Lencana Facebook

banner image

Monday 25 August 2014

PKP UT KELAS 5 : UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PEMBAGIAN WAKTU MELALUI METODE DISCOVERY SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI ............. KECAMATAN ....................... KABUPATEN .............






LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS


UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PEMBAGIAN WAKTU
MELALUI METODE DISCOVERY SISWA KELAS V
SEKOLAH DASAR NEGERI .............
KECAMATAN .......................
KABUPATEN .............



Disusun dan Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Tugas Akhir Program
dalam  Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional
(PDGK 4501) Program S1 PGSD FKIP
Universitas Terbuka







Oleh

...............................................
NIM. ........................




UNIVERSITAS TERBUKA 
FAKULTAS KEGURUAN  DAN ILMU PENDIDIKAN 
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH ........................ 
.....................




ABSTRAK


………………. NIM. ................. Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Materi Pembagian Waktu Melalui Metode Discovery Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri ............. Kecamatan ............. Kabupaten .............. FKIP Universitas Terbuka. …………..
Permasalahan yang muncul adalah rendahnya keaktifan yang berimplikasi pada rendahnya hasil belajar pada pembelajaran IPS khususnya pada materi pembagian waktu siswa kelas V SD Negeri ............. Kecamatan ............. Kabupaten .............. Sebagai upaya tindak lanjut,  peneliti  merasa perlu untuk melakukan upaya perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas pada pembelajaran ilmu pengetahuan sosial materi pembagian waktu menggunakan menggunakan penerapan metode discovery  pada siswa kelas V SDN ............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Tujuan dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada pembelajaran IPS khususnya pada materi pembagian waktu siswa kelas V SD Negeri ............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. adalah untuk mengetahui peningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V SDN ............. setelah penerapan metode discovery pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial materi pembagian waktu. Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan metode discovery pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi pembagian waktu dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan keaktifan belajar dari 42,86% atau 6 siswa  pada studi awal menjadi, 64,29% atau 9 siswa, meningkat menjadi 78,57% atau 11 siswa dan pada akhir siklus ketiga menjadi 100%, yang didukung juga oleh peningkatan hasil belajar siswa, di mana nilai rata-rata kelas terus mengalami peningkatan dari 70,71 pada studi awal menjadi 73,57  pada siklus pertama, meningkat menjadi 77,86 dan pada akhir siklus ketiga menjadi 84,29 dengan tingkat ketuntasan belajar yang juga meningkat pada setiap siklusnya, yaitu 5 orang siswa (35,71%) pada studi awal, menjadi 57,14% atau 8 siswa, meningkat lagi menjadi  71,43% atau 10 siswa dan pada siklus terakhir menjadi 100% atau 14 siswa dari 14 siswa, atau semua siswa dinyatakan tuntas belajarnya sehingga proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil dan tuntas pada siklus ketiga karena semua indikator keberhasilan pembelajaran tercapai pada siklus ketiga. Kesimpulannya adalah penggunaan metode discovery pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi pembagian waktu dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V SDN ............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

Kata Kunci : pembagian waktu, discovery, keaktifan, hasil belajar


BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kajian Teori

1.      Pembelajaran IPS
a.       Hakikat Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
IPS  adalah  sebagai  suatu  mata  pelajaran  yang  mempelajari  kehidupan sosial  yang  didasarkan  pada  bahan  kajian  geografi  ekonomi,  sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah (Depdikbud, 1993 : 151). Secara  umum  tujuan  mata  pelajaran  mengajar  sosial  dan  sejarah  di  SD adalah  agar  siswa  mampu  mengembangkan  pengetahuan  dan  keterampilan dasar  yang  berguna  bagi  dirinya  dalam  kehidupan  sehari-hari  dan  agar  siswa mampu  mengembangkan  pemahaman  tentang  perkembangan  masyarakat Indonesia  sejak  masa  lalu  hingga  masa  kini,  sehingga  siswa  memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesa yang cinta tanah air  (Depdikbud, 1993 :152).
Secara mendasar pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia  yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materialnya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan jiwanya, pemanfaatan sumber daya yang ada di muka bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya, dan lain sebagainya yang mengatur serta mempertahankan kehidupan masyarakat. Pokoknya mempelajari - menelaah - mengkaji sistem - kehidupan manusia di permukaan bumi ini, itulah hakekat yang dipelajari pada pembelajaran IPS (Nursid Sumaatmaja, 1980 : 10-11).  Mata pelajaran pengetahuan sosial di SD bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia  sejak masa lalu hingga masa kini sehingga siswa memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air.
IPS yang diajarkan di SD kelas tinggi terdiri dari dua bahan kajian pokok yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial mencakup ilmu sosial, ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan. Bahan kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini (Depdikbud, 1997:78)
Ruang lingkup IPS  tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apa pun yang kita pelajari, bersumber dari masyarakat. Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi warga masyarahat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Aspek yang dikaji dalam proses pendidikan Ilmu Pengethuan Sosial (memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan) merupakan kerakeristik IPS sendiri. Nu'man Somantri, yang dikutip oleh Daljoeni (1991:19) menyatakan bahwa pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih dalam proses yang penuh berisi berbagai experimen
Tugas guru adalah menciptakan suasana dalam proses pembelajaran agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Untuk itu guru seyogianya memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi belajar mengajar dengan baik. Salah satu kemampuan yang sangat penting adalah kemampuan mengatur proses pembelajaran.
Pemilihan atau seleksi konsep-konsep ilmu-ilmu sosial guna mengembangkan materi pembelajaran pada tingkat yang berbeda tidaklah mudah, namun harus didasarkan pada beberapa prinsip, seperti yang dikemukakan oleh Daljoeni (1991:21-23) yang menyatakan prinsip-prinsip tersebut antara, lain berikut ini:
1)      Keperluan
Konsep yang akan diajarkan harus konsep yang diperlukan oleh peserta didik dalam memahami “dunia”sekitarnya. Oleh sebab itu, lingkungan hidup yang berbeda memerlukan konsep yang belainan pula.
2)      Ketepatan
Perumusan yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi peluang bagi penafsiran yang salah (salah konsep).
3)      Mudah dipelajari
Konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan mudah. Fakta dan contohnya harus terdapat dilingkungan hidup peserta didik serta sudah dikenal oleh para peserta didik tersebut.
4)      Kegunaan
Konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar berguna bagi kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia umumnya serta masyarakat lingkungan dimana ia hidup bersama dalam keluarga serta masyarakat terdekat pada khususnya.
Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus-menerus sesuai dangan keterlaksanaan proses pembelajaranya. Evaluasi semacam ini merupakan barometer proses pengecekan apakah yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh peserta didik dan seberapa besar penguasaan atau pemahaman peserta didik. Apakah target yang telah ditetapkan atau kompetisi yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai. Evaluasi semacam ini biasa kita sebut evaluasi formatif, sedangkan evaluasi yang merupakan evaluasi kulminasi tadi, merupakan penilaian keberhasilan dari seluruh rangkaian proses kegiatan pembelajaran atau biasa kita sebut dengan evaluasi sumatif
Mata pelajaran pengetahuan sosial di SD bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia  sejak masa lalu hingga masa kini sehingga siswa memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air.
Dalam kegiatan proses pembelajaran terdapat dua hal yang turut menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran dan pengajaran itu sendiri. Keberhasilan pengajaran, dalam arti tercapai tujuan intruksional, sangat bergantung pada kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sebab “Proses pembelajaran yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan pembelajaran” (Wijaya, 1987:197).
Siswa dapat belajar dengan baik dalam suasana yang wajar tanpa tekanan dalam kondisi yang merangsang untuk belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar diperlukan sesuatu yang memungkinkan siswa berkomunikasi baik dengan guru, temannya maupun lingkungan sekitar.
Untuk menciptakan suasana gairah dalam belajar dan meningkatkan prestasi belajar siswa, maka guru harus memperhatikan dan mempertahankan organisasi proses pembelajaran yang efektif dengan cara menyusun rencana pembelajaran.
Kesuksesan suatu pembelajaran bergantung pada pondasinya, yaitu guru dengan kemampuannya dalam merancang bangun perencanaan pembelajaran dan ia memiliki kesanggupan untuk melaksanakan segala sesuatunya yang telah direncanakannya dalam perencanaan pembelajaran. Di samping itu yang tidak kalah pentingnya, adalah guru memiliki kesiapan fisik dan mental untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan dan mengadakan evaluasi untuk mengetahui perubahan kemampuan siswa.
Sehubungan dengan pernyataan di atas, Hidayat (1999:98) mengemukakan bahwa “merencanakan kegiatan belajar mengajar merupakan langkah penting yang harus ditempuh guru sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas”.
b.      Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Menurut    Sapriya,  dkk  (2006  ;  8)  mengemukakan  karakteristik  IPS yaitu  meliputi  : IPS  berusaha  memepertautkan  teori  ilmu  dengan  fakta atau  sebaliknya  (menelaah  fakta  dari  segi  ilmu),   penelaahan  dan pembahasan  IPS  tidak  hanya  dari  satu  bidang  disiplin  saja,  melainkan bersifat  komfrehensif  (meluas  /  dari  berbagai  ilmu  sosial  dan  lainnya, sehingga  berbagai  konsep  ilmu  secara  terintegrasi  terpadu)  digunakan untuk menelaah satu masalah / tema/ topik,  mengutamakan peran  aktif siswa,  dan   berusaha  menghubungkan  teori  dengan  kehidupan  nyata dimasyarakat.
1)      IPS  berusaha  mempertautkan  teori  ilmu  dengan  fakta  atau  sebaliknya  ( menelaah fakta dari segi ilmu ).
2)      Penelaahan  dan  pembahasan  IPS  tidak  hanya  dari  satu  bidang  disiplin  ilmu saja, melainkan bersifat komprehensif ( meluas / dari berbagai ilmu sosial dan lainnya,  sehingga  berbagai  konsep  ilmu  secara  terintregrasi  terpadu  ) digunakan untuk menelaah satu masalah / tema / topik. 
3)      Mengutamakan  peran  aktif  siswa  melalui  proses  belajar  inkuiri  agar  siswa mampu mengembangkan berpikir kritis, rasional dan analitis.
4)      Program  pembelajaran  disusun  dengan  meningkatkan  /  menghubungkan bahan- bahan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata  di  masyarakat,  pengalaman,  permasalahan,  kebutuhan  dan memproyeksikannya  kepada  kehidupan  ddi  masa  depan  baik  dari  lingkungan fisik / alam maupun budayanya.
5)      IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil ( mudah berubah  ),  sehingga  titik  berat  pembelajaran  adalah  terjadinya  proses internalisasi  secara  mantap  dan  aktif  pada  diri  siswa  agar  siswa  memiliki kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah permasalahan kehidupan nyata pada masyarakatnya.
6)      IPS  mengutamakan  hal    hal,  arti  dan  penghayatan  hubungan  antar  manusia yang bersifat manusiawi.
7)      Pembelajaran  tidak  hanya  mengutamakan  pengetahuan  semata,  tetapi  juga nilai dan keterampilannya.
8)      Berusaha  memuaskan  setiap  siswa  yang  berbeda  melalui  program  maupun pembelajarannya  dalam  arti  memperhatikan  minat  siswa  dan  masalah  – masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya.
9)      Dalam  pengembangan  program  pembelajaran  senantiasa  melaksanakan prinsip- prinsip, karakteristik (sifat dasar) dan pendekatan- pendekatan yang menjadi ciri IPS itu sendiri.   
c.       Tujuan Pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar
Dalam kurikulum sekolah dasar pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial tahun 1993 pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan : Agar  siswa  mampu  mengembangkan  pengetahuan  dan  keterampilan dasar  yang  berguna  bagi  dirinya  dalam  kehidupan  sehari-hari  sedangkan tujuan  pengajaran  sejarah  bertujuan  agar  siswa  mampu  mengembangkan pemahaman  tentang  perkembangan  masyarakat  Indonesia  sejak  masa lampau  hingga  masa  kini  sehingga  memiliki  rasa  kebanggaan  sebagai bangsa Indonesia dan dan cinta tanah air (Depdiknas , 1993)
Tujuan  pendidikan  IPS  di  SD  adalah  agar  siswa  mampu mengembangkan  pemahaman  tentang  perkembangan  masyarakat Indonesia sejak masa lampau dan masa sekarang. (Istianti, dkk 2005 : 55) yang dikutip (Witasa 2008 : 7). 
The Social science Education Frame Work for California School dalam  Kosasih  Djahiri  (dalam  Sapriya,dkk,  2006:  13)  mengemukakan  5 tujuan  pembelajaran  IPS,  diantaranya  :  1)  Membina  siswa  agar  mampu mengembangkan  pengertian  /  pengetahuan  berdasarkan  data,  generalisasi serta  konsep  ilmu  tertentu  maupun  yang  bersifat  interdisipliner/ komprehensif  dari  berbagai  cabang  ilmu  sosial,  2)  Membina  siswa  agar mampu  mengembangkan  dan  mempraktekkan  keanekaragaman keterampilan  studi,  kerja  dan  intelektualnya  secara  pantas  dan  tepat sebagaimana  diharapkan  ilmu-ilmu  sosial,  3)  Membina  dan  mendorong siswa  untuk  memahami,  menghargai,  dan  menghayati  adanya keanekaragaman  dan  kesamaan  kultur  maupun  individual,  4)  Membina siswa  kearah  turut  mempengaruhi  nilai-nilai  kemasyarakatan  serta  juga dapat  mengembangkan    menyempurnakan  nilai-nilai  yang  ada  pada dirinya,  5)  Membina  siswa  untuk  berpartisipasi  kegiatan  dalam  kegiatan kemasyarakatan baik sebagai individu maupun sebagai warga Negara.
Dengan  pembelajaran  IPS  siswa  tidak  hanya  tahu  dan  mengerti namun  siswa  bisa  memahami,  menghargai  dan  bangga  terhadap bangsanya,  serta  lebih  terampil  untuk  melihat  kenyataan  sosial  dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat dirasakan manfaatnya dalam jangka waktu  yang  panjang,  baik  oleh  siswa  sendiri  maupun  bagi  bangsa  dan Negara Indonesia. 
 IPS  bisa  dipandang  sebagai  produk  dari  upaya  manusia  untuk memahami  berbagai  peristiwa-peristiwa  serta  kejadian  sejarah  sehingga siswa bisa peka terhadap apa-apa yang ada di lingkungannya. Oleh karena itu  dalam  proses  pembelajarannya  diperlukan  sebuah  metode  yang  dapat merangsang siswa untuk aktif.
2.      Pengertian Belajar
Belajar  merupakan  aktivitas  manusia  yang  penting  dan  tidak  dapat dipisahkan  dari  kehidupan  manusia,  bahkan  sejak  manusia  lahir  sampai akhir hayat.  Pernyataan  tersebut  menjadi  ungkapan  bahwa  manusia  sejak  lahir  tidak dapat  lepas  dari  proses  belajar  itu  sendiri  sampai  kapanpun  dan dimanapun manusia  itu  berada  dan  belajar  juga  menjadi  kebutuhan  yang terus  meningkat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan  belajar  mengajar  adalah  inti  kegiatan  dalam  pendidikan.  Segala sesuatu  yang  telah  diprogramkan    akan  dilaksanakan  dalam  proses  belajar. Selama proses belajar mengajar terejadi interaksi dua arah yaitu interaksi antara siswa  dan  guru.  Guru  yang  mengajar  dan  siswa  yang  belajar  merupakan  dwi tunggal. Oleh karena itu diketahui definisi mengenai belajar mengajar. Menurut Winkel ( Darsono dkk, 2004:4) belajar adalah “aktivitas mental atau psikis yang berlangsung  dalam  interaksi  aktif  dengan  lingkungan  yang  menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai sikap”. Jadi  secara  umum  belajar  merupakan  kegiatan  aktif  siswa  dalam membangun makna  atau  pemahaman.  Dengan  demikian,  guru  perlu  memberi  dorongan kepada  siswa  untuk  menggunakan  otoritasnya  dalam  membangun  gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, guru bertanggung jawab untuk menciptakan  situasi  yang  mendorong  prakarsa,  motivasi  dan  tanggung  jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Menurut  Slameto  (2003  :2)  belajar  adalah  suatu  “proses  usaha  yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara  keseluruhan,  berupa  hasil  pengalamannya  sendiri  dalam  berinteraksi dengan  lingkungannya”.  Definisi  ini  menunjukkan    bahwa  yang  aktif  dalam kegiatan belajar adalah siswa, sebagai seseorang yang mengalami proses belajar, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dengan cara membimbing dan menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.
Sedangkan  menurut  Sardiman  (  2006  :21  )  “belajar  adalah  berubah  dalam arti  terjadi  perubahan  tingkah  laku  “.  Belajar  akan  membawa  suatu perubahan pada  individu-individu  yang  belajar.  Perubahan  tidak  hanya  berkaitan  dengan penambahan  ilmu  pengetahuan,  tetapi  juga  berbentuk  kecakapan,  keterampilan, sikap,  pengertian,  harga  diri,  minat,  watak  dan  penyesuaian  diri.  Dengan demikian  dapat  dikatakan  bahwa  belajar  itu  sebagai  rangkaian  kegiatan  jiwa raga,  psikofisik  untuk  menuju  ke  perkembangan  pribadi  manusia  seutuhnya yang  berarti    menyangkut  unsur  cipta,  rasa  dan  karsa  dalam  ranah  kognitif, afektif dan psikomotor.
Dengan  melihat  pengertian  tersebut  di  atas,  dapat  diartikan  bahwa  belajar itu  adalah  suatu  proses  perubahan  individu  berdasarkan  interaksi  dengan lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang belajar pada akhirnya akan  menyadari  atau  merasakan  terjadinya  suatu  perubahan  pada  dirinya. Pencapaian  perubahan  pada  diri  siswa  tidak  hanya  mengisyaratkan    ada unsur dirinya yang mempengaruhi, melainkan adanya keterlibatan dari unsur lain yaitu guru dan tujuan yang akan dicapai.
Terjadinya  pembelajaran  mengisyaratkan  adanya  komunikasi  timbal  balik dalam arti siswa dan guru berperan aktif dalam mengolah pesan, informasi atau materi pelajaran hingga memperoleh suatu kebermaknaan dari setiap perbuatan masing-masing.  Guru  berusaha  menciptakan  kondisi  belajar  yang memungkinkan  terjadinya  pengalaman  belajar  pada  diri  siswa,  dengan mengerahkan  segala sumber belajar dan menggunakan berbagai strategi belajar mengajar yang tepat.         Mengajar   pada  hakekatnya   adalah   membelajarkan  siswa.   Pengertian mengajar      berhubungan    dengan    belajar.   Berbagai   pengertian mengajar diantaranya adalah :
a.    Mengajar  adalah  mengupayakan  terjadinya  tanggapan-tanggapan           mengenai berbagai persoalan dalam kehidupan
b.   Mengajar   adalah   memberikan   latihan-latihan   mengenai  peningkatan  kemampuan-kemampuan baik fisik, mental maupun spiritual.
c.   Mengajar     adalah    melatih   atau membiasakan sesuatu hal yang baik atau  tingkah laku terpuji dalam kehidupan siswa.
d.  Mengajar      adalah      menanamkan      pengertian      juga      wawasan kepada  siswa  mengenai berbagai wawasan
e.   Mengajar adalah membimbing siswa dalam pemecahan masalah. Depdikbud (1996 : 88-91).
Sedangkan menuru Purwanto (1987 : 185) :“Mengajar  adalah  memberikan  pengetahuan  atau  melatih  kecakapan-kecakapan  atau  ketrempilan-ketrampilan  kepada  anak-anak.  Jadi  dengan pengajaran  guru  berusaha  membentuk  kecerdasan  dan  ketangkasan  anak. Sedangkan  yang  dimaksud  dengan  mendidik  adalah  membentuk  budi pekerti  dan  watak  anak-anak.  Jadi  dengan  pendidikan  guru  berusaha membentuk kesusilaan pada anak”.
Hakekat  belajar  mengajar  akan  sangat  menunjang  dalam  proses  belajar mengajar karena terdapat hal-hal penting yang dapat menunjang hakikat itu.Berikut  adalah  asumsi  yang  melandasi  hakikat  belajar  mengajar  yang dikemukakan oleh Sudjana ( 2002 : 25), diantaranya :
a.       Peristiwa    belajar    terjadi    apabila    subjek    didik    secara  aktif    berinteraksi  dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
b.       Proses  belajar  mengajar yang  efektif   memerlukan  strategi dan metode teknologi pendidikan yang tepat.
c.       Program      belajar    mengajar    dirancang      dan    dilaksanakan    sebagai  suatu  sistem.
d.      Proses  dan  produk  belajar  perlu  memperoleh  perhatian  seimbang   di dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar.
3.      Keaktifan  
a.       Konsep Keaktifan
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan.
Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
b.      Jenis-Jenis Keaktifan Dalam Belajar.
Menurut Paul D. Dierich (dalam Oemar Hamalik 2001: 172) keaktifan belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok, yaitu
1)   Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2)   Kegiatan-kegiatan lisan
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
3)   Kegiatan-kegiatan mendengarkan.
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
4)   Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisikan angket.
5)   Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.
6)   Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan berkebun.
7)   Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingatkan, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
8)   Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan overlap satu sama lain.
c.       Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatihuntuk berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktivan siswa dalam proses pembelajaran. Gagne dan Briggs (dalam Martinis, 2007: 84) faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu :
1)   Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2)   Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa).
3)   Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
4)   Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
5)   Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
6)   Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
7)   Memberi umpan balik (feed back)
8)   Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.
9)   Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
4.      Hasil Belajar 
Hasil  belajar  adalah  kemampuan-kemampuan  yang  dimiliki  siswa  setelah  ia menerima  pengalaman  belajarnya  (Sudjana,  1990:  22).  Gagne  dalam  Sudjan  (1990: 22)  membagi  lima  kata  gori  hasil  belajar,  yakni  imformasi  verbal,  keterampilan intelektual,  strategi  kognitif,  sikap  dan  keterampilan  motoris.  Horward  Kingsley dalam Sudjana (1990: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu: keterampilan dan kebiasaan, pengertian dan pengetahuan serta sikap dan ciri-ciri. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetepkan dalam kurikulum.
Sistem  pendidikan    Nasional  merumuskan  tujuan  pendidikan,  baik  tujuh kurikulum  maupun  tujuh  intstuksional,  mengunakan  klasifikasi  hasil  belajar  dari Benyamin  Bioom  yang  secara  garis  membaginya  menjadi  tiga  ranah,  yakni  ranah kognitif, ranah afektif dan ranah pisikomotoris (dalam Sudjana, 2001:87).,    
a.       Ranah  kognitif  berkenaan  dengan  hasil  belajar  intelektual  yang  terdiri  dari  enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesis, dan evaluasi.kedua  aspek  pertama  disebut  kognitif  tingkat  rendah  dan  keempat  aspek berikutnya termasuk kognitf tingkat tinggi. 
b.      Ranah  afektif  berkenaan  dengan  sikap  yang  terdiri  dari  lima  aspek  yakni, penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
c.       Ranah pisikomotoris berkenaan dengan hasi belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.  Ada  enam  aspek  ranah  pisikomotoris,  yakni  gerakan  refleks, keterampilan  gerakan  dasar,  kemampuan  perceptual,  keharmonisan  atau keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpresif.
Ketiga  ranah  tersebut  menjadi  penilaian  hasil  belajar.  Diantara  ketiga  ranah itu,  ranah kognitif  yang  paling  banyak  yang  dinilai  para  guru  disekolah  karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai pelajaran.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok” Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut.
Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil belajar atau yang sering disebut prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi seseorang dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari  atau kegiatan yang dilakukan. Menurut Catharina Tri Anni (2002:4) hasil belajar merupakan  perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas  belajar. Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa  setelah melalui kegiatan belajar (H. Nashar, 2004: 77). Hasil belajar adalah  terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan  harapan untuk berhasil dan masukan dari lingkungan berupa rancangan  dan pengelolaan motivasional tidak berpengaruh terdadap besarnya usaha  yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar (Keller dalam H Nashar, 2004: 77). Seseorang dapat  dikatakan telah belajar  sesuatu  apabila dalam dirinya telah terjadi  suatu perubahan, akan tetapi tidak  semua perubahan yang terjadi. Jadi  hasil belajar merupakan pencapaian  tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari proses belajar, maka  didapat hasil belajar.
Menurut Slamet (2006:23) hasil belajar dapat dinilai dengan cara:
1)      Penilaian formatif
Penilaian  formatif  adalah  kegiatan  penilaian  yang  bertujuan  untuk  mencari umpan  balik  (feedback),  yang  selanjutnya  hasil  penilaian  tersebut  dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan.
2)      Penilaian Sumatif.
Penilaian  sumatif  adalah  penilaian  yang  dilakukan  untuk  memperoleh  data atau  informasi  sampai  dimana  penguasaan  atau  pencapaian  belajar  siswa terhadap  bahan  pelajaran  yang  telah  dipelajarinya  selama  jangka  waktu tertentu.  

5.      Ketuntasan Belajar
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”. Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
 Block, James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery learningdapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center), (2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual personal), (3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental units) (KTSP SDN Sumberkembar 02, 2007).
Pertama, layanan program remedial dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler, (c) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang  belum dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa mengikuti tes/ujian semester.
Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (b) pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (c) memberikan soal-aoal latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (d) membantu guru dalam rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (e) materi pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, (f) program pengayaan dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tuntas menjadi dasar dari konsep ketuntasan belajar. Sehingga guru diharapkan menerapkan pembelajaran tuntas dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan pembelajaran tuntas, siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar yang ideal.
Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masing-masing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal
6.      Metode Pembelajaran
a.       Pengertian Metode
Metode  merupakan  langkah  operasional  dari  strategi  pembelajaran  yang  dipilih  dalam  mencapai  tujuan  belajar,  sehingga  bagi  sumber  belajar  dalam  strategi yang digunakan. Istilah  metode  dapat  digunakan  dalam  berbagai  bidang  kehidupan,  sebab secara  umum  menurut  kamus  Purwadarminta  (1976)  dalam  Ihat  Hatimah  (2003:10) adalah sebagai berikut, “meetode adalah cara yang telah teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud”.
Sedangkan  menurut  kamus  Besar  Bhasa  Indinesia,  metode  adalah  cara  kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang  ditentukan.  Metode  berasal  dari  karta  Method    (Inggris),  artinya  melalui, melewati, jalan atau cara untuk memperoleh sesuatu.
Berdasarkan  pernyataan  tersebut  diatas  jelas  bahwa  pengerian  metode  pada prinsipnya sama yaitu merupakan suatu cara dalam rangka pencapaian tujuan, dalam hal  ini  dapat  menyangkut  dalam  kehidupan  ekonomi,  social,  politik,  maupun keagamaan.  Adapun  metode  yang  digunakan  dalam  pembahasan  ini  yaitu  metode yang  digunakan  dalam  peruses  pembelajaran.  Pembelajaran  dapat  diartikan  sebagai setiap  upaya  yang  sistematik  dan  disengaja  untuk  menciptakan  kondisi-kondisi  agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Metode  dalam  pembelajaran  tidak  hanya  berfungsi  sebagai  cara  untuk menyampaikan  materi  saja,  akan  tetapi  berfungsi  sebagai  pengelola  kegiatan pembelajaran agar lebih teratur, supaya mencapain tujuan yang diharapkan.
b.      Kedudukan Metode dalam Pembelajaran
Menurut  Ihat  Hatimah  (2003:10),  kedudukan  metode  dalam  pembelajaran mempunyai ruang lingkup  sebagai cara dalam:
1)      Pemberi  dorongan,  yaitu  cara  yang  digunakan  sumber  belajar  dalam  rangka memberikan dorongan kepada siswa dan warga untuk terus belajar.
2)      Mengungkap  tumbuhnya  minat  belajar,  yaitu  cara  untuk  menumbuhkan rangsangan  untuk  tumbuhnya  minat  belajar  warga  belajar  didasarkan  pada kedudukanya.
3)      Menyampaikan  bahan  belajar,  yaitu  cara  yang  digunakan  dalam  sumber  belajar dalam menyampaikan bahan dalam kegiatamn pembelajaran.
4)      Pencipta  iklim  belajar  yang  kondusif,  yaitu  cara  untuk  menciptakan  suasana belajar yang menyenangkan bagi warga belajar untuk belajar.
5)      Tenaga  untuk  melahirkan  kreativitas,  yaitu  cara  untuk  menumbuhkan  kretivitas warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
6)      Pendorong  untuk  penilaian  diri  dalam  peruses  dan  hasil  belajar,  yaitu  cara  untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran.
7)      Pendorong  dalam  melengkapi  kelemahan  hasil  belajar,  yaitu  cara  untuk  mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran.
8)      Berdasarkan  keterkaitan  definisi,  kedudukan  metode  dalam  pengertian pembelajaran diliata secara harfiah dan dari arti sempit, maka pembelajaran dapat pula dikatagorikan sebagai salah satu metode dalam pembelajaran.
7.      Metode Discovery
Metode penemuan terbimbing sering disebut metode discovery, dalam metode penemuan  terbimbing,  para  siswa  diberi  bimbingan  singkat  untuk  menemukan jawabannya.  Harus  diusahakan  agar  jawaban  atau  hasil  akhir  itu  tetap  ditemukan sendiri oleh siswa (Suyitno, 2004:5). Jika siswa belajar menemukan sesuatu dikatakan ia belajar melalui penemuan. Bila  guru  mengajar  siswa  tidak  dengan  memberitahu  tetapi  memberikan  kesempatan atau berdialog dengan siswa agar ia menemukan sendiri, cara guru mengajar demikian disebut metode penemuan (Ruseffendi, 1980:98)
Menurut  Suryobroto  dalam  Hadiningsih  (2009:31)  metode  penemuan (discovery)  diartikan  sebagai  suatu  prosedur  pernbelajaran  yang  lebih menekankan  kepada  belajar  yang  dilakukan  secara  individual,  memanipulasi objek  dan  percobaan-percobaan  yang  dilakukan  oleh  siswa  sebelum  pada generalisasi. Metode penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang  meliputi  metode  mengajar  yang  memajukan  cara  belajar  aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif.
Metode penemuan merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan yangseringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis mengajar yang  meliputi  metode-metode  yang  dirancang  untuk  meningkatkan  rentangan keaktifan  siswa  yang  lebih  besar,  berorientasi  kepada  proses,  mengarahkan  pada diri sendiri,  mencari  sendiri,  dan  refleksi  yang  sering  muncul  sebagai  kegiatan  belajar.
Saliwangi (1989:41) menegaskan bahwa, kegiatan discovery ialah kegiatan belajar mengajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan (discovery) konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Menurut Suryosubroto (2002:193) mengutip pendapat Sund bahwa discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan. Sanjaya (2007:194) strategi pembelajaran discovery adalah adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Metode  penemuan  adalah  poses  mental  dimana  siswa  mampu  mengasimilasikan sesuatu  konsep  atau  prinsip.  Proses  mental  yang  dimaksud  adalah  mengamati, mencerna,  menggolong  golongkan,  membuat  dugaan,  menjelaskan,  mengukur  dan membuat kesimpulan. Metode penemuan sebagai metode belajar mengajar digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan tujuan sebagai berikut.
1)      Meningkatkan  keterlibatan  siswa  secara  aktif  dalam  memperoleh  dan  memproses perolehan belajar.
2)      Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
3)      Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa.
4)      Melatih  para  siswa  mengeksplorasi  atau  memanfaatkan  lingkungan  sebagai  sumber informasi yang tidak pernah tuntas digali.
5)      Kata  penemuan  sebagai  metode  mengajar  merupakan  penemuan  yang dilakukan  oleh  siswa.  Siswa  menemukan  sendiri  sesuatu  yang  baru,  ini  tidak  berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh orang lain (Suyitno, 2004:5).
Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Hamalik (2003:134) menjelaskan mengenai metode discovery berikut. Prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Metode discovery adalah suatu komponen dari praktik pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode yang didesain untuk memajukan rentang yang luas dari belajar efektif, berorientasi pada proses, membimbing diri sendiri, dan metode belajar reflektif. Semua strategi yang merangsang siswa untuk menyelidiki lebih lanjut tanpa bantuan dari guru.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner  menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
a.       Identifikasi kebutuhan siswa;
b.      Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
c.       Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
d.      Membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
e.       Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
f.       Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
g.      Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
h.      Membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
i.        Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
j.        Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
k.      Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
a.       siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
b.      siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
c.       menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
d.      siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;
e.       metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai. Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

B.     Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam penulisan laporan perbaikan pembelajaran melalui pelaksanaan penelitian tidakan kelas dengan menggunakan metode inquiri, peneliti mengambil beberapa literatur yang sesuai dan relevan sebagai bahan pembanding dalam penyusunan laporan ini, diantaranya :
  1. Astuti, Retno Dwi. 2010. Penerapan Model Discovery pada Mata Pelajaran IPS untuk Meningkatkan Motivasi, Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Oro-Oro Dowo Kecamatan Klojen Kota Malang. Skripsi, Program S1 PGSD Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah FIP Universitas Negeri Malang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menggunakan model Kemis & MC.Taggart. Langkah PTK ini meliputi 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi, refleksi dan rencana perbaikan.. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Oro-oro Dowo Kota Malang dengan jumlah siswa 29 anak. Instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi, wawancara, dan tes, sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Discovery pada pembelajaran IPS telah berhasil meningkatkan motivasi, aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oro-Oro Dowo. Hal ini dilihat dari perolehan observasi tentang motivasi dan aktivitas siswa serta rata-rata postes yang terus meningkat. Berdasarkan hasil observasi, motivasi siswa mengalami peningkatan pada siklus II. Begitu juga dengan aktivitas siswa, yang paling tampak yaitu sebagian besar siswa sudah berani bertanya/menjawab serta melaporkan hasil diskusi. Hasil belajar siswa terus meningkat mulai dari rata-rata sebelumnya (63,55) mengalami peningkatan pada siklus I dengan rata-rata kelas sebesar (74,48) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu (55,17%) meningkat pada siklus II dengan rata-rata kelasnya sebesar (83,21) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya sebesar (82,76%).
  2. Santoso Bambang, 2009. Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Metode Discovery di SD Kelas V SDN Nguling 03 Kabupaten Pasuruan”. Skripsi, Jurusan Kependidikan Sekolah dasar dan Prasekolah, Program Sarjana. Universitas Negeri Malang. Penggunaan metode discovery menempatkan siswa sebagai subyek dan guru sebagai fasilitator, motivator, dan moderator dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan metode discovery dapat mengukur kemampuan siswa secara kompleks. Siswa dapat dinilai tidak hanya dari segi kemampuan intelektual atau aspek kognitif tetapi juga dari aspek psikomotorik untuk mengetahui hasil belajarnya. Berdasarkan latar belakang tersebut disusun rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana hasil belajar IPA materi pokok energi dan perubahannya di kelas V SDN Nguling 03 Kabupaten Pasuruan dengan menerapkan metode Discovery? (2) Apakah penerapan metode Discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi pokok energi dan perubahannya di kelas V SDN Nguling 03 Kabupaten Pasuruan?. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). yang dikembangkan oleh Kemmis dam Mc Tanggart.meliputi empat jalur (langkah), yaitu: (1) Planning; (2) acting & observing; (3) reflecting (4) revise plan.  Dalam penelitian ini yang akan menjadi subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas V SDN Nguling 03, Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan sebanyak 40 siswa. Teknik pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi.Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan metode discovery pada pembelajaran IPA materi energi dan perubahannya Kelas V SDN Nguling 03 Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut terbukti dari  hasil nilai rata-rata pra tindakan hanya mencapai 50,125 dengan ketuntasan belajar kelas 52,5%, meningkat menjadi 85,5 dengan ketuntasan belajar kelas 92,5% pada siklus I.  meskipun ada 3 siswa (7,50%) belum mencapai ketuntasan belajar individu.
  3. Manfaatiyas, Alipiana. 2011. Peningkatkan  hasil belajar Melalui Metode Penemuan Terbimbing (Discovery) Dalam Pembelajaran IPS Kelas IV SDN Turi 02 Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Skripsi, Jurusan KSDP Prodi S1 PGSD, FIP Universitas Negeri Malang, Pembimbing: (1) Dra. Suminah, M. Pd, (2) Drs. Hadi Mustofa,  M, Pd. Pemilihan metode sangat penting dalam pembelajaran. Selama ini guru hanya mendominasi dengan penggunaan metode ceramah, sehingga pembelajaran kurang kondusif, siswa kurang aktif dalam mengemukakan ide ataupun mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Hal itu terbukti dari nilai rata-rata ulangan akhir semester 2 siswa kelas IV SDN Turi 02 adalah 60. Nilai tersebut masih jauh dengan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran IPS SD, (2) Mendeskripsikan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Di setiap siklus terdiri dari empat fase, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.Instrumen yang digunakan lembar observasi,tes dan pedoman wawancara. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan analisis secara diskritif. Berdasarkan hasil penelitian dari pratindakan sampai siklus II diketahui adanya peningkatan aktivitas siswa dan peningkatan hasil belajar siswa. Persentase aktivitas siswa mengalami peningkatan dari pratindakan 51,79% sebesar 18,54% pada siklus I 70,33% dan siklus II sebesar 81,43% atau meningkat sebesar 11,1%. Sedangkan peningkatan persentase hasil belajar siswa yang tuntas belajar dari siklus I 63,33 ke siklus II 83,33% menjadi naik sebesar 29,19%, yaitu dari persentase ketuntasan siklus I 54,14% naik menjadi 83,33% siswa yang tuntas belajar pada siklus II (dari 24 siswa, 22 tuntas belajar) dan yang belum tuntas ada 2 siswa, karena kemampuannya sanagt rendah. Kesimpulannya dengan menerapkan metode penemauan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa.

C.    Kerangka Berpikir

Pelaksanaan pembelajaran IPS materi pembagian waktu selama ini menunjukan bahwa pembelajaran masih bersifat konvensional karena siswa diminta membaca soal kemudian menjawab pertanyaan. Akibatnya hasil belajar kurang memuaskan.
Untuk mengatasi masalah tersebut salah satu solusi yang dapat dilaksanakan adalah dengan menggunakan model pembelajaran interaktif dengan menerapkan metode discovery diharapkan minat dan hasil belajar dapat meningkat sehingga tingkat ketuntasan belajar dapat tercapai sesuai kriteria yang telah ditetapkan, yaitu memperoleh nilai di atas KKM sebesar 80.
Kondisi akhir yang ingin dicapai dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran ilmu pengetahuan alam materi  pembagian waktu adalah meningkatnya keaktifan dan hasil belajar serta sehingga dapat mencapai tingkat ketuntasan  belajar  telah ditentukan
Sebagai upaya tindak lanjut,  peneliti  merasa perlu untuk melakukan upaya perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas pada pembelajaran ilmu pengetahuan sosial materi pembagian waktu menggunakan menggunakan model pembelajaran interaktif dengan penerapan metode discovery  pada siswa kelas V SDN ............. Kecamatan ............. Kabupaten .............
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai jalannya alur berfikir dari permasalahan yang akan diatasi dan solusi tindakan yang akan dilaksanakan serta hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :


 






























Gambar 2.1. Kerangka Berpikir  Penelitian Tindakan Kelas

D.    Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teoritik di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Penerapan metode discovery dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS materi  pembagian waktu siswa kelas V SDN ............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. Semester II Tahun Pelajaran ..............
2.      Penerapan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi  pembagian waktu siswa kelas V SDN ............. Kecamatan ............. Kabupaten ............. Semester II Tahun Pelajaran ..............