat gigi, lidah, dan kelenjar ludah.
Pencernaan dimulai dari mulut. Gigi akan melumatkan makanan yang kita makan.
Bentuk gigi ada tiga macam, yaitu gigi seri, gigi taring, dan gigi geraham.
Bentuk gigi yang berbeda-beda disesuaikan dengan fungsinya, gigi seri berfungsi
untuk memotong makanan berserat, gigi taring untuk mengkoyak-koyak makanan, dan
gigi geraham untuk mengunyah dan melumatkan makanan sehingga mudah ditelan.
Proses penghancuran makanan oleh gigi disebut pencernaan makanan secara
mekanis. Penghancuran makanan di mulut dibantu oleh lidah. Lidah merupakan otot
yang lentur yang permukaannya berbintik-bintik kecil dan peka terhadap rasa.
Selain untuk mengecap rasa makanan, lidah juga berfungsi untuk mengatur letak
makanan dan membantu proses menelan makanan yang sudah dilumat.
Setelah selesai memberikan penjelasan, guru meminta siswa untuk
berkelompok dengan anggotanya masing-masing. Peneliti kemudian membagikan LKS
yang telah disusun sebelumnya. Siswa diminta mengerjakan LKS tersebut
menggunakan panduan buku paket IPA yang ada pada siswa. Setelah siswa selesai
mengerjakan LKS, peneliti meminta masing-masing kelompok untuk mempersiapkan
diri maju ke depan kelas menjelaskan hasil kerja kelompok dengan menggunakan
peraga torso. Misalnya kelompok Tiara yang menjelaskan tentang lambung,
kelompok Sigit yang menjelaskan tentang usus halus. Kegiatan demontrasi dan
peragaan yang dilaksanakan di depan kelas dengan menggunakan peraga torso
tersebut dilaksanakan secara berurutan sehingga setiap kelompok dapat
melaksanakan kegiatan demontrasi dan peragaan secara langsung dengan menggunakan
peraga torso di depan kelas dan bagi kelompok yang belum melaksanakan kegiatan
demontrasi dan peragaan akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya. Pada saat
pelaksanana kegiatan tersebut, guru berperan sebagai mediator, siswa yang lain
diminta memperhatikan dan mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan materi
pembelajaran dalam buku catatan masing-masing.
c) Kegiatan Akhir (10 menit)
Setelah dirasa cukup, peneliti mengajukan
beberapa pernyataan mengenai gambar yang disajikan, “”Gagas, coba kamu jelaskan
apa kegunaan gigi dalam proses
pencernaan makanan?”. “Gigi akan melumatkan makanan yang kita makan, Pak
Guru”. “Nah, kalau lidah”, tanya
peneliti kepada Beni Fauzi. Beni Fauzi menjawab”, Lidah
merupakan otot yang lentur yang permukaannya berbintik-bintik kecil dan peka
terhadap rasa. Selain untuk mengecap rasa makanan, lidah juga berfungsi untuk
mengatur letak makanan dan membantu proses menelan makanan yang sudah dilumat.”.
“Betul sekali jawaban kalian, ternyata kalian murid-murid yang pandai dan rajin belajar”,
puji peneliti. Peneliti terus memberikan pertanyaan seputar gambar yang
disajikan untuk meningkatkan pemahaman siswa, sekaligus untuk mengakhiri
pelaksanaan pertemuan pertama siklus kedua.
2)
Pertemuan Kedua
a) Kegiatan Awal (5 menit)
Pada kegiatan awal pertemuan kedua, Peneliti
memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat duduk. Selanjutnya peneliti
mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi. “Apakah kalian semua masih ingat dengan pelajaran
kemarin ?”, tanya peneliti. “Masih, Pak Guru !”. Selanjutnya peneliti
mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi. “Pak Guru mau bertanya dulu kepada Ragil
Agustina, “Sebutkan beberapa organ pencernaan tubuh kita?,“ Ragil Agustina menjawab, “Lambung dan usus
halus serta usus besar, Pak !”. “Ya, jawaban kamu benar !”. “Sekarang kamu, Yusnaeni!. Sebutkan bagian-bagian
yang lain ?”. Yusnaeni menjawab, “Gigi dan lidah, Pak Guru”. “Ya, betul !, Peneliti menjawab, “Tepat sekali jawaban kamu!,
kamu memang anak yang pintar”, puji peneliti. Selesai mengadakan apersepsi, peneliti
menjelaskan langkah-langkah
belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil mencapai tujuan yang diharapkan dalam perbaikan pembelajaran
pada pertemuan kedua, yaitu dengan melaksanakan kegiatan demonstrasi
menggunakan media torso tentang organ-organ tubuh manusia secara berkelompok.
b) Kegiatan Inti (20 menit)
Sebelum menempuh kegiatan inti,
peneliti membagi siswa menjadi beberapa
kelompok berdasarkan kemampuan belajar. Siswa yang pintar digabungkan dengan
siswa yang kurang pintar. Dari pembagian tersebut terbentuk 10-12
kelompok. Kepada setiap kelompok peneliti
memberikan lembar kerja untuk membahas masalah yang berbeda-benda. Tiap
kelompok membahas satu permasalahan, kemudian peneliti memerintahkan siswa untuk
memulai kerja kelompoknya dengan mempergunakan peraga torso dengan melaksanakan
demonstrasi di depan kelas.
Setelah kegiatan kerja kelompok berupa
demonstrasi menggunakan peraga torso pada pertemuan kedua adalah lanjutan dari
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama. Kegiatan yang
dilaksanakan juga sama dengan pertemuan pertama, yaitu kepada kelompok siswa
yang belum melaksanakan kegiatan peragaan dan demonstrasi di depan kelas untuk
melakanakan kegiatan tersebut, guru berperan sebagai mediator dan siswa yang
lain diminta mencatat hal-hal penting.
Setelah pelaksanaan kegiatan peragaan dan demonstrasi
tersebut selesai, kegiatan selanjutnya adalah pelaksanana diskusi kelas. Peneliti dan siswa melaksanakan kegiatan
diskusi kelas untuk menyimpulkan hasil
kerja kelompok untuk dicatat dalam buku
catatan masing-masing dan dilanjutkan dengan
melaksanakan tes formatif. “Nah,
dari pelaksanaan diskusi kelas, apakah kalian sudah bisa memahami materi
pembelajaran yang diberikan ?”, tanya peneliti. Sebagian siswa menjawab sudah,
dan sebagian lagi menjawab belum.
c) Kegiatan Akhir (10 menit)
Pada
kegiatan akhir, peneliti dan siswa menempuh dua langkah kegiatan, yaitu
: menyimpulkan hasil diskusi dan melaksanakan
tes formatif. Untuk lebih memahamkan siswa terhadap materi yang baru
dipelajari, peneliti memberikan bahan penugasan secara individu untuk diselesaikan
di rumah.
c. Tahap
Observasi (Observation)
Pelaksanaan observasi
dilakukan selama proses perbaikan pembelajaran siklus kedua berlangsung. Yang melakukan hal
ini adalah teman sejawat. Melalui kegiatan ini
diperoleh data proses belajar mengajar, sebagai bukti otentik hasil perbaikan pembelajaran siklus kedua.
Dari hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pembentukan kelompok
berdasarkan kedekatan pertemanan menunjukkan hasil yang baik, siswa terlibat
aktif, tidak canggung dan malu-malu dalam mengemukakan pendapatnya dalam
pelaksanaan kerja kelompok terutama dalam kegiatan demonstrasi menggunakan
peraga torso di depan kelas.
d. Tahap
Refleksi (Reflection)
Berdasarkan
hasil pengolahan data-data dan hasil observasi dilakukan analisis dan dapat
diketahui bahwa semua tujuan telah tercapai sesuai dengan kriteria keberhasilan
yang ditentukan. Hal ini dapat dibuktikan dengan :
1) Pembelajaran berlangsung sangat kondusif dan interaktif. Siswa tampak
senang belajar. Hal ini tampak dari kesungguhan siswa dalam pelaksanaan kerja
kelompok dan diskusi kelas.
2) Siswa nampak antusias dan bersemangat dalam
pelaksanaan kegiatan kerja kelompok dan diskusi kelas, hal ini dibuktikan
dengan peningkatan keaktifan belajar siswa yang sangat baik.
Setelah peneliti, supervisor dan observer berdiskusi berkaitan tentang
hasil observasi dan wawancara yang dikaitkan dengan hasil formatif, maka pada
siklus kedua pelaksanaan perbaikan pembelajaran dianggap tuntas, dan kepada
siswa belum tuntas akan diberikan bimbingan dengan program remidial selama satu
minggu yang akan dilaksanakan setiap akhir kegiatan pelajaran tiap harinya.
BAB IV
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Tindakan
- Deskripsi Kondisi Awal
Hal pertama
yang dilakukan yaitu
melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti berdiskusi dengan
teman sejawat dan melakukan observasi kepada guru
kelas V mengenai
gambaran pembelajaran IPA di
kelas V. Subjek penelitian
terdiri dari 25
siswa kelas V, yaitu 14
orang siswa perempuan dan 11 orang
siswa laki-laki .Berdasarkan pengamatan terhadap 25 siswa
ini diperoleh beberapa
permasalahan terutama dalam
pelajaran IPA. Adapun pada proses pembelajaran siswa tidak kreatif dan
pasif dalam menanggapi pembelajaran, karena mungkin
situasi atau keadaan
yang membosankan karena mendengarkan
guru hanya berceramah
di depan kelas tanpa menggunakan alat peraga atau apa saja yang dapat
membantu siswa agar dapat
bersemangat dalam proses
pembelajaran, kemudian akhirnya
mengadakan tanya jawab
saja, mungkin hanya itu
yang mereka lakukan dalam
belajar dan mereka
mungkin merasa jenuh, rasa
ngantuk akan timbul dan
semangat belajar pun
menurun. Pada permasalahan ini berarti
guru kurang kreatif
dalam menggunakan media
atau metode yang digunakan, mungkin karena guru terlalu
sering menggunakan metode yang
kurang disukai oleh
siswa hanya mendengarkan
tanpa ada aktifitas
dan kesenangan siswa yang
terlihat dalam proses
pembelajaran. Diantaranya guru
kurang tepat dalam
menentukan metode yang
biasanya monoton memakai metode
ceramah dan verbalisme
tanpa menyesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran.
Dari permasalahan
di atas, akan
dijadikan bahan bagi
peneliti untuk memperbaiki proses
pembelajaran IPA dengan
menerapkan Penelitian Tindakan Kelas. Hasil dari kunjungan lapangan
tersebut peneliti berkonsultasi dengan guru kelas V
mengenai penggunaan peraga
torso yang akan
digunakan dalam penelitian
ini. Dengan penggunaan peraga
torso diharapkan mampu merubah
pembelajaran yang bersifat tradisional
menjadi pembelajaran yang mampu
menciptakan pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan
yang ada di benak siswa dengan menghubungkan materi yang dipelajari dengan
kehidupan sehari-hari, sehingga
siswa dapat menyelesaikan berbagai persoalan dan
meningkatkan keaktifan serta hasil belajar siswa
Perbaikan pengajaran
ini dilakukan dalam
2 siklus sampai
tercapainya tujuan pengajaran
yang diharapkan. Penjelasan
mengenai kondisi awal pembelajaran sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 4.1
Hasil Tes
Formatif Kondisi Awal
No
|
Nama
|
Nilai
|
Tuntas
|
Belum Tuntas
|
1
|
Sigit Sugiyono
|
50
|
-
|
√
|
2
|
Beni Fauzi
|
60
|
-
|
√
|
3
|
Sela Yuhana
|
50
|
-
|
√
|
4
|
Aan Andri Wijaya
|
70
|
√
|
-
|
5
|
Adfi Adam Asatid
|
50
|
-
|
√
|
6
|
Amoy Komalasari
|
60
|
-
|
√
|
7
|
Atri Surya Pertiwi
|
60
|
-
|
√
|
8
|
Cholis Nur Fauzi
|
60
|
-
|
√
|
9
|
Dwi Restu Asih
|
70
|
√
|
-
|
10
|
Dita Anggri Wijayanti
|
50
|
-
|
√
|
11
|
Febri Wijayanto
|
50
|
-
|
√
|
12
|
Gagas Sulanda
|
60
|
-
|
√
|
13
|
Gani Pamungkas
|
50
|
-
|
√
|
14
|
Khaerul Umam
|
60
|
-
|
√
|
15
|
Leli Mardiyanti
|
70
|
√
|
-
|
16
|
Oki Budiarto
|
60
|
-
|
√
|
17
|
Ragil Agustina
|
70
|
√
|
-
|
18
|
Rizka Padilasari
|
50
|
-
|
√
|
19
|
Sindi Oktafiani
|
40
|
-
|
√
|
20
|
Siti Nurjaenah
|
50
|
-
|
√
|
21
|
Tiara Rosani
|
70
|
√
|
-
|
22
|
Utamijatiningtyas SS
|
60
|
-
|
√
|
23
|
Widya Sufu Rahayu
|
50
|
-
|
√
|
No
|
Nama
|
Nilai
|
Tuntas
|
Belum Tuntas
|
24
|
Yahya Firman Umuri
|
50
|
-
|
√
|
25
|
Yusnaeni Aprilianingsih
|
50
|
-
|
√
|
Jumlah
|
1420
|
7
|
18
|
|
Rata-Rata
|
56,80
|
28,00
|
72,00
|
Hasil pengamatan
peneliti, mereka terbiasa dengan
pembelajaran yang menuntut gurunya
saja yang menjelaskan
materi pembelajaran
sedangkan siswa hanya
duduk memperhatikan dan
menyimak tanpa ada yang
mau bertanya dan
berpendapat. Untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman siswa
perlu diberikan media
atau metode yang
menurut mereka menyenangkan dalam melakukan dan melaksanakan
pembelajaran contohnya seperti gambar atau foto-foto yang menurut mereka senang
atau dapat juga digunakan semacam media audio dan video yang mereka tonton
mengenai pembelajaran yang
akan berlangsung. Pada penelitian
ini juga peneliti akan mencoba menggunakan torso sebagai alat atau media dalam pembelajaran.
- Deskripsi Siklus Pertama
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I
dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, yang dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2012 dan 24 Oktober 2012. Setelah dilaksanakan perbaikan
pembelajaran dengan peneliti Penjelasan guru mengenai materi pembelajaran kurang bisa dipahami oleh para
siswa dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan percobaan di luar kelas untuk
meningkatkan pemahaman siswa akan materi
pembelajaran. Hal tersebut sebagaimana diuraikan pada penjelasan
di bawah ini :
a. Perencanaan
Berdasarkan
rumusan hipotesis yang telah dibuat, peneliti menyiapkan dan menetapkan rencana
perbaikan pembelajaran beserta skenario
tindakan. Skenario tindakan mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peneliti dan siswa dalam kegiatan tindakan atau
perbaikan.Terkait dengan rencana perbaikan pembelajaran , peneliti perlu
menyiapkan berbagai bahan yang diperlukan sesuai dengan hipotesis yang dipilih
seperti : lembar kerja siswa, alat bantu pembelajaran berupa beberapa contoh
bentuk dongeng atau cerita anak, lembar tes formatif dan lembar observasi. Kemudian
bersama-sama dengan teman sejawat (observer) menyepakati fokus observasi dan
kriteria yang akan digunakan dalam dua kali pertemuan pada siklus pertama.
Untuk
perencanaan tindakan kelas
siklus I, langkah pertama yaitu
peneliti dengan observer
menyusun rencana pembelajaran dengan membuat
rencana pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dilengkapi dengan Lembar
Kerja Siswa (LKS)
untuk mengetahui gambaran bagaimana
kegiatan pembelajaran yang
dilakukan guru dan siswa
berlangsung. Untuk mengetahui pemahaman siswa peneliti mempersiapkan alat
penilaian berupa Lembar
Kerja Siswa, soal pretest dan
postest dan untuk mengetahui keterlibatan siswa terhadap proses pembelajaran
dengan menggunakan media
torso yaitu dengan membuat
lembar observasi siswa, kemudian peneliti membuat angket
guna mengetahui informasi
dan respon siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan media
torso. Lembar observasi
aktivitas guru merupakan
kegiatan penerapan media
torso dalam pembelajaran
b. Pelaksanaan
Dalam
tahap pelaksanaan pembelajaran
peneliti melakukan proses pembelajaran
sesuai dengan RPP
yang telah dibuat dan
disaksikan oleh observer. Kegiatan pembelajaran
pada siklus ini dilakukan
didalam kelas. Pelaksanaan penelitian
tindakan kelas ini yaitu dengan menggunakan peraga torso. Adapun langkah-langkah pelaksanaannya yaitu
pada proses kegiatan awal
pembelajaran guru mengkondisikan siswa
agar siap untuk mengikuti
pembelajaran, kemudian guru melakukan
apersepsi dengan menjelaskan materi
yang akan dibahas. Selanjutnya guru bertanya
kepada siswa yang
berkaitan dengan materi
yang akan dipelajari.
Kemudian setelah diberi
pertanyaan seperti itu
sebagian siswa ada yang
langsung mengangkat tangan
kemudian menjawab pertanyaan yang
diajukan, dan sebagian
siswa ada juga
yang hanya memperhatikan tanpa
mengeluarkan jawaban. Mungkin kebanyakan siswa yang tidak menjawab dan
hanya terdiam saja.
Dari
apersepsi tadi jelas
terlihat sejauh mana
kemampuan pemahaman siswa, kemudian guru
melakukan kegiatan inti
dengan mengajukan beberapa pertanyaan
merupakan pembahasan yang berkaitan dengan
pemahaman siswa. Guru menyediakan
torso didepan dan menjelaskan kepada siswa jenis-jenis organ pencernaan
manusia secara rinci
kemudian setelah itu
guru menuliskan pertanyaan di depan
kelas tepatnya dipapan
tulis yaitu “Apa
saja yang termasuk organ pencernaan pada manusia?” Siswa harus
dapat menjawab dengan
benar sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Guru
menyediakan LKS dan siswa harus dapat
mengisi semua pertanyaan
tersebut yaitu menyebutkan
jenis-jenis sistem pencernaan
manusia, kemudian diberikan kepada
setiap individu dan dalam
mengerjakannya yaitu dengan
cara individu karena untuk
mengetahui pemahaman dari
masing-masing siswa tersebut. Sebagai pelengkap
guru menggunakan media
gambar dan buku paket
yang telah disediakan
untuk membantu siswa
dalam menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Guru menjelaskan
apa yang telah
ditanyakan oleh siswa melalui
penggunaan peraga torso yang ada dan ditambah
oleh buku paket
yang disediakan. Pada saat siswa
sedang menjawab pertanyaan
pada LKS yang telah
diberikan, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya
pada teman dan
memperbolehkan mengamati torso yang
ada di depan secara
bergantian dan bertanya
kepada guru apabila belum paham.
Pada saat pembelajaran sedang berlangsung guru membimbing siswa
untuk memberikan arahan
dalam menjawab pertanyaan. Dari hasil
pembelajaran inti tadi
ternyata sebagian besar siswa
dapat memahami apa
yang telah diperagakan
tadi melalui peraga torso. Dengan menjawab
pertanyaan yang diajukan
selama proses pembelajaran guru bersama dengan siswa melakukan kegiatan
akhir dengan menyimpulkan
materi yang telah
dibahas dalam pembelajaran dan
guru melakukan penilaian dengan memberikan test berupa postest
guna mengetahui kemampuan
pemahaman siswa terhadap materi
yang dipelajari dan
yang belum dipelajari
dan mengisi angket yang telah disediakan. Adapun Hasil
Postest Tindakan Pembelajaran Siklus I dijabarkan pada tabel
berikut ini
Tabel 4.2 Rekapitulasi
Nilai Tes Formatif Pembelajaran IPA Materi Alat Pencernaan
pada Manusia dan
Bagian-Bagiannya pada Siklus I
No
|
Nama
|
Nilai
|
Tuntas
|
Belum Tuntas
|
1
|
Sigit Sugiyono
|
60
|
-
|
√
|
2
|
Beni Fauzi
|
70
|
√
|
-
|
3
|
Sela Yuhana
|
60
|
-
|
√
|
4
|
Aan Andri Wijaya
|
70
|
√
|
-
|
5
|
Adfi Adam Asatid
|
50
|
-
|
√
|
6
|
Amoy Komalasari
|
70
|
√
|
-
|
7
|
Atri Surya Pertiwi
|
60
|
-
|
√
|
8
|
Cholis Nur Fauzi
|
60
|
-
|
√
|
9
|
Dwi Restu Asih
|
70
|
√
|
-
|
10
|
Dita Anggri Wijayanti
|
50
|
-
|
√
|
11
|
Febri Wijayanto
|
60
|
-
|
√
|
12
|
Gagas Sulanda
|
70
|
√
|
-
|
13
|
Gani Pamungkas
|
60
|
-
|
√
|
14
|
Khaerul Umam
|
70
|
√
|
-
|
15
|
Leli Mardiyanti
|
70
|
√
|
-
|
16
|
Oki Budiarto
|
60
|
-
|
√
|
17
|
Ragil Agustina
|
70
|
√
|
-
|
18
|
Rizka Padilasari
|
60
|
-
|
√
|
19
|
Sindi Oktafiani
|
50
|
-
|
√
|
20
|
Siti Nurjaenah
|
60
|
-
|
√
|
21
|
Tiara Rosani
|
70
|
√
|
-
|
No
|
Nama
|
Nilai
|
Tuntas
|
Belum Tuntas
|
22
|
Utamijatiningtyas SS
|
70
|
√
|
-
|
23
|
Widya Sufu Rahayu
|
60
|
-
|
√
|
24
|
Yahya Firman Umuri
|
60
|
-
|
√
|
25
|
Yusnaeni Aprilianingsih
|
70
|
√
|
-
|
Jumlah
|
1580
|
11
|
14
|
|
Nilai Rata-rata Siklus I
|
63,20
|
44,00
|
56,00
|
Dari tabel 4.2
tentang Rekapitulasi Nilai Tes Formatif Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi
alat pencernaan pada
manusia dan bagian-bagiannya pada Siklus
I di atas dapat diterangkan sebagai berikut:
a)
Sebelum perbaikan nilai rata-rata hasil
belajar 56,80 setelah dilakukan perbaikan mengalami kenaikan menjadi 63,20.
Rata-rata hasil belajar naik 6,40.
b)
Jumlah siswa yang telah mencapai tingkat
ketuntasan belajar 11 siswa (44,00%).
Dari penjelasan sebagaimana tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa hasil nilai tes formatif mengalami peningkatan dari kondisi awal, karena
pada kondisi awal siswa
tuntas 7 siswa (28%) meningkat
menjadi 11 siswa (44%) atau meningkat sebanyak 4 siswa (16%). Melihat hasil di atas maka peneliti
bersama-sama dengan observer sepakat untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran
pada siklus II dengan harapan pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa
dapat mencapai perolehan di atas KKM sebesar 70 dengan tingkat ketuntasan
belajar siswa mencapai 85% sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan
Penjelasan
mengenai aspek keaktifan belajar yang diamati adalah respon siswa terhadap
pernyataan, rasa ingin tahu, dan keaktifan dalam pelaksanaan kegiatan diskusi.
Kegiatan pengamatan ini dilakukan oleh observer selama kegiatan perbaikan
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan format observasi yang telah
dipersiapkan. Hasil observasi pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada
siklus I sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 4.3 Rekapitulasi
Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pembelajaran IPA Materi Alat Pencernaan
pada Manusia dan
Bagian-Bagiannya pada
Siklus I
No
|
Uraian
|
Jumlah Siswa
|
Siswa Belum Tuntas
|
Siswa Tuntas
|
||
Frekuensi
|
%
|
Frekuensi
|
%
|
|||
1
|
Awal
|
25
|
16
|
64
|
9
|
36
|
2
|
Siklus I
|
25
|
11
|
44
|
14
|
56
|
Dari tabel
4.3 di atas mengenai Rekapitulasi Peningkatan
Keaktifan Belajar Siswa Pembelajaran IPA Materi Alat Pencernaan
pada Manusia dan
Bagian-Bagiannya pada Siklus I dapat disimpulkan bahwa :
a) Sebelum perbaikan, siswa yang menunjukkan
peningkatan keaktifan siswa
sebanyak 9 siswa atau 36%
b) Pada siklus ke I, siswa yang menunjukkan
peningkatan keaktifan siswa sebanyak 14
siswa atau 56%
c) Dari sebelum perbaikan ke siklus I, tingkat
keaktifan siswa siswa meningkat sebesar
16,00% atau bertambah 5 siswa dari studi awal.
Melihat
hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer sepakat untuk
melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan harapan pada siklus
II keaktifan belajar siswa dapat mencapai perolehan di atas 85% sesuai dengan
kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.
c. Observasi
Dari dua
pertemuan yang dilaksanakan, peneliti dibantu observer melaksanakan observasi
terhadap pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan lembar
observasi yang telah disiapkan. Observasi dilakukan
oleh observer yaitu
rekan sejawat. Sasaran
pemantauan adalah aktivitas
guru dan aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung, serta penggunaan
angket yang di isi
oleh siswa. Setelah dilakukan
observasi diperoleh hasil
penelitian yaitu adanya keaktifan
siswa untuk mengikuti
pembelajaran dan lebih merespon pada
permasalahan yang diajukan
guru.Siswa dapat melakukan diskusi
dengan temannya meskipun
masih ada sebagian kecil siswa
yang kurang begitu
serius dan terlihat
hanya diam dan mendengarkan tanpa
ada keinginan bertanya
ke depan,selanjutnya untuk aktivitas
mengenai bertanya langsung
menggunakan peraga torso, siswa
berani ke depan untuk
mengamati torso yang
menurut mereka belum jelas mereka
menanyakan kembali kepada guru. Dari
hasil observasi yang
dilakukan ternyata ada
sebagian kecil dan sebagian
besarnya dilaksanakan dengan
baik. Agar pembelajaran
dapat dilaksanakan dengan
baik, untuk perbaikan semua aktivitas
siswa dilaksanakan pada
pembelajaran siklus
berikutnya.
d. Refleksi
Tahapan ini
peneliti melakukan analisis
data yang berhasil dikumpulkan melalui
pedoman observasi, angket dan
hasil tes siswa. Temuan yang
diperoleh akan dijadikan
bahan rujukan untuk menentukan perencanaan
perbaikan pada siklus
selanjutnya yaitu pada siklus II.
Mungkin pada siklus
I ini terdapat
banyak kekurangan yaitu karena
siswa belum mengetahui
dan paham pembelajaran menggunakan peraga
torso diantaranya kelas
kurang kondusif saat berlangsungnya pembelajaran, hanya sebagian
siswa yang aktif bertanya dan
menjawab pertanyaan,mungkin karena
siswa belum terbiasa mengungkapkan
pertanyaan atau pendapatnya di depan kelas maupun kepada
temannya. Ketika siswa mengisi
tabel pertanyaan yang ada
pada lembar kerja
siswa, guru memberikan kesempatan untuk siswa
bertanya kepada teman
atau gurunya, tetapi sebagian siswa ada
yang terdiam tanpa
menanyakan sesuatu atau
bertanya kepada temannya seperti
yang sudah memahami
semua materi dan bahkan
ada yang asyik
membicarakan hal yang
tidak berkaitan dengan materi
pembelajaran.
Setelah dilakukan
penelitian ternyata masih
ada anak yang tidak serius dalam mengikuti proses pembelajaran, ada juga keluhan yang
disampaikan siswa yaitu tentang kurangnya alokasi waktu yang diberikan saat tes
evaluasi pembelajaran diberikan.
Pada pelaksanaan siklus I, siswa sudah terlihat bisa menjalin
kerjasama dengan teman sekelompoknya
untuk melaksanakan kegiatan kerja kelompok, siswa aktif dalam melaksanakan
kegiatan kerja kelompok walaupun
masih ada beberapa siswa yang bermain-main, dan siswa sudah
terlihat percaya diri dalam melaksanakan
kegiatan peragaan dan demonstrasi di depan kelas membahas hasil kerja
kelompok dan tidak terlihat
malu-malu dalam pelaksanaan kegiatan
peragaan dan demonstrasi di depan kelas pada saat membahas hasil kerja
kelompoknya.
Setelah menganalisis
hasil pembelajaran dari
lembar kerja siswa, lembar observasi, angket, maka pengelolaan waktu
yang cukup agar
tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan baik, memberikan
penghargaan terhadap pekerjaan
siswa agar mereka
termotivasi terus untuk belajar
dan memberikan motivasi bagi
siwa yang belum
tuntas dalam belajar
dan memberikan pembelajaran
remedial yang menarik
siswa yang belum tersebut.
Tujuannya akhirnya adalah agar siswa aktif
untuk berdiskusi dan
bertanya dan membimbing agar
siswa tidak kebingungan
dalam mengisi pertanyaan menunjukan
bagian-bagian organ pencernaan
manusia sehingga hasil proses perbaikan pembelajaran dapat memenuhi
kriteria keberhasilan yang telah ditentukan.
- Deskripsi Siklus kedua
Pelaksanaan
perbaikan pembelajaran siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, yang
dilaksanakan pada tanggal tanggal 29 Oktober 2012 dan 31 Oktober 2012. Setelah mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus pertama, maka pada
siklus kedua peneliti mencoba menyempurnakan pelaksanaan perbaikan
pembelajaran. Hal tersebut sebagaimana
diuraikan pada penjelasan di bawah ini :
a. Perencanaan
Berdasarkan
hasil refleksi dari siklus kedua, Rencana Perbaikan Pembelajaran direvisi
kembali. Peneliti juga menyiapkan lembar kerja siswa, lembar tes formatif dan
lembar observasi, dan beberapa contoh dongeng atau cerita anak. Semua peralatan
disiapkan dan yang diperlukan lengkap, peneliti bersama teman sejawat
mensimulasikan langkah-langkah perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan dalam
dua pertemuan.
Dari hasil refleksi
pada tindakan pembelajaran
siklus I, ternyata menemukan
beberapa kekurangan dalam
proses pembelajarannya. Permasalahan yang
timbul pada pembelajaran siklus I
akan dilakukan perbaikan
pada siklus II. Perencanaan tindakan pembelajaran
siklus II peneliti
bersama observer memperbaiki dan
menyusun kembali Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yaitu dalam kegiatan
inti menambah media pembelajaran yang
diperlukan dan menjelaskan
kembali apa yang belum
disampaikan pada siklus
I, kemudian peneliti membuat LKS dan
soal evaluasi yang
baru dan yang
akan berkaitan dengan pembelajaran yang
akan dibahas dan
lembar observasi masih digunakan dalam
siklus II ini
untuk mengetahui gambaran bagaimana kegiatan
penbelajaran yang dilakukan
guru dan siswa berlangsung. Peneliti juga
masih menggunakan lembar
Evaluasi sebagai alat penilaian
tertulis untuk mengetahui
kemampuan pemahaman siswa terhadap
materi yang dipelajari. Pedoman observasi siswa
juga masih digunakan
untuk melihat keterlibatan siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan
peraga torso. Adapun angket digunakan
untuk mengetahui informasi
dan respon siswa terhadap
pelaksanaan pembelajaran yang
telah dilakukan,dan untuk melihat
bagaimana unjuk kerja
pembelajaran cara kerja guru
dalam penerapan media pembelajaran
dengan menggunakan peraga torso dengan lembar observasi,apakah terdapat
peningkatan atau perubahan
daripada siklus I
yang telah dilakukan sebelumnya.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran
siklus II observer mengobservasi peneliti dalam
melakukan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat pada
perencanaan sebelum melakukan tindakan pada siklus II. Pada siklus II ini
kegiatan dilakukan di dalam kelas. Adapun langkah-langkah pelaksanaan
penelitian tindakan kelas ini
menggunakan media pembelajaran
dengan pemanfaatan peraga torso.
Pada proses kegiatan
awal pembelajaran guru mengkondisikan siswa
agar siap untuk
mengikuti pembelajaran, setelah
tampak bersemangat guru
memulai pembelajaran,kemudian
melakukan apersepsi, guru menjelaskan materi yang
sebelumnya guna mengingatkan
kembali apa yang sudah
dipelajari pada siklus
sebelumnya yaitu pada
siklus I, untuk mengetahui kemampuan
pemahaman siswa,guru memberikan pertanyaan yang
berkaitan dengan materi
yang akan dipelajari setelah materi
yang dipelajari dan
dibahas pada siklus
I yaitu mengenai bagian-bagian
sistem pencernaan pada manusia.
Pada awal
pembelajaran guru pertama
kali menjelaskan materi yang
sebelumnya telah dibahas
guna meningkatkan siswa bahwa
terdapat kaitan yang
erat terhadap materi
yang akan dibahas kali ini dengan materi sebelumnya
yang telah dipelajari. Kegiatan ini dilakukan didalam kelas, kemudian guru
bertanya kepada siswa yang berkaitan
dengan materi yang
akan dibahas guna
mengetahui kemampuan awal berfikir
para siswa dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara lisan.
Setelah dilakukan
tanya jawab, guru dapat
melihat sampai manakah kemampuan
mereka setelah melakukan pembelajaran pada siklus I, maka
selanjutnya guru malakukan
kegiatan inti dengan memberikan pertanyaan
yang mereka anggap
sulit. Pertanyaan yang
diberikan pada LKS
ini yaitu siswa
harus dapat menyebutkan masing-masing fungsi
dari sistem pencernaan
manusia yang telah mereka ketahui dan pelajari pada siklus
I. Siswa harus dapat mencari jawaban
dengan kemampuan berfikir
mereka masing-masing dari kelompoknya, pada LKS
ini siswa disuruh
mengerjakan dengan kelompok karena
mungkin mereka sulit
untuk mencari sumber
dari buku Ilmu Pengetahuan
Alam untuk kelas
V yang mereka
gunakan selain daripada peraga torso yang ada.
Setelah siswa
melakukan kerja kelompok
untuk mengisi pertanyaan dalam
LKS yang telah
dibagikan guru,maka guru memantau
cara mengerjakan soal
pada setiap kelompok
apakah mereka berdiskusi dengan
baik. Guru juga memperbolehkan pada setiap siswa untuk bertanya apabila ada
yang kurang dimengerti atau yang
belum mereka pahami, guru
membimbing siswa untuk memberikan arahan
dalam menjawab pertanyaan
dalam proses pembelajaran siklus
II ini siswa mulai serius dalam mencari jawaban dari pertanyaan yang ada pada
LKS tersebut.
Permasalahan yang
timbul pada siklus
I yaitu siswa kebanyakan mengobrol
dan bermain tidak
serius dalam mengikuti pembelajaran, tetapi pada
siklus II ini
siswa kelihatan lebih
aktif mungkin karena pertanyaannya lumayan sulit bagi mereka dan setiap
orang diwajibkan ikut berfikir dalam kelompoknya untuk melakukan diskusi dan
masing-masing harus dapat mengeluarkan pendapatnya.
Setelah
setiap kelompok selesai mengerjakan LKS nya,guru meminta setiap
kelompok untuk menyampikan
hasil jawaban yang telah
dikerjakan ,hal ini
terlihat kemampuan berfikir
siswa tersebut pada kelompoknya. Ada
kelompok yang terlihat senang dengan kerja kelompoknya mungkin hal ini karena
siswa dapat melihat pada buku paket
yang telah disediakan, pada kegiatan
ini siswa terlihat
senang dalam mengemukakan
pendapatnya, sehingga setiap siswa
ingin menyebutkan jawaban dari masing-masing pertanyaan yang ada pada
LKS, namun hal itu bukan terlihat lebih baik tetapi malah menambah gaduh pada
suasana kelas, agar semua
siswa dan setiap
kelompok kebagian dan tidak
berisik maka guru
memberikan kesempatan dalam membacakan
isi dari pertanyaan
secara bergantian. Dan
akhirnya setiap kelompok
dapat membacakan hasilnya
dengan cara bergantian, pada pembacaan
hasil dari LKS
ini setiap siswa
juga membacakan dari setiap
kelompoknya jadi tidak
hanya satu orang saja
yang membacakan karena
pada setiap kelompok
terdiri dari 6 orang dan ada satu kelompok 5 orang jadi
kelompok dibagi menjadi 4 kelompok,dan pada
saat membacakan lokasi
waktu tidak memungkinkan karena
masih ada pertanyaan dan soal evaluasi yang harus dikerjakan
siswa maka pembacaan
hanya dibacakan oleh perwakilan pada
setiap kelompok saja. Sebagian besar
siswa telah berani mengungkapkan
pendapatnya, itu terlihat dari
setiap jawaban yang telah mereka
simpulkan pada masing-masing jawaban yang ada pada setiap
kelompok dengan kemampuan
berfikir mereka dan dengan apa yang mereka temukan selama proses
pembelajaran serta terlihat kegiatan pembelajaran pada siklus II ini cukup
optimal.
Setelah kegiatan akhir berlangsung diisi dengan
melakukan penilaian,dengan
memberikan soal pretest
dan postest yang
telah siswa isi pada
pertemuan
sebelumnya,kemudian untuk mengetahui ada perubahan
peningkatan atau tidak
peneliti memberikan soal tersebut
kembali. Pemberikan tes
tertulis guna mengetahui kemampuan pemahaman siswa terhadap materi yang telah
dipelajari serta melakukan pengisian
angket yang telah disediakan.
Pada siklus
kedua ini dalam tahap pelaksanaan sudah menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.4 Rekapitulasi
Nilai Tes Formatif Pembelajaran IPA Materi Alat Pencernaan
pada Manusia dan
Bagian-Bagiannya pada
Siklus II
No
|
Nama
|
Nilai
|
Tuntas
|
Belum Tuntas
|
1
|
Sigit Sugiyono
|
70
|
√
|
-
|
2
|
Beni
Fauzi
|
80
|
√
|
-
|
3
|
Sela Yuhana
|
70
|
√
|
-
|
4
|
Aan Andri Wijaya
|
80
|
√
|
-
|
5
|
Adfi Adam Asatid
|
60
|
-
|
√
|
6
|
Amoy
Komalasari
|
80
|
√
|
-
|
7
|
Atri Surya Pertiwi
|
70
|
√
|
-
|
8
|
Cholis Nur Fauzi
|
70
|
√
|
-
|
9
|
Dwi Restu Asih
|
80
|
√
|
-
|
10
|
Dita Anggri Wijayanti
|
60
|
-
|
√
|
11
|
Febri Wijayanto
|
70
|
√
|
-
|
12
|
Gagas Sulanda
|
80
|
√
|
-
|
13
|
Gani Pamungkas
|
70
|
√
|
-
|
14
|
Khaerul Umam
|
80
|
√
|
-
|
15
|
Leli Mardiyanti
|
80
|
√
|
-
|
16
|
Oki Budiarto
|
70
|
√
|
-
|
17
|
Ragil Agustina
|
80
|
√
|
-
|
18
|
Rizka Padilasari
|
70
|
√
|
-
|
19
|
Sindi Oktafiani
|
60
|
-
|
√
|
20
|
Siti Nurjaenah
|
70
|
√
|
-
|
21
|
Tiara Rosani
|
80
|
√
|
-
|
22
|
Utamijatiningtyas SS
|
80
|
√
|
-
|
23
|
Widya Sufu Rahayu
|
70
|
√
|
-
|
24
|
Yahya Firman Umuri
|
70
|
√
|
-
|
25
|
Yusnaeni Aprilianingsih
|
80
|
√
|
-
|
Jumlah
|
1830
|
22
|
3
|
|
Nilai Rata-rata Siklus I
|
73,20
|
88,00
|
12,00
|
Dari tabel 4.2
tentang Rekapitulasi Nilai Tes Formatif Pembelajaran IPA Materi Alat
Pencernaan pada Manusia
dan Bagian-Bagiannya pada
Siklus II di atas dapat diterangkan sebagai berikut:
a)
Pada siklus I nilai rata-rata hasil
belajar 63,20 setelah dilakukan perbaikan mengalami kenaikan menjadi 73,20. Rata-rata
hasil belajar naik 10,00.
b)
Jumlah siswa yang telah mencapai tingkat ketuntasan belajar 22 (88%).
Melihat
hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer menyimpulkan bahwa
hasil tes hasil belajar menunjukkan hasil 73,20. Hal ini menunjukkan bahwa tes
hasil belajar sudah memenuhi kriteria keberhasilan karena hasil belajar berada
di atas angka kriteria minimal ketuntasan (KKM) sebesar 65 dan siswa tuntas
menunjukkan angka 22 siswa atau 88% sehingga proses perbaikan pembelajaran
dinyatakan berhasil dan tuntas pada pelaksanaan siklus II karena sudah berada di atas kriteria
keberhasilan sebesar 85%.
Penjelasan
mengenai aspek keaktifan belajar yang diamati adalah respon siswa terhadap
pernyataan, rasa ingin tahu, dan keaktifan dalam pelaksanaan kegiatan diskusi.
Kegiatan pengamatan ini dilakukan oleh observer selama kegiatan perbaikan
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan format observasi yang telah
dipersiapkan. Hasil observasi pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada
siklus I sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 4.5 Rekapitulasi
Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pembelajaran IPA Materi Alat Pencernaan
pada Manusia dan
Bagian-Bagiannya pada
Siklus II
No
|
Uraian
|
Jumlah Siswa
|
Siswa Belum Tuntas
|
Siswa Tuntas
|
||
Frekuensi
|
%
|
Frekuensi
|
%
|
|||
1
|
Awal
|
25
|
16
|
64
|
9
|
36
|
2
|
Siklus I
|
25
|
11
|
44
|
14
|
56
|
3
|
Siklus II
|
25
|
0
|
0
|
25
|
100
|
Dari data
pada tabel 4.5 di atas dapat diperoleh keterangan sebagai berikut :
a) Pada siklus I, siswa yang menunjukkan
peningkatan keaktifan belajar sebanyak 14 siswa atau 56%
b) Pada siklus ke II, siswa yang menunjukkan
peningkatan keaktifan belajar sebanyak
25 siswa atau 100%
c) Dari siklus I ke siklus II, tingkat
peningkatan keaktifan belajar meningkat sebesar
44% atau bertambah 11 siswa dari siklus I.
Dari tabel
di atas dapat disimpulkan bahwa dari 25 siswa terdapat 25 orang yang tuntas
belajarnya (100%) dilihat dari keaktifan belajarnya. Melihat hasil di atas maka
peneliti bersama-sama dengan observer menyimpulkan bahwa hasil pengamatan
terhadap peningkatan keaktifan belajar sudah mencapai angka di atas 85%,
sehingga proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil dan tuntas pada
siklus II.
c. Observasi
Observer
mengamati proses pembelajaran pada siklus kedua dengan menggunakan format
evaluasi yang telah tersedia. Dari hasil pengamatan menunjukkan peningkatan
yang sangat baik sehingga peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dapat
tercapai. Hal ini dikarenakan pada siklus kedua peneliti memaksimalkan metode
yang sudah dijalankan dilengkapi dengan mencoba kemampuan siswa untuk
memaparkan hasil pengerjaan dan dibacakan di depan teman-temannya
d. Refleksi
Setelah dilakukan pembelajaran pada tindakan
siklus II yang bertolak
dari siklus I
yang bertujuan untuk
memperbaiki pembelajaran
yang sebelumnya telah
dilakukan maka
peneliti dan observer kemudian
menganalisis hasil observasi, angket, dan pembelajaran dengan
pemanfaatan peraga torso
terhadap kemampuan pemahaman siswa
pada siklus II
ini.
Adapun hasil
refleksi tersebut adalah sebagai berikut: Pemanfaatan peraga
torso untuk meningkatkan
pemahaman siswa sudah sesuai
dengan yang telah
diharapkan dan berlangsung secara optimal.Hal
ini terlihat dari
beberapa indikator yang mengidentifikasikan kearah
demikian dan aktivitas
siswa dalam menyampaikan pendapat
sudah baik. Dilihat dari aktivitas
dan kinerja guru
juga sudah mampu melakukan aktivitas
proses pembelajaran yang
telah direncanakan. Dari
sisi siswa, siswa sudah
terbiasa dengan cara menggunakan peraga torso yang
disediakan siswa dapat
mengeluarkan pertanyaannya apa yang mereka belum pahami. Pada penggunaan
dan pemanfaatan peraga torso ini siswa merespon proses belajar mengajar
yang dikembangkan guru
dengan baik serta
terlihat kemampuan pemahaman mereka
sudah cukup baik
.Selain itu juga
siswa sudah mulai berkonsentrasi dan
menyimak apa yang
disampaikan guru
didepan.Dari proses pembelajarannya terlihat
siswa sangat senang dengan
kegiatan pengamatan melalui peraga torso
yang disediakan mereka lebih
memahami dibantu dengan
buku IPA yang
disediakan maka mereka juga dapat memahami materi yang sedang
dipelajari. Peneliti dan observer
mengadakan diskusi kembali
dan menyimpulkan bahwa pada
siklus II ini
penerapan pemanfaatan peraga torso
untuk meningkatklan pemahaman
siswa sudah sesuai dengan yang diharapkan dan berlangsung
secara optimal.
B.
Pembahasan
Penggunaan peraga
torso akan sangat
membantu dalam membangkitkan keaktifan belajar
siswa, ini terbukti
dari hasil belajar
yang diberikan pada
setiap siklusnya mengalami
peningkatan di mana pada temuan awal sebesar 56,80, pada siklus I
nilai rata-rata yang
diperoleh siswa adalah sebesar 63,20
serta pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus II rata-rata
nilai yang diperoleh siswa adalah 73,20.
Rekapitulasi
nilai hasil tes formatif siswa dari temuan awal, siklus I
sampai dengan siklus II dapat
dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 4.6 Nilai
Hasil Tes Formatif Temuan Awal, Siklus I
dan Siklus II
No
|
Nama Siswa
|
Temuan Awal
|
Siklus I
|
Siklus II
|
|||||||
Nilai
|
Kriteria Ketuntasan
|
Nilai
|
Kriteria Ketuntasan
|
Nilai
|
Kriteria Ketuntasan
|
||||||
1
|
Sigit Sugiyono
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
2
|
Beni Fauzi
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
3
|
Sela Yuhana
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
4
|
Aan Andri W
|
70
|
T
|
-
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
5
|
Adfi Adam A
|
50
|
-
|
B
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
|
6
|
Amoy K
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
7
|
Atri Surya P
|
60
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
8
|
Cholis Nur F
|
60
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
9
|
Dwi Restu Asih
|
70
|
T
|
-
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
10
|
Dita Anggri W
|
50
|
-
|
B
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
|
11
|
Febri Wijayanto
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
12
|
Gagas Sulanda
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
13
|
Gani P
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
14
|
Khaerul Umam
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
15
|
Leli Mardiyanti
|
70
|
T
|
-
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
16
|
Oki Budiarto
|
60
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
17
|
Ragil Agustina
|
70
|
T
|
-
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
18
|
Rizka Padilasari
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
19
|
Sindi Oktafiani
|
40
|
-
|
B
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
|
20
|
Siti Nurjaenah
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
21
|
Tiara Rosani
|
70
|
T
|
-
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
22
|
Utami JSS
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
23
|
Widya Sufu R
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
24
|
Yahya FU
|
50
|
-
|
B
|
60
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
|
25
|
Yusnaeni A
|
50
|
-
|
B
|
70
|
T
|
-
|
80
|
T
|
-
|
|
Jumlah
|
1420
|
7
|
18
|
1580
|
11
|
14
|
1830
|
22
|
3
|
||
Rata-rata
|
56,80
|
28,00
|
72,00
|
63,20
|
44,00
|
56,00
|
73,20
|
88,00
|
12,00
|
Dari tabel di atas dapat dijelaskan peningkatan nilai hasil dan
ketuntasan belajar siswa pada siklus I dan II
secara terperinci sebagai berikut :
1.
Siswa Tuntas Belajar
a. Pada temuan
awal siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa atau 28% dari 25 siswa.
b. Pada siklus
I siswa yang tuntas sebanyak 11 siswa
atau 44% dari 25 siswa
c. Pada siklus
II siswa yang tuntas sebanyak 22 siswa
atau 88% dari 25 siswa
2.
Siswa Belum Tuntas Belajar
a. Pada temuan
awal siswa yang belum tuntas sebanyak 18 siswa atau 72% dari 25 siswa.
b. Pada siklus
I siswa yang belum tuntas sebanyak 14
siswa atau 56% dari 25 siswa
c. Pada siklus
II siswa yang belum tuntas sebanyak 3 siswa atau 12% dari 25
siswa
Untuk memperjelas, maka dari penjelasan sebagaimana tersebut di atas
dalam bentuk tabel sebagaimana di bawah ini :
Tabel 4.7 Rekapitulasi
Nilai Tes Formatif Temuan Awal, Siklus I
dan Siklus II
No
|
Uraian
|
Jumlah Siswa
|
Siswa Belum Tuntas
|
Siswa Tuntas
|
||
Frekuensi
|
%
|
Frekuensi
|
%
|
|||
1
|
Awal
|
25
|
18
|
72
|
7
|
28
|
2
|
Siklus I
|
25
|
14
|
56
|
11
|
44
|
3
|
Siklus II
|
25
|
3
|
12
|
22
|
88
|
Sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan dalam perbaikan
pembelajaran bahwa siswa yang dinyatakan tuntas belajar jika mendapat nilai tes
formatif sebesar 70 ke atas dan jika 85% dari siswa telah tuntas belajarnya.
Untuk memperjelas kenaikan ketuntasan belajar siswa dan penurunan
ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini :
Gambar 4.1
Grafik Peningkatan dan Penurunan
Ketuntasan Belajar Siswa pada Temuan
Awal, Siklus I dan II
Dari gambar 4.1 dapat diketahui bahwa sebelum dilaksanakan perbaikan
pembelajaran melalui penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya, jumlah siswa yang tuntas
belajarnya pada keadaan awal sebanyak 7 siswa (28%), setelah dilaksanakan
perbaikan dengan penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya pada siklus I meningkat
menjadi 11 siswa atau 44% dan pada siklus II meningkat kembali menjadi 22 siswa
atau 88%. Adapun penjelasan mengenai penurunan siswa yang belum tuntas
belajarnya pada keadaan awal sebanyak 18 siswa atau 72%, setelah dilaksanakan
perbaikan dengan penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi alat
pencernaan pada manusia
dan bagian-bagiannya pada siklus I menurun menjadi
14 siswa atau 56% dan pada siklus II menurun menjadi 3 siswa atau 12%.
Penjelasan
mengenai peningkatan nilai rata-rata hasil belajar pada penggunaan peraga torso pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam materi alat pencernaan
pada manusia dan
bagian-bagiannya menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan di mana pada kondisi awal sebesar 56,80 meningkat menjadi 63,20 pada siklus I dan pada akhir siklus
II meningkat menjadi 73,20. Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar
siswa dalam bentuk grafik sebagaimana gambar di bawah ini :
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Belajar
Siswa Pada Siklus I dan II
Keberhasilan proses perbaikan pembelajaran tidak hanya
dilihat dari peningkatan hasil belajar atau nilai tes formatif saja. Keaktifan
belajar siswa selama proses pembelajaran juga merupakan indikator keberhasilan
dalam proses pembelajaran. Data keaktifan siswa diperoleh dari lembar observasi
yang telah diisi oleh observer selama perbaikan pembelajaran berlangsung. Fokus
observasi difokuskan pada aspek-aspek bisa menjawab, mau bertanya dan aktif
dalam kegiatan diskusi. Hasil observasi pada pelaksanaan kegiatan perbaikan
pembelajaran menunjukkan hasil yang positif, dan dibuktikan dengan adanya
peningkatan keaktifan siswa pada setiap siklusnya.
Secara rinci penjelasan mengenai peningkatan keaktifan
siswa dalam proses perbaikan pembelajaran sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 4.8 Rekapitulasi
Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa pada Temuan Awal, Siklus I dan Siklus
II
No
|
Uraian
|
Jumlah Siswa
|
Siswa Belum Tuntas
|
Siswa Tuntas
|
||
Frekuensi
|
%
|
Frekuensi
|
%
|
|||
1
|
Awal
|
25
|
16
|
64
|
9
|
36
|
2
|
Siklus I
|
25
|
11
|
44
|
14
|
56
|
3
|
Siklus II
|
25
|
0
|
0
|
25
|
100
|
Dari tabel 4.8 di atas dapat dijelaskan tentang
siswa yang tuntas dan belum tuntas dilihat dari keaktifan belajarnya, yaitu :
a. Siswa tuntas dilihat dari keaktifan
belajar
1. Pada temuan awal, siswa tuntas dilihat dari keaktifan belajar
sebanyak 9 siswa atau 36% dari 25 siswa.
2. Pada siklus I, siswa tuntas dilihat dari keaktifan belajar
sebanyak 14 siswa atau 56% dari 25 siswa.
3. Pada siklus II, belum tuntas dilihat dari keaktifan belajar
sebanyak 25 siswa atau 100% dari 25 siswa.
b. Siswa yang belum tuntas dilihat dari keaktifan
belajar
1. Pada temuan awal, siswa belum tuntas dilihat dari keaktifan
belajar sebanyak 16 siswa atau 64% dari 25 siswa.
2. Pada siklus I, siswa belum tuntas dilihat dari keaktifan belajar
sebanyak 11 siswa atau 44% dari 25 siswa.
3. Pada siklus II, tidak ada siswa yang tidak tuntas dilihat dari keaktifan
belajar dari 25 siswa.
Secara jelas peningkatan keaktifan siswa selama proses
perbaikan pembelajaran sebagaimana dijelaskan pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.3
Grafik Ketuntasan Siswa Berdasarkan
Tingkat Keaktifan Siswa Pada Siklus I dan II
Dari hasil observasi mengenai keaktifan siswa
tersebut berdasarkan kriteria keberhasilan perbaikan pembelajaran dapat
disimpulkan bahwa proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil karena
peningkatan keaktifan siswa mencapai angka 100% dari 85% batasan minimal yang
telah ditentukan pada kriteria keberhasilan proses perbaikan pembelajaran. Atas
dasar pertimbangan sebagaimana diurakan di atas, maka peneliti dan observer
sepakat memutuskan bahwa kegiatan perbaikan pembelajaran diakhiri pada siklus
II.
Pemanfaatan
peraga torso untuk
meningkatkan kemampuan keaktifan
dan hasil belajar siswa pada pembelajaran
IPA di kelas
V SD Negeri Surusunda 03
Kecamatan Karangpucung. Pembelajaran
melalui peraga torso
ini sangat membantu
siswa untuk belajar
melatih kemampuan berfikir
dimana siswa dituntut
untuk berfikir dan mengingat
secara aktif dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan diri untuk
menjawab pertanyaan dengan
cermat sehingga mendapatkan
ide dan kesimpulan
yang berguna. Dalam setiap
tindakan pembelajaran terlihat
kemampuan para siswa
dalam menyampaikan pendapatnya
secara spontan dengan
pengetahuan yang mereka miliki, memang tidak
mudah untuk siswa
berani berpendapat namun
dari latihan dan
keterbiasaan yang dilakukan
menjadi berani mengutarakan
pendapat ataupun bertanya.
Dari
setiap fase pembelajaran
melalui peraga torso
memberikan pengalaman berharga
pada siswa dimulai
dari menyajikan pertanyaan- pertanyaan yang
harus dijawab sampai
menganalisis semua yang berkaitan dengan
organ tubuh manusia
sampai membuat kesimpulan. Dari tindakan yang peneliti lakukan tidak terlepas
dari fase pembelajaran peraga yang
digunakan tersebut.Kemampuan berfikir siswa SD sangat dianjurkan untuk
dilatih sedini mungkin
disekolah agar siswa
mampu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi
dengan berfikir siswa
dapat belajar memakai
suatu konsep bukan
hanya belajar hafalan
tanpa mengetahui makna dan jenis dan bentuknya bagaimana.
Pembelajaran
dengan memanfaatkan peraga
torso yang ada
memberikan suatu pengalaman
belajar yang meyenangkan
dan mengasyikan tanpa ada rasa
ngantuk yang selalu hadir ketika guru sedang
menjelaskan didepan tanpa ada peraga
yang digunakan. Pada pembelajaran
ini mungkin siswa tidak terlalu sulit untuk memahami akan tetapi
apabila diabaikan tetap akan lupa
kemudian apa yang mereka temukan dan mereka
pahami mereka dapat mengeluarkan pendapat dan memberikan pertanyaan pada
guru apabila belum
dimengerti dan dipahami
dengan apa yang
mereka rasakan dan
mereka ingin tanyakan
selama proses pembelajaran berlangsung itu
merupakan salah satu
keberhasilan pemanfaatan peraga
torso.
Siswa
dilatih oleh guru
dalam meningkatkan kemampuan
berfikirnya melalui pertanyaan-petanyaan yang
harus dijawab oleh
daya penalaran siswa
itu sendiri, dalam hal
ini guru hanya
berperan sebagai fasilitator
dan motivator bagi
siswa dalam memecahkan
permasalahan yang sedang
dipelajari.
Dalam pelaksanaannya siswa harus terlebih dahulu
mengumpulkan data, dengan cara
guru memberikan Lembar
Kerja Siswa (LKS), peraga torso, dan buku paket untuk
mengerjakannya.Selain daripada itu juga yang
dilakukan oleh guru, perbedaan antara
siklus I dengan
Siklus II yaitu
mungkin pada siklus
I siswa lebih
memperhatikan peraga torso
dibandingkan dengan peraga
lainnya seperti buku
paket karena mungkin
pada siklus ini
menyebutkan bagian-bagian daripada
organ pencernaan pada
manusia sedangkan yang
dilakukan pada siklus
II siswa lebih
fokus pada buku paket yang ada
karena di sini siswa lebih fokus pada pertanyaan yang
diberikan pada (LKS)
dan soal evaluasi
yang menyebutkan fungsi- fungsi dari pada sistem organ
pencernaan manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa alat peraga merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran
siswa, karena alat
peraga menghantarkan siswa
dari pemahaman abstrak
ke pemahaman konkrit, sehingga siswa semakin mudah memahami pelajaran,
fungsi alat peraga adalah sebagi berikut :
1.
Sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar yang efektif.
2.
Salah satu
unsur yang harus
dikembangkan oelh gurur
karena merupakan bagian yang integeral dari situasi mengajar.
3.
Penggunaannya integral dengan
tujuan da nisi pelajaran .
4.
Penggunaanya bukan semata-mata
alat hiburan (pelengkap)
5.
Untuk mempercepat proses
pembelajaran (menangkap pengertian )
Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga
akan mempermudah pemahaman siswa,
terutama alat peraga
yang ada dalam
kehidupan siswa sehari-hari,
maka pembelajaran IPA yang dianggap
rumit menjadi menyenangkan
dan belajar IPA bukanlah beban,
dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga
mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa
secara bertahap, hal
ini dapat dilihat
dari hasil evaluasi
yang diambil selama pembelajaran
berlangsung.
Perubahan keaktifan belajar
siswa berdampak pula
pada perubahan hasil belajar
siswa. Hasil belajar
siswa sebelum diadakan Penelitian
Tindakan Kelas belum menunjukkan
hasil yang memuaskan karena masih banyak siswa yang nilai IPA di
bawah nilai KKM
yang telah ditetapkan.
Tetapi setelah diadakan Penelitian
Tindakan Kelas oleh
peneliti dengan menggunakan
alat peraga torso, hasil belajar siswa menunjukkan hasil yang memuaskan.
Nilai evaluasi siswa dari
setiap siklus menunjukkan
adanya peningkatan. Jadi
hasil belajar siswa
pada bangun datar
dengan menggunakan alat peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam materi alat pencernaan
pada manusia dan
bagian-bagiannya dapat adalah
meningkat.
Berdasarkan hasil observasi kerja guru dan siswa dalam
memanfaatkan peraga torso
di SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung
pada pelajaran IPA
telah mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa serta meningkatkan proses pembelajaran. Dari penjelasan
di atas dapat disimpulkan
bahwa kendala yang
dihadapi guru dalam
pemanfaatan peraga torso
untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa
pada pembelajaran IPA di SD
ini yaitu kurangnya
respon siswa karena
mungkin terbiasa dengan
guru yang selalu
hanya berceramah di
depan dan tanpa
menggunakan peraga yang
ada dan peraga
yang tepat yang
seharusnya dapat digunakan
pada pembelajaran tersebut. Jadi hal
ini dapat diatasi
dengan cara melengkapi
peraga pembelajaran yang
konkrit yang akan
digunakan, berlatih
mengemukakan pendapat dan
memberi motivasi untuk
belajar pada siswa
serta penggunaan waktu seoptimal
mungkin.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
|
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis
data dan temuan yang diperoleh pada siklus I, dan II dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Penggunaan peraga torso pada pembelajaran IPA
materi alat pencernaan pada manusia dan bagian-bagiannya terbukti mampu
meningkatkan keaktifan belajar siswa.
Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan keaktifan belajar yang terus
meningkat pada setiap siklusnya. Pada temuan
awal hanya 9 siswa atau 36%, naik menjadi 14 siswa atau 56% pada siklus
pertama, dan 100% atau 25 siswa pada siklus kedua.
2. Penggunaan peraga torso pada pembelajaran IPA
materi alat pencernaan pada manusia dan bagian-bagiannya terbukti mampu
meningkatkan hasil dan ketuntasan
belajar siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan kenaikan hasil belajar siswa dari
rata-rata pada temuan awal hanya 56,80 naik menjadi 63,20 pada siklus pertama,
dan 73,20 pada siklus kedua, dengan
tingkat ketuntasan belajar sebanyak 7
siswa (28%) pada studi awal, 44% atau 11
siswa pada siklus pertama, 22 siswa atau
88% pada siklus kedua. Dari 25 siswa yang mengikuti pelaksanaan perbaikan
pembelajaran 22 siswa dinyatakan tuntas belajarnya dan 3 siswa atau 12% yang
belum tuntas belajarnya, namun secara keseluruhan semua kriteria keberhasilan
pembelajaran telah tercapai pada siklus kedua.
B. Saran
1.
Saran untuk Penelitian lebih lanjut
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti
dapat mengajukan beberapa saran yang diajukan terkait dengan hasil kesimpulan
penelitian ini, adalah sebagai berikut.
1.
Guru hendaknya menguasai berbagai teknik pembelajaran
yang tepat untuk membelajari siswa agar berhasil memenuhi tuntutan
pembelajaran, baik proses maupun hasil. Salah satunya adalah dengan menggunakan
alat peraga torso.
2. Guru
hendaknya memberikan bimbingan dan arahan yang tepat serta mudah diikuti oleh
siswa, khususnya pada saat siswa menempuh langkah-langkah belajar penggunaan
peraga torso .
2. Saran untuk Penerapan Hasil
Hasil penelitian proses pembelajaran melalui penggunaan
peraga torso dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, sehingga
perlu dilanjutkan dan dikembangkan melalui pelaksanaan penelitian tindakan
kelas. Guru harus selalu berkoodinasi dengan kepala sekolah atau teman sejawat
untuk mencari solusi dan pemecahan masalah yang timbul melalui pelaksanaan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara berkelanjutan.
3.
Tindak Lanjut
a. Guru bersifat kooperatif dan mau membawa
konsepsi awal siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b. Guru menggunakan alat peraga-alat peraga
lainnya pada materi pembelajaran yang sejenis atau sama untuk pelaksanaan
pembelajaran berikutnya, karena dengan penggunaan alat peraga akan melibatkan
pengalaman langsung, berfikir dan merasakan atas kehendak sendiri dan
melibatkan seluruh peserta didik.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, hindari unsur SARA.
Terima kasih