Lencana Facebook

banner image

Friday 7 December 2012

ptk lengkap



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan  Ilmu  Pengetahuan  Alam  (IPA)  secara  sederhana  didefinisikan sebagai  ilmu  tentang  penomena  dan  alam  semesta.  Dalam  kurikulum pendidikan  dasar  yang  berbasis  kompetensi  (KTSP  2006)  pendidikan  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) (Science) secara explicit berupa mata pelajaran yang mulai  diajarkan  pada  jenjang  kelas  tinggi,  sedangkan  dikelas  rendah pembelajaran  Ilmu  Pengetahuan  Alam  (IPA)  ini  terintegrasi  dengan  mata pelajaran lainnya seperti pelajaran Bahasa Indonesia.
Dalam  KTSP  ditegaskan  pengertian  Ilmu  Pengetahuan  Alam  (IPA) (science) sebagai cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dan bukan hanya  kumpulan  pengetahuan  yang  berupa  fakta-fakta,  konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga suatu proses penemuan. Sejalan  dengan  kemampuan  siswa  fungsi  pembelajarn  Ilmu  Pengetahuan Alam (IPA) adalah untuk menguasai konsep, serta manfaat yang diaflikasikan dalam  kehidupan sehari-hari.  Kenyataan  yang  ada  bahwa  pembelajarn  Ilmu Pengetahuan  Alam  (IPA)  di  sekolah  belum  begitu  berkembang  itu  terjadi karena  beberapa  hal,  diantaranya  :  guru  kurang  maksimal  dalam  medesain kegiatan  pembelajaran  yang  inofatif,  kreatif  dan  menyenangkan.  Juga  karena guru kurang melibatkan siswa dalam beberapa kegiatan percobaan atau jarang aktif  sehingga  bisa  dikatakan  bahwa  pembelajaran  Ilmu  Pengetahuan  Alam (IPA)  adalah  pembelajaran  yang  sulit  untuk  dipahami  apalagi  diterapkan dalam  kehidupan  sehari-hari.  Pembelajaran  Ilmu  Pengetahuan  Alam  (IPA) harus dimulai dari hal-hal  yang sifatnya umum ke hal-hal  yang lebih khusus.
Selain  itu  pembelajaran  Ilmu  Pengetahuan  Alam  (IPA)  harus  memperhatikan urutan  dari  beberapa  konsep. Suatu  konsep  harus  diajarkan  lebih  dulu  jika konsep itu akan diperlukan pada pembelajaran konsep berikutnya.  Maka  dari  itu  peneliti  mengadakan  rancangan  pembelajaran  untuk memperbaiki sistem pembelajaran dan dapat menciptakan suatu pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. 
Untuk  memfasilitasi  siswa  agar  data  mengembangkan  potensi  yang dimilikinya  dan  menambah  pemahaman  siswa,  peneliti  menerapkan  penggunaan alat peraga pembelajaran yang tepat sesuai dengan pokok bahasan. Dalam hal ini adalah menggunakan peraga  torso  sebagai  alat  untuk  menumbuhkan  Pemahaman  dan  hasil belajar,  khususnya  dalam  kegiatan  pembelajaran  Ilmu  Pengetahuan  Alam (IPA)  yang  dilaksanakan,  secara  umum  bahwa alat peraga  pembelajaran  adalah sebagai  alat  bantu  dalam  proses  belajar  dan  tidak  bisa  dipungkiri keberadaanya.
Hasil tes formatif mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya diperoleh 28% atau 7 siswa dari 25 siswa yang mencapai tingkat penguasaan materi 85% ke atas atau mendapat nilai di atas KKM minimal 70, dengan nilai rata-rata secara klasikal sebesar 56,80. Hasil studi awal tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata secara klasikal masih di bawah KKM.
Mengingat  uraian  di  atas,  maka  pemilihan  alat peraga  maupun  metode pembelajaran  harus  sesuai  dengan  materi  yang  diajarkan.  Materi  sistem pencernaan adalah materi yang memerlukan pengelolaan yang baik dalam penyajiannya,  sebab  materi  ini  menyangkut  tentang  organ-organ  yang berada di dalam tubuh yang objeknya sulit untuk diadakan secara langsung di  hadapan  siswa.  Tanpa  ada  penjelasan  guru  melalui  gambar  atau  dalam bentuk    media  dan  alat  contohnya  seperti  torso,  murid  akan  kesulitan dalam  mengenal  dan  membedakan  bagian-bagian  organ  pencernaan tersebut.  Akibatnya  presentasi  atau  ceramah  yang  dilakukan  oleh  guru akan  membosankan  sehingga  murid  kurang  memahami  materi  pelajaran.
Oleh karena itu sangat diperlukan adanya alat bantu dalam mengajar yaitu penggunaan alat peraga pembelajaran visual bentuk model (Torso).  Penggunaan  alat peraga  pengajaran  visual  torso  diharapkan  mampu membangkitkan  motivasi  dan  rangsangan  kegiatan  belajar  siswa, membantu  keefektifan  proses  pembelajaran,  menarik  dan  mengarahkan perhatian  murid  untuk  berkonsentrasi  kepada  isi  pelajaran,  memperlancar pencapaian  tujuan  untuk  memahami  dan  mengingat  informasi  atau  yang diberikan,  pembelajaran  menjadi  lebih  menarik,  membawa  kesegaran  dan variasi  baru  bagi  pengalaman  belajar  murid  sehingga  murid  tidak  bosan dan tidak bersikap pasif, serta dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, dengan menghadirkan  gambaran objek  yang sedang dipelajari di dalam ruang kelas. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar materi bahan  ajar  mata  pelajaran  IPA  di  kelas  V  Sekolah  Dasar  termasuk diantaranya  materi  tentang  sistem  pencernaan  tubuh  manusia  atau  nama, letak  dan  fungsi  organ-organ  tubuh  manusia.  Terkait  dengan  hal  tersebut, maka  proses  belajar  mengajar  selayaknya  mempergunakan  alat peraga  yang representatif  untuk  mencapai  hasil  belajar  murid  secara  maksimal. Penggunaan  alat peraga  yang  tepat  juga  akan  sangat  mempengaruhi  motivasi dan wawasan murid terhadap materi pelajaran yang diajarkan.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan data tersebut, peneliti meminta bantuan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi masalah dalam proses pembelajaran. Dari hasil diskusi terungkap beberapa masalah sebagai berikut :
  1. Siswa kurang memahami materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya.
  2. Rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya.
  3. Ketidakberanian siswa mengemukakan kesulitan dalam memahami pelajaran IPA materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya.
Dengan melakukan refleksi diri, mengkaji permasalahan dan diskusi dengan teman sejawat dapat diketahui bahwa kemungkinan faktor penyebab timbulnya masalah di atas adalah :
  1. Siswa kurang diajak untuk komunikasi aktif dalam pembelajaran
  2. Kurang atau tidak adanya sarana peraga atau alat bantu pembelajaran, selain buku.
  3. Metode pembelajaran  yang digunakan oleh guru dalam penyampaian materi kurang tepat
  4. Guru kurang mampu meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
  5. Guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang lebih aktif.
  6. Metode penyajian materi yang digunakan guru tidak sesuai dengan karakteristik dan tahap perkembangan siswa sekolah dasar
Oleh karena itu, upaya perbaikan yang peneliti lakukan dengan mengadakan Penelitian Tindakan Kelas Ilmu Pengetahuan Alam materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya di kelas V  penggunaan peraga torso di SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2012/2013.

C.    Pembatasan Masalah
Penelitian ini diharapkan lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji  lebih  mendalam  maka  diperlukan  pembatasan  masalah.  Adapun  pembatasan  masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah masalah diteliti hanya terbatas  pada  penggunaan peraga torso dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V  Sekolah Dasar Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2012/2013.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan  gambaran  masalah  yang  telah  dikemukakan  di  atas,  maka rumusan  masalah  yang  diungkap  dalam  penelitian  ini  yaitu  : 
1.  Apakah penggunaan  peraga torso dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran IPA materi alat pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya?
2.  Apakah penggunaan  peraga torso dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi alat pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya  ?

3.  Bagaimanakah  peningkatan  keaktifan dan hasil  belajar  siswa  pada  materi alat pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya  melalui  pemanfaatan  peraga torso ?

E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, dan agar memiliki arah yang jelas, maka ditetapkan tujuan dari perbaikan tersebut sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui keaktifan siswa dalam mencari informasi penemuan baru pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya melalui penggunaan peraga torso.
2.      Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada  pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya melalui penggunaan peraga torso.

F.     Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis  :
  1. Manfaat Teoritis
a.       Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat teoretis, yaitu memberikan sumbangan pemikiran dan tolok ukur kajian pada penelitian lebih lanjut yaitu berupa alternatif yang dapat dipertimbangkan dalam usaha memperbaiki mutu pendidikan dan mempertinggi interaksi belajar mengajar, khususnya penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
b.      Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca yang lebih luas terutama melalui penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
  1. Manfaat Praktis
a.       Siswa
1)      Untuk memberikan motivasi siswa
2)      Untuk menguji kemampuan intelektual dan membiasakan tehnik belajar siswa  secara  mandiri  ataupun  kelompok  dalam  menyelesaikan  tugas yang diberikan oleh guru, yang dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kelas.
3)      Memberikan pengalaman dalam memecahkan masalah dengan terlibat langsung dalam proses pembelajaran. 
b.      Guru.
Untuk  menambah  wawasan  dan  pengetahuan.  Sehingga memantapkan  keprofesional  guru  di  SD  yang  dapat  dijadikan  bahan  atau alat  untuk  perubahan  pengajaran  yang  akurat,  praktis  dan  dapat dipertanggungjawabkan.
c.       Sekolah.
Mendorong  sekolah  agar  berupaya  menyediakan  sarana  dan  prasarana untuk  pelaksanaan  pembelajaran  IPA  dengan  menggunakan  peraga torso.


BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Kajian Teori
1.      Pengertian, Prinsip, Karakteristik dan Permasalahan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
a.       Pengertian
Mata  pelajaran  ilmu  pengetahuan  alam  yang  diterapkan  pada murid  sekolah  dasar  merupakan  pemberian  pengetahuan  dan keterampilan  terhadap  sains,  dimana  murid  dapat  mempelajari mengenai makluk hidup, proses kehidupan dan alam sekitarnya.
Beberapa ilmuwan memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden order, yaitu “ Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.” Sains mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas, 2002 : 1).
James Conant (Samatawo, 2006:1), mendefinisikan Sains sebagai “ suatu deretan  konsep  serta  konseptual  yang  berhubungan  satu  sama  lain  dan  yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi serta berguna untuk diamati dan dieksperimrntasikan lebih lanjut.
Sedangkan  menurut  Powler  (Samatowa,  2006:2)  bahwa  “IPA merupakan  ilmu  yang  berhungan  dengan  gejala-gejala  alam  dan  kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur berlaku untuk umum yang berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen.
Ilmu  Pengetahuan  Alam  atau  IPA  atau  Sains,  merupakan  salah  satu  mata pelajaran  yang  dalam  penyampaiannya  menekankan  pada  pemberian pengalaman  secara  langsung,  dimana  siswa  dibekali  untuk  mengembangkan sejumlah  keterampilan  proses  guna  menjelajahi  alam  sekitar  dan memahaminya.  Yuliariantiningsih  (2004:28)  berpendapat  bahwa  pada prinsipnya  sains  di  sekolah  dasar  membekali  siswa  kemampuan  berbagai  cara mengetahui  dan  suatu  cara  mengerjakan  yang  dapat  membantu  siswa  untuk memahami alam sekitar secara mendalam.
Di dalam  kurikulum  tingkat  satuan  pendidikan disebutkan bahwa  Ilmu Pengetahuan  Alam  (IPA)  merupakan  cara  untuk  mencari  tahu  tentang  alam secara  sistematis  untuk  menguasai  pengetahuan,  fakta-fakta,  konsep-konsep, prinsip-pronsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan IPA di  sekolah  dasar  bermanfaat  bagi  peserta  didik  untuk  mempelajari  diri  sendiri dan  alam  sekitar.  Pendidikan  IPA  menekankan  pada  pemberian  pengalaman langsung  untuk  mengembangkan  kompetensi  agar  peserta  didik  mampu menjelajahi  dan  memahami  alam  sekitar  secara  ilmiah.  Pendidikan  IPA diarahkan  untuk    “mencari  tahu“    dan  “berbuat“  sehingga  dapat  membantu peserta  didik  untuk  memperoleh  pemahaman  yang  lebih  mendalam  tentang alam sekitar”
Guru  sebagai  pelaksana  kegiatan  yang  sangat  mendasar  yaitu  proses belajar  mengajar  (PMB),  sehingga  mempunyai  peran  yang  sangat  penting  di dalam mencapai tujuan pembelajaran, tidak terkecuali pembelajaran IPA. Perbaikan  PMB  merupakan  suatu  keharusan  yang  harus  dilakukan  oleh seorang  guru.  Perbaikan  PMB  tersebut  sangat  berkaitan  erat  dengan  kinerja-kinerja dari guru itu sendiri sebagai pelaksana dan pengembangan PMB.
Keberhasilan  PMB  sekarang  ini  sangat  sulit  sekali  untuk  ditinggalkan, khususnya  di  daerah  pedesaan  yang  identik  masih  berfikir  tradisional.  Hal  ini terlihat dari cara pandang bahwa proses pembelajaran hanya dijadikan sebagai keharusan  bukan  sebagai  kebutuhan.  Proses  pembelajaran  hanya  untuk memperoleh  ijazah  saja  sebagai  pengakuan  dari  pemerintah,  bukan  sebagai kegiatan  untuk  mendapatkan  wawasan  yang  kelak  akan  berguna  untuk kehidupannya  di masa  datang.  Sepertinya  gaya  berfikir  seperti  ini  masih  harus diturunkan,  apalagi  dengan  keadaan  yang  semakin  sulit  semakin  memperkuat cara berfikir seperti itu.
Teori  belajar  Hilda  dan  Taba  (Kardisaputra,  2000  :  26),    semua  teori belajar bertitik tolak dari konsep mengenai manusia dan tingkah laku”. Dengan demikian,  teori  belajar  disebut  juga  dengan  teori  perkembangan  mental  yang membicarakan  tentang  kesiapan  seseoarang  untuk  melakukan  tugas-tugasnya sesusai dengan fase-fase tertentu sedangkan teori-teori mengajar adalah uraian tentang petunjuk bagaimana semestinya seoarang guru mengajar kepada anak. 
Berdasarkan  pengertian-pengertian  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  IPA adalah  Pengetahuan  (ilmiah  yang  dapat  meliputi  fakta,  konsep,  prinsif, gagasan-gagasan atau ide teori, hukum-hukum dan model-model) tentang alam sekitar yang diperoleh melalui proses ilmiah ( eksperimen dan observasi ) yang dilakukan  melaui  indra  dan  interaksi  dua  arah,  serta  berkaitan  dengan pengembangan sikap ilmiah, tindakan dan mengasung nilai-nilai atau manfaat.
Fungsi  dan  tujuan  utama  pendidikan  IPA  di  SD  (Yager,  1996:9)  tentang ruang  lingkup  hasil  belajar  IPA  yang  mencakup  kognisi  atau  konsep, keterampilan  proses,  sikap,  kreatifitas  dan  aflikasi.  Seperti  halnya  tujuan pendidikan  di  SD  adalah  agar  siswa  mampu  menerapkan  konsep-konsep  dan prinsip-prinsip  IPA  yang  telah  dipelajari  menggunakan  teknologi  sederhana untuk  memecahkan  masalah-masalah  yang  di  temukan  dalam  kehidupan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa maka pembelajaran IPA di  sekolah  diupayakan  untuk  sesederhana  mungkin  supaya  siswa  dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mereka berfikiran IPA sangat penting untuk di pelajari untuk menunjang kehidupannya dan bermanfaat bagi mereka.
Dengan  demikian  dapat  disimpulkan  bahwa  pada  hakekatnya  sains  terdiri atas  tiga  komponen,  yaitu  produk,  proses  dan  sikap  ilmiah.  Jadi  tidak  hanya terdiri  atas  kumpulan  pengetahuan  atau  fakta  yang  dihafal,  namun  juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan fikiran dalam mempelajari rahasia gejala Alam.
Pendidikan  IPA  dengan  menggunakan  pendekatan  STM  adalah  suatu bentuk  pengajaran  yang  tidak  hanya  menekankan  penuasaan  konsepnya  saja tetapi  menekankan  peran  IPA  dan  teknologi  dalam  berbagai  kehidupan  di masyarakat  dan  dapat  menumbuhkan  rasa  tanggung  jawab  terhadap  dampak teknologi di masyarakat.
Tujuan mata pelajaran IPA/Sains, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1)   Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.
2)   Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3)   Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. (Permen 22 tahun 2006)
b.      Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA
Muchtar,  dkk  (2004:  5)  menjelaskan  bahwa  prinsip-prinsip pembelajaran mata pelajaran IPA kelas V sekolah dasar adalah sebagai berikut:
1)      Materi  pembelajaran  di  susun  berdasarkan  penyesuaian  terhadap Kurikulum  Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  dan  memiliki  keterbacaan  tinggi agar murid tidak bosan dalam membacanya. 
2)      Pemberian  Ilustrasi.  Dimaksudkan  untuk  memberikan  penjelasan kepada murid dengan mempergunakan contoh-contoh gambar dari setiap materi belajar dan untuk manarik minat murid terhadap mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. 
3)      Aktivitas  kegiatan.  Merupakan  penerapan  percobaan-percobaan yang  dilakukan  murid  baik  individu  maupun  kelompok  yang bertujuan  agar  murid  memiliki  pengalaman  nyata  dalam memahami suatu materi pelajaran yang diberikan. 
4)      Aktivitas Tugas. Pemberian tugas baik individu maupun kelompok dimaksudkan  agar  murid  aktif  dan  dapat  memecahkan  masalah yang ditemukan. 
c.       Karakteristik IPA 
Salah  satu  ruang  lingkup  mata  pelajaran  sains  yaitu  tentang karya  ilmiah  yang  mencakup  penyelidikan, penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, serta sikap dan nilai ilmiah.  Lebih lanjut, Muchtar, dkk (Ilmu Pengetahuan Alam kelas  V  SD)  mengemukakan  karakteristik  dalam  pembelajaran  ilmu pengetahuan alam di sekolah dasar  sebagai berikut: : 
1)      Pemahaman  konsep  dan  penerapannya  yang  mencakup  makhluk hidup dan proses kehidupan. 
2)      Standar  kompetensi  diberikan  sebagai  petunjuk  kepada  guru  dan murid untuk mampu mengenal sains.
3)      Kompetensi  dasar  diberikan  sebagai  petunjuk  guru  dan  murid untuk  dapat  memahami  pengetahuan,  keterampilan  dan  bersikap dari setiap materi pelajaran. Menjadi  sebuah  dasar  untuk  menentukan  sebuah  pandangan yang baik bagi IPA khususnya anak SD tetapi ini sudah menjawab IPA merupakan sebuah studi yang hanya mampu dilakukan sebagian orang dengan  kata  lain  mempunyai  stratifikasi  khusus.  Bagaimanakah  anak yang  tak  mampu  mempelajari  IPA  mengimbangi  sebuah  kehidupan yang  akan  mereka  hadapi  yaitu  globalisasi  yang  menuntut  bertahan pada pembelajaran  holistik?  Sesungguhnya  mereka  tidak  pernah beruntung ke dunia ini.
d.      Permasalahan Pembelajaran IPA di SD
Hancurnya  paradigma  kuno  tentang  IPA  menjadi  tema khususnya  pembelajaran  IPA  di  sekolah,  khususnya  di  Sekolah Dasar  (SD).  Sebagai  arena  pembentuk  dan  pemberi  watak  usia  dini anak  sudah  tidak  suka  pembelajaran  IPA. Oleh  Choiri  mengatakan bahwa  banyak  permasalahan  pembelajaran  IPA  yang  diangkat  ke media tanpa adanya inovasi pembelajaran di kelas, seakan-akan tetap bertahan bahkan jatuh pada lobang yang sama.
Selain  itu  pemberian  materipun  harus  diperhatikan,  hal  ini untuk  menghindari  kesalahan/kekurangan  penerimaan  konsep  pada anak  dengan  benar  dengan  memperhatikan  psikologi  anak  yang dimulai  dari  pembukaan,  sampai  evaluasi  di  akhir  pembelajaran pertama ini.
Selain  itu  pembelajaran  bermakna  dimana  penyampaian materi dengan contoh yang terdekat dengan anak sehingga akan lebih mudah  memahami  dan  dirasakan  lebih  bernilai,  maksudnya  lebih bisa berguna bukan hanya sekedar teori dan menyenangkan.
Permasalahan  lain  yang  timbul  yaitu  tidak  adanya  media pembelajaran  yang memadai untuk menjelaskan suatu konsep diluar praktikum  dan  observasi.  Hal  ini  akan  mempersulit  anak  dalam memahami  konsep  sehingga  tak  jarang  anak  memahami  diluar konsep yang sebetulnya jadi guru harus kreatif dan inovatif.
Berdasarkan  hasil  monitoring  kelas  pada  saat  pembelajaran IPA,  banyak  sekali  masalah  yang  muncul  yang  dialami  oleh  guru, diantaranya :
1)   Guru tidak siap mengajar, dalam arti terkadang guru belum memahami konsep materi yang diajarkan.
2)   Kesulitan memahami pelajaran, guru sering kesulitan dalam memunculkan minat belajar anak.
3)  Kurang optimal dalam penerapan metode pembelajaran yang ada.
4)  Kesulitan memilih dan menentukan alat peraga yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
5)  Kesulitan menanamkan konsep yang benar pada siswa dan sering bersifat verbalistik.
Setelah ditemukan berbagai masalah dalam pembelajaran IPA SD dicatat dan diidentifikasi dan masalah tersebut dibahas dalam tiap guslah untuk membenahi berbagai macam kekurangan pembelajaran. Para  guru  bergantian  melaksanakan  microteaching,  dihadapan  guru lain  secara  bergantian  sehingga  masalah-masalah  dalam pembelajaran dieliminiasi sekecil mungkin. Kegiatan  membenahi  motivasi  dan  prestasi  merupakan kegiatan  awal  pembelajaran.  Kegiatan  itu  perlu  dirancang  sebaik mungkin guna mengkoordinasikan murid-murid untuk “siap” belajar, menerima pelajaran dengan bertanya dan menggali ilmu pengetahuan yang akan dipelajari. Kegiatan yang bisa memberikan motivasi dapat dilakukan  dengan  menggunakan  berbagai  metode  dan  pendekatan, misalnya  metode  ceramah  (bercerita),  peragaan,  demonstrasi,  dan sosiodrama  dengan  bermain  peran,  serta  metode  tanya  jawab. 
Pada kegiatan  memberikan  motivasi, guru  hendaknya  memberikan pertanyaan awal  yang mengarahkan pada materi  yang  akan dibahas, sehingga  muncul  berbagai  opini  anak  tentang  berbagai  macam pelajaran.  Hal  ini  penting  sekali  bagi  murid  untuk  menghilangkan pola  pembelajaran  DDCH  (duduk,  dengar,  catat  dan  hapal).  Pola pembelajaran DDCH punya kelemahan, yaitu :
1)      Kurangnya  interaksi  guru  sehingga  murid  dapat  menurunkan motivasi anak belajar
2)      Murid  apatis  karena  tidak  ada  keaktifan  terlihat  dalam  proses pembelajaran.
3)      Murid kesulitan memahami konsep materi pelajaran.
4)      Munculnya trauma murid kepada guru yang mengajar
5)      Materi pelajaran yang diserap murid masuk dalam ingatan jangka pendek alias STM (short time memory).
6)      Prestasi pembelajaran IPA SD cenderung menurun.
2.      Belajar
Pembelajaran  pada  dasarnya  adalah  interaksi  antara  siswa dengan  guru  dan  lingkungannya.Dengan  demikian,pembelajaran mengandung  dua  jenis  kegiatan  yang  tidak  terpisahkan.Kegiatan tersebut adalah mengajar dan belajar. Perubahan  cara  pandang  terhadap  anak,guru  dan  tujuan pendidikan  telah  mengubah  pemahaman  tentang  konsep mengajar.Menurut  konsep  lama,dalam  pembelajaran  siswa  dipandang sebagai  individu  yang  kosong,belum  mengetahui  apapun  dan  hanya menerima ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh guru.Sebaliknya guru adalah  menyampaikan  pengetahuan  kepada  muridnya,selain  itu  guru pun di anggap satu-satunya sumber belajar.
Belajar  adalah  memecahkan  masalah  artinya  dalam  proses pembelajaran  yang  merupakan  interaksi  dengan  lingkungan  untuk memperoleh  keputusan  (Soelaiman,1985:46)  .Keputusan  dapat diperoleh  melalui  pemecahan  masalah  yakni  dengan  usaha perencanaan penelitian dan tindakan-tindakan tertentu. Cronbach  (Surya,1992:32)  mengemukakan  belajar  ditunjukan dengan  suatu  perubahan  dalam  tingkah  laku  sebagai  hasil pengalaman.Lebih  lanjut  Syamsudin  (1999)  mengemukakan  ciri-ciri  (karakteristik) perubahan sebagai  hasil dari perilaku belajar,yaitu:
a)      Perubahan  bersifat  intensional,dalam  arti  pengalaman  atau prakter latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan  secara  kebetulan,dengan  demikian  perubahan  karena kematangan atau keletihan atau penyakit tidak dapat diopandang suatu perubahan hasil belajar.Contohnya belajar bermain gitar dia mencari  pengetahuan  tentang  cara  bermain  gitar,setelah  tahu tentang  cara  bermain gitar  secara  teori,dia  mempraktekan  cara bermain gitar yang baik;
b)      Perubahan  bersifat  positif,dalam  arti  sesuai  seperti  yang diharapkan  (nomatif),atau  criteria  keberhasilan  (criteria  of success) baik dipandang dari segi siswa (tingkat abilias dan bakat khususnya,tugas perkembangannya dan sebagainya) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat).Contohnya seseorang yang tidak bisa  menghitung  perkalian  lebiih  dari  10  karena  ada  proses belajar  sehingga  ia  mampu  menghitung  perkalian  lebih  dari perkalian 10;
c)      Perubahan bersifat efektif,dalam arti pengaruh dan makna tertentu bagi  belajar  yang  bersangkutan  serta  fungsional  dalam  arti perubahan hasil belajar itu (setidak-tidaknya sampai dengan batas waktu  tertentu)  relatif  tetap  dan  setiap  saat  diperlukan  dapat direproduksikan  dan  dipergunakan  seperti  dalam  belajar penemuan  (inkuiri)  dalam  ujian,ulangan  maupun  dalam penyesuaian  diri  dalam  kehidupan  sehari-hari  dalam  rangka  mempertahankan  kelangsungan  hidupnya.Dapat  dinyatakan bahwa pada hakekatnya belajar ialah usaha sadar yang dilakukan individu  untuk  memenuhi  kebutuhannya.Setiap  kegiatan  belajar yang  dilakukan  siswa,akan  menghasilkan  perubahan-perubahan dalam dirinya yang oleh Bloom dan kawan-kawan dikelompokan ke dalam kawasan kognitif,efektif dan psikomotor. Belajar  sebagaimana  dikemukakan  di atas  merupakan  suatu proses yang dilakukan oleh seseorang individu untuk mencapai tujuan.
Sebagaimana  Surya  (1992:23-26)    mengemukakan  ciri-ciri  perbuatan belajar yaitu sebagai berikut :
a)      Belajar  merupakan  suatu  proses  untuk  dapat  berubah  dari  suatu yang tidak bisa menjadi bisa.
b)      Perubahan  yang  dialami  oleh  individu  itu  merupakan  suatu peristiwa yang disadari kebenarannya.
c)      Sifat  dari  perubahan  belajar  adalah  continue, fungsional, positif dan  aktif, kontemporer dan bukan karena  proses kematangan, pertumbuhan atau perkembangan.
d)     Perubahan dalam belajar itu harus bertujuan dan suatu terarah  
e)      Hasil  yang diperoleh  siswa  setelah  terjadinya  proses  belajar adalah dengan ditandai adanya perubahan terhadap seluruh aspek tingkah laku.
Keberhasilan suatu pembelajaran sangat erat kaitannya dengan keberhasilan  pelajar  dalam  merencanakan  dan  mengorganisir peristiwa-peristiwa  dalam  proses  belajar,serta  kerja  sama  dari  pihak pembelajar  dalam  mengikuti  proses  pembelajaran  yang  sedang berlangsung. Dengan  demikian  partisipasi  siswa  juga  perlu diperhatikan. Pengajar  perlu  mengaktifkan  siswa  untuk  berinteraksi langsung dengan materi pembelajaran.
3.      Keaktifan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 : 17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007: 101-106) aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif. Menurut Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan.
4.      Hasil Belajar
Abin Syamsudin M. (Hefi Tusilawati,2009:23) mengemukakan bahwa  “Hasil  Belajar  merupakan  perubahan-perubahan  yang diharapkan  terjadi  pada  perilaku  dan  pribadi  siswa  setelah  mengalami dan  proses  belajar  ”.Ada  juga  yang  mengemukakan  bahwa  “Hasil belajar  merupakan  kemampuan  melakukan  sesuatu  secara permanent,dapat diulang - ulang dengan hasil yang sama”. Hasil  belajar  merupakan  perilaku  yang  dimiliki  peserta  didik sebagai akibat dari proses yang di tempuhnya dan berupa suatu konsep yang  bersifat  umum  yang  tercakup  prestasi.”Hasil  belajar  adalah kemampuan  yang  dimiliki  siswa  setelah  ia  menerima  pengalaman belajar”. 
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1989 : 61), menyebutkan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok” Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut.
Dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Bloom (dalam Semiawan dan Munandar, 2004 ; 4) berangkat dari pola distribusi normal, anak-anak yang terletak di ujung sebelah kiri dan kanan tidak dapat memanfaatkan secara baik layanan pendidikan yang disediakan sekolah untuk kelompok normal atau kelompok biasa. Hasil belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi semakin baik semakin  baik hasil belajar, dan semakin rendah interaksi semakin rendah pula hasil belajarnya.
Hasil  belajar  adalah  segala  perilaku  siswa  baik  berupa  pengetahuan,  sikap, nilai,  dan  keterampilan  berkat  latihan  dan  pengalaman.  Hasil  belajar  merupakan tolok ukur keberhasilan siswa di dalam memahami materi yang telah disampaikan oleh  guru  ketika  kegiatan  belajar  mengajar  berlangsung.  Seseorang  dikatakan telah  belajar  apabila  ia  telah  memperoleh  hasil  belajar  yang  telah  dicapai  yakni perubahan tingkah laku. Hasil belajar sangat tergantung pada proses belajar yang dilaksanakan. Hasil belajar tersebut akan terlihat setelah diberikan perlakuan pada proses belajar yang dianggap sebagai proses pemberian pengalaman belajar. 
Menurut Hamalik (2006: 30)“hasil belajar  adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.
Menurut Gagne (dalam Suryadarma, 1998:14), “prestasi belajar dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu : 1) keterampilan intelektual, 2) informasi verbal, 3)  strategi kognitif, 4) keterampilan motorik, dan 5) sikap” .  Prestasi belajar Gagne di atas hampir sejalan dengan pemikiran Bloom. Menurut Bloom (dalam Rusdi, 1996:81), “prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat  dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik”
Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil belajar atau yang sering disebut prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi seseorang dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari  atau kegiatan yang dilakukan.
Di dalam pendidikan, hasil belajar merupakan faktor yang amat penting untuk diperhatikan oleh setiap guru, karena hasil belajar yang dicapai siswa menunjukan seberapa jauh siswa telah menguasai materi pembelajaran dan mencerminkan pula berhasil tidaknya guru dalam mengajar. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, maka setiap proses perlu diadakan evaluasi. Prestasi adalah tingkatan-tingkatan sejauh mana siswa telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan (Arikunto, 1997: 226). Hasil belajar adalah semua perubahan di bidang kognitif, sensorik-motorik, dan dinamik-afektif yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Hasil belajar ini merupakan suatu kemampuan internal (capability) yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang itu melakukan sesuatu atau memberikan prestasi tertentu (performance) (Winkel, 1996: 97).
Gagne (2001:67) mengemukakan ada lima kategori hasil belajar yakni : 1) informasi verbal, 2) kecakapan intelektual, 3) strategi kognitif, 4) sikap dan 5) ketrampilan motorik. Sedangkan Bloom mengungkapkan bahwa hasil belajar yang dicapai dalam tiga kawasan yakni kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotorik.
Hasil  belajar  adalah  kemampuan  yang  dimiliki  oleh  siswa setelah  belajar,  yang  wujudnya  berupa  kemampuan  kognitif,  efektif dan psikomotor.Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam  bentuk  nilai  hasil  belajar.Dalam  pembelajaran  IPA,hasil  proses pembelajaran yang penting yakni sesuai dengan tujuan atau saran hasil pembelajaran  atau  standar  kompetensi  dan  kompetensi  dasar  tertuang dalam  silabus  kurikulum  tingkat  satuan  pendidikan  (KTSP)  yang terjabarkan  dalam  silabus  tersebut  dan  gurupun  menyusun  beberapa indikator  yang  dapat  menjelaskan  dan  menunjukan  jenis-jenis  tingkah laku  yang  perlu  dimiliki  oleh  siswa  setelah  mengikuti  proses pembelajaran,dan  tercapai  tindaknya  indikator  tersebut  baru  dapat diketahui setelah dilakukan serangkaian tes
5.      Ketuntasan Belajar
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”. Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
 Block, James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery learningdapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center), (2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual personal), (3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental units) (KTSP SDN Sumberkembar 02, 2007).
 Dalam pembelajaran tuntas seorang siswa yang dapat mempelajari unit pelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika siswa yang bersangkutan telah menguasai secara tuntas sesuai standar ketuntasan belajar minimal yang telah ditentukan oleh sekolah. Dalam pembelajaran tuntas terdapat dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial dan layanan program pengayaan.Pertama, layanan program remedial dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler, (c) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang  belum dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa mengikuti tes/ujian semester. Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (b) pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (c) memberikan soal-aoal latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (d) membantu guru dalam rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (e) materi pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, (f) program pengayaan dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tuntas menjadi dasar dari konsep ketuntasan belajar. Sehingga guru diharapkan menerapkan pembelajaran tuntas dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan pembelajaran tuntas, siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar yang ideal.
Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masing-masing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.
6.      Media Torso
a.       Pengertian media
Belajar  dan  pembelajaran  pada  hakikatnya  merupakan  proses komunikasi  atau  proses  penyampaian  pesan  dari  guru  kepada  siswa. pesan  dalam  hal  ini  berupa  pengetahuan,  keahlian,  skill,  ide,  dan pengalaman  (Rohani,  1997:1).  Melalui  proses  komunikasi,  pesan  atau informasi  dapat  diserap  dan  dihayati  orang  lain.  Agar  tidak  terjadi kesesatan  dalam  proses  komunikasi  perlu  digunakan  sarana  yang membantu proses komunikasi yang disebut media. 
Kata  ‘media’  berasal  dari  bahasa  latin  dan  merupakan  bentuk dari  kata  ‘medium’  yang  secara  harfiah  berarti  ‘perantara  atau pengantar’.  Dengan  demikian,  media  merupakan  wahana  penyalur informasi  belajar  atau  penyalur  pesan.Djamarah  (2006:136). Sedangkan menurut Hamalik (2004:86) media pendidikan adalah  cara atau  proses  yang  digunakan  untuk  menyampaikan  pesan  dari  sumber pesan  kepada  penerima  pesan  yang  berlangsung  dalam  proses pendidikan. 
Penggunaan  media  dalam  proses  pembelajaran  cukup  penting. Hal  ini  dapat  membantu  para  siswa  dalam  mengembangkan  imajinasi dan  daya  pikir  serta  kreatifitasnya.  Informasi  yang  disampaikan  guru akan  diterima  langsung  oleh  siswa  melalui  sel  saraf  dan  dibawa  ke otak. Dari  situlah  siswa  mulai  bergerak  dengan  cara  menanyakan.sesuatu  yang  dipahami,  sehingga  proses  komunikasi  dalam pembelajaran mulai efektif.
Rohani (1997:2) mengemukakan pengertian media dari beberapa ahli, sebagai berikut: 
1)      Media  adalah  semua  bentuk  perantara  yang  dipakai  orang penyebar  ide,  sehingga  ide  atau  gagasan  itu  sampai  pada penerima. 
2)      Media  adalah  medium  yang  digunakan  untuk  membawa  / menyampaikan  sesuatu  pesan,  dimana  medium  ini  merupakan jalan atau alat dengan suatu pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan.
3)      Media  adalah  segala  benda  yang  dimanipulasikan,  dilihat, didengar,  dibaca,  atau  dibicarakan  beserta  instrumen  yang digunakan  untuk  kegiatan  tersebut.
4)      Media  adalah  segala  alat  fisik  yang  dapat  menyajikan  pesan yang merangsang yang sesuai untuk belajar.
5)      Media dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu media dalam arti  sempit  seperti  grafik,  gambar,  alat-alat,  yang  digunakan untuk menangkap, memproses serta menyampaikan informasi. Sedangkan  media  dalam  arti  luas  adalah  kegiatan  yang  dapat menciptakan  suatu  kondisi,  sehingga  memungkinkan  peserta didik  dapat  memperoleh  pengetahuan,  keterampilan  dan  sikap yang baru. 
Berdasarkan  beberapa  pengertian  tentang  media  di  atas,  maka peneliti berkesimpulan  bahwa  yang  dimaksud  media  dalam  hal  ini adalah  segala  sesuatu  yang  berfungsi  sebagai  perantara/sarana/alat untuk memproses komunikasi yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas antara guru dan siswa.   Torso  oleh  Sudjana  dan  Rivai  (  2007  :  163  )  diartikan  pula sebagai: Model  susun  (build-up  model)  yaitu  model  susunan  dari  beberapa objek  yang  lengkap  atau  sedikitnya  suatu  bagian  yang  penting  dari objek  itu. Lebih  lanjut  diungkapkan  bahwa  model  susun  dari  tubuh manusia  (torso)  memberi  pengamatan  terbaik  kepada  para  murid mengenai  letak  serta  ukuran  dari  organ  tubuh  yang  sebenarnya.Torso membantu siswa dalam  dua hal  yaitu : Pertama; guru menggunakannya untuk  menunjukkan  posisi  setiap  organ  tubuh  pada  waktu mengajar.Kedua;untuk  mengerjakan  hal  tersebut  mereka  menebarkan masing-masing  bagian  torso  di  atas  meja  dan  setiap  murid  bergantian menyebutkan  suatu  organ  dan  meletakkannya  kembali  pada  posisi yang  sebenarnya  pada  torso  itu, kemudian  murid  menjelaskannya secara  singkat  fungsi  organ-organ  tersebut. Kawan-kawan  mereka mengawasi  membetulkan  beberapa  kesalahan  yang  dibuat  atau menambahkan keterangan penting lainnya.
Menurut Priyatno ( 2007:1 ) torso  sebagai  media  yang  digunakan  dalam  proses  belajar  di  kelas memiliki  beberapa  keunggulan  antara  lain:1)  dapat  dipergunakan  di hampir  semua  satuan  tingkat  pendidikan,  2)  mampu  menampilkan contoh organ tubuh seperti aslinya,3) praktis dalam penggunaannya, 4) tidak  memerlukan  atau  bergantung  pada  listrik  dan  5)  tidak memerlukan  tempat  tempat  yang  luas  dalam  penggunaannya.Melalui media ini seseorang  akan tahu  yang sebenarnya. Misalnya murid tahu akan  kucing  setelah  diberi  gambar  maka  akan  tahu  bahwa  kucing memiliki empat mata ekornya panjang serta hewan yang lucu. 
b.      Peran dan fungsi media Torso dalam proses pembelajaran 
Seorang  guru  dalam  melaksanakan  proses  pembelajaran  harus memiliki  gagasan  yang  ditujuan  dalam  desain  instruksional,sebagai titik  awal  dalam  melaksanakan  komunikasi  dengan  siswa.Untuk  itu, guru  perlu  memperhatikan  unsur-unsur  yang  dapat  menunjang  proses komunikasi  serta  adanya  tujuan  dari  komunikasi.  Dengan  kata  lain, agar  komunikasi  antara  guru  dan  siswa  dapat  berjalan  secara  efektif dan  efesien  perlu  mengenal  peranan  dan  fungsi  media  pembelajaran yang digunakan.  Mukti, Sudjana dan Riva’i (2001:67) mengemukakan peran dan fungsi media pembelajaran sebagai berikut:  1)  Menyampaikan  informasi  dalam  proses  pembelajaran, 2) memperjelas  informasi  pada  waktu  tatap  muka  dalam  proses pembelajaran,  3)  melengkapi  dan  memperkaya  informasi  dalam kegiatan  pembelajaran,  4)  mendorong  motivasi  belajar, 5) meningkatkan  efektivitas  dan  efesiensi  dalam  menyampaikan informasi, 6)  menambah  variasi  dalam  penyajian  materi  pelajaran, 7) menambah  pengertian  nyata  tentang  suatu  pengetahuan, 8) memberikan  pengalaman  yang  tidak  diberikan  guru,  serta  membuka cakrawala  yang  lebih  luas,  sehingga  pendidikan  bersifat  produktif ,9) memungkinkan  peserta  didik  memilih  kegiatan  belajar  sesuai kemampuan,  bakat  dan  minatnya,  dan  10)  mendorong  terjadinya interaksi  langsung  antara  peserta  didik  dengan  guru,  peserta  didik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan lingkungannya. 
Berdasarkan kedua peran dan fungsi media pembelajaran  yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media torso yang digunakan  dalam  proses  pembelajaran  siswa  kelas  V  SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung bertujuan untuk memperlancar komunikasi guru dengan  siswa  dalam  memahami  sistem  organ  pencernaan  manusia, memberikan  pengalaman  belajar  secara  langsung  dan  nyata  kepada siswa  terhadap  organ-organ  tubuh  manusia, baik  bentuk,  letak  dan fungsinya masing-masing.
c.       Penggunaan Media Torso
Pada  awal  pembelajaran  guru  menunjukan  torso  yang  telah disediakan  didepan  kemudian    menjelaskan  nama-nama  organ  dari sistem pencernaan manusia pada torso tersebut, guru menggunakannya untuk  menunjukkan  posisi  setiap  organ  tubuh  untuk  mengerjakan  hal tersebut  guru  menebarkan  masing-masing  bagian  torso  di  atas  meja, dan  setiap  murid  bergantian  menyebutkan  suatu  organ,  dan meletakkannya  kembali  pada  posisi  yang  sebenarnya  pada  torso itu. Kemudian murid menjelaskannya secara singkat fungsi organ-organ tersebut. Kawan-kawan  mereka  mengawasi  membetulkan  beberapa kesalahan yang dibuat atau menambahkan keterangan penting lainnya.
d.      Kelemahan dan Kelebihan Pengggunaan Media Torso
Media torso merupakan model yang menyerupai bentuk mata, telinga, hidung, kulit serta lidah pada manusia dan dibuat menurut ukuran yang sebenarnya. Pada model yang berupa mata dapat dibongkar pasang sehingga dapat memperlihatkan bagian-bagian dalamnya. Sedangkan pada model yang berupa telinga, hidung, kulit serta lidah hanya memperlihatkan bagian-bagian dalam yang dirangkai menjadi suatu konstruksi dari suatu benda, tetapi tidak dapat dibongkar pasang.
1)      Kelebihan media torso :
a)      Menyerupai benda yang sebenarnya, dapat dilihat, dapat diraba, dapat dibayangkan bentuk yang sebenarnya.
b)      Dapat dibuat menurut ukuran yang sesuai dengan benda aslinya.
c)      Dapat memperlihatkan bagian dalam benda yang dipelajari dan bagian-bagian  yang penting saja.
d)     Dapat dibongkar pasang.
e)      Dapat meningkatkan minat belajar siswa.
2)      Kelemahan media torso :
a)      Pelaksanaan kegiatan memerlukan waktu yang lama.
b)      Guru harus lebih banyak menyediakan waktu bagi anak didik.
c)      Jumlah anak didik dalam satu kelas harus kecil karena setiap siswa memerlukan perhatian guru.
d)     Harganya mahal.
e)      Riskan terhadap bahaya pecah atau rusak, bila harus dipindah-pindah tempat.
B.     Kerangka Pikir
Bagan kerangka pikir  pelaksanaan perbaikan proses pembelajaran melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas  sebagaimana gambar di bawah ini :








Rounded Rectangle: Keaktifan  dan hasil belajar siswa belum maksimal





 




 























Gambar 2.1 Kerangka Berpikir  Penelitian Tindakan Kelas
C.    Hipotesis Tindakan
Setelah melalui pertimbangan dan konsultasi dengan teman sejawat peneliti mengambil kesimpulan bahwa hipotesis untuk diteliti.
1.      Penggunaan media torso pada proses pembelajaran IPA materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas V SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2012/2013.
2.      Penggunaan media torso pada proses pembelajaran IPA materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2012/2013.

D.    Indikator dan Kriteria Keberhasilan
Indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran. Siswa dinyatakan tuntas dengan kriteria mencapai penguasaan materi di atas KKM atau mendapat nilai minimal 70. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan  keaktifan belajar adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan pelaksanaan tugas. Siswa dinyatakan terlibat secara aktif jika siswa memberikan respon aktif terhadap penjelasan dan pertanyaan yang diajukan guru, aktif dalam melaksanakan tugas guru, aktif belajar dan bekerja kelompok, serta aktif mengkomunikasi hasil proses pembelajaran. Kriteria untuk mengukur tingkat keberhasilan upaya perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.      Kriteria siswa tuntas belajar apabila telah mencapai tingkat penguasaan materi pembelajaran sebesar 85% ke atas atau mendapat nilai minimal 70.
2.      Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila 85% dari jumlah siswa tuntas belajar.
3.      Proses perbaikan pembelajaran (peningkatan keaktifan siswa) dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.


BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN

A.    Subjek Penelitian

1.      Karakteristik Siswa
Salah satu karakteristik PTK adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas, sehingga fokus penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi. Karena siswa terlibat dalam situasi penelitian, karakteristik siswa perlu dipahami agar PTK berjalan lancar sesuai dengan tujuan.  PTK termasuk salah satu jenis penelitian kelas, karena memang penelitian tersebut dilakukan di dalam kelas, namun penelitian kelas yang dapat didefinisikan sebagai penelitian yang dilakukan didalam kelas, mencakup tidak hanya PTK, tetapi juga berbagai jenis penelitian yang dilakukan didalam kelas. PTK ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri Surusunda 03 UPT Disdikpora Kecamatan Karangpucung, dengan jumlah siswa sebanyak 25  anak terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Sebagian besar siswa orang tuanya adalah petani (5 orang), sedangkan sisanya terdiri dari pedagang (18 orang), pegawai negeri sipil (2 orang).
Kondisi geografis sekolah yang berada di daerah pegunungan serta sarana transportasi yang cukup sulit ternyata tidak menyurutkan semangat guru-guru dan para siswanya untuk maju. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya beberapa kejuaraan baik di tingkat kecamatan ataupun kabupaten yang diraih oleh siswa-siswi dari SD Negeri Surusunda 03, baik kejuaraan akademik maupun non akademik.
2.      Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Surusunda 03 UPT Disdikpora Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap, yang berlokasi di  Desa Surusunda Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap.
Penelitian ini memakan waktu dua bulan mulai dari bulan Oktober 2012 sampai dengan Nopember 2012 dengan perincian pelaksanaan kegiatan per siklusnya sebagai berikut
Siklus Pertama                  :     Pertemuan I     :     22 Oktober 2012
                                                Pertemuan II   :     24 Oktober 2012
Siklus Kedua                     :     Pertemuan I     :     29 Oktober 2012
                                                Pertemuan II   :     31 Oktober  2012
3.      Materi Kajian
Mata pelajaran yang menjadi bahan kajian yaitu IPA, materi Alat pencernaan manusia dan bagian-bagiannya, yang merupakan materi di semester 1 dengan spesifikasi sebagai berikut :
Kelas / Semester                :     V / 1
Standar Kompetensi         :     Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan
Kompetensi Dasar             :     Mengidentifikasi fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan
Materi Pokok                    :     Alat pencernaan makanan pada manusia
Indikator                           :     Mengidentifikasi alat pencernaan makanan pada manusia

B.     Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dibentuk dari 3 kata, yang memiliki pengertian sebagai berikut :
1.      Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2.      Tindakan, menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
3.      Kelas, adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
Dari ketiga kata di atas dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom action Research merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide tentang penelitian tindakan pertama kali dikembangkan oleh Kurt dan Lewin pada tahun 1946. Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK atau action research adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri; (b) pemahaman mereka terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan (David Hopkins, 1993:44). Sedangkan tim pelatih proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan (M. Nur, 2001).
Sejalan dengan pengertian diatas, Prabowo (2001) mendefinisikan makna dari penelitian tindakan yaitu suatu penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok sosial (termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut.
Definisi tersebut diperjelas oleh pendapat Kemmis dalam Kardi (2000) yang menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki praktik pendidikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri dan merefleksikannya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau bisa disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik dengan tujuan memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh yang sebenarnya dalam situasi tersebut.
Penelitian tindakan kelas memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan MC Taggar,1992) yaitu Planning (rencana), Action (tindakan), Observation (pengamatan) dan Reflection (refleksi). Untuk lebih memperjelas mari kita perhatikan tahapan-tahapan berikut:



 








Gambar 3.1  Daur Penelitian Tindakan Kelas

Dra. Singgih Trihastuti, M.Pd (LK. LPMP Yogyakarta, Monday, 07 April 2008) menyatakan bahwa  PTK merupakan kegiatan perbaikan pembelajaran yang terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang saling berkaitan dan berdaur atau siklus dengan empat langkah utama yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Tahapan PTK di sini sebenarnya merupakan reflektif guru pada permasalahan yang dihadapi dalam kelasnya. Dari sinilah penelitian tindakan kelas akan dilakukan.
  1. Planning (perencanaan)
Rencana tindakan mencakup semua langkah tindakan sebagai berikut: 1) apa yang diperlukan untuk menentukan kemungkinan terpecahkannya masalah yang telah dirumuskan, 2) alat-alat dan teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan data/ informasi, 3) rencana perekaman/pencatatan data dan pengolahannya, dan 4) rencana untuk melaksanakan tindakannya dan mengevaluasi hasilnya. Dalam hal ini perlu dilakukan pemilihan prosedur penelitian, dan prosedur pemantauan atau evaluasi. Semua keperluan dalam pelaksanaan penelitian, mulai dari materi,  rencana pembelajaran, instrumen observasi dan lain-lain harus dipersiapkan dengan matang pada tahap ini. Pada tahapan ini perlu diperhitungkan bahwa kemungkinan tindakan sosial akan mengandung resiko, sehingga rencana ini harus fleksibel sehingga nantinya memungkinkan untuk diadaptasikan.
  1. Acting (tindakan)
Tindakan yang dimaksud adalah implementasi dari semua rencana yang telah dibuat, dan biasanya berlangsung didalam kelas. Langkah-langkah yang dilakukan oleh guru tentu aja sesai dengan skenario yang telah disusun dalam rencana pembelajaran.
  1. Observing (pengamatan)
Observasi dilakukan terhadap proses tindakan, pengaruh tindakan, keadaan dan kendala tindakan, dan persoalan lain yang terkait. Observasi mengumpulkan data-data dengan menggunakan instrumen atau alat lainnya yang telah dibuat secara valid. Pelaksanaan observasi tidak harus dilakukan oleh guru sendiri, tetapi  melibatkan kolaborator (guru lain). Hanya saja pengamat/kolaborator tersebut jangan sampai melakukan intervensi pada proses pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang  berlebihan dari guru sehingga tidak berpeluang mengganggu proses pembelajaran.  Dengan kata lain sejauh mungkin harus menggunakan prosedur pengumpulan data yang  dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang  bertugas secara penuh.
  1. Refelecting (refleksi)
Refleksi adalah mengingat atau merenung kembali pada tindakan yang telah dilakukan, dan dicatat dalam observasi. Dalam hal ini perlu untuk dipahami proses, permasalahan, dan kendala yang nyata dari tindakan yang telah dilakukan. Proses refleksi ini data dari semua catatan kolaborator dianalisis, untuk menentukan apakah hipotesis tindakan telah tercapai, atau untuk menentukan perencanaan kembali siklus berikutnya
Releksi di sini meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilaksanakan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memecahkan masalah.
Adapun penjelasan alur PTK dalam dua siklus sebagaimana gambar 3.2 di bawah ini


 




Observing
 
                                                                                                                       













 



Gambar 3.2. Daur PTK dalam Dua Siklus Perbaikan Pembelajaran

Setelah siklus ini berlangsung beberapa kali barangkali perbaikan yang diinginkan telah terjadi, maka kegiatan pembelajaran telah berakhir. Namun apabila muncul masalah baru yang perlu diatasi, akan kembali dicari pemecahannya melalui daur PTK. Bagan yang menggambarkan beberapa siklus kegiatan perbaikan pembelajaran seperti berikut ini. Secara lebih terperinci, daur PTK dapat dilihat pada gambar 3.3.


Text Box: IDE AWALText Box: Persiapan Penelitian 

1. Penyamaan konsep metode contoh dan latihan antar peneliti dan pengamat.
2. Penyusunan lembar observasi.
3. Penyusunan format wawancara
4. Penyusunan Tes.


Text Box: Studi Pendahuluan/Awal 
1. Wawancara dengan siswa
2. Tes diagnostic. (memperoleh data awal)
3. Analisis dokumen.



























Text Box: Tindakan Siklus I
1. Perencanaan perbaikan
2. Pelaksanaan perbaikan
3. Observasi
4. Diskusi dan pengamat
5. Refleksi Siklus I
Text Box: BELUM




Text Box: REVISI


Text Box: BERHASILText Box: KESIMPULANText Box: Tindakan Siklus II
1. Perencanaan Perbaikan
2. Pelaksanaan perbaikan
3. Obsevasi
4. Diskusi dengan pengamat 
5. Refleksi Siklus II









Gambar 3.3.   Diagram Siklus Perbaikan Pembelajaran (dimodifikasi dari Rusna Ristasa, 2006 : 46)

Prosedur perbaikan pembelajaran pada gambar di atas selanjutnya dirancang dalam urutan tahapan sebagai berikut:
1.   Mengidentifikasikan masalah, menganalisis dan merumuskan masalah serta merumuskan hipotesis.
2.   Menemukan cara memecahkan masalah/ tindakan perbaikan.
3.   Merancang skenario tindakan perbaikan yang dikemas dalam Rencana Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran (RPPP).
4.   Mendiskusikan aspek-aspek yang diamati dengan teman sejawat yang ditugasi sebagai pengamat (observer).
5.   Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah dirancang dan diamati oleh teman sejawat.
6.   Mendiskusikan hasil pengamatan dengan teman sejawat (observer).
7.   Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
8.   Konsultasi dengan supervisor.
9.   Merancang tindak lanjut.
10. Re-planning, dan seterusnya; sampai ditetapkan.

C.    Data, Teknik Pengumpulan, dan Analisis Data

1.   Sumber Data
Sumber Data dalam penelitian ini adalah siswa dan guru kelas V SD Negeri Surusunda 03 dengan jumlah siswa sebanyak 25  anak terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan
2.   Jenis Data
a.   Data Kuantitatif
1)   Hasil belajar siswa
2)   Hasil penilaian
b.   Data Kualitatif
1)   Respon, opini, dan pendapat siswa tentang intervensi yang diterapkan.
2)   Kesungguhan belajar siswa. mencapai batas kriteria yang telah ditetapkan.
3)   Tanggapan siswa selama proses pembelajaran
4)   Tanggapan observer dalam mengamati proses pembelajaran
3.   Cara Pengumpulan Data
a.   Data Kuantitatif
1)   Data tentang hasil belajar siswa dengan memberikan tes kepada siswa.
2)   Data tentang penilaian kegiatan siswa dengan menggunakan lembar penilaian kegiatan siswa untuk setiap kelompok.
b.   Data Kualitatif
1)   Data tentang kemudahan siswa dalam memahami materi setelah intervensi, dilakukan melalui wawancara dengan siswa.
2)   Data tentang kesungguhan belajar siswa, dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.
4.   Analisis Data
Analisis data dalam penelitian tindakan yaitu sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan sampai pada pengembangan dan proses refleksi sampai penyusunan laporan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model alur yang terekam dalam catatan lapangan, yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang berlangsung secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 20).
Analisis data dilakukan untuk membandingkan tingkat keterlibatan peserta didik dan prestasi belajar sebelum dan sesudah melaksanakan perbaikan. Mengingat data kuantitatif yang dikumpulkan peneliti berupa nilai tes formatif maka teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik statistik deskriptif, sedangkan data kualitatif digunakan teknik analisis dalam bentuk paparan naratif. Pada studi awal, peserta didik diberi tes untuk melihat perolehan nilai tentang mated pengolahan data. Dari nilai tersebut dijumlah dan dirata-rata, maka akan diperoleh nilai ketuntasan yang dicapai siswa. Hal serupa juga dilakukan dalam masing-masing siklus dari pertama hingga kedua. Pada tiap siklus, data yang diperoleh dianalisis untuk melihat tingkat ketuntasan dan daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan. Data kuantitatif akan diolah melalui analisis deskriptif, sedangkan data kualitatif akan diolah dalam bentuk paparan narasi yang menggambarkan kualitas pembelajaran.
Reduksi data adalah kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari catatan pengamatan. Hasil reduksi berupa uraian singkat yang telah digolongkan dalam suatu kegiatan tertentu. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dari hasil rekaman pembelajaran dan pengamatan yang disusun, secara kolaborasi antara peneliti, guru dan siswa, sehingga mudah dipahami makna yang terkandung di dalamnya. Penarikan kesimpulan juga dilakukan secara kolaborasi yaitu dari peneliti dan guru serta subyek didik agar hasil lebih bermakna untuk peningkatan pembelajaran berikutnya, kemudian diadakan verifikasi untuk memperoleh kesimpulan yang kokoh, dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi.
5.   Observer
Dalam pengumpulan data tersebut, peneliti dibantu oleh teman sejawat dengan identitas dan tugas sebagai berikut:
Nama            :     M. DARTUM, S.Pd
NIP              :     19570103 197802 1 005
Pekerjaan      :     Guru Kelas VI
Tugas            :     -     Mengobservasi pelaksanaan perbaikan pembelajaran mulai siklus pertama sampai dengan selesai.
                           -     Memberikan masukan tentang kekuatan dan kelemahan­-kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran.
                           -     Ikut merencanakan perbaikan pembelajaran.

D.    Deskripsi per Siklus

1.   Pelaksanaan Perbaikan Siklus 1
Mata pelajaran yang menjadi bahan kajian yaitu IPA, materi Alat pencernaan manusia dan bagian-bagiannya, yang merupakan materi di semester 1 dengan spesifikasi sebagai berikut :
Kelas / Semester                :     V / 1
Standar Kompetensi         :     Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan
Kompetensi Dasar             :     Mengidentifikasi fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan
Materi Pokok                    :     Alat pencernaan makanan pada manusia
Indikator                           :     Mengidentifikasi alat pencernaan makanan pada manusia
Tanggal Pelaksanaan         :     27 Oktober 2012 dan 20 Oktober 2012
a.   Tahap Perencanaan Tindakan (Planning)
Sebelum benar-benar melaksakan tindakan perbaikan, saya melakukan persiapan terakhir,. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut
1)   Memeriksa kembali RPPP yang telah disusun, sambil dibaca ulang RPPP, sekaligus mencermati kembali setiap butir yang akan direncanakan.
2)   Memeriksa semua alat peraga dan sarana lainnya yang akan digunakan, apakah sudah benar-benar tersedia.
3)   Mencoba alat peraga yang akan digunakan, serta mensimulasikan bagaimana penggunaannya, sehingga pada saat pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
4)   Memeriksa kembali urutan pelaksanaan pembelajaran yang sudah dirancang dengan tujuan agar skenario pembelajaran yang akan diimplementasikan mulai dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir dapat berjalan dengan baik.
5)   Memikirkan hal-hal yang mungkin dapat mengganggu pembelajaran, seperti keributan pada saat berlangsung, pembentukan kelompok, pertanyaan yang tidak dijawab oleh siswa, atau ada siswa yang tidak tertarik pada pembelajaran yang berlangsung. Langkah yang diambil peneliti adalah mencoba merancang antisipasi apa yang akan dilakukan jika hal tersebut benar-benar terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran berlangsung.
6)   Memeriksa kelengkapan dan ketersediaan alat pengumpul data, seperti lembar observasi yang telah disepakati dengan teman sejawat yang akan membantu.
7)   Terakhir, meyakinkan bahwa teman sejawat yang akan membantu sudah siap di kelas ketika pembelajaran akan dimulai.
b.   Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action)
1)   Pertemuan Pertama
a)      Kegiatan Awal (5 menit)
Guru sebagai peneliti menyiapkan alat pelajaran berupa RPP, buku penunjang, alat peraga, lembar kerja, lembar observasi dan soal evaluasi. Pada kegiatan awal pertemuan pertama, Peneliti memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat duduk. Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi.  “Pak Guru mau bertanya dulu kepada Oki, “Sebutkan beberapa bagian-bagian tubuh kita?,“  Ragil menjawab, “Tangan, kaki dan kepala, Pak !”. “Ya, jawaban kamu benar !”.  “Sekarang kamu, Cholis!. Sebutkan salah satu ciri mahluk hidup ?”. Cholis  menjawab, “Memerlukan makan, Pak Guru”. “Ya, betul !, jawaban kamu, puji peneliti. Selesai  mengadakan apersepsi,  peneliti  menjelaskan  langkah-langkah belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil  mencapai tujuan  yang diharapkan dalam perbaikan pembelajaran pada pertemuan pertama.
b)      Kegiatan Inti (20 menit)
Sebelum menempuh kegiatan inti, peneliti  memotivasi siswa agar memiliki semangat untuk mengikuti pembelajaran. Barulah setelah itu peneliti menjelaskan materi ajaran menggunakan metode ceramah klasikal.  “Salah satu ciri makhluk hidup yaitu memerlukan makanan. Makanan berfungsi untuk melangsungkan hidup. Bahan makanan yang kita makan tidak langsung diserap oleh darah. Sebelum diserap, bahan makanan harus dicerna melalui proses pencernaan. Proses pencernaan manusia dibedakan menjadi dua, yaitu pencernaan mekanis dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanis adalah pencernaan makanan yang terjadi di dalam mulut. Pencernaan di mulut menggunakan gigi. Gigi mengunyah gumpalan bahan makanan menjadi bahan yang lebih halus. Adapun pencernaan kimiawi adalah pencernaan makanan dengan menggunakan enzim. Dengan bantuan enzim, zat-zat makanan diubah menjadi sari-sari makanan yang halus. Sari-sari makanan selanjutnya diserap oleh darah”, jelas peneliti.
Langka kegiatan pembelajaran selanjutnya, guru kemudian mempersiapkan alat peraga torso. Guru mengambil beberapa bagian dari alat peraga torso tersebut yang berkaitan dengan organ pencernaan. Guru menunjukkan peraga bagian mulut dan menjelaskan kepada siswa tentang organ-organ pencernaan yang ada di bagian mulut. Guru juga menjelaskan bahwa mulut merupakan organ pencernaan pertama. Di dalam mulut terdapat gigi, lidah, dan air liur. Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan menjadi halus. Pengunyahan makanan akan lebih mudah karena peran lidah dan air liur dengan menggunakan peraga torso. Kegiatan tersebut diulang dan dilanjutkan pada penjelasan alat pencernaan lainnya, misalnya kerongkongan, lambung, usus halus dan besar. Setelah dirasa cukup memberikan penjelasan menggunakan peraga torso, peneliti meminta  beberapa orang siswa  untuk  maju ke depan kelas dan menjelaskan dengan bahasa mereka sendiri mengenai alat-alat pencernaan dengan menggunakan peraga torso. Misalnya siswa bernama Gagas Sulanda menjelaskan tentang kerongkongan, Sela Yuhana menjelaskan tentang Lambung.
Kegiatan selanjutnya guru mengadakan tanya jawab disertai pembimbingan secara individu bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. “Anak-anak, coba kalian jelaskan organ-organ pencernaan pada manusia?”, tanya Peneliti sambil menunjuk salah satu siswa untuk menjawabnya. “Organ pencernaan manusia terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, dan usus besar, dan anus”, Pak Guru. “Ya, tepat sekali jawabamu”, puji peneliti. “Nah, coba kalian jelaskan juga organ pencernaan yang ada di mulut !’, lanjut peneliti. Siswa menjawab, “Di dalam mulut, terjadi pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat alat pencernaan, yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah, Pak Guru !”.  “Betul sekali jawaban kalian, ternyata kalian anak-anak yang rajin belajar”, puji peneliti sekaligus untuk mengakhiri pelaksanaan pertemuan pertama siklus pertama.
c)      Kegiatan Akhir (10 menit)
Siswa kemudian mengerjakan lembar kerja tersebut. Setelah selesai mengerjakan, lembar kerja tersebut dikumpulkan dan diperiksa oleh peneliti. “Anak-anak, pada pertemuan mendatang, kita akan membahas hasil kerja kalian. Apakah kalian setuju ?”, tanya peneliti. Siswa serempak menjawab, “Setuju, Pak Guru !”. Kegiatan tersebut sekaligus untuk mengakhiri pelaksanaan pertemuan pertama.
2)   Pertemuan Kedua
a)      Kegiatan Awal (5 menit)
Peneliti memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat duduk. Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi.  “Apakah kalian semua masih ingat dengan pelajaran kemarin ?”, tanya peneliti. “Masih, Pak Guru !”.  Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi.  “Pak Guru mau bertanya dulu kepada salah satu siswa, “Sebutkan beberapa bagian-bagian tubuh kita?,“  Siswa menjawab, “Tangan, kaki dan kepala, Pak !”. “Ya, jawaban kamu benar !”.  “Sekarang kamu!. Sebutkan alat-alat pencernaan yang kamu ketahui ?”. Siswa menjawab, “Mulut, kerongkongan dan lidah, Pak Guru”. “Ya, betul !,  Peneliti menjawab, “Tepat sekali jawaban kamu!, kamu memang anak yang pintar”, puji peneliti. Selesai  mengadakan apersepsi,  peneliti  menjelaskan  langkah-langkah belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil  mencapai tujuan  yang diharapkan dalam perbaikan pembelajaran pada pertemuan kedua, yaitu dengan melaksanakan kerja kelompok membahas tentang alat pencernaan pada manusia.
b)      Kegiatan Inti (20 menit)
Sebelum menempuh kegiatan inti, peneliti  membagi siswa menjadi beberapa kelompok berdasarkan kemampuan belajar. Siswa yang pintar digabungkan dengan siswa yang kurang pintar. Dari pembagian tersebut terbentuk 5 kelompok.  Kepada setiap kelompok peneliti memberikan lembar kerja untuk membahas masalah yang berbeda-benda. Tiap kelompok membahas satu permasalahan, kemudian peneliti memerintahkan siswa untuk memulai kerja kelompoknya.
Untuk memperjelas pemahaman siswa, peneliti menggunakan peraga torso yang diletakkan di depan kelas. Peneliti kemudian menjelaskan secara lisan tentang organ-organ pencernaan pada manusia dengan menggunakan peraga torso. Lidah merupakan salah satu alat pencernaan pada manusia. Lidah terletak di bagian dasar rongga mulut. Bagian lidah dapat membedakan rasa tertentu. Bagian depan lidah atau ujung lidah pekaterhadap rasa manis, bagian samping kanan dan kiri, peka terhadaprasa asin dan asam, dan bagian pangkal lidah, peka terhadap rasa pahit. Pada saat pelaksanaan penjelasan tersebut peneliti menggunakan peraga torso bagian lidah, dan menunjukkan bagian-bagian lidah dan fungsi-fungsinya berdasarkan peraga torso bagian lidah tersebut.
Setelah dirasa cukup memberikan penjelasan,  siswa diminta memperhatikan dan menuliskan hal-hal penting dalam buku catatan masing-masing dan berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Peneliti kemudian membagikan lembar kerja siswa. Siswa diminta mengerjakan secara berkelompok membahas alat-alat pencernaan manusia. Kegiatan ini sekaligus mengakhiri pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada pertemuan kedua siklus pertama.
c)      Kegiatan Akhir (10 menit)
Pada kegiatan akhir, setelah kegiatan kerja kelompok selesai, peneliti dan siswa melaksanakan kegiatan diskusi kelas untuk  menyimpulkan hasil kerja kelompok  untuk dicatat dalam buku catatan masing-masing dan dilanjutkan dengan  melaksanakan  tes formatif. “Nah, dari pelaksanaan diskusi kelas, apakah kalian sudah bisa memahami materi pembelajaran yang diberikan ?”, tanya peneliti. Sebagian siswa menjawab sudah, dan sebagian lagi menjawab belum. Untuk lebih memahamkan siswa terhadap materi yang baru dipelajari, peneliti memberikan bahan penugasan secara individu untuk diselesaikan di rumah.
c.   Tahap Observasi (Observation)
Observasi dilakukan selama proses perbaikan pembelajaran  siklus pertama sedang berlangsung oleh observer (teman sejawat). Melalui  kegiatan ini diperoleh data proses belajar mengajar,  sebagai bukti otentik hasil perbaikan pembelajaran siklus pertama. Hasilnya menunjukkan bahwa belum semua siswa terlibat aktif dalam pelaksanaan kerja kelompok sehingga pada pelaksanaan diskusi kelas dan tes formatif hasilnya belum sesuai harapan.

d.   Tahap Refleksi (Reflection)
Hasil dari pengamatan yang dilakukan bersama-sama dengan observer menunjukkan bahwa :
1)      Jumlah anggota kelompok masih terlalu banyak, sehingga ada beberapa siswa yang nampak pasif dalam pelaksanaan kerja kelompok.
2)      Pembentukan kelompok masih acak, belum didasarkan pada persamaan minat, bakat, maupun  kemampuan dari masing-masing siswa.
3)      Pola pelaksanaan kerja kelompok belum terarah sehingga sistematika kerja kelompok masih acak-acakan dan belum mengarah pada penyimpulan suatu kegiatan..
4)      Masih kurangnya materi pendukung pelaksanaan kerja kelompok baik dari segi sarana prasarana maupun ketersediaan buku-buku refrensi karena pada siswa hanya menggunakan satu buku  saja.
5)      Penggunaan peraga torso belum maksimal sehingga siswa masih berpegangan pada buku panduan yang ada.
Setelah peneliti dan observer mendiskusikan tentang hasil observasi dan wawancara yang dikaitkan dengan hasil tes formatif maka, kelemahan pada siklus pertama akan ditanggulangi pada siklus kedua, dengan menambah metode demonstrasi. Sebagai langkah tindaklanjut dari temuan masalah pada siklus pertama, peneliti bersama-sama dengan observer melakukan refleksi dengan mengajukan pertanyaan berikut pada diri sendiri :
1)   Mengapa jumlah anggota kelompok masih terlalu banyak, mengakibatkan beberapa siswa nampak pasif dalam pelaksanaan kerja kelompok?
2)   Mengapa pembentukan kelompok masih acak, belum didasarkan pada persamaan minat, bakat, maupun  kemampuan dari masing-masing siswa dapat mengurangi keberhasilan pelaksanaan diskusi kelompok?
3)   Mengapa pola pelaksanaan kerja kelompok belum terarah sehingga sistematika kerja kelompok masih acak-acakan dapat menimbulkan ketidakberhasilan pada penyimpulan akhir kegiatan pembelajaran?
4)   Mengapa kurangnya materi pendukung pelaksanaan kerja kelompok baik dari segi sarana prasarana maupun ketersediaan buku-buku refrensi sehingga siswa hanya menggunakan satu buku  saja ?
5)   Mengapa peraga torso belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh para siswa?
Dari kenyataan temuan pada saat pelaksanaan siklus pertama, maka peneliti bersama-sama dengan observer memutuskan untuk mengadakan perbaikan pada siklus kedua dengan menerapkan :
1)   Mengurangi jumlah anggota kelompok menjadi 2-3 sehingga kelompok yang terbentuk menjadi 10-12 kelompok dari jumlah siswa sebanyak 25 siswa. Pengurangan jumlah anggota kelompok ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pelaksanaan kerja kelompok.
2)   Membentuk kelompok didasarkan pada persamaan minat, bakat, maupun  kemampuan dari masing-masing siswa sehingga dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan diskusi kelompok
3)   Menyusun konsep atau pola pelaksanaan kerja kelompok agar terarah sehingga sistematika kerja kelompok dapat berjalan dengan baik sehingga dapat  mendukung keberhasilan proses penyimpulan akhir kegiatan pembelajaran.
4)   Menambah materi pendukung pelaksanaan kerja kelompok baik dari segi sarana prasarana maupun ketersediaan buku-buku refrensi.
5)   Memaksimalkan penggunaan peraga torso dengan melaksanakan kegiatan demonstrasi di depan kelas oleh masing-masing kelompok.

  1. Siklus Kedua
Mata pelajaran yang menjadi bahan kajian yaitu IPA, materi Alat pencernaan manusia dan bagian-bagiannya, yang merupakan materi di semester 1 dengan spesifikasi sebagai berikut :
Kelas / Semester                :     V / 1
Standar Kompetensi         :     Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan
Kompetensi Dasar             :     Mengidentifikasi fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan
Materi Pokok                    :     Alat Pencernaan Makanan Pada Manusia
Indikator                           :     Mengidentifikasi alat pencernaan makanan pada manusia
Tanggal Pelaksanaan         :     02 Nopember 2012 dan 05 Nopember 2012
a.   Tahap Perencanaan Tindakan (Planning)
Setelah mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus pertama, maka pada siklus kedua peneliti mencoba menyempurnakan pelaksanaan perbaikan pembelajaran sebagai berikut :
1)   Memeriksa kembali RPPP yang telah disusun, sambil dibaca ulang RPPP, sekaligus mencermati kembali setiap butir yang akan direncanakan.
2)   Memeriksa kesiapan kelompok kerja yang telah dibentuk oleh masing-masing siswa berdasarkan kedekatan antar anggota dalam kelompoknya, misalnya kedekatan pertemanan dan kedekatan lokasi tempat tinggal.
4)   Mempersiapkan lembar diskusi sedemikian rupa agar mudah dipahami oleh para siswa dalam satu kelompok
5)   Memikirkan hal-hal yang mungkin dapat mengganggu pembelajaran, seperti keributan pada saat pelaksanaan diskusi kelompok dan mengantisipasinya dengan menata tempak duduk tiap kelompok sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya keributan.
b.   Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action)
1)   Pertemuan Pertama
a)   Kegiatan Awal (5 menit)
Peneliti memasuki ruang kelas  dan menyampaikan salam, menginstruksikan kepada ketua kelas  agar memimpin doa sebelum belajar, dan dilanjutkan dengan mengabsen kehadiran siswa.
Peneliti memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat duduk. Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi.  “Apakah kalian semua masih ingat dengan pelajaran kemarin ?”, tanya peneliti. “Masih, Pak Guru !”.  Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi.  “Pak Guru mau bertanya dulu kepada Tiara, “Sebutkan beberapa organ pencernaan pada tubuh kita?,“  Tiara menjawab, “Mulut, kerongkongan dan usus, Pak !”. “Ya, jawaban kamu benar !”.  “Sekarang kamu, Sela!. Sebutkan apa yang menyusun rangka tubuh ?”. Sela menjawab menjawab, “Lambung dan usus besar, Pak Guru”. “Ya, betul !,  Peneliti menjawab, “Tepat sekali jawaban kamu, Sela!, kamu memang anak yang pintar”, puji peneliti.  Selesai  mengadakan apersepsi,  peneliti  menjelaskan  langkah-langkah belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil  mencapai tujuan  yang diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran pada pertemuan pertama, yaitu dengan melaksanakan kegiatan demonstrasi dan peragaan  dengan menggunakan alat peraga torso membahas tentang alat-alat pencernaan pada manusia di depan kelas secara bergantian kepada setiap kelompok.

b)   Kegiatan Inti (20 menit)
Selesai  mengadakan apersepsi,  peneliti  menjelaskan  langkah-langkah belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil  mencapai tujuan yang diharapkan dalam perbaikan pembelajaran siklus kedua pertemuan pertama.
Sebelum menempuh kegiatan inti, peneliti  memotivasi siswa agar memiliki semangat untuk mengikuti pembelajaran. Barulah setelah itu peneliti menjelaskan materi ajaran menggunakan metode ceramah klasikal.  Pada pertengahan proses dilakukan tanya jawab disertai pembimbingan secara individu bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Peneliti menyajikan beberapa gambar sebagai ilustrasi penggunaan media torso pada kegiatan pembelajaran :





Gambar 3.4.   Alat Pencernaan Manusia bagian Gigi dan Lidah (Sumber : Buku IPA 5, Choerul Amin, 2009 : 20)

Peneliti memberikan penjelasan tentang gambar yang ditampilkan. Perhatikan rongga mulutmu! Di dalam rongga mulut terdapat gigi, lidah, dan kelenjar ludah. Pencernaan dimulai dari mulut. Gigi akan melumatkan makanan yang kita makan. Bentuk gigi ada tiga macam, yaitu gigi seri, gigi taring, dan gigi geraham. Bentuk gigi yang berbeda-beda disesuaikan dengan fungsinya, gigi seri berfungsi untuk memotong makanan berserat, gigi taring untuk mengkoyak-koyak makanan, dan gigi geraham untuk mengunyah dan melumatkan makanan sehingga mudah ditelan. Proses penghancuran makanan oleh gigi disebut pencernaan makanan secara mekanis. Penghancuran makanan di mulut dibantu oleh lidah. Lidah merupakan otot yang lentur yang permukaannya berbintik-bintik kecil dan peka terhadap rasa. Selain untuk mengecap rasa makanan, lidah juga berfungsi untuk mengatur letak makanan dan membantu proses menelan makanan yang sudah dilumat.
Setelah selesai memberikan penjelasan, guru meminta siswa untuk berkelompok dengan anggotanya masing-masing. Peneliti kemudian membagikan LKS yang telah disusun sebelumnya. Siswa diminta mengerjakan LKS tersebut menggunakan panduan buku paket IPA yang ada pada siswa. Setelah siswa selesai mengerjakan LKS, peneliti meminta masing-masing kelompok untuk mempersiapkan diri maju ke depan kelas menjelaskan hasil kerja kelompok dengan menggunakan peraga torso. Misalnya kelompok Tiara yang menjelaskan tentang lambung, kelompok Sigit yang menjelaskan tentang usus halus. Kegiatan demontrasi dan peragaan yang dilaksanakan di depan kelas dengan menggunakan peraga torso tersebut dilaksanakan secara berurutan sehingga setiap kelompok dapat melaksanakan kegiatan demontrasi dan peragaan secara langsung dengan menggunakan peraga torso di depan kelas dan bagi kelompok yang belum melaksanakan kegiatan demontrasi dan peragaan akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya. Pada saat pelaksanana kegiatan tersebut, guru berperan sebagai mediator, siswa yang lain diminta memperhatikan dan mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan materi pembelajaran dalam buku catatan masing-masing.

c)   Kegiatan Akhir (10 menit)
Setelah dirasa cukup, peneliti mengajukan beberapa pernyataan mengenai gambar yang disajikan, “”Gagas, coba kamu jelaskan apa kegunaan  gigi dalam proses pencernaan makanan?”. “Gigi akan melumatkan makanan yang kita makan, Pak Guru”.  “Nah, kalau lidah”, tanya peneliti kepada Beni Fauzi. Beni Fauzi menjawab”, Lidah merupakan otot yang lentur yang permukaannya berbintik-bintik kecil dan peka terhadap rasa. Selain untuk mengecap rasa makanan, lidah juga berfungsi untuk mengatur letak makanan dan membantu proses menelan makanan yang sudah dilumat.”.  “Betul sekali jawaban kalian, ternyata kalian murid-murid yang pandai dan rajin belajar”, puji peneliti. Peneliti terus memberikan pertanyaan seputar gambar yang disajikan untuk meningkatkan pemahaman siswa, sekaligus untuk mengakhiri pelaksanaan pertemuan pertama siklus kedua.
2)   Pertemuan Kedua
a)   Kegiatan Awal (5 menit)
Pada kegiatan awal pertemuan kedua, Peneliti memberi salam, mengabsen siswa dan mengatur tempat duduk. Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi.  “Apakah kalian semua masih ingat dengan pelajaran kemarin ?”, tanya peneliti. “Masih, Pak Guru !”. Selanjutnya peneliti mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan apersepsi.  “Pak Guru mau bertanya dulu kepada Ragil Agustina, “Sebutkan beberapa organ pencernaan tubuh kita?,“  Ragil Agustina menjawab, “Lambung dan usus halus serta usus besar, Pak !”. “Ya, jawaban kamu benar !”.  “Sekarang kamu, Yusnaeni!. Sebutkan bagian-bagian yang lain ?”. Yusnaeni menjawab, “Gigi dan lidah, Pak Guru”. “Ya, betul !,  Peneliti menjawab, “Tepat sekali jawaban kamu!, kamu memang anak yang pintar”, puji peneliti. Selesai  mengadakan apersepsi,  peneliti  menjelaskan  langkah-langkah belajar yang harus ditempuh oleh siswa agar berhasil  mencapai tujuan  yang diharapkan dalam perbaikan pembelajaran pada pertemuan kedua, yaitu dengan melaksanakan kegiatan demonstrasi menggunakan media torso tentang organ-organ tubuh manusia secara berkelompok.
b)   Kegiatan Inti (20 menit)
Sebelum menempuh kegiatan inti, peneliti  membagi siswa menjadi beberapa kelompok berdasarkan kemampuan belajar. Siswa yang pintar digabungkan dengan siswa yang kurang pintar. Dari pembagian tersebut terbentuk 10-12 kelompok.  Kepada setiap kelompok peneliti memberikan lembar kerja untuk membahas masalah yang berbeda-benda. Tiap kelompok membahas satu permasalahan, kemudian peneliti memerintahkan siswa untuk memulai kerja kelompoknya dengan mempergunakan peraga torso dengan melaksanakan demonstrasi di depan kelas.
Setelah kegiatan kerja kelompok berupa demonstrasi menggunakan peraga torso pada pertemuan kedua adalah lanjutan dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama. Kegiatan yang dilaksanakan juga sama dengan pertemuan pertama, yaitu kepada kelompok siswa yang belum melaksanakan kegiatan peragaan dan demonstrasi di depan kelas untuk melakanakan kegiatan tersebut, guru berperan sebagai mediator dan siswa yang lain diminta mencatat hal-hal penting.
Setelah pelaksanaan kegiatan peragaan dan demonstrasi tersebut selesai, kegiatan selanjutnya adalah pelaksanana diskusi kelas.  Peneliti dan siswa melaksanakan kegiatan diskusi kelas untuk  menyimpulkan hasil kerja kelompok  untuk dicatat dalam buku catatan masing-masing dan dilanjutkan dengan  melaksanakan  tes formatif. “Nah, dari pelaksanaan diskusi kelas, apakah kalian sudah bisa memahami materi pembelajaran yang diberikan ?”, tanya peneliti. Sebagian siswa menjawab sudah, dan sebagian lagi menjawab belum.
c)   Kegiatan Akhir (10 menit)
Pada  kegiatan akhir, peneliti dan siswa menempuh dua langkah kegiatan, yaitu : menyimpulkan hasil diskusi dan melaksanakan  tes formatif. Untuk lebih memahamkan siswa terhadap materi yang baru dipelajari, peneliti memberikan bahan penugasan secara individu untuk diselesaikan di rumah.
c.   Tahap Observasi (Observation)
Pelaksanaan  observasi  dilakukan selama proses perbaikan pembelajaran  siklus kedua berlangsung. Yang melakukan hal ini adalah  teman sejawat. Melalui  kegiatan ini  diperoleh  data proses belajar mengajar,  sebagai bukti otentik  hasil perbaikan pembelajaran siklus kedua. Dari hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pembentukan kelompok berdasarkan kedekatan pertemanan menunjukkan hasil yang baik, siswa terlibat aktif, tidak canggung dan malu-malu dalam mengemukakan pendapatnya dalam pelaksanaan kerja kelompok terutama dalam kegiatan demonstrasi menggunakan peraga torso di depan kelas.
d.   Tahap Refleksi (Reflection)
Berdasarkan hasil pengolahan data-data dan hasil observasi dilakukan analisis dan dapat diketahui bahwa semua tujuan telah tercapai sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditentukan. Hal ini dapat dibuktikan dengan :
1)   Pembelajaran berlangsung sangat kondusif dan interaktif. Siswa tampak senang belajar. Hal ini tampak dari kesungguhan siswa dalam pelaksanaan kerja kelompok dan diskusi kelas.
2)   Siswa nampak antusias dan bersemangat dalam pelaksanaan kegiatan kerja kelompok dan diskusi kelas, hal ini dibuktikan dengan peningkatan keaktifan belajar siswa yang sangat baik.
Setelah peneliti, supervisor dan observer berdiskusi berkaitan tentang hasil observasi dan wawancara yang dikaitkan dengan hasil formatif, maka pada siklus kedua pelaksanaan perbaikan pembelajaran dianggap tuntas, dan kepada siswa belum tuntas akan diberikan bimbingan dengan program remidial selama satu minggu yang akan dilaksanakan setiap akhir kegiatan pelajaran tiap harinya.


 



BAB IV
HASIL TINDAKAN  DAN PEMBAHASAN

A.     Hasil Tindakan
  1. Deskripsi Kondisi Awal
Hal  pertama  yang  dilakukan  yaitu  melakukan  penelitian,  terlebih dahulu peneliti berdiskusi dengan teman sejawat dan melakukan observasi  kepada  guru  kelas  V  mengenai  gambaran  pembelajaran  IPA  di kelas  V. Subjek  penelitian  terdiri  dari  25  siswa  kelas  V,  yaitu  14  orang siswa perempuan dan 11 orang  siswa laki-laki .Berdasarkan pengamatan terhadap 25  siswa  ini  diperoleh  beberapa  permasalahan  terutama  dalam  pelajaran IPA. Adapun pada proses pembelajaran siswa tidak kreatif dan pasif dalam menanggapi  pembelajaran, karena  mungkin  situasi  atau  keadaan  yang membosankan  karena  mendengarkan  guru  hanya  berceramah  di depan kelas tanpa menggunakan alat peraga atau apa saja yang dapat membantu siswa  agar  dapat  bersemangat  dalam  proses  pembelajaran, kemudian akhirnya  mengadakan  tanya  jawab  saja, mungkin  hanya  itu  yang  mereka lakukan  dalam  belajar  dan  mereka  mungkin  merasa  jenuh, rasa  ngantuk akan  timbul  dan  semangat  belajar  pun  menurun. Pada  permasalahan  ini berarti  guru  kurang  kreatif  dalam  menggunakan  media  atau  metode  yang digunakan, mungkin karena guru terlalu sering menggunakan metode  yang kurang  disukai  oleh  siswa  hanya  mendengarkan  tanpa  ada  aktifitas  dan kesenangan  siswa  yang  terlihat  dalam  proses  pembelajaran. Diantaranya guru  kurang  tepat  dalam  menentukan  metode  yang  biasanya  monoton memakai  metode  ceramah  dan  verbalisme  tanpa  menyesuaikan  dengan materi dan tujuan pembelajaran. 
Dari  permasalahan  di  atas,  akan  dijadikan  bahan  bagi  peneliti  untuk memperbaiki  proses  pembelajaran  IPA  dengan  menerapkan  Penelitian  Tindakan Kelas. Hasil dari kunjungan lapangan tersebut peneliti berkonsultasi dengan guru kelas  V  mengenai  penggunaan peraga torso  yang  akan  digunakan  dalam  penelitian  ini. Dengan  penggunaan peraga torso diharapkan  mampu  merubah  pembelajaran yang  bersifat  tradisional  menjadi  pembelajaran yang  mampu  menciptakan pembelajaran  yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang ada di benak siswa dengan menghubungkan materi yang dipelajari  dengan  kehidupan  sehari-hari,  sehingga  siswa  dapat  menyelesaikan berbagai persoalan dan meningkatkan keaktifan serta hasil belajar siswa
Perbaikan  pengajaran  ini  dilakukan  dalam  2  siklus  sampai  tercapainya  tujuan  pengajaran  yang  diharapkan. Penjelasan mengenai kondisi awal pembelajaran sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 4.1
Hasil Tes Formatif Kondisi Awal

No
Nama
Nilai
Tuntas
Belum Tuntas
1
Sigit Sugiyono
50
-
2
Beni Fauzi
60
-
3
Sela Yuhana
50
-
4
Aan Andri Wijaya
70
-
5
Adfi Adam Asatid
50
-
6
Amoy Komalasari
60
-
7
Atri Surya Pertiwi
60
-
8
Cholis Nur Fauzi
60
-
9
Dwi Restu Asih
70
-
10
Dita Anggri Wijayanti
50
-
11
Febri Wijayanto
50
-
12
Gagas Sulanda
60
-
13
Gani Pamungkas
50
-
14
Khaerul Umam
60
-
15
Leli Mardiyanti
70
-
16
Oki Budiarto
60
-
17
Ragil Agustina
70
-
18
Rizka Padilasari
50
-
19
Sindi Oktafiani
40
-
20
Siti Nurjaenah
50
-
21
Tiara Rosani
70
-
22
Utamijatiningtyas SS
60
-
23
Widya Sufu Rahayu
50
-
No
Nama
Nilai
Tuntas
Belum Tuntas
24
Yahya Firman Umuri
50
-
25
Yusnaeni Aprilianingsih
50
-
Jumlah
1420
7
18
Rata-Rata
56,80
28,00
72,00

Hasil  pengamatan  peneliti, mereka  terbiasa  dengan  pembelajaran yang  menuntut  gurunya  saja  yang  menjelaskan  materi  pembelajaran sedangkan  siswa  hanya  duduk  memperhatikan  dan  menyimak  tanpa  ada yang  mau  bertanya  dan  berpendapat. Untuk  meningkatkan  kemampuan pemahaman  siswa  perlu  diberikan  media  atau  metode  yang  menurut mereka menyenangkan dalam melakukan dan melaksanakan pembelajaran contohnya seperti gambar atau foto-foto yang menurut mereka senang atau dapat juga digunakan semacam media audio dan video yang mereka tonton mengenai  pembelajaran  yang  akan  berlangsung. Pada  penelitian  ini  juga peneliti akan mencoba  menggunakan torso sebagai  alat atau media dalam pembelajaran.

  1. Deskripsi Siklus Pertama
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, yang dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2012 dan 24 Oktober 2012. Setelah dilaksanakan perbaikan pembelajaran dengan peneliti  Penjelasan guru mengenai materi pembelajaran kurang bisa dipahami oleh para siswa dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan percobaan di luar kelas untuk meningkatkan  pemahaman siswa akan materi pembelajaran. Hal tersebut sebagaimana diuraikan pada penjelasan di bawah ini :
a.       Perencanaan
Berdasarkan rumusan hipotesis yang telah dibuat, peneliti menyiapkan dan menetapkan rencana perbaikan pembelajaran  beserta skenario tindakan. Skenario tindakan mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peneliti  dan siswa dalam kegiatan tindakan atau perbaikan.Terkait dengan rencana perbaikan pembelajaran , peneliti perlu menyiapkan berbagai bahan yang diperlukan sesuai dengan hipotesis yang dipilih seperti : lembar kerja siswa, alat bantu pembelajaran berupa beberapa contoh bentuk dongeng atau cerita anak, lembar tes formatif dan lembar observasi. Kemudian bersama-sama dengan teman sejawat (observer) menyepakati fokus observasi dan kriteria yang akan digunakan dalam dua kali pertemuan pada siklus pertama.
Untuk  perencanaan  tindakan  kelas  siklus  I, langkah  pertama yaitu  peneliti  dengan  observer  menyusun  rencana  pembelajaran dengan  membuat  rencana  pelaksanaan  Pembelajaran  (RPP) dilengkapi  dengan  Lembar  Kerja  Siswa  (LKS)  untuk  mengetahui gambaran  bagaimana  kegiatan  pembelajaran  yang  dilakukan  guru dan siswa berlangsung. Untuk mengetahui pemahaman siswa peneliti mempersiapkan  alat  penilaian  berupa  Lembar  Kerja  Siswa, soal pretest dan postest dan untuk mengetahui keterlibatan siswa terhadap proses  pembelajaran  dengan  menggunakan  media  torso    yaitu dengan  membuat  lembar  observasi  siswa, kemudian  peneliti membuat  angket  guna  mengetahui  informasi  dan  respon  siswa terhadap  pembelajaran  dengan  menggunakan  media  torso. Lembar observasi  aktivitas  guru  merupakan  kegiatan  penerapan  media  torso dalam pembelajaran
b.      Pelaksanaan
Dalam  tahap  pelaksanaan  pembelajaran  peneliti melakukan  proses  pembelajaran  sesuai  dengan  RPP  yang  telah dibuat  dan  disaksikan  oleh  observer. Kegiatan  pembelajaran  pada siklus  ini  dilakukan  didalam  kelas. Pelaksanaan  penelitian  tindakan kelas ini yaitu dengan menggunakan peraga torso. Adapun  langkah-langkah  pelaksanaannya  yaitu  pada  proses kegiatan  awal  pembelajaran  guru  mengkondisikan  siswa  agar  siap untuk  mengikuti  pembelajaran, kemudian  guru  melakukan  apersepsi dengan  menjelaskan  materi    yang  akan  dibahas. Selanjutnya  guru bertanya  kepada  siswa  yang  berkaitan  dengan  materi  yang  akan dipelajari. Kemudian  setelah  diberi  pertanyaan  seperti  itu  sebagian siswa  ada  yang  langsung  mengangkat  tangan  kemudian  menjawab pertanyaan  yang  diajukan,  dan  sebagian  siswa  ada  juga  yang  hanya memperhatikan  tanpa  mengeluarkan  jawaban. Mungkin  kebanyakan siswa yang tidak menjawab dan hanya terdiam saja.
Dari  apersepsi  tadi  jelas  terlihat  sejauh  mana  kemampuan pemahaman  siswa, kemudian  guru  melakukan  kegiatan  inti  dengan mengajukan  beberapa  pertanyaan  merupakan  pembahasan  yang berkaitan  dengan  pemahaman  siswa. Guru  menyediakan  torso didepan dan menjelaskan kepada siswa jenis-jenis organ pencernaan manusia  secara  rinci  kemudian  setelah  itu  guru  menuliskan pertanyaan    di depan  kelas  tepatnya  dipapan  tulis  yaitu  “Apa  saja yang termasuk organ pencernaan pada manusia?” Siswa  harus  dapat  menjawab  dengan  benar  sesuai  dengan tingkat pemahaman mereka. Guru menyediakan LKS dan siswa harus dapat  mengisi  semua  pertanyaan  tersebut  yaitu  menyebutkan  jenis-jenis  sistem  pencernaan  manusia, kemudian  diberikan  kepada  setiap individu  dan  dalam  mengerjakannya  yaitu  dengan  cara  individu karena  untuk  mengetahui  pemahaman  dari  masing-masing  siswa tersebut. Sebagai  pelengkap  guru  menggunakan  media  gambar  dan buku  paket  yang  telah  disediakan  untuk  membantu  siswa  dalam menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Guru  menjelaskan  apa  yang  telah  ditanyakan  oleh  siswa melalui  penggunaan peraga torso  yang  ada  dan  ditambah  oleh  buku  paket  yang disediakan. Pada saat siswa  sedang  menjawab  pertanyaan  pada  LKS yang  telah  diberikan, guru  memberikan  kesempatan  kepada  siswa untuk  bertanya  pada  teman  dan  memperbolehkan  mengamati  torso yang  ada  di depan  secara  bergantian  dan  bertanya  kepada  guru apabila belum paham. Pada saat pembelajaran sedang berlangsung guru membimbing  siswa  untuk  memberikan  arahan  dalam  menjawab pertanyaan. Dari  hasil  pembelajaran  inti  tadi  ternyata  sebagian  besar siswa  dapat  memahami  apa  yang  telah  diperagakan  tadi  melalui peraga torso. Dengan  menjawab  pertanyaan  yang  diajukan  selama proses pembelajaran guru bersama dengan siswa melakukan kegiatan akhir  dengan  menyimpulkan  materi  yang  telah  dibahas  dalam pembelajaran dan guru melakukan penilaian dengan memberikan test berupa  postest  guna  mengetahui  kemampuan  pemahaman  siswa terhadap  materi  yang  dipelajari  dan  yang  belum  dipelajari  dan mengisi angket yang telah disediakan. Adapun  Hasil  Postest  Tindakan  Pembelajaran Siklus I dijabarkan pada tabel berikut ini 
Tabel     4.2    Rekapitulasi Nilai Tes Formatif Pembelajaran IPA Materi Alat  Pencernaan  pada  Manusia  dan  Bagian-Bagiannya pada Siklus I


No
Nama
Nilai
Tuntas
Belum Tuntas
1
Sigit Sugiyono
60
-
2
Beni Fauzi
70
-
3
Sela Yuhana
60
-
4
Aan Andri Wijaya
70
-
5
Adfi Adam Asatid
50
-
6
Amoy Komalasari
70
-
7
Atri Surya Pertiwi
60
-
8
Cholis Nur Fauzi
60
-
9
Dwi Restu Asih
70
-
10
Dita Anggri Wijayanti
50
-
11
Febri Wijayanto
60
-
12
Gagas Sulanda
70
-
13
Gani Pamungkas
60
-
14
Khaerul Umam
70
-
15
Leli Mardiyanti
70
-
16
Oki Budiarto
60
-
17
Ragil Agustina
70
-
18
Rizka Padilasari
60
-
19
Sindi Oktafiani
50
-
20
Siti Nurjaenah
60
-
21
Tiara Rosani
70
-
No
Nama
Nilai
Tuntas
Belum Tuntas
22
Utamijatiningtyas SS
70
-
23
Widya Sufu Rahayu
60
-
24
Yahya Firman Umuri
60
-
25
Yusnaeni Aprilianingsih
70
-
Jumlah
1580
11
14
Nilai Rata-rata Siklus I
63,20
44,00
56,00

Dari tabel 4.2 tentang Rekapitulasi Nilai Tes Formatif Pembelajaran  Ilmu Pengetahuan Alam materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya  pada Siklus I  di atas dapat diterangkan sebagai berikut:
a)   Sebelum perbaikan nilai rata-rata hasil belajar 56,80 setelah dilakukan perbaikan mengalami kenaikan menjadi 63,20. Rata-rata hasil belajar naik 6,40.
b)   Jumlah siswa yang telah mencapai tingkat ketuntasan belajar 11 siswa (44,00%).
Dari penjelasan sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hasil nilai tes formatif mengalami peningkatan dari kondisi awal, karena pada kondisi awal siswa tuntas 7 siswa (28%) meningkat menjadi 11 siswa (44%) atau meningkat sebanyak 4 siswa (16%). Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer sepakat untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan harapan pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa dapat mencapai perolehan di atas KKM sebesar 70 dengan tingkat ketuntasan belajar siswa mencapai 85% sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan
Penjelasan mengenai aspek keaktifan belajar yang diamati adalah respon siswa terhadap pernyataan, rasa ingin tahu, dan keaktifan dalam pelaksanaan kegiatan diskusi. Kegiatan pengamatan ini dilakukan oleh observer selama kegiatan perbaikan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan format observasi yang telah dipersiapkan. Hasil observasi pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel     4.3    Rekapitulasi Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pembelajaran IPA Materi Alat  Pencernaan  pada  Manusia  dan  Bagian-Bagiannya pada  Siklus I

No
Uraian
Jumlah Siswa
Siswa Belum Tuntas
Siswa Tuntas
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1
Awal
25
16
64
9
36
2
Siklus I
25
11
44
14
56


Dari tabel 4.3  di atas  mengenai Rekapitulasi Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pembelajaran IPA Materi Alat  Pencernaan  pada  Manusia  dan  Bagian-Bagiannya pada  Siklus I dapat disimpulkan bahwa  :
a)   Sebelum perbaikan, siswa yang menunjukkan peningkatan keaktifan  siswa sebanyak  9 siswa atau 36%
b)   Pada siklus ke I, siswa yang menunjukkan peningkatan keaktifan  siswa sebanyak 14 siswa atau 56%
c)   Dari sebelum perbaikan ke siklus I, tingkat keaktifan  siswa siswa meningkat sebesar 16,00% atau bertambah 5 siswa dari studi awal.
Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer sepakat untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan harapan pada siklus II keaktifan belajar siswa dapat mencapai perolehan di atas 85% sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.
c.       Observasi
Dari dua pertemuan yang dilaksanakan, peneliti dibantu observer melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Observasi  dilakukan  oleh  observer  yaitu  rekan sejawat. Sasaran  pemantauan  adalah  aktivitas  guru  dan  aktivitas siswa  selama  pembelajaran  berlangsung, serta  penggunaan  angket yang  di  isi  oleh  siswa. Setelah  dilakukan  observasi  diperoleh  hasil    penelitian  yaitu adanya  keaktifan  siswa  untuk  mengikuti  pembelajaran  dan  lebih merespon  pada  permasalahan  yang  diajukan  guru.Siswa  dapat melakukan  diskusi  dengan  temannya  meskipun  masih  ada  sebagian kecil  siswa  yang  kurang  begitu  serius  dan  terlihat  hanya  diam  dan mendengarkan  tanpa  ada  keinginan  bertanya  ke  depan,selanjutnya untuk  aktivitas  mengenai  bertanya  langsung  menggunakan peraga torso, siswa  berani  ke depan  untuk  mengamati  torso  yang  menurut  mereka belum jelas mereka menanyakan kembali kepada guru. Dari  hasil  observasi  yang  dilakukan  ternyata  ada  sebagian kecil  dan  sebagian  besarnya  dilaksanakan  dengan  baik. Agar pembelajaran  dapat  dilaksanakan  dengan  baik, untuk  perbaikan semua  aktivitas  siswa  dilaksanakan  pada  pembelajaran  siklus berikutnya. 
d.      Refleksi
Tahapan  ini  peneliti  melakukan  analisis  data  yang  berhasil dikumpulkan  melalui  pedoman  observasi, angket  dan  hasil  tes siswa. Temuan  yang  diperoleh  akan  dijadikan  bahan  rujukan  untuk menentukan  perencanaan  perbaikan  pada  siklus  selanjutnya  yaitu pada siklus II. Mungkin  pada  siklus  I  ini  terdapat  banyak  kekurangan  yaitu karena  siswa  belum  mengetahui  dan  paham  pembelajaran menggunakan  peraga  torso  diantaranya  kelas  kurang  kondusif  saat berlangsungnya  pembelajaran, hanya  sebagian  siswa  yang  aktif bertanya  dan  menjawab  pertanyaan,mungkin  karena  siswa  belum terbiasa mengungkapkan pertanyaan atau pendapatnya di depan kelas maupun  kepada  temannya. Ketika  siswa  mengisi  tabel  pertanyaan yang  ada  pada  lembar  kerja  siswa, guru  memberikan  kesempatan untuk  siswa  bertanya  kepada  teman  atau  gurunya, tetapi  sebagian siswa  ada  yang  terdiam  tanpa  menanyakan  sesuatu  atau  bertanya kepada  temannya  seperti  yang  sudah  memahami  semua  materi  dan bahkan  ada  yang  asyik  membicarakan  hal  yang  tidak  berkaitan dengan materi pembelajaran.
Setelah  dilakukan  penelitian  ternyata  masih  ada  anak  yang tidak serius dalam mengikuti proses  pembelajaran, ada juga keluhan yang disampaikan siswa yaitu tentang kurangnya alokasi waktu yang diberikan saat tes evaluasi pembelajaran diberikan.
Pada pelaksanaan siklus I, siswa sudah terlihat  bisa menjalin  kerjasama dengan teman sekelompoknya  untuk melaksanakan kegiatan kerja kelompok, siswa aktif dalam  melaksanakan  kegiatan kerja kelompok walaupun  masih ada beberapa siswa  yang bermain-main, dan siswa sudah terlihat  percaya diri dalam  melaksanakan  kegiatan peragaan dan demonstrasi di depan kelas membahas hasil kerja kelompok dan tidak  terlihat malu-malu  dalam pelaksanaan kegiatan peragaan dan demonstrasi di depan kelas pada saat membahas hasil kerja kelompoknya.
Setelah  menganalisis  hasil  pembelajaran  dari  lembar    kerja siswa, lembar  observasi, angket, maka pengelolaan  waktu  yang  cukup  agar  tujuan  pembelajaran  dapat  tercapai dengan baik,  memberikan penghargaan  terhadap  pekerjaan  siswa  agar  mereka  termotivasi  terus untuk belajar dan memberikan  motivasi  bagi  siwa  yang  belum  tuntas  dalam  belajar  dan  memberikan  pembelajaran  remedial  yang  menarik  siswa yang belum tersebut. Tujuannya akhirnya adalah agar siswa aktif  untuk  berdiskusi  dan  bertanya  dan membimbing  agar  siswa  tidak  kebingungan  dalam  mengisi pertanyaan  menunjukan  bagian-bagian  organ  pencernaan  manusia sehingga hasil proses perbaikan pembelajaran dapat memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditentukan.

  1. Deskripsi Siklus kedua
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, yang dilaksanakan pada tanggal tanggal 29 Oktober 2012 dan 31 Oktober 2012. Setelah mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus pertama, maka pada siklus kedua peneliti mencoba menyempurnakan pelaksanaan perbaikan pembelajaran. Hal tersebut  sebagaimana diuraikan pada penjelasan di bawah ini :
a.       Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi dari siklus kedua, Rencana Perbaikan Pembelajaran direvisi kembali. Peneliti juga menyiapkan lembar kerja siswa, lembar tes formatif dan lembar observasi, dan beberapa contoh dongeng atau cerita anak. Semua peralatan disiapkan dan yang diperlukan lengkap, peneliti bersama teman sejawat mensimulasikan langkah-langkah perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan dalam dua pertemuan.
Dari  hasil  refleksi  pada  tindakan  pembelajaran  siklus    I, ternyata  menemukan  beberapa  kekurangan  dalam  proses pembelajarannya.  Permasalahan  yang  timbul  pada  pembelajaran siklus  I  akan  dilakukan  perbaikan  pada  siklus  II. Perencanaan tindakan  pembelajaran  siklus  II  peneliti  bersama  observer memperbaiki  dan  menyusun  kembali  Rencana  Pelaksanaan  Pembelajaran  (RPP)  yaitu  dalam  kegiatan  inti  menambah  media pembelajaran  yang  diperlukan  dan  menjelaskan  kembali  apa  yang belum  disampaikan  pada  siklus  I, kemudian  peneliti  membuat  LKS dan  soal  evaluasi  yang  baru  dan  yang  akan  berkaitan  dengan pembelajaran  yang  akan  dibahas  dan  lembar  observasi  masih digunakan  dalam  siklus  II  ini  untuk  mengetahui  gambaran bagaimana  kegiatan  penbelajaran  yang  dilakukan  guru  dan  siswa berlangsung. Peneliti  juga  masih  menggunakan  lembar  Evaluasi sebagai  alat  penilaian  tertulis  untuk  mengetahui  kemampuan pemahaman  siswa  terhadap  materi  yang  dipelajari. Pedoman observasi  siswa  juga  masih  digunakan  untuk  melihat  keterlibatan siswa  terhadap  pembelajaran  dengan  menggunakan  peraga torso. Adapun  angket  digunakan  untuk  mengetahui  informasi  dan respon  siswa  terhadap  pelaksanaan  pembelajaran  yang  telah dilakukan,dan  untuk  melihat  bagaimana  unjuk  kerja  pembelajaran cara  kerja  guru  dalam  penerapan  media  pembelajaran  dengan menggunakan peraga torso dengan lembar observasi,apakah terdapat peningkatan  atau  perubahan  daripada  siklus  I  yang  telah  dilakukan sebelumnya.
b.      Pelaksanaan
Pelaksanaan  pembelajaran  siklus  II  observer mengobservasi peneliti dalam melakukan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat pada perencanaan sebelum melakukan tindakan pada siklus II. Pada siklus II ini kegiatan dilakukan di dalam kelas. Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini  menggunakan  media  pembelajaran  dengan  pemanfaatan  peraga torso.  Pada  proses  kegiatan  awal  pembelajaran  guru mengkondisikan  siswa  agar  siap  untuk  mengikuti pembelajaran, setelah  tampak  bersemangat  guru  memulai pembelajaran,kemudian  melakukan  apersepsi, guru  menjelaskan materi  yang  sebelumnya  guna  mengingatkan  kembali  apa  yang sudah  dipelajari  pada  siklus  sebelumnya  yaitu  pada  siklus  I, untuk mengetahui  kemampuan  pemahaman  siswa,guru  memberikan pertanyaan  yang  berkaitan  dengan  materi  yang  akan  dipelajari setelah  materi  yang  dipelajari  dan  dibahas  pada  siklus  I  yaitu mengenai bagian-bagian sistem pencernaan pada manusia.
Pada  awal  pembelajaran  guru  pertama  kali  menjelaskan materi  yang  sebelumnya  telah  dibahas  guna  meningkatkan  siswa bahwa  terdapat  kaitan  yang  erat  terhadap  materi  yang  akan  dibahas kali ini dengan materi sebelumnya yang telah dipelajari. Kegiatan ini dilakukan didalam kelas, kemudian guru bertanya kepada siswa yang berkaitan  dengan  materi  yang  akan  dibahas  guna  mengetahui kemampuan  awal  berfikir  para  siswa  dengan  pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara lisan.
Setelah  dilakukan  tanya  jawab, guru  dapat  melihat  sampai manakah kemampuan mereka setelah melakukan pembelajaran pada siklus  I, maka  selanjutnya  guru  malakukan  kegiatan  inti  dengan memberikan  pertanyaan  yang  mereka  anggap  sulit. Pertanyaan  yang diberikan  pada  LKS  ini  yaitu  siswa  harus  dapat  menyebutkan masing-masing  fungsi  dari  sistem  pencernaan  manusia  yang  telah mereka ketahui dan pelajari pada siklus I. Siswa harus dapat mencari jawaban  dengan  kemampuan  berfikir  mereka  masing-masing  dari kelompoknya, pada  LKS  ini  siswa  disuruh  mengerjakan  dengan kelompok  karena  mungkin  mereka  sulit  untuk  mencari  sumber  dari buku  Ilmu  Pengetahuan  Alam  untuk  kelas  V  yang  mereka  gunakan selain daripada peraga torso yang ada.
Setelah  siswa  melakukan  kerja  kelompok  untuk  mengisi pertanyaan  dalam  LKS  yang  telah  dibagikan  guru,maka  guru memantau  cara  mengerjakan  soal  pada  setiap  kelompok  apakah mereka  berdiskusi  dengan  baik. Guru  juga  memperbolehkan  pada setiap siswa untuk bertanya apabila ada yang kurang dimengerti atau yang  belum  mereka  pahami, guru  membimbing  siswa  untuk memberikan  arahan  dalam  menjawab  pertanyaan  dalam  proses pembelajaran siklus II ini siswa mulai serius dalam mencari jawaban dari pertanyaan yang ada pada LKS tersebut.
Permasalahan  yang  timbul  pada  siklus  I  yaitu  siswa kebanyakan  mengobrol  dan  bermain  tidak  serius  dalam  mengikuti pembelajaran, tetapi  pada  siklus  II  ini  siswa  kelihatan  lebih  aktif mungkin karena pertanyaannya lumayan sulit bagi mereka dan setiap orang diwajibkan ikut berfikir dalam kelompoknya untuk melakukan diskusi dan masing-masing harus dapat mengeluarkan pendapatnya.
Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan LKS nya,guru meminta  setiap  kelompok  untuk  menyampikan  hasil  jawaban  yang telah  dikerjakan  ,hal  ini  terlihat  kemampuan  berfikir  siswa  tersebut pada kelompoknya. Ada kelompok yang terlihat senang dengan kerja kelompoknya mungkin hal ini karena siswa dapat melihat pada buku paket  yang  telah  disediakan, pada  kegiatan  ini  siswa  terlihat  senang  dalam  mengemukakan  pendapatnya, sehingga  setiap  siswa  ingin menyebutkan jawaban dari masing-masing pertanyaan yang ada pada LKS, namun hal itu bukan terlihat lebih baik tetapi malah menambah gaduh  pada  suasana  kelas, agar  semua  siswa  dan  setiap  kelompok kebagian  dan  tidak  berisik  maka  guru  memberikan  kesempatan dalam  membacakan  isi  dari  pertanyaan  secara  bergantian. Dan akhirnya  setiap  kelompok  dapat  membacakan  hasilnya  dengan  cara bergantian, pada  pembacaan  hasil  dari  LKS  ini  setiap  siswa  juga membacakan  dari  setiap  kelompoknya  jadi  tidak  hanya  satu  orang saja  yang  membacakan  karena  pada  setiap  kelompok  terdiri  dari  6 orang dan ada satu kelompok 5 orang jadi kelompok dibagi menjadi 4  kelompok,dan  pada  saat  membacakan  lokasi  waktu  tidak memungkinkan karena masih ada pertanyaan dan soal evaluasi yang harus  dikerjakan  siswa  maka  pembacaan  hanya  dibacakan  oleh perwakilan  pada  setiap  kelompok  saja. Sebagian  besar  siswa  telah berani  mengungkapkan  pendapatnya, itu  terlihat  dari  setiap  jawaban yang telah mereka simpulkan pada masing-masing jawaban yang ada pada  setiap  kelompok  dengan  kemampuan  berfikir  mereka  dan dengan apa  yang mereka temukan selama proses pembelajaran serta terlihat kegiatan pembelajaran pada siklus II ini cukup optimal.
Setelah kegiatan akhir berlangsung diisi dengan melakukan penilaian,dengan  memberikan  soal  pretest  dan  postest  yang  telah siswa  isi  pada  pertemuan  sebelumnya,kemudian  untuk  mengetahui ada  perubahan  peningkatan  atau  tidak  peneliti  memberikan  soal tersebut  kembali.  Pemberikan  tes  tertulis  guna  mengetahui kemampuan pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari  serta melakukan pengisian angket yang telah disediakan.
Pada siklus kedua ini dalam tahap pelaksanaan sudah menunjukkan  adanya peningkatan hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel     4.4    Rekapitulasi Nilai Tes Formatif Pembelajaran IPA Materi Alat  Pencernaan  pada  Manusia  dan  Bagian-Bagiannya pada  Siklus II


No
Nama
Nilai
Tuntas
Belum Tuntas
1
Sigit Sugiyono
70
-
2
Beni Fauzi
80
-
3
Sela Yuhana
70
-
4
Aan Andri Wijaya
80
-
5
Adfi Adam Asatid
60
-
6
Amoy Komalasari
80
-
7
Atri Surya Pertiwi
70
-
8
Cholis Nur Fauzi
70
-
9
Dwi Restu Asih
80
-
10
Dita Anggri Wijayanti
60
-
11
Febri Wijayanto
70
-
12
Gagas Sulanda
80
-
13
Gani Pamungkas
70
-
14
Khaerul Umam
80
-
15
Leli Mardiyanti
80
-
16
Oki Budiarto
70
-
17
Ragil Agustina
80
-
18
Rizka Padilasari
70
-
19
Sindi Oktafiani
60
-
20
Siti Nurjaenah
70
-
21
Tiara Rosani
80
-
22
Utamijatiningtyas SS
80
-
23
Widya Sufu Rahayu
70
-
24
Yahya Firman Umuri
70
-
25
Yusnaeni Aprilianingsih
80
-
Jumlah
1830
22
3
Nilai Rata-rata Siklus I
73,20
88,00
12,00

Dari tabel 4.2 tentang Rekapitulasi Nilai Tes Formatif Pembelajaran IPA Materi Alat  Pencernaan  pada  Manusia  dan  Bagian-Bagiannya pada Siklus II  di atas dapat diterangkan sebagai berikut:
a)   Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar 63,20 setelah dilakukan perbaikan mengalami kenaikan menjadi 73,20. Rata-rata hasil belajar naik  10,00.
b) Jumlah siswa yang telah mencapai tingkat ketuntasan belajar 22 (88%).
Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer menyimpulkan bahwa hasil tes hasil belajar menunjukkan hasil 73,20. Hal ini menunjukkan bahwa tes hasil belajar sudah memenuhi kriteria keberhasilan karena hasil belajar berada di atas angka kriteria minimal ketuntasan (KKM) sebesar 65 dan siswa tuntas menunjukkan angka 22 siswa atau 88% sehingga proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil dan tuntas pada pelaksanaan siklus II karena sudah berada di atas kriteria keberhasilan sebesar 85%.
Penjelasan mengenai aspek keaktifan belajar yang diamati adalah respon siswa terhadap pernyataan, rasa ingin tahu, dan keaktifan dalam pelaksanaan kegiatan diskusi. Kegiatan pengamatan ini dilakukan oleh observer selama kegiatan perbaikan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan format observasi yang telah dipersiapkan. Hasil observasi pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 4.5    Rekapitulasi Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pembelajaran IPA Materi Alat  Pencernaan  pada  Manusia  dan  Bagian-Bagiannya pada  Siklus II

No
Uraian
Jumlah Siswa
Siswa Belum Tuntas
Siswa Tuntas
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1
Awal
25
16
64
9
36
2
Siklus I
25
11
44
14
56
3
Siklus II
25
0
0
25
100



Dari  data pada tabel 4.5 di atas dapat diperoleh keterangan sebagai berikut :
a)   Pada siklus I, siswa yang menunjukkan peningkatan keaktifan belajar sebanyak 14 siswa atau  56%
b)   Pada siklus ke II, siswa yang menunjukkan peningkatan keaktifan belajar  sebanyak 25 siswa atau  100%
c)   Dari siklus I ke siklus II, tingkat peningkatan keaktifan belajar meningkat sebesar  44% atau bertambah 11 siswa dari siklus I.
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari 25 siswa terdapat 25 orang yang tuntas belajarnya (100%) dilihat dari keaktifan belajarnya. Melihat hasil di atas maka peneliti bersama-sama dengan observer menyimpulkan bahwa hasil pengamatan terhadap peningkatan keaktifan belajar sudah mencapai angka di atas 85%, sehingga proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil dan tuntas pada siklus II.
c.       Observasi
Observer mengamati proses pembelajaran pada siklus kedua dengan menggunakan format evaluasi yang telah tersedia. Dari hasil pengamatan menunjukkan peningkatan yang sangat baik sehingga peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dapat tercapai. Hal ini dikarenakan pada siklus kedua peneliti memaksimalkan metode yang sudah dijalankan dilengkapi dengan mencoba kemampuan siswa untuk memaparkan hasil pengerjaan dan dibacakan di depan teman-temannya
d.      Refleksi
Setelah dilakukan pembelajaran pada tindakan siklus  II  yang bertolak  dari  siklus  I  yang  bertujuan  untuk  memperbaiki pembelajaran  yang  sebelumnya  telah  dilakukan  maka  peneliti  dan observer  kemudian    menganalisis  hasil  observasi, angket,  dan pembelajaran  dengan  pemanfaatan  peraga  torso    terhadap kemampuan  pemahaman  siswa  pada  siklus  II  ini.
Adapun  hasil refleksi tersebut adalah sebagai berikut: Pemanfaatan  peraga  torso  untuk  meningkatkan  pemahaman siswa  sudah  sesuai  dengan  yang  telah  diharapkan  dan  berlangsung secara  optimal.Hal  ini  terlihat  dari  beberapa  indikator  yang mengidentifikasikan  kearah  demikian  dan  aktivitas  siswa  dalam menyampaikan pendapat sudah baik. Dilihat  dari  aktivitas  dan  kinerja  guru  juga  sudah  mampu melakukan  aktivitas  proses  pembelajaran  yang  telah direncanakan. Dari  sisi  siswa, siswa  sudah  terbiasa  dengan  cara menggunakan peraga torso  yang  disediakan  siswa  dapat  mengeluarkan pertanyaannya apa yang mereka belum pahami. Pada penggunaan dan pemanfaatan peraga torso ini siswa merespon proses belajar mengajar yang  dikembangkan  guru  dengan  baik  serta  terlihat  kemampuan pemahaman  mereka  sudah  cukup  baik  .Selain  itu  juga  siswa  sudah mulai  berkonsentrasi  dan  menyimak  apa  yang  disampaikan  guru didepan.Dari  proses  pembelajarannya  terlihat  siswa  sangat  senang dengan  kegiatan  pengamatan  melalui  peraga torso  yang  disediakan mereka  lebih  memahami  dibantu  dengan  buku  IPA  yang  disediakan maka mereka juga dapat memahami materi yang sedang dipelajari. Peneliti  dan  observer  mengadakan  diskusi  kembali  dan menyimpulkan  bahwa  pada  siklus  II  ini  penerapan  pemanfaatan peraga  torso  untuk  meningkatklan  pemahaman  siswa  sudah  sesuai dengan yang diharapkan dan berlangsung secara optimal.

B.     Pembahasan
Penggunaan  peraga torso  akan  sangat  membantu  dalam  membangkitkan    keaktifan  belajar  siswa,  ini  terbukti  dari  hasil  belajar  yang  diberikan  pada  setiap  siklusnya  mengalami  peningkatan di mana pada temuan awal sebesar 56,80, pada siklus  I  nilai  rata-rata  yang  diperoleh  siswa  adalah sebesar  63,20 serta pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus II rata-rata nilai yang diperoleh siswa adalah 73,20. 
Rekapitulasi  nilai  hasil  tes formatif siswa  dari temuan awal, siklus  I  sampai dengan siklus II  dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 4.6    Nilai Hasil Tes Formatif Temuan Awal,  Siklus I dan Siklus II


No
Nama Siswa
Temuan Awal
Siklus I
Siklus II

Nilai
Kriteria Ketuntasan
Nilai
Kriteria Ketuntasan
Nilai
Kriteria Ketuntasan


1
Sigit Sugiyono
50
-
B
60
-
B
70
T
-

2
Beni Fauzi
60
-
B
70
T
-
80
T
-

3
Sela Yuhana
50
-
B
60
-
B
70
T
-

4
Aan Andri W
70
T
-
70
T
-
80
T
-

5
Adfi Adam A
50
-
B
50
-
B
60
-
B

6
Amoy K
60
-
B
70
T
-
80
T
-

7
Atri Surya P
60
-
B
60
-
B
70
T
-

8
Cholis Nur F
60
-
B
60
-
B
70
T
-

9
Dwi Restu Asih
70
T
-
70
T
-
80
T
-

10
Dita Anggri W
50
-
B
50
-
B
60
-
B

11
Febri Wijayanto
50
-
B
60
-
B
70
T
-

12
Gagas Sulanda
60
-
B
70
T
-
80
T
-

13
Gani P
50
-
B
60
-
B
70
T
-

14
Khaerul Umam
60
-
B
70
T
-
80
T
-

15
Leli Mardiyanti
70
T
-
70
T
-
80
T
-

16
Oki Budiarto
60
-
B
60
-
B
70
T
-

17
Ragil Agustina
70
T
-
70
T
-
80
T
-

18
Rizka Padilasari
50
-
B
60
-
B
70
T
-

19
Sindi Oktafiani
40
-
B
50
-
B
60
-
B

20
Siti Nurjaenah
50
-
B
60
-
B
70
T
-

21
Tiara Rosani
70
T
-
70
T
-
80
T
-

22
Utami JSS
60
-
B
70
T
-
80
T
-

23
Widya Sufu R
50
-
B
60
-
B
70
T
-

24
Yahya FU
50
-
B
60
-
B
70
T
-

25
Yusnaeni A
50
-
B
70
T
-
80
T
-

Jumlah
1420
7
18
1580
11
14
1830
22
3

Rata-rata
56,80
28,00
72,00
63,20
44,00
56,00
73,20
88,00
12,00


Dari tabel di atas dapat dijelaskan peningkatan nilai hasil dan ketuntasan belajar siswa pada siklus I dan II  secara terperinci sebagai berikut :
1.      Siswa Tuntas Belajar
a.   Pada temuan awal siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa atau 28% dari 25 siswa.
b.   Pada siklus I  siswa yang tuntas sebanyak 11 siswa atau 44% dari 25 siswa
c.   Pada siklus II  siswa yang tuntas sebanyak 22 siswa atau 88% dari 25 siswa

2.      Siswa Belum Tuntas Belajar
a.   Pada temuan awal siswa yang belum tuntas sebanyak 18 siswa atau 72% dari 25 siswa.
b.   Pada siklus I  siswa yang belum tuntas sebanyak 14 siswa atau 56% dari 25 siswa
c.   Pada siklus II  siswa yang belum  tuntas sebanyak 3 siswa atau 12% dari 25 siswa
Untuk memperjelas, maka dari penjelasan sebagaimana tersebut di atas dalam bentuk tabel sebagaimana di bawah ini :

Tabel 4.7    Rekapitulasi Nilai Tes Formatif  Temuan Awal, Siklus I dan Siklus II

No
Uraian
Jumlah Siswa
Siswa Belum Tuntas
Siswa Tuntas
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1
Awal
25
18
72
7
28
2
Siklus I
25
14
56
11
44
3
Siklus II
25
3
12
22
88

Sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan dalam perbaikan pembelajaran bahwa siswa yang dinyatakan tuntas belajar jika mendapat nilai tes formatif sebesar 70 ke atas dan jika 85% dari siswa telah tuntas belajarnya.
Untuk memperjelas kenaikan ketuntasan belajar siswa dan penurunan ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini :







Gambar 4.1    Grafik Peningkatan dan Penurunan Ketuntasan Belajar Siswa  pada Temuan Awal, Siklus I dan II
Dari gambar 4.1 dapat diketahui bahwa sebelum dilaksanakan perbaikan pembelajaran melalui penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya, jumlah siswa yang tuntas belajarnya pada keadaan awal sebanyak 7 siswa (28%), setelah dilaksanakan perbaikan dengan penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya pada siklus I meningkat menjadi 11 siswa atau 44% dan pada siklus II meningkat kembali menjadi 22 siswa atau 88%. Adapun penjelasan mengenai penurunan siswa yang belum tuntas belajarnya pada keadaan awal sebanyak 18 siswa atau 72%, setelah dilaksanakan perbaikan dengan penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya pada siklus I menurun menjadi 14 siswa atau 56% dan pada siklus II menurun menjadi 3 siswa atau 12%.
Penjelasan mengenai peningkatan nilai rata-rata hasil belajar pada penggunaan peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan di mana pada kondisi awal sebesar 56,80 meningkat menjadi 63,20 pada siklus I dan pada akhir siklus II meningkat menjadi 73,20.  Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa dalam bentuk grafik sebagaimana gambar di bawah ini :














Gambar 4.2    Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Belajar Siswa  Pada Siklus I dan II

Keberhasilan proses perbaikan pembelajaran tidak hanya dilihat dari peningkatan hasil belajar atau nilai tes formatif saja. Keaktifan belajar siswa selama proses pembelajaran juga merupakan indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran. Data keaktifan siswa diperoleh dari lembar observasi yang telah diisi oleh observer selama perbaikan pembelajaran berlangsung. Fokus observasi difokuskan pada aspek-aspek bisa menjawab, mau bertanya dan aktif dalam kegiatan diskusi. Hasil observasi pada pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran menunjukkan hasil yang positif, dan dibuktikan dengan adanya peningkatan keaktifan siswa pada setiap siklusnya.
Secara rinci penjelasan mengenai peningkatan keaktifan siswa dalam proses perbaikan pembelajaran sebagaimana tabel di bawah ini :

Tabel 4.8    Rekapitulasi Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa pada Temuan Awal, Siklus I dan Siklus II



No
Uraian
Jumlah Siswa
Siswa Belum Tuntas
Siswa Tuntas
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1
Awal
25
16
64
9
36
2
Siklus I
25
11
44
14
56
3
Siklus II
25
0
0
25
100



Dari tabel 4.8 di atas dapat dijelaskan tentang siswa yang tuntas dan belum tuntas dilihat dari keaktifan belajarnya, yaitu :
a.      Siswa tuntas dilihat dari keaktifan belajar
1.   Pada temuan awal, siswa tuntas dilihat dari keaktifan belajar sebanyak 9 siswa atau 36% dari 25 siswa.
2.   Pada siklus I, siswa tuntas dilihat dari keaktifan belajar sebanyak 14 siswa atau 56% dari 25 siswa.
3.   Pada siklus II, belum tuntas dilihat dari keaktifan belajar sebanyak 25 siswa atau 100% dari 25 siswa.
b.      Siswa yang belum tuntas dilihat dari keaktifan belajar
1.   Pada temuan awal, siswa belum tuntas dilihat dari keaktifan belajar sebanyak 16 siswa atau 64% dari 25 siswa.
2.   Pada siklus I, siswa belum tuntas dilihat dari keaktifan belajar sebanyak 11 siswa atau 44% dari 25 siswa.
3.   Pada siklus II, tidak ada siswa yang tidak tuntas dilihat dari keaktifan belajar dari 25 siswa.
Secara jelas peningkatan keaktifan siswa selama proses perbaikan pembelajaran sebagaimana dijelaskan pada gambar di bawah ini :











Gambar 4.3    Grafik Ketuntasan Siswa Berdasarkan Tingkat Keaktifan Siswa Pada Siklus I dan II

Dari hasil observasi mengenai keaktifan siswa tersebut berdasarkan kriteria keberhasilan perbaikan pembelajaran dapat disimpulkan bahwa proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil karena peningkatan keaktifan siswa mencapai angka 100% dari 85% batasan minimal yang telah ditentukan pada kriteria keberhasilan proses perbaikan pembelajaran. Atas dasar pertimbangan sebagaimana diurakan di atas, maka peneliti dan observer sepakat memutuskan bahwa kegiatan perbaikan pembelajaran diakhiri pada siklus II.
Pemanfaatan  peraga  torso  untuk  meningkatkan  kemampuan keaktifan dan hasil belajar siswa  pada  pembelajaran  IPA  di  kelas  V  SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung. Pembelajaran  melalui  peraga  torso  ini  sangat  membantu  siswa  untuk  belajar  melatih  kemampuan  berfikir  dimana  siswa  dituntut  untuk  berfikir dan mengingat secara aktif dengan menggunakan pengetahuan dan  keterampilan  diri  untuk  menjawab  pertanyaan  dengan  cermat  sehingga  mendapatkan  ide  dan  kesimpulan  yang  berguna. Dalam  setiap  tindakan  pembelajaran  terlihat  kemampuan  para  siswa  dalam  menyampaikan  pendapatnya  secara  spontan  dengan  pengetahuan  yang  mereka miliki, memang  tidak  mudah  untuk  siswa  berani  berpendapat  namun  dari  latihan  dan  keterbiasaan  yang  dilakukan  menjadi  berani  mengutarakan  pendapat ataupun bertanya.
Dari  setiap  fase  pembelajaran  melalui  peraga  torso  memberikan  pengalaman  berharga  pada  siswa  dimulai  dari  menyajikan  pertanyaan- pertanyaan  yang  harus  dijawab  sampai  menganalisis  semua  yang berkaitan  dengan  organ  tubuh  manusia  sampai  membuat  kesimpulan. Dari  tindakan yang peneliti lakukan tidak terlepas dari fase pembelajaran peraga  yang digunakan tersebut.Kemampuan berfikir siswa SD sangat dianjurkan  untuk  dilatih  sedini  mungkin  disekolah  agar  siswa  mampu  untuk  memecahkan  masalah  yang  dihadapi  dengan  berfikir  siswa  dapat  belajar  memakai  suatu  konsep  bukan  hanya  belajar  hafalan  tanpa  mengetahui  makna dan jenis dan bentuknya bagaimana.
Pembelajaran  dengan  memanfaatkan  peraga  torso  yang  ada  memberikan  suatu  pengalaman  belajar  yang  meyenangkan  dan  mengasyikan tanpa ada rasa ngantuk yang selalu hadir ketika guru sedang  menjelaskan didepan tanpa ada peraga  yang digunakan. Pada pembelajaran  ini mungkin siswa tidak terlalu sulit untuk memahami akan tetapi apabila  diabaikan tetap akan lupa kemudian apa yang mereka temukan dan mereka  pahami mereka dapat mengeluarkan pendapat dan memberikan pertanyaan  pada  guru  apabila  belum  dimengerti  dan  dipahami  dengan  apa  yang  mereka  rasakan  dan  mereka  ingin  tanyakan  selama  proses  pembelajaran berlangsung    itu  merupakan  salah  satu  keberhasilan  pemanfaatan  peraga  torso.
Siswa  dilatih  oleh  guru  dalam  meningkatkan  kemampuan  berfikirnya  melalui  pertanyaan-petanyaan  yang  harus  dijawab  oleh  daya  penalaran  siswa  itu  sendiri, dalam  hal  ini  guru  hanya  berperan  sebagai  fasilitator  dan  motivator  bagi  siswa  dalam  memecahkan  permasalahan  yang sedang dipelajari.
Dalam pelaksanaannya siswa harus terlebih dahulu mengumpulkan  data, dengan  cara  guru  memberikan  Lembar  Kerja  Siswa    (LKS), peraga  torso, dan buku paket untuk mengerjakannya.Selain daripada itu juga yang  dilakukan  oleh  guru, perbedaan  antara  siklus  I  dengan  Siklus  II  yaitu  mungkin  pada  siklus  I  siswa  lebih  memperhatikan  peraga  torso  dibandingkan  dengan  peraga  lainnya  seperti  buku  paket  karena  mungkin  pada  siklus  ini  menyebutkan  bagian-bagian  daripada  organ  pencernaan  pada  manusia  sedangkan  yang  dilakukan  pada  siklus  II  siswa  lebih  fokus  pada buku paket yang ada karena di sini siswa lebih fokus pada pertanyaan  yang  diberikan  pada  (LKS)  dan  soal  evaluasi  yang  menyebutkan  fungsi- fungsi dari pada sistem organ pencernaan manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alat peraga merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran siswa,  karena  alat  peraga  menghantarkan  siswa  dari  pemahaman  abstrak  ke pemahaman konkrit, sehingga siswa semakin mudah memahami pelajaran, fungsi alat peraga adalah sebagi berikut :
1.  Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar yang efektif.
2.  Salah  satu  unsur  yang  harus  dikembangkan  oelh  gurur  karena  merupakan  bagian yang integeral dari situasi mengajar.
3.  Penggunaannya integral dengan tujuan da nisi pelajaran .
4.  Penggunaanya bukan semata-mata alat hiburan (pelengkap)
5.  Untuk mempercepat proses pembelajaran (menangkap pengertian )
Pembelajaran dengan menggunakan  alat peraga  akan mempermudah pemahaman siswa,  terutama  alat  peraga  yang  ada  dalam  kehidupan  siswa  sehari-hari,  maka pembelajaran  IPA yang  dianggap  rumit  menjadi  menyenangkan  dan  belajar IPA bukanlah  beban,  dapat  disimpulkan  bahwa  pembelajaran  dengan menggunakan  alat  peraga  mampu  meningkatkan  keaktifan dan hasil belajar  siswa  secara  bertahap,  hal  ini  dapat  dilihat  dari  hasil  evaluasi  yang  diambil selama pembelajaran berlangsung. 
Perubahan keaktifan  belajar  siswa  berdampak  pula  pada  perubahan  hasil belajar  siswa.  Hasil  belajar  siswa  sebelum  diadakan  Penelitian  Tindakan  Kelas belum menunjukkan hasil yang memuaskan karena masih banyak siswa yang nilai IPA  di  bawah  nilai  KKM  yang  telah  ditetapkan.  Tetapi  setelah diadakan  Penelitian  Tindakan  Kelas  oleh  peneliti  dengan  menggunakan  alat peraga torso, hasil belajar siswa menunjukkan hasil yang memuaskan. Nilai evaluasi  siswa  dari  setiap  siklus  menunjukkan  adanya  peningkatan.  Jadi  hasil  belajar  siswa  pada  bangun  datar  dengan menggunakan alat peraga torso pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi  alat  pencernaan  pada  manusia  dan  bagian-bagiannya dapat adalah meningkat.
Berdasarkan hasil observasi kerja guru dan siswa dalam memanfaatkan  peraga  torso  di    SD Negeri Surusunda 03 Kecamatan Karangpucung pada  pelajaran  IPA  telah  mampu  meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa serta meningkatkan proses pembelajaran. Dari  penjelasan  di atas  dapat  disimpulkan  bahwa  kendala  yang  dihadapi  guru  dalam  pemanfaatan  peraga  torso    untuk  meningkatkan  keaktifan dan hasil belajar  siswa  pada  pembelajaran  IPA  di  SD  ini  yaitu  kurangnya  respon  siswa  karena  mungkin  terbiasa  dengan  guru  yang  selalu  hanya  berceramah  di  depan  dan  tanpa  menggunakan  peraga  yang  ada  dan  peraga  yang  tepat  yang  seharusnya  dapat  digunakan  pada  pembelajaran  tersebut. Jadi  hal  ini  dapat  diatasi  dengan  cara  melengkapi  peraga  pembelajaran  yang  konkrit  yang  akan  digunakan, berlatih  mengemukakan  pendapat  dan  memberi  motivasi  untuk  belajar  pada  siswa  serta  penggunaan waktu seoptimal mungkin.



BAB V


 
KESIMPULAN DAN SARAN


A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan yang diperoleh pada siklus I, dan II dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.   Penggunaan peraga torso pada pembelajaran IPA materi alat pencernaan pada manusia dan bagian-bagiannya terbukti mampu meningkatkan  keaktifan belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan keaktifan belajar yang terus meningkat pada setiap siklusnya.  Pada temuan awal hanya 9 siswa atau 36%, naik menjadi 14 siswa atau 56% pada siklus pertama, dan 100% atau 25 siswa pada siklus kedua.
2.   Penggunaan peraga torso pada pembelajaran IPA materi alat pencernaan pada manusia dan bagian-bagiannya terbukti mampu meningkatkan  hasil dan ketuntasan belajar siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan kenaikan hasil belajar siswa dari rata-rata pada temuan awal hanya 56,80 naik menjadi 63,20 pada siklus pertama, dan  73,20 pada siklus kedua, dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak  7 siswa (28%) pada studi awal,  44% atau 11 siswa pada siklus pertama,  22 siswa atau 88% pada siklus kedua. Dari 25 siswa yang mengikuti pelaksanaan perbaikan pembelajaran 22 siswa dinyatakan tuntas belajarnya dan 3 siswa atau 12% yang belum tuntas belajarnya, namun secara keseluruhan semua kriteria keberhasilan pembelajaran telah tercapai pada siklus kedua.

B.  Saran
1.   Saran untuk Penelitian lebih lanjut
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti dapat mengajukan beberapa saran yang diajukan terkait dengan hasil kesimpulan penelitian ini, adalah sebagai berikut.
1.      Guru hendaknya menguasai berbagai teknik pembelajaran yang tepat untuk membelajari siswa agar berhasil memenuhi tuntutan pembelajaran, baik proses maupun hasil. Salah satunya adalah dengan menggunakan alat peraga torso.
2.      Guru hendaknya memberikan bimbingan dan arahan yang tepat serta mudah diikuti oleh siswa, khususnya pada saat siswa menempuh langkah-langkah belajar penggunaan peraga torso .
2.   Saran untuk Penerapan Hasil
Hasil penelitian proses pembelajaran melalui penggunaan peraga torso dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, sehingga perlu dilanjutkan dan dikembangkan melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Guru harus selalu berkoodinasi dengan kepala sekolah atau teman sejawat untuk mencari solusi dan pemecahan masalah yang timbul melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara berkelanjutan.
3.   Tindak Lanjut
a.       Guru bersifat kooperatif dan mau membawa konsepsi awal siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b.      Guru menggunakan alat peraga-alat peraga lainnya pada materi pembelajaran yang sejenis atau sama untuk pelaksanaan pembelajaran berikutnya, karena dengan penggunaan alat peraga akan melibatkan pengalaman langsung, berfikir dan merasakan atas kehendak sendiri dan melibatkan seluruh peserta didik.